LAPKAS HZO DEFFY

download LAPKAS HZO DEFFY

If you can't read please download the document

Transcript of LAPKAS HZO DEFFY

BAB I PENDAHULUANHerpez zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya. Herpes Zoster merupakan suatu infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air). Penyakit ini tersebar merata di seluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Angka kejadian pada pria dan wanita sama, 66% terjadi pada usia dewasa. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia kurang lebih 1% setahun.1,2 Herpes Zoster ditandai dengan gambaran vesikel yang bergerombol di atas kulit yang eritematus, sementara kulit diantara gerombolan satu dengan yang lain n o r m a l . Juga sering didapatkan krusta berwarna kuning kecoklatan sampai kehitaman jika perjalanan penyakit telah sampai pada stadium krustasi. (PDT,2005). Lokasi lesi dari Herpes zoster sering didapatkan pada wajah bagian dahi atau mata (herpes zoster oftalmikus), pada wajah (herpes zoster fasialis), pada daerah dada (herpes zoster torakalis), pada daerah pundak (herpes zoster brakialis) tergantung pada ganglion dimana virus menginfeksi secara laten. Lokasi tersering adalah pada bagian torakal. Tersering kedua adalah pada bagian kranial atau wajah sisi dahi yaitu Herpes zoster Oftalmikus.(Melton, 2007 dan Djuanda, 2005). Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus horpes zooster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Diagnosis herpes zoster oftalmikus ditegakkan melalui anamnesa yang teliti dan gejala-gejala klinis yang dialami penderita, serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan sitologi (Tzanck smear ) serta jika sarana memadai dapat dilakukan kultur virus. (Wolff, 2009).1BAB II TINJAUAN PUSTAKA1. DefinisiHerpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes Virus (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken pox). Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus. Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular.22. EpidemiologiLebih dari 90% orang dewasa di Amerika Serikat mempunyai bukti serologik mengenai infeksi VZV dan merupakan resiko untuk HZ. Laporan tahunan insiden HZ bervariasi dari 1,5 3,4 kasus per 1000 orang. HZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua dengan meningkatnya pertambahan usia.5,63. EtiologiHerpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus. VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapatdihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzimproteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi. HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik.34. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini adalah : a. Kondisi imunocompromise (penurunan imunitas sel T) Usia tua HIV Kanker Kemoterapib. Faktor reaktivasi Trauma lokal Demam Sinar UV Udara dingin Penyakit sistemik Menstruasi Stres dan emosi5. Patogenesis3Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/cacar air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal.3,4 Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise, dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian hari. HZO timbul akibat infeksi N.V. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yangdiperoleh selama masa anak-anak.Gambar 1. Morfologi golongan virus DNA & RNA dan patogenesis virus dalam sel target penderita. Gambar dikutip dari Suwarji Haksuhusodo, Bagian Mikrobiologi, Universitas Gadjah Mada, JogjakartaVarisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili Herpes viridae. Selama infeksi, virus varisela bereplikasi secara efisien dalamsel ganglion. Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran virus dalam ganglion dan ke kulit.5Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena.6,7 Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V diserang virus, dan akhirnya akan mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gangguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76% pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan.Gambar 2. Tanda Hutchinson. Gambar dikutip dari C. Stephen Foster,MD, M a s s a c h u s e t t s E y e R e s e a r c h a n d S u r g e r y I n s t i t u t e , H a r v a r d Medical School.6. Manifestasi KlinisAdapun manifestasi klinis HZO, antara lain: Prodormal (didahului ruam sampai beberapa hari) Nyeri lateral sampai mengenai mata Demam5 Malaise Sakit kepala Kuduk terasa kaku Dermatitis Nyeri mata Lakrimasi Perubahan visual Mata merah unilateral.Gambar 3. Herpes zoster oftalmikus. Gambar dikutip dari C.Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.Gejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul 1 2 hari sebelum terjadi erupsi.Gambar 4. Defek epitel dan infeksi sekunder varicella-zoster virus. Gambar dikutip dari C. Stephen Foster, MD, Massachusetts EyeResearch and Surgery Institute, Harvard Medical School.Kelopak mataHZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak yang disebut blefaritis, dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat lain. Konjungtiva Konjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di kemudian hari. Sklera Skleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap selama beberapa bulan.Gambar 5. Ulkus kornea dengan pemberian fluorescein. Gambar dikutip dari C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Researchand Surgery Institute, Harvard Medical School.Kornea3,5Komplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh pasien. Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan. Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris.7 Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya, lesi7epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudo dendrit linear yang mirip dendrit pada HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh.7 Keratitis epithelial gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma. Ini merupakan reaksi imun selama serangan akut dan memungkinkan perpindahan virus dari ganglion. Keratitis stroma kronik bisa menyerang vaskularisasi, keratopati, penipisan kornea dan astigmatisme. Traktus uvea Sering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa menyebabkan glaukoma dan katarak. Retina Retinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan dan eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis optik. Lesi ini dimulai dari bagian retina perifer. 7. Diagnosis Anamnesis Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza like illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin berakhir sehingga 1 minggu sebelum perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas kening dan hidung (divisi dermatome pertama daripada nervus trigeminus).3,5 Kira kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul yang lama kelamaan akan membentuk kluster yang terdiri dari papula dan vesikel. Lesi ini akan membentuk pustula dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam masa 5 7 hari. Pemeriksaan Fisik Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut urutan dari bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera. Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang.6 Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea dapat dilihat dengan serat cotton. Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen anterior dan kewujudan infiltrat stroma. Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah dibawah 12 15 mmHg). 8. Pemeriksaan PenunjangDiagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu :4 Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya selsel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofil. Pemeriksaaan serologik. HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV yang kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk mendeteksi retrovirus sesuai untuk pasien dengan faktor resiko untuk HZ (individu muda umur 50 tahun yang non imunosupres). Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase ChainReaction.Teknik pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik karena dapat mendeteksi varicella-zoster virus DNA yang terdapat dalam cairan vesikel. Kultur virus juga dapat dilakukan namun sensitifitasnya rendah.9. Diagnosis Bandinga. Kondisi yang memperlihatkan penampakan luar yang sama :9 Herpes simplek Ulkus blefaritis b. Kondisi yang menyebabkan penyebaran nyeri : Tic Douloureux3 Migrain Pseudo tumor orbita Selulitis orbita Nyeri akibat sakit gigi c. Kondisi yang menyebabkan inflamasi stromal kornea : Epstein-Barr Virus Sifilis10. PenatalaksanaanSebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct Immunofluorence withFluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti lebih efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa dilanjutkan dengan kultur virus.6 Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir (5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromalkeratitis, serta uveitis anterior.6 Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena. Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zosteroftalmikus dapat digunakan analgetik oral.3,4 Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S.aureus). Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri.7 Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan diantaranya Gabapentin dosisnya 1.800 mg 2.400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1.800 mg sehari.8 Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada kasus ini ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum luas. Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf. Pada umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 x sehari dan ibuprofen sebagai analgetik oral. Penderita juga mendapatkan antioksidan berupa asthin force dari ahli penyakit dalam untuk perlindungan kesehatan kulit. Sindrom Ramsay Hunt dapat diberikan Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion. 811. PencegahanTindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap mata, menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala. Bagi orang sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita terutama anak-anak. Obat-obatan antiviral seperti asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir merupakan terapi utama yang lebih efektif dalam mencegah keterlibatan okuler terutama jika obat diberikan tiga hari pertama munculnya gejala. Berdasarkan rekomendasi dari National Guidelines Clearinghouse, dosis asiklovir oral untuk11dewasa ialah 800 mg 5 kalisehari selama 7 sampai 10 hari. 8 Sedangkan antiviral topikal tidak dianjurkan karena tidak efektif. Antiviral digunakan untuk mempercepat resolusi lesi kulit, mencegah replikasi virus, danmenurunkan insiden keratitis stroma dan uveitis anterior.12. KomplikasiHampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun ada beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur dan luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita. Ini akan terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan awal.5 Komplikasi mata terjadi pada 50 % kasus. Nyeri terjadi pada 93% dari pasien tersebut, 31% nya masih ada sampai 6 bulan berikutnya. Pengaruh itu semua, terjadi uveitis anterior pada 92% dan keratitis 52%. Pada 6 bulan, 28% mengenai mata dengan uveitis kronik, keratitis, dan ulkus neuropatik. Komplikasi mata yang jarang ialah optik neuritis, retinitis, dan kelumpuhan nervus kranial okuler. Ancaman ganguanpenglihatan oleh keratitis neuropatik, perforasi, glaukoma sekunder, skleritis posterior, optik neuritis, dan nekrosis retina akut. Komplikasi jangka panjang, bisa berhubungan dengan lemahnya sensasi dari kornea dan fungsi motor palpebra. Hal ini beresiko pada ulkus neuropati dan keratopati. Resiko jangka panjang ini juga terjadi pada pasien yang memiliki riwayat HZO, 6-14% rekuren. Infeksi permanen zoster oftalmik bisa termasuk inflamasi okuler kronik dan kehilangan penglihatan.513. PrognosisUmumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini. Prognosis dari segi visus penderita baik karena asiklovir dapat mencegah penyakit-penyakit mata yang menurunkan visus. Kesembuhan penyakit ini umunya baik pada dewasa dan anak-anak dengan perawatansecara dini. Prognosis ke arah fungsi vital diperkirakan ke arah baik dengan pencegahan paralisis motorik dan menghindari komplikasi ke mata sampai kehilangan penglihatan. Prognosis kosmetikam pada mata penderita tersebut baik karena bengkak dan merah pada mata dapat hilang. Pada kulit dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik.7,813