Laporan Akhir Bab 123 5

70
i PT.ARENCO BINATAMA Kata Pengantar Sesuai dengan Kontrak Kerja Antara PT.ARENCO BINATAMA dengan DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN MALINAU, pada Pekerjaan Perencanaan Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung, maka bersama ini kami sampaikan buku Laporan Akhir tentang : Perencanaan dan Nota Perhitungan Perencanaan Pembangunan Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan ini berisi tentang Latar Belakang Pekerjaan, Survey Pendahuluan, Kriteria Perencanaan dan Analisa Perhitungan. Demikian Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih. Bandung,Mei 2014 PT.ARENCO BINATAMA Laporan Akhir

description

Perencanaan Akses Jalan

Transcript of Laporan Akhir Bab 123 5

Page 1: Laporan Akhir Bab 123 5

i

PT.ARENCO BINATAMA

Kata Pengantar

Sesuai dengan Kontrak Kerja Antara PT.ARENCO BINATAMA dengan DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN MALINAU, pada Pekerjaan Perencanaan Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung, maka bersama ini kami sampaikan buku Laporan Akhir tentang :

Perencanaan dan Nota Perhitungan

Perencanaan Pembangunan Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung

Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan ini berisi tentang Latar

Belakang Pekerjaan, Survey Pendahuluan, Kriteria Perencanaan dan Analisa

Perhitungan.

Demikian Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan ini kami sampaikan,

atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih.

Bandung,Mei 2014

PT.ARENCO BINATAMA

Laporan Akhir

Page 2: Laporan Akhir Bab 123 5

I - 2

PT.ARENCO BINATAMA

Bab I Pendahuluan

1.1. LATAR BELAKANG

Kebutuhan akan pelayanan jasa angkutan sebagai akibat dari keberhasilan usaha pembangunan yang dilaksanakan selama ini harus diantisipasi secara tepat dengan cara meningkatkan kemampuan pelayanan prasarana angkutan yang memadai.Sasaran pembangunan transportasi pada pembangunan jangka panjang adalah mendukung terciptannya perekonomian yang mandiri dan andal melalui penyelenggaraan sistim transportasi, sedangkan sasaran yang akan dicapai adalahmeningkatkan system peran transportasi dalam memulai kebutuhan mobilitas manusia, barang, jasa dan terwujudnya system transportasi sfektif dan efesien

Prasarana jalan mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan sector-sektor lain dalam penyelenggaraan yang mengarah kepada suatu system transportasi terpadu antar kota untuk mewujudkan sistim distribusi antar daerah long pari ke pejalin dan ke ibu kota kabupaten tanjung selor dan sekitarnya.

1.2. MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN

1.2.1. Maksud

Maksud dari pekerjaan ini adalah melaksanakan perencanaan teknis Jalan sehingga didapat hasil perencanaan teknis Jalan yang mencakup perencanaan teknik konstruksi, rincian dan rencana anggaran biaya serta waktu pelaksanaan yang sesuai dengan persyaratan teknis maupun peraturan lainnya yang telah ditetapkan.

1.2.2. Tujuan

Tujuan utamanya adalah didapatkan hasil perencanaan/DED yang dapat diaplikasikan dengan baik dilapangan sehingga pekerjaan teknis dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai spesifikasi teknis yang direncanakan sehingga tercapainya umur rencana sesuai yang diharapkan.

1.2.3. Sasaran

Sasaran perencanaan adalah:• Tersusunnya program, indikasi pembiayaan dan pentahapan pembangunan

Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung.• Tersusunnya dokumen Detail Engineering Design Jalan Akses Menuju

Bandara Long Ampung sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan.

Laporan akhir

Page 3: Laporan Akhir Bab 123 5

I - 3

PT.ARENCO BINATAMA

1.3. NAMA DAN ORGANISASI PENGGUNA JASA

Pengguna jasa adalah Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Malinau, S U B D I N B i n a M a r g a .

1.4. LINGKUP PEKERJAAN

1.4.1. Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah pekerjaan Perencanaan Jalan adalah jalan dalam lingkungan pemukiman desa Long Ampung ,basis jalan adalah jalan desa yang memiliki akses ke Bandar Udara Long Ampung.

1.4.2. Lingkup Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan perencanaan ini menggunakan pedoman teknis

1. AcuanDisain produk pekerjaan mengacu kepada:• Tata cara Pelaksana Survei Lalulintas, No.01/T/BNKT/1990• Tata cara Kondisi Jalan Kota, No.05/T/BNKT/1991• Tata cara perencanaan Persimpangan Sederhana Jalan Perkotaan,

No.02/T/BNKT/1991• Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, Maret 1992• Spesifikasi Perencanaan Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan,

No.010/T/BNKT/1991• Peratutan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa

Komponen, SNI – 1732 -1989 – F(SK BI – 2.3.26.1987)• Tata Cara Perencanaan Teknis Lanscape Jalan No.033/T/BM/1996• Tata Cara Perencanaan Jembatan/Jalan raya, SNI-1725 1989 F (SK BI-1.3.28.1987)

Laporan akhir

Page 4: Laporan Akhir Bab 123 5

I - 4

PT.ARENCO BINATAMA

2. SurveiSurvei lapangan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi kondisi lapangan pada masing-masing komponen pekerjaan.

3. PengukuranMelakukan pengukuran lapangan , yang meliputi penampang memanjang (long section) dan penampang melintang (cross section) jalan dan drainase tiap jarak50 meter dan untuk tikungan/belokan dengan jarak 25 meter atau disesuaikan dengan kondisi lapangan.

1.5. KELUARAN / PELAPORAN

Seluruh pelaporan disusun dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam periode Laporan Bulanan, KAK dapat mengalami pengembangan seperlunya, disesuaikan dengan dinamika lapangan dan perkembangan pemikiran dalam rangka membangun Jalan Akses Menuju Bandar Udara Long Ampung yang lebih baik.

Untuk Laporan DED yang disiapkan dan dikumpulkan adalah:

a) Laporan Final DED

Laporan ini meliputi:• Album gambar dalam ukuran kertas A3• Rencana Anggaran Biaya (RAB)• Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS)• Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan (Design Note)

Laporan Final DED dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar hardcopy dan album peta (ukuran A3), diserahkan paling lambat 6 (enam ) minggu kalender setelah adanya Surat Perintah Kerja (SPK).

Laporan akhir

Page 5: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 1

PT.ARENCO BINATAMA

Bab II SURVEY PENDAHULUAN

Survey Pendahuluan untuk Pekerjaan Perencanaan Teknik Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung, adalah merupakan bagian dari kegiatan penanganan sebelum dilakukan pembangunan. Salah satu dari proses Perencanaan Teknik tersebut adalah melakukan kegiatan Survey Topografi, DCP dan Survey Lalu lintas.

2.1. SURVEY TOPOGRAFI

2.1.1. Umum

Yang dimaksudkan Survey Topografi disini adalah kegiatan di lapangan berupa pekerjaan pengukuran trace jalan pada lokasi pekerjaan yang meliputi pengukuran poligon dan sipat datar di seluruh lokasi pekerjaan. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran umum secara lengkap tentang kondisi lapangan baik kondisi prasarana maupun teffrainnya.Survey topografi merupakan kegiatan teknis awal yang dilakukan di lapangan.

Pekerjaan survey topografi ini meliputi pekerjaan pengukuran titik kontrol vertikal dan horisontal, pembuatan tampang memanjang dan melintang jalan dan saluran.

2.1.2. Pemasangan Benchmark (BM)

Benchmark dibuat dari patok beton kayu ul in ukuran 10 cm x 10 cm x 100 cm. Benchmark dipasang di lokasi pekerjaan pada tempat yang mudah dijangkau untuk keperluan pengukuran dan aman dari kemungkinan kerusakan akibat pelaksanaan pada masa konstruksi ataupun paska konstruksi.

2.1.3. Pengukuran Kerangka Horisontal (Poligon)

Pengukuran kerangka horisontal / Poligon ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan titik kontrol Horizontal (X ; Y) dari semua titik tetap (Bench Mark) dan titik-titik poligon lainnya serta sebagai pengikat titik horizontal untuk keperluan pengukuran situasi dan potongan melintang atau cross section.

Laporan akhir

Page 6: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 2

PT.ARENCO BINATAMA

Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tachimetri dengan tujuan untuk mendapatkan detail - detail permukaan tanah, bangunan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lain di lokasi pekerjaan di sekitar jalan. Sebagai titik referensi pada pengukuran situasi dipakai titik-titik poligon dari patok kayu dan untuk pelaksanaan digunakan alat ukur theodolite dengan pengukuran jarak secara optis.

2.1.4. Pengukuran Kerangka Vertikal

Pengukuran Waterpass (Sipat datar) dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan titik kontrol vertikal (Z) dari semua titik tetap (Bench Mark) dan titik-titik poligon lainnya serta sebagai pengikat titik tinggi untuk keperluan pengukuran situasi detail. Pengukuran dilakukan dengan metode sipat datar menggunakan alat ukur waterpass.

Jalur pengukuran sipat datar utama mengikuti jalur pengukuran poligon sehingga dengan demikian juga merupakan jaringan tertutup (kring). Pengukuran sipat datar dibuat perseksi dimana tiap seksi dilakukan pengukuran pergi pulang dalam kurun waktu 1 (satu) hari.

2.1.5. Potongan Memanjang dan Melintang

Pembuatan potongan memanjang dan melintang jalan dan drainase dilakukan lebih utama untuk keperluan perencanaan. Potongan melintang dilakukan tiap jarak 50 m .

Oleh karena itu data yang ditampilkan harus lengkap. Untuk potongan melintang jalan, data yang ditampilkan adalah :1. Elevasi as jalan2. Elevasi tepi jalan5. Jarak antar titik.

Gbr 2.1. Potongan melintang jalan

2.1.6. Penggambaran

Penggambaran hasil pengukuran yang dilakukan adalah :• Penggambaran Potongan melintang (jalan dan drainase) skala 1 : 200

Laporan akhir

Page 7: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 3

PT.ARENCO BINATAMA

2.2. SURVEY DCP

2.2.1. Latar Belakang

Tanah dasar yang akan digunakan sebagai alas (dasar) perkerasan jalan harus diketahui sifatnya terlebih dahulu. Dalam perencanaan ini dilakukan penyelidikan tanah lapangan dengan sistem random. Sistem ini dilakukan karena untuk mengadakan penyelidikan secara teliti sekali tidak memungkinkan, tetapi diusahakan mendekati dengan asumsi bahwa tanah homogen.

2.2.2. Maksud dan Tujuan

a. MaksudMaksud pekerjaan ini adalah untuk menetukan nilai CBR sub base atau base course suatu perkerasan secara cepat dan praktis. Bisa dilakukan sebagai pekerjaan quality control pekerjaan pembuatan jalan.

b. TujuanTujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui nilai CBR lapisan tanah dasar badan jalan yang dilakukan pada ruas-ruas jalan belum beraspal seperti jalan tanah, jalan kerikil, jalan beraspal yang telah rusak hingga tampak lapisan pondasinya atau pada daerah rencana pelebaran.

2.2.3. Pelaksanaan

Pemeriksaan akan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :a. Alat DCP (Dutch Cone Penetration) yang dipakai harus sesuai dengan

ketentuan-ketentuan dan bentuk yang telah ditetapkan.b. Pemeriksaan dilakukan dengan interval 200 m pada sisi kanan dan kiri jalan

(secara zig zag)c. Pemeriksaan dilakukan di tepi perkerasan pada daerah rencana pelebaran jalan

dan pada permukaan lapisan tanah dasar.d. Dilakukan pencatatan ketebalan dan jenis bahan perkerasan yang ada seperti

lapisan sirtu, lpisan telford, lapisan pasir, dll.e. Pemeriksaan dilakukan hingga mencapai kedalaman 90 cm dari permukaan

lapisan tanah dasar, kecuali bila diketemukan tanah dasar yang sangat keras (lapisan batuan).

f. Selama pemeriksaan akan dicatat keadaan khusus yang perlu diperhatikan seperti timbunan, kondisi drainase, cuaca dan waktu.

g. Lokasi awal dan akhir pemeriksaan dicatat dengan jelas.h. Data yang diperoleh dari pemeriksaan selanjutnya dicatat dalam forulir

standar.

Laporan akhir

Page 8: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 4

PT.ARENCO BINATAMA

2.2.4. Alat Yang Digunakan

1. Alat DCP Test beserta kelengkapannya, terdiri dari : pemegang (handle), penumbuk (hammer), stang pengantar (guide rod), kepala penumbuk (anvil), stang penetrasi (penetration rod), konus (cone), mistar penetrasi (penetration scale), tas alat ( carrying bag) dan kunci pas (open end wrench).

2. Linggis dan 2 buah kunci InggrisDigunakan untuk menggali tanah dasar sebagai tempat kedudukan alat DCP dan menarik keluar alat DCP dari dalam tanah.

3. Blangko pencatat dan alat tulisDigunakan untuk mencatat data hasil pengujian.

4. TenagaDipakai 4 orang untuk mendukung kegiatan survey DCP.

2.2.5. Spesifikasi Alat

Spesifikasi alat DCP yang digunakan adalah :ƒ Konus : Baja yang diperkeras diameter 2 mm

Sudut kemiringan 60 derajatƒ Penumbuk : Berat 8 kg dan Tinggi jatuh 575 mmƒ Mistar penetrasi : 100 cmƒ Stang penetrasi : diameter 16 mm

Peralatan ini cukup dioperasikan oleh dua orang operator saja. Tanpa memerlukan perhitungan khusus, sehingga pekerjaan quality control menjadi cepat dan efisien tanpa mengabaikan keterangan hasil pengukuran.

Disamping itu alat ini didesain khusus agar mudah dibawa kemana-mana, dan alat dapat dibongkar pasang dengan mudah dan cepat.

Laporan akhir

Page 9: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 5

PT.ARENCO BINATAMA2.2.6. Hasil dan Pembahasan

Dari rute sepanjang lokasi penyelidikan dilakukan beberapa titik penyelidikan yang kemudian diambil nilai CBR yang mewakili (CBR rata-rata). Kemudian pada arah horisontal sepanjang segmen diadakan perhitungan dengan sistem random yang selanjutnya diambil CBR desain.

Untuk menentukan nilai CBR segmen digunakan rumus secara analitis sebagai berikut :

CBR segmen = CBR rata-rata – (CBR m aks – CBR m i n) R

Dimana :CBR segmen = Nilai CBR pada bagian atau kelompok pengujian yang mewakili

satu lokasi.CBR maks = Nilai CBR terbesarCBR min = Nilai CBR terendahR = Nilai yang didasarkan pada jumlah pengujian pada kelompok

tersebut sesuai tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nilai R untuk perhitungan CBR segmen

Jumlah Titik Uji Nilai R

2 1,41

3 1,91

4 2,24

5 2,48

6 2,67

7 2,83

8 2,96

9 3,08

> 10 3,18

2.3. SURVEY LHR

Salah satu dari proses Perencanaan Teknik Jalan adalah melakukan Survey Perhitungan Lalu Lintas yang merupakan salah satu tahap proses perencanaan teknik jalan. Untuk perencanaan jalan diperlukan suatu kemampuan memperkirakan volume lalu lintas yang diharapkan pada jalan yang sedang dievaluasi dan menghubungkan volume ini ke salah satu konsep kapasitas jalan.

2.3.1. Tujuan

Tujuan dari Survey Perhitungan Lalu Lintas adalah untuk mendapatkan informasi selengkapnya mengenai keadaan lalu lintas, jenis dan jumlah kendaraan, yang mana dari data tersebut dapat dianalisa untuk mendapatkan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) untuk menentukan jumlah jalur, jumlah lajur, lebar perkerasan serta bahu jalan pada ruas jalan yang akan direncanakan.

Laporan akhir

Page 10: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 6

PT.ARENCO BINATAMA

2.3.2. Lingkup Pekerjaan

2.3.2.1. Menghitung lalu lintas harian sesuai golongan :

ƒ Golongan 1 = sepeda motor dan roda tigaƒ Golongan 2 = sedan , jeep, station wagonƒ Golongan 3 = oplet, pick up, minibusƒ Golongan 4 = mikro truk, mobil hantaranƒ Golongan 5 = busƒ Golongan 6 = truk 2 asƒ Golongan 7 = truk 3 asƒ Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

2.3.2.2. Analisa data

Pada tahap ini dilakukan analisa data yang telah diperoleh dari data lapangan. Analisa data merupakan analisa masalah yang perlu dilakukan untuk mengetahui pokok-pokok bahasan yang akan diolah sehingga akan dapat diketahui cara pemecahannya.

Penggolongan kendaraan yang disurvey dibagi menjadi empat golongan, yaitu :1. Kendaraan ringan (Light Vehicle = LV)2. Kendaraan berat (Heavy Vehicle = HV)3. Sepeda motor (Motor Cycle = MC)4. Kendaraan tak bermotor (Un Motor = UM)

Dari data lalu lintas yang didapat akan diperhitungkan perbedaan beban lalu lintas yang dikenal sebagai factor ekivalen dalam satuan mobil penumpang (SMP) sebagai berikut :

Tabel 2.2. Satuan Mobil Penumpang

No. Jenis Kendaraan Satuan Mobil Penumpang1. sepeda motor dan roda tiga 0,252. sedan , jeep, station wagon 1,003. oplet, pick up, minibus 1,004. mikro truk, mobil hantaran 1,005. bus 2,506. truk 2 as 2,507. truk 3 as 3,008. kendaraan tak bermotor 0,00

2.3.3. Pelaksanaan Pengumpulan Data

2.3.3.1. Lokasi Survey

Dikarenakan ini adalah perencanaan jalan baru, dan jalan yang ada hanya baru sampai Pejalin maka Lokasi Survey Perhitungan Lalu Lintas untuk ruas jalan rencana diambil satu titik, yaitu pada pangkal ruas jalan yang berada di Pejalin.

Laporan akhir

Page 11: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 7

PT.ARENCO BINATAMA

2.3.3.2. Alat Yang Digunakan

1. MeteranDigunakan untuk mengukur keadaan lapangan (lebar badan jalan dan bahu)

2. Stop watchDigunakan untuk mencatat jumlah tiap jenis kendaraan yang disuvey dalam durasi tertentu.

3. Blangko pencatat dan alat tulisDigunakan untuk mencatat jumlah kendaraan selama periode survey.

4. PencatatDiperlukan 4 orang pada setiap titik survey untuk mencatat semua jenis kendaraan yang lewat.

2.3.4. Dasar Teori Perhitungan LHR

2.3.4.1. Survei Volume Lalu Lintas

Menurut Malkamah (1995), survei dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data dan informasi selengkapnya tentang keadaan lalu lintas, jenis dan jumlah kendaraan, yang mana dari data tersebut dapat dianalisa untuk mendapatkan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) guna menentukan jumlah lajur, lebar perkerasan serta bahu jalan pada ruas jalan yang akan direncanakan.

Data yang diperoleh dapat berupa data primer maupun data sekunder. Survei dilakukan bila benar-benar perlu dan data tersebut tidak dapat diperoleh secara sekunder.

Hobbs (1995) menyatakan bahwa survei-survei diperlukan untuk banyak tujuan dan agar dapat dilakukan secara efisien, maka tujuan survei harus didefinisikan dengan jelas. Survei harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, dikompilasi secara benar dengan format penyusunan data yang baik sehingga :a. Validitas tinggib. Dapat digunakan optimal oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan c. Dapat diolah dengan data yang laind. Mudah dicari dan dipanggil kembali

Sedangkan survei volume lalu lintas dilakukan dengan mencatat setiap kendaraan yang lewat di suatu titik yang mewakili ruas jalan yang bersangkutan sehingga didapat :a. Pola arus lalu lintas (jam, hari, bulan, tahun)b. Volume lalu lintas tiap pergerakan c. Komposisi kendaraand. Data untuk memprediksi arus lalu lintas yang akan datang e. Tingkat okupansi kendaraan.

Laporan akhir

Page 12: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 8

PT.ARENCO BINATAMA

2.3.4.2. Kendaraan Rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu :

a Kendaraan Ringan / Kecil (LV)Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan empat roda dan dengan jarak as 2,0 m – 3,0 m (meliputi : mobil penumpang, oplet, mikrobus, pick up dan truck kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

b Kendaraan Sedang (MHV)Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 m - 5,0 m (termasuk bus kecil, truk dua as dengan enam roda, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

c Kendaraan Berat / Besar (LB-LT)i. Bus Besar (LB)

Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 m.

ii. Truck Besar (LT)Truck tiga gandar dan truck kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama ke dua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

d Sepeda Motor (MC)Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

e Kendaraan Tak Bermotor (UM)Kendaraan dengan roda yang digerakan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping. Dimensi dasar untuk masing-masing kendaraan rencana ditunjukan dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3. Dimensi Kendaraan Rencana

Kategori

KendaraanRencana

Dimensi Kendaraan

(cm)

Tonjolan

(cm)

Radius Putar

(cm)

Radius

Tonjolan(cm)

Tinggi Lebar Panjan

g

Depan Belakang Min Maks

Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780

Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410

Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum DirektoratJenderal Bina Marga, 1997)

Laporan akhir

Page 13: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 9

PT.ARENCO BINATAMA

2.3.5. Komposisi Lalu Lintas

Volume Lalu – Lintas Harian Rata-rata (VLHR), adalah prakiraan volume lalu- lintas harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/hari.

a Satuan Mobil Penumpang (SMP)Satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan smp.

b Ekivalen Mobil Penumpang (emp)Faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya pada perilaku lalu-lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp = 1,0).

Tabel 2.4. Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

No Jenis Kendaraan Datar / Bukit Gunung

1 Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0

2 Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil 1,2 - 2,4 1,9 – 3,5

3 Bus dan Truck Besar 1,2 – 5 0 2,2 – 6,0(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen PekerjaanUmum Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997)

2.3.6. Volume Lalu Lintas Harian Rencana

Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam smp / hari. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam smp / jam, dihitung dengan rumus :

VJR= VLHRx K

Fdimana :K : disebut faktor K adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk.F : disebut faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam

dalam satu jam

VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan. Faktor K dan F yang sesuai dengan VLHR dapat dilihat pada tabel2.5.

Laporan akhir

Page 14: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 10

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 2.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume LHR

VLHR FAKTOR – K (%) FAKTOR – F (%)

> 50.000

30.000-50.000

10.000-30.000

5.000-10.000

1.000-5.000

< 1.000

4 - 6

6 - 8

6 - 8

8 - 10

10 - 12

12 - 16

0.9 – 1

0.8 – 1

0.8 – 1

0.6 – 0.8

0.6 – 0.8

< 0.6

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan UmumDirektorat Jenderal Bina Marga, 1997)

2.3.7. Tipe Jalan

Tipe jalan jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan ini dipakai 2 lajur 2 arah tak terbagi (2 / 2 TB) Keterangan : TB = tidak terbagi, B = terbagi

2.3.8. Bagian-Bagian Jalan

1. Jalur Lalu Lintas

Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Jalur lalu lintas yang dipakai adalah bahu jalan.

Lebar jalur adalah 6.0 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan.

Laporan akhir

Page 15: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 11

PT.ARENCO BINATAMA

2. Lajur

Lajur adalah bagian lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar 3.0 m cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas dibuatkan kemiringan normal 2%.

Lebar lajur dapat dilihat pada table, pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam tabel 2.6.

Tabel 2.6. Lebar lajur jalan yang ideal

Fungsi Kelas Lebar Lajur Ideal (m)

Arteri I

II, III A

3,75

3,50

Kolektor III A, III B 3,00

Lokal III C 3,00(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan

Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997)

3. Bahu Jalan

Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan diperkeras dengan Timbunan Pilihan yang dipadatkan. Kemiringan bahu jalan 4 %. Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut :

a Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan tempat parkir darurat.

b Ruang bebas samping bagi lalu lintas.c Sebagai penyangga untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.

Tabel 2.7. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan.

VLHR

Smp / Hari

Arteri Kolektor Lokal

Ideal Min Ideal Min Ideal Min

Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu

<3000 6.0 1.5 4.5 1.0 6.0 1.5 4.5 1.0

3000-10000 7.0 2.0 6.0 1.5 7.0 1.5 6.0 1.5

10000-25000 7.0 2.0 7.0 2.0 7.0 2.0 Mengacu

pada

persyaratan

ideal

Tidak ditentukan

>25000 2nx

3.5

2.5 2nx

3.5

2.0 2nx

3.5

2.0

Laporan akhir

Page 16: Laporan Akhir Bab 123 5

II - 12

PT.ARENCO BINATAMA

Keterangan : 2 = 2 jalur,n = jumlah-lajur per jalur, n x 4.5 = lebar per jalur

2.3.9. Dasar Perencanaan Jalan

Apabila suatu ruas jalan akan bangun, maka diadakan perhitungan lalu lintas pada ruas jalan tersebut. Kemudian nilai-nilai tersebut diproyeksikan untuk tahun rencana. Daerah kawasan survey cukup bervariasi, dari daerah datar sampai perbukitan.

Laporan akhir

Page 17: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Bab III Kriteria Perencanaan

3.1. PERENCANAAN JALAN

Jalan yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah Kolektor Klas IIIC yaitu jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal. Artinya sebagai penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran, sebagai penghubung antar hunian/ perumahan, juga sebagai penghubung desa ke pusat kegiatan yang lebih tinggi tingkatnya (kecamatan).

3.1.1. Standar Teknis Jalan

Standar – standar di bawah ini disusun khusus untuk jalan desa, dengan keadaan tanah, topografi, dan iklim yang sering menghambat pembuatan jalan yang baik. Standar ini tidak dimaksud sebagai “peraturan mati”, tetapi diharapkan bermanfaat bagi para perancang dan pengawas. Pengalaman dan penilaian mereka selalu harus diterapkan pada setiap desain yang dibuatnya, karena setiap jalan mempunyai keadaan yang unik.

Tujuan pengendalian erosi pada jalan adalah utuk mengamankan jalan dan membangun jalan yang tidak menjadi sumber erosi. Pengendalian erosi dapat dilakukan secara sipil teknis atau secara vegetatif, dan masing-masing mempunyai kelebihan. Seorang perencana harus memilih perlakuan pengendalian erosi dengan mempertimbangkan konservasi dan biaya yang tidak terbatas pada waktu penyelesaian kontsruksi jalan, tetapi harus dipikirkan sampai masa pemeliharaan.

Kegiatan pengendalian erosi tidak dibatasi pada Daerah Milik Jalan (Damija). Perencana wajib mempertimbangkan akibat konstruksi jalan di luar Daerah Milik Jalan (misalnya pembuangan dari saluran merusak lahan produktif) dan boleh merencanakan perlakuan walaupun perlakuan tersebut agak jauh dari badan jalan (misalnya untuk mengamankan jalan dengan ditanam pohon-pohon pada mini - catchment yang terletak di atas jalan).

Tingginya curah hujan, lereng-lereng curam dan tanah rapuh menimbulkan banyak kesulitan dalam perencanaan dan pembangunan jalan berkualitas tinggi, terutama bila dimaksudkan untuk membangun jalan dengan biaya rendah dan tidak membahayakan lingkungan. Dalam konteks seperti ini kita harus menyadari bahwa masalah erosi akan terus muncul walaupun dapat dikurangi dan diatasi ketika terjadi.

Laporan akhir

Page 18: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA3.1.2. Batas-Batas Penggunaan

Penentuan tebal perkerasan dengan cara yang akan diuraikan hanya berlaku untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular material, batu pecah).

Cara-cara perhitungan jalan, selain yang diuraikan disini dapat juga digunakan, asal saja dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil test oleh seorang ahli.

3.1.3. Penggunaan

Petunjuk perencanaan ini dapat digunakan untuk :- Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction/Full Depth Pavement)- Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay)- Konstruksi bertahap (Stage Construction)

Khusus untuk penentuan tebal perkuatan perkerasan jalan lama, penggunaan nomogram 1 sampai dengan 9 (lampiran 1) hanya dapat dipergunakan untuk cara “Analisa Lendutan” dibahas dalam “Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam” No.01/mn/b/1983.Perkuatan perkerasan lama harus terlebih dahulu dilakukan untuk meneliti dan mempelajari hasil-hasil laboratorium. Penilaian ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab perencana sesuai dengan kondisi setempat dan pengalamannya.

3.1.4. Perkerasan Jalan

Bagian Perkerasan Jalan umumnya meliputi : Lapis Pondasi Bawah (Sub BaseCourse), Lapis Pondasi (Base Course) dan Lapis Permukaan (Surface Course).

lapis permukaan D1

lapis pondasi D2

lapis pondasi bawahD3

Gambar 3.1.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan

3.1.5.1. Tanah DasarKekuatan dan ketahanan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.Umumya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:a) Perubahan bentuk tetap (Deformasi Permanen) dari macam-macam

tanah tertentu akibat beban lalu lintas,b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan

kadar air,c) Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara

pasti daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukan atau akibat pelaksanaan,

Laporan akhir

Page 19: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.

e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan diatas maka tanah dasar harus dikerjakan sesuai dengan Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya.

3.1.5.2. Lapis Pondasi Bawah

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain ;a) Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan

menyebarkan beban roda,b) Mencapai efisiensi penggunaan material yang relative murah agar

lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya,c) Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi,d) Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang relative lebih baik dari tanah dasar digunakan sebagai bahan pondasi bawah.Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

3.1.5.3. Lapis PondasiFungsi Lapis Pondasi antara lain :a. Sebagai bahan perkerasan yang menahan beban roda b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan

Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda melalui lapis penutup. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilitas tanah dengan semen atau kapur.

3.1.5.4. Lapis PermukaanFungsi lapis permukaan antara lain :a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban rodab. Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi pondasi atas, bawah dan

badan jalan dari kerusakan akibat airc. Sebagai lapisan aus (wearing course)

Laporan akhir

Page 20: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Bahan untuk lapis permukaan sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik yang mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan harus dipertimbangkan ketahanan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai menfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

3.1.6. Parameter Perencanaan

3.1.6.1. Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini :

Tabel 3.1.1. Jumlah Jalur berdasarkan lebar perkerasan

Lebar Perkerasan ( L ) Jumlah Jalur ( n )L < 5,50 m

5,50 m ≤ L < 8,25 m8,25 m ≤ L < 11,25 m11,25 m ≤ L < 15,00 m15,00 m ≤ L < 18,75 m18,75 m ≤ L < 22,00 m

1 jalur2 jalur3 jalur4 jalur5 jalur6 jalur

Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar dibawah ini :

Tabel 3.1.2. Koefisien Distribusi

Jumlah JalurKendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 jalur2 jalur3 jalur4 jalur5 jalur6 jalur

1,000,600,40

---

1,000,500,400,300,250,20

1,000,700,50

---

1,000,500,4750,450,4250,40

*) berat total < 5 ton,: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.**) berat total ≥ 5 ton,: bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.

Laporan akhir

Page 21: Laporan Akhir Bab 123 5

4

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.6.2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan.

Angaka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :

⎛ beban⎜

satu sumbu ⎞⎟

Angka ekivalen sumbu tunggal = ⎜ =tunggal dalam kg ⎟⎜ 8160 ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠

4⎛ ganda dalam kg ⎞Angka ekivalen sumbu tunggal = 0,086 ⎜⎝

⎟8160 ⎠

Tabel 3.1.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Sumbu Angka EkivalenKg Lb Sumbu

TunggalSumbuGanda

100020003000400050006000700080008160900010000110001200013000140001500016000

220544096614881811023132281543217637180001984122046242512645528660308643306935276

0,00020,00360,01830,05770,14100, 29230, 54150,92381,00001,47982,25553,30224,67706,44198,664711,414814,7815

-0,00030,00160,00500,01210,02510,04660,07940,08600,12730,19400,28400,40220,55400,75420,98201,2712

3.1.6.3. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen.

a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah dengan median.

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Laporan akhir

Page 22: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

LEPn

= ∑j =1

LHR j x C j x E j

Catatan : j = jenis kendaraan

c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus :n

LEA = ∑ LHR j(1 +

i)UR

x C j x E j

j =1

Catatan : i = perkembangan lalu lintas j = jenis kendaraan

d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus :

⎛ LEP + LEA ⎞LET = ⎜ ⎟⎝ 2 ⎠

e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus :LER = LET x FP

Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus :

FP = UR

10

3.1.7. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi (gambar3.1.2). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atauCBR laboratorium.

Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya. Dapat juga diukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay).

Test CBR dapat dilakukan menurut Pengujian Kepadatan Ringan (SKBI3.3.30.1987/UDC. 624.131.43 (02) atau Pengujian Kepadatan Berat (SKBI3.3.30.1987/UDC. 624.131.53 (02) sesuai dengan kebutuhan.

CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai data-data yang dapat dipertanggung jawabkan.Cara-cara lain tersebut dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau R- value.

Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai berikut :a. Tentukan harga CBR terendah.

Laporan akhir

Page 23: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing- masing nilai CBR.

c. Angka jumlah terbanyak ditentukan sebagai 100 %. Jumlah lainnya merupakan persentase dari 100 %.

d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90 %.

Gambar 3.1.2. Korelasi DDT dan CBR

Catatan : Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh nilai DDT.

3.1.8. Faktor Regional (FR).

Keadaan lapangan termasuk mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alignment serta persentase kendaraan dengan berat ≥ 13 ton, dan kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun. Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan “Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya” edisi terakhir, maka pengaruh keadaan lapangan yang menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama.

Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alignemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut :

Laporan akhir

Page 24: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 3.1.4. Faktor Regional (FR)

Kelandaian I ( < 65% )

Kelandaian II ( 6 – 10 % )

Kelandaian III ( > 10 % )

% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraanberat

≤ 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%

Iklim I< 900 mm/th

0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5

Iklim II> 900 mm/th

1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.

3.1.9. Indeks Permukaan (IP).

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini : IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat

sehingga sangat menggangu lalu lintas kendaraan.IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yg masih mungkin (jalan tidak

terputus).IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap. IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaa jalan masih cukup stabil dan baik. Dalam menentukan indeks permukaan atau IP pada akhir umur rencana perlu dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER), menurut data dibawah ini :

Tabel 3.1.5. Indeks Permukaan Pada Akhir, Umur Rencana (IP)

LER =Lintas

Ekivalen Rencana*)

Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

< 1010 – 100

100 – 1000>1000

1,0 – 1,51,5

1,5 – 2,0-

1,51,5 – 2,0

2,02,0 – 2,5

1,5 – 2,02,0

2,0 – 2,52,5

---

2,5

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah atau jalan

darurat maka IP dapat diambil 1,0

Laporan akhir

Page 25: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana menurut daftar dibawah ini :

Tabel 5.1.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Lapis Perkerasan IPoRoughness *)

(mm/km)LASTON

LASBUTAG

HRA

BURDABURTU LAPEN

LATASBUM BURAS

LATASIR JALAN TANAH

KERIKIL

≥ 43,9 – 3,53,9 – 3,53,4 – 3,03,9 – 3,53,4 – 3,03,9 – 3,53,4 – 3,03,4 – 3,02,9 – 2,52,9 – 2,52,9 – 2,52,9 – 2,5

≤ 2,4≤ 2,4

≤ 1000> 1000≤ 2000> 2000≤ 2000> 2000< 2000< 2000≤ 3000> 3000

*) Alat pengukur Roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 stasiun wagon, dengan kecepatan kendaraan ± 32 km/jam.Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat roughometer melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang kendaraan, yang selanjutnya dipindahakan kepada counter melalui “Flexible drive”.Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara sumbu belakang dan body kendaraan.Alat pengukur Roughness tipe lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap roughometer NAASRA.

3.1.10. Koefisien Kekuatan Relatif ( a )

Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untukbahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).

Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilisasi) bahan beraspal bias diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field dan Smith Triaxial.

Laporan akhir

Page 26: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 3.1.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisie Kekuatan Relatif Koefisien Kekuatan BahanJenis Bahana1 a2 a3 MS

(kg)Kt

(kg/cm)CBR(%)

0,400,350,320,30

0,350,310,280,26

0,300,260,250,020

---

--

--

--

---

---

-

----

----

----

0,280,260,24

0,230,19

0,150,13

0,150,13

0,140,130,12

---

-

----

----

----

---

--

--

--

---

0,130,120,11

0,10

744590454340

744590454340

340340

--

590454340

--

--

--

---

---

-

----

----

----

---

--

2218

2218

---

---

-

----

----

----

---

--

--

--

1008060

705030

20

Laston

Lasbutag

HRAAspal Macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual)

Laston Atas

Lapen (mekanis) Lapen (manual)

Stab. Tanah dgn semen

Stab. Tanah dgn kapur

Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C)

Sirtu/pitrun (kelas A) Sirtu/pitrun (kelas B) Sirtu/pitrun (kelas C)

Tanah/lempung kepasiran

Catatan : Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen; diperiksa pada hari ke 7.Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.

Laporan akhir

Page 27: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.11. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan.

Tabel 3.1.8. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan

1. Lapis Permukaan :

ITP Tebal Minimum

(cm)

Bahan

< 3,003,00 – 6,706,71 – 7,497,50 – 9 99

≥ 10,00

55

7,57,55

Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, LastonLapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, LastonLasbutagLaston

2. Lapis Pondasi :

ITP TebalMinimum

(cm)

Bahan

< 3,00

3,00 – 7,49

7,50 – 9,99

10 – 12,14

≥ 12,25

15

20*)

1020

1520

25

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah denan kapurBatu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah denan kapurLaston AtasBatu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi macadamLaston AtasBatu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi macadam, Lapen, Laston AtasBatu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi macadam, Lapen, Laston Atas.

*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.

3. Lapis Pondasi Bawah.

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah10 cm

Laporan akhir

Page 28: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.13. Konstruksi Bertahap.

Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain :1. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai rencana (misalnya

: 20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap, misalnya tahap pertama untuk 5 tahun, dan tahap berikutnya untuk 15 tahun.

2. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk jangka panjang (misalnya : 20 sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan, perkiraan lalu lintas diharapkan tidak jauh meleset.

3. Kerusakan setempat (weak spot) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan direncanakan sesuai data lalu lintas yang ada.

Laporan akhir

Page 29: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.14. Pertimbangan Drainase

Air adalah musuh jalan yang paling kuat. Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air dibiarkan merintangi permukaan jalan. Jalan menjadi rusak apabila air dibiarkan mengalir ditengah jalan. Jalan menjadi bergelombang apabila pondasi jalan tidak kering.

Perbaikan masalah di atas cukup mahal dan sulit, tetapi masalah seperti ini dapat dihindari apabila masalah drainase dipertimbangkan pada waktu pra survey. Di tempat tertentu, tidak akan ada masalah drainase. Ditempat lain, jalan hamper pasti mengalami masalah berat. Pertimbangan yang paling sederhana adalah sebagai berikut :

Jalan yang dapat mengikuti punggung bukit tidak akan mengalami drainase, karena air tidak perlu melintang jalan.

Jalan yang dibuat pada lereng bukit, terpaksa harus ada galian dan timbunan tanah, selokan pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan sebagainya, dengan biaya konstruksi yang lebih besar. Kemungkinan terkena erosi dan longsor yang lebih besar.

Keadaan seperti ini harus dihindari karena masalah drainase (pembuangan) air. Kemungkinannya jalan tidak bisa dikeringkan.

3.1.15. Geometri Jalan

Jalan direncanakan untuk kecepatan 40 s/d 60 Km/jam. Pandangan bebas harus diperhatikan demi keselamatan pemakai jalan, baik kendaraan maupun pejalan kaki.

Tikungan vertical dengan pandangan bebas 30 meter.

Laporan akhir

Page 30: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Tikungan horizontal dibuat dengan pandangan bebas 30 meter.

BUKIT

10 Meter

Jari – jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan pelebaran perkerasan dan kemiringan melintang miring ke dalam.

3.1.16. Tempat Persimpangan

Perkerasan yang hanya selebar tiga meter kurang lebar untuk dua kendaraan saling melewati, maka harus disediakan tempat sebuah kendaraan dapat menunggu kendaraan berjalan dari lain arah. Setiap tempat ini harus kelihatan dari tempat yang sebelumnya.

BUKIT

Dapat dilihat

Dapat dilihatTempat 2

Laporan akhir

Page 31: Laporan Akhir Bab 123 5

3

6

PT.ARENCO BINATAMA

Tempat 1

3,00 m

JALAN

1,50 minimal

3.1.19. Bentuk Badan Jalan

Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa. Pada daerah yang relative datar, badan jalan dibuat dengan bentuk “punggung sapi”.

Perkerasan dengan lebar 6 meter adalah perkerasan standar pada proyek ini., sedangkan kebutuhan panjang jalannya lebih diutamakan. Bahu jalan dibuat selebar 1 meter kiri kanan jalan, maka lebar badan jalan menjadi 8,00 meter.

3.1.21. Permukaan Jalan

Permukaan jalan dipakai lapisan Aggregat B tebal 20 cm dan aggregate A 15 cm dengan lapis permukaan menggunakan lapisan Lapen.

Tanah asli di bawah permukaan (pondasi) dipadatkan oleh mesin gilas, stemper, atau timbres dengan kemiringan yang direncanakan untuk permukaan.Lapisan paling bawah adalah lapisan pasir yang menjadi alas batu, untuk memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rata dan rapi.

Batu harus dipasang dan ditanam dengan teliti supaya permukaan rata dan rapi. Batu harus berdiri tegak lurus dengan as jalan (melintang), ujung yang lebih runcing ke atas (kalau runcing kebawah, batu yang dibebani akan tembus lapisan pasir dasar ).Disisipkan batu kecil sebagai pengunci pada permukaan.

Lapisan paling atas terdiri dari campuran pasir dengan tanah yang terpilih. Tanah liat tidak boleh dipergunakan. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai pasir urug. Sebagai alternatif, lapisan atas dapat dibuat dari sirtu atau krosok dengan tebalnya 2 cm.Sebagai langkah terakhir, dipadatkan dengan mesin gilas roda besi sambil permukaan disempurnakan.

Khusus untuk tikungan tajam, permukan dibuat miring ke dalam, dengan kemiringan maksimal 10 %. Hal ini untuk membuat tingkat pelayanan jalan selalu sama baik di jalan lurus maupun di tikungan. Perkerasan diperlebar 50 cm pada bagian dalam tikungan.

3.1.22. Bahu Jalan

Bahu jalan berfungsi sebagai pelindung permukaan jalan dan sebagai perantara aliran air hujan yang ada dipermukaan jalan menuju saluran pinggir dengan

Laporan akhir

Page 32: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

lancar. Bahu jalan juga berfungsi sebagai tempat pemberhentian sementara bagian kendaraan. Bahu jalan tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan jalan desa.

Adapun persyaratan teknis untuk bahu jalan adalah sebagai berikut :• Bahu jalan dibuat di sebelah kiri dan sebelah kanan sepanjang jalan, dengan

lebar minimal 50 cm.• Bahu harus dibuat dengan kemiringan sedikit lebih miring dari pada kemiringan

permukaan jalan, biasanya 5 – 8 % (sama dengan turun 3-4 cm persetiap 50 cmlari), demi kelancaran pembuangan air hujan.

• Bahan untuk bahu sebaiknya terdiri dari tanah yang dapat ditembusi air,sehingga pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses rembesan.

• Tanah pada bahu harus dipadatkan (lihat penjelasannya dalam sub babpemadatan tanah)

• Ada baiknya kalau rumput ditanam disebelah luar bahu, dimulai sekitar 20 cmdari pinggir. Rumput tersebut akan membantu stabilisasi pinggir jalan, tetapiharus dipangkas secara rutin supaya tidak terlalu tinggi.

• Penanaman perdu atau pohon diharapkan diluar bahu (dan saluran, bila ada).Tanaman tersebut akan membantu stabilitas timbunan baru, tetapi tidak bolehterlalu dekat dengan jalan.

3.1.23. Pemadatan TanahTanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat. Sebelum kegiatan pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan dengan mesin gilas, stemper, atau timbrisan.Pemadatan ini sangat membantu menjaga stabilitas dan daya tahan badan jalan. Jalan yang tidak dipadatkan juga lebih mudah terkikis oleh pengaliran air, dan mudah terkena air dan longsor.

Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal adalah sedikit basah, tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar. Tanah biasa yang terlalu basah tidak dapat dipadatkan. Tanah yang terlalu kering memerlukan tenaga jauh lebih banyak untuk dipadatkan. Pemadatan harus secara lapis demi lapis, dengan setiap lapis maksimal 20 cm. Bila dipadatkan dengan lapisan yang lebih tebal, bagian dalam kurang padat.

Pemadatan secara mesin dapat dilaksanakan dengan stemper atau dengan mesin gilas yang berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 2 ton bergetaran dianggap sama dengan mesin biasa berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 6-8 ton dapat digunakan apabila dapat masuk lokasi. Pemadatan secara padat karya dilaksanakan dengan timbris.Untuk daerah dimana tempat tanah dasarnya jelek, maka badan jalan harus diadakan perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilizer.

Laporan akhir

Page 33: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.25. Saluran Pinggir Jalan

Saluran pinggir jalan yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan di sebelah kiri dan kanan jalan, kecuali :a. Jalan yang dibuat di punggung bukit, tidak perlu saluran sama sekali.b. Jalan yang dibuat di lereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah luarnya. c. Badan jalan diurug lebih dari 50 cm

Pada keadaan biasa, setiap saluran harus berukuran 50 cm (dalam) x 30 cm (lebar dasar) seperti yang diatas, dengan bentuk trapezium (lebar atas 50 cm). Saluran dibuat lebih besar apabila diperkirakan debit air yang harus dibuang sangat besar. Saluran dibuat sejajar dengan jalan, dan dasar saluran harus dibuat dengan kemiringan sangat rendah untuk mengendalikan kecepatan aliran. Kecepatan tinggi menyebabkan erosi tanah, maka perlu terjunan atau pasangan apabila kecepatan aliran air terlalu cepat. Tidak benar jika dasar saluran datar, karena air tidak akan mengalir sama sekali.Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah daripada lapisan pasir yang ada di bawah batu perkerasan, demi kelancaran proses perembesan dan pengeringan.

Saluran yang peka erosi perlu dilindungi. Perlindungan terdiri dari penguatan talud dan dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Tujuan perlindungan saluran adalah untuk mengurangi erosi tanah pada saluran supaya saluran tetap berfungsi dan jalan tidak terkikis. Jenis perlindungan terdiri dari rumput (gebalan), turab, batu kosong, atau pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada tikungan di tanah yang sangat peka erosi.

Jenis perlindungan dipilih setelah dipertimbangkan :1. Kemiringan saluran dan kecepatan air2. jenis tanah (harus yang peka erosi)3. perubahan arah pengaliran pada belokan4. debit air.

Laporan akhir

Page 34: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.26. Box Culvert dan Jembatan

Box Culvert dan Jembatan adalah jenis bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air yang harus melewati di bawah permukaan jalan.

Box Culvert dan Jembatan diperlukan jika :

o Terdapat sungai atau saluran irigasi melewati jalan.o Kapasitas saluran pinggir kurang mengalirkan volume air yang

odiperkirakan, dan air harus melewati jalan untuk dibuang.Saluran pinggir jalan memotong jalan lain pada persimpangan.

Gorong

JALAN

o Di daerah perbukitan, setiap tempat terendah pada profil jalan. Kebutuhan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

X = Lokasi yang salahO = Lokasi yang betul

Tiap gorong-gorong dilengkapi bak penampungan air dan bak pembuang di ujungnya, demi kelancaran pengaliran air dan untuk mencegah erosi.Untuk mengurangi erosi, aliran alamiah tidak digangu. Baik di denah maupun di profil kedua ujung gorong-gorong mengikuti garis aliran yang alamiah. Jika garis alamiah tidak diikuti, saluran dan bak harus dilindungi.

Garis Aliran

Box/Jembatan

J AL A N

Garis Aliran Badan Jalan

Laporan akhir

Page 35: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Jenis Box Culvert dan Jembatan yang layak untuk jalan desa adalah:1. Plat beton yang dibuat dengan pondasi dari pasangan batu dan lantai dari

beton bertulang, berukuran sisi layak di mana buis beton tidak ditanam cukup dalam.

3. Boog duiker, yang dibuat dari batu belah dan berukuran 40 s.d 60 cm.

3.1.27. Pembuangan dari Saluran dan Gorong-Gorong

Pembuangan dari saluran dan gorong-gorong harus diperkirakan untuk mencegah kerusakan akibat pengaliran air yang tidak terkendali. Pembuangan air dengan aman tetap menjadi tanggung jawab perencana jalan.

Pembuangan yang aman adalah pembuangan yang mengantarkan aliran air ke sungai atau ke saluran yang mampu mengalirkan volume air tanpa merusak lingkungannya, terutama lahan petani atau rumah penduduk. Pembuangan tersebut dapat melalui sebuah saluran baru khusus pembuangan.

3.2. PERENCANAAN DRAINASE

3.2.1. Maksud dan Tujuan

3.2..1. MaksudTata cara perhitungan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam merencanakan struktur drainase permukaan jalan. Adapun yang dimaksud dengan saluran drainase disini adalah :a. Saluran samping jalan

Yaitu saluran drainase yang terletak di sebelah kiri dan kanan jalan, karena saluran juga difungsikan sebagai penampung limbah rumah tangga yang biasanya menghadap ke arah jalan.

b. Saluran drainase yang berdiri sendiri.Kedua jenis saluran tersebut merupakan satu sistim pembuangan yang saling terkait.

3.2..2. TujuanTujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam cara merencanakan drainase permukaan jalan yang sesuai dengan persyaratan teknis.

3.2.2. Ruang Lingkup

Tata cara ini meliputi persyaratan-persyaratan, kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan serta dimensi, kemiringan, jenis bahan, tipe saluran samping jalan dan gorong-gorong/Box/Jembatan.

Laporan akhir

Page 36: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

3.2.4. Pesyaratan-persyaratan

Hal yang disyaratkan dalam perencanaan sistem drainase adalah sebagai berikut :1) Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas

drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya berdaya guna;

2) Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan faktor ekonomi dan faktor keamanan;

3) Perencanaan drainase harus mempertimbangkan pula segi kemudahan dan nilai ekonomis terhadap pemeliharaan sistem drainase tersebut;

4) Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai-sungai pengumpul drainase;

5) Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistem drainase areal, tetapi harus diperhatikan dalam perencanaan terutama untuk air keluar.

3.2.5. Ketentuan-Ketentuan

3.2.5.1. Umum

Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari : kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran samping, gorong-gorong dan saluran penangkap (lihat gambar).

Saluran Penangkap

Bahu Jalan Perkerasan Jalan Bahu Jalan

i b % i %

i = Kemiringan Perkerasan Jalan ib = Kemiringan Bahu Jalan

i %

Gorong - gorong

i b %

Gambar 3.2.1. Sistem Drainase Permukaan

3.2.5.2. Saluran samping jalan

Hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan saluran adalah sebagai berikut :

1) Bahan bangunan saluran samping jalan ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran air yang akan melewati saluran samping jalan ( lihat tabel 3.2.1.)

Laporan akhir

Page 37: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 3.2.1. Kecepatan aliran air yang diijinkan berdasarkan jenis material

Jenis Bahan

Kecepatan AliranAir

Yang diizinkan

(m/detik)

Pasir Halus

Lempung kepasiran

Lanau aluvial

Kerikil halus

Lempung kokoh

Lempung padat

Kerikil kasar

Batu-batu besar

Pasangan batu

Beton

Beton bertulang

0.45

0.50

0.60

0.75

0.75

1.10

1.20

1.50

1.50

1.50

1.50

3.2.6. Gorong-gorong Pembuang Air

Gorong-gorong pembuang air meliputi hal-hal sebagai berikut :1) Ditempatkan melintang jalan yang berfungsi untuk menampung air dari

saluran samping dan membuangnya.2) Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah

pengaliran secara efisien.3) Harus dibuat dengan tipe yang permanen ( lihat gambar bagian gorong-

gorong ).Bagian gorong-gorong terdiri dari tiga bagian konstruksi utama, yaitu :

- Pipa kanal air utama yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian hulu ke bagian hilir secara langsung.

- Tembok kepala yang menopang ujung dan lereng jalan ; tembok penahan yang dipasang bersudut dengan tembok kepala, untuk menahan bahu dan kemiringan jalan.

- Apron ( dasar ) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya erosi dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat lumpur ; bentuk gorong-gorong tergantung pada tempat yang ada dan tingginya timbunan.

- Bak penampung diperlukan pada kondisi :ƒ Pertemuan antara gorong-gorong dan saluran tepi.ƒ Pertemuan lebih dari dua arah aliran.

Laporan akhir

Page 38: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

4) Kemiringan gorong-gorong 0.5 – 2 %.

Tembok Kepala0.5 - 2%

Pipa kanal air utama

Apron ( dasar ) Bak penampung

Gambar 3.2.3. Bagian gorong-gorong.

5) Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 meter, di daerah pegunungan dua kali lebih banyak.

6) Kemiringan gorong-gorong antara 0.5 – 2 % dengan pertimbangan faktor- faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan erosi di tempat air masuk dan pada bagian pengeluaran.

7) Tipe dan bahan gorong-gorong yang permanen ( lihat gambar tipe ) dengan desain umur rencana :- Jalan tol : 25 tahun- Jalan arteri : 10 tahun- Jalan lokal : 5 tahun

8) Untuk daerah-daerah yang berpasir, bak pengontrol dibuat / direncanakan sesuai kondisi setempat.

9) Dimensi gorong – gorong minimum dengan diameter 80 cm, kedalaman gorong – gorong yang aman terhadap permukaan jalan, tergantung tipe :

No Tipe gorong-gorong Potongan melintangMaterial yang

dipakai

1Pipa tunggal atau lebih

Metal gelombang, beton bertulang atau beton tumbuk, besi cor dll.

2Pipa lengkung tunggal atau lebih

Metal gelombang

3

Gorong – gorongpersegi( Box culvert )

Beton bertulang

Gambar 3.2.4. Tipe Penampang Gorong – Gorong.

Laporan akhir

Page 39: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Bab V Penutup

5.1. Kesimpulan

1. Pertimbangan Perencanaan Pembangunan Jalan Akses Menuju Bandara

Long Ampung di Kabupaten Malinau ini didasarkan atas pengembangan tata

ruang Bandar Udara dengan ruas jalan di sekitarnya dengan beberapa alasan

berikut:

a. Usaha pemenuhan dukungan Bandar udara atas pelayanan sosial

ekonomi dan kualitas lingkungan yang memadai serta dalam menunjang

pemasaran dan perdagangan komoditi wilayah hinterland.

b. Kebijakan pengembangan untuk menentukan arah perkembangan desa

beserta arahan lokasi bagi kegiatan-kegiatan penting yang direncanakan.

c. Mempromosikan ruang-ruang desa yang kurang menguntungkan untuk

kegiatan berusaha (bagi para investor).

d. Sebagai antisipasi terhadap pengembangan dan pembangunan di tingkat

desa maupun yang lebih luas, dimana dibutuhkan keterpaduan dan

ketersediaan fasilitas jalan yang mampu menampung lalu lintas secara

memadai.

e. Aspek lalu lintas dan struktur jaringan jalan, yaitu berkaitan dengan

pengembangan transportasi regional dan nasional untuk mendukung

mobilitas dan efektifitas pergerakan moda lalu lintas.

f. Aspek Tata Guna Lahan

- Didasarkan pada kebutuhan untuk memberi aksesibilitas terhadap

pengembangan wilayah Bandar Udara (mencakup perbaikan dan

peningkatan kualitas serta fungsi Bandar Udara yang ada)

- Untuk membuka pengembangan kawasan baru di sekitarnya.

2. Setelah dilakukan perencanaan maka diperoleh besarnya biaya konstruksi untuk

masing-masing jenis pekerjaan infrastruktur.

Laporan akhir

Page 40: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

3. Perhitungan Biaya (Engineer Estimate) ini mengacu pada harga satuan bahan

dan upah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Malinau Tahun 2014.

Selanjutnya dibuat analisa harga satuan untuk setiap item pekerjaan yang akan

dilaksanakan. Secara lengkap perhitungan Biaya dapat dilihat pada Laporan

Rencana Anggaran Biaya.

4. Pelaksanaan pekerjaan masing-masing item dapat dilaksanakan secara bertahap

disesuaikan dengan kebutuhan dan teknis di lapangan.

5.2. Saran

1. Untuk mendapatkan mutu bangunan sesuai dengan yang direncanakan,

kontraktor harus cermat dalam membaca gambar dan pemilihan material.

2. Untuk infrastruktur jalan sistim pelaksanaan timbunan dipadatkan lapis demi

lapis dengan ketebalan maksimal 20 cm menggunakan alat pemadat.

3. Untuk jalan di daerah rawa sebelum ditimbun dilakukan pembersihan terhadap

kotoran yang ada pada dasar tanah.

4. Bahwa pada saat perencanaan dilakukan berdasarkan data eksisting, tetapi

sebelum pelaksanaan kemungkinan telah dilaksanakan pekerjaan

infrastrukturnya oleh berbagai pihak atau atas inisiatif warga masyarakat. Untuk

mengantisipasi ini Kontraktor dan Konsultan Supervisi harus mengadakan

setting ulang terutama atas elevasi jalan atau drainase agar mendapatkan hasil

yang optimal. Ketidaksamaan kondisi di lapangan dengan gambar rencana perlu

disikapi sebagai sesuatu yang tetap harus dilaksanakan. Sehingga harus segera

diambil keputusan, mengingat program ini sangat mendesak dan dinantikan

oleh masyarakat desa.

Laporan akhir

Page 41: Laporan Akhir Bab 123 5

PT.ARENCO BINATAMA

Laporan akhir