Laporan Jurnal Anestesi Surya

46
1 BAB I PENDAHULUAN Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma, dan mati. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak termasuk obat golongan depresan SSP. Walaupun obat tersebut merupakan penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum. Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedative, khususnya golongan benzodiazepine diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi,

description

dff

Transcript of Laporan Jurnal Anestesi Surya

Page 1: Laporan Jurnal Anestesi Surya

1

BAB I

PENDAHULUAN

Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf

pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu

menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya

kesadaran, keadaan anestesi, koma, dan mati.

Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan

respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik

menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang

menyerupai tidur yang menyerupai tidur fisiologis.

Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain

yang tidak termasuk obat golongan depresan SSP. Walaupun obat tersebut

merupakan penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek

yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang

dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.

Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedative, khususnya golongan

benzodiazepine diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas

(anticemas), dan sebagai penginduksi anestesi.

Benzodiazepine merupakan suatu jenis obat yang memiliki lima efek

farmakologis utama yakni: anxiolitik, sedasi, antikonvulsan, merelaksasi otot

rangka melalui mediasi sumsum tulang belakang (spinal cord), dan dapat

menyebabkan amnesia anterogade (menerima atau mengkode informasi baru).

Potensi amnestik benzodiazepione lebih besar bila dibandingkan dengan efek

sedatifnya sehingga pasien lebih sering mengalami durasi efek amnestik yang

lebih lama jika dibandingkan dengan efek sedasi. Informasi yang telah tersimpan

(amnesia retrogade) tidak terpengaruh oleh benzodiazepine.

Benzodiazepine tidak dapat memberikan cukup efek relaksasi otot rangka

dalam suatu prosedur pembedahan, selain itu obat ini juga tidak mempengaruhi

Page 2: Laporan Jurnal Anestesi Surya

2

dosis obat-obatan pemblokade neuromuskuler. Karena semua khasiat tersebut,

terutama dalam mengatasi kecemasan dan insomnia, maka benzodiazepine telah

digunakan secara meluas di seluruh dunia. Sebagai contoh, diperkirakan sekitar

4% populasi telah menggunakan “obat tidur” selama satu tahun, dan 0,4% dari

populasi menggunakan obat-obatan hipnotik selama lebih dari satu tahun.

Meskipun benzodiazepine efektif dalam mengatasi insomnia akut, penggunaannya

dalam mengatasi insomnia kronik justru tidak terlalu efektif. Jika dibandingkan

dengan barbiturat, benzodiazepine memiliki kecenderungan menghasilkan

toleransi, lebih sulit disalahgunakan, memiliki batasan keamanan yang lebih

besar, dan tidak terlalu banyak menghasilkan interaksi obat-obatan yang efeknya

serius. Tidak seperti barbiturat, benzodiazepine tidak menginduksi produksi enzim

hati mikrosomal. Benzodiazepine memiliki efek adiksi yang lebih sedikit jika

dibandingkan dengan opioid, kokain, amfetamin, atau barbiturat.

Page 3: Laporan Jurnal Anestesi Surya

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Benzodizepin merupakan salah satu obat yang bekerja di sistem saraf

pusat, bersifat hipnotik dan sedatif.

Benzodiazepine telah menggantikan barbiturat sebagai medikasi

preoperatif dan penginduksi sedasi selama proses pemantauan perawatan

anestesia. Dalam hal ini, midazolam telah menggantikan diazepam sebagai

golongan benzodiazepine yang paling sering diberikan dalam periode perioperatif

sebagai medikasi preoperatif dan sedasi interavena (IV). Selain itu, karena waktu

paruh diazepam dan lorazepam terlalu panjang, sehingga hanya midazolam yang

dapat diberikan pada prosedur operasi yang membutuhkan waktu lama dan harus

segera dipulihkan dari keadaan anestesia. Namun karena waktu paruhnya yang

sangat panjang, maka lorazepam merupakan pilihan yang cukup menarik dalam

memfasilitasi sedasi pasien yang dirawat di unit perawatan kritis. Tidak seperti

obat-obatan intravena lain yang diberikan guna menghasilkan efek sistem saraf

pusat (SSP), benzodiazepine, sebagai suatu kelas/golongan obat, memiliki efek

farmakologis antagonis yang spesifik terhadap flumazenil.

2.2 HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR DAN AKTIVITAS

Secara struktur, obat-obatan golongan benzodiazepine memiliki bentuk

dan metabolit yang serupa. Istilah benzodiazepine berasal dari struktur kimia yang

tersusun atas sebuah cincin benzene yang bersatu degan tujuh buah cincin

diazepine. Karena semua benzodiazepine mengandung sebuah subtituen 5-aryl

dan sebuah cincin 1,4-diazepine, maka istilah yang tepat untuk menjelaskan

strukturnya adalah 5-aryl-1,4-benzodiazepine.

Page 4: Laporan Jurnal Anestesi Surya

4

2.3 MEKANISME AKSI

Benzodiazepine dapat menimbulkan efek farmakologis dengan cara

memfasilitasi aksi gamma-aminobutyric acid (GABA), suatu neurotransmiter

inhibitor utama di SSP. Benzodiazepine tidak mengaktivasi reseptor

GABAA namun memperkuat afinitas reseptor untuk GABA. Akibat adanya

peningkatan afinitas reseptor GABA untuk neurotransmiter inhibisi yang

terinduksi oleh benzodiazepine, maka terjadi peningkatan jumlah gerbang saluran

klorida yang terbuka sehingga meningkatkan konduktansi klorida, menghasilkan

hiperpolarisasi membran sel postsynaptic, dan mengubah neuron postsynaptic

sehingga menjadi lebih resisten terhadap eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi

dianggap sebagai mekanisme yang berperan pada benzodiazepine dalam

menimbulkan efek anxiolitik, sedasi, amnesia anterograde, potensiasi alkohol,

antikonvulsan dan relaksan otot rangka.

Kemungkinan besar efek sedatif benzodiazepine merefleksikan aktivasi

reseptor GABAAsubunit α-1, sedangkan aktivitas anxiolitik terjadi karena aktivasi

reseptor α-2. Reseptor GABAAyang mengandung α-1 merupakan subtipe reseptor

yang paling banyak ditemukan pada otak (terutama di korteks serebral, korteks

serebelar, thalamus), jumlahnya mencapai sekitar 60% dari semua jenis reseptor

GABAA yang ada di otak. Jumlah reseptor GABAA subunit α-2 tidak sebanyak

subunit α-1, dan reseptor ini lebih sering ditemukan pada hippocampus dan

amygdala. Distribusi anatomis dari reseptor ini konsisten efek minimal obat

tersebut di luar SSP (efek sirkulasinya sangat minimal). Di masa depan, kita

mungkin bisa mendesain suatu jenis benzodiazepine yang selektif bekerja pada

Page 5: Laporan Jurnal Anestesi Surya

5

reseptor subunit α-2 sehingga obat tersebut hanya dapat menghasilkan efek

anxiolitik tanpa menimbulkan sedasi. Signifikansi fisiologis dari substansi

endogen yang bekerja pada reseptor GABAA hingga saat ini masih belum

diketahui secara pasti.

Reseptor GABAA merupakan suatu makromolekul besar yang secara fisik

terdiri atas banyak lokasi pengikatan molekul (terutama pada subunit α, β,

gamma) seperti GABA, benzodiazepine, barbiturate, etonamide, propofol,

neurosteroid, dan alkohol. Benzodiazepine, barbiturate, etonamide, propofol,

neurosteroid, dan alkohol dapat saling berinteraksi dan memberikan efek

sinergistik yang dapat meningkatkan kemampuan inhibisi pada SSP yang

dimediasi oleh reseptor GABAA. sifat ini dapat menjelaskan sinergi farmakologis

dari masing-masing substansi tadi, serta resiko terjadinya overdosis jika masing-

masing obat-obatan tadi digunakan secara kombinasi, dan hal ini dapat

menyebabkan depresi SSP yang mengancam jiwa. Sinergi tersebut merupakan

dasar farmakologi terjadinya toleransi silang/cross-tolerance antara berbagai

golongan obat yang berbeda dan hal ini konsisten dengan dengan penggunaan

klinis benzodazepine sebagai obat pilihan pertama untuk mengatasi detoksikasi

alkohol. Sebaliknya, benzodiazepine memiliki built in ceiling effect (efek batas

dosis tertinggi) yang dapat mencegah inhibisi GABA secara berlebihan ketika

telah mencapai efek maksimum. Rendahnya toksisitas dari benzodiazepine dan

keamanan klinisna disebabkan oleh adanya batasan efek terhadap neurotransmisi

GABAergic/GABAergik.

Page 6: Laporan Jurnal Anestesi Surya

6

Perbedaan onset dan durasi aksi di antara semua jenis benzodiazepine

merefleksikan perbedaan potensi (afinitas ikatan), kelarutan lemak, dan

farmakokinetika (uptake, distribusi, metabolisme, dan eliminasi). Semua

benzodiazepine sangat larut dalam lemak dan sangat kuat terikat pada protein

plasma, terutama pada albumin. Hipoalbuminemia yang disebabkan oleh sirosis

hepatis atau gagal ginjal kronik dapat meningkatkan jumlah fraksi benzodiazepine

yang tidak berikatan (unbound fraction), sehingga dapat memperkuat efek klinis

obat ini. Apabila dilakukan pemberian secara oral, maka benzodiazepine dapat

diserap dengan baik oleh traktus gastrointestinal. Sedangkan pemberian secara

injeksi intravena dapat membuat obat ini mudah memasuki SSP dan organ-organ

lain yang perfusinya baik.

Sistem Transporter Nucleoside

Benzodiazepine dapat menurunkan proses degradasi adenosine dengan

cara menghambat transporter nucleoside. Transporter nucleoside merupakan

molekul yang berperan dalam mekanisme penghancuran adenosine melalui

reuptake ke dalam sel. Adenosine merupakan regulator yang penting dalam fungsi

jantung (menurunkan kebutuhan oksigen jantung dengan cara menurunkan denyut

jantung dan meningkatka hantaran oksigen dengan cara vasodilatasi koroner) dan

efek fisiologisnya bersifat kardiproteksi selama proses iskemia miokardial.

Elektroensefalogram/Electroencephalogram

Efek benzodiazepine pada elektroensefalogram (EEG) menyerupai efek

barbiturate, yakni menurunkan aktivitas α serta meningkatkan aktivitas β yang

voltasenya rendah dan cepat. Pada benzodiazepine, pergeseran dari aktivitas α ke

β lebih sering terjadi pada area frontal dan rolandic, sedangkan penyebaran di

daerah posterior tidak terjadi, dan hal ini berbeda dengan barbiturate. Namun,

secara umum efek benzodiazepine menyerupai barbiturate, karena tidak ada

gambaran toleransi ketika dipantau dengan EEG. Berbeda dengan barbiturate dan

propofol, midazolam tidak dapat menghasilkan isoelektrik EEG.

Page 7: Laporan Jurnal Anestesi Surya

7

2.4 EFEK SAMPING

Kelelahan dan pusing merupakan efek samping yang sering ditemukan

pada pasien yang mendapat benzodiazepine dalam waktu lama. Sedasi yang dapat

mengganggu aktivitas biasanya dapat menghilang dalam waktu dua minggu.

Pasien harus diinstruksikan agar menggunakan benzodiazepine sebelum makan

dan tidak boleh digunakan bersama antasida karena makanan dan antasida dapat

menurunkan absorpsi benzodiazepine dari traktus gastrointenstinal. Pemberian

benzodiazepine secara kronik tidak mempengaruhi tekanan darah sistemik, denyut

jantung, atau ritme jantung. Meskipun efek ventilasi bisa tidak ditemukan, namun

sebaiknya penggunaan obat ini tidak dilakukan pada pasien yang mengalami

penyakit paru-paru kronik dengan manifestasi gejala berupa hipoventilasi dan/atau

penurunan oksigenasi arterial. Penurunan koordinasi motorik dan gangguan fungsi

kognitif dapat terjadi, terutama ketika benzodiazepine digunakan bersama

penggunaan obat depresan SSP lainnya. Pemberian benzodiazepine secara akut

dapat menyebabkan amnesia anterograde, terutama bila digunakan bersama

alkohol. Sebagai contoh, telah ada laporan yang menunjukkan terjadinya amnesia

berat pada para pelancong yang mengonsumsi triazolam bersama alkohol agar

bisa tidur ketika sedang melakukan perjalanan di atas pesawat yang melewati

beberapa zona waktu yang berbeda.

2.5 Interaksi Obat

Benzodiazepine dapat memperkuat efek sinergistik sedatif ketika

digunakan bersama depresan SSP lainnya seperti alkohol, anestetik inhalan atau

injeksi, opioid, dan agonis α-2. Dosis anestetik inhalan dan injeksi dapat

diturunkan apabila kita menggunakan benzodiazepine. Meskipun benzodiazepine,

terutama midazolam, dapat mem-potensiasi efek depresan ventilasi opioid, aksi

analgesik opioid justru dapat diturunkan oleh benzodiazepine. Sehingga efek

antagonisme benzodiazepine terhadap fulamzenil dapat meningkatkan efek

analgesik opioid.

Page 8: Laporan Jurnal Anestesi Surya

8

Aksis Hipothalamus-Hipofisis-Adrenal

Benzodiazepine dapat menginduksi supresi aksis hipotalamus-hipofisis-

adrenal yang ditandai oleh penurunan kortisol dalam darah pasien yang

mengonsumsinya. Pada hewan, alprazolam dapat menyebabkan inhibisi hormon

adrenokortikotropik dan sekresi kortisol. Efek supresi ini lebih besar jika

dibandingkan dengan jenis benzodiazepine lainnya, sehingga alprazolam memiliki

khasiat yang unik dalam mengatasi depresi mayor.

Ketergantungan

Meskipun diberikan dalam dosis terapeutik, benzodiazepine dapat

menyebabkan ketergantungan yang ditandai oleh timbulnya gejala fisik atau

fisiologis begitu dosis diturunkan atau dihentikan. Gejala ketergantungan dapat

terjadi setelah penggunaan benzodiazepine potensi rendah dalam jangka waktu >6

bulan. Gejala-gejala penarikan/putus obat/withdrawal (iritabilitas, insomnia,

gemetar) dapat terjadi begitu obat dihentikan. Gejala penarikan dapat timbul

sekitar 1-2 hari pada penggunaan benzodiazepine kerja cepat, sedangkan pada

benzodiazepine kerja lambat, gejala itu timbul dalam 2 – 5 hari.

Usia

Penuaan dan penyakit hati lebih mempengaruhi glucoronidation jika

dibandingkan dengan jaras metabolik oksidatif. Sedangkan lorazepam, oxazepam,

dan temazepam hanya dimetabolisme dengan cara glukoronidasi dan tidak

memiliki metabolt aktif. Karena alasan ini, benzodiazepine jenis itu (lorazepam

dll) lebih sering digunakan pada orang tua jika dibandingkan dengan

benzodiazepine jenis lain seperti diazepam, yang apabila dimetabolisme oleh

enzim mikrosomal hati, bisa menghasilkan metabolit aktif. Orang tua juga lebih

sensitif terhadap benzodiazepine, hal ini merefleksikan bahwa peningkatan respon

obat terhadap usia dipengaruhi oleh farmakodinamika dan farmakokinetika.

Reaksi oksidasi benzodiazepine dapat dipengaruhi oleh pemberian obat lain

selama periode perioperatif.

Page 9: Laporan Jurnal Anestesi Surya

9

Penggunaan benzodiazepine dalam waktu yang lama dapat mengakselerasi

proses penurunan fungsi kognitif pada orang tua. Gejala penarikan/putus obat

benzodiazepine yang dapat timbul pada orang tua antara lain adalah kebingunan.

Kebingungan pasca-operasi lebih sering ditemukan pada orang tua yang

menggunakan benzodiazepine secara kronik (penggunaan harian selama > 1

tahun) jika dibandingkan dengan pasien yang menggunakan benzodiazepine

jangka pendek atau tidak pernah menggunakannya sama sekali.

Agregasi Platelet

Benzodiazepine dapat menghambat faktor-faktor yang menginduksi

agregasi platelet. Hambatan agregasi platelet yang terinduksi oleh midazolam,

merefleksikan adanya perubahan konformasi pada membran platelet ketika

berinteraksi dengan benzodiazepine

2.6 Jenis – Jenis Benzodiazepin

1. MIDAZOLAM

Midazolam merupakan suatu benzodiazepine yang larut dalam air. Obat

ini memiliki cincin midazole pada strukturnya, dan hal tersebut berkontribusi

dalam menghasilkan stabilitas obat dalam cairan akua serta menyebabkn

metabolisme yang cepat. Benzodiazepine ini telah menggantikan penggunaan

diazepam sebagai medikasi pre-operatif dan sedasi. Jika dibandingkan dengan

diazepam, midazolam memiliki potensi sekitar dua hingga tiga kali lebih besar.

Midazolam memiliki afinitas ikatan dengan reseptor benzodiazepine sekitar dua

kali lebih besar dari diazepam. Jika dibandingkan dengan benzodiazepine lainnya,

midazolam memiliki efek amnesiak yang jauh lebih besar dari efek sedasinya .

sehingga pasien bisa saja siuman ketika diberikan midazolam, namun tetap

amnestik terhadap kejadian dan percakapan selama beberapa jam.

Sediaan Komersial

Nilai pK midazolam adalah sekitar 6.15, dengan nilai sebesar itu,

midazolam memiliki sediaan dalam bentuk garam yang dapat larut dalam air.

Page 10: Laporan Jurnal Anestesi Surya

10

Larutan parenteral midazolam yang digunakan secara klinis harus berada dalam

larutan buffer dengan pH bersifat asam, sekitar 3,5. Hal ini sangat penting karena

midazolam memiliki ciri khas berupa fenomena pembukaan cincin yang sangat

bergantung pada kadar pH. Pada pH <4, cincin midazolam tetap terbuka sehingga

dapat tetap larut dalam air. Jika pH larutan >4, terutama ketika telah memasuki

pH fisiologis tubuh, maka otomatis cincin midazolam dapat tertutup dan menjadi

bersifat sangat larut pada lemak.

Karena adanya sifat larut dalam air, sehingga kita harus memperhatikan

jenis pelarut yang dapat digunakan untuk membuat sediaan midazolam. Sebaiknya

kita tidak membuat sediaan yang dapat mengiritasi vena atau mengganggu

absorpsi obat. Midazolam sangat cocok bila dicampurkan dengan larutan Ringer

dan dapat dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang bersifat asam, seperti

opioid dan antikolinergik.

Farmakokinetika

Midazolam dapat diabsorpsi oleh traktus gastrointestinal dengan sangat

cepat serta mudah melewati sawar darah otak. Meskipun mudah memasuki otak,

midazolam dianggap memiliki efek equilibration yang lambat (sekitar 0.9 sampai

5.6 menit) jika dibandingkan dengan obat-obatan lain seperti propofol dan

thiopental. Dengan pertimbangan ini, maka dosis intravena midazolam yang akan

diberikan, harus disesuaikan terlebih dahulu agar dapat mencapai efek klinis

puncak, sebelum dilakukan pemberian dosis berikutnya. Hanya sekitar 50%

konsentrasi midazolam yang dapat mencapai sirkulasi sistemik ketika diberikan

secara oral, hal ini menunjukkan adanya efek first-pass hepatic. Seperti

kebanyakan benzodiazepine, midazolam memiliki ikatan yang sangat kuat

terhadap protein plasma; ikatan ini tidak bergantung pada konsentrasi midazolam

dalam plasma. Durasi aksi yang singat dari midazlam meskipun diberikan dalam

dosis tunggal dapat terjadi karena obat ini memiliki kelarutan yang sangat tinggi

dalam lemak, sehingga sangat mudah diredistribusi dari otak ke jaringan yang

inaktif sekaligus dihantarkan lagi ke hati untuk segera dibuang. Karena memiliki

waktu paruh yang lebih pendek dari diazepam dan lorazepam, maka midazolam

menjadi obat pilihan pertama dalam infus kontinyu (berkelanjutan).

Page 11: Laporan Jurnal Anestesi Surya

11

Waktu eliminasi midazolam adalah sekitar 1 hingga 4 jam, lebih pendek

dari diazepam. Waktu paruh eliminasi ini dapat memanjang hingga dua kali lipat

pada orang tua, hal ini terjadi karena adanya penurunan aliran darah hati dan

aktivitas enzim. Volume distribusi (Vd) midazolam dan diazepam memiliki nilai

yang sama, hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kelarutan dalam lemak dan

kekuatan ikatan protein kedua obat tersebut hampir sama besarnya. Orang tua dan

pasien obesitas memiliki Vd yang lebih besar karena adanya peningkatan

distribusi obat ke jaringan lemak perifer. Proses pembersihan midazolam lebih

cepat dari diazepam, hal ini sesuai dengan waktu paruhnya. Karena itu,

midazolam memiliki efek SSP yang jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan

diazepam. Oleh karena itu, tes fungsi mental pasien dapat segera normal hanya

dalam jangka waktu sekitar 4 jam setelah pemberian midazolam.

Prosedur cardiopulmonary bypass dapat menurunkan konsentrasi plasma

midazolam. Perubahan ini berhubungan dengan adanya redistribusi cairan ke

dalam jaringan tubuh. Sehingga ketika telah memasuki jaringan tubuh yang

mengandung banyak protein, maka midazolam jadi lebih sulit melepaskan diri.

Oleh karena itu, waktu paruh midazolam menjadi jauh lebih panjang ketika

dilakukan prosedur cardioplumonary bypass.

Metabolisme

Midazolam dimetabolisme secara cepat oleh enzim cytochrome P-450

(CYP3A4) hati dan usus halus menjadi metabolit aktif dan inaktif. Metabolit

utama dari midazolam adalah 1-hydroxymidazolam. Konsentrasi metabolit ini

mencapai sekitar separuh dari semua metabolit yang dihasilkan dari metabolisme

midazolam. Metabolit aktif tersebut dikonjugasikan secara cepat menjadi 1-

hydroxymidazolam glucoronide dan kemudian dibuang melalui ginjal. Metabolit

glucoronide ini memiliki aktivitas farmakologis yang substansial apabila

konsentrasinya tinggi, seperti yang ditemukan pada pasien-pasien gagal ginjal

yang mendapat terapi midazolam intravena dalam waktu yang lama. Pada pasien-

pasien seperti itu, metabolit glucoronide memiliki efek sedatif yang sinergistik

dengan senyawa utama midazolam. Metabolit midazolam lainnya yang aktif

Page 12: Laporan Jurnal Anestesi Surya

12

secara farmakologis seperti 4-hydroxymidazolam, tidak terlalu banyak ditemukan

pada pemberian midazolam secara intravena.

Metabolisme midazolam dapat mengalami perlambatan bila diberikan

bersama obat-obatan yang dapat menghambat enzim cytochrome P-450

(cimetidine, erythromycin, calcium channel blocker, obat-obatan anti-jamur)

sehingga kita tidak bisa memperkirakan efek depresi SSP dari midazolam. Enzim

cytochrome P-450 3A juga mempengaruhi metabolisme fentanyl. Dengan

pertimbangan ini, proses pembersihan midazolam oleh hati dapat dihambat oleh

fentanyl yang diberikan selama proses anestesia umum.

Secara umum, laju bersihan hati dari midazolam adalah sekitar lima kali

lebih besar jika dibandingkan dengan lorazepam dan sepuluh kali lebih besar jika

dibandingkan dengan diazepam.

Bersihan Ginjal

Waktu paruh eliminasi, Vd, dan bersihan midazolam tidak dipengaruhi

oleh gagal ginjal. Hal ini konsisten dengan metabolisme midazolam yang terjadi

di hati.

Efek pada Sistem Organ

Sistem saraf pusat

Seperti benzodiazepine lainnya, midazolam dapat menurunkan kebutuhan

oksigen metabolisme serebral (CMRO2) dan aliran darah serebral yang analog

terhadap barbiturat dan propofol. Namun berbeda dengan semua obat-obatan

tersebut, midazolam tidak dapat menghasilkan isoelektik pada EEG, sehingga

memperkuat ceiling effect obat ini yang dapat menurunkan CMRO2 apabila dosis

midazolam ditingkatkan. Modazolam dapat menyebabkan perubahan dalam aliran

darah serebral regional terutama pada area – area yang berkaitan dengan fungsi

kesadaran, perhatian, dan memori. Respon vasomotor serebral terhadap karbon

dioksida bisa tetap dipertahankan selama pasien berada di bawah pengaruh

anestesia midazolam. Midazolam juga tidak meningkatkan tekanan intrakranial

Page 13: Laporan Jurnal Anestesi Surya

13

apabila diberikan dalam dosis 0.15 hingga 0.27 mg/kg IV. Dengan demikian,

midazolam bisa menjadi pilihan alternatif sebagai induksi anestesia pada pasien

yang mengalami patologi intrakranial. Namun ada bukti yang menunjukkan

bahwa pasien yang mengalami trauma kepala berat dengan ICP <18 mmHg justru

mengalami peningkatan ICP (tekanan intrakranial) ketika diberikan midazolam

(0.15 mg/kg IV) secara cepat. Serupa dengan thiopental, induksi anestesia dengan

menggunakan midazolam tidak dapat mencegah peningkatan ICP yang

berhubungan dengan laringoskopi direk selama intubasi trakeal. Meskipun

midazolam dapat meningkatkan keluaran hasil klinis neurologis setelah adanya

iskemia yang inkomplit, hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan

bahwa benzodiazepine memiliki efek neuroprotektif.

Midazolam merupakan antikonvulsan yang poten dalam mengatasi status

epileptikus. Pemanjangan sedasi pada bayi yang dirawat di unit perawatan kritis

(4 hingga 11 hari) dengan menggunakan midazolam dan fentanyl, memiliki

keterkaitan dengan ensefalopati ketika terjadi putus obat benzodiazepine. Eksitasi

paradoksal dapat terjadi pada sekitar <1% pasien yang mendapat terapi kombinasi

midazolam dan antagonis benzodiazepine, flumazenil.

Ventilasi

Midazolam dapat menurunkan ventilasi ketika diberikan pada dosis 0.15

mg/kg IV, dan efek penurunan seperti itu juga dapat ditemukan pada pemberian

diazepam dengan dosis 0,3 mg/kg IV. Pasien yang mengalami penyakit paru

obstruktif kronis dapat mengalami depresi pernapasan yang lebih hebat apabila

mendapat midazolam. Apnea transien dapat terjadi setelah pemberian injeksi

midazlam dosis tinggi ( > 0,15 mg/kg IV), terutama ketika diberikan bersama

medikasi pra-operasi seperti opioid. Pada orang sehat, midazolam tidak

memberikan efek depresi ventilasi, namun ketika diberikan kombinasi midazolam

0,05 mg/kg IV dan fentanyl 2 μg/kg IV, kita dapat menemukan hipoksemia

dan/atau hipoventilasi. Midazolam, 0,05 atau 0,075 mg/kg IV, dapat menekan

ventilasi istirahat pada orang sehat, sedangkan pada anestesia spinal (anestesia

setinggi T6) justru dapat menstimulasi ventilasi istirahat, dan penggunaan obat-

obatan kombinasi dapat memberikan efek sinergistik dalam menekan ventilasi

Page 14: Laporan Jurnal Anestesi Surya

14

istirahat. Benzodiazepine juga dapat menekan refleks menelan dan menurunkan

aktivitas jalan napas bagian atas.

Sistem Kardiovaskuler

Jika dibandingkan dengan diazepam, 0,5 mg/kg IV, maka midazolam, 0,2

mg/kg IV, untuk induksi anestesia dapat menurunkan tekanan darah sistemik dan

meningkatkan denyut jantung yang nilainya jauh lebih besar. Sebaliknya,

perubahan hemodinamik yang dipengaruhi oleh midazolam ini menyerupai efek

hemodinamik yang dihasilkan oleh thiopental, 3 hingga 4 mg/kg IV. Curah

jantung tidak terpengaruh oleh midazolam, hal ini menunjukkan bahwa perubahan

tekanan darah terjadi karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik.

Dengan pertimbangan ini, maka benzodiazepine dapat bermanfaat dalam

memperbaiki curah jantung pada pasien yang mengalami gagal jantung kongestif.

Pada keadaan hipovolemia, pemberian midazolam dapat memperparah penurunan

tekanan darah, seperti yang dilakukan oleh obat-obatan induksi anestesia lainnya.

Midazolam tidak dapat mencegah respon tekanan darah dan denyut jantung yang

diinduksi oleh intubasi trakeal, faktanya, stimulus mekanik seperti itu dapat

diimbangi oleh efek penurunan tekanan darah yang berasal dari pemberian

midazolam intravena dalam dosis besar. Efek midazolam dalam tekanan darah

sistemik berhubungan secara langsung dengan konsentrasi plasma

benzodiazepine. Namun, nampaknya konsentrasi plasma plateau (ceiling effect)

juga mempengaruhi tekanan darah sistemik.

Penggunaan Klinis

Midazolam merupakan benzodiazepine yang paling sering digunakan

untuk medikasi preoperatif pada pasien pediatrik, sedasi intravena, dan induksi

anestesia. Jika dikombinasikan dengan obat-obatan lain, midazolam dapat

digunakan untuk mempertahankan keadaan anestesia. Seperti diazepam,

midazolam merupakan antikonvulsan yang poten untuk mengatasi kejang grand

mal, yang ditimbulkan oleh toksisitas sistemik dari anestetik lokal.

Page 15: Laporan Jurnal Anestesi Surya

15

Medikasi Preoperatif

Midazolam merupakan medikasi preoperatif yang paling sering digunakan

pada pasien anak. Midazolam sirup (2 mg/ml) sangat efektif dalam menimbulkan

sedasi dan anxiolisis pada dosis 0.25 mg/kg, dengan efek ventilasi dan saturasi

oksigen yang minimal. Bahkan efek tersebut tetap minimal meskipun diberikan

pada dosis 1 mg/kg. Midazolam, yang diberikan dalam dosis 0.5 mg/kg secara

oral selama 30 menit sebelum induksi anestesia, dapat memberikan efek sedasi

dan anxiolisis pada pasien anak tanpa menimbulkan kesulitan ketika pasien akan

dibangunkan di akhir prosedur. Meskipun direkomendasikan agar midazolam oral

diberikan sekurang-kurangnya 20 menit sebelum pembedahan, terdapat bukti

yang menunjukkan bahwa amnesia anterograde yang signifikan lebih sering

ditemukan pada pasien yang mendapat midazolam 0,5 mg/kg dalam 10 menit

sebelum prosedur pembedahan dimulai.

Sedasi Intravena

Midazolam pada dosis 1,0 hingga 2,5 mg IV (onset dalam 30 hingga 60

detik, waktu untuk mencapai efek puncak 3 hingga 5 menit, durasi sedasi 15

hingga 80 menit) sudah cukup efektif untuk menimbulkan sedasi pada anestesia

regional. Jika dibandingkan dengan diazepam, midazolam memiliki onset kerja

yang lebih cepat, efek amnesia yang lebih besar, efek sedasi yang lebih kecil, serta

masa pemulihannya lebih cepat. Nyeri injeksi dan thrombosis vena yang

diakibatkan oleh midazolam jauh lebih jarang ditemukan jika dibandingkan

dengan injeksi diazepam.

Efek samping utama midazolam adalah depresi ventilasi yang disebabkan

oleh penurunan rangsangan hipoksik. Efek depresi ventilasi midazolam jauh lebih

besar bila dibandingkan dengan diazepam dan lorazepam. Depresi ventilasi yang

diinduksi oleh midazolam dapat diperparah (efek sinergistik) oleh adanya opioid

dan obat-obatan depresan SSP lainnya. Penderita penyakit paru obstruktif kronik

dapat mengalami depresi ventilasi yang parah apabila diberikan benzodiazepine.

Page 16: Laporan Jurnal Anestesi Surya

16

Induksi Anestesia

Anestesia dapat diinduksi dengan menggunakan midazolam 0,1 hingga 0,2

mg/kg, selama 30 hingga 60 detik. Meskipun begitu, thiopental bisanya dapat

memberikan induksi anestesia sekitar 50% hingga 100% lebih cepat jika

dibandingkan dengan midazolam.

Onset ketidaksadaran (interaksi sinergistik) dapat semakin dipermudah

terutama jika dilakukan pemberian opioid dosis kecil (fentanyl, 50 hingga 100 μg

IV atau ekuivalennya) sekitar 1 hingga 3 menit sebelum pemberian midazolam.

Dosis midazolam yang dibutuhkan untuk induksi anestesia IV akan jauh lebih

sedikit apabila medikasi preoperatif dilakukan bersama kombinasi obat-obatan

depresan SSP lain. Orang tua membutuhkan lebih sedikit dosis midazolam

intravena jika dibandingkan dengan orang muda.

Pada pasien sehat yang mendapat benzodiazepine dosis rendah, depresi

kardiovaskuler yang berkaitan dengan pengaruh obat jarang sekali terjadi. Ketika

terjadi respon kardiovaskuler yang signifikan, maka kemungkinan besar hal

tersebut disebabkan oleh vasodilatasi perifer. Sama seperti depresi ventilasi,

perubahan kardiovaskuler yang diakibatkan oleh benzodiazepine dapat diperparah

oleh adanya penggunaan depresan SSP lainnya seperti propofol dan thiopental.

Mempertahankan Kondisi Anestesia

Midazolam dapat diberikan sebagai suplemen terhadap opioid, propofol,

dan/atau anestetik inhalasi selama kondisi anestesia. Kebutuhan akan anestetik

inhalasi dari anestetik volatil dapat diturunkan dengan menggunakan midazolam.

Proses siuman yang terjadi setelah anestesia umum dengan menggunakan induksi

midazolam jauh lebih cepat sekitar 1 hingga 2,5 kali lebih cepat bila dibandingkan

dengan thiopental.

Proses siuman yang bertahap pada pasien yang mendapat midazolam

jarang sekali disertai gejala-gejala seperti mual, muntah, atau eksitasi tiba-tiba.

Satu jam setelah pembedahan, pasien akan benar-benar memasuki kesadaran

penuh.

Page 17: Laporan Jurnal Anestesi Surya

17

Sedasi Postoperatif

Pemberian midazolam intravena dalam jangka panjang (loading dose 0,5

hingga 4 mg IV dan dosis maintenance 1 hingga 7 mg/jam IV) guna menimbulkan

sedasi pada pasien yang diintubasi dapat mempengaruhi saturasi jaringan periferal

dan proses pembersihan metabolit obat tidak lagi terpengaruh oleh redistribusi ke

dalam jaringan periferal dan lebih dipengaruhi oleh metabolisme hati. Pasien yang

memiliki konsentrasi midazolam yang tinggi dalam darahnya membutuhkan

waktu yang lebih lama untuk siuman. Penggunaan midazolam dapat mengurangi

dosis opioid yang digunakan sehingga pasien bisa lebih cepat siuman.

Gerakan Paradoksal Pita Suara

Gerakan paradoksal pita suara terjadi karena adanya obstruksi non-organik

pada jalan napas bagian atas dan stridor yang timbul di periode pasca-operasi.

Midazolam 0.5 hingga 1 mg intravena bisa menjadi terapi yang efektif guna

mengatasi gerakan paradoksal pada pita suara.

2. DIAZEPAM

Diazepam merupakan benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak, dan

memiliki masa kerja yang lebih panjang dari midazolam.

Sediaan Komersial

Diazepam tidak dapat larut dalam air, hanya pelarut organik (propylene

glycol, natrium benzoate) yang dapat melarutkannya. Larutannya mudah melekat,

dengan kadar pH 6.6 hingga 6.9. Pengenceran dengan menggunakan air atau

larutan salin dapat menimbulkan gambaran berawan pada larutan namun tidak

mempengaruhi potensi obat. Injeksi melalui rute intramuskuler atau intravena

dapat menimbulkan rasa nyeri. Ada sediaan diazepam yang berada dalam

formulasi kacang kedelai yang dapat digunakan dalam rute intravena. Formulasi

seperti itu dapat menurunkan rasa nyeri yang timbul saat injeksi.

Page 18: Laporan Jurnal Anestesi Surya

18

Farmakokinetika

Diazepam sangat mudah diabsorpsi oleh traktus gastrointestinal pada

pemberian secara oral, dan pada orang dewasa, konsentrasi puncak dapat tercapai

dalam 1 jam, sedangkan pada anak-anak, konsentrasi puncak dapat tercapai dalam

15 hingga 30 menit. Uptake diazepam ke otak terjadi dengan sangat cepat, yang

kemudian diikuti oleh redistribusi ke lokasi-lokasi yang inaktif, terutama pada

lemak, karena benzodiazepine sangat larut dalam lemak. Vd diazepam sangat luas,

merefleksikan tingginya uptake diazepam ke jaringan. Wanita yang memiliki

banyak kandungan lemak, memiliki Vd diazepam yang jauh lebih besar dari pria.

Diazepam dapat melewati sawar plasenta, sehingga janin bisa saja memiliki

konsentrasi diazepam yang lebih atau sama tingginya dengan konsentrasi yang

dimiliki oleh ibunya. Durasi aksi benzodiazepine tidak berhubungan dengan kerja

reseptor namun ditentukan oleh laju metabolisme dan eliminasi.

Ikatan Protein

Ikatan protein benzodiazepine sebanding dengan kelarutannya dalam

lemak. Oleh karena itu, diazepam sangat mudah berikatan dengan protein. Sirosis

hati atau gagal ginjal dapat menyebabkan penurunan ikatan diazepam pada protein

sehingga bisa meningkatkan insidensi efek samping obat. Tingginya ikatan

dengan protein dapat membatasi khasiat hemodialisis dalam mengatasi overdosis

diazepam.

Metabolisme

Diazepam dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dengan

menggunakan jalur oksidatif N-demethylation. Dua metabolit utama diazepam

adalah desmethyldiazepam dan oxazepam, dan metabolit yang konsentrasinya

lebih sedikit adalah temazepam. Desmethyldiazepam lebih lambat dimetabolisme

jika dibandingkan dengan oxazepam serta hanya sedikit lebih poten dari

diazepam. Oleh karena itu, kemungkinan besar efek samping berupa rasa pusing

yang timbul dalam 6 hingga 8 jam setelah pemberian diazepam, dapat bertahan

lama karena adanya efek dari metabolit-metabolit tersebut. Resirkulasi

Page 19: Laporan Jurnal Anestesi Surya

19

enterhepatik dapat memberikan kontribusi dalam rekurensi sedasi. Konsentrasi

plasma diazepam pada saat resirkulasi enterohepatik tidak terlalu signifikan secara

klinis dan kemungkinan besar terjadi karena efek bersihan dari konjugasi asam

glucoronic. Desmethyldiazepam dieksresi melalui urin dalam bentuk metabolit

teroksidasi dan terkonjugasi. Diazepam tidak bisa dieksresi secara langsung

melalui urin. Benzodiazepine tidak menginduksi enzim hati.

Cimetidine

Cimetidine dapat menghambat enzim mikrosomal hati P-450 sehingga hal

tersebut dapat memperpanjang paruh waktu eliminasi diazepam dan

desmethyldiazepam. Efek sedasi bisa mengalami pemanjangan jika diazepam

diberikan secara bersamaan dengan cimetidine.

Waktu Paruh Eliminasi

Pada orang sehat, waktu paruh eliminasi diazepam adalah sekitar 21

hingga 37 jam. Sirosis hati dapat memperpanjang waktu paruh tersebut hingga

mencapai lima kali lipat. Waktu paruh eliminasi diazepam dapat meningkat secara

progresif seiring dengan bertambahnya usia, dan hal ini konsisten dengan

peningkatan sensitivitas pasien terhadap efek sedatif obat. Pemanjangan waktu

paru eliminasi pada pasien sirosis hati terjadi karena adanya penurunan ikatan

obat terhadap protein, sehingga dapat meningkatkan Vd diazepam. Jika

dibandingkan dengan lorazepam, diazepam memiliki waktu paru eliminasi yang

lebih panjang namun dengan durasi kerja uang lebih singkat karena obat ini

terurai lebih cepat dari reseptor GABAA jika dibandingkan dengan lorazepam,

sehingga diazepam lebih mudah diredistribusi ke jaringan yang inaktif.

Desmethyldiazepam yang merupakan metabolit utama diazepam, memiliki

waktu paruh eliminasi sekitar 48 hingga 96 jam. Sehingga penggunaan diazepam

secara kronik dapat menyebabkan akumulasi metabolit tersebut yang dapat

berakibat pada pemanjangan gejala somnolen. Oleh karena itu ketika diazepam

dihentikan penggunaannya, maka dibutuhkan waktu lebih dari seminggu agar

semua senyawa metabolit benar-benar bersih dari plasma darah.

Page 20: Laporan Jurnal Anestesi Surya

20

Efek pada Sistem Organ

Diazepam, seperti benzodiazepine lainnya, dapat memberikan efek

minimal pada ventilasi dan sirkulasi sistemik. Fungsi ginjal dan hati juga tidak

terpengaruh oleh obat ini. Diazepam tidak meningkat insidensi mual dan muntah.

Obat ini juga tidak mempengaruhi respon hormon stres (katekolamin, vasopresin,

kortisol).

Ventilasi

Diazepam memberikan efek depresi minimal pada ventilasi, di mana

peningkatan PaCO2hanya dapat terdeteksi ketika dosisnya mencapai 0.2 mg/kg

IV. Sedikit peningkatan PaCO2 terjadi karena adanya penurunan volume tidal.

Meskipun begitu, diazepam dalam dosis kecil (<10 mg IV) jarang menyebabkan

apnea. Kombinasi diazepam dan depresan SSP lainnya (opioid, alkohol) atau

pemberian obat ini pada pasien yang menderita penyakit paru obstruktif dapat

menimbulkan depresi pernapasan.

Sistem Kardiovaskuler

Diazepam yang diberikan dalam dosis 0.5 hingga 1 mg/kg IV dalam

induksi anestesia dapat menurunkan tekanan darah sistemik, curah jantung, dan

resistensi pembuluh darah sistemik yang polanya menyerupai aktivitas tidur. Kita

dapat menemukan penurunan denyut jantung yang dimediasi oleh respon

baroreseptor. Pada pasien yang mengalami peningkatan tekanan end-diastolic

ventrikel kiri, maka pemberian diazepam dapat menurunkannya dalam porsi kecil.

Diazepam tidak memiliki aksi langsung terhadap sistem saraf simpatetik dan tidak

menimbulkan hipotensi ortostatik.

Insidensi dan besarnya penurunan tekanan darah masih jauh lebih kecil

bila dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan oleh barbiturate. Meskipun

begitu, pasien bisa saja mengalami hipotensi yang tidak dapat diprediksi.

Penambahan nitro oksida setelah induksi anestesia dengan menggunakan

diazepam tidak berhubungan dengan efek samping yang timbul pada jantung.

Oleh karena itu, nitro oksida dapat diberikan bersama dengan diazepam untuk

Page 21: Laporan Jurnal Anestesi Surya

21

memastikan agar pasien tidak siuman ketika prosedur operasi sedang berlangsung.

Hal sebaliknya terjadi pada penggunaan nitro oksida yang dikombinasikan dengan

opioid, kombinasi ini dapat menyebabkan depresi miokardial dan penurunan

tekanan darah sistemik. Pemberian diazepam 0,125 mg hingga 0,5 mg/kg IV yang

diikuti dengan injeksi fentanyl, 50 μg/kg IV, dapat menimbulkan penurunan

resistensi pembuluh darah dan tekanan darah sistemik, di mana hal tersebut tidak

terjadi pada penggunaan opioid secara tunggal.

Otot Rangka

Diazepam memiliki efek relaksan otot rangka pada neuron spinal

internuncial dan tidak mempengaruhi neuromuscular junction. Namun efek

relaksan otot rangka benzodiazepine dapat mengalami toleransi.

Overdosis

Intoksikasi SSP dapat terjadi apabila konsentrasi diazepam dalam plasma

mencapai >1000 ng/ml. Meskipun terjadi overdosis diazepam masif, namun

sekuele serius tidak akan terjadi apabila fungsi jantung dan paru-paru masih

terjamin serta tidak ada keterlibatan penggunaan obat-obatan lain seperti alkohol.

Penggunaan Klinis

Diazepam hingga saat ini masih menjadi obat oral yang sering digunakan

sebagai medikasi preoperatif pada orang dewasa dan merupakan golongan

benzodiazepine yang dipilih untuk mengatasi delirium tremens dan kejang yang

terinduksi oleh anestetik lokal. Relaksasi otot rangka yang ditimbulkan oleh otot

rangka sering digunakan dalam mengatasi penyakit lumbar disc dan bisa dipakai

untuk pasien yang mengalami tetani. Midazolam saat ini telah menggantikan

peran diazepam dalam sedasi IV dan medikasi preoperatif pada anak.

Aktivitas Antikonvulsan

Pemberian diazepam, 0,25 mg/kg IV, pada hewan dapat melindungi hewan

tersebut dari serangan kejang yang diakibatkan oleh anestetik lokal. Diazepam,

Page 22: Laporan Jurnal Anestesi Surya

22

0,1 mg/kg IV, cukup efektif dalam mengatasi aktivitas kejang yang ditimbulkan

oleh lidocaine, delirium, tremens, dan status epileptikus.

Khasiat diazepam sebagai antikonvulsan menggambarkan kemampuannya

dalam memfasilitasi aksi inhibisi dari neurotransmiter GABA. Berbeda dengan

barbiturate, yang dapat menghambat aktivitas kejang secara nonselektif pada SSP,

diazepam memiliki aksi yang selektif pada sistem limbik, terutama hippocampus.

Jika diazepam diberikan guna mengatasi kejang, maka sebaiknya diberikan juga

obat antiepilepsi yang memiliki masa kerja yang lebih lama, seperti fosphenytoin.

3. LORAZEPAM

Lorazepam memiliki stuktur yang menyerupai oxazepam, yang

membedakannya hanya keberadaan sebuah atom klorida tambahan pada posisi

ortho di molekul 5-phenyl moiety. Lorazepam memiliki efek sedatif dan amnesik

yang jauh lebih besar dari midazolam dan diazepam, sedangkan efek ventilasi,

sistem kardiovaskuler, dan pengaruhnya pada otot rangka, menyerupai

benzodiazepine lainnya.

Farmakokinetika

Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glucoronic pada hati guna

membentuk metabolit inaktif yang dapat diekskresikan melalui ginjal. Hal ini

berbeda dengan pembentukan metabolit diazepam dan midazolam yang aktif

secara farmakologis. Waktu paruh eliminasi obat ini mencapai 10 hingga 20 jam,

dan mayoritas diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk lorazepam glucoronide.

Jika dibandingkan dengan midazolam, lorazepam lebih lambat mengalami proses

pembersihan oleh tubuh.

Karena terjadi pembentukan metabolit glucoronide maka lorazepam tidak

sepenuhnya bergantung pada enzim mikrosomal hati, sehingga metabolisme

lorazepam tidak terlalu dipengaruhi oleh fungsi hati, penambahan usia, atau pun

obat-obatan yang menghambat enzim P-450 seperti cimetidine.

Page 23: Laporan Jurnal Anestesi Surya

23

Sehingga waktu paruh eliminasi lorazepam tidak akan mengalami

pemanjangan pada pasien tua atau pada pasien yang mendapat terapi cimetidine.

Lorazepam memiliki onset aksi yang lebih lambat dari midazolam atau diazepam

karena rendahnya kelarutan zat ini dalam lemak serta lambatnya zat ini memasuki

SSP.

Penggunaan Klinis

Lorazepam dapat diabsorpsi dengan baik pada pemberian secara oral

maupun injeksi IM. Setelah pemberian oral, konsentrasi plasma maksimal dari

lorazepam akan tercapai pada 2 hingga 4 jam dan akan bertahan pada kadar

terapeutik selama 24 sampai 48 jam. Dosis lorazepam oral yang

direkomendasikan untuk medikasi preoperatif adalah 50 μg/kg, dan tidak boleh

melebihi 4 mg. Dengan dosis tersebut, amnesia anterograde dapat bertahan selama

6 jam, dan efek sedasinya tidak akan terlalu eksesif. Durasi kerja lorazepam yang

terlalu panjang merupakan salah satu kekurangan lorazepam, sehingga jarang

digunakan sebagai medikasi preoperatif apabila kita menginginkan agar pasien

lebih cepat siuman.

Infus intravena lorazepam dapat menunjukkan onset kerja dalam 1 hingga

2 menit, dan efek puncaknya terlihat dalam 20 hingga 30 menit, efek sedasinya

akan bertahan selama 6 sampai 10 jam. Obesitas dapat memperpanjang efek

sedasi lorazepam.

Karena memiliki onset yang lambat maka lorazepam jarang digunakan

sebagai (a) induksi anestesia intravena, (b) sedasi intravena selama anestesia

regional, atau (c) sebagai antikonvulsan. Meskipun tidak larut dalam air, dan

membutuhkan pelarut seperti polyethilene glycol atau propylene glycol, namun

lorazepam jarang menimbulkan rasa nyeri ketika diinjeksi serta tidak terlalu

sering menimbulkan trombosis vena seperti yang terjadi pada diazepam.

Lorazepam dapat digunakan sebagai medikasi preoperatif dengan

pertimbangan lebih ekonomis. Resiko keterlambatan siuman dari sedasi dapat

Page 24: Laporan Jurnal Anestesi Surya

24

mengalami peningkatan terutama jika digunakan sebagai sedasi postoperatif dan

efek amnestiknya dapat bertahan hingga beberapa hari.

4. OXAZEPAM

Oxazepam merupakan salah satu metabolit aktif diazepam yang tersedia

secara komersial. Durasi kerja obat ini sedikit lebih singkat jika dibandingkan

dengan diazepam karena oxazepam dikonversi menjadi metabolit yang tidak aktif

secara farmakologis dengan mengkonjugasikannya dengan asam glucoronic.

Waktu paruh eliminasi obat ini adalah sekitar 5 hingga 15 jam. Seperti lorazepam,

durasi aksi oxazepam tidak dipengaruhi oleh disfungsi hati atau pun pemberian

cimetidine.

Absorpsi oral oxazepam relatif lebih lambat. Sehingga obat ini tidak bisa

digunakan untuk mengatasi insomnia yang manifestasinya berupa kesulitan tidur.

Sebaliknya, oxazepam dapat digunakan untuk mengatasi insomnia yang

manifestasinya berupa sering bangun tengah malam atau pemendekan durasi tidur.

5. ALPRAZOLAM

Alprazolam memiliki efek anti-anxietas yang sangat signifikan, terutama

pada pasien yang mengalami anxietas primer dan serangan panik. Karena efek ini

maka alprazolam dapat menjadi alternatif midazolam dalam medikasi preoperatif.

Obat ini memiliki efek inhibisi hormon adrenokortikotropik yang jauh lebih besar

bila dibandingkan dengan golongan benzodiazepine lainnya.

6. CLONAZEPAM

Clonazepam merupakan benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak

dan dapat terserap dengan baik pada pemberian secara oral. Clonazepam

dimetabolisme menjadi metabolit terkonjugasi dan tak terkonjugasi yang tidak

aktif lalu kemudian diekskresikan melalui urin. Waktu paruh eliminasi obat ini

adalah 24 hingga 48 jam. Clonazepam sangat efektif dalam mengontrol dan

mencegah kejang, terutama mioklonik dan spasme infantil.

Page 25: Laporan Jurnal Anestesi Surya

25

7. FLURAZEPAM

Flurazepam memiliki sifat kimia dan farmakologis yang menyerupai

benzodiazepine lainnya, namun obat ini lebih sering digunakan untuk mengatasi

insomnia. Setelah pemberian sekitar 15 hingga 30 mg secara oral pada orang

dewasa, efek hipnotiknya akan timbul dalam 15 hingga 25 menit lalu bertahan

selama 7 sampai 8 jam. Periode pergerakan mata secara cepat (REM) dapat

diturunkan oleh obat ini. Metabolit utama flurazepam adalah desalkylflurazepam.

Metabolit ini secara farmakologis cukup aktif dan memiliki waktu paruh eliminasi

yang sangat panjang, sehingga dapat bermanifestasi dalam bentuk sedasi

sepanjang hari (hangover). Selain itu, pengulangan dosis flurazepam dapat

menyebabkan akumulasi metabolit, yang menimbulkan sedasi kumulatif. Pasien

tua sangat rentan terhadap efek samping obat ini.

8. TEMAZEPAM

Temazepam merupakan benzodiazepine yang dapat diberikan secara oral

guna mengatasi insomnia. Pada pemberian oral, obat ini dapat diabsorpsi secara

sempurna, namun konsentrasi puncak obat baru terbentuk ketika telah mencapai

2,5 jam setelah pemberian. Metabolisme obat ini terjadi di hati dan menghasilkan

metabolit yang dikonjugasikan dengan asam glucoronic. Waktu paruh eliminasi

zat ini adalah sekitar 15 jam.

Temazepam, yang diberikan secara oral 15 hingga 30 mg, tidak

mempengaruhi proporsi pergerakan mata yang cepat (REM) saat tidur. Meskipun

memiliki waktu paruh eliminasi yang relatif panjang, temazepam yang dapat

digunakan sebagai terapi insomnia, tidak memberikan efek pusing residual pada

pagi hari. Toleransi atau tanda-tanda putus obat tidak terjadi, meskipun obat ini

digunakan selama 30 hari berturut-turut.

9. TRIAZOLAM

Triazolam merupakan benzodiazepine yang dapat digunakan untuk

mengatasi insomnia. Konsentrasi puncak obat ini dalam plasma dapat tercapai

dalam 1 jam setelah pemberian oral dengan dosis 0.25 mg hingga 0.5 mg. Waktu

Page 26: Laporan Jurnal Anestesi Surya

26

paruh eliminasi obat ini adalah 1,7 jam, dengan waktu paruh seperti itu, triazolam

merupakan benzodiazepine yang memiliki durasi kerja paling singkat. Dua

metabolit utama triazolam memiliki efek hipnotik yang lebih kecil, dan waktu

paruh eliminasinya adalah <4 jam. Karena alasan tersebut, maka efek residual

atau efek sedasi kumulatif triazolam jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan

benzodiazepine lainnya.

Triazolam tidak mempengaruhi proporsi pergerakan mata yang cepat

ketika sedang tidur. Namun insomnia rebound, dapat terjadi apabila kita

menghentikan penggunaannya. Amnesia anterograde dapat terjadi ketika obat ini

digunakan untuk mengatasi masalah tidur selama perjalanan melintasi beberapa

zona waktu yang berbeda. Pada orang tua, triazolam dapat memberikan efek

sedasi atau gangguan psikomotir yang jauh lebih besar dari yang dialami oleh

orang muda. Hal ini terjadi karena penurunan proses pembersihan obat ini oleh

tubuh dan peningkatan konsentrasi plasma. Karena alasan inilah sehingga

direkomendasikan agar pada orang tua, dosis triazolam diturunkan hingga sebesar

50%.

1O. FLUMAZENIL

Flumazenil, suatu derivat 1,4-imidazobenzodiazepine, merupakan

antagonis yang spesifik dan ekslusif terhadap benzodiazepine. Agen ini memiliki

afinitas yang sangat kuat terhadap reseptor benzodiazepine, dengan sedikit

aktivitas agonis. Sebagai antagonis kompetitif, flumazenil dapat mencegah atau

membalikkan efek agnois benzodiazepine. Flumazenil juga efektif sebagai

antagonis efek benzodiazepine pada depresi ventilasi yang terjadi karena

penggunaan kombinasi benzodiazepine dan opiod. Metabolisme flumazenil

dilakukan oleh enzim mikrosomal hati.

Dosis dan Pemberian

Dosis flumazenil harus dititrasi secara individual agar dapat mencapai

level kesadaran yang sesuai. Dosis awal yang dianjurkan adalah 0,2 mg IV (8

hingga 15 μg/kg IV), dengan dosis seperti itu, flumazenil dapat membalikkan efek

Page 27: Laporan Jurnal Anestesi Surya

27

benzodiazepine pada SSP dalam 2 menit. Jika diperlukan, dosis sebesar 0,1 mg IV

(dengan dosis total 1 mg IV) dapat diberikan dalam interval 60 detik. Secara

umum, dosis total 0,3 hingga 0.6 mg IV sudah cukup adekuat untuk menurunkan

tingkat sedasi pada pasien yang disedasi dengan menggunakan benzodiazepine,

sedangkan dengan dosis total 0,5 mg sampai 1 mg IV sudah cukup untuk

menghilangkan efek terapeutik benzodiazepine secara komplit. Kegagalan

flumazenil dengan dosis lebih dari 5 mg untuk menyadarkan pasien yang tidak

sadar akibat overdosis obat yang tidak diketahui jenisnya mengindikasikan adanya

zat selain benzodiazepine yang terlibat atau terdapat kelainan organik fungsional

yang mendasari ketidaksadaran tersebut. Durasi aksi flumazenil adalah sekitar 30

hingga 60 menit, dan dosis suplemental dapat diberikan untuk mempertahankan

tingkat kesadaran. Salah satu alternatif pemberian flumazenil guna

mempertahankan tingkat kesadaran adalah dengan menggunakan infus flumazenil

dosis rendah, 0,1 sampai 0,4 mg/jam.

Pemberian flumazenil sebaikanya tidak diberikan pada pasien yang

diterapi dengan menggunakan obat antiepileptik karena hal ini dapat mepresipitasi

serangan kejang akut.

Efek Samping

Pada pasien postoperatif, antagonisme flumazenil tidak menyebabkan

kecemasan akut, hipertensi, takikardia, ataupun peningkatan respon stres

neuroendokrin. Flumazenil tidak mempengaruhi fungsi dan hemodinamika

jantung serta jumlah kebutuhan (MAC) anestetik volatil.

HIPNOTIK-SEDATIF KERJA CEPAT

Zaleplon, zolpidem, dan zopiclone memiliki aksi yang menyerupai

aktivitas benzodiazepine di kompleks reseptor GABA. Obat – obatan ini memiliki

reseptor subunit GABA yang lebih selektif, sehingga khasiatnya lebih baik dalam

mengatasi gangguan tidur. Obat-obatan ini juga memiliki lebih sedikit efek

samping jika dibandingkan dengan benzodiazepine konvensional. Karena adanya

variasi dalam ikatan reseptor subunit GABA, maka tiga obat ini menunjukkan

Page 28: Laporan Jurnal Anestesi Surya

28

perbedaan dalam mempengaruhi stadium tidur. Zaleplon (10 mg secara oral) dapat

dieliminasi secara cepat sehingga efek sampingnya jauh lebih sedikit ketika

digunakan dalam dosis tunggal sebelum tidur. Zolpidem (10 mg secara oral) dan

zopiclone (7,5 mg secara oral) memiliki masa eliminasi yang jauh lebih lambat.

Sehingga kedua obat ini memiliki efek samping yang relatif lebih banyak dari

zaleplon.

Page 29: Laporan Jurnal Anestesi Surya

29

BAB III

KESIMPULAN

Benzodiazepin merupakan sekelompok obat golongan psikotropika yang

mempunyai efek antianxietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan

psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu

anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan

amnesia retrograde.

Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat

yang mulai ditinggalkan, Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu

rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin

dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.

Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai

premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.

Berdasarkan kecepatan metabolismenya, benzodiazepine dapat dibedakan

menjadi tiga kelompok yaitu short acting, long acting, ultra short acting.

Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu

paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan.

Benzodiazepine yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu

paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak agar dapat

mengatasi status epilepsi secara cepat. Sebagai ansietas, benzodiazepine harus

memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko neuropsikologik

disebabkan akumulasi obat.

Page 30: Laporan Jurnal Anestesi Surya

30

Daftar Pustaka

1. Hines roberta, dan Marchall katherine. 2008. Stoelting's Anesthesia and Co-

Existing Disease Ed5. New York: Churchill Livingstone

2. Gery Schmitz, dkk. 2009. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta: EGC

3. Sweetman Sean C. Martindale The complete Drug Reference. Thirty-sixth

edition. 2006.London-Chicago : Pharmaceutical Press. 2006.

4. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York: Lange

Medical Books – McGraw Hill Companies. 2006

5. Kaplan and Saddock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Tangerang : Binarupa Aksara.

6. Katzung, Bertram G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition.

San Fransisco: McGraw-Hill

7. Goodman & Gillman . 2007. Dasar Farmakologi dan Terapi ed. 10. Jakarta:

EGC

8. Tjay, Tanhoan & Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex

Media Komputindo

9. Charney, Dennis S., Mihic, S.John, Harris, R. Adron. 2006. Goodman and

Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Ed. San Fransisco:

McGraw-Hill

10. Sedatif dan hipnotik. Januari 2O13. Available :

http://www.scribd.com/doc/39461342/sedatif-n-hipnotik

11. Midazolam. Januari 2013. Available :

http://www.drugs.com/ingredient/propofol.html