laporan farmako kelinci

22
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT OTONOM Praktikum obat otonom ini dibagi atas dua bagian yaitu praktikum obat otonom dengan menggunakan hewan percobaan dan diskusi obat otonom dengan menggunakan kasus atau scenario. Tujuan Setelah praktikum mahasiswa dapat: 1. Menjelaskan system syaraf otonom 2. Menjelaskan efek farmakodinamik obat otonom 3. Menggolongkan obat otonom yang digunakan dalam praktikum ini ke dalam obat kolinergik, antikolinergik, adrenergik, dan antiadrenegik 4. Menjelaskan dasar kerja obat yang digunakan pada praktikum ini. LANDASAN TEORI KOLINERGIK Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya  berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl),  juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil ( miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya. Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni: A. Reseptor Muskarinik Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan  panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik seperti M 1 , M 2 , M 3 , M 4 , M 5 . Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksokrin. Secara khusus

Transcript of laporan farmako kelinci

PRAKTIKUM FARMAKOLOGIOBAT OTONOM

Praktikum obat otonom ini dibagi atas dua bagian yaitu praktikum obat otonom dengan menggunakan hewan percobaan dan diskusi obat otonom dengan menggunakan kasus atau scenario.

TujuanSetelah praktikum mahasiswa dapat:1. Menjelaskan system syaraf otonom1. Menjelaskan efek farmakodinamik obat otonom1. Menggolongkan obat otonom yang digunakan dalam praktikum ini ke dalam obat kolinergik, antikolinergik, adrenergik, dan antiadrenegik1. Menjelaskan dasar kerja obat yang digunakan pada praktikum ini.

LANDASAN TEORI

KOLINERGIKKolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya.Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni:

A. Reseptor MuskarinikReseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik seperti M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksokrin. Secara khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam neuron, namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M3 dalam kelenjar eksokrin dan otot polos. Obat-obat yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula.Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan sinyal yang disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai contoh, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini akan mengalami perubahan konformasi dan berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan mengaktifkan fosfolipase C. Akibatnya akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol (1,4,5)-trifosfat (IP3) yang akan meningkatkan kadar Ca++ intrasel. Kation ini selanjutnya akan berinteraksi untuk memacu atau menghambat enzim-enzim atau menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau kontraksi. Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada otot jantung memacu protein G yang menghambat adenililsiklase dan mempertinggi konduktan K+, sehingga denyut dan kontraksi otot jantung akan menurun.

B. Reseptor NikotinikReseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi afinitas lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor nikotinik, namun setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini terdapat di dalam sistem saraf pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan neuromuskular. Obat-obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang terdapat di jaringan tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan reseptor yang terdapat pada sambungan neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor ganglionik secara selektif dihambat oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada sambungan neuromuskular secara spesifik dihambat oleh turbokurarin (Mary J. Mycek, dkk, 2001). Stimulasi reseptor ini oleh kolenergika menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi ringan, penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul kontraksi otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade neuromuskuler.Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin.Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obat-obat ini merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi. Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim baru terbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid beracun kuat di bidang pertanian (parathion) dan sebagai obat kutu rambut (malathion). Gas saraf yang digunakan sebagai senjata perang termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya Sarin, Soman, dan sebagainya .Salah satu kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan glaukoma adalah pilokarpin. Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis oleh asetilkolenesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa ini ternyata sangat lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu objek. Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan untuk maksud demikian. Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanan bola mata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular di sekitar kanal Schlemm, sehingga tekanan bola mata turun dengan segera akibat cairan humor keluar dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat diulang kembali. Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat dan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi. Disamping kemampuannya dalam mengobati glaukoma, pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan (Mary J. Mycek, dkk, 2001).Alkaloid tumbuhanAlkaloid tumbuhan yaitu : muskarin yang berasal dari jamur Amanita muscaria, pilokarpin yang berasal dari tanaman Pilocarpus jaborandi dan Pilokarpus microphyllus dan arekolin yang berasal dari Areca catehu (pinang). Ketiga obat ini bekerja pada efek muskarinik, kecuali pilokarpin yang juga memperlihatkan efek nikotinik. Pilokorpin terutama menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat yang terjadi karena perangangan langsung (efek muskarinik) dan sebagian karena perangsangan ganglion (efek nikotinik), kelenjar air mata dan kelenjar ludah. Produksi keringat dapat mencapai 3 liter. Pada penyuntika IV biasanya terjadi kenaikan tekanan darah akibat efek ganglionik dan sekresi katekolamin dari medulla adrenal.a. IntoksikasiKeracunan muskarin dapat terjdi akibat keracunan jamur. Keracunan jamur Clitocybe dan Inocybe timbul cepat dalam beberapa menit sampai dua jam setelah makan jamur sedangkan gejala keracunan A. phalloides timbul lambat, kira-kira sesudah 6-15 jam, dengan sifat gejala yang berlainan. Amanita muscaria dapat menyebabkan gejala muskarinik tetapi efek utama disebabkan oleh suatu turunan isoksazol yang merupakan antidotum yang ampuh bila efek muskariniknya yang dominan. Amanita phalloides lebih berbahaya, keracunannya ditandai dengan gejala-gejala akut di saluran cerna dan dehidrasi yang hebat.

b. IndikasiPilokarpin HCL atau pilokarpin nitrat digunakan sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan miosis dengan larutan 0,5-3 %. Obat ini juga digunakan sebagai diaforetik dan untuk menimbulkan saliva diberikan per oral dengan dosis 7,5 mg. Arekolin hanya digunakan dalam bidang kedokteran hewan untuk penyakit cacing gelang. Musakrin hanya berguna untuk penelitian dalam laboratorium dan tidak digunakan dalam terapi. Aseklidin adalah suatu senyawa sintetik yang strukturnya mirip arekolin. Dalam kadar 0,5-4% sama efektifnya dengan pilokarpin dalam menurunkan tekanan intraokular. Obat ini digunakan pada penderita glaukoma yang tidak tahan pilokarpin.

Pilokarpin Deskripsi

- Nama & Struktur Kimia:(3S,4R)-3-ethyldihydro-4-[1-methyl-1-H-imidazol-5-yl]methyl]furan-2(3H)-one.

- Sifat Fisikokimia:Pilokarpin HCl : Hablur tidak berwarna, agak transparan, tidak berbau, rasa agak pahit, higroskopis dan dipengaruhi oleh cahaya, bereaksi asam terhadap kertas lakmus, sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, sukar larut dalam kloroform, tidak larut dalam eter. Pilokarpin Nitrat : Hablur putih, mengkilat, stabil diudara, dipengaruhi oleh cahaya, mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter

- Keterangan:-

Golongan/Kelas Terapi

Obat Mata

Nama Dagang

- Epicarpine- Miokar- Cendo Carpine

Indikasi Pengobatan glaukoma kronik, glaukoma sudut tertutup akut dan kronik.Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian1-2 tetes sampai 4 kali sehari, sesuaikan dosis dan konsentrasi pemberian dengan kebutuhan untuk mengontrol kenaikan tekanan intraokuler.FarmakologiOnset kerja pada pemberian obat tetes mata : 10-30 menit, Penurunan tekanan intraokuler : 1 jam.Stabilitas PenyimpananStabil pada pH asam, namun pernah dilaporkan terjadinya hidrolisis pada pH lebih tinggi. Simpan dalam wadah tertutup rapat dan hindari dari cahaya.KontraindikasiHipersensitif terhadap pilokarpin atau komponen lain dalam sediaan; inflamasi akut pada ruang anterior mata, kondisi konstriksi pupil seperti iritis akut, anterior evetis dan glaukoma sekunder tertutupEfek SampingSakit kepala pada pengobatan 2-4 minggu, Pada mata : rasa terbakar, pucat, penglihatan buram, kongesti vaskuler , perubahan lensa, pendarahan, dan hambatan pada pupilInteraksi

- Dengan Obat Lain : Tidak dapat bercampur dengan benzalkonium klorida

- Dengan Makanan : -

Pengaruh

- Terhadap Kehamilan : -

- Terhadap Ibu Menyusui : -

- Terhadap Anak-anak : -

- Terhadap Hasil Laboratorium : -

Parameter MonitoringTekanan intra okuler, tes visualBentuk SediaanTetes Mata 2%, 4%PeringatanPastikan jenis glaukoma sebelum penggunaan. Bola mata yang berpigmen tua memerlukan konsentrasi miotika lebih besar atau dengan fekuensi lebih sering. Diperlukan perawatan pada gangguan kunjungtiva dan kornea. Hati hati pada penderita sakit jantung, hipertensi, asma, tukak lambung, gangguan saluran urin dan penyakit parkinsonKasus Temuan Dalam Keadaan Khusus-Informasi PasienSampaikan kepada dokter atau apoteker kalau anda pernah alergi dengan obat ini. Pada saat akan memakai obat bersihkan tangan, buka mata dan teteskan obat, biarkan 1-2 menit. Jangan sentuh ujung penetes untuk menjaga kebersihan.Mekanisme AksiMembuka saluran pengeringan yang tidak efektif dalam trabeculer meshwork melalui kontraksi otot siliari, menurunkan tekanan intraokuler (dengan menurunkan resistensi aliran pada aqueous humor).Monitoring Penggunaan ObatPengamatan terhadap tekanan intraokuler

Antikolinergik

Antikolinergik adalah ester dari asam aromatik dikombinasikan dengan basa organik.Ikatan ester adalah esensial dalam ikatan yang efektif antara antikolinergik dengan reseptorasetilkolin. Obat ini berikatan secara blokade kompetitif dengan asetilkolin dan mencegahaktivasi reseptor. Efek selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui second messengerseperti cyclic guanosine monophosphate (cGMP) dicegah.Reseptor jaringan bervariasisensitivitasnya terhadap blokade. Faktanya : reseptor muskarinik tidak homogen dan subgrupreseptor telah dapat diidentifikasikan : reseptor neuronal (M1),cardiak (M2) dan kelenjar(M3)

Dalam dosis klinis, hanya reseptor muskarinik yang dihambat oleh obat antikolinergikyang akan dibahas pada bab ini. Kelebihan efek antikolinergik tergantung dari derajatdasar tonus vagal. Beberapa sistem organ dipengaruhi :

A.KardiovaskularBlokade reseptor muskarinik pada SA node berakibat takikardi. Efek ini secara khususmengatasi bradikardi karena reflek vagal (reflek baroreseptor,stimulasi peritoneal atau reflekokulokardia). Perlambatan transien denyut jantung karena antikolinergk dosis rendah telahdilaporkan. Mekanisme ini merupakan respon paradoks karena efek agonis perifer yanglemah, diduga obat ini tidak murni antagonis. Konduksi melalui AV node akanmemendekkan interval P-R pada EKG dan sering menurunkan blokade jantung disebabkanaktivitas vagal. Atrial disritmia dan ritme nodal jarang terjadi. Antikolinergik berefek kecilpada fungsi ventrikel atau vaskuler perifer karena kurangnya persarafan kolinergik pada areaini dibanding reseptor kolinergik. Dosis besar antikolinergik dapat menghasilkan dilatasipembuluh darah kutaneus (atropin flush)

B.RespirasiAntikolinergik menghambat sekresi mukosa saluran pernafasan,dari hidung sampai bronkus.Efek kering ini penting sebelum pemberian agen inhalasi yang kurang iritasi. Relaksasi dariotot polos bronkus akan mengurangi resistensi jalan nafas dan meningkatkan ruang rugianatomi. Efek ini penting pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis atau asma

C.CerebralAntikolinergik dapat mempengaruhi sistem saraf pusat mulai dari stimulasi sampaidepresi,tergantung pemilihan obat dan dosis. Stimulasi seperti eksitasi,lemah atau halusinasi.Depresi dapat menyebabkan sedasi dan amnesia. Physostigmin, penghambat kolinesterasedapat menembus sawar darah otak,dapat mengatasi efek ini.

D.GastrointestinalSekresi air liur berkurang oleh obat antikolinergik. Sekresi gastrik juga berkurang,tapi dosisbesar diperlukan.Motilitas dan peristaltik intestinal berkurang dan waktu pengosonganlambung memanjang. Tekanan spingter esofagus bagian bawah berkurang. Obatantikolnergik tidak bermanfaat dalam hal mencegah aspirasi pneumonia.

E.MataAntikolinergik menyebabkan midriasi (dilatasi pupil) dan siklopegi ( tidak dapat akomodasipenglihatan dekat); glaukoma akut sudut tertutup diikuti pemberian secara sistemik dari obatantikolinergik.

F.GenitourinaryAntikolinergik dapat menurunkan tonus ureter dan blader sebagai hasil dari relaksasi ototpolos dan retensi urin, khususnya pada pasien usia klanjut dengan pembesaran prostat.

G.TermoregulasiPenghambatan kelenjar liur dapat meningkatkan temperatur suhu tubuh ( demam atropin)

H. Immune-mediated hypersensitivityBerkurangnya cGMP inraselular secara teori berguna dalam pengobatan reaksihipersensitivitas. Secara klinis,antikolinergik mempunyai efek kecil pada kasus ini .Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsangsusunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson),mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring danbronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruhterhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik,menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung) (Moveamura, 2008).Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif danmengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergikmisalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai antispasmodik, propantelin bromidadipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson(Moveamura, 2008).

Atropin Sumber dan KimiawiAtropin (hiosiamin) ditemukan dalam tumbuhan Atropa Belladonna, atau Tirai Malam Pembunuh, dan dalam Datura Stramonium, atau dikenal sebagai biji jimson ( biji Jamestown) atau apel berduri.Atropine alam adalah l(-) hiosiamin, tetapi senyawanya sudah campuran (rasemik), sehingga material komersilnya adalah rasemik d, l-hiosiamin.Anggota tersier kelas atropine sering dimanfaatkan efeknya untuk mata dan system syaraf pusat.

AbsorbsiAlkaloid alam dan kebanyakan obat-obat antimuskarinik tersier diserap dengan baik dari usus dan dapat menembus membrane konjuktiva.Reabsobsinya diusus cepat dan lengkap, seperti alkaloida alamiah lainnya, begitu pula dari mukosa. Reabsorbsinya melalui kulit utuh dan mata tidak mudah.

DistribusiAtropin dan senyawa tersier lainnya didistribusikan meluas kedalam tubuh setelah penyerapan kadar tertentu dalam susunan saraf pusat (SSP) dicapai dalam 30 menit sampai 1 jam, dan mungkin membatasi toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek perifernya. Didistribusikan keseluruh tubuh dengan baik.

Metabolisme dan EkskresiAtropin cepat menghilang dari darah setelah diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kira-kira 60% dari dosis diekskresikan kedalam urine dalam bentuk utuh. Sisanya dalam urine kebanyakan sebahagian metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya pada fungsi parasimpatis pada semua organ cepat menghilang kecuali pada mata. Efek pada iris dan otot siliaris dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih.Spesies tertentu, terutama kelinci memiliki enzim khusus satropin esterase yang membuat proteksi lengkap terhadap efek toksik atropine dengan mempercepat metabolisme obat.Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam keadaan utuh. Plasma t1/2 nya 2-4 jam.

Mekanisme KerjaAtropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang di akibatkan oleh asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya.

Mekanisme Kombinasi Atropin + AdrenalinPenambahan adrenalin pada atropine akan memperpanjang masa kerja obat serta meningkatkan penyebaran molekul yang masuk ke SSP.

Khasiat dan PenggunaanKhasiatnyaAdapun khasiat daripada atropine antara lain : Mengurangi sekresi kelenjar (liur, keringat, dahak) Memperlebar pupil dan berkurangnya akomodasi Meningkatkan frekuensi jantung dan mempercepat penerusan impuls di berkas His (bundle of his), yang disebabkan penekanan SSP. Menurunkan tonus dan motilitas saluran lambung-usus dan produksi HCl. Merelaksasi otot dari organ urogenital dengan efek dilatasi dari rahim dan kandung kemih Merangsang SSP dan pada dosis tinggi menekan SSP (kecuali pada zat-zat ammonium kwatener).PenggunaanAdapun penggunaan daripada atropine yaitu : Sebagai spasmolitikum (pereda kejang otot) dari saluran lambung-usus, saluran empedu, dan organ urogenital. Tukak lambung/ usus, guna mengurangi motilitas dan sekresi HCL dilambung, khususnya pirenzepin. Sebagai medriatikum, untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan akomodasi. Jika efek terakhir tidak diingginkan, maka harus digunakan suatu adrenergikum, misalnya fenilefrin. Sebagai sadativum, berdasarkan efek menekan SSP, terutama atropine dan skolamin, digunakan sebelum pembedahan. Bersamaan dengan anastetika umum. Antihistaminika dan fenotiazin juga digunakan untuk maksud ini. Sebagai zat anti mabuk jalan guna mencegah mual dan muntah. Pada hiperhidrosus, untuk menekan pengeluaran keringat berlebihan. pada inkontinesi urin, atas dasar kerja spasmolitisnya pada kandung kemih, sehingga kapasitasnya diperbesar dan kontraksi spontan serta hasrat berkemih dikurangi.

Efek Pada Sistem Organ1. Susunan Saraf PusatPada dosis lazim, atropine merupakan stimulant ringan terhadap SSP, terutama pada pusat parasimpatis medulla, dan efek sedative yang lama dan lambat pada otak.efek pemacu Vagal pusat seringkali cukup untuk menimbulkan bradikardia, yang kemudian nodus SA yang menjadi nyata. Atropine juga menimbulkan kegelisahan, agitasi, halusinasi, dan koma. 2. MataOtot konstriktor pupil tergantung pada aktivitas kolinoseptor muskarinik. Aktivitas ini secara efektif dihambat oleh atropine topical dan obat antimuskarinik tersier serta hasilnya aktivitas dilator simpatis yang tidak berlawanan dan midriasis (pupil yang melebar) nampaknya disenangi oleh kosmetik selama Renaissance dan oleh karena ini obatnya disebut belladonna (bahasa italic, wanita cantik) yang digunakan sebagai obat tetes mata selama waktu itu.Efek penting kedua pada mata dari obat antimuskarinik adalah kelumpuhan otot siliaris, atau sikloplegia. Akibat sigloplegia ini terjadi penurunan kemampuan untung mengakomodasi ; mata yang teratropinisasi penuh tidak dapat memfokus untuk melihat dekat.Kedua efek midriasis dan sigloplegia berguna dalam pftalmologi. Namun efek ini juga cukup berbahaya karena pada pasien dengan sudut kamar depan yang sempit akan menimbulkan gejala glaucoma akut.Efek ketiga dari obat antimuskarinik pada mata adalah mengurangi sekresi air mata. Kadang-kadang pasien akan merasa matanya kering atau mata berpasir bila diberikan obat anti muskarinik dalam dosis besar.

3. Sistem KardiovaskulerAtrium sangat kaya dipersyarafi oleh serabut syaraf parasimpatis (n.vagus), dan oleh karena itu nodus SA peka terhadap hambatan reseptor muskarinik. Efek denyut jantung yang terisolasi, dipersarafi, dan secara spontan memukul jantung berupa hambatan perlambatan vagus yang jelas dan takikardia relative. Bila diberikan dosis terapi sedang sampai tinggi, maka efek takikardi nampaknya dapat menetap pada pasien tertentu. Namun, dalam dosis kecil justru memacu pusat parasimpatis dan sering menimbulkan gejala brakikardia awal sebelum efek hambatan terhadap vagus perifer menjadi jelas. Dengan mekanisme yang sama juga mengatur fungsi nodus AV; pada keadaan tonus vagus yang meninggi, maka pemberian atropine dapat menurunkan interval PR dalam EKG dengan memblok reseptor muskarinik jantung.

4. Sistem PernafasanBaik otot polos atau sel kelenjar sekresi pada saluran pernafasan dipersarafi oleh vagus dan mengandung reseptor muskarini. Bahkan pada individu normal, maka efek bronkodilatasi dan pengurangan sekresi setelah menelan atropine dapat diukur. Efek demikian lebih dramatic pada pasien saluran pernafasan terganggu, walaupun obat antimuskarinik ini tidak sebaik pemacu beta-adrenoseptor pada pengobatan asma.

5. Saluran CernaHambatan reseptor muskarinik menimbulkan efek dramatic terhadap motilitas dan beberapa fungsi sekresi pada saluran cerna. Seperti pada organ lainnya, pacuan muskarinik eksogen lebih efektif dihambat disbanding efek dari aktivitas saraf simpatis (vagal).

6. Kelenjar KeringatTermoregulasi keringat di tekan pula oleh atropine. Reseptor muskarinik pada kelenjarkeringat ekkrin dipersarafi oleh serabut kolinergik simpatetik dan dapat dipengaruhi oleh obat antimuskarinik. Hanya pada dosis tinggi efek antimuskarinik pada orang dewasa akan menimbulkan peninggian suhu tubuh. Sedangkan pada bayi dan anak-anak maka dalam dosis biasapun sudah menimbulkan demam atropine (atropine fever).

Atropin Deskripsi

- Nama & Struktur Kimia:Sinonim : Atropine sulfate; a-(Hydroxymethyl)benzeneacetic acid 8-mehtyl-8-azabicyclo(3.2.1)oct-3-yl ester tropine topate, d,l- hyosciamine. C17H23NO31/2H2O4S

- Sifat Fisikokimia:Serbuk kristal putih atau kristal putih seperti jarum. Larut dalam air (2500 mg/mL), alkohol (200 mg/mL) pada suhu 25 0 C, gliserol (400 mg/mL) atau metanol . Dalam perdagangan injeksi atropine berada dalam bentuk larutan steril dalam pelarut water for injection atau larutan Na Cl 0,9 %.

- Keterangan:Atropin adalah senyawa alam terdiri dari amine antimuscarinic tersier. Atropin adalah antagonis reseptor kolinergik yang diisolasi dari Atropa belladona L, Datura stramonium L dan tanaman lain keluarga Solanaceae.

Golongan/Kelas Terapi

Obat Kardiovaskuler

Nama Dagang

Indikasi Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme otot polos (antispasmodic); mydriasis dan cyclopedia pada mata; premedikasi untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan anestesia inhalasi; mengembalikan bradikardi yang berlebihan; bersama dengan neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular, antidote untuk keracunan organophosphor ; cardiopulmonary resucitation.Dosis, Cara Pemberian dan Lama PemberianPremedikasi, injeksi intra vena 300 600 mcg , segera sebelum induksi anestesia, anak-anak 20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg). Pemberian injeksi subcutan atau intramuscular 300 600 mcg 30 60 menit sebelum induksi; anak-anak 20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg). Intra-operative bradicardia , pemberian injeksi intravena, 300 600 mcg (dosis yang lebih besar pada kondisi emergensi); anak-anak (unlicensed indication) 1- 12 tahun 10 -20 mcg/kg Untuk mengendalikan efek muskarinic pada penggunaan neostigmin dalam melawan penghambatan neuromuskular kompetitif , pemberian injeksi intravena 0,6 1,2 mg ; anak-anak dibawah 12 tahun (tetapi jarang digunakan) 20 mcg/kg (maksimal 600 mcg) dengan neostigmin 50 mcg/kg.

FarmakologiFarmakodinamik/FarmakokinetikAksi onset : IV : cepatAbsorpsi : LengkapDistribusi : Terdistribusi secara luas dalam badan , menembus plasenta; masuk dalam air susu ; menembus sawar darah otak.Metabolisme : hepatikT eliminasi (half-life elimination) : 2-3 jamEkskresi : urin (30% hingga 50% dalam bentuk obat yang tidak berubah dan metabolitnya)Stabilitas PenyimpananAtropin sulfat secara lambat dipengaruhi oleh cahaya. Simpan injeksi pada suhu ruang yang terkontrol pada suhu 15C hingga 30C (59F hingga 86F); hindari dari suhu dingin dan lindungi dari cahaya. Jika dicampur pada syringe yang sama pada suhu kamar, injeksi atropin sulfat dilaporkan secara fisik kompatibel sedikitnya selama 15 menit dengan injeksi berikut : chlorpromazine hydrochloride, cimetidine hydrochloride, dimenhydrinate, diphenhydramine hydrochloride, droperidol, fentanyl citrate, glycopyrrolate, hydroxyzine hydrochloride, hydroxyzine hydrochloride dengan meperidine hydrochloride, meperidine hydrochloride, meperidine hydrochloride dengan promethazine hydrochloride, morphine supfate,opium alkaloid hydrochloride, pentazocine lactate, pentobarbital sodium, prochlorperazineedisylate, promazine hydrochloride, promethazine hydrochloride, propiomazine hydrochloride atau scopolamine hydrobromide. Kompatibilitas dengan larutan injeksi lain tergantung dari beberapa faktor seperti konsentrasi obat, pH akhir larutan dan temperatur.Atreopine sulfate injeksi dilaporkan secara fisik incompatible dengan norepinephrine bitartrate, sodium bicarbonate dan metaraminol bitartrate. Kerusakan atau endapan terjadi dalam 15 menit jika atropine sulfate dicampur dengan larutan methohexital sodium.KontraindikasiAntimuscarinic kontraindikasi pada angle-closure glaucoma ( glaukoma sudut sempit), myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk menurunkan efek samping muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus, pyloric stenosis, pembesaran prostat.Efek SampingEfek samping antimuscarinik termasuk kontipasi, transient (sementara) bradycardia ( diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan kehilangan akomodasi , fotophobia, mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang terjadi kadang-kadang : kebingungan (biasanya pada usia lanjut) , mual, muntah dan pusing.Interaksi- Dengan Obat Lain : Meningkatkan efek/toksisitas : Antihistamin, fenotiazin, TCAs dan obat lain dengan aktivitas antikolinergik dapat meningkatkan efek antikolinergik dari atropin jika digunakan secara bersamaan. Amine sympathomimetic dapat menyebabkan tachyrrhytmias; hindari penggunaan secara bersamaan. Menurunkan efek: Efek antagonis terjadi dengan obat phenothiazine.Efek levodopa dapat diturunkan(data klinik tervalidasi terbatas).Obat-obat dengan mekanisme cholinergic(metochlopramide, cisapride, bethanecol) menurunkan efek antikolinergik atropin.- Dengan Makanan : -Pengaruh- Terhadap Kehamilan : Faktor risiko : C Penggunaan obat pada ibu hamil tidak diketahui apakah membahayakan, produsen menyarankan penggunaan dengan peringatan (hati-hati). Atropin dapat menembus plasenta manusia.- Terhadap Ibu Menyusui : Obat terdapat pada air susu dalam jumlah sedikit, produsen menyarankan penggunaan dengan peringatan (hati-hati) AAP rates compatible.- Terhadap Anak-anak : Digunakan dengan peringatan (hati-hati) pada anak-anak.- Terhadap Hasil Laboratorium : -Parameter MonitoringHeart rate, tekanan darah, pulsa, status mental; monitor jantung.Bentuk SediaanInjeksi.PeringatanAntimuskarinik harus digunakan dengan hati-hati pada Down s Syndrom, pada anak-anak dan pada orang tua; digunakan secara hati-hati pula pada penderita refluks gastroesofageal, diare, ulcerative colitis, infark miokardiak akut, hipertensi, kondisi yang ditandai dengan takikardi (termasuk hipertiroidism,insufisisiensi jantung, bedah jatung), pyrexia, hamil dan menyusui.Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus-Informasi Pasien-Mekanisme AksiMenghambat aksi asetilkolin pada bagian parasimpatik otot halus, kelenjar sekresi dan SSP, meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi, mengantagonis histamin dan serotonin.Monitoring Penggunaan ObatDenyut jantung, tekanan darah, pulsa, status mental; pemberian secara intravena diperlukan monitor jantung

1. EFEK OBAT OTONOM PADA MANUSIA

Tujuan1. Untuk mengetahui efek dari beberapa obat syaraf otonom2. Untuk mengetahui perbedaan efek pada placebo dan pilokarpin.3. Mampu menjelaskan penilaian prinsip obat otonom.

Alat dan bahan :1. Placebo2. Efedrin 25 mg3. Propanolol 10 mg4. Atropin 0,5 mg5. 16 buah Gelas ukur6. Air7. 1 buah Metronom8. 4 orang OP 9. 4 buah Sfignomamometer / tensimeter10. 4 buah Stopwatch 11. Saliva dari 4 orang OP

Cara Keja :1. Catatlah parameter kondisi basal 4 orang OP sebelum diberi perlakuan ( exercise ) berupa tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan jumlah saliva. Catatlah pada lembar observasi.2. Untuk pemeriksaan saliva, siapkan gelas ukur dan isilah dengan 25 ml air. Berikan permen karet pada keempat orang OP dan kunyahlah sampai rasa manisnya benar-benar hilang. Setelah rasa manisnya hilang, kumpulkanlah air liur keempat orang OP dengan menggunaka gelas ukur secara terpisah selama 5 menit.Catat hasilnya pada lembar observasi3. OP diminta melakukan exercise (lari di tempat) mengikuti irama metronom (120x/menit) selama 2 menit4. Selanjutnya OP diminta berbaring dan ukurlah tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas saat itu juga. Catatlah hasilnya pada lembar observasi5. Setelah itu OP diminta untuk meminum obat yang berbeda. Obat tersebut tidak diketahui jenisnya baik oleh peneliti maupun OP itu sendiri secara bersamaan.6. OP diminta berbaring kembali selama 20 menit. Setelah 20 menit pertama, ukur lagi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan volume saliva dalam kondisi OP berbaring. Catatlah di lembar observasi7. Setelah itu, OP diminta berbaring kembali selama 20 menit. Setelah 20 menit kedua (menit ke-40) lakukan lagi pengukuran seperti langkah 6. Catalah di lembar observasi.8. Selanjutnya, OP diminta kembali untuk berbaring selama 20 menit. Setelah 20 menit ketiga (menit ke-60) lakukan pengukuran dan pencatatan seperti pada langkah 6 dan 7.9. Kemudian OP diminta untuk melakukan exercise sesuai dengan langkah 3. Setelah itu ukurlah tekanan darah, denyut nadi dan frekuensu nafas seperti langkah 3 dan lakukan pencatatan.

Hasil Observasi :Tabel 1. Hasil Observasi OP 1ObservasiTekanan darahNadiRRSaliva

Basal110/7090304 ml

Post exercise140/70108

Menit ke-20135/8088204 ml

Menit ke-40135/9088206 ml

Menit ke-80125/8592205 ml

Post exercise140/70120

Tabel 2. Hasil Observasi OP 2ObservasiTekanan darahNadiRRSaliva

Basal110/7080204 ml

Post exercise130/70120

Menit ke-20110/701002010 ml

Menit ke-40120/7088208 ml

Menit ke-80115/7096208 ml

Post exercise150/7012828

Tabel 3. Hasil Observasi OP 3ObservasiTekanan darahNadiRRSaliva

Basal100/7060159 ml

Post exercise130/7070

Menit ke-20100/70642411 ml

Menit ke-40100/7056164 ml

Menit ke-80110/7052162 ml

Post exercise145/7080

Tabel 4. Hasil Observasi OP 4ObservasiTekanan darahNadiRRSaliva

Basal110/70702011 ml

Post exercise160/7090

Menit ke-20130/7084168 ml

Menit ke-40130/8072167 ml

Menit ke-80120/8068206 ml

Post exercise135/7080

Pembahasan :Pembahasan

1. OP 1Pada OP 1 terlihat kenaikan tekanan darah dan peningkatan nadi yang khususnya terlihat pada post exercise. Fenomena itu merupakan hal yang fisiologis. Oleh Karena itu, dapat disimpulkan bahwa OP1 mendapat obat PLACEBO.

2. OP 2Pada OP2 terlihat kenaikan tekanan darah dan nadi post exercise sebelum pemberian obat. Dan terlihat kenaikan tekanan darah dan nadi pada post exercise kedua setelah mengonsumsi obat yang diberikan. Pada OP2 ini juga terdapat kenaikan produksi saliva. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa obat yang diberikan pada OP2 termasuk golongan obat simpatometik yaitu EFEDRIN.Efedrin memiliki efek pada organ yakni: Sistem KardiovaskularEfek kardiovaskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolik, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan viseral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, totak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.Efek kardiovaskular tersebut pada reseptor menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena di perifer. Mekanisme utama efek efedrin terhadap kardiovaskular adalah dengan meningkatkan kontraktilitas otot jantung (inotropik positif) dengan aktivasi reseptor 1 serta mempercepat kecepatan denyut jantung (kronotropik positif). Dengan adanya antagonis reseptor maka efek efedrin terhadap kardiovaskular adalah dengan stimulasi reseptor . Efedrin juga meningkatkan pelepasan NE juga bekerja langsung pd dan . Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin. Lama kerja terhadap efek tekanan darah bertahan sampai 1 jam pada pemberian parenteral dan dapat bertahan selama 4 jam pada pemberian secara oral. Saluran NapasMerelaksasi otot bronkus melalui reseptor 2. Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama daripada oleh Epinefrin. Bronkodilatasi terjadi dalam 15-60 menit setelah pemberian oral dan bertahan selama 2-4 jam. Meskipun dalam percobaan tidak terjadi perubahan pada RR, hal ini dimungkinkan oleh adanya faktor fisiologis atau kesalahan percobaan yang tidak bisa dinilai secara detil, namun dengan melihat indikator lain, kita bisa menyimpulkan yang dipakai adalah efedrin Otot PolosMelalui reseptor dan , efedrin dapat menimbulkan relaksasi otot polos, sehingga memungkinkan adanya penurunan sekresi saliva.

3. OP 3Pada OP 3 terlihat adanya penurunan produksi saliva. Peningkatan tekanan darah dan nadi juga terlihat pada OP 3. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada OP 3 diberikan obat ATROPIN.Atropin memiliki efek pada organ yakni: Sistem KardiovaskularDengan dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, mungkin disebabkan oleh perangsang pusat vagus. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lainnya. Atropin tidak berefek pada sirkulasi darah bila diberikan sendiri, karena pembuluh darah tidak dipersarafi parasimpatik. Saluran NapasTonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui reseptor M3. Atropin memiliki efek bronkodilator karena memblok asetilkolin. Saluran CernaAtropin menyebabkan berkurangnya sekresi air liur dan juga sebagian asam lambung.

Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan separuhnya mengalami hidrolisis enzimatik di hepar. Sebagian dieksresi melalui ginjal dala bentuk awal. Waktu paruh atropin sekitar 4 jam.

4. OP 4Pada OP 4 terlihat adanya penurunan produksi saliva yang sangat signifikan. Naik nya tekanan darah post exercise dan peningkatan nadi juga terlihat pada OP 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada OP 4 diberikan obat PROPANOLOL.Propanolol memiliki efek pada organ yakni: Sistem KardiovaskularPropanolol lerupakan golongan -bloker. Tidak dapat menurunkan tekanan darah pasien normotensi, tetapi dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Pada percobaan, tekanan darah terlihat menurun karena efek fisiologis, namun juga dibantu dengan propanolol, karena pada post exercise tekanan darah OP sempat naik (fisiologis), jadi propanolol bisa bekerja. Propanolol memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif. Saluran NapasPropanolol menghambat 2 sehingga dapat menyebabkan bronkokontriksi

Waktu paruh dari propanolol yakni 3-5 jam, dan larut dalam lemak serta melewati metabolisme lintas pertama

Kesimpulan :Obat otonom memiliki beberapa jenis berdasarkan pengaruhnya ke sistem saraf. Meski yang dilakukan uji tersamar ganda, kita tetap dapat menilai obat otonom yang diberikan berdasarkan mekanisme kerjanya. Ada yang bersifat adrenergik dan kolinergik, atau antagonis keduanya.

1. REAKSI PUPIL TERHADAP OBAT OTONOMPupil merupakan organ yang baik dalam menunjukan efek lokal dari suatu obat, karena obat yang diteteskan dalam saccus conjungtivalis dapat memberikan efek setempat yang nyata tanpa menunjukan efek sistemikl

Bahan dan obat: Penggaris Lampu Senter Larutan Pilokarpin 1% Larutan Atropin Sulfat 1%

Cara Kerja:Pilihlah seekor kelinci putih dan taruhlah diatas meja. Perlakukanlah hewan secara baik . Periksalah hewan dalam keadaan oenerangan yang cukup dan tetap. Perhatikan lebar pupil sebelum dan sesudah dikenai sinar yang terang. Amati apakah refleks konsensual seperti yang terjadi pada manusia juga terjadi pada kelinci . Ukur lebar pupil dalam keadaan eksitasi. Ambil pilokarpin 1% dan teteskan pada bola mata kanan . Perhatikanlah pupil sesudah satu menit dan ulangi jika diameter pupil belum berubah setelah 5 menit . Setelah terjadi miosis, sekarang teteskan larutam atropin 1% pada mata yang sama. Observasi pupil setiap satu menit dan ulangi penetesan setelah 5menit jika perlu untuk menghasilkan midriasis. Lihatlah reaksi pupil tersebut terhadap sinar .

Hasil Observasi :

Larutan Pilokarpin 1%Lebar pupil sebelum ditetes pilokarpin 1%7 mm

Lebar pupil setelah ditetes pilokarpin 1%4 mm

Larutan Atropin 1%Lebar pupil setelah ditetes pilokarpin 1%4 mm

Lebar pupil setelah ditetes atropin 1%7 mm

Lebar pupil saat disinar7 mm

Analisis dan Diskusi :Diameter pupil setelah diberikan pilokarpin menjadi lebih kecil (mengalami miosis) dari 0,7 cm menjadi 0,9 cm. Hal ini dikarenakan pilokarpin termasuk golongan agonis kolinergik/ parasimpatomimetik di muskarinik, yaitu obat yang menduduki reseptor dan menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitter kolinergik. Serta salah satu dampak dari farmako dinamik pilokarpin di mata yaitu sebagai kontriktor pupil.Setelah pemberian pilokarpin dilanjutkan dengan pemberian atropine, dan pupil mengalami pelebaran (midriasis) dari 0,7 cm menjadi 0,9 cm. Hal ini disebabkan atropine termasuk golongan antagonis kolinergik/parasimpatolitik/ merupakan antagonis kompetitif asetilkolin. Atropine hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek langsung , mengakibatkan berkurang / hilangnya efek transmitter pada sel tersebut karena tergesernya transmitter dari sel tersebut. Serta salah satu dampak dari farmako dinamik atropine di mata adalah midriasis (dilatasi pupil).

KesimpulanPemberian pilokarpin menyebabkan terjadiya pengecilan diameter pupil kelinci (miosis) sedangkan pemberian atropine menyebabkan terjadinya dilatasi diameter pupil kelinci (midriasis).

Pertanyaan :1. Apa yang dimaksud dengan refleks konsensualJawab: Refleks konsensual atau refleks cahaya tak langsung adalah miosis pada pupil yang tidak disinari, yang terjadi karena pupil sisi yang lain disoroti sinar lampu. Penyinaran terhadap pupil sesisi akan menimbulkan miosis pada pupil kedua sisi.

2. Jelaskan sistem saraf yang dipengaruhi oleh pilokarpin dan atropineJawab: Sistem syaraf yang dipengaruhi oleh pilokarpin adalah golongan agonis kolinergik / parasimpatomimetik di muskarinik, yaitu obat yang menduduki reseptor dan menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitter kolinergik. Atropine termasuk golongan antagonis kolinergik/parasimpatolitik atau obat golongan simpatometik.

3. Jelaskan efek lokal pilokarpin dan atropin pada pupil dan mekanisme kerjanyaJawab: PilokarpinMekanisme kerja : Sebagai miotikum, yaitu senyawa parasimpatomimetik kerja langsung yang menyebabkan kontraksi sfinkter iris dan otot siliari, menghasilkan kontriksi pupil dan spasmus akomodasi. Mengurangi tekanan pada glaukoma sudut terbuka melawan efek sikloplegik. Miotik digunakan secara topikal pada mata untuk menurunkan tekanan intraokuler (IOP) pada perawatan glaukoma sudut terbuka primer. Juga digunakan pada perawatan glaukoma noninflamatori sekunder. Penurunan IOP dapat mencegah kerusakan saraf mata. Pilokarpin merupakan pilihan miotik yang pertama karena memberikan kontrol IOP yang bagus dengan efek samping yang relatif sedikit. Efek sistemiknya dapat menyebabkan efek nikotinik terutama menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat, air mata dan ludah. Larutan tetes mata lebih dipilih ketika penurunan akut tekanan okular dan/ atau efek miotik yang intensif dibutuhkan seperti dalam penanganan darurat glaucoma sudut terbuka sebelum pembedahan, untuk reduksi tekanan okular dan perlindungan lensa mata sebelum goniotomy atau iridectomy atau untuk meringankan/ mengurangi efek midriatik dari agen-agen simpatomimetik.

Efek lokal: Kegunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris.Pada mata akan terjadi spasmo akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu sehingga sulit untuk memfokus suatu objek.

Atropin Mekanisme Kerja : Memiliki aktivitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata maka kerjanya akan berhari-hari.

Efek lokal :Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia (ketidakmapuan memfokus untuk penglihatan dekat). Pada pasien dengan glaucoma , tekanan intraokular akan meninggi dan membahayakan.

4. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pilokarpin dan atropinJawab: AtropinIndikasi : radang iris, radang uvea, prosedur pemeriksaan refraksi, keracunan organofosfat.Kontraindikasi : glaucoma sudut tertutup.

PilokarpinIndikasi : glaucoma sudut terbuka kronik, hipertensi okuler, terapi daruratuntuk glaucoma sudut terbuka akut, melawan efek midriasis, dan siklopedia pasca bedah atau prosedur pemeriksaan mata tertentu.Kontraindikasi : radang iris akut, radang uvea akut, beberapa untukglaucoma sekunder, radang akut segmen mata depan, penggunaan pascabedah sudut tertutup tidak dianjurkan.

1. MENJAWAB KASUS

KASUS 1Seorang gadis 12 tahun datang ke dokter dengan radang tenggorokan dan demam. Dokter mendiagnosa sebagai faringitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Ia diberikan injeksi Penisilin. Sekitar 5 menit kemudian, ditemukan kondisi respiratory distress dan adanya wheezing, kulit dingin, takikardia, tekanan darah turun sampai 70/20 mm Hg. Dokter kemudian mendiagnosa sebagai reaksi anafilaktik terhadap penisilin lalu memberikan injeksi epinefrin SC.

Pertanyaan1. Jelaskan efek pemberian pada kasus di atas!2. Bagaimana mekanisme kerja epinefrin?3. Apa sebabnya epinefrin merupakan obat terpilih untuk reaksi anafilaktik?4. Terangkan apa yang terjadi bila epinefrin diberikan pada syok hipovolemik?

Jawaban1. Efek pemberian epinefrin yaitu :

Kardiovaskular Vasokontriksi pembuluh darah Peningkatan aliran darah koroner, disatu pohak epinefrin cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan kontraksi otot. Memperkuat kontraksi jantung dan mempercepat relaksasi relaksasi Meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, serta peningkatan tekanan sistolik.

Proses metabolik Menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka Efek kalorigenik, dimana epinefrin meningkatkan pemakaian O2 sampai 30%, efek ini disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak. Suhu badan sedikit meningkat akibat vasokontriksi di kulit

Pernapasan Bronkodilatasi/ merelaksasikan otot bronkus (reseptor beta-2) Antagonis fisiologis untuk mengurangi sesak dan dapat menghambat pengeluaran mediator inflamasi sel mast melalui reseptor 2 , mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa 1

SSP Epinefrin menstimulasi reseptor 2 di SSP menyebabkan sedasi dan menurunkan simpatik outflow sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah.

2. Epinefrin bekerja pada reseptor adrenergik (1 dan ) dan (1 dan 2). 1,mengaktivasi organ efektor seperti otot polos (vasokontriksi) dan sel-sel kelenjar dengan efek bertambahnya sekresi saliva dan keringat. 2,menghambat pelepasan noreadrenalin pada saraf-saraf adrenergik dengan efek menurunkan tekanan darah. 1, memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung 2, bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.

3. Karena epinefrin bekerja sangat cepat sebagai vasokonstriktor (pembuluh darah) dan bronkodilator (paru-paru) dibandingkan adrenergik lain.

4. Epinefrin akan menghilangkan sesak nafas akibat bronkokonstriksi dan meningkatkan denyut dan curah jantung dimana pada keadaan syok didapati penurunana frekuensi nadi.

DAFTAR PUSTAKAGunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUIPearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.Tan, Hoan, Tjay., & Kirana R. (2002). Obat-Obat Penting Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta: Gramedia