laporan anestesi

42
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. AL TTL : Jakarta, 6 November 1980 Usia : 32 tahun Alamat : Jl. Kebantenan RT 005 RW 005 Cilincing, Jakarta Utara Jenis Kelamin : Wanita Pekerjaan : IRT ANAMNESIS Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke RSIJ Sukapura dengan kehamilan yang kedua. Hamil sudah cukup bulan , dengan riwayat seksio caesarea pada kelahiran anak yang pertama. Saat datang ke RS, Os tidak mengeluh adanya mulas, tidak mengeluh adanya cairan atau pun lendir dan darah yang keluar dari jalan lahir. Riwayat seksio caesarea sebelumnya tahun 2008. Riwayat penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes Melitus disangkal Riwayat Asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Hipertensi disangkal 1

description

anastesi

Transcript of laporan anestesi

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama: Ny. ALTTL: Jakarta, 6 November 1980Usia : 32 tahunAlamat : Jl. Kebantenan RT 005 RW 005 Cilincing, Jakarta UtaraJenis Kelamin : WanitaPekerjaan: IRT

ANAMNESISRiwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke RSIJ Sukapura dengan kehamilan yang kedua. Hamil sudah cukup bulan , dengan riwayat seksio caesarea pada kelahiran anak yang pertama.Saat datang ke RS, Os tidak mengeluh adanya mulas, tidak mengeluh adanya cairan atau pun lendir dan darah yang keluar dari jalan lahir. Riwayat seksio caesarea sebelumnya tahun 2008.Riwayat penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi disangkalRiwayat Diabetes Melitus disangkalRiwayat Asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Hipertensi disangkalRiwayat Diabetes Melitus disangkalRiwayat Asma disangkal

Riwayat Alergi Os menyangkal adanya alergi terhadap obat-obatan, makanan maupun udara.

Riwayat Operasi Riwayat operasi seksio sesarea tahun 2008Riwayat Kebiasaan :Os mengatakan makan teratur dan tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.Riwayat Perkawinan : Merupakan perkawinan yang ke-1, masih kawin dengan lama perkawinan 6 tahun.Riwayat Haid : Haid pertama usia 12 tahun, teratur, tidak sakit, lamanya 7 hari, siklus 28 hari, haid terakhir 14 April2013, taksiran persalinan 21 Januari 2013.

Riwayat Persalinan :

KEADAAN FISIK PRABEDAH

Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos mentisTanda-tanda Vital TD: 160/90 mmHgSuhu : 36,0 oCNadi : 89 x/menit Pernapasan: 20 x/ menitBB: 60 kgTB: 160 cmIMT: 23,4

KATEGORI INDEKS MASSA TUBUH

Status generalis :Kepala: normochepalMata: konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor (+/+), sklera ikterik (-/-)Hidung: tidak ada sekret, tidak terdapat deviasi septum nasiMulut : mukosa bibir lembab, gigi cariers (-)Leher: pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) ThoraxParu : vesikuler pada kedua lapang paru, wheezing (-/-), ronki (-/-)Jantung : BJ I & II murni reguler, gallop (-), murmur (-)Perut : Supel, bising usus (+), Nyeri tekan (+) pada daerah suprapubis Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2 dtk (+/+)

LABORATORIUM

PemeriksaanHasilSatuanNilai normal

Faktor pembekuan

Masa perdarahan230menit1-3

Masa Pembekuan400menit2-6

Hematologi

Hemoglobin12,7g/dl11,3-15,5

Leukosit 13.700Sel/mm34,3-10,4

Hematokrit38,9 %36,0-46,0

Trombosit347Ribu/mm3132,440

STATUS FISIK American Society of Anesthesiologists (ASA) :0. Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik & biokimia.0. Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.0. Pasien dengan penyakit sistemik berat, aktivitas rutin terbatas.0. Pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan sehari-harinya.0. Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

DIAGNOSIS DAN RENCANA TINDAKAN ANASTESI Diagnosis pra-bedah: G2P1A0 dengan riwayat seksio sesareaJenis pembedahan: seksio sesareaKeadaan Preoperatif : Pasien puasa selama 8 jam. Keadaan pasien tampak baik, kooperatif, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 80 x/menit. Jenis anestesi : Anestesi RegionalTeknik anestesi: LP, lumbal 3-4, Jarum no.27, ditusuk 1x, cairan jernih (+) , lancar (+)Medikasi prabedah: Pemasangan intravenous infus line (RL)Premedikasi: tidak ada

TINDAKAN ANASTESI Peralatan monitor dipasangkan kepada pasien untuk memonitor tekanan darah, nadi dan pulse oksimeter. Persiapkan peralatan resusitasi Persiapkan jarum spinal No. 25, 26, dan no 27, kasa steril, betadine dan spoit 5 cc Pada Pukul 10.20 dilakukan Teknik anastesi : Monitoring tanda tanda vital. Pasien diminta untuk duduk. Pasien diminta membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba dengan cara memeluk bantal. Tempat tusukan yang dipilih yaitu lumbal 3-4. Tempat tusukan disterilkan dengan povidone iodine secara melingkar dari tempat tusukan ke arah luar. Jarum spinocan no 27 dipilih dan ditusukkan pada bidang median dengan arah 10-30o terhadap bidang horizontal (ke arah kranial). Jarum akan menembus kulit, subkutis, lig. supraspinosus, lig. interspinosus, lig. flavum, ruang epidural, duramater dan ruang subaraknoid sampai ke cauda equina. Lalu mandrin atau stilet dicabut dan keluar cairan serebrospinal jernih dan lancar Lalu masukkan obat anastesi yaitu Buvanest (bupivacain) 15 mg Tekanan darah terukur 200/110 mmHg, nadi 92 x/menit dan saturasi O2 = 100% Pasien dipasang O2 nasal 2 L/menit Pukul 10.25 : operasi dimulai , TD = 130/70 mmHg, N = 90 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 10.30 : TD = 140/80 mmHg, N = 82 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 10.35 : TD = 150/85 mmHg, N = 90 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 10.40 : TD = 140/80 mmHg, N = 89 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 10.45 : TD = 150/90 mmHg, N = 92 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 10.50 : TD = 130/80 mmHg, N = 82 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 10.55 : TD = 135/70 mmHg, N = 82 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.00 : TD = 125/65 mmHg, N = 80 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.05 : TD = 120/60 mmHg, N = 78 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.10 : TD = 120/60 mmHg, N = 72 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.15 : TD = 120/58 mmHg, N = 78 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.20 : TD = 120/55 mmHg, N = 70 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.25 : TD = 120/55 mmHg, N = 72 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.30 : TD = 120/60 mmHg, N = 70 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.35 : TD = 130/70 mmHg, N = 68 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.40 : TD = 135/60 mmHg, N = 69 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.45 : TD = 140/70 mmHg, N = 70 x/menit, Sat O2 = 100%. Pukul 11.50 : TD = 140/70 mmHg, N = 70 x/menit, Sat O2 = 100%.

Obat yang digunakan : Bupivacain 15mg Fentanyl 0,25mg Pitogin 20IU drip Ondansentron 4mg Tramadol 50mg Petidin 25mgKeadaan bayi pada Seksio Caesarea :Bayi lahir pukul 11.40, jenis kelamin laki-laki, AS : 9/10, BB : 3290 gram, PB : 52 cm. Cairan yang digunakan: Ringer Laktat 500cc Lama pembedahan: 75 menit Terapi cairan yang dibutuhkan pasien Berat badan = 60 kg Penggantian cairan puasa 2 ml/kgBB/jam puasa 2 x 60 = 120 ml/jam puasa Penggantian cairan saat operasi 4 6 ml / kgBB untuk bedah kecil 4 cc x 60= 240ml

KEADAAN POST OPERASI Pasien dipindahkan ke ruang RR pada pukul 11.55Di ruang RR dilakukan pemasangan monitor dan diberikan O2 2 liter/menit.Tanda-tanda vital- Tekanan Darah: 132/70 mmHg- Nadi : 70 x/menit - Pernafasan: 20 x/menit - Suhu: 36,2 C - Saturasi O2: 100%Komplikasi selama pembedahan : -Komplikasi setelah pembedahan : -Pada Pukul 13.55 pasien dipindahkan ke ruang perawatan dan selama di ruang RR tensi, nadi dan saturasi pasien stabil. Instruksi anastesi : Bila kesakitan: Tramadol 50 mg IV perlahan Bila mual/ muntah : Cendantron 8mg IV Antibiotik: Sesuai operator Obat-obatan lain: Tramadol 100 mg + Cendantron 8mg dalam RL 30 tetes/menit Minum : bertahap Infus: RD5 = 1500 cc dan RL = 1500 cc selama 24 jam Monitor: TD, Nadi, Nafas tiap -1 jam selama 1-3 jam. Suhu tiap 6 jam. Lain-lain: Bed rest 24 jam, boleh miring kanan/kiri

ANALISA KASUS

Pada pasien ini dilakukan anastesi regional dengan teknik anastesi spinal dan diberikan obat anastetik yaitu bupivakain sebanyak 15 mg. Pada pasien ini diberikan obat-obatan anastetik, analgetik tanpa pemberian pelumpuh otot. Obat-obat lain yang diberikan seperti ondancentron untuk mencegah muntah dan remopain agar tidak kesakitan dan pada pasien ini tidak diberikan premedikasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi spinal adalah pemberian obat anetetik local ke dalam ruang subarachnoid. anestesi/ analgesi spinal dilakukan ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikan anestetik lokal ke dalam subaraknoid. Teknik ini sederhana , cukup efektif dan mudah dikerjakan .Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol. Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.INDIKASI ANESTESI SPINAL 1. Bedah ekstremitas bawah2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum perineum4. Bedah obstertri ginekologi5. Bedah urologi 6. Bedah Abdomen Bawah7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pedriati biasanya kombinasi dengan anestesia umum ringan.INDIKASI KONTRA ABSOLUTa) Pasien menolakb) Infeksi pada tempat suntikanc) Hipovolemia berat, syokd) Koagulopati atau mendapat terapi koagulane) Tekanan intra kranial meninggif) Fasilitas resusitasi minimg) Kurang pengalaman / tanapa didampingi konsultan anestesiaINDIKASI KONTRA RELATIFa. Infeksi sistemikb. Infeksi sekitar tempat suntikanc. Kelainan neurolohisd. Kelainan psikise. Bedah lamaf. Penyakit jantungg. Hipovolemia ringanh. Nyeri punggung kronis

PERSIAPAN ANALGESIA SPINALPada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anestesia umum. Daerah sekitat tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan , misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus . selain itu perlu diperhatikan hal hal dibawah ini :1. Informed Consent Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal.2. Pemeriksaan fisikTidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain lainnya.3. Pemeriksaan Laboratorium anjuranHemoglobin, hematokrit , PT< PTTPERALATAN ANALGESIA SPINALa. Peralatan monitorTekanan darah , nadi , oksimeteri denyut , dan EKGb. Peralatan spinalc. Jarum spinalJarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing , Quincke Babcock) atau jarum spinal dengan ujung ponsil ( pencil point)TEKNIK ANALGESIA SPINALPosisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien . pernahan berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran obat.1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang spinosus mudah teraba, posisi lain ialah duduk.2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misal L2-3,L3-4, atau L4-5 . Tusukan pada L1 2 atau diatas dapat berisikko trauma terhadap medula spinalis.3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan , misalnua dengan lidokai 1 2 % 2-3ml5. Cara tusukan media atau para median. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G, atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G , dianjurkan menggunakan penuntun jarum ( introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukan introducer sedalam kira kira 2 cm agak sedikit kearah sefal , kemudian masukan jarum spinal berikut madrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya yeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, madrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 900 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk edah perineal misalnya bedah hemoroid denga anestesi hiperbarik. Jarak kulit ligamentum flavum dewasa kurang lebih 6 cm.

Posisi Lateral:1. Bahu sejajar dengan meja operasi2. Posisikan pinggul di pinggir meja operasi3. Memeluk bantal/knee chest position

ANASTETIK LOKAL untuk ANALGESIA SPINALBerat jenis cairan serebro spinalis (CSS)npada suhu 37C ialah 1.003 1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik . Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS diesbut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lenih kecil dari CSS disebut hipobarik.Anestetik lokal yang sering di gunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa.Untuk jenis hipobarik sering digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.Anestetik LokalBerat Jenis Sifat Dosis

Lidokain ( Xylobain)2% plain5% dalam dextrose 7.5%1.0061.033Isobarik Hiperbarik 20 100 mg ( 2 5 ml)20 50 mg ( 1 2 ml)

Bupivakain ( Markain)0.5 % dalam air0.5 % dalam dekstrosa 8.25%1.0051.027Isobarik Hiperbarik 5 20 mg ( 1- 4 ml)5 15 mg ( 1- 3 ml)

Penyebaran anestetik lokal tergantung :1. Faktor Utama Berat jenis anestetika lokal Posisi pasien Dosis dan volum anesttetika lokal ( kecuali isobarik)2. Faktor tambahan Ketinggian suntikan Kecepatan suntikan Ukuran jarum Keadaan fisik pasien Tekanan intraabdominalLama kerja anestetik lokal tergantung :a. Jenis anestetik lokalb. Besarnya dosisc. Ada tidaknya vasokontriktord. Besarnya penyebaran anestetika lokal

OBAT OBATAN YANG DIPAKAI : BUPIVACAINEObat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah anestesi regional IV (IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi sistemik dari obat tersebut.Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.FarmakologiFarmakodinamikAnestetik lokal menghambat pembentukan dan penjalaran impuls saraf dengan meningkatkan ambang eksitasi elektrik dalam saraf, memperlambat penyebaran impuls saraf, dan mengurangi kecepatan bangkitan aksi potensial. Secara umum, terjadinya anestesia dikaitkan dengan diameter, mielinisasi dan kecepatan konduksi serat saraf yang dipengaruhi.Pada konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung, eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal. Konsentrasi toksik dalam darah dapat mengakibatkan hambatan atrioventrikuler, aritmia ventrikuler dan henti jantung, kadang-kadang berakibat fatal. Kontraktilitas miokardium ditekan dan terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri.Absorpsi sistemik anestetik lokal juga dapat mengakibatkan perangsangan dan/atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Anestetik lokal mempunyai efek depresi terutama pada medula dan pusat yang lebih tinggi. Fase depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya.FarmakokinetikKecepatan absorpsi anestetik lokal tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam larutan anestetik. Setelah injeksi bupivacaine untuk blok kaudal, epidural atau saraf perifer pada manusia, kadar puncak bupivacaine dalam darah dicapai dalam 30-45 menit, diikuti oleh penurunan kadar sampai kadar tidak bermakna selama 3-6 jam kemudian.Tergantung dari cara pemberian, anestetik lokal didistribusi luas ke seluruh jaringan tubuh, konsentrasi tinggi ditemukan pada organ dengan perfusi tinggi seperti hati, paru, jantung dan otak.Bupivacaine terutama dimetabolisme di hati melalui konjugasi dengan asam glukuronat dan metabolit utamanya adalah 2,6 pipecoloxilidine.Mula kerja bupivacaine cepat dan anestesia bertahan lama. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi.Anestetik lokal diikat protein plasma dalam derajat yang bervariasi.Waktu paruh bupivacaine pada pasien dewasa adalah 2,7 jam dan pada neonatus 8,1 jam.Lama kerja analgesia bupivacaine 0,5 % antara 3-5 jam pada segmen torakal bawah dan lumbal, sedangkan dari bupivacaine 0,5 % dengan dextrose antara 2-3 jam pada segmen T10-T12. Bupivacaine 0,5 % menghasilkan relaksasi otot pada anggota badan bagian bawah selama 3-4 jam, sedangkan bupivacaine 0,5 % dengan dextrose 2-3 jam. Hambatan motorik otot abdominal oleh bupivacaine 0,5 % dengan dextrose membuat larutan tersebut cocok untuk pembedahan abdomen dengan lama 45-60 menit.Ginjal adalah organ ekskresi utama untuk kebanyakan anestetik lokal dan metabolitnya. Ekskresi melalui urin dipengaruhi oleh perfusi renal dan faktor-faktor yang mempengaruhi pH urin. Hanya 5 % dari bupivacaine yang diekskresi dalam urin dalam bentuk tidak diubah. Jika diberikan dalam dosis dan konsentrasi yang dianjurkan, bupivacaine biasanya tidak mengakibatkan iritasi atau kerusakan jaringan serta tidak menyebabkan methemoglobinemia. Beberapa parameter farmakokinetik anestetik lokal dapat diubah secara nyata dengan adanya penyakit hati dan ginjal, penambahan epinefrin, faktor yang mempengaruhi pH urin, aliran darah ginjal, cara pemberian obat, dan umur pasien.Pasien usia lanjut mencapai analgesia dan hambatan motorik maksimal lebih cepat daripada pasien muda. Pasien usia lanjut juga menunjukkan konsentrasi puncak plasma yang lebih tinggi tetapi klirens plasma total pada pasien ini menurun.

IndikasiBupivacaine 0,5 % diindikasikan untuk anestesia lokal atau regional dan sebagai analgesia pada pembedahan, untuk prosedur bedah mulut, prosedur terapi dan diagnostik, serta prosedur obstetrik. Bupivacaine Spinal 0,5 % diindikasikan untuk anestesia spinal pada pembedahan abdomen, saluran kemih, dan anggota badan bagian bawah. Dosis dan Cara PemberianLama kerja obat : 6-8 jam Bentuk sediaan 0,25%, 0,5%, 0,75% inj. Dosis anestesi spinal 5-20 mgKontraindikasi dikontraindikasikan untuk:-Anestesia blok paraservikal obstetri.-Anestesia regional intravena.-Pasien dengan hipersensitivitas terhadap bupivacaine atau anestetik lokal golongan amida lainnya atau komponen lain dari larutan Buvanest.Peringatan dan Perhatian-Anestetik lokal sebaiknya hanya digunakan oleh dokter yang benar-benar mengetahui tentang diagnosis dan penanganan toksisitas yang berhubungan dengan dosis serta kedaruratan akut lain, dan setelah dijamin oksigen, obat resusitasi lain, alat resusitasi kardiopulmoner, dan tenaga yang dibutuhkan untuk penanganan reaksi toksik dan kedaruratan yang berkaitan tersedia dengan cepat.- Selama pemberian epidural, Buvanest diberikan dalam dosis bertahap 3 - 5 mL dengan waktu yang cukup di antara setiap pemberian dosisnya.- Pemberian tidak dianjurkan untuk anak di bawah 12 tahun.- Pada pasien di atas 65 tahun, sebaiknya dosis diseleksi dan fungsi ginjal dimonitor.- Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal, hati, dan kardiovaskuler.- Tidak dianjurkan mencampur bupivacaine dengan anestetik lokal lain.- Perlu dilakukan aspirasi darah atau cairan serebrospinal sebelum injeksi anestetik lokal, untuk menghindari injeksi intravaskuler atau subarakhnoid.Interaksi ObatPemberian bersamaan dengan obat vasopresor dan obat oksitosik jenis ergot dapat menyebabkan hipertensi persisten berat atau kejadian serebrovaskuler.Kehamilan dan Menyusui

Anestetik lokal dapat melintasi plasenta dengan difusi pasif. Bupivacaine, dengan kapasitas ikatan protein yang tinggi (95%), mempunyai rasio fetal/maternal yang rendah (0,2-0,4).Anestesia epidural, kaudal, atau pudendal dapat mempengaruhi kontraktilitas uterus atau usaha mengejan dari ibu. Anestesia epidural dilaporkan memperpanjang persalinan kala II dengan menghilangkan refleks mengejan atau mempengaruhi fungsi motorik. Jadi selama kehamilan, Buvanest sebaiknya digunakan hanya bila manfaatnya pada janin lebih besar daripadarisikonya.Bupivacaine diekskresi pada air susu ibu. Karena efek samping serius bupivacaine pada bayi yang menyusu, keputusan menghentikan menyusui atau tidak diberikan bupivacaine tergantung pada seberapa pentingnya obat ini untuk ibu.Efek samping

Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.Sistemik: Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti hipoventilasi atau apnu, hipotensi dan henti jantung.SSP: Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.Kardiovaskuler: Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.Alergi: Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring), bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensi berat).Neurologik: Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi urin, inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual; anestesia persisten, parestesia, kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya persalinan, meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena traksi saraf pada kehilangan cairan serebrospinal.Overdosis dan Penanganan

Manifestasi overdosis adalah :- Hipoventilasi atau apnu disebabkan ke ruang subarakhnoid yang tidak disengaja, mungkin juga dapat menyebabkan henti jantung jika tidak ada bantuan ventilator.- Kejang dengan hipoksia simultan, hiperkarbia dan asidosis, ditambah depresi miokardium yang dapat mengakibatkan aritmia jantung, bradikardia, fibrilasi ventrikel asistol, atau henti jantung.Penanganan Kedaruratan Anestetik Lokal:- Pengawasan tanda vital kardiovaskuler dan pernapasan serta kesadaran pasien setelah setiap injeksi anestetik lokal. Bila ada tanda perubahan, berikan oksigen.- Penatalaksanaan hipoventilasi atau apnu adalah mempertahankan jalan napas yang paten dan ventilasi terbantu atau terkontrol secara efektif dengan oksigen 100%.- Jika perlu, gunakan obat untuk mengontrol kejang dengan 50-100 mg succinylcholine atau 5-10 mg diazepam atau 50-100 mg thiopental bolus i.v.- Terapi suportif depresi sirkulasi mungkin membutuhkan pemberian cairan i.v, dan vasopresor sesuai kondisi klinik (seperti ephedrine atau epinephrine untuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium).- Intubasi endotrakeal setelah pemberian oksigen dengan masker, jika ditemukan kesulitan pada pemeliharaan jalan napas atau diindikasikan perpanjangan penunjang ventilator.- Jika terjadi henti jantung, hasil yang baik membutuhkan usaha resusitasi yang panjang.

OPIOID Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping. Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g). Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus. 6 Efek pada sistem kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin. Efek pada sistem pernafasan Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun . PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. Efek pada sistem gastrointestinal Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat. Efek pada endokrin Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

a. Petidin Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure. Dosis Oral/ IM,/SK : Dewasa : Dosis lazim 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu, Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam. Anak-anak oral/IM/SK : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu. Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 100 mg IM/SK Petidin dimetabolisme terutama di hati Kontraindikasi Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang) Hipersensitivitas. Pasien dengan gagal ginjal lanjut Efek samping obat Depresi pernapasan, Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang, Pencernaan : mual, muntah, konstipasi, Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural, Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria. Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi. Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit PeringatanHati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial b. Fentanil Digunakan sebagai analgesic dan anastesia Dosis : Analgesic : iv/im 25-100 g Induksi : iv 5-40 g/ kg BB Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam Efek samping obat : Bradikardi, hipotensi Depresi saluran pernapasan, apnea Pusing, penglihatan kabur, kejang Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat Miosis

Tramadol Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam. Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan. Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun : Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 6 jam. Dosis maksimum 400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam. Efek samping Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritis, berkeringat, kulit kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.

Tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid Efek pada sistem pernafasan Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental. Efek pada sistem saraf otot Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka

PITOGIN Obat ini merangsang otot polos uterus dan kelenjar mamae, fungsi perangsangan ini bersifat selektif dan cukup kuat. Pada kehamilan tua dan persalinan spontan, pemberian syntosinon meningkatkan kontraksi fundus uteri meliputi peningkatan frekuensi amplitudo dan lamanya kontraksi.Syntosinon dianggap memberi kemudahan dalam persalinan serta memegang peranan penting dalam refleks ejeksi susu (laktogen) yang menyebabkan keluaran air susu. Syntosinon lebih baik dari Ergometrin karena kontraksi berlangsung lebih perlahan dan secara ritmis, diselingi fase istirahat. Digunakan pula sesudah persalinan guna mencegah perdarahan selanjutnya, untuk ini lebih dianjurkan ergometrin karena efeknya lebih cepat dan kontraksinya lebih kuat dan pesat.

Mekanisme Cara KerjaBersama dengan faktor-faktor lainnya oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan : Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan produksi prostaglandinKonstriksi pembuluh darah umbilicus Kontraksi sel-sel miopital ( refleks ejeksi ASI ) oksitosin bekerja pada reseptor hormone antidiuretik ( ADH )* untuk menyebabkan peningkatanatau penurunan yang mendadak pada tekanan darah 9 diastolik karenaterjadinya vasodilatasi retensi air.Oksitosin dan hormone antidiuretik memiliki rumus bangun yang sangat mirip sehingga menjelaskan mengapa fungsi kedua substansi ini saling tumpang tindih.Kerja oksitosin yang lain meliputi :a)kontraksi tuba falopi untuk membantu pengangkutan spermab)luteolitis (involusi korpus luteum )c)peranan neurotransmitter yang lain dalam system saraf pusat.Oksitosin disintesis dalam hipotalamus, kelenjar gonad, plasenta dan uterus. Mulai dari usia kehamilan 32 minggu dan selanjutnya, konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktifitas uterus akan lebih tinggi pada malam harinya.

Pelepasan oksitosin endogenus ditingkatkan oleh :PersalinanStimulasi serviks vagina atau payudaraEstrogen yang beredar dalam darahPeningkatan osmolalitas / konsentrasi plasmaVolume carian yang rendah dalam sirkulasi darahStres.Stres dalam persalinan dapat memacu partus presipitatus yang dikenaldengan istilah refleks ejeksi fetus. Stres yang disebabkan olehtangisan bayi akan menstimulasi produksi ASI.Pelepasan oksitosin disupresi oleh :oAlcoholoRelaksinoPenurunan osmolalitas plasmaoVolume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darahIndikasioksitosikmengurangi pembengkakan payudaraEfek sampingoSpasme uterus ( pada dosis rendah )oHiper stimulasi uterus 9 membahayakan janin : kerusakan jaringan lunak / rupture uterus)oKeracunan cairan dan hiponatremia ( pada dosis besar )oMual, muntah, aritmia, anafilaksis, ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.oKontraksi pembuluh darah tali pusatoKerja antidiuretikoReaksi hipersensitifitasKontra indikasioKontraksi uterus hipertonikoDistress janinoPrematurisasioLetak bayi tidak normaloDisporposi sepalo pelvisoPredisposisi lain untuk pecahnya rahimoObstruksi mekanik pada jalan lahiroPreeklamsi atau penyakit kardiovaskuler atau pada ibu hamil yang berusia 35 tahunoResistensi dan inersia uterusoUterus yang starvasioGawat janin

3.Farmakodinamika Oksitosin (Syntokinon)

Awitan kerja dari oksitosin yang diberikan secara intramuscular timbul 3-5 menit, waktu untuk mencapai puncak konsentrasi belum diketahui dan lama kerjanya adalah 2-3 jam. Awitan kerja dari oksitosin yang diberikan secara intravena terjadi segera, waktu untukmencapai puncak konsentrasinya tidak diketahui dan lama kerjanya adalah 20 menit.Obat diberikan secara intravena untuk menginduksi kehamilan atau mempercepat persalinan. Pitocin dicairkan dalam 1000 ml larutan Ringer Laktat sampai konsentrasinya 10 mU/ml. Cairan campuran ini diberikan melalui jalur intravena kedua dari cairan intravena kontrol. Dosis awal adalah 0,5 mu/menit dititrasi dengan kecepatan 0,2-2,5 mu setiap 15-30 menit sampai konsentrasi kira-kira terjadi setiap 3 menit dengan kualitas yang cukup.Untuk pencegahan dan pengendalian perdarahan atoni uterus, 10 u oksitosin ditambahkan ke dalam 1 liter larutan dekstrose atau elektrolit (10 mu/ml) diinfuskan dengan kecepatan yang dapat mengendalikan atoni. Oksitosin diberikan secara intramuskuler 10 mu setelah plasenta lahir.

Farmakokinetik Oksitosin (Syntokinon)

Oksitosin (Pitocin Syntokinon) diabsorpsi dengan baik oleh mukosa hidung ketika diberikan secara intranasal untuk mengeluarkan asi. Kemampuan mengikat proteinnya rendah dan waktu paruhnya 1-9 menit. Dimetabolisasi dengan cepat dan diekskresikan dalam hati (sumber Farmakologi Joycel Kee & Evelyn R. Hayes hal 635). Waktu paruh 1-20 menit kendati data-data farmakologis yang lebih mutakhir menunjukkan angka 15 menit. Syntokinon akan dieleminasi dalam waktu 30-40 menit sesudah pemberian

DOSIS

1. Induksi persalinan pada lemah uterus: Infus intravena 1-4 mu/menit dinaikkan dalam interval tak kurang dari 20 menit sampai dicapai pola persalinan mirip persalinan normal (biasanya kurang dari 10 mu/menit untuk persalinan aterm). Dosis maksimum 20 mu/menit (bila dibutuhkan dosis tinggi, gunakan larutan 10 unit/500 ml) Jangan menggunakan total lebih dari 5 unit per hari (pengulangan pada hari berikutnya mulai lagi dengan 1-4 mu/menit). Monitor DJJ dan kuatnya kontraksi penting untuk menyesuaikan dosis dengan respon klinik. Bila ada gawat janin atau hipereaksi uterus, infus harus dihentikan.2. Bedah caesar : injeksi intravena lambat 5 unit segera setelah persalinan.3. Pencegahan perdarahan pasca persalinan : injeksi intravena lambat 5 unit setelah keluar plasenta. Bila memang telah diberikan infus obat, percepat infus selama kala 3 dan beberapa jam berikutnya. Dapat juga diberikan injeksi IM kombinasi oksitosin dan ergometrin.4. Perdarahan pasca persalinan: injeksi IV lambat 5 unit, diikuti dengan infus 5-20 unit dalam 500 ml glukosa 5% dengan kecepatan yang dianjurkan untuk atonia uterus.5. Abortus incomplete/ Missed abortion : 5 unit injeksi intravena lambat diikuti dengan infus 20-40 mu/menit.

Infus berkepanjangan dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kelebihan cairan dan hiponatremia. Untuk mencegah ini, gunakan cairan elektrolit (jangan glukosa), pekatnya larutannya, kurangi asupan cairan per oral, monitor cairan dan elektrolit.- Oxytocin (Generik) Cairan Inj. 10 UI/ml (K)- Oxytocin S (Ethica) Cairan Inj. 10 UI/ml (K)- Piton S (Organon Indonesia) Cairan Inj. 10 UI/ml (K)- Syntocinon (Novartis Switzerland) Cairan Inj. 10 UI/ml (K)

Efek SampingJika suatu obat tidak memiliki efek samping maka diduga obat ini tak mempunyai efek utama. Pada hampir semua bahan obat harus diperhitungkan efek samping, yaitu kerja-kerja disamping (selain) kerja utamanya.Dapat berupa hal yang diinginkan atau tidak, merugikan ataupun sampai parah. Semua itu bergantung pada dosis dan jenis efek samping serta kondisi khusus.Efek-efek maternal terlihat pada pemakaian IV yang mencakup hipotensi. Hipertensi, mual muntah, penurunan aliran darah uterus, ruam kulit serta anoreksia. Reaksi yang merugikan mencakup tetani uterus, anafilaksis, asfiksia, kejang, koma, perdarahan intracranial, intoksikasi air dan disritmia.

Pada janin, karena induksi motilitas uterus oksitosin dapat menyebabkan bradikardia, kontraksi ventrikel premature dan aritmia lain serta sangat jarang kematian janin, nilai apgar rendah, ikterik dan perdarahan retina telah dilaporkan terjadi neonatus.

ONDANSENTRONAntagonis reseptor 5-HT3 secara umum lebih unggul dibandingkan dengan obat antiemetik tradisional yang biasa digunakan, dalam hal keuntungan dan efek sampingnya. Nyeri kepala, dizziness, nyeri perut dan peningkatan enzyme hepar adalah efek samping utama yang disebutkan dalam literature.Ondansetron memiliki efek antivomiting yang lebih baik daripada efek antinauseanya. Efek ondansetron tombul dengan berikatan dengan reseptor 5-HT3 di CTZ dan vagal aferen di traktus gastrointestinal. Karena efek sampingnya yang ringan terutama efek ondansetron yang kurang menimbulkan sedasi, membuat ondansetron merupakan pilihan untuk operasi rawat jalan. Saat ini telah tersedia beberapa antagonis reseptor 5-HT3, yaitu ondansetron, granisetron dan dolasetron. Tidak terdapat perbedaan efek samping diantara obat-obat ini jika dosis yang digunakan tepat.Ondansetron 4 mg intravena dilaporkan merupakan dosis optimal untuk mencegah nausea & vomiting dan harus diberikan pada akhir pembedahan. Ondansetron memiliki waktu paruh yang singkat 3-4 jam dan akan kurang efektif jika diberikan pada saat induksi. Dolasetron adalah antagonis reseptor 5-HT3 yang sangat selektif. Dolasetron akan cepat dipecah menjadi metabolite aktif, hydrodolasetron, yang memiliki waktu paruh kurang lebih 8 jam, dan dosis optimalnya adalah 1,25 mg intravena. Waktu pemberian dolasetron memiliki sedikit pengaruh jika digunakan senagai obat pencegahan. Granisetron, palanosetron, tropisetron dan ramosetron adalah antagonis reseptor 5-HT3 lainnya yang juga memiliki efektifitas yang sama. Semua obat pada kelompok ini juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT.

METHERGINAlakaloid Ergot adalah obat yang bekerja untuk merangsang reseptor sel otot polos. Obat ini tidak dipakai selama persalinan karena kemampuannya untuk menyebabkan kontraksi uterus yang lama (kontraksi tetani), yang bisa menimbulkan hipoksia janin dan ruptur uterus. Jika diberikan terlalu cepat obat ini dapat menahan plasenta tetap berada di dalam uterus. Dua turunan ergot yang paling sering digunakan, yaitu ergonovin maleat dan metilergonovin maleat.

METILERGONOVIN

Methergine, Methylergometrine

KONTRAINDIKASIINTERAKSI

hipersensitivitas, kala tiga persalinanvasokontriksi, nikotin, vasopresor

FARMAKOKINETIKFARMAKODINAMIK

Absorpsi : PO :IM : diabsorpsi dengan baikDistribusi : TD ; memasuki ASI dalam jumlah yang kecilMetabolisme : t: 30-120 menitEliminasi : TD

PO : M : 5-15 menitP : TDL : 3 jamIM : M : 2-5 menitP : TDL : 3 jamIV : M : segeraP : TDL : 45 menit- 3jam

EFEK TERAPEUTIK

Kontraksi uterus

EFEK SAMPINGREAKSI YANG MERUGIKAN

Mual, muntah, kram, pusing, sakit kepala Hipotensi, nyeri dada, hiperetensi, aritmia

DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru ; 2007

2. Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta : Universitas Udayana Indeks ; 2010

3. Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. ANAESTHESIA AND INTENSIVE CARE MEDICINE 9:4. Diunduh dari : http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/iv-anaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf

4. Omoigui, S. 1997. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta

5. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor), Kapita Selekta Kedokteran, Cetakan keenam 2007 : Media Aesculapius FK UI

6. http//ascf.en.enzl.com/ACM619_multi_functional_anasthesia_machine

7. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007

8. Collage of anaesthesiologist Academy of Medicine Malaysia. Total Intravenous Anaesthesiologist using target controlled infusion. A pocket reference 1st edition. 2012.

26