Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

61

description

Dokumen Laporan AKhir EKPD 2009 Provinsi Sulawesi Selatan oleh Universitas Hasanuddin

Transcript of Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    1 

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran dari

pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang

disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah. Kunci

keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan nasional

secara efisien dan efektif, termasuk penyebaran hasilnya secara merata di seluruh

Indonesia adalah koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah,

antarsektor, antara sektor dan daerah, antarprovinsi, antarkabupaten/kota, serta antara

provinsi dan kabupaten/kota. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk

mencapai sasaran pembangunan nasional serta untuk meningkatkan hasil-hasil

pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata.

Pembangunan daerah, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, selain

berkepentingan terhadap penyelenggaraan pembangunan sektoral nasional didaerah,

juga berkepentingan terhadap pembangunan dalam dimensi kewilayahan. Dua

kepentingan tersebut menjadikan aktivitas pembangunan daerah berkenaan sekaligus

dengan tujuan pencapaian sasaran-sasaran sektoral nasional di daerah dan tujuan

pengintegrasian pembangunan antarsektor di dalam satu wilayah. Dalam perspektif ini,

dalam upaya merealisasikan tujuan-tujuan pembangunan di atas, fungsi dan peran

Pemerintah Daerah adalah sangat penting, terutama dalam era desentralisasi dan

otonomi daerah dewasa ini.

Pada era desentralisasi saat ini, Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah

daerah untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing, sesuai

kewenangan yang dimiliki.

Meskipun desentralisasi dan otonomi daerah telah berjalan sekitar sembilan

tahun dan banyak kemajuan pembangunan telah dihasilkan, namun perlu tetap disadari

bahwa perjalanan kearah pelaksanaan pembangunan yang optimal masih jauh dan masih

membutuhkan serangkaian usaha perbaikan-perbaikan. Untuk itu pada evaluasi kinerja

pembangunan daerah 2009 dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja

pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004 - 2008. Evaluasi ini juga dilakukan

untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    2 

diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah

tersebut, seperti halnya pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi Selatan.

Tujuan evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk

menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu

2004-2008. Untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran

yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan

daerah tersebut.

1.2. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan evaluasi kinerja pembangunan

daerah (EKPD) 2009 adalah laporan yang berisi :

1. Data dan informasi hasil evaluasi kinerja pembangunan di daerah Sulawesi

Selatan.

2. Analisa evaluasi kinerja pembangunan sesuai indikator hasil (outcomes) yang

mencerminkan tujuan / sasaran pembangunan daerah meliputi:

a. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.

b. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.

c. Tingkat Pembangunan Ekonomi.

d. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.

e. Tingkat Kesejahteraan sosial.

1.3. Metodologi

Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil

adalah sebagai berikut:

1. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang

memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).

2. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator

pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.

3. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak

dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.

4. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna

negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan

terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).

Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin

tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    3 

5. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi

jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk

indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:

• persentase penduduk miskin

• tingkat pengangguran terbuka

• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia

• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial

Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).

Sehingga:

Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100%

- tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan

sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut

usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial} /5

Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah

Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana

tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan

utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren

capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan

nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian

antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas

pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:

1. Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan

di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik,

lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.

2. Pengumpulan Data Primer Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah.

Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan

tanggapan peserta diskusi.

3. Pengumpulan Data Sekunder Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS daerah,

Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    4 

Mekanisme pelaporan akhir EKPD yang akan ditulis untuk mencapai maksud dan tujuan

kegiatan ini adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Mekanisme Pelaporan

Sistematika laporan digambarkan sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

1.2. Keluaran

1.3. Metodologi

1.4. Sistematika Penulisan

BAB II. HASIL EVALUASI

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 2.1.1. Capaian Indikator

2.1.1.1. Grafik capaian indikator outcomes provinsi

outcomes nasional dan analisa

2.1.1.2. Analisis Relevansi

2.1.1.3. Analisis efektifitas

Tim Evaluasi Provinsi

Tim Sekretariat Nasional

Laporan Awal t

2009

Tim Evaluasi Provinsi

Tim Sekretariat N asional

Draft Laporan Akhir

Awal Sept 2009

Hasil Review Disampaikan pada Seminar Akhir (2 Des 09) untuk mendapatkan masukan/penyempurnaan

Akhir Okt 2009

Tim Evaluasi Provinsi

Tim Sekretariat Nasional

Laporan Akhir dan Ringkasan Eksekutif

Mid Des

2009

Review Laporan Akhir

Tim Evaluasi Provinsi

2009

Review Laporan Awal Tim Evaluasi Provinsi

Awal Agustus

Awal Sept

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    5 

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 2.2.1. Capaian Indikator

2.2.1.1. Grafik capaian indikator outcomes provinsi

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes

nasional dan analisa

2.2.1.2. Analisis Relevansi

2.2.1.3. Analisis efektifitas

2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 2.3.1. Capaian Indikator

2.3.1.1. Grafik capaian indikator outcomes provinsi

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes

nasional

2.3.1.2. Analisis Relevansi

2.3.1.3. Analisis efektifitas

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.3.3. Rekomendasi Kebijakan

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 2.4.1. Capaian Indikator

2.4.1.1. Grafik capaian indikator outcomes provinsi

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes

nasional

2.4.1.2. Analisis Relevansi

2.4.1.3. Analisis efektifitas

2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.4.3. Rekomendasi Kebijakan

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT 2.5.1. Capaian Indikator

2.5.1.1. Grafik capaian indikator outcomes provinsi

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes

nasional dan analisa

2.5.1.2. Analisis Relevansi

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    6 

2.5.1.3. Analisis efektifitas

2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.5.3. Rekomendasi Kebijakan

BAB III. KESIMPULAN

1.4. Anggota Tim Evaluasi Provinsi

Anggota Tim dari Provisi Sulawesi Selatan, yakni :

1. Dr. Rusnadi Padjung, MSc, sebagai koordinator Tim Provinsi

2. Dr. Dwia Aries Tina P, MA., sebagai Tenaga Ahli

3. Dr. Suratman, MS., sebagai Tenaga Ahli

4. Dr. Darmawan Salman, MS., sebagai Tenaga Ahli

5. Dr. Junaedi Muhidong, MSc., sebagai Tenaga Ahli

6. Dr. Hasrat Arief Saleh, M.S., sebagai Tenaga Ahli

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    7 

BAB II HASIL EVALUASI

2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI

2.1.1. Capaian Indikator

Secara umum tingkat pelayanan publik di Sulawesi Selatan capaiannya lebih

rendah dari pada capaian nasional, sementara tingkat demokrasi capaiannya diatas rata-

tata nasional. Hal ini terlihat dari beberapa indikator baik pada pelayanan publik, maupun

pada tingkat demokrasi yang dapat dibandingkan. Beberapa indikator lainnya karena

ketidaktersediaan data, analisisnya dilakukan tanpa perbandingan dengan data nasional.

Adapun indikator yang dapat dibandingkan adalah capaian persentase perda pelayanan

satu atap dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden. Kendati demikian

analisis terhadap data yang tersedia tetap dilakukan dengan data-data pendukung

lainnya yang punya keterkaitan dengan data-data tersebut (selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel-1),

Tabel-1

Perbandingan Capaian Tingkat Pelayanan Publik dan Tingkat Demokrasi Sulawesi Selatan dengan Nasional 2004 – 2009

Indikator Hasil Nasional/Sulsel Capaian Tahun

Pelayanan Publik 2004 2005 2006 2007 2008 2009Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dengan yang dilaporkan

Nasional 97,00 97,00 94,00 94,00 94,00 - Sulsel - - 67,65 87,18 74,60 75,00

Persentase aparat yang berijazah minimal S1

Nasional 29,90 31,00 31,93 30,60 30,99 - Sulsel 37,16

Persentase jumlah Kab/Kota yg memiliki Perda pelayanan satu atap

Nasional 2,05 2,05 21,59 61,29 74,31 - Sulsel 8,70 13,04 17,39 21,74 52,17 52,17

Demokrasi Gender Development Index (GDI)

Nasional 63,94 65,13 65,30 65,8 65,8 - Sulsel 56,90 57,40 59,80

Gender Empowerment Meassurement (GEM)

Nasional 59,67 61,32 61,80 62,10 62,10 - Sulsel 49,20 50,00 51,80

Tingkat Partisipasi Politik Masy. dalam pemilihan Kepala Daerah Provinsi

Nasional Sulsel 69,60

Tingkat Partisipasi Politik Masy. dalam pemilihan Legislatif

Nasional 75,19 71,00 Sulsel 73,20

Tingkat Partisipasi Politik Masy. dalam pemilihan Presiden

Nasional 75,98 73,00 Sulsel 82,70 73,40

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    8 

Pada Tabel-1 terlihat bahwa tiga indikator pelayanan publik yakni: 1) persentase

jumlah kasus korupsi yang tertangani dengan yang dilaporkan; 2) persentase aparat yang

minimal berijazah S1; dan 3) persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Perda

pelayanan satu atap; menunjukkan bahwa untuk indikator persentase jumlah kasus

korupsi yang tertangani dengan yang dilaporkan di Provinsi Sulawesi Selatan masih lebih

rendah daripada capaian penanganan kasus korupsi di Indonesia. Namun demikian

capaian persentase tersebut menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi di Sulawesi

Selatan relatif sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Ditinjau dari capaian persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki Perda

Pelayanan Satu Atap, Sulawesi Selatan hanya lebih tinggi pada capaian tahun 2004 dan

2005, sedangkan capaian tahun 2006 hingga 2008 dibawah capaian nasional. Dalam

kaitannya dengan capaian persentase aparat yang berijazah minimal S1, berdasarkan

data yang tersedia yang dapat dibandingkan hanyalah data tahun 2008, dimana capaian

persentase Sulawesi Selatan 6,17% diatas capaian nasional.

Grafik-1. Perbandingan Capaian Indikator Perda Pelayanan Satu Atap Sulawesi Selatan dengan

Nasional dilihat dari Pelayanan Publik

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    9 

Selanjutnya untuk tingkat demokrasi yang terdiri atas 5 indikator yakni gender

development index (GDI); gender empowerment index (GEM), tingkat partisipasi politik

masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, legislatif dan presiden. Data pada

tabel-1 juga menunjukkan bahwa capaian angka GDI dan GEM Sulawesi Selatan yang

bisa dibandingkan yakni dari tahun 2004-2007 masih berada dibawah capaian nasional,

sedangkan tingkat partisipasi politik masyarakat khususnya pemilihan legislatif dan

Pilpres capaiannya lebih tinggi daripada capaian nasional.

Grafik- 2. Perbandingan Capaian Indikator Perda Pelayanan Satu Atap Sulawesi Selatan dengan

Nasional dilihat dari Pelayanan Publik

Pembahasan yang lebih detail tentang tingkat pelayanan publik dan tingkat

demokrasi dengan data-data pembanding lainnya dapat disimak dari pembahasan

tentang capaian indikator berikut ini

2.1.2. Analisis Indikator Spesifik dan Menonjol

Salah satu indikator menonjol dalam peningkatan pelayanan publik dan demokrasi

adalah penanganan korupsi. Sebagaimana diketahui pada level Provinsi terdapat tiga

institusi/lembaga yang terlibat dalam penegakan hukum yakni: kepolisian, kejaksaan dan

pengadilan. Dalam penanganan korupsi, yang dimaksud dengan kasus korupsi yang

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    10 

“tertangani” adalah kasus korupsi yang buktinya sudah dianggap cukup oleh kejaksaan

dan sedang diproses + kasus korupsi yang diterima pelimpahannya oleh kejaksaan dari

kepolisian, sedangkan yang dimaksud kasus korupsi yang “dilaporkan” adalah seluruh

kasus korupsi yang laporannya diterima secara langsung oleh kejaksaan dari masyarakat

atau sumber lain + kasus korupsi yang pelimpahannya diterima oleh kejaksaan dari

kepolisian.

Berdasarkan definisi tersebut, persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani

dibandingkan dengan yang dilaporkan dapat dilihat pada tabel-2.

Tabel-2:

Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani (Tahap Penuntutan) Dibandingkan Dengan yang Dilaporkan Tahun 2004-2009

Wilayah 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Kab/Kota se-SulSel

- Dilaporkan - Tertangani

%

Data tdk tersedia

Data tdk tersedia

26 16

61,54

37 33

89,19

42 34

80,95

41 35

85,37

Kejati SulSel

- Dilaporkan - Tertangani

%

Data tdk tersedia

Data tdk tersedia

8 7

87,50

2 1

50,00

21 13

61,90

31 19

61,29

Total - Dilaporkan - Tertangani

%

Data tdk tersedia

Data tdk tersedia

34 23

67,65

39 34

87,18

63 47

74,60

72 54

75,00 Sumber : Hasil Olahan Data dari Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, 2009

Berdasarkan Tabel-2. terlihat besarnya pertambahan jumlah kasus korupsi yang

dilaporkan dan yang tertangani dari tahun 2006 hingga September 2009. Semakin

besarnya persentase tersebut pada satu sisi bisa dijadikan tolok ukur betapa kerasnya

kerja para jaksa di Sulawesi Selatan dalam memberantas korupsi, namun pada sisi lain

grafik kenaikannya juga dapat diartikan bahwa kerja keras para jaksa ternyata masih

kurang memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.

Sebagai bahan perbandingan, pada tabel-3. ditampilkan jumlah kasus korupsi

yang diterima laporannya oleh Kepolisian dengan kasus korupsi yang telah diselesaikan.

Konsep “diselesaikan” dari data kepolisian adalah kasus korupsi yang telah dilimpahkan

oleh kepolisian ke kejaksaan yang selanjutnya akan memasuki tahap penuntutan di

pengadilan.

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    11 

Tabel-3

Perbandingan Jumlah Kasus Korupsi yang Diterima laporannya oleh Kepolisian Dengan Jumlah Kasus Korupsi yang Telah Diselesaikan Tahun 2004-2009

Kasus 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Dilaporkan 22 16 20 29 28 17

Diselesaikan 19 9 16 19 26 11

% 86,36 56,25 80,00 65,52 92,86 64,71

Sumber : Hasil Olahan Data Kepolisian Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara. 2009.

Selanjutnya penanganan kasus korupsi yang memasuki tahapan banding di

pengadilan tinggi (lihat tabel-4) menunjukkan relatif cukup besarnya jumlah kasus korupsi

yang diterima oleh pengadilan tinggi dari pengadilan negeri pada tahun 2006 dan 2007,

sedangkan ditinjau dari jenis putusan pada tahapan banding, ternyata persentase kasus

korupsi yang diputus bebas oleh pengadilan tinggi reratanya dari tahun 2004 hingga

tahun 2005 adalah 21,69%.

Meskipun besaran persentase ini tidak dapat dijadikan bukti melemahnya

komitmen terhadap pemberantasan korupsi di Sulawesi Selatan, namun efek jera yang

diharapkan belum efektif. Bahkan berdasarkan data yang diperoleh dari kejaksaan tinggi

Sulawesi Selatan (lihat kembali tabel 2) angka absolut dan persentase pertambahannya

dari tahun 2006-2009 menunjukkan kecenderungan yang cukup besar.

Tabel-4

Jumlah Kasus Korupsi yang Diterima oleh Pengadilan Tinggi dari Pengadilan Negeri Menurut Jenis Putusan (Terbukti atau Bebas)Tahun 2004-2009

Kasus 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pengadilan Negeri 6 19 26 23 16 14

Jenis Putusan

Terbukti

Persentase ( % )

6

100,00

11

57,89

20

76,92

14

60,87

13

81,25

11

78,57

Bebas

%

0

0,00

6

31,58

5

19,23

9

39,13

3

18,75

3

21,43

Masih dalam proses/ Tunggakan Persentase (%)

0 0,00

2 10,53

1 3,85

0 0,00

0 0,00

0 0,00

Sumber : Hasil Olahan Data Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. 2009.

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    12 

Indikator lain yang menonjol adalah penyelenggaraan layanan satu atap.

Pada sisi lain oleh karena indikator yang digunakan adalah “peraturan daerah”

maka meskipun terdapat beberapa kabupaten yang telah melaksanakan

pelayanan satu atap namun dengan payung hukum SK Bupati, maka dalam

evaluasi ini tidak dimasukkan sebagai kabupaten/kota yang telah memiliki

peraturan daerah pelayanan satu atap. Upaya pemerintah daerah dalam

meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan

satu atap, kemudian dikembangkan menjadi pelayanan satu pintu. Sepintas kedua

konsep ini sama, namun apabila dicermati ternyata dalam implementasi berbeda.

Dalam implementasi konsep pelayanan satu atap, kecenderungan yang terlihat

adalah sejumlah unit kerja ditempatkan dalam satu atap/di lokasi tertentu, tetapi

dalam memberikan pelayanan setiap unit kerja tersebut bekerja sendiri-sendiri

atau menerbitkan izin sendiri, sedangkan dalam konsep pelayanan satu pintu,

keterpaduan pemberian pelayanan lebih ditonjolkan. Jadi berbagai jenis perizinan

yang diurus oleh masyarakat pintu masuk dan keluarnya sama dan dikerjakan

oleh aparat yang ditempatkan pada kantor pelayanan (perizinan) terpadu tersebut.

Peningkatan jumlah kabupaten/kota yang telah memiliki peraturan daerah

pelayanan satu atap/pintu sangat menonjol pada tahun 2008. Hasil penelusuran

tim evaluasi menunjukkan bahwa hal ini juga banyak dipengaruhi oleh terbitnya

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah, dimana sejumlah daerah memberikan respons yang positif dan

melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap PP tersebut.

Tabel-6

Persentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah tentang Pelayanan Satu AtapTahun 2004-2009 (Jumlah Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan sebanyak 23)

Pelayanan Satu Atap/Pintu 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah 2 3 4 5 12 12

% 8,70 13,04 17,39 21,74 52,17 52,17

Sumber : Hasil Olahan Data Pemprov Sulsel dan Kab/Kota Se-Sulsel. 2009.

(Kabupaten Toraja Utara yang baru terbentuk belum dimasukkan dalam

perhitungan)

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    13 

Untuk pencapaian tingkat demokrasi, tolok ukur yang digunakan mencakup

lima indikator hasil yakni: (1) Gender Development Index (GDI); (2) Gender

Empowerment Meassurement (GEM); (3) Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat

Dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi; (4) Tingkat Partisipasi Politik

Masyarakat Dalam Pemilihan Legislatif; dan (5) Tingkat Partisipasi Politik

Masyarakat Dalam Pemilihan Presiden. Evaluasi berdasarkan kelima indikator

tersebut perkembangan/trendnya juga dilihat sejak tahun 2004 sebagai tahun

dasar hingga tahun 2009.

Dalam hal pengarusutamaan gender, tabel-7 menujukkan bahwa angka

Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Meassurement

(GEM) di Sulawesi Selatan masih di bawah GDI dan GEM nasional. Artinya,

pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi pembangunan yang

dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender di Sulawesi Selatan

belum berjalan sebagaimana diharapkan.

Tabel-7

Perbandingan Angka Gender Development Index dan Angka Gender Empowerment Meassurement dengan Human Development Index

Tahun 2004-2009

Indikator Capaian Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gender Development Index (GDI)

- Nasional - Sulsel

63,94 56,90

65,13 57,40

65,30 59,80

65,80

Gender Empowerment Meassurement GEM)

- Nasional - Sulsel

59,67 49,20

61,32 50,00

61,80 51,80

62,10

Menyangkut tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala

daerah provinsi, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, terlihat bahwa tingkat

partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan presiden lebih tinggi dibanding dua

jenis pemilihan yang lain. Selanjutnya apabila capaian Sulawesi Selatan

dibandingkan dengan capaian Nasional, ternyata tingkat partisipasi politik

masyarakat Sulawesi Selatan lebih tinggi dari pada capaian nasional.

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    14 

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan

1. Penanganan korupsi, sebagai bagian dari perbaikan demokrasi dan kebijakan

publik, selain diupayakan melalui tindakan pemberantasan yang bisa memberi

efek jera agar perilaku korupsi dapat ditekan, idealnya juga ditekankan pada

upaya pencegahan melalui perbaikan sistem administrasi birokrasi dan perbaikan

sistem penggajian pegawai/aparat.

2. Peningkatan partisipasi politik masyarakat dalam pemeilihan kepala daerah,

pemilu legislatif dan pemilihan presiden, selain didorong dalam makna

peningkatan jumlah orang yang terlibat dalam pemilihan, idealnya juga didorong

kearah minimalisasi potensi konflik antar pendukung dan perbaikan efisiensi

penyelenggaraan kampanye.

2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

2.2.1. Capaian Indikator Kualitas Sumberdaya Manusia

a. Capaian Indikator IPM

Dilihat dari indikator IPM, capaian kualitas SDM Sulawesi Selatan selama

2004-2008 berada dibawah rata-rata nasional. Rata-rata IPM nasional telah

mencapai angka di atas 70 sejak tahun 2006 dan bertahan hingga 2008,

sementara rata-rata IPM Sulawesi Selatan mencapai angka di atas 70 nanti pada

tahun 2008.

Dilihat dari aspek relevansinya, terlihat bahwa pada tahun 2007-2008 tren

pencapaian IPM Sulawesi Selatan sejalan dengan tren pencapaian IPM nasional,

yakni sama-sama meningkat. Ini menunjukkan bahwa pada 2007-2008 upaya

pembangunan bidang pembangunan manusia di IPM Sulawesi Selatan relevan

dengan arah kebijakan dan pencapaian IPM nasional. Pada periode sebelumnya,

yakni 2004-2006, terdapat perbedaan tren dimana tren pencapaian IPM nasional

meningkat sedangkan tren pencapaian IPM Sulawesi Selatan menurun. Ini

mengindikasikan rendahnya relevansi dari pembangunan kualitas SDM Sulawesi

Selatan pada 2004-2006.

Dilihat dari aspek efektivitasnya, terlihat bahwa rata-rata pencapaian IPM

Sulawesi Selatan meningkat terus dari tahun ke tahun sejak 2004 hingga 2009. Ini

menunjukkan bahwa upaya pembangunan yang dijalankan selama ini cukup

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    15 

efektif, meskipun dengan efektivitas itu angka IPM yang dicapai belum mampu

menyamai rata-rata angka IPM nasional.

Grafik - 2.2.1:

Perbandingan capaian indikator indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Selatan dan Nasional dilihat dari indikator IPM

b. Capaian Indikator Kualitas SDM ( satuan % )

Indikator kualitas SDM yang satuannya % dalam EKPD ini adalah bidang

pendidikan mencakup indikator angka partisipasi murni, angka putus sekolah, angka

melek huruf, persentase guru yang layak mengajar; dalam bidang pendidikan mencakup

prevalensi gizi buruk dan gizi kurang; serta dalam bidang keluarga berencana mencakup

indikator penduduk berKB dan laju pertumbuhan penduduk.

Rata-rata capaian indikator kualitas SDM Sulawesi Selatan yang satuannya %

menunjukkan angka dibawah rata-rata nasional pada tahun 2004-2005, tetapi pada tahun

2006 capaian Sulawesi Selatan sudah menyamai capaian nasional, dan pada tahun

2007-2008 sudah di atas rata-rata nasional. Indikator yang paling berkontribusi di atas

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    16 

rata-rata nasional pada 2007-2008 adalah persentase penduduk berKB dan persentase

guru yang layak mengajar Sekolah Menengah. Sedangkan indikator yang nyata dibawah

rata-rata nasional adalah angka melek huruf.

Dilihat dari kriteria relevansi, tren capaian peningkatan kualitas manusia Sulawesi

Selatan pada tahun 2005-2006 sama dengan tren nasional yakni mengalami penurunan.

Pada tahun 2006-2007, tren nasional sudah mengalami peningkatan, dan peningkatan

tersebut berlanjut hingga 2007-2008. Sementara itu, tren pencapaian Sulawesi Selatan

masih berlanjut menurun pada 2006-2007, nanti pada 2007-2008 menunjukkan tren

meningkat.

Berlanjutnya tren penurunan dalam capaian kualitas SDM Sulawesi Selatan

kemungkinan terkait dengan kurang intensifnya program/kegiatan tersebut mengingat

saat berlangsung pemilihan gubernur sehingga aktivitas pembangunan dan pelayanan

agak terganggu. Pada 2007-2008 tren naik mulai terjadi, kemungkinan ini terkait dengan

pemerintahan yang sudah berjalan baik pasca pemilihan gubernur sehingga

program/kegiatan pembangunan juga berjalan baik.

Dilihat dari kriteria efektivitas, capaian indikator kualitas manusia Sulawesi Selatan

meningkat terus dari tahun ke tahun sejak 2004 hingga 2008, bahkan pada 2007 dan

2008 berhasil melewati capaian nasional. Ini menunjukkan bahwa upaya pembangunan

yang berjalan cukup efektif mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan terkait

peningkatan kualitas manusia. Program KB relatif dapat mengendalikan pertumbuhan

penduduk sehingga pertumbuhan penduduk dapat ditekan, dan ini seiring dengan

penduduk berKB yang semakin besar porsinya.

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    17 

Grafik - 2.2.2:

Perbandingan capaian indikator kualitas SDM Sulawesi Selatan dan Nasional dilihat dari indikator IPM

2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Indikator paling spesifik dan menonjol dalam pencapaian kualitas manusia di

Sulawesi Selatan adalah IPM. Meskipun dalam indikator IPM terdapat aspek ekonomi

yakni daya beli, tetapi dua indikator lainnya terkait langsung dengan kualitas manusia

yakn indeks pendidikan dan indeks kesehatan. Secara umum IPM Sulawesi Selatan

masih dibawah rata-rata nasional, dan posisi relatiffnya dengan provinsi lain di Indonesia

adalah 21. Dengan posisi itu, IPM Sulawesi Selatan termasuk dalam 10 terendah IPMnya

di Indonesia, meskipun pada tahun 2008 nilainya sudah diatas 70.

Tren meningkat IPM Sulawesi Selatan pada 2007-2008 sebagian besar terkait

dengan program pendidikan gratis serta pemberantasan buta aksara yang berjalan sejak

2007. Pendidikan gratis dapat menekan angka putus sekolah yang pada gilirannya

memperbaiki angka rata-rata lama sekolah, sementara pemberantasan buta huruf dapat

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    18 

meningkatkan angka melek aksara. Kedua indikator ini amat menentukan kecenderungan

naik pada IPM Sulawesi Selatan, mengingat pada indikator angka harapan hidup

(kesehatan) dan daya beli (ekonomi) pencapaian Sulawesi Selatan sudah di atas rata-rata

nasional.

Bila dianalisis lebih jauh, tren meningkat pada IPM Sulawesi Selatan berpeluang

besar untuk berlanjut, mengingat pemenuhan hak dasar masyarakat terkait pembangunan

manusia merupakan substansi pokok visi RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2014. Dengan

visi demikian, kebijakan pokok yang berjalan adalah pendidikan gratis dan kesehatan

gratis, yang kalau berjalan baik akan berkontribusi langsung pada pencapaian indeks

pendidikan dan indeks kesehatan.

Salah satu faktor yang menjadikan efektivitas program/kegiatan peningkatan

kualitas manusia di Sulawesi Selatan belum memposisikan IPM Sulawesi Selatan di atas

rata-rata nasional adalah sulitnya menuntaskan pemberantasan buta huruf dan menekan

angka putus sekolah. Sebagian besar penduduk buta huruf berdiam di pelosok, mereka

adalah para orang tua atau generasi yang lahir tahun 1950-an ketika kawasan pelosok

Sulawesi Selatan masih dilanda kekacauan akibat pemberontakan DI/TII sehingga

banyak penduduk usia sekolah saat itu yang tidak masuk sekolah. Ini menjadikan

program pemberantasan buta huruf efektivitasnya tidak cukup untuk mengangkat IPM

Sulawesi Selatan di atas rata-rata nasional. Sementara itu, angka putus sekolah

umumnya terjadi pada anak-anak di dataran tinggi ataupun di pesisir dan pulau. Mereka

umumnya keluar dari sekolah karena lebih memilih mencari nafkah sebagai nelayan,

petani, tukang becak dan sebagainya, dimana orang tuanya juga mendorong untuk

bekerja. Ini menjadikan sehingga bukan saja soal faktor biaya tetapi juga faktor budaya

dan perilaku masyarakat (orang tua) dalam hal nilai pendidikan bagi anaknya.

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan

1. Program/kegiatan penuntasan pemberantasan buta aksara di Sulawesi Selatan

seyogianya diarahkan lebih terfokus dan tuntas. Terfokus dan tuntas berarti

bahwa kegiatan pemberantasan buta hurus harus fokus menemukan orang-

orang yang buta aksara dan menuntaskan pemberantasan buta aksaranya. Sub-

dinas Pendidikan Luar Sekolah yang menjalankan tugas ini idealnya membangun

sinergitas dengan daerah kabupaten/kota dalam menemukan dan menuntaskan

pemberantasan buta aksara. BPS juga idealnya berperan lebih substansial yakni

menunjukkan lokasi-lokasi dari rumah tangga buta aksara.

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    19 

2. Program/kegiatan pendidikan gratis yang saat ini didorong pemerintah Sulawesi

Selatan idealnya diperkuat sinergitasnya dengan upaya serupa pada

kabupaten/kota dan perhatian pada anak-anak yang bekerja sehingga

meninggalkan bangku sekolah idealnya didekati untuk bisa menjadi murid

sekolah kembali. Sekedar pendidian gratis (yang digalakkan selama ini) belum

cukup untuk menekan angka putus sekolah, program/kegiatan ini harus mencari

dan menjangkau anak usia sekolah yang saat ini teah bekerja untuki disadarkan

dan dianaliss komitmennya bagi tim nasional.

3. Revitalisasi keluarga berencana dengan fokus pada keluarga miskin dan keluarga

di daerah terpencil. Pertumbuhan penduduk pada keluarga miskin perlu menjadi

perhatian karena angka kelahiran yang tinggi pada golongan tersebut identik

dengan reproduksi SDM berkualitas rendah berhubung lemahnya kemampuan

mereka dalam akses penddidikan dan cenderung mendorong anaknya ke dunia

kerja. Dengan fokus program KB pada keluarga miskin maka pengaruh tekanan

kemiskinan atas rendahnya kualitas SDM dapat diredam. Begitu pula program

KB pada daerah terpencil, khususnya pada komunitas dataran tinggi, pesisir dan

pulau, akan berefek meredam pengaruh tekanan populasi atas eksploitasi

lingkungan dan dengan itu kualitas SDM dapat lebih meningkat pada lokasi-

lokasi spesifik tersebut.

2.3. Tingkat Pembangunan Ekonomi

2.3.1. Capaian Indikator

Tiga indikator utama yang digunakan untuk mengukur tingkat pembangunan

ekonomi, yaitu kinerja ekonomi makro, investasi dan infrastruktur. Untuk ekonomi makro,

ukuran-ukuran yang digunakan adalah: 1) laju pertumbuhan ekonomi; 2) persentase

ekspor terhadap PDRB; 3) persentase output manufaktur terhadap PDRB; 4) persentase

output UMKM terhadap PDRB; 5) pendapatan perkapita; dan 6) laju inflasi. Sedangkan

kinerja invesatsi dilihat dari dua sisi, yaitu investasi modal asing (PMA) dan modal dalam

negeri (PMDN). Untuk infrastruktur, ukuran yang digunakan adalah panjang jalan negara,

provinsi dan kabupaten menurut kondisinya (baik, sedang dan buruk). Berikut ini akan

disajikan kinerja ketiga macam indikator ini:

Ekonomi Makro

Data persentase output UMKM tidak dapat diprofil karena sulitnya mendapatkan

data yang berkualitas. Oleh karena itu hanya lima jenis data yang menjadi perhatian dari

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    20 

analisis ini. Mengingat satuan ke lima indikator ekonomi makro yang dianalisis relatif

beragam, maka tiga indikator pertama (laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor

terhadap PDRB, dan persentase output manufaktur terhadap PDRB) diolah terpisah dari

dua indikator lainnya. Kinerja ketiga indikator ini dibandingkan dengan kinerja nasional

disajikan pada Gambar 2.3.1.

Grafik 2.3.1 menunjukkan

bahwa kinerja laju pertumbuhan

ekonomi sulsel sampai dengan

tahun 2008 selalu lebih baik

dari kinerja nasional. Demikian

juga, kinerja persentase ekspor

terhadap PDRB, kecuali pada

tahun 2004. Namun demikian,

harus diakui bahwa kinerja

output manufkatur di Sulsel

belum menggembirakan

dibandingkan kinerja nasional.

Jika ketiga indikator di atas dirata-ratakan, maka akan tanpak bahwa kinerja

ekonomi makro Sulsel relatif menggembirakan. Nampak bahwa, nilai rata-ratanya

meningkat dari tahun ke tahun sampai dengan tahun 2008 (Data tahun 2009 dikeluarkan

karena data dua variabel lainnya tidak ada sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan

bias nilai rata-rata).

Untuk menunjukkan bahwa bahwa kinerja ketiga variable di atas cukup baik, maka

tren rata-rata nilainya juga dihitung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tren ini cukup

positif juga dan melampui kinerja tren nasional. Grafik dari nilai rata-rata indikator dan

trennya disajikan pada Grafik 2.3.2 dan 2.3.3.

0

5

10

15

20

25

30

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

2004 2005 2006 2007 2008 2009

%

Laju Pertumbuhanekonomi

Persentase eksporterhadap PDRB

Persentase outputManufakturterhadap PDRB

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    21 

Grafik 2.3.2.

Perbandingan kinerja rata-rata ketiga indikator (laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, dan persentase output manufaktur terhadap PDRB) Sulsel

terhadap kinerja nasional.

0

4

8

12

16

20

2004 2005 2006 2007 2008 2009

% P

ertu

mbu

han

Ekon

omi M

akro

(R

erat

a 3

vari

able

)

NasionalSulsel

Gambar 2.3.3.

Perbandingan kinerja tren rata-rata ketiga indikator (laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, dan persentase output manufaktur terhadap PDRB)

Sulsel terhadap kinerja nasional.

0

4

8

12

16

20

2004 2005 2006 2007 2008 2009

% P

ertu

mbu

han

Ekon

omi M

akro

(R

erat

a 3

varia

ble)

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

Tren

Per

tum

buha

nCapaianNasionalCapaianSulselTrenNasionalTren Sulsel

Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita juga memiliki peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini

menggembirakan karena dapat secara langsung mengindikasikan adanya peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Walaupun demikian, nilai pendapatan ini masih jauh lebih

rendah dari rata-rata pendapatan nasional seperti dapat dilihat pada Grafik 2.3.4. Hal

yang relatif meresahkan adalah gap pendapat perkapita antara nasional dan Sulsel

meningkat dari tahun ke tahun seperti grafik yang disajikan pada Grafik 2.3.5.

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    22 

Tren peningkatan pendapatan perkapita seperti ditunjukkan pada Grafik 2.3.6 juga

menunjukkan fenomena yang sama. Peningkatan pendapatan perkapita jelas selalu lebih

rendah dari peningkatan pendapatan perkapita nasional.

Grafik 2.3.4. Perbandingan kinerja pendapatan perkapita Sulsel terhadap kinerja nasional.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00N

asio

nal

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

Nas

iona

l

Sul

sel

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pem

dapa

tan

per

kapi

ta, R

p ju

ta

Grafik 2.3.5. Perilaku gap pendapatan perkapita Sulsel dan pendapatan perkapita nasional.

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

2004 2005 2006 2007 2008

Gap

Pen

dapa

tan

Nas

iona

l vs

Suls

el (J

uta

Rp)

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    23 

Grafik 2.3.6. Tren Pertumbuhan pendapatan perkapita Sulsel dan nasional.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pend

apat

an p

er k

apita

(Rp

juta

)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

Tren

Per

tum

buha

n

CapaianNasionalCapaianSulselTren NasionalTren Sulsel

Laju Inflasi

Laju inflasi Sulsel relatif sejalan dengan laju inflasi pada tingkat nasional. Pola

inflasi ini dapat dilihat pada Grafik 2.3.7. Kinerja Sulsel yang relatif signifikan menahan

laju inflasi terlihat jelas pada tahun 2006, dimana laju inflasi Sulsel sekitar separuh dari

tingkat inflasi nasional. Tingkat inflasi tahun 2009 juga diramalkan akan jauh lebih rendah

dari pada laju inflasi tingkat nasional. Walaupun demikian data laju inflasi tahun 2009

untuk tingkat nasional belum diperoleh.

Grafik 2.3.7. Perbandingan laju inflasi tingkat Sulsel dan nasional.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Laju

infla

si (%

)

NasionalSulsel

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    24 

Investasi PMA dan PMDN

Perbandingan pertumbuhan investasi PMA dan PMDN disajikan pada Grafik 2.3.8.

Pertumbuhan yang relatif signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan tingkat nasional

terjadi pada tahun 2008 untuk PMDN. Pada tahun 2009, tingkat pertumbuhan invesatsi di

Sulsel juga cukup tinggi baik untuk PMA maupun PMDN.

Grafik 2.3.8.

Perbandingan laju pertumbuhan investasi di tingkat Sulsel dan nasional.

-200

-100

0

100

200

300

400

Nas

iona

l

Suls

el

Nas

iona

l

Suls

el

Nas

iona

l

Suls

el

Nas

iona

l

Suls

el

Nas

iona

l

Suls

el

Nas

iona

l

Suls

el

2004 2005 2006 2007 2008 2009

% P

ertu

mbu

han

Persentanse PertumbuhanRealisasi Investasi PMA Persentase PertumbuhanRealisasi Investasi PMDN

Dilihat dari nilai rata-rata kedua jenis investasi ini, memang nampak bahwa pada

dua tahun terakhir, kinerja investasi di Sulsel cukup baik, seperti dapat dilihat pada Grafik

2.3.9. Tren pertumbuhannya juga cukup baik dibandingkan dengan tren nasional, Grafik

2.3.10.

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    25 

Grafik 2.3.9. Perbandingan rata-rata laju pertumbuhan investasi (PMA dan PMDN)

di tingkat Sulsel dan nasional.

-80

-40

0

40

80

120

160

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Rat

a-ra

ta p

ertu

mbu

han

inve

stas

i PM

A+P

MDN

(%)

NasionalSulsel

Grafik 2.3.10. Perbandingan tren laju pertumbuhan investasi (PMA dan PMDN)

di tingkat Sulsel dan nasional.

-80

-40

0

40

80

120

160

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Rat

a-ra

ta p

ertu

mbu

han

inve

stas

i PM

A+P

MDN

(%)

-20

0

20

40

60

80

Tren

Per

tum

buha

n

NasionalSulselNasionalSulsel

Infrastruktur

Data tentang kondisi jalan negara, provinsi dan kabupaten sulit distratifikasi

menurut tahunn karena perbedaan format data dari berbagai sumber data termasuk BPS.

Namun demikian pada tahun 2008, total panjang jalan di Sulsel mencapai 23.307 km.

Dari total ini, jalan negara dan provinsi masing-masing sepanjang 1.556 km dan 1.209

km, sisanya jalan kabupaten. Kualitas jalan nasional cukup baik dimana pada tahun 2009

hanya sekitar 43 km yang tergategori rusak. Namun secara total (nasional, provinsi dan

kabupaten), panjang jalan yang rusak mencapai 7.435 km.

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    26 

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Terdapat empat indikator yang spesifik dan sangat menonjol pada aspek

pembangunan ekonomi di Sulsel yakni: 1) laju pertumbuhan ekonomi; 2) persentase

ekspor terhadap PDRB; 3) pendapatn perkapita; dan 4) pertumbuhan investasi.

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Seperti diutarakan sebelumnya, laju pertumbuhan ekonomi Sulsel dari tahun ke

tahun cukup baik, bahkan melampaui kinerja laju pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan

pada tahun 2008, pada saat resesi ekonomi dunia yang begitu buruk, laju pertumbuhan

ekonomi Sulsel masih dapat bertahan pada angka di atas 7%. Secara keseluruhan laju

pertumbuhan ekonomi Sulsel relatif stabil selama periode 2004 sampai 2009 seperti

ditunjukkan pada Grafik 2.3.11.

Kondisi yang begitu stabil menunjukan bahwa instrumen pereknomian Sulsel

relatif baik. Instrument yang ada telah mampu menjaga stabilitas, termasuk stabilitas

politik dan keamanan, yang mampu menjaga kegairahan perekonomian Sulsel. Usaha-

usaha pemerintah dalam pembangunan infrastruktur (jalan, bandara, pelabuhan), bidang

pertanian seperti perbaikan irigasi, pencetakan sawah baru, perbaikan tanaman kakao

cukup berperan signifikan dalam menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi Sulsel.

Pengembangan sektor parawisata juga turut berpengaruh dalam menjaga pertumbuhan

ekonomi.

Grafik 2.3.11. Laju pertumbuhan ekonomi Sulsel 2004-2009

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

Laju

Per

tum

buha

n Ek

onom

i (%

)

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indikasi lain adalah semakin padatnya penumpang melalui pelabuhan udara

Sultan Hasanuddin. BPS Sulsel melaporkan bahwa: “Pada tahun 2007 penumpang yang

berangkat melalui pelabuhan udara Hasanuddin sebanyak 1.514.914 orang, atau

meningkat sebesar 6,59 persen dibandingkan tahun 2006, dimana penumpang yang

berangkat sebesar 1.421.245 orang. Sedangkan penumpang yang masuk Sulawesi

Selatan melalui pelabuhan udara Hasanuddin pada tahun 2006 sebanyak 1.509.649 jiwa

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    27 

dan meningkat menjadi 1.646.318 jiwa pada tahun 2007 atau naik sebesar 9,05 persen.

Arus barang yang dibongkar melalui Pelabuhan Udara Hasanuddin tercatat 37.267 ton

yang terdiri dari 20.085 ton bagasi, 16.550 ton barang/kargo dan 632 ton paket pos.

Sedangkan barang yang dimuat melalui Pelabuhan Udara Hasanuddin tahun 2007

tercatat 60.033 ton yang terdiri dari 31.918 ton bagasi, 26.313 ton barang/cargo dan

sisanya sebanyak 802 ton paket pos”.

Persentase ekspor terhadap PDRB

Peningkatan volume dan nilai ekspor Sulsel selama ini juga cukup baik. Sayang

data yang ada hanya mencakup periode 2004-2007. Oleh karena itu, grafik persentase

nilai ekspor terhadap PDRB Sulsel yang disajikan pada Gambar 2.3.12 hanya mencakup

periode ini. Walaupun demikian, tren dari kinerja ekspor ini terhadap peningkatan PDRB

Sulsel sangat baik. Ekspor hasil pertanian, seperti kakao, semakin bergairah akibat

peningkatan harga jual di pasar internasional. Harga hakao pada tahun 2006 yang hanya

sekitar Rp 11.000 per kg telah melonjak mencapai harga Rp 20 ribuan sejak tahun 2007

lalu. Pada tahun 2009, harga kakao bahkan telah mencapai Rp 25.000 per kg. Ekspor

komoditi penting Sulsel yang mengalami penurunan adalah komoditi-komoditi yang terkait

dengan hasil hutan, seperti kayu jadi, kayu olahan, kayu lapis dan rotan. Nilai ekspor

komoditi penting Sulsel pada tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing mencapai (US$)

1.7 Milliar, 2.7 Milliar dan 1.8 Milliar.

Grafik 2.3.12.

Persentase nilai ekspor terhadap PDRB Sulsel 2004-2007

0.00

6.00

12.00

18.00

24.00

30.00

Eksp

or te

rhad

ap P

DRB

(%)

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    28 

Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita Sulsel juga cukup menggembirakan kalaupun secara umum

masih dibawah nasional. Perbaikan pendapatan perkapita dari tahun ke tahun cukup

menggembirakan seperti dapat dilihat pada Grafik 2.3.13. Keadaan ini sejalan dengan

semakin menurunnya angka pengangguran yang tahun 2008 hanya mencapai 311.768

orang dari sebelumnya tahun 2007 sebesar 372.714 orang. Sebaliknya jumlah angkatan

kerja yang bekerja meningkat dari sebesar 2.939.463 orang pada tahun 2007 menjadi

3.136.111 orang pada tahun 2008. Perbaikan Bandara Sultan Hasanuddin dan semakin

berkembangnya usaha jasa di Sulsel telah semakin menggairahkan perekonomian Sulsel.

Industri hotel semakin berkembang ditandai dengan peningkatan jumlah hotel di Sulsel

dimana pada tahun 2006 hanya sebanyak 416 buah menjadi 487 buah pada tahun 2008.

Grafik 2.3.13. Penadapatan perkapita Sulsel 2004-2009

0.00

3.00

6.00

9.00

12.00

Pen

dapa

tan

Per

kapi

ta (R

p Ju

ta)

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Bukti lain dari semakin membaiknya kinerja ekonomi di Sulsel adalah semakin

padatnya kendaraan bermotor di jalan. Grafik dibawah (Grafik 2.3.14) akan menunjukkan

peningkatan jumalah kendaraan dari tahun 2005 ke 2008. Jumlah sepeda motor pada

tahun 2008 naik 57.6% dibandingkan dengan tahun 2006. Sedangkan mobil naik dari

33% pada periode yang sama.

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    29 

Grafik 2.3.14. Jumlah kendaraan bermotor di Sulsel 2004-2009

1,376,931

873,823

232,184

174,333

-

600,000

1,200,000

1,800,000

2,400,000

3,000,000

3,600,000

2005 2006 2007 2008

Jum

lah

Kend

araa

n

MobilSepeda motorTotal

Pertumbuhan Investasi

Pertumbuhan investasi juga semakin baik, paling tidak seperti ditunjukkan pada

tahun 2008 dan 2009, Grafik 2.3.15. Investasi pada bidang-bidang industri keuangan dan

pengolahan hasil dan perdagangan serta jasa (hotel dan restoran) banyak mendominasi

peningkatan ini. Nilai PMDN dan PMA pada tahun 2009 masing-masing mencapai sekitar

Rp 3 triliun dan US$ 60 juta.

Grafik 2.3.15. Pertumbuhan investasi (PMA dan PMDN) di Sulsel 2004-2009

0

30

60

90

120

150

Pen

dapa

tan

Perk

apita

(Rp

Juta

)

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Hal yang dapat menjadi kendala dari masuknya investasi di Sulsel adalah

ketersediaan listrik. Sejak beberapa tahun terakhir ini, provinsi ini mengalami masalah

kelistrikan. Pada musim kemarau, frekuensi kejadian pemadaman listrik relatif tinggi.

Ketersediaan air bersih juga dapat menjadi kendala dikemudian hari. Seperti halnya listrik,

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    30 

air dari PDAM teutama untuk wialyah kota Makassar dan sekitarnya tidak mengalir pada

saat musim kemarau.

Jalan negara dan provinsi yang panjangnya sekitar 2.765 km dan sekitar 21.541

km jalan kabupaten (Grafik 2.3.13) cukup membantu pergerakan barang dari satu

kabupaten ke kabupaten lain untuk menggairahkan perekonomian termasuk investasi.

Namun tingkat kerusakan dari total jalan negara, provinsi dan kabupaten yang mencapai

7.435 km pada tahun 2008 dapat menjadi kendala serius dalam meransang investasi di

wilayah ini. Bahkan, tanpa penanganan yang baik, kendala kualitas jalanan ini akan

mengganggu pergerakan perkenomian secara umum.

Grafik 2.3.13. Kondisi jalan negara, provinsi dan kabupaten di Sulsel 2008

Kondisi Jalan Negara + Provinsi + Kabupaten (km) Tahun 2008

Baik, 10617.9

Sedang, 6253.72

Rusak ringan , 4701.58

Rusak Berat, 2733.93

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan uraian di atas, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulsel, hal-hal

berikut ini perlu mendapatkan perhatian:

1. Usaha-usaha peningkatan pendapatan perkapita perlu terus dilakukan dengan

mengengksplorasi peluang-peluang peningkatan usaha dan investasi yang

memungkinkan terjadinya penyerapan tenaga kerja.

2. Kebijakan-kebijakan insentif perlu dibangun oleh pemerintah terutama untuk

mendorong investasi di Sulsel. Kebijakan ini dapat berupa kepastian hukum,

insentif pajak, promis dan kemudahan dalam administrasi.

3. Segala perangkat kebijakan harus dieksplorasi kembali untuk melihat koherensi

antar kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulsel.

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    31 

4. Kegiatan yang memungkinkan terjadinya ekonomi biaya tinggi harus diminimalkan

sehingga pergerakan jasa dan barang menjadi lebih efisien dan ekonomis.

5. Ketersediaan listrik dan air harus menjadi perhatian sehingga tidak menurunkan

minat para investor di wilayah ini.

6. Kondisi keamanan wilayah harus dijaga sekondusif mungkin sehingga semua

pihak merasa nyaman berdomisili di wilayah ini.

7. Kualitas transportasi (darat, laut dan udara) perlu semakin ditingkatkan sehingga

lalu lintas perputaran barang dan jasa semakin lancar untuk mendukung

perekonomian Sulsel.

8. Kualitas jalan negara dan provinsi serta kabupaten perlu dijaga dengan baik

sehingga tingkat kerusakan dapat diminimalkan.

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

2.4.1 Capaian Indikator

Pencapaian indikator hasil (outcomes) kualitas pengelolaan sumberdaya alam

disusun berdasarkan lima indikator pendukung (output) yaitu persentase luas lahan

rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, luas rehabilitasi lahan luar hutan, luas

kawasan konservasi, jumlah tindak pidana perikanan, persentase terumbu karang

dalam keadaan baik, dan luas kawasan konservasi laut. Tiga indikator output yang

disebutkan pertama merefleksikan tingkat pengeloaan sumberdaya alam di darat

sedangkan tiga yang disebutkan terakhir merupakan indikator kuaitas pengeloaan

sumnberdaya laut.

Berhubung karena satuan ke-enam indikator tersebut beragam (persen, luas,

dan jumlah kejadian), maka hanya indikator output dengan satuan persentase dirata-

ratakan untuk memberikan gambaran tentang kualitas pengeloaan sumberdaya alam

di Sulawesi Selatan dibandingkan dengan kualitas pengeloaan seumberdaya alam

nasional. Kedua indikator tersebut adalah persentase luas lahan rehabiliutasi

terhadap keseluruhan luas lahan kritis di dalam hutan, dan persentase terumbu

karang yang masih baik. Perbandingan indikator outcome tersebut ditampilkan pada

grafik berikut

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    32 

Grafik di atas menunjukkan bahwa kulitas pengeloaan sumberdaya alam di Sulawesi

Selatan terus menurun sejak tahun 2004 hingga tahun 2009. dan secara umum selalu

berada di bawah rata-rata capain nasional. Pola fluktuasi capaian pengeloaan

kualitas sumberdaya alam antara provinsi Sulawesi Selatan dengan nasional secara

umum sama, kecuali pada tahun 2006 dimana capaian di Sulawesi Selatan lebih

baik dari capaian nasional.

Menurunnya kualitas pengeloaan sumberdaya alam dapat dipertegas dengan

tren yang sering bernilai negatif sepanjang tahun 2004 hingga tahun 2009, kecuali

dari tahun 2005 ke tahun 2006, baik secara nasional maupun di Provinsi Sulawesi

Selatan. Meskipun demikian, tren Sulawewsi Selatan cenderung lebih baik dari pada

tren nasional, sehingga dari tahun 2008 ke tahun 2009 capaian kulaitas pengeloaan

sumberdaya alam di Sulawesi Selatan relatif konstan.

Analisis Relevansi

Dengan membandingkan tren kualitas pengeloaan sumberdaya alam antara

Sulawesi Selatan dengan nasional, dapat diketahui apakah tujuan/sasaran

pembangunan yang direncanakan dalam pengeloaan sumberdaya alam mampu

menjawab permasalahan utama/tantangan. Seperti yang telah disinggung

sebelumnya, dan sebagaimana yang ditunjukkan pada grafik, sebelum tahun 2007,

tren Sulawesi Selatan lebih baik dari tren nasional. Artinya, pembangunan dalam

bidang sumberdaya Alam di Sulawesi Selatan sejalan bahkan memberikan kontribusi

yang besar bagi tujuan pembangunan kulaitas sumberdaya alam nasional. Namun

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    33 

demikian pada tahun 2007 tren Sulawesi Selatan lebih rendah dari tren nasional,

yang mengindiksikan bahwa pada tahun itu, kontribusi Sulawesi Selatan bagi

pencapaian sasaran pembangunan di bidang kulitas sumberdaya alam dan dalam

menjawab permasalahan kualitas sumberdaya alam nasional rendah. Kondisi ini

berlanjut hingga tahun 2008. Pada tahun 2009 diperkirakan tren Sulawesi Selatan

akan membaik, dimana tingkat pengeloaan sumberdaya alam akan relatif sama

dengan tahun 2008. Meskipun demikian, jika secara nasional, tren 2007-2008

berlanjut, maka tren Sulawesi Selatan tetap lebih rendah dari tren nasional.

Tren perkembangan luas rehabilitasi

lahan luar hutan, indikator output yang dapat

memberikan gambaran kualitas sumberdaya

alam, di Sulawesi Selatan juga sejalan

dengan tren nasional, seperti yang

ditunjukkan pada grafik sebelah kanan. Hal

ini juga dapat menegaskan bahwa

pembagunan SDA di SulSel relevan dengan

sasaran pembangunan sumberdaya alam

Idikator output yang lain yang

dapat memberikan gambaran kualitas

pengeloaan sumberdaya alam adalah

luas lahan konservasi di daratan. Tren

perubahan luas lahan konservasi

menunjukkan nilai yang selalu negatif

yang menunjukkan luas lahan konservasi

terus menurun, baik secara nasional

maupun di Sulawesi Selatan. Dari grafik

terlihat bahwa tren Sulawesi Selatan berada di bawah tren nasional pada tahun 2005,

tetapi selanjutnya sama dan akhirnya pada tahun 2007 lebih baik dari tren nasional.

Dengan perubahan gren seperti ini maka dapat dikatakan bahwa berdasarkan luas

lahan konservasi, pembangunan kualitas pengeloaan sumberdaya alam di Sulawesi

Selatan telah sejalan dengan sasaran pemabangunan sumberdaya alam nasional.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hingga tahun 2007 pembangunan

kualitas sumberdaya alam di Sulawesi Selatan sejalan dengan sasaran

pembangunan nasional atau mampu berkontribusi bagi penyelesaian permasalahan

kulitas sumberdaya alam secara nsional. Tetapi mulai tahun 2007, kontribusi tersebut

melemah.

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    34 

Analisis Efektivitas

Dengan membandingkan kualitas sumberdaya alam antara tahun berjalan dengan

tahun sebelumnya, maka dapat diketahui sejauhmana efektivitas pembangunan

dalam bidang pengeloaan sumberdaya alam di Sulawesi Selaan. Seperti yang

ditunjukkan pada grafik, kualitas sumberdaya alam pada tahun 2005 lebih baik dari

tahun 2004, demikian juga dengan tahun 2006 lebih baik dari tahun 2005. Dengan

demikian dapat disebutkan pada pada tahun 2005 dan 2006, pembangunan dalam

bidang pengeloaan sumberdaya alam di Sulawesi Selatan cukup efektif. Namun

demikian, kualitas sumberdaya alam pada tahun 2007 lebih rendah daripada tahun

2006, demikian juga dengan 2008 lebih rendah dari tahun 2007. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa pada tahun 2007 dan tahun 2008, pembangunan dalam

bidang pegeloaan sumberdaya alam di Sulawesi Selatan kurang efektif.

Efektifnya pembangunan sumberdaya Alam pada tahun 2005 dan 2006

tersebut terutama dikontribusi oleh meningkatnya persentase rehabilitasi lahan kritis

di dalam hutan menjadi 78% pada tahun 2005 dan 98% pada tahujn 2006. Sejalan

dengan itu, penurunan efektivitas pembangunan pada tahun 2007 dan 2008 juga

dikontribusi oleh menurunnya secara signifikan persentase rehabilitasi lahan kritis

dalam hutan pada tahun tersebut, yatitu menjadi hanya 27% pada tahun 2006 dan

14% pada tahun 2008.

Pembangunan sumberdaya alam

kehutanan, berdasarkan dua indikator

output yaitu luas lahan yang

direhabilitasi di luar hutan dan luas

lahan konservasi di daratan, dapat

dinilai efektif. Seperti yang dapat

ditunjukkan pada grafik beikut, luas

lahan rehabilitasi luar hutan dan luas

konservasi meningkat dalam periode

2004-2009. Bahkan, terjadi peningkatan

sangat signifikan pada luas lahan

rehabilitasi luar hutan dari sekitar 2

ribuan hektar pada tahun 2007 menjadi

80 ribuan hektar pada tahun 2008 dan

diperkirakan 90,000 ha pada tahun

2009. Sebaliknya, menjadi terjadi

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    35 

peningkatan secara konsisten pada luas kawasan konservasi dari tahun 2005 hingga

tahun 2009, terjadi penurunan sigvinifikan dari 304 ribu ha pada tahun 2004 menjadi

258 ribu ha pada tahun 2005.

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Dari dua indikator output yang dipakai mengukur outcome capaian pengeloaan

sumberdaya alam, persentase rehabilitasi terhadap total lahan kritis di dalam hutan

memiki fluktuasi yang tinggi sehingga capaian kualitas sumerdaya alam dari tahun ke

tahun sangat bervariasi. Seperti yang dapat dilihat pada Grafik di bawah, pada tahun

2005, persentase lahan yang direhabilitasi meningkat secara signifikan menjadi 78%

dari hanya 57% tahun sbelumnya. Angka ini selanjutnya meningkat lagi menjadi 98%

pada tahun 2006.

Persentase lahan yang direhabilitasi selanjutnya turun secara signifikan

menjadi 27% pada tahun 2007, dan hanya 14 % pada tahun 2008. Pada tahun 2009,

persentase lahan yang direhabilitasi terhadap total laha kritis di kawasan hutan

diperkirakan sama dengan tahun 2008 yaitu sekitar 14%.

Fluktuasi persentase lahan yang yang direhabilitasi terhadap total luas lahan

kritis di kawasan hutan dalam periode 2004 – 2009 ditunjukkan pada Gambar berikut.

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    36 

Tidak seperti persentase lahan yang direhabilitasi, persentase terumbu karang yang

masih baik secara konsisten menurun dari 30% pada tahun 2004 menjadi hanya 22%

pada tahun 2009, seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut.

Meskipun sejumlah program konservasi terumbu karang telah dilakukan di provinsi

Sulawesi Selatan dari berbagai sumber dana, termauk program Coremap I dan

program Coremap II, laju pengrusakan terumbu karang ternyata tidak bisa dihentikan.

Penyebaran kondisi terumbu karang di perairan ulawesi Selatan ditunjukkan

pada Table berikut

Tabel 2.4.1

Penyebaran kondisi terumbu karang di perairan sulawesi Selatan

Kawasan Jumlah Stasiun

Sangat Baik (%)

Baik (%)

Kritis (%)

Rusak (%)

Kepulauan Supermonde 61 2 13 34 51 Laut Flores 118 2 26 37 35 Teluk Bone 78 10 10 17 63 Selat Makassar 8 0 0 25 75 Rata rata Sul Sel 265 4 18 30 48

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan kualitas

sumberdaya alam di Sulawessi Selatan dalam lima tahun terakhir ini relevan dengan

pembangunan nasional, artinya sejalan dengan pencapaian nasional. Dengan kata

lain, Sulawesi Selatan berkontreibusi pada pencapaian nasinal. Jika pencapaian

nasional tersebut sesuai dengan sasaran, maka pembangunan telah dapat

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    37 

menyelesaikan masalah dalam kualitas sumberdaya alam. Namun demikian

pencapaian tersebut tidak efektif. Oleh karena itu direkomendasi kebijakan berikut :

1. Pembangunan kualitas sumberdaya alam perlu diefektifkan dengan

memperbaiki format dan frame work nya, terutama yang berhubungan dengan

perencanaan, pelibatan selurih stakeholder, dan pengendalian dan

pemantauan program

2. Jangkauan pembangunan kualitas sumberdaya alam perlu ditingkatkan, baik

secara spasial sehingga mencakup lebih banyak wilayah juga seara tematik

sehingga terjadi atas berbagai program pada berbagai khasanah (laut, darat,

hutan, pesisir, pegunungan).

Peran pemerinah pusat perlu ditingkatkan dalam pengeloaan sumberdaya alam,

paling tidak dalam lenyediaan dana dalam bentuk block grant untuk dilakasanakan di

daerah.

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    38 

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT

2.5.1. Capaian Indikator

Misi pertama pembangunan Sulawesi Selatan tahun 2008-2028 adalah

mewujudkan peningkatan kualitas manusia Sulawesi Selatan. Misi yang terkandung

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2008-2028 itu

menjelaskan bahwa kualitas manusia mengandung arti memiliki jatidiri dan wawasan

yang luas sehingga selain mampu mengaktualisasikan dirinya secara mandiri, juga

mampu bersikap dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota dari

tatanan pada berbagai strata dan sebagai makhluk menyadari bahwa ketaqwaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu keniscayaan.

Dalam konteks kesejahteraan rakyat, kemandirian dan aktualisasi diri yang

menjadi esensi misi pembangunan Sulawesi Selatan itu bisa dilihat dari seberapa besar

setiap anggota masyarakat bisa berpartisipasi dalam dunia kerja yang bisa memberinya

penghasilan yang cukup sehingga terhindar dari kemiskinan, serta seberapa besar

anggota masyarakat yang mengalami masalah sosial yang mengurangi kemampuannya

berpartisipasi bisa diatasi sehingga bisa bermanfaat bagi orang lain, minimal mengatasi

masalahnya sendiri.

Pencapaian indikator hasil (outcomes) tingkat kesejahteraan rakyat disusun

berdasarkan lima indikator pendukung (output) yang meliputi persentase penduduk

miskin, tingkat pengangguran terbuka, persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi

anak, persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan presentase

pelayanan dan rehabilitasi sosial. Dua dari kelima indikator pendukung tersebut, yaitu

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak dan presentase pelayanan dan

rehabilitasi sosial masih terdiri lagi atas sejumlah sub-indikator pendukung. Persentase

pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak terdiri atas persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak terlantar, anak jalanan, anak balita terlantar, dan

pelayanan bagi anak nakal. Sementara presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial

terdiri atas pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat, tunasosial – dalam hal ini

dikhususkan tuna susila, dan pada korban penyalahgunaan narkoba.

Berdasarkan hasil perhitungan sejumlah indikator pendukung tersebut, diperoleh

gambaran umum mengenai capaian indikator hasil (outcomes) tingkat kesejahteraan

rakyat di Propinsi Sulawesi Selatan dan nasional, sebagaimana tergambar pada grafik.

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    39 

Analisis Relevansi

Grafik menunjukkan bahwa secara umum terjadi peningkatan tren

pembangunan kesejahteraan rakyat yang terlihat pada tren capaian tingkat

kesejahteraan sosial dari tahun ke tahun. Namun tren meningkat itu juga terjadi pada

tingkat nasional, di mana tren capaian tingkat kesejahteraan rakyat di Sulawesi

Selatan yang lebih fluktuatif seringkali berada di atas, sementara pada waktu yang

lain berada di bawah dari capaian secara nasional. Tren peningkatan kesejahteraan

rakyat yang memadai terjadi sampai tahun 2007, lalu menunjukkan kecenderungan

berfluktuasi sesudahnya.

Selama dua tahun awal perhitungan, yaitu 2005 dan 2006, tren capaian tingkat

kesejahteraan rakyat di Sulawesi Selatan selalu berada di bawah tren nasional, yaitu

-3,50% pada tahun 2005 dan -1,54% pada tahun 2006, sementara tren nasional

adalah -2,80% dan 1,37%. Namun pada tahun 2007, kenaikan tren capaian tingkat

kesejahteraan rakyat di Sulawesi Selatan terus meningkat sampai tingkat tertingginya

sebesar 1,99%, berada di atas tren nasional yang mulai menurun menjadi 0,86%.

Tren nasional ini hanya meningkat sedikit pada tahun 2008 menjadi 0,93, sebelum

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    40 

kemudian menurun lagi menjadi 0,70% pada tahun 2009. Pada tahun 2008, tren

tingkat kesejahteraan sosial Sulawesi Selatan kembali bergerak ke bawah tren

nasional menjadi -0,69%, lalu naik kembali ke titik mendekati yang pernah dicapai

dua tahun sebelumnya menjadi 1,97% pada tahun 2009.

Gambaran perbandingan tren capaian tingkat kesejahteraan rakyat di Sulawesi

Selatan sebagaimana telah digambarkan menunjukkan kecenderungannya untuk

berada di sekitar tren capaian secara nasional. Hal ini menunjukkan pula bahwa

tujuan/sasaran pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang direncanakan relatif

mampu menjawab permasalahan utama/tantangan yang dihadapi, yaitu sejalan

dengan capaian pembangunan bidang kesejahteraan rakyat nasional. Bahkan jika

membandingkan antara tren pada tahun 2005 yang berada di bawah tren nasional

dan tren pada tahun 2009 yang berada di atas tren nasional, maka terdapat

kecenderungan tren capaian tingkat kesejahteraan rakyat di Sulawesi Selatan yang

lebih baik dibandingkan tren nasional. Kekurangannya adalah tren Sulawesi Selatan

sejak tahun 2007 sampai 2009 cenderung lebih kurang stabil dibandingkan tren

nasional, sehingga kecenderungannya untuk beberapa tahun ke depan bersifat lebih

sulit diprediksi.

Analisis Efektivitas

Seberapa besar kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan bidang

kesejahteraan rakyat terhadap tujuan kemandirian dan aktualisasi diri anggota

masyarakat yang menjadi esensi misi pembangunan Sulawesi Selatan akan

menggambarkan efektivitas kinerja pembangunan kesejahteraan di daerah ini. Hal itu

bisa diukur dengan melihat sejauh mana capaian pembangunan kesejahteraan rakyat

daerah membaik dari waktu ke waktu.

Berdasarkan grafik tampak bahwa sekali pun tingkat kesejahteraan rakyat di

Sulawesi Selatan selalu berada di atas tingkat kesejahteraan secara nasional, tetapi

perkembangannya dari tahun ke tahun tidak selalu membaik. Keadaan itu

menyebabkan tingkat kesejahteraan rakyat di daerah ini semakin mendekati kondisi

nasional pada tahun-tahun terakhir yang jika kecenderungan itu terus berlanjut akan

berkemungkinan mengalami kondisi yang lebih buruk.

Hal lain yang menjadi gambaran umum efektivitas pembangunan kesejahteraan

rakyat ini adalah tidak adanya kestabilan peningkatan dari tahun ke tahun. Sekali pun

mengalami peningkatan yang relatif kecil, tetapi sejak tahun 2005 telah terjadi

peningkatan capaian indikator kesejahteraan rakyat secara nasional yang konsisten

atau terus-menerus. Sementara capaian indikator kesejahteraan rakyat Sulawesi

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    41 

Selatan terus mengalami perbaikan dan penurunan secara fluktuatif dari tahun ke

tahun.

Pada tahun 2004, Sulawesi Selatan telah mencapai taraf kesejahteraan rakyat

yang tertinggi selama ini, yaitu 37,35. Pada saat itu capaian indikator tingkat

kesejahteraan rakyat secara nasional berada di bawahnya sebesar 35,62. Namun

angka ini tidak bisa dipertahankan dan turun menjadi 36,08 pada tahun 2005, dan

mencapai tingkatan terendahnya pada tahun 2006 sebesar 35,54. Selama tiga tahun

berikutnya, capaian indikator kesejahteraan rakyat Sulawesi Selatan terus

berfluktuasi, yaitu 36,26 pada tahun 2007, lalu turun menjadi 36,01 pada tahun 2008,

dan naik lagi menjadi 36,73 pada tahun 2009.

Fluktuasi angka capaian indikator tingkat kesejahteraan rakyat di Sulawesi

Selatan dari tahun ke tahun menunjukkan tidak stabilnya efektivitas kemajuan yang

dicapai dalam pembangunan di bidang ini. Oleh karenanya, perlu dicermati lebih jauh

indikator pendukung (output) apa saja yang berperan penting dalam membentuk

capaian indikator kesejahteraan yang demikian.

2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Berdasarkan lima indikator pendukung (output) yang membentuk capaian

indikator kesejahteraan rakyat di Sulawesi Selatan, maka dua di antaranya

menunjukkan kecenderungan membaik dari tahun ke tahun, yaitu kecenderungan

penurunan persentase penduduk miskin dan menurunnya tingkat pengangguran

terbuka. Artinya, sejak tahun 2004 sampai tahun 2009 telah terjadi kecenderungan

meningkatnya persentase penduduk yang tidak lagi tergolong miskin dan

meningkatnya jumlah angkatan kerja yang bekerja dari yang sebelumnya

menganggur.

Menurunnya persentase penduduk miskin ini bisa disebabkan oleh

meningkatnya angkatan kerja yang memperoleh pekerjaan, karena dengan

memperoleh pekerjaan berarti mereka akan memperoleh penghasilan untuk

menaikkan kesejahteraan hidupnya. Namun demikian, berkurangnya penduduk

miskin juga bisa merupakan indikasi dari adanya perbaikan remunerasi dari

penduduk yang sebelumnya sudah bekerja. Meski pun tidak diteliti lebih jauh yang

mana di antara keduanya yang lebih berpengaruh dalam mengurangi tingkat

kemiskinan, tetapi penurunan persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran

terbuka mengindikasikan membaiknya kesejahteraan rata-rata penduduk di Sulawesi

Selatan.

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    42 

Meskipun mengalami perbaikan dalam indikator penurunan kemiskinan dan

pengangguran, tetapi di tiga indikator lain yang tergolong indikator pelayanan

kesejahteraan sosial mengalami kecenderungan penurunan. Ketiganya juga memiliki

pola penurunan yang sama, yaitu pola penurunan yang tajam selama periode tahun

2004 – 2006, kemudian mengalami fluktuasi naik turun meskipun dengan

kecenderungan menurun sampai tahun 2009. Selain itu, meskipun secara umum

terdapat dua pola perubahan indikator pendukung capaian kesejahteraan di Sulawesi

Selatan, tetapi kedua pola itu memiliki kemiripan dengan yang terjadi secara nasional.

Hal ini mengindikasikan pula kemungkinan masih kuatnya keterkaitan antara usaha-

usaha perbaikan kesejahteraan pada tingkat nasional dengan perubahan

kesejahteraan di Sulawesi Selatan.

Dari lima indikator pendukung (output) yang membentuk capaian indikator

kesejahteraan, terdapat dua di antaranya yang rata-rata sejak tahun 2004 sampai

2009 berada di bawah capaian nasional, yaitu tingkat pengangguran terbuka yang

lebih tinggi dan persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia yang rata-

rata lebih rendah. Dengan demikian, indikator yang menunjukkan kondisi yang lebih

baik di Sulawesi Selatan dibandingkan secara nasional adalah kesejahteraan rakyat

yang dilihat dari lebih rendahnya persentase penduduk miskin, persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak yang lebih tinggi, dan persentase pelayanan dan

rehabilitasi sosial yang juga lebih tinggi.

Sumber: 1. Bappenas. Tabel Indokator EKPD 33 Provinsi. 2009. 2. BPS. Survey Sosial Ekonomi Nasional. Maret 2009.

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    43 

Grafik menunjukkan bahwa sejak 2004 sampai 2009, persentase penduduk

miskin di Sulawesi Selatan telah turun 2,59% dari 14,9% menjadi 12,31%. Lima tahun

itu, hanya pada tahun 2005 sedikit mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya,

kemudian secara konsisten turun sampai tahun 2009. Penurunan yang paling tajam

terjadi pada dua tahun terakhir, yaitu rata-rata satu persen per tahunnya.

Sumber: 1. Bappenas. Tabel Indokator EKPD 33 Provinsi. 2009. 2. BPS. Survey Angkatan Kerja Nasional. Februari, 2009.

Berada jauh di atas nasional yang sebesar 9,86, tingkat pengangguran terbuka

di Sulawesi Selatan pada tahun 2004 mencapai 15,93. Angka yang sudah tinggi ini

masih saja mengalami peningkatan menjadi 18,64 pada tahun 2005, kemudian

secara terus-menerus mengalami penurunan pada empat tahun berikutnya. Bahkan

pada tahun 2009, tingkat pengangguran di Sulawesi Selatan telah turun menjadi

8,7%. Jika pada tahun 2004, selisih persentase pengangguran terbuka Sulawesi

Selatan dibandingkan nasional sangat besar yaitu mencapai sekitar 6%, maka pada

tahun 2009 di bawah 1%. Hal itu menunjukkan kemampuan Sulawesi Selatan dalam

menekan angka pengangguran terbuka yang lebih cepat dibandingkan penurunan

secara nasional, sehingga persentasenya terus turun mendekati angka nasional. Jika

tren penurunan itu terus berlanjut, maka Sulawesi Selatan sangat mungkin pada

tahun-tahun berikutnya memiliki persentase pengangguran terbuka di bawah rata-rata

nasional.

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    44 

Sumber: Dinas Kesos dan Linmas Propinsi Sulawesi Selatan. 2009.

Terdapat empat sub indikator yang digabungkan ke dalam indikator

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak. Dari keempat sub indikator ini,

dua di antaranya cenderung populasinya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

di Sulawesi Selatan yaitu populasi anak jalanan dan anak nakal. Jumlah anak jalanan

pada tahun 2004 adalah 4.300 naik menjadi 4.874 pada tahun 2009. Sementara anak

nakal naik dari 7.364 pada tahun 2004, menjadi 8.144 pada tahun 2009. Sementara

populasi anak terlantar dan anak balita terlantar telah mengalami penurunan cukup

signifikan. Pada tahun 2004 tercatat ada 112.937 anak terlantar di Sulawesi Selatan,

dan turun menjadi 80.327 orang pada tahun 2009. Penurunan total keempat sub

indikator tersebut yang lebih besar dibanding kenaikannya, menyebabkan secara

keseluruhan jumlah anak yang masih menyandang masalah kesejahteraan sosial di

Sulawesi Selatan menurun.

Hanya saja, penurunan total jumlah anak penyandang masalah kesejahteraan

sosial di Sulawesi Selatan tidak dibarengi dengan perluasan jangkauan pelayanan

kesejahteraan sosial ke mereka. Bahkan mempertahankan jumlah anak yang

memperoleh pelayanan pun tidak mampu dilakukan, bahkan yang terjadi adalah

penurunan jumlah anak penyandang masalah kesejahteraan sosial yang terlayani,

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    45 

sehingga persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak ini pun ikut pula

menurun. Sebagai gambarannya, pada tahun 2004 terdapat 5,05% anak penyandang

masalah kesejahteraan sosial yang memperoleh pelayanan, tetapi turun menjadi

1,14% pada tahun 2005. persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak pada

tahun 2004 itu jauh di atas persentase nasional yang baru mencapai 2,18%, tetapi

kemudian memiliki persentase pencapaian yang hampir sama pada tahun 2009,

yaitu 1,14% (Sulsel) dan 1,09% (nasional).

Sumber: Dinas Kesos dan Linmas Propinsi Sulawesi Selatan. 2009.

Mirip dengan yang terjadi pada persentase pelayanan kesejahteraan sosial

bagi anak, persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia juga

meningkat pada tahun 2005, dari 0,69 pada tahun sebelumnya menjadi 1,05. Hanya

saja, kondisinya sangat fluktuatif yang terlihat dari penurunan menjadi 0,43% pada

tahun 2006, naik menjadi 0,86% pada tahun 2007, lalu turun perlahan sampai 0,63%

pada tahun 2009. Dibandingkan keempat indikator kesejahteraan rakyat lainnya,

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia inilah yang terendah yang

bisa dicapai di Sulawesi Selatan.

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    46 

Sumber: Dinas Kesos dan Linmas Propinsi Sulawesi Selatan. 2009.

Pada tahun 2004, Sulawesi Selatan tercatat memiliki pencapaian pelayanan

dan rehabilitasi sosial untuk penyandang cacat, tunasosial, dan korban

penyalahgunaan narkoba yang cukup tinggi yaitu mencapai 11,83% dibandingkan

nasional yang berkisar 1%. Namun demikian persentase pelayanan dan rehabilitasi

sosial tersebut terus mengalami penurunan yang sangat tajam pada dua tahun

sesudahnya, yaitu berturut-turut menjadi 6,96% dan 2,58% pada tahun 2005 dan

2006. Tiga tahun sesudahnya capaian pelayanan yang dilihat berdasarkan

persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di Sulawesi Selatan mengalami fluktuasi

sampai mencapai titik terendah 1,52% pada tahun 2008, lalu naik lagi menjadi 2,91%

pada tahun 2009. Meski pun pencapaian 2,91% pada tahun 2009 sudah cukup jauh

di atas nasional yang diestimasi masih berada di bawah 1%, namun hal tersebut jauh

di bawah persentase yang pernah dicapai lima tahun sebelumnya.

Ada tiga sub indikator yang membentuk data pelayanan dan rehabilitasi sosial

ini yaitu persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat, persentase

pelayanan dan rehabilitasi sosial tunasosial, dan persentase pelayanan dan

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkoba. Dari ketiganya, populasinya yang

tercatat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Namun jika hanya membandingkan dua

Page 48: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    47 

tahun, yaitu tahun awal penelitian (2004) dan tahun akhir (2009), maka hanya

penyandang cacat yang mengalami peningkatan populasi dari 29.080 menjadi

30.735. Sementara dua sub indikator lainnya mengalami penurunan populasi, yaitu

korban penyalahgunaan narkoba dari 1.574 pada tahun 2004 turun menjadi 1.017

pada tahun 2009, dan tunasosial turun dari 1.206 pada tahun 2004 menjadi 1.196

pada tahun 2009. Namun demikian, peningkatan populasi yang lebih tinggi pada

penyandang cacat, menyebabkan populasi gabungan dari sub indikator ini

meningkat, yaitu dari 31.860 pada tahun 2004 menjadi 32.948 pada tahun 2009.

Jumlah mereka yang mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang

peningkatannya tidak mengikuti peningkatan jumlah populasi, menyebabkan

berfluktuasinya persentase yang terlayani, bahkan terjadi kecenderungan penurunan.

2.5.3 Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan kondisi pembangunan kesejahteraan rakyat di Sulawesi Selatan

yang dilihat berdasarkan capaian indikatornya, maka beberapa rekomendasi

kebijakan diajukan sebagai berikut:

1. Meskipun tujuan/sasaran pembangunan bidang kesejahteraan rakyat yang

direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan yang dihadapi,

yaitu sejalan dengan capaian pembangunan bidang kesejahteraan sosial

nasional, namun terdapat kecenderungan tren capaian tingkat kesejahteraan

sosial di Sulawesi Selatan yang lebih kurang stabil dibandingkan tren nasional.

Hal ini memerlukan upaya yang sungguh-sungguh menjaga akselerasi

pembangunan kesejahteraan rakyat, agar kemajuannya dari waktu-ke waktu bisa

dipertahankan.

2. Capaian indikator tingkat kesejahteraan rakyat di Sulawesi Selatan dari tahun ke

tahun berfluktuasi yang menunjukkan tidak stabilnya efektivitas kemajuan yang

dicapai dalam pembangunan di bidang ini, sekalipun sudah terjadi

kecenderungan meningkat sejak tahun 2006. Dengan demikian, aspek efektivitas

ini perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan kesejahteraan rakyat

agar tidak tertinggal di bandingkan bidang pembangunan lainnya.

3. Perlu melanjutkan program-program penurunan kemiskinan dan pengangguran

terbuka selama ini, karena terbukti cukup efektif. Namun usaha perlu ditekankan

pada upaya penurunan kemiskinan yang cenderung masih lambat. Sementara

dalam usaha penurunan pengangguran, perlu segera dilakukan upaya

menciptakan lebih banyak lapangan kerja bagi tenaga kerja baru yang

Page 49: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    48 

berpendidikan tinggi. Hal itu terkait berubahnya karakteristik pencari kerja yang

semakin berpendidikan tinggi seiring meningkatnya partisipasi sekolah.

4. Dari tiga indikator lain yang bisa digolongkan ke dalam pelayanan kesejahteraan

sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial, tampaknya ketiganya

mengalami kecenderunagn penurunan persentase pelayanan. Padahal sejak

tahun 2004, populasi penyandang masalah kesejahteraan sosial yang diukur di

sini tidak mengalami banyak peningkatan populasi, bahkan sebagian dari jenis

penyandang masalah kesejahteraan sosial tersebut telah menurun jumlahnya.

Karena penanganan masalah ini berada di bawah Dinas Kesejahteraan Sosial

dan Perlindungan Masyarakat (Dinas Kesos & Linmas), yang telah

diotonomisasikan pengelolaannya di bawah pemerintah daerah, maka pemerintah

daerah perlu mereview kembali kebijakannya yang cenderung kurang memberi

perhatian pada pelayanan kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah

kesejahteraan sosial ini.

5. Keterlibatan masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga

perlu terus didorong pada upaya-upaya penanggulangan masalah kesejahteraan

sosial. Selain itu pengawasan yang meliputi mutu dan keuangan atas kegiatan

masyarakat dalam penanggulangan masalah kesejahteraan sosial perlu

dilakukan, agar pelayanan mereka terstandarisasi dan akuntabel.

6. Khusus keengganan sebagian masyarakat untuk menyerahkan orang tuanya ke

Panti Wreda, mungkin bisa disiasati dengan mengaitkannya dengan usaha-usaha

pemberdayaan ekonomi keluarga. Untuk itu diperlukan pemberian prioritas

program-program pemberdayaan ekonomi bagi keluarga yang memiliki anggota

lanjut usia yang terlantar, agar keluarga miskin bisa mendukung kesejahteraan

sosial bagi anggotanya yang sudah lanjut usia ini.

Page 50: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    49 

BAB III KESIMPULAN

Secara umum capaian kinerja pembangunan Sulawesi Selatan berada pada

kisaran rata-rata capaian kenerja pembangunan nasional selama 2004-2009. Namun

demikian, terdapat beberapa indikator dimana capaian kinerja pembangunan Sulawesi

Selatan masih berada dibawah rata-rata nasional, khususnya indikator IPM sebagai

indikator utama dalam kinerja pembangunan dan otonomi daerah.

Dilihat dari efektivitasnya, secara umum capaian kinerja pembangunan Sulawesi

Selatan meningkat dari tahun ke tahun selama 2004-2009, tetapi peningkatan tersebut

belum sepenuhnya bisa melampaui rata-rata capaian nasional, khususnya dalam

indikator IPM.

Direkomendasikan agar pembangunan pada sektor pendidikan, kesehatan dan

perekonomian dapat diprioritaskan dalam pembangunan Sulawesi Selatan kedepan,

mengingat bahwa dalam hal indikator angka melek aksara, rata-rata lama sekolah

capaian Sulawesi Selatan masih rendah. Begitu pula dalam indikator angka harapan

hidup dan daya beli masyarakat, pencapaiannya belum terlalu menonjol meskipun sudah

diatas rata-rata nasional.

Selain itu, upaya konservasi dan rehabilitasi lingkungan dan sumberdaya alam

perlu diprioritaskan, tidak hanya untuk mengantisipasi perubahan iklim global, juga untuk

mengamankan suplai energi terutama daerah hulu yang menjadi basis pembangkit

tenaga listrik.

Page 51: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    50 

LAMPIRAN : Tabel - 2.2.1:

Indikator Pendukung Capaian Tingkat Kualitas SDM Sulawesi Selatan, Tahun 2004 – 2008 (yang dinyatakan dalam % dan bukan %)

Indikator Pendukung (Output)Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indeks Pembangunan Manusia 65,77 68,12 68,81 69,62 70,22

Angka Partisipasi Murni SD/MI 91,16 91,94 92,76 94,63 94,65

Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs 4,83 5,95 5,95 5,95 6,44 Rata-rata Nilai Akhir SMA/MK/MA 5,56 6,05 6,25 6,24 6,28

Angka Putus Sekolah SD 4,17 1,54 3,83 1,61 1,61

Page 52: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    51 

Angka Putus Sekolah SMP/MTs 12,15 4,49 3,44 4,87 4,87

Angka Putus Sekolah SM 4,41 3,63 3,13 4,35 4,35 Angka Melek Huruf 15 tahun keatas 84,49 84,60 84,30 86,24 86,25 Persentase jumlah guru yg layak mengajar SMP/MTs 79,01 79,14 76,80 87,38 87,38 Persentase jumlah guru yg layak mengajar SM 75,88 80,58 90,61 91,03 91,03

Umur Harapan Hidup 68,70 68,73 69,20 69,40 70,05

Angka Kematian Bayi 47 43 34 41 33

Angka Kematian Ibu 170 163 153 141 116

Prevalensi Guzi Buruk (%) 8,53 7,47 1,32 1,89 1,80

Prevalensi Gizi Kurang (%) 19,62 18,35 13,37 14,74 14,50 Persentase Tenaga Kesehatan/Penduduk 10,8 15 11,6 25,8 26,6 Persentase Penduduk berKB (%) 55,80 56,54 63,31 65,57 69,43 Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1,36 1,56 1,79 0,61 0,60

Sumber : Bappenas. Tabel Indikator EKPD 33 Provinsi. 2009.

Lampiran-2

Tabel-2.2.2: Indikator Pendukung Capaian Tingkat Kualitas SDM Sulawesi Selatan,

Tahun 2004 – 2008 (yang dinyatakan dalam % saja)

Indikator Pendukung (Output)

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Partisipasi Murni SD/MI

(%) 91,16 91,94 92,76 94,63 94,65

Angka Putus Sekolah SD (%)

(-) 95,83 98,46 96,17 98,39 98,39

Angka Putus Sekolah 87,85 94,51 96,66 95,13 95,13

Page 53: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    52 

SMP/MTs (%0 (-)

Angka Putus Sekolah SM (%)

(-) 95,59 96,37 96,87 95,65 95,65

Angka Melek Huruf 15 tahun

keatas (%) (+) 84,49 84,60 84,30 86,24 86,25

Persentase jumlah guru yg

layak mengajar SMP/MTs (%)

(+) 79,01 79,14 76,80 87,38 87,38

Persentase jumlah guru yg

layak mengajar SM (%) (+) 75,88 80,58 90,61 91,03 91,03

Prevalensi Guzi Buruk (%) (-) 91,47 93,53 98,68 98,21 98,20

Prevalensi Gizi Kurang (%) (-) 80,38 72,65 76,63 85,26 86,50

Persentase Penduduk berKB

(%) (+) 55,80 56,54 63,31 65,57 69,43

Persentase Laju Pertumbuhan

Penduduk (%) (-) 98,64 98,44 98,21 99,39 99,40

Rata-Rata 936/11

= 85,1

946,76/11

=86,06

971/11

=88,27

996,88/11 =90,62

1002/11

=91,09

Tabel-2.2.3: Indikator Pendukung Capaian Tingkat Kualitas SDM Nasional, Tahun 2004 – 2008 (yang dinyatakan dalam % dan bukan %)

Indikator Pendukung (Output)Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indeks Pembangunan Manusia 68,7 69,6 70,1 70,59 70,59

Angka Partisipasi Murni SD/MI 93 93,3 93,54 93,75 93,98

Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs 4,80 5,42 5,42 5,42 6,05

Rata-rata Nilai Akhir 4,77 5,77 5,94 6,28 6,35

Page 54: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    53 

SMA/MK/MA

Angka Putus Sekolah SD 2,97 3,17 2,41 1,81 1,81

Angka Putus Sekolah SMP/MTs 2,83 1,97 2,88 3,94 3,94

Angka Putus Sekolah SM 3,14 3,08 3,33 2,68 2,68

Angka Melek Huruf 15 tahun

keatas 90,40 90,90 91,50 91,87 92,19

Persentase jumlah guru yg

layak mengajar SMP/MTs 81,12 81,01 78,04 86,26 86,26

Persentase jumlah guru yg

layak mengajar SM 69,47 72,44 82,55 84,05 84,05

Umur Harapan Hidup 68,60 69 69,4 69,8 70,5

Angka Kematian Bayi 35 34,75 34,35 34 34

Angka Kematian Ibu 307 262 255 228 228

Prevalensi Guzi Buruk (%)

Prevalensi Gizi Kurang (%) 19,6 19,2 - 13 13

Persentase tenaga

kesehatan/pddk (%) 0,14 0,25 0,25 0,25 0,25

Persentase Penduduk berKB

(%) 56,71 57,89 57,91 57,43 53,19

Persentase Laju Pertumbuhan

Penduduk (%) 1,29 0,83 1,52 1,55 1,28

Sumber : Bappenas. Tabel Indikator EKPD 33 Provinsi. 2009.

Tabel-2.2.4 Indikator Pendukung Capaian Tingkat Kualitas SDM Nasional,

Tahun 2004 – 2008 (yang dinyatakan dalam % saja)

Indikator Pendukung (Output)

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Partisipasi Murni

SD/MI (%)(+) 93 93,3 93,54 93,75 93,98

Angka Putus Sekolah SD 97,03 96,83 97,59 98,19 98,19

Page 55: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    54 

(%) (-)

Angka Putus Sekolah

SMP/MTs (%) (-) 97,17 98,03 97,12 96,06 96,06

Angka Putus Sekolah SM

(%) (-) 96,86 96,92 96,77 97,32 97,32

Angka Melek Huruf 15

tahun keatas (%) (+) 90,40 90,90 91,50 91,87 92,19

Persentase jumlah guru yg

layak mengajar SMP/MTs

(%) (+)

81,12 81,01 78,04 86,26 86,26

Persentase jumlah guru yg

layak mengajar SM (%) (+) 69,47 72,44 82,55 84,05 84,05

Prevalensi Guzi Buruk (%)

(-)

Prevalensi Gizi Kurang (%)

(-) 80,04 80,08 - 87 87

Persentase Penduduk

berKB (%) (+) 56,71 57,89 57,91 57,43 53,19

Persentase Laju

Pertumbuhan Penduduk

(%) (-)

98,71 99,17 98,48 98,45 98,72

Rata-Rata 860,51/10

=86,05

866,57/10

=86,65

793,5/9

=88,16

890,38/10

=89,03

886,96/10

=88,69

Tabel-2.2.5: Perbandingan Rata-Rata Capaian Sulawesi Selatan dengan Nasional dalam Indikator

Kualitas SDM Tahun 2004 – 2008

Rata-Rata Pencapaian Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Pencapaian

Kualitas SDM Sulawesi 85,1 86,06 88,27 90,62 91,09

Page 56: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    55 

Selatan

Rata-rata Pencapaian

Kualitas SDM Nasional 86,05 86,65 88,16 89,03 88,69

Tabel-2.2.6:

Perbandingan Rata-Rata Capaian Sulawesi Selatan dengan Nasional dalam Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2004 – 2008

Rata-Rata Pencapaian Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Pencapaian IPM

Sulawesi Selatan 65,77 68,12 68,81 69,62 70,22

Rata-rata Pencapaian IPM

Nasional 68,7 69,6 70,1 70,59 70,59

Tabel-2.2.7:

Perbandingan Rata-Rata Capaian Sulawesi Selatan dengan Nasional dalam Nilai Akhir Ujian Nasional Tahun 2004 – 2008

Rata-Rata Pencapaian Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Pencapaian Nilai 4,83 5,95 5,95 5,95 6,44

Page 57: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    56 

Akhir SMP/MTs Sulawesi Selatan

Rata-rata Pencapaian Nilai Akhir SMP/MTs Nasional 4,80 5,42 5,42 5,42 6,05

Rata-rata Pencapaian Nilai Akhir SM Sulawesi Selatan 5,56 6,05 6,25 6,24 6,28

Rata-rata Pencapaian Nilai Akhir SM Nasional 4,77 5,77 5,94 6,28 6,35

Tabel 2.3.1. Indikator tingkat pembangunan ekonomi Nasional.

Ekonomi Makro 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Laju Pertumbuhan ekonomi Positif 4.25 5.37 5.19 5.63 6.3

Persentase ekspor terhadap

PDRB Positif 20.07 20.84 19.48 21.26 20.34

Persentase output Manufaktur

terhadap PDRB Positif 28.07 27.41 27.54 27.06 27.87

Persentase output UMKM

terhadap PDRB Positif 55.40 53.90 53.49 53.60 52.70

Pendapatan per kapita (dalam

juta rupiah) 10.61 12.68 15.03 17.58 21.7

Laju Inflasi Negatif 6.10 10.50 13.10 6.00 11.06

Investasi

Persentanse Pertumbuhan

Realisasi Investasi PMA Positif 25.82 99.39

-

32.7968.91

-

41.62

Persentase Pertumbuhan

Realisasi Investasi PMDN Positif

-

16.0494.90

-

32.7672.60 43.80

Tabel 2.3.2. Indikator tingkat pembangunan ekonomi Sulsel.

Ekonomi Makro 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Laju Pertumbuhan ekonomi Positif 5.20 6,05 6,72 6.34

7.78 6.02

Persentase ekspor terhadap PDRB Positif 10.61 21.00 20.77 25.48

Persentase output Manufaktur terhadap Positif 13.44 13.78 13.54 13.22

Page 58: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    57 

PDRB Persentase output UMKM terhadap PDRB Positif

Pendapatan per kapita (dalam juta rupiah) 5.80 6.90 7.98 9.00 10.09 11Laju Inflasi Negatif 6.47 13.30 6.81 12.4 2.7Investasi Persentanse Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA

Positif 0.01 39.47 0.20 4.75 -80.42 116.63

Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN

Positif 4.35 0.15 0.02 357.10 171.43

Infrastruktur Panjang jalan nasional berdasarkan kondisi dalam km:

• Baik 873.78 927.76 925.98 927.75• Sedang 631.44 586.82 592.56 586.83• Buruk 164.36 41.55 37.59 41.55 Panjang jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan kondisi dalam km:

• Baik 647.42 456.67 458.22 456.67• Sedang 682.91 432.96 427.22 432.46• Buruk 554.51 319.77 261.64 320.27

Tabel 2.4.1

Penyebaran kondisi terumbu karang di perairan sulawesi Selatan

Kawasan Jumlah Stasiun

Sangat Baik (%)

Baik (%)

Kritis (%)

Rusak (%)

Kepulauan Supermonde 61 2 13 34 51 Laut Flores 118 2 26 37 35 Teluk Bone 78 10 10 17 63

Page 59: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    58 

Selat Makassar 8 0 0 25 75 Rata rata Sul Sel 265 4 18 30 48

Tabel 2.4.2

Indikator Capaian Tingkat Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam, Tahun 2004 – 2009

Indikator Pendukung

(Output)

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Kehutanan

Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis

0,57 0,98

Rehabilitasi lahan luar hutan 16,558 1,686 12,494 2,358,00 369.358,5

Luas kawasan konservasi 304.327,22 258.706,17 258.706,17 258.006,17

Kelautan Jumlah tindak pidana perikanan 9 10 11 2

Persentase terumbu karang dalam keadaan baik

22

Luas kawasan konservasi laut 580,765 580,765

Sumber: 1. Bappenas. Tabel Indikator EKPD 33 Provinsi. 2009. 2. BPS Sulawesi Selatan, 2009.

Tabel 2.5.1 Indikator Capaian Tingkat Kesejahteraan Rakyat Nasional,

Tahun 2004 – 2009

Indikator Pendukung (Output)

Tahun

20041 20051 20061 20071 20081 2009

Page 60: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    59 

Persentase penduduk miskin 16,66 16,69 17,75 16,58 15,42 14,153

Tingkat pengangguran terbuka 9,86 14,22 10,28 9,11 8,46 8,144

Persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak

(terlantar, jalanan, balita

terlantar, dan nakal)

2,18 1,952 1,71 1,41 1,25 1,095

Persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi

lanjut usia 1,42 1,062 0,70 0,92 0,72 0,615

Persentase Pelayanan dan

rehabilitasi sosial (penyandang

cacat, tunasosial, dan korban

penyalahgunaan narkoba)

1,00 1,132 1,26 0,53 0,74 0,685

Sumber: 1. Bappenas. Tabel Indikator EKPD 33 Provinsi. 2009. 2. Estimasi berdasarkan rata-rata tahun sebelum dan sesudahnya. 3. BPS. Survey Sosial Ekonomi Nasional. Maret 2009. 4. BPS. Survey Angkatan Kerja Nasional. Februari, 2009. 5. Estimasi berdasarkan pertumbuhan geometrik tahun 2004 & 2008

Page 61: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Selatan - UNHAS

Draf Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan

BAPPENAS - Universitas Hasanuddin, 2009    60 

Tabel 2.5.2 Indikator Capaian Tingkat Kesejahteraan Rakyat Propinsi Sulawesi Selatan,

Tahun 2004 – 2009

Indikator Pendukung (Output) Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase penduduk miskin1 14,9 14,98 14,57 14,11 13,34 12,312

Tingkat pengangguran terbuka1 15,93 18,64 12,76 11,25 10,49 8,703

Persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak

(terlantar, jalanan, balita

terlantar, dan nakal) 4

5,05 6,03 2,02 1,63 1,64 1,14

Persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi lanjut

usia4 0,69 1,05 0,43 0,86 0,72 0,63

Persentase Pelayanan dan

rehabilitasi sosial (penyandang

cacat, tunasosial, dan korban

penyalahgunaan narkoba) 4

11,83 6,96 2,58 4,17 1,52 2,91

Sumber: 1. Bappenas. Tabel Indikator EKPD 33 Provinsi. 2009. 2. BPS. Survey Sosial Ekonomi Nasional. Maret 2009. 3. BPS. Survey Angkatan Kerja Nasional. Februari, 2009. 4. Dinas Kesos dan Linmas Propinsi Sulawesi Selatan. 2009.