LAPKAS KJDK

download LAPKAS KJDK

of 22

Transcript of LAPKAS KJDK

KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN

KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN

A. PENDAHULUAN

Diantara tujuan obstetri sosial dalam era obstetri modern masa kini adalah menurunkan angka kematian perinatal (AKP) sampai pada satu angka minimum yang tidak dapat dikurangi lagi dengan mendapatkan keturunan yang sehat fisik maupun mental.3Untuk mencapai tujuan ini maka kualitas perawatan antenatal yang baik untuk ibu maupun bayinya, dalam arti setiap ibu hamil harus diamati dengan cermat ada tidaknya faktor resiko yang mempunyai pengaruh buruk atau kurang menguntungkan terhadap pertumbuhan janin. Sehingga pada kasus-kasus yang mempunyai resiko dapat dilakukan pengawasan dan tindakan yang tepat untuk memperbaiki nasib dari janin.3B. DEFINISI

Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan(1). Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat atau gerakan-gerakan otot yang jelas(1).

WHO menganjurkan agar dalam perhitungan statistik, yang dinamakan kematian janin ialah kematian janin dengan berat badan diatas 1000 gram.7

Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK) adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan, mulai kehamilan 20 minggu atau berat badan lahir 500 gram keatas(3).

Mochtar mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin sebelum terjadi proses persalinan pada kehamilan 28 minggu keatas atau bereat janin diatas 1000 gram(5).

Dari penelitian Sarjunas kejadian KJDK dari tahun 1978 1982 di RSPM adalah 34,4%. Hasan dkk (dikutip dari Sarjunas) melaporkan angka kejadian KJDK yang dilihat dari faktor umur 32,35% pada umur lebih dari 30 tahun dan pada umur 20 29 tahun 10,42%, jadi terlihat disini angka kejadian KJDK tinggi pada umur tua.7Jones melaporkan pada kehamilan lewat waktu (Prolonged Pregnancy) didapati kematian perinatal 10,5/1000 pada kehamilan 39 41 minggu, angka ini menjadi 2 kali lebih besar pada kehamilan 43 minggu dan menjadi 3 kali lebih besar pada kehamilan 44 minggu. Dalam hal ini didapati angka kejadian KJDK seperlima dari kehamilan perinatal. Vorherr melaporkan angka kejadian KJDK pada post maturitas (fetal post maturity) sebesar 9 30% dari kematian perinatal.7A. ETIOLOGI(4,5,6,7,8,9)Kematian janin dalam kehamilan dapat disebabkan oleh bermacam sebab, dimana penyebab utamanya atau penyebab langsung adalah hipoksia yang sering sebagai akibat dari insufisiensi plasenta.

Hipoksia sebagai penyebab langsung kematian janin lebih kurang 50% dari kasus, dengan mekanismenya tidak diketahui secara pasti.

Diantara bermacam-macam penyebab kematian janin dalam kehamilan dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Faktor Ibu

Preeklampsia dan eklampsia

Hipertensi esensial

Nefritis kronika

Diabetes mellitus

2. Faktor Plasenta

Solutio plasenta atau perdarahan fetomaternal masif

Plasenta previa yang berat

3. Faktor Janin

Eritroblastosis fetalis

Post maturitas

Obstruksi pembuluh darah tali pusat

Sifilis

Kehamilan kembar

Kehamilan kongenital

C. PATOFISIOLOGI1,7Kelangsungan hidup janin dalam uterus, dapat berlangsung dengan adanya penyediaan zat asam dan nutrisi, disamping bahan-bahan lain yang berasal dari darah ibunya. Hal ini tergantung dari beberapa faktor :

a) Adekuatnya perfusi plasenta dengan darah ibu

b) Adekuatnya fungsi plasenta

c) Sirkulasi janin melalui pembuluh darah umbilikus yang berfungsi baik

Bila terjadi gangguan pada faktor-faktor diatas yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu, maka akan dapat menimbulkan kegagalan transfer yang adekuat dari bahan-bahan terutama zat asam dan zat makanan dari darah ibu ke janin, yang akan membahayakan kelangsungan hidup janin (gawat janin). Keadaan gawat janin ini dapat terjadi secara adekuat, yang terjadi akibat hipoksia yang timbul pada waktu persalinan.

Sedangkan gawat janin yang timbul secara khronis adalah keadaan gawat janin yang timbul pada masa kehamilan (periode antenatal); namuin karena tidak diketahui atau tidak terdiagnosa sehingga terjadi kematian dalam kandungan.

Gangguan peredaran darah ibu ke dalam plasenta atau gangguan sirkulasi ibu ke dalam ruang intervilli atau gangguan perfusi plasenta, dapat terjadi pada beberapa keadaan/penyakit ibu, antara lain yang disebabkan oleh kelainan vaskuler yang ditemukan pada penyakit hipertensi, preeklampsia/eklampsia, nefritis khronika, diabetes melitus.

Kelainan atau proses degeneratif pada plasenta dapat terjadi oleh karena menuanya plasenta (placental aging process) atau karena terjadinya perubahan-perubahan yang terjadi dalam sirkulasi utero plasenter.4Kelainan vaskuler yang terjadi pada penyakit-penyakit ibu diatas dapat melalui proses atau perubahan-perubahan degeneratif, dimana terjadinya atheromatosis pada arteri spiralis desidua. Selanjutnya terjadi penyempitan atau stenosis dan terjadi penyumbatan partial atau komplet dari arteri tersebut. Disamping terjadinya proses degeneratif tersebut dapat pula terjadi kelainan vaskuler berupa spasme arteri spiralis desidua. Spasme ini akan menyebabkan menurunnya aliran darah utero plasenter, menurunnya volume darah dalam ruang intervilli, sehingga terjadi infark plasenta dan hilangnya fungsi jaringan plasenta yang berfungsi.,

Terutama pada toksemia arteri spiralis desidua akan mengalami degenerasi akut (acute atherosis), yang mengakibatkan penurunan aliran darah intervilli, iskhemi jaringan plasenta, yang secara reflektoris meningkatkan tahanan vaskuler villi, sehingga sirkulasi feto plasenta jadi menurun.

Infark yang terjadi akibat gangguan sirkulasi darah ibu ke dalam ruang intervilli (maternal intervillous circulation) didahului oleh degenerasi fibrin pada permukaan villi atau koagulasi darah dalam ruang intervilli. Endapan-endapan kecil pada permukaan villi ini akan membentuk endapan fibrin yang besar dan menutupi permukaan villi, sehingga menghambat atau mengganggu absorbsi nutrisi untuk villi dari sirkulasi ibu, dan akibatnya terjadi kematian villi. Proses koagulasi dari darah intervilli yang terjadi akibat sirkulasi yang sangat lambat (stagnasi darah), menyebabkan pembentukan trombosis (intervillous thrombosis) sehingga dapat terjadi degenerasi villi.

Akibat dari gangguan-gangguan hemodinamik ini maka akan menyebabkan kerusakan dari trofoblast dan dengan demikian akhirnya terjadi gangguan fungsi dari plasenta (insufisiensi plasenta), sehingga transport O2 dan nutrisi oleh plasenta akan terganggu, bila lesi pada plasenta sifatnya tidak luas atau tidak berat, maka akan terjadi insufisiensi khronik dan janin akan mengalami hipoksia khronik dan hambatan pertumbuhan janin.

Sciarra menyatakan bahwa bila infark tidak mencapai 50% dari jaringan plasenta atau infark sifatnya tidak massive maka pengaruhnya hanya sedikit pada janin dan keadaan ini dapat diatasi oleh kapasitas cadangan plasenta.

Bila janin dalam keadaan hipoksia kronik, maka untuk mengatasi keadaan hipoksia, kapasitas cadangan plasenta sebesar 50% menambah difusi oksigen. Cadangan difusi plasenta ini bergantung pada luas permukaan villi, aliran darah utero plasenter dan feto plasenter. Penurunan atau pengurangan aliran darah dalam ruang intervilli sebesar 50% dapat menyebabkan terjadinya hipoksia janin.

Hipoksia janin yang ringan saja tidak akan menyebabkan janin menderita oleh karena plasenta mempunyai oksigen cadangan. Hipoksia janin baru terjadi bila cadangan O2 plasenta telash berada dibawah harga kritis yaitu kejenuhan oksigen sudah berkurang dari 10%. Pengurangan aliran darah kedalam plasenta oleh sebab apapun, dapat mengurangi oksigen sampai kedalam plasenta. Pada penyakit-penyakit ibu yang telah diuraikan diatas atau pada proses-proses yang menuju kepad ainsufisiensi plasenta kronik. Cadangan O2 sudah menipis, dan janin menderita kekurangan oksigen secara kronik, serta kekurangan bahan-bahan makanan karena transportasi melalui plasenta menjadi terganggu sebagai akibat dari proses-proses yang kronik ini pertumbuhan janin perlahan-lahan akan mengalami kemunduran atau growth retardation.

Pada keadaan yang lebih parah dimana cadangan O2 dari plasenta telah habis terpakai maka pertumbuhan janin akan terhenti karena fungsi-fungsi alat tubuh seperti otak, jantung, hati, ginjal sudah tidak mampu bekerja memenuhi kewajibannya lagi. Pada saat ini janin terancam bahaya kematian dalam kandungan.

Akhirnya pada keadaan hipoksia berat yang terus berlangsung, dimana metabolisme anaerob yang menggunakan cdangan karbohidrat habis terpakai, akan menghasilkan asam laktat dan asam piruvat menumpuk dalam darah janin, sehingga mengalami asidosis (metabolic acidosis). Keadaan asidosis dan hipoksia selanjutnya akan menekan sistem enzim-enzim metabolik dan menurunnya penghasilan senyawa fosfat yang kaya energi, sehingga mekanisme tubuh jatuh ke dalam sirkulasi kolaps (Circulatory collapse). Keadaan ini akan menyebabkan spincter ani mengendor dan keluarnya mekoneum ke dalam cairan ketuban, menimbulkan lesi pada organ (CNS, kardiovaskuler, paru dan hepar). Kegagalan jantung yang disertai shock dan pada akhirnya kematian janin dalam rahim (KJDK).

B. PATOLOGI ANATOMI(3,8)Bila janin mati biasanya mengalami retensi didalam uterus beberapa hari sebelum janin dikeluarkan. Janin yang mati berada dalam cairan amnion yang steril, yang selanjutnya janin mengalami proses maserasi.

Mula-mula epidermis menjadi lembek dan terbentuk bulla yang berisi cairan keruh, kemudian epidermis terlepas meninggalkan bekas berupa lapisan yang berwarna merah tua. Seluruh tubuh janin melembek dan kehilangan tonus.

Ligamentum-ligamentum pada persendian melembek sehingga tulang-tulang berlepasan. Tulang-tulang tengkorak saling menutup dan longgar sehingga kepala janin jadi kollap. Organ-organ viscera melembek dan akhirnya mengalami pencairan. Rongga tubuh janin berisi cairan keruh kemerahan, tali pusat membengkak, jaringan mengalami pencairan yang disebabkan oleh proses autolisis aseptik dan disini tidak ada proses pembusukan oleh bakteri.

Pelepasan kulit terjadi 24 jam setelah kematian janin, selanjutnya perubahan terjadi pada organ viscera dan bagian tubuh lain yang memerlukan waktu beberapa hari.

Sastrawinata mengklasifikasikan tingkatan perubahan pada janin KJDK sebagai berikut :

1. Rigor Mortis (Kaku Mayat)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.

2. Stadium Maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, lepuh ini mula-mula terisi cairan jernih tetapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 24 jam setelah janin mati.

3. Stadium Maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah cokelat, terjdi 48 jam setelah janin mati.

4. Stadium Maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat edema dibawah kulit.

D. DIAGNOSA1,2,3,4,5,6,7Gejala dan tanda-tanda kematian janin dalam kandungan adalah sebagai berikut :

1. Anamnese

a) Terhentinya gerakan janin

Tidak dirasakannya gerakan janin oleh ibu biasanya merupakan gejala abnormal yang pertama, yang memperingatkan ibu akan kemungkinan janinnya. Gejala ini hanyalah bersifat dugaan, oleh karena pada kehamilan normal gerakan janin tidak dapat dirasakan oleh ibu selama tiga hari.

b) Pembesaran perut tidak bertambah

Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit-sakit seperti mau melahirkan.

2. Inspeksi

Tidak terlihatnya gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.

3. Palpasi

a) Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan atau bahkan lebih kecil dari sebelumnya

b) Pada perabaan dinding perut uterus dan janin tidak elastik (melembek)

c) Mammae mengalami perubahan retrogresi

d) Pada pemeriksaan dalam melalui fornik vagina atau kanslis servikalis dan kadang-kadang melalui dinding perut, teraba kepala janin yang melembek atau teraba adanya krepitasi (egg cracking sensation)

Menurut beberapa ahli, yang menyatakan bahwa tanda ini adalah tanda yang positif untuk diagnosa.Cara untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam kandungan :

(1) Dihitung dari tanggal haid terakhir

(2) Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup feeling life (quickening)

(3) Menurut Spiegelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis, maka diperoleh tabel :22-28 mg

24-25 cm di atas simfisis

28 mg

26,7 cm di atas simfisis

30 mg

29,5-30 cm di atas simfisis

32 mg

29,5-30 cm di atas simfisis

34 mg

31 cm di atas simfisis

36 mg

32 cm di atas simfisis

38 mg

33 cm di atas simfisis

40 mg

37,7 cm di atas simfisis

(4) Menurut Mac Donald : adalah modifikasi Spiegelberg, yaitu jarak fundus simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan dalam bulan.

(5) Menurut Ahfeld :Ukuran kepala bokong = 0,5 panjang anak sebenarnya. Bila diukur jarak kepala-bokong janin adalah 20 cm, maka tua kehamilan adalah 8 bulan.

(6) Menurut Johnson- Tausak : BB=(mD-12) X 155BB=berat badan mD=jarak simfisis-fundus uteriHubungan tua kehamilan(bulan), besar uterus dan tinggi fundus uteriAkhir bulan Besar uterus Tinggi fundus uteri

1 Lebih besar dari biasa Belum teraba(palpasi)2 Telur bebek

Dibelakang simfisis

3 Telur angsa

1-2 jari di atas simfisis

4 Kepala bayi

Pertengahan simfisis-pusat

5 Kepala dewasa 2-3 jari di bawah pusat6 Kepala dewasa Kira-kira setinggi pusat

7 Kepala dewasa 2-3 jari di atas pusat

8 Kepala dewasa Pertengahan pusat-proc.xyphoideus

9

Kepala dewasa 3 jari di bawah Px atau sampai setinggi Px

10 Kepala dewasa Sama dengan kehamilan 8 bulan namun melebar ke samping

4. Auskultasi Secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop monoaural denyut jantung janin tidak terdengar. Juga dengan alat Dapton denyut jantung janin tidak terdengar.

Menurut Pritchard, bahwa bila denyut jantung janin tidak terdengar dengan alat Daptone, maka dapat dinyatakan bahwa kematian janin sangat mungkin.

5. Amniosintesis.

Bila dilakukan amniosintesis, terlihat cairan ketuban berwarna merah sampai kecoklatan.

6. Pemeriksaan Laboratorium

a) Reaksi Kehamilan

Reaksi kehamilan menjadi negatif setelah 10 hari janin mati.

b) Pemeriksaan enzim fosfokinase

Pada kehamilan normal aktivitas fosfokinase kreatinin didalam air ketuban didapati 30 mu/ml, sedangkan setelah 4-5 hari kematian janin menjadi 1000 mu/ml. Enzim fosfokinase kreatinin banyak teradpat pada epitel dan jaringan subkutan janin.

E. PEMERIKSAAN LAIN UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSA

1. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diperoleh gambaran kematian janin sebagai berikut :

a) Tidak adanya gerakan janin

b) Tidak adanya gerakan jantung janin

c) Kepala janin dalam keadaan kollap, bila kematian janin telah berlangsung beberapa minggu.

Benson, yang menyatakan bahwa ultrasonografi adalah suatu prosedur pilihan untuk menentukan hidup atau matinya janin, karena dengan alat ini dapat dideteksi gerakan janin dan denyut jantung janin 100% akurat.

2. Rontgen Foto Abdomen

Pada rontgengram terlihat gambaran/tanda-tanda kematian janin sebagai berikut :

a) Tanda Spalding (Spaldings Sign)

Tanda spalding adalah tanda yang menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling menutup (overlapping) yang disebabkan karena otak yang mencair.

b) Tanda Noiujokes (Noujokess Sign)

Tanda ini menunjukkan gambaran tulang punggung janin yang sangat melengkung.

c) Tanda Robert (Roberts Sign)

Tanda ini berupa bayangan gas yang tampak didalam tubuh janin.

d) Tanda Duel (Duels Sign)

Tanda ini berupa halo (lingkaran) yang mengelilingi kranium. Gambaran seperti ini mirip dengan gambaran halo yang dijumpai pada hidrops fetalis karena pengerutan kranium dan oedema.

PENANGANAN2,3Pilihan cara persalinan dapat secara aktif ataupun ekspektatif dimana hal ini perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Penanganan ekspektatif :

Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu

Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.

Penanganan aktif (sebagai pilihan pasien, trombosit menurun atau persalinan spontan tidak terjadi dalam 2minggu) :

Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.

Jika servik belum matang, lakukan pematangan servik dengan prostaglandin atau kateter Foley. Penggunaan misoprostol yaitu dengan menempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam jika tidak ada respon setelah pemberian 2 x 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam (dosis tidak lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis).

Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Embriotomi yaitu suatu cara pembedahan dengan jalan melukai atau merusak janin, memungkinkan janin dilahirkan pervaginam, syarat yang harus dipenuhi ialah pembukaan lengkap, dan panggul yang tidak seberapa sempit sehingga dapat dilalui oleh janin yang sudah menjadi kecil.3Pengeluaran janin secara spontan dapat terjadi pada keadaan janin yang kecil, lembek dan terlipat dua dimana dikenal dengan istilahi Konduplikasio korpore atau evolusio spontanea.5Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau belum mudah pecah, waspada terhadap koagulopati, antara lain6 :

Tangani kemungkinan penyebab kegagalan pembekuan ini :

Solusio plasenta

Eklamsi

Gunakan produk darah untuk mengontrol perdarahan

Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan faktor pembekuan dan sel darah merah.

Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilihlah salah satu dibawah ini berdasarkan ketersediaannya :

Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/kg BB).

Sel darah merah packed (atau yang tersedimentasi) untuk penggantian sel darah merah.

Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.

Konsentrasi trombosit (jika trombosit di bawah 20.000).

Penanganan setelah persalinan dapat berupa2 :

Pemeriksaan langsung atau secara patologi plasenta dan tali pusat untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.

Otopsi janin.

Sitogenetik jaringan fetus.

F. PENGARUH KJDK PADA IBU

Bila kematian janin dalam kandungan telah berlangsung 3-4 minggu atau kurang dari satu bulan, keadaan ini belum membahayakan ibu karena gangguan mekanis dari pembekuan darah (hipofibrinogenemia) jarang terjadi kurang dari satu bulan.

Tetapi bila kematian janin telah berlangsung lebih dari satu bulan (4 minggu) maka disini diperkirakan 25 30% hipofibrinogenemia telah terjadi. Sehubungan dengan itu pemeriksaan pembekuan darah (COT) harus diperiksa setiap minggu. Bila hipofibrinogenemia telah terjadi, bahaya yang akan terjadi adalah perdarahan postpartum. Pengaruh lain pada ibu adalah pengaruh psikologik karena ibu mengetahui janinnya telah meninggal dalam rahim dan selalu ingin cepat janinnya dikeluarkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Benson RC, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, Maruzen Asian Edition, Lange Medical Poublication, 4th ed, p. 81, 580, 983, 1982.

2. Pritchard JA, Mc Donald, William Obstetrics, Appleton Century Crofts, New Yowk, 17th ed, p. 219, 412, 1984.

3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan, Bagian/VPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK-USU, Medan, 1993:78.

4. Prawirohadjo S. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, Edisi II, 1981 274, 424, 675, 733.

5. Mochtar R. Kematian Janin Dalam Kandungan, Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Medan, 1985, 280-2, 539.

6. Novak & Woodruff Novaks Gynecologic and Obstetric Pathology, WB Saunders Company, Philadephia, London, 1974: 555-76.

7. Staf Bagian Obstetri Ginekologi, Obstetri Patologi, bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD, Bandung, 1992: 56-60.

8. Duta D.C, Test Book of Obstetric, New Central Book Aganecy, India, 1991: 333-338.

9. Laml T, Egermann R. Lapin A, et al. feto-maternal hemorrhage after a car accident : a case report. In : Acta Obstetri Gynecology Scadinavia, Vol. 80: 480-481.

KASUS

ANAMNESE

Ny. R, 41 tahun, G7P5A1, batak, Islam, SMA, i/d Tn. Y, 43 thn, Islam, melayu, wiraswasta datang ke RSPM tanggal 20 -11-2008 pukul 14.00 Wib dengan :

KU:Gerakan janin tidak dirasakan.

T: Hal ini dialami Os sejak 2 hari ini, mules mules (-), keluar lendir darah (-), keluar air-air (-). Riwayat trauma (-), riwayat dikusuk (-) ,riw. minum obat-obatan (-)RPT:Ht (-), DM (-), Asma(-)

RPO:(-)

HPHT:09-04-08TTP:16-01-09ANC:3x bidan, 1x PIH1. Riwayat Persalinan2. , aterm, bidan, PSP, kilinik, 2900 gr, 16 thn, sehat

3. Abortus

4. , aterm, bidan, PSP, kilinik, 3100 gr, 13 thn, sehat

5. , aterm, bidan, PSP, kilinik, 3000 gr, 11 thn, sehat

6. , aterm, bidan, PSP, kilinik, 3000 gr, 9 thn, sehat

7. , aterm, bidan, PSP, kilinik, 3000 gr, 7 thn, sehat

8. Hamil iniStatus Presens

Sens: CM

Anemis: (-)

TD: 120/80 mmHg

Cyanose: (-)

N: 84 x/i, reg

Ikterus: (-)

RR: 20 x/i, reg

Dyspnoe: (-)

T: 36.9 OC

Oedem: (-)

Status Obstetrikus

Abdomen : membesar simetris

TFU: setentang pusat

Ballotement : (+)

Gerak: (-),

His: (-)DJJ: (-) dengan daptoneEBW: 400 600 gr

VT:Cx tertutup tubulerST:lendir darah (-) air ketuban(-)Hasil USG :

1. Janin tunggal, splading sign (+)

2. FHR (-), FM (-)

3. Intra uterin ?

Kes : IUFD

Anjuran : sondage

LaboratoriumHb: 11,3 gr%

Ht: 34 %

Leukosit: 6.800/mm3Eritrosit: 183.000/mm3

Clotting time : 3 30 ( N < 6 )Bleeding time : 8 ( N < 15 )Dx : KJDK + GMG + KDR (22 - 24) mgg + B inpartuTh :

Tirah baring

Rawat

IVFD RL 20 gtt/i

R/

Terminasi kehamilan Ripening dengan pemasangan balon catheter intra uterine, induksi.

Lapor supervisor VK Dr. SN, SpOG (

Anjuran : Ripening dengan foley catheter 40 cc sampai lepas spontan

Tanggal 20-11-2008 pukul 14.30 WibDilakukan pemasangan balon catheter intra uteri 40 cc

Follow up tanggal 21-11-2008, Pukul 08.00 Wib

KU: gerakan janin tidak dirasakanSP: dbn

Status Obstetrikus

Gerak:(-)

His:(-)DJJ:(-)

VT:Cx tertutupST:lendir darah (-) air ketuban(-)

Dx : KJDK + GMG + KDR (22 - 24)mgg + B. inpartuPenatalaksanaan/:

- IVFD RL 20 gtt/i - Balon kateter intra uteri 40 cc terpasang

- awasi VS, dan tanda-tanda inpartu

R/ partus pervaginamTanggal 21-11-2007, pukul 11.00 Wib

Ku : gerakan janin tidak dirasakan

SP : dbn

Status Obstetrikus

Gerak: (-)

His: (-)

Djj : (-)

VT : Cx tertutup, teraba kateter intra uteri

ST : lendir darah (-) air ketuban (-)

Dx : KJDK + PG + KDR (22 24)mgg + B.inpartuTh/ : diteruskanR: partus pervaginam

Lapor supv VK Dr. SN, SpOG (K) (Anjuran : induksi oksitosin 5 IU prosedur biasa

Pkl 11.15 dilakukan induksi oksitosin 5 IU prosedur biasaTanggal 21-11-2007, Pukul 12.45 Wib

KU: gerakan janin tidak dirasakan

SP: dbnStatus Obstetrikus

Gerak:(-)

His:(+) 3x30/10

DJJ:(-)

VT:Cx axial, pembukaan 4 cm,eff 80%.ST:lendir darah (+) air ketuban(-)

Dx : KJDK + PG + KDR (22 - 24)mgg + B.inpartuTh/:- IVFD RL 20 gtt/i

- Balon kateter intra uterine lepas spontan

R/ : partus pervaginam

Tanggal 21 11 2007, pukul 13.00 Wib

Dengan PSP a/I KJDK

Lahir bayi , BB : 400 gr, PB : 20 cm, AS : 0

Tanggal 21-11-2008 pkl 13.15 WibLaporan PSP a/I PBK (KJDK)Lahir bayi , BB : 400 gr, PB : 20 cm, AS : 0

Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan infus terpasang baikDilakukan vulva toilet dan pengosongan kandung kemihPada his yang adekuat tampak janin dan selaput ketuban lahir spontanLahir bayi , BB : 400 gr, PB : 20 cm, AS : 0Plasenta dilahirkan dengan PTT ( kesan lengkapEvaluasi jalan lahir (tidak tampak laserasi dan perdarahanKU ibu post partum ( baik

Instruksi :

Awasi Vital sign dan tanda perdarahan

Cek Hb 2 jam post PSP Bila Hb 2 jam post PSP < 8 gr% transfusi WB 500 cc

Th :

IVFD RL + oksitosin 10 IU 20 gtt/i

Amoxicillin 3 x 500 mg Metronidazole 3 x 500 mg Asam mefenamat 3 x 500 mg Roboransia 1 x 1Follow Up

Tanggal 22 11 2008 pkl.08.00wib

Keluhan Utama: (-)Status Present :

Sensorium: CM

TD

: 110/70 mmHg

HR

: 88 x/i

RR

: 20 x/i

Temp

: 37,5 0CStatus Obstretikus :

Abdomen: soepel

TFU

: 2 jari dibawah pusat

Kontraksi: (+)

Peristaltik: (+) sedang

Lokia

: (+)

Hb 2 jam post PSP : 12,1 gr/dl

Dx

: Post partum a/I KJDK + NH1

Therapi:dilanjutkan

Follow Up

Tanggal 23 11 2008 pkl 08.00

Keluhan Utama: (-)Status Present :

Sensorium: CM

TD

: 120/70 mmHg

HR

: 82 x/i

RR

: 24 x/i

Temp

: 36,50CStatus Obstretikus :

Abdomen: Soepel

TFU

: 1/2 pusat-simphisis

Peristaltik: (+)Lokia

: (+)Dx

: Post Partum a/I KJDK +NH2

Therapi :

Amoxicillin 3 x 500 mg

Metronidazole 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Roboransia 1 x 1

Pasien PBJANALISA KASUS

Telah dilaporkan Ny Ny. R, 41 tahun, G7P5A1, batak, Islam, SMA, i/d Tn. Y, 43 thn, Islam, melayu, wiraswasta, datang tanggal 20-11-2007 pukul 13.45 Wib dengan keluhan gerakan janin tidak dirasakan. Pada pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran Compos Mentis Tekanan Darah 120/80 mmHg. Status Obstetrikus TFU setentang pusat, Ballotement (+), Gerak (-), DJJ (-) dengan daptone, his (-) EBW 400 600 gr. Pemeriksaan dalam Cx tertutup tubuler Sarung Tangan lendir darah (-) air ketuban(-). Pada pemeriksaan laboratorium Hb 11,3 gr% Ht 34% Leukosit 6.800/mm3 Eritrosit 183.000/mm3 Clotting time 330 ( N < 6 ) Bleeding time : 8 ( N < 15 ). Setelah data diperoleh maka diagnosa os adalah KJDK + GMG + KDR (22 - 24)mgg. Sesuai literature dilakukan terminasi kehamilan secara repening dengan pemasangan balon catheter intra uteri 40 cc. Kemudian dilakukan induksi dengan oksitosin 5 IU prosedurbiasa.Tanggal 21-11-2007pkl13.15 Wib Dengan PSP a/I KJDK. Lahir bayi , BB : 400 gr, PB : 20 cm, AS : 0.

PERMASALAHAN

Apakah penyebab KJDK pada pasien ini?

Penyebab kematian pada pasien ini kemungkinan karena

Pada pasien ini terjadi maserasi tingkat I seperti.

Pada kepala dijumpai tanda kjdk seperti tanda spalding yang menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling menutup (overlapping) PAGE 1