Pneumonia Lobaris 123

21
Pneumonia lobaris (Referat Pulmology) BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja 1 . Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah menempati urutan ke dua sebagai penyebab kematian 3 . ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. 1 . Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam 3 . Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi. 1 .

description

lmnohsonas

Transcript of Pneumonia Lobaris 123

Page 1: Pneumonia Lobaris 123

Pneumonia lobaris (Referat Pulmology)

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian

yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja 1. Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes

tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah menempati urutan ke dua sebagai

penyebab kematian 3. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam

bentuk pneumonia. 1. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi

akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di

Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian

nomor enam 3. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim

dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut, sedangkan istilah pneumonitis sering

dipakai untuk proses non infeksi.1.

Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem

pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada lobus paru.(2,)

Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon

imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab

tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan anak besar adalah Streptococcus pneumoniae dan

Haemophilus influenzae.(5, 6) Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang

berkembang pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas

yang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada

berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme

nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-

Page 2: Pneumonia Lobaris 123

organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang

semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya pneumonia lobaris.(2)

I. 2. Tujuan Penulisan

1.Untuk mengetahui dan memahami tentang pneumonia lobaris mengenai definisi, etiologi dan

epidemiologi, patologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan diagnosis banding,

penatalaksanaan, pencegahan dan prognosisnya

2.Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di bagian Ilmu

Penyakit Paru di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Page 3: Pneumonia Lobaris 123

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini

menyerang lobus paru.(2,6) Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar

anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya. Berdasar

etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,

S.hemolyticus, S.aureus, H.influenza,dll), (2) virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3)

Mycoplasma pneumoniae, (4) Aspirasi (makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5)

Pneumonia hipostatik, (6) Sindrom Loeffler.(3,4,5 )

II.2. Etiologi

Pneumonia lobaris lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Golongan bakteri yang sering

menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus pneumonia lobaris adalah(,5):

1.Bakteri gram positif

Page 4: Pneumonia Lobaris 123

a. Pneumococcus

b. Staphylococcus aureus

2.Bakteri gram negatif

a. Haemophilus influenzae

b.Klebsiella pneumonia

II.2.1. Bakteri gram positif

A. Pneumococcus

Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus pneumonia. Pneumokokus

dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,

sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada

usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir

selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada dewasa dan anak besar.(3,5)

B. Patofisiologi

Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring.

Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta

penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih, atau bagian-

bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal. Namun, gambaran pneumonia

lobar ini sering tidak ada pada bayi, yang mungkin menderita penyakit yang tidak lebih

sempurna dan difus yang menyertai distribusi bronkus dan yang ditandai dengan banyak daerah

konsolidasi teratas di sekeliling jalan nafas yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas yang

permanen.(5) Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva

(droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi.

Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4

tahap yang berurutan, yaitu :

Page 5: Pneumonia Lobaris 123

1)Kongesti (4 s/d 12 jam pertama) Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh

darah yang berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakeri dalam jumlah

yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.

2)Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel

darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang

terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan

seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.

3)Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari) Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi

tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan permukaan

pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap pneumococcus. Kapiler tidak lagi

mengalami kongesti.

4)Resolusi (7 s/d 11 hari) Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali pada strukturnya semula.(2,5) Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada

pneumonia lobaris adalah bercak-bercak yang tidak teratur, berbeda dengan bronkopneumonia

dimana penyebaran bercaknya mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai

dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang

lebih kecil.(2,

C. Gambaran Klinis Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama

beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang

menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39°C atau lebih. Anak sangat gelisah,

Page 6: Pneumonia Lobaris 123

dispneu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan hidung. Tanda

kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi (ronki dan friction rub di atas

jaringan yang terserang), pernafasan cuping hidung, retraksi-retraksi pada daerah

supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat

dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat (dahak

berdarah). Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan empiema, dimana keadaan ini dapat

menyebabkan ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada saat respirasi yang dapat dilihat

dengan gerakan berlebihan pada sisi yang berlawanan. Biasanya perkusi redup pada daerah efusi

dengan pengurangan fremitus dan suara pernafasan. Suara bronkial sering ditemukan tepat di

atas batas cairan dan pada sisi yang tidak terkena. Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas

daerah yang terkena. Tanda- tanda klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga

penyakit. Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara redup, fremitus yang bertambah. Pada

auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial, ronki basah halus.(,5)

D. Diagnosis

Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 – 40.000/mmk dengan jumlah sel

polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk

sering berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk. Nilai hemoglobin bisa normal atau

sedikit menurun. (,5)

Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang

dilakukan dengan hati-hati. Pada kebanyakan pasien, pneumokokus dapat diisolasi dari sekresi

nasofaring, tapi penemuan ini tidak dapat dipandang sebagai hubungan sebab-akibat, karena 10-

15% populasi mungkin merupakan pengidap S.pneumoniae yang tidak terinfeksi. Namun, isolasi

bakteri dari darah pada cairan pleura adalah diagnosa infeksi. Bakteremia ditemukan pada sekitar

30% penderita yang menderita pneumonia pneumokokus. Jenis pemeriksaan berupa pemeriksaan

makroskopik, mikroskopik dan biakan.(5) Gambaran radiologis dapat berupa konsolidasi pada

satu atau beberapa lobus. Konsolidasi dapat diperagakan dengan roentgenografi sebelum

konsolidasi ini dapat diketahui dari pemeriksaan fisik. Konsolidasi lobus pada anak yang lebih

tua tidak sesering pada bayti dan anak muda. Foto Roentgen dapat juga menunjukkan adanya

Page 7: Pneumonia Lobaris 123

komplikasi seperti pneumotorak, atelektasis, abses paru, pneumatokel, pneumotoraks,

pneumomediastinum, atau perikarditis.(,5)

E. Diagnosa banding

Pneumonia pnemokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri lain atau virus tanpa

pemeriksaan mikrobiologi yang tepat. Keadaan-keadaan yang mungkin merancukan antara lain

bronkiolitis, bronkitis alergika, gagal jantung kongestif, aspirasi benda asing, atelektasis, abses

paru dan tuberkulosis.(,5)

F. Komplikasi

Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteria menjadi tidak lazim, walaupun

infeksinya terjadi bersamaan dengan infeksi oleh mikroorganisme lain pada temapat yang sama.

Komplikasi yang sering terjadi ialah empiema, yang terjadi sebagai akibat dari perluasan infeksi

pada permukaan flora. Empiema lebih sering terjadi pada bayi dibanding pada anak yang lebih

tua.(,5

G. Penatalaksanaan

Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus sangat peka

terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian

penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah dengan

kloramfenikol 50- 75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas

Page 8: Pneumonia Lobaris 123

seperti ampisilin. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah

suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan sefalosporin

dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. . (5)Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin

untuk mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan penyakit ini.

Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan

3:1 ditambah dengan larutan KCl 10mEq/500 ml botol infus. Pemberian oksigen segera untuk

penderita dengan kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis.(5

H. Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan penyakit

tersebut, maka mortalitas pneumonia lobaris akibat bakteri pneumokokus selama masa bayi dan

masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang

berlangsung lama juga menjadi rendah.(5)

2. Staphylococcus aureus

A. Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi

progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya

akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas

tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.(4) Seperti pada

infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering didahului dengan infeksi virus pada saluran

pernafasan bagian atas. Pada umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita

berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di

dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain- strain organisme patologis

spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan

penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian.

Infeksi virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran

stafilokokus, di antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.(5)

B. Patofisiologi

Page 9: Pneumonia Lobaris 123

Stafilokokus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya hemolisin, lekosidin,

stafilokinase dan koagulase. Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat

fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung koloni stafilokokus, lekosit,

eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-trombus sepsis

pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas.(5

C. Gambaran Klinis

Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang disebabkan oleh

staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah selama

beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk dan tanda

kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan yang meningkat, retraksi dada dan

subkostal, nafas cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat

mengalami gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah, anoreksia, diare serta

distensi abdomen.(5) Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara pernafasan

yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara pernafasan bronkhial. Bila terjadi efusi atau

empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta getaran-getaran suara yang berkurang pada

auskultasi.(5)

D. Diagnosis

Page 10: Pneumonia Lobaris 123

Didapatkan adanya lekositosis (AL>20.000/mmk) terutama sel-sel polimorfonuklear, pada bayi

muda angka leukosit dapat tetap dalam kisaran normal. Bila didapatkan lekopeni maka

prognosisnya buruk, sering ditemukan adanya anemia ringan sampi sedang. Biakan didapatkan

dari aspirasi trakea atau pungsi pleura, dengan pewarnaan Gram didapatkan gambaran kokus

gram positif dalam kelompok. Penemuan kuman stafilokokus dalam nasofaring tidak bernilai

diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan pleura menunjukkan adanya eksudat

dengan jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 – 100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl

dan kadar glukosa rendah yang relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah. Gambaran

radiologis berupa infiltrat yang menyatu dan biasanya terbatas, atau dipadatkan dan homogen

dan melibatkan seluruh lobus paru atau hemitoraks.(5)

E. Diagnosis banding

Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar dilakukan. Mulainya yang

mendadak dan penjelekan gejala yang cepat harus dipertimbangkan disebabkan oleh stafilokokus

sampai terbukti lain. Riwayat furunkulosis, baru masuk rumah sakit, abses payudara ibu harus

dipertimbangkan kemungkinan diagnosa ini. Pneumonia bakteri lain yang menyebabkan

empiema atau pneumatokel dapat merancukan diagnosa, termasuk pneumonia streptokokus,

klebsiella, H. influenza, pneumonia pneumokokus dan tuberkulosis dengan kaverna. Kadang-

kadang aspirasi benda asing yang tidak radioopak dapat memberikan gambaran klinis dan

radiologis yang sama.(5)

F. Komplikasi

Karena empiema, piopneumotoraks dan pneumatokel begitu sering ditemukan bersama

pneumonia ini, sehingga mereka dianggap bagian dari perjalanan alamiah penyakit dan bukan

sebagai komplikasi. Lesi septik di luar saluran pernafasan jarang terjadi, kecuali pada bayi muda,

yang padanya dapat terjadi perikarditis, meningitis, osteomielitis, dan abses metastasis multipel

stafilokokus pada jaringan lunak.(5)

G. Penatalaksanaan

Page 11: Pneumonia Lobaris 123

Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase kumpulan nanah, pemberian

oksigen, hidrasi dan pemberian nutrisi secara intravena. Kadang-kadang dapat diperlukanbantuan

ventilasi.(5)

H. Terapi

Pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik, resisten penisilase (misal : nafsilin) 200

mg/kgBB/hari secara intra vena atau seftriakson 100-150 mg/kgBB/hari secara intra vena atau

dengan ampicilin 100 mg/kgBB/hari secara intra vena selama 14 hari, pada neonatus. Pada bayi

dan anak-anak antibiotika yang diberikan ialah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari secara intra

vena dengan lama pemberian selama 10 hari. Uji resistensi pada pneumonia stafilokokus

sangatlah penting karena telah banyak yang resisten terhadap beberapa antibiotika, namun

mengingat cepatnya perjalanan penyakit maka dianjurkan untuk memberikan antibiotika

spektrum luas yang kiranya belum resisten. Untuk infeksi stafilokokus yang membuat

penisilinase dapat diberikan linkomisin 10-20 mg/kgBB/hari secara intra vena.(5,9) Selain itu

bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian oksigen disertai posisi penderita

setengah miring untuk mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang,

maka pipa- pipa drainase bisa dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh

berada di dalam rongga toraks lebih dari 5 – 7 hari.(5

I. Prognosis

Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang,

angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami

sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit

yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif sebaiknya

harus diuji terhadap kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi imunologis.(5

II.2.2. Bakteri gram negatif

1. Haemophilus influenzae

Page 12: Pneumonia Lobaris 123

A. Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi dan anak-

anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi hemofilus dan sangat berhubungan dengan

adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis.(5)

B. Patofisiologi

Pneumonia H. influenza penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak ada tanda roentgenogram

dada yang khas. Terjadi infiltrat segmental, keterlibatan lobus tunggal atau multipel, efusi pleura

dan pneumatokel. Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen. Daerah yang

terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear

ataupun sel-sel limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara meluas.

Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai dengan perdarahan.(5,6)

C. Gambaran Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang diakibatkan oleh

pneumokokus, pneumonia H. influenza lebih sering mulai secara tersembunyi dan biasanya

perjalanannya lama selama beberapa minggu. Batuk hampir selalu dijumpai tapi mungkin tidak

produktif. Pada penderita di sini juga dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas,

takipnea dan pernafasan cuping hidung.(5) Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup

yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernafasan bronkial; cairan pleural sering ada

pada roentgen dada pada bayi muda.(5,6,

D. Diagnosis

Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari darah, cairan

pleura maupun dari aspirasi paru yang memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan

limfopenia relatif. Bila tidak ada biakan positif, uji aglutinasi lateks urin yang positif dapat

dipakai untuk mendukung diagnosis ini. Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan elektroforesis

imunologis berlawanan (counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air

kemih dancairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini. Bila ditemukan adanya

atelektasis, bronkoskopi mungkin terindikasi untuk mengesampingkan adanya benda asing.(5,6,

Page 13: Pneumonia Lobaris 123

E. Komplikasi

Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan termasuk bakteremia,

perikarditis, selulitis, empiema, meningitis dan piartrosis. Meningitis terjadi pada 15% penderita

yang lebih muda pada satu penelitian.(5)

F. Penatalaksanaan

Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada pneumonia pneumokokus dan

stafilokokus. Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan

ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari secara intra vena harus

dimasukkan sebagai terapi antibiotika inisial sampai diketahui apakah organisme penghasil

penisilinase; jika strain tersebut sensitif, cukup diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari saja. Uji

kepekaan dan resistensi sangat penting.(5) Tindakan drainase diindikasikan bila terdapat efusi

pleura dan piartrosis.(5)

2. Klebsiella pneumoniae

A. Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan traktus

gastrointestinal pada beberapa anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-

anak. Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis pada neonatus.

Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa memperlihatkan adanya

tanda-tanda sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan

yang menyebarkan infeksi sehingga menularkan adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang

pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-sumber utama infeksi nosokomial

dengan organisme tersebut.(

B. Patofisiologi

Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Bakteri ini memasuki alveoli melalui

peralatan yang dipakai dengan kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi

benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan

jaringan setempat sudah fibrosis.(7)

Page 14: Pneumonia Lobaris 123

E. Penatalaksanaan

Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena obat ini

terbukti efektif dalam melawan bakteri ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan

pada neonatus. Dosis yang digunakan 15–20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler setiap 8 jam

selama minimal 10 – 14 hari atau dengan gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari secara iv/im. Terapi

yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru. Bila sudah terdapat

empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi pengembangan parunya.

F. Prognosis

Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan parenkim sisa bisa

memperburuk keadaan dan meningkatkan angka kematian.

Page 15: Pneumonia Lobaris 123

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,

Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.

3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR.

Surabaya

5.Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC,

Jakarta, 1992, hal: 617-628.

6.Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta, 1998,

hal: 167.

10. Isselbacher, et al, Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2, Penerbit

EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.