Laporan Kasus SpinaL ANESTESI

35
OLEH : NURZEHA YUNI SHARA Laporan Kasus Spinal Anestesi

description

anestesi

Transcript of Laporan Kasus SpinaL ANESTESI

OLEH :NURZEHA

YUNI SHARA

Laporan KasusSpinal Anestesi

Identitas pasien

Nama : Ny. XUmur : 25 tahunJenis kelamin : perempuanAlamat : seunebokPekerjaan : IRTAgama : islamTanggal masuk Rs: 30 juli 2015Tanggal operasi : 31 juli 2015

Anamnesa pre operatif

A : Pada pasien tidak didapatkan riwayat alergi terhadap obat dan makanan maupun asma. M : pasien tidak mengkonsumsi obat apapun P : nyeri perut bagian bawah terutama di bagian pelvik

unilateral ±3 hari SMRS(+), mual (+), muntah (-), riwayat hipertensi (+), penyakit jantung (-), Kencing manis (-).

L : pasien mulai dipuasakan mulai jam 12 malam sampai siap operasi.

E :pasien datang ke ruang OK tanggal 26 juni 2015 dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah ±3 hari SMRS. Pasien di diagnose kehamilan ektopik dan

disarankan operasi oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan tindakan laparoskopi dan salpingoktomi.

Pemeriksaan fisik

B1 : Airway paten, Nafas sepontan, RR 20x/menit, rhonki (-), wheezing (-), buka mulut (+), gigi palsu (-).B2 : nadi 78x/menit, TD 140/80 mmhg, B3 : compos mentis, GCS 13-15, reflex cahaya

(+), pupil isokor.B4 : produksi urin (+) spontan.B5 : distensi abdomen(+), nyeri(+)mual(+),muntah(-)B6 : edema (-)

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah lengkapHb :12,7 gtEritrosit : 4.600.000/µlLeukosit : 19.000/µlTrombosit : 209.000/µlGolda : O

EGCNormal Sinus Rhythm, Right superior axis deviation Foto thoraks PAInspirasi cukupCor : site, shape, size normal, CTR 50% cardiac waist (+)Tidak didapatkan efusi pleura Kesimpulan normal

Laporan anestesi preoperatif

Assesment : ASA 2Diagnosa Prabedah : Kehamilan EktopikKeadaan prabedah ( kompos mentis )BB : 50 kgTD : 110/70 mmhg, nadi : 80 x/menitHb 10 mg/dlDi puasakan 6 jam preoperatifJenis pembedahan: salpingoktomi

Persiapan preoperativeDi ruangan Surat persetujuan operasi dan surat persetujuan anastesi IVFD RL 100 cc/jam Premedikasi 26 Juni 2015: tidak ada

b. Di kamar operasi Scope : stetoskop, laringo-scope Tubes : usia < 5 tanpa balon (cuffed). usia > 5 dengan balon (cuffed) Airway : orotracheal airway atau naso-tracheal airway. Untuk menjaga supaya

lidah tidak menyumbat jalan nafas Tape : plester untuk fiksasi Introducer : Untuk memandu agar pipa ETT mudah dimasukan Connector : penyambung antara pipa dan alat anastesi Suction : memastikan tidak ada kerusakan pada alat suction c. Obat emergency Ketamin Sulfas atropine Lidokain Efedrine Ranitidin Ketorolac Ondansetron

Durante operatif Laporan anastesi durante operatif

Jenis anastesi : regional anestesi Teknik anastesi : SAB Imduksi anastesi : Bupivacain Spinal 15mg Fentanyl 125mcg Lama anastesi : 10.00 – 13.00 Lama operasi : 10.00 – 11.45

Obat obatan yang diberikan : Premedikasi 26 Juni 2015:

  Ondansetron 4 mg Induksi

Bupivacain Spinal 15mg Fentanyl 125mcg Maintenance

Ketamin 1-2 mgSulfas atropine 0,25mgRanitidine 50 mgOndansetron 4 mg

Analgetik durante operatif : tidak ada Analgetik post operasi

Ketorolac 60 mg → drip di cairan iv

Teknik Anastesi: Pasien dalam keadaan duduk tegak dan kepala

menunduk Dilakukan desinfeksi disekitar daerah tusukan yaitu

di regio interspace vertebra L3-L4 Dilakukan Sub Araknoid Blok dengan jarum spinal

no.27 pada region interspace vertebra L3-L4 Barbotage (+) LCS keluar(+)jernih Respirasi: spontan Posisi: supine

Pemberian Cairan Maintenance : 2cc/kgbb/jam

2 x 90/jam = 180 cc/jam Pengganti puasa :lama puasa x maintenance

10 x 180 =1800cc/jam Stress operasi : 6cc/kgbb/jam

6 x 90 = 540 cc/jam EBV : 65cc/kgbb

65 x90= 5850 ABL : 20 % EBV = 20 % x 5850 = 1170 cc/jam Pemberian Cairan :

Jam pertama : ½ pp + SO + M = ½ 1800 +540+180 = 1620cc/jam

Jam Ke dua : ¼ PP = ¼ 1800 = 450 cc/jamJam Ke tiga : ¼ PP = ¼ 1800 = 450 cc/jam Jam Ke empat : SO + M = 540 + 180 = 720cc/jam

Cairan Masuk : preoperative = Kristaloid 1500ccDuranted Operatif = RL 1000 cc

Hes 500 cc Cairan keluar : urin: 500 cc

Perdarahan: ±300 cc

kesimpulanPasien adalah wanita usia 29 tahun dengan kehamilan ektopik,

yang dilakukan operasi Salpingoktomi pada tanggal 31 juli 2015. Tindakan anestesi yang dilakukan adalah spinal anestesi. Hal ini dipilih karena keadaan pasien sesuai dengan indikasi spinal anestesi. Evaluasi preoperasi pada pasien dalam batas normal, tidak ditemukan kelainan yang akan menjadi kontraindikasi dilakukannya regional anestesi. Selama duranted operasi tidak terjadi komplikasi, kondisi pasien relatif stabil sampai operasi selesai. Evaluasi postoperatif dilakukan pemantauan terhadap pasien, dan tidak didapatkan keluhan. Selama di ruang rawat pasien cukup stabil dengan Alderate score bernilai 10, sehingga pasien dapat dipindahkan keruang rawat biasa. Seluruh tatalaksana pasien dilakukan dengan baik.

 

KEHAMILAN

EKTOPIK

definisi

kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar rongga rahim yang di lapisi endometrium

lokasi

A. Tuba fallopi1. pars interstisialis2. isthmus3. ampulla4. infundibulum5. fimbriae

B. uterus 1. kanalis servikalis2. divertikulum3. kornu4. tanduk rudimenter

C. OveriumD. Intra ligamenterE. Abdominal

1. primer2. sekunder

F. Kombinasi kehamilan di dalam dan di luar uterus

epidemiologi

prevalensi infeksi tubaPerkembangan teknologi di bidang

reproduksi, seperti fertilisasi.KontrasepsiDi amerika serikat terjadi 85-90% kasus

kehamilan ektopik.

etiologi

Belum diketahui secara pasti Beberapa faktor resiko

1. faktor tuba : wanita yang pernah mengalami salpingitis kemungkinan mendapat KET 5-10 kali lebih sering,perlekatan tuba,pertumbuhan abnormal, karena pengaruh DES, pernah operasi pada tuba -> MOW2. zygot yang abnormal3. faktor ovarium4. pemberian hormon dari luar -> kontrasepsi progestin only pill5. IUD

Saat terganggunya KET

Kehamilan di isthmus : 6-8 mingguAmpulla : 8-12 mingguPars interstitialis : 12-16 minggu

Gambaran klinis

Nyeri abdomen/pelvik (± 100% kasus)Perdarahan (± 75%)Terlambat haidShock( 1/3- ½ kasus)Secidual cast (5-10%)Defans musculare Nyeri goyang serviksMassa di adnexa unilateral, kadang di cavum

douglasUterus kadang-kadang membesar sebagai tanda

kehamilan

patofisiologi

Kehamilan ektopik -> mengalami hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron.

Endometrium berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas

Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasma nya bervakuol.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan HT dan leukosit yang berulang.Tes kelamin ( 100%)USG,sangat penting untuk membuat diagnosa

sebelum kehamilan terganggu. Harus di kombinasikan dengan pengukuran titer –hCG. Bila –hCG 1000 mIU/ml dengan USG transvaginal atau –Hcg 1800-3600 mIU/ml transabdominal tidak terlihat kehamilan intrauterin maka sangat suspek adanya KET.

Adanya massa di adnexa dengan uterus yang kosong juga sangat suspek KET. Kadang-kadang dapat terlihat “cincin” di tuba bahkan di embrio di tuba.

Pemeriksaan Khusus

Laparaskopi Bila dengan USG juga belum ada

kepastian diagnosis dapat di lakukan laparaskopi.

Laparatomi Sama seperti laparaskopiPunksi cavum Douglasi Untuk melihat adanya darah yang tidak

akan membeku dan adanya beku-bekuan darah.

Pencegahan

Yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya penyakit menular seksual dan bila sudah terjadi PMS, terapi yang intensif.

Faktor-faktor resiko lain sukar di cegah.

Terapi

Terapi konservatif Bila telah di buat diagnosa KET tetapi masih belum

terganggu/belum ada perdarahan dan titer -Hcg rendah (<200 Miu/ml) dapat di lakukan terapi konservatif dengan pengawasan saja.

Terapi Bedah Bila KET belum terganggu dapat dilakukan

salpingostomi yang memanjang dan KETnya di keluarkan. Bila pada pars isthmika bagian yang ada kehamilan

dibuang dan dilakukan anastomosis end to end. Pada pars interstitialis harus dilakukan reseksi sudut

uterus dan bila perlu di lakukan histerektomi. Kehamilan ektopik di serviks memaksa kita melakukan histerektomi.

Terapi

Terapi medikamentosa, dengan MTX dengan syarat-syarat:

Kehamilan < 8 minggu.Kantong kehamilan < 3 cm.Tidak tampak pulsasi jantung bayi.Kadar –Hcg < 10.000 mIU/ml.Tidak ada kontraindikasi pemakaian MTX.

SPINAL

ANESTESI

Definisi

Spinal anestesi ( intratekal, intradural, subdural, subaraknoid)

pemberian obat anestetik lokal kedalam ruang subaraknoid.

Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat anelgesik lokal kedalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-3 atau L3-4 atau L4-5.

Indikasi/kontraindikasi

Bedah ektremitas bawahBedah panggulTindakan sekitar rektum dan perineumBedah obtsetrik-ginekologiBedah urologiInfeksi tempat suntikanKelainan neurologisBedah lamaPenyakit jantungNyeri punggung kronis

Teknik Analgesia Spinal

Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.Beri bantal kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil.Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista illiaka,misal L2-L3,L3-L4,L4-L5.Tusukan pada L2-L2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.

Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg).

Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc.

Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid dengan anastetik hiperbarik.Jarak kulit ligamentum flavum dewasa 6cm.Posisi :

Posisi duduk Pasien duduk diatas meja operasi Dagu di dadaTangan istirahat di lutut

Posisi lateralBahu sejajar dengan meja operasiPosisikan pinggul di pinggir meja operasi

Memeluk bantal/knee chest position

TERIMA KASIH