lapkas insip pertama

43
RS BHAYANGKARA TK.III KOTA BENGKULU INTERNSHIP DISUSUN OLEH : dr. Danil Anugrah Jaya (2008730007) DEMAM BERDARAH DENGUE LAPORAN KASUS

description

lapkas

Transcript of lapkas insip pertama

Page 1: lapkas insip pertama

R S B H A Y A N G K A R A T K . I I I K O T A B E N G K U L U

INTERNSHIPDISUSUN OLEH :

dr. Danil Anugrah Jaya (2008730007)

DEMAM BERDARAH DENGUE

LAPORAN KASUS

Page 2: lapkas insip pertama

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................i

STATUS PASIEN................................................................................................................1

A. Identitas Pasien........................................................................................................1

B. Anamnesis................................................................................................................1

C. Pemeriksaan fisik.....................................................................................................3

D. Status Lokalis THT..................................................................................................5

E. Resume.....................................................................................................................9

F. Assesment....................................................................................................................9

G. Prognosis...................................................................................................................10

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................10

1. Tonsilitis Kronis.....................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................30

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 3: lapkas insip pertama

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : An. R

Umur : 7 tahun

Jenis kelamin : Laki Laki

Alamat : Bengkulu

Nama Orang tua : Tn. C dan Ny. A

B. Anamnesis (Alloanemnesis terhadap bapak pasien pada 8 Januari 2015,

10.00 WIB)

Keluhan Utama : Panas badan sejak empat hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh panas badan Sejak empat hari SMRS. Panas

badan dirasakan timbul mendadak tinggi dan dengan durasi terus menerus,

siang sama dengan malam. Panas badan tidak di sertai menggigil ataupun

kejang. Pasien juga mengeluh nyeri kepala, lemas dan nyeri nyeri sendi.

Tiga hari SMRS pasien di bawa ke puskesmas lalu di rawat selama 2 hari.

Saat di puskesmas pasien di diagnoasa malaria, sudah di lakukan

pemeriksaan darah namun orang tua pasien lupa hasil pemeriksaan

tersebut, pasien di berikan beberapa jenis obat antara lain chloramfenikol

di berikan empat kali sehari satu sendok takar, ibuprofen syrup 3x sehari

satu sendok takar, syrup batuk tiga kali sehari satu sendok takar, dan

curvit syrup satu satu sendok takar, obat di minum teratur namun belum

ada perbaikan. Satu hari SMRS pasien muntah muntah ± 5 kali perhari

sebanyak lebih kurang ½ gelas belimbing tiap muntah, muntah terdapat

darah kehitaman, keluhan ini di sertai dengan adanya nyeri perut dan

pendarahan gusi.

Keluhan timbul ruam merah di kulit di sangkal, batuk pilek di

sangkal, nyeri telinga atau keluar cairan dari telinga disangkal, pendarahan

dari hidung di sangkal, BAB dan BAK dalam batas normal.

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 4: lapkas insip pertama

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit yang sama di keluarga disangkal

Riwayat Psikososial :

Pasien adalah anak pertama dari dua bersaudara, terdapat ± 4

orang di lingkungan rumah pasien mengalami keluhan yang sama dalam 2

minggu terakhir, dan di diagnosis demam berdarah, orang tua pasien

mengaku lingkungan rumah banyak genangan air, aliran air pembuangan

tidak lancar dan tidak ada penutup untuk air yang menggenang, namun

jika tidur menggunakan kelambu.

Riwayat Imunisasi :

BCG : 1 x

Hepatitis : 3 x

DPT : 3 x

Polio : 4 x

Campak : 1 x

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Alergi :

alergi obat disangkal, alergi makanan disangkal.

Riwayat Pengobatan :

Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat secara rutin.

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 5: lapkas insip pertama

C. Pemeriksaan fisik (Ruang bougenfil pada tanggal 8 Januari 2015, 10. 30 WIB)

• Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

• Kesadaran : Composmentis

• Tanda vital

– Tekanan darah : tidak dapat dilakukan

– Nadi : 98 kali/menit, reguler, isi dan tegangan

cukup

– Suhu : 38.5°C

– Pernapasan :18 kali/menit

Antropometri

Berat badan : 30 kg

Tinggi badan : 135 cm

Status gizi :

• BB/U = 30/36.100% = 83,3 (gizi baik)

• TB/U = 135/138.100% = 97,8% (tinggi normal)

• BB/TB = 30/30.100% = 100% (Normal)

Kesan : Status gizi baik

Z SCORE: BB/U berada diantara 0 dan -1 SD. Kesan = Gizi Baik

Status Generalisata

• Kepala : Normocephal, rambut lurus, hitam, tidak mudah rontok

• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat

isokor RC +/+

• Hidung: Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-)

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 6: lapkas insip pertama

• Mulut : Bibir sianosis (-), lidah ditengah, tonsil T1/T1, faring

hiperemis (-) pedarahan gusi (+)

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), Pembesaran KGB (-).

• Thorax : Normochest, jaringan parut (-) peteki (-)

Pulmo : Inspeksi simetris statis maupun dinamis,

penggunaan otot bantu napas (-), retraksi

dinding dada (-), bagian dada yang tertinggal

(-)

Palpasi vocal fremitus sama kedua lapang paru

Perkusi sonor pada kedua lapang paru, batas paru

hepar setinggi ICS V dextra peranjakan 2

jari

Auskultasi vesicular +/+, crackles (-/-), wheezing -/-.

Cor : Inspeksi ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi ictus cordis teraba di ICS V linea

midclavicularis sinistra.

Perkusi batas jantung kanan pada ICS IV linea

parasternalis dextra batas jantung kiri atas

pada ICS III linea parasternalis sinistra.

batas kiri bawah pada ICS V linea

midclavicularis sinistra

Auskultasi S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi Datar , jaringan parut (-), distensi (-)

Palpasi supel, nyeri tekan epigastrium (+) turgor

baik

o Hepar tidak teraba

o Lien tidak teraba

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 7: lapkas insip pertama

Perkusi timpani diseluruh region abdomen, asites

(-)

Auskultasi bising usus (+) normal

Ekstremitas : kanan kiri

Akral hangat + +

+ +

Udem - -

- -

RCT <2 dtk + +

+ +

Ruam peteki (-)

Uji tourniquet 20 titik/inci2

D. Resume

Pasien ♂ 7 tahun di bawa oleh orang tua nya datang dengan

keluhan febris sejak 4 hari yang lalu, mendadak tinggi durasi terus

menerus. Keluhan disertai cephalgia dan arthralgia. Di rawat di puskesmas

namun belum ada perbaikan, 1 hari SMRS hematemesis 5x/hari sebanyak

±½ gelas belimbing tiap muntah, nyeri perut dan pendarahan gusi. Riwayat

DBD di lingkungan sekitar rumah, tidak ada penutup untuk air yang

menggenang. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan S: 38.5°C. pendarahan

gusi (+), Nyeri tekan epigastrium.

F. Assesment

G. PrognosisQuo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 8: lapkas insip pertama

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Tonsil :

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila

faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya

membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang

biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil

sering kali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong pharynx

yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.1

Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral

rongga mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot

palatoglosus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot

palatofaringeus.2

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah

yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga

meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel

yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada

fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat

pada otot pharynx, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.1

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 9: lapkas insip pertama

Gambar 4. Cincin Waldeyer

Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatine asendens,

cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri pharynx asendens dan arteri lingualis

dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla

sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus

tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid

lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.1

Vena-vena menembus m.constrictor pharyngeus superior dan bergabung

dengan vena palatine eksterna, vena pharyngealis, atau vena facialis. Aliran limfe

pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi lymphoidei profundi. Nodus

yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di

bawah dan belakang angulus mandibulae.3

Imunologi :

Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa

tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin

Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain.

Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat

kripta. Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting

sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke

dr. Danil Anugrah Jaya viiiDemam Berdarah Dengue

Page 10: lapkas insip pertama

saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen

makanan). Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik.

Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear

pertama-tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen.9

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang

mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang

dewasa. Proporsi limfosit B danT pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di

darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri

atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells)

yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi

APCs (sintesis immunoglobulin spesifik). Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T,

sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder

yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah

disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan

mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi

dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.9,10

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang

terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil

membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk

memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus.

Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk

membantu melawan infeksi. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,

masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan

tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong

diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring.

Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel

germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari

jaringan limfoid). Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan

patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar

tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun.9,10

1. Tonsilitis Kronis

Definisi

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 11: lapkas insip pertama

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut

yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Diantara serangan tidak jarang

tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat

membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan

apabila tonsil ditekan keluar detritus. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne

infection), tangan, dan ciuman. Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur; terutama

pada anak – anak.1

Etiologi :

Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya

secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung

kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui

mulut masuk bersama makanan2. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh

serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen

pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.3

Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk

bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis

kronis jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup

A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan

nasofaring. Namun dapat menjadi pathogen infeksius yang memerlukan

pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae,

Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.4,5

Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan

tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering

Tonsilofaringitis Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Staphylococcus

aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Staphylococcus epidermidis dan

kuman gram negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella

dan E. coli.4

Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan

pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh.

Penyebab penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes

simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 12: lapkas insip pertama

coxackievirus A, yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil.

Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat menyebabkan

pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas

yang akut. 4

Infeksi jamur seperti Candida sp tidak jarang terjadi khususnya di

kalangan bayi atau pada anak-anak dengan immunocompromised.6

Patomekanisme:

Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana

kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil

menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman

sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi

pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan

suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat

keadaan umum tubuh menurun.7 Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi

leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka

selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan

mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak

diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan

akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada

anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.1

Faktor Predisposisi :

Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor

genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko

penyakit Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi

konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya

mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik

sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis. 15

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 13: lapkas insip pertama

Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1

1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca

4. Kelelahan fisik

5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

Gejala Klinis :

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah

nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna

dan saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam,

namun tidak mencolok.8

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang

tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang

mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1

Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul

servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh

dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil

karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di

atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya

mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian

tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.8,10

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 14: lapkas insip pertama

Gambar 7. Tonsillitis kronik

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan

medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :10,11, 12

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 8. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring

dr. Danil Anugrah Jaya xiiiDemam Berdarah Dengue

Page 15: lapkas insip pertama

Gambar 9. (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils.

(C) Grade-IIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis

Kronis:

Mikrobiologi

Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman

patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan

mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian

antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al, 2009).

Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan

penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang

dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan

dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat

terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid.

Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti

Staflokokus aureus.13

Histopatologi

Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap

480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria

histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s

abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah

temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa

Tonsilitis Kronis.14

II. DIAGNOSIS

Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan

anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara

menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan

yang dapat membingungkan diagnosis.

dr. Danil Anugrah Jaya xivDemam Berdarah Dengue

Page 16: lapkas insip pertama

Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis

berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang

mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada

tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling

sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala-gejala konstitusi dapat

ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan

adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular.15,16,17

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang

tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada umumnya

terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam

kategori tonsillitis kronik.17

Pada Biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan

beberapa organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya

jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.17

Diagnosis Banding :

1. Tonsillitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang

yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer

antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat

dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering

ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi

pada usia -5 tahun. Gejala klinik terbagi dalam 3 golongan yaitu: umum,

local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi

lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak

nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. Gejala

local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor

yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu

(pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat

akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher

akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher

sapi (bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 17: lapkas insip pertama

jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai

decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan

otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan

albuminuria.1

Gambar 10. Tonsila Difteri

2. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema. Gejala

pada penyakit ini berupa demam sampai 30ºC, nyeri kepala, badan lemah,

rasa nyeri dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada

pemeriksaan tampak mukosa dan faring hiperemis, membran putih keabuan

diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut

berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibular membesar.1

Gambar. 11 Angina Plaut Vincent

3. Faringitis

Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus,

bakteri, alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan

kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin

ektraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup

dr. Danil Anugrah Jaya xviDemam Berdarah Dengue

Page 18: lapkas insip pertama

jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat

terbentuknya kompleks antigen antibody.Gejala klinis secara umum pada

faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri

kepala.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil

hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian

timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior

membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.1

Gambar 12. Faringitis

4. Faringitis Leutika

Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau

tersier. Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah,

palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring. Bila infeksi terus

berlangsung maka akan timbul ulkus pada daerah faring yang tidak nyeri.

Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran kelenjar mandibula yang tidak

nyeri tekan.1

5. Faringitis Tuberkulosis

Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada

faringitis tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena

anoresia dan odinofagia.Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri

ditelinga atau otalgia serta pembesaran kelanjar limfa servikal.1

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan

nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada

pemeriksaan serologi, hapusan jaringanatau kultur, X-ray dan biopsy.

Penatalaksanaan :

dr. Danil Anugrah Jaya xviiDemam Berdarah Dengue

Page 19: lapkas insip pertama

Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi

medikamentosa dan operatif.

1. Medikamentosa

Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau

obat isap, pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi

gigi atau oral. 1,8 Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika

yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah

metronidazole, klindamisin ( terutama jika disebabkan mononukleosis atau

abses), amoksisilin dengan asam klavulanat ( jika bukan disebabkan

mononukleosis).9

2. Operatif

Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil

(tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.

Dengan tindakan tonsilektomi.9 Pada penelitian Khasanov et al

mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis

didapatkan data bahwa sebanyak 84 ibu-ibu usia reproduktif yang dengan

diagnosa Tonsilitis Kronis, sebanyak 36 dari penderita mendapatkan

penatalaksanaan tonsilektomi.9

Penelitian yang dilakukan di Skotlandia dengan menggunakan

kuisioner terhadap 15.788 penduduk mendapatkan data sebanyak 4.646

diantaranya memiliki gejala Tonsilitis, dari jumlah itu sebanyak 1.782 (38,4%)

penderita mendapat penanganan dari dokter umum dan 98 (2,1%) penderita

dirujuk ke rumah sakit.9

Indikasi Tonsilektomi

Cochrane review (2004) melaporkan bahwa efektivitas tonsilektomi belum

dievaluasi secara formal. Tonsilektomi dilakukan secara luas untuk

pengobatan Tonsilitis akut atau kronik, tetapi tidak ada bukti ilmiah

randomized controlled trials untuk panduan klinisi dalam

memformulasikan indikasi bedah untuk anak dan dewasa. Tidak

ditemukan studi Randomized Controlled Trial (RCT) yang mengkaji

efektivitas tonsilektomi pada dewasa. Pada anak ditemukan 5 studi RCT

(Mawson 1967; McKee 1963; Roydhouse 1970; Paradise 1984; Paradise

dr. Danil Anugrah Jaya xviiiDemam Berdarah Dengue

Page 20: lapkas insip pertama

1992), tetapi yang diikutkan dalam review hanya 2 studi (Paradise 1984;

Paradise 1992) sedang 3 studi lain tidak memenuhi kriteria. Studi pertama

oleh Paradise (1984), dilakukan pada anak yang dengan infeksi tenggorok

berat. Dari studi ini tidak dapat dibuat kesimpulan yang tegas tentang

tonsilektomi karena adanya keterbatasan metodologi yaitu adanya

perbedaan kelompok operasi dengan kelompok kontrol. Dalam hal riwayat

episode infeksi sebelum mengikuti studi (kelompok operasi meliputi anak

dengan penyakit yang lebih berat) dan status sosial ekonomi (kelompok

nonoperasi memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi) serta

kelompok tonsilektomi dan tonsilo-adenoidektomi dilaporkan sebagai satu

kelompok operasi. Disamping itu, studi ini meliputi hanya anak dengan

infeksi tenggorok berat, pada pemantauan, banyak kelompok kontrol yang

memiliki episode infeksi sedikit dan biasanya ringan. Studi kedua oleh

Paradise (1992) meliputi anak dengan infeksi sedang tidak dapat

dievaluasi karena saat review dilakukan tidak ada data yang lebih detil dari

desain dan bagaimana penelitian ini dilakukan (hasil penelitian baru dalam

bentuk abstrak).9 Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi

saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi

(indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non

emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi

perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak

menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi absolut: a)

Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu) yang

terkait dengan cor pulmonal. b) curiga keganasan (hipertropi tonsil yang

unilateral). c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang

memerlukan tonsilektomi Quincy). d) perdarahan tonsil yang persisten dan

rekuren. Indikasi Relatif: a) Tonsillitis akut yang berulang (Terjadi 3

episode atau lebih infeksi tonsil per tahun). b) abses peritonsilar. c).

tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang persisten, halitosis, atau

adenitis cervical. d). sulit menelan. e). tonsillolithiasis. f). gangguan pada

orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian atas sempit). g). Carrier

dr. Danil Anugrah Jaya xixDemam Berdarah Dengue

Page 21: lapkas insip pertama

streptococcus tidak berespon terhadap terapi). h). otitis media recuren atau

kronik.8,9,10

Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-

head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium 1995 adalah: 1

a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat

terapi yang adekuat

b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial

c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan

jalan napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan

cor pulmonale.

d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang

tidak berhasil hilang dengam pengobatan

e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus

beta hemolitikus

g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

h. Otitis media efusa/otitis media supuratif

Kontraindikasi Tonsilektomi

Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun

bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni:

gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat,

anemia, dan infeksi akut yang berat. 9,18

Persiapan Pasien Tonsilektomi

Ketika dicapai keputusan untuk melakukan tonsilektomi harus disadari

bahwa mungkin tindakan ini merupakan prosedur pembedahan yang

pertama kali bagi pasien. Riwayat penyakit yang komplit dan pemeriksaan

fisik sebaiknya dilakukan dengan perhatian khusus terhadap adanya

gangguan yang bersifat diturunkan terutama kecenderungan terjadinya

dr. Danil Anugrah Jaya Demam Berdarah Dengue

Page 22: lapkas insip pertama

pendarahan. Disamping itu riwayat saudara pasien yang mungkin

mengalami kesulitan dengan anastesi umum sebaiknya diketahui untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya hipertermia maligna. Pemeriksaan

Lab seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin, jumlah

trombosit, pemeriksaan hitung darah komplit dan urinalisa sebaiknya

dilakukan. Selain itu pemeriksaan antistreptolisin titer O (ASO) dilakukan

untuk mengetahui tingkat infeksi serta sebagai salah satu indikasi

tonsilektomi. Antisteptolisin meningkat pada minggu pertama dan

mencapai puncaknya pada minggu ketiga sampai keenam setelah infeksi.

Pemeriksaan dikatakan positif bila konsentrasi ASO dalam serum darah

lebih dari 200 IU/ml. Selain itu pemeriksaan ragiologi dada dan

elektrokardiogram sebaiknya dilakukan sebelum pembedahan.5,6,8

Teknik Operasi Tonsilektomi

Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada

abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari

tangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat

ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.9, 20

Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth

gag, tonsil dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat

insisi pada membran mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor

tonsil atau gunting sampai mencapai pole bawah dilanjutkan

dengan menggunakan senar untuk menggangkat tonsil.

Guilotin: Tehnik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat

dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera

oleh infeksi berulang.

Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat

digunakan pada tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya

perdarahan namun dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

Laser tonsilektomi: Diindikasikan pada penderita gangguan

koagulasi. Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser

CO2 lebih disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang

dilakukan pada tehik diseksi.

dr. Danil Anugrah Jaya xxiDemam Berdarah Dengue

Page 23: lapkas insip pertama

Komplikasi Tonsilektomi

Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma

akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan

pasien dan faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila

terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis

akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil,

kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit

sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh

darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu

dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari

pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan

kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil

diletakkan tampon atau gelfoam kemudian pilar anterior dan pilar posterior

dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.21

Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi

pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya

berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding

belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula

saat pemasangan alat pembuka mulut.21

Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu

terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication. 21

Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa

perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera

atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam

pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih

dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat

menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Penyebabnya diduga karena

hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan. 21 perdarahan dan iritasi

mukosa dapat dicegah dengan meletakkan ice collar dan mengkonsumsi makanan

lunak dan minuman dingin. 22

dr. Danil Anugrah Jaya xxiiDemam Berdarah Dengue

Page 24: lapkas insip pertama

Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (interme diate complication)

dapat berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi

paru dan otalgia Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24

jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10. Jarang terjadi dan penyebab

tersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena

ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu

cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawahnya

terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya

berasal dari pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya sama dengan

perdarahan primer.21

Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem.

Nekrosis uvula jarang terjadi, dan bila dijumpai biasanya akibat kerusakan

bilateral pembuluh darah yang mendarahi uvula. Meskipun jarang terjadi,

komplikasi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organ-organ lain seperti

ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala otalgia biasanya

merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang-

kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba

Eustachius. Abses parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara

anatomik fosa tonsil berhubungan dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan

teknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi

darah atau potongan jaringan tonsil. 21

Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum

mole. Bila berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan rinolalia.

Komplikasi lain adalah adanya sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak

menimbulkan gejala, tetapi bila cukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut

atau abses peritonsil. 21

Komplikasi tonsilektomi dapat berupa : 10,18

Immediate and Delayed Hemorrhage

Postoperative Airway Compromise :Jarang terjadi, biasanya disebabkan

oleh terlepasnya bekuan-bekuan, terlepasnya jaringan adenotonsillar, post

operasi edema oropharingeal, atau hematom retropharyngeal.

Dehidrasi

dr. Danil Anugrah Jaya xxiiiDemam Berdarah Dengue

Page 25: lapkas insip pertama

Pulmonary Edema : Disebabkan oleh pembebasan secara tiba-tiba jalan

napas yang obstruksi karena hipertropi adenotonsillar yang lama,

mengakibatkan penurunan mendadak tekanan intratoracal, peningkatan

volume darah paru, dan peningkatan tekanan hidrostatik yang dapat terjadi

segera atau beberapa jam setelah pembebasan jalan napas.

Nasopharyngeal Stenosis : komplikasi yang jarang dari jaringan parut

Eustachian Tube Dysfunction

Aspiration Pneumonia : jarang terjadi, biasanya akibat aspirasi dari bekuan

darah

III. KOMPLIKASI

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah

sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara

percontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan

dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis,

pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.1

Beberapa literature menyebutkan komplikasi tonsillitis kronis antara

lain:9,23

a) Abses peritonsil.

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.

Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang

mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan

serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi

yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi

abses.

dr. Danil Anugrah Jaya xxivDemam Berdarah Dengue

Page 26: lapkas insip pertama

Gambar. Abses peritonsil

b) Abses parafaring.

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus

mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga

menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.

c) Abses intratonsilar.

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya

diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri

lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah.

Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika

diperlukan; selanjutnya dilakukan tonsilektomi.

d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).

Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh

sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian

tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar

secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith

lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau

foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan

palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan.

e) Kista tonsilar.

Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran

kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat

dengan mudah didrainasi.

f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis.

Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi

meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya

mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang

merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan

kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya penyakit

Glomerulonefritis.

IV. PROGNOSIS

dr. Danil Anugrah Jaya xxvDemam Berdarah Dengue

Page 27: lapkas insip pertama

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat

penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi

infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan

yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu

yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita

mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi

pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi

sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007.

p212-25.

2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011 .[cited, 2013

Jun 18). Available from URL: http://emedicine.medscape.com/

3. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. [online]. 2011 .[cited,

2013 Jun 18). Available from URL: http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-

and-adenoiditis/

4. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online].2011 .[cited,

2013 Jun 18). Available from: URL: http://www.medicinenet.com

5. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for

Tonsillectomy. In: The Pediatric Clinics Of North America. 2003. p445-58

6. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical

and Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. Pdf.

7. Mandavia, Rishi. Tonsillitis. [online] .[cited, 2013 Jun 20). Available from:

URL: http://www.entfastbleep.com

dr. Danil Anugrah Jaya xxviDemam Berdarah Dengue

Page 28: lapkas insip pertama

8. Gross CW, Harrison SE. Tonsils and Adenoid. In: Pediatrics In Review.

[online].2000.[cited, 2013 Jun 21). Available from: URL:

http://www.pediatricsinrewiew.com

9. Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi

6. Jakarta: ECG, 2006. p795-801.

10. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.

Jakarta: ECG, 1997. p263-340

11. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam

Malik Medan Tahun 2009. 2011.pdf

12. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and

Adenoidectomy. In: Head&Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. 2006.

13. Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo.

Lapran Penelitian : Kadar Imunoglobulin A Sekretori Pada Penderita

Tonsilitis Kronik Sebelum Dan Setelah Tonsilektomi. Pdf.

14. Empowering Otolaryngologist. Tonsillitis. In: American Academy of

Otolaryngology- Head & Neck Surgery. Pdf.

15. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head

and Neck Surgery. p158-165

16. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and

Neck Manifestations of Systemic Disease. USA:2007.p493-508

17. Uğraş, Serdar & Kutluhan, Ahmet. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed

With Histopathologic Findings. In: European Journal of General Medicine,

Vol. 5, No. 2. [online].2008.[cited, 2013 Jun 23]. Available from: URL:

http://www. Bioline International .com

18. Hatmansjah. Tonsilektomi. In: Cermin Dunia Kedokteran vol 89.

[online].1993.[cited, 2013 Jun 25]. Available from: URL: http://www.

cerminduniakedokteran .com

19. Harrison SE, Osborne E, Lee S. Home Care After Tonsillectomy and

Adenoidectomy. In: Missisipi Ear, Nose, & Throat Surgical Associates 601.

pdf.

20. Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease: Introduction. In:

Current Otolaryngology 2nd ed. McGraw-Hill:2007.

dr. Danil Anugrah Jaya xxviiDemam Berdarah Dengue