Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

39
BAB I PENDAHULUAN Herpes zoster oftalmikus (HZO) adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit. (1) Herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan varicella.virus ini dapat menyerang saraf kranial V. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang nervus V (cabang oftalmik, maksilar, mandibular) akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri dan yang terganggu adalah cabang oftalmik. Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks. Bila cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan komplikasi pada mata sekitar 76 %. Jika saraf ini tidak terkena maka resiko komplikasi pada mata hanya sekitar 3,4%. (2) Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. 1

description

Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

Transcript of Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

Page 1: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

BAB IPENDAHULUAN

Herpes zoster oftalmikus (HZO) adalah infeksi virus herpes zoster yang

menyerang bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang

oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral

pada kulit.(1)

Herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah

serangan varicella.virus ini dapat menyerang saraf kranial V. Pada nervus

trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion gasseri, maka akan

terjadi gangguan pada ketiga cabang nervus V (cabang oftalmik, maksilar,

mandibular) akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri dan yang

terganggu adalah cabang oftalmik. Bila cabang oftalmik yang terkena, maka

terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai

kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami supurasi, yang bila pecah

akan menimbulkan sikatriks. Bila cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan

komplikasi pada mata sekitar 76 %. Jika saraf ini tidak terkena maka resiko

komplikasi pada mata hanya sekitar 3,4%.(2)

Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 %

diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus. Di negara maju seperti Amerika,

penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan

di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Kejadian HZ bervariasi 1,5-3,4 kasus per

1000 individuals. Faktor risiko utama untuk pengembangan HZ adalah

memudarnya diperantarai sel sistem kekebalan tubuh yang terkait dengan proses

penuaan normal. Namun, insiden herpes zoster di antara individu-individu yang

lebih tua dari 75 tahun melebihi 10 kasus per 1.000 orang-tahun. Hal ini mungkin

disebabkan oleh kenyataan bahwa kekebalan memudar sebagai usia dewasa. HZO

mewakili 10-25% dari semua kasus herpes zoster.(1)

Virus varicella zoster dapat laten/dorman pada ganglion N.V dan pada

frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal tanpa

menyebabkan gejala apapun. Reaktivasinya didahului oleh gejala prodormal

seperti demam, malaise, sakit kepala dan nyeri pada daerah saraf yang terkena tapi

1

Page 2: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

sebelumnya terbentuk lesi kulit. Kulit kelopak mata dan sekitarnya berwarna

merah dan bengkak diikuti terbentuknya vesikel, kemudian menjadi pustule lalu

pecah menjadi krusta. Jika krusta lepas akan meninggalkan jaringan sikatrik.(3)

Herpes zoster (HZ) yang khas ditandai oleh adanya nyeri radikuler yang

unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang

diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris dari

nervus cranialis. Manifestasi herpes zoster oftalmikus antara lain sakit mata, mata

merah, penurunan visus dan mata berair.(3)

Blefarokonjungtivitis pada herpes zoster oftalmikus ditandai dengan

hiperemis dan konjungtivitis infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas

sepanjang penyebaran dermatom N.V cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya

papiler, tetapi pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer,

yang kemudian berulserasi. Lesi palpebra mirip lesi kulit di tempat lain, bisa

timbul di tepi palpebra ataupun palpebra secara keseluruhan, dan sering

menimbulkan parut.(3)

Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari manifestasi nyeri dan

gambaran ruam dermatom serta adanya riwayat menderita cacar air.

Penatalaksanaan infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus,

kortikosteroid topikal, dan analgesik yang adekuat. Pengobatan akan optimal bila

dimulai dalam 72 jam dari onset ruam kulit.(3)

2

Page 3: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

  2.1  Anatomi dan Fisiologi Palpebra dan Konjungtiva

Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot dan jaringan fibrosa,

yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra sangat

mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di bagian tubuh lain.

Di palpebra terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan pembesaran. Di

bawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang bisa mengembang pada edema

massif. Musculus orbicularis oculi melekat pada kulit. Permukaan dalamnya

dipersarafi nervus kranialis fasialis (VII) dan fungsinya adalah untuk menutup

palpebra. Otot ini terbagi atas bagian orbital, praseptal dan pratarsal. Bagian

orbital, yang terutama berfungsi untuk menutup mata dengan kuat, adalah suatu

otot sirkular tanpa insersio temporal. Otot praseptal dan pratarsal memiliki caput

medial superfisial dan profunda yang berperan dalam pemompaan air mata.(14)

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan

tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva

palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva

palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.

Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva

bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan

melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata

bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.(3)

Gambar 2.1 Topografi palpebra dan konjungtiva

3

Page 4: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

Lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris

bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet

bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-

sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat

mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid

(superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung

jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan.

Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng

tarsus dan tersusun longgar pada mata.(3)

Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua nervus

trigeminus (V). Nervus lacrimalis, supraorbitalis, supratrochlearis, infrarochlearis,

dan nasalia eksterna adalah cabang-cabang divisi oftalmika nervus kranial kelima.

Nervus infraorbitalis, zygomaticofacialis, dan zygomaticotemporalis merupakan

cabang-cabang divisi maksilaris (kedua) nervus trigeminus. Konjungtiva juga

menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri

yang relatif sedikit.(14)

Pasokan darah palpebra datang dari arteria lacrimalis dan opthalmica

melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis di antara

arteria palpebralis lateralis dan medialis membentuk cabang-cabang tarsal yang

terletak di dalam jaringan areolar submandibular. Drainase vena dari palpebra

mengalir ke dalam vena opthalmica dan vena-vena yang membawa darah dari

dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra dan pascatarsal.

Pembuluh limfe segmen lateral palpebra berjalan ke dalam kelenjar getah bening

preaurikular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan

isinya ke dalam kelenjar getah bening submandibular.(14) Arteri-arteri konjungtiva

berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini

beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva

membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak.(3)

4

Page 5: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

2.2 Blefarokonjungtivitis Herpes Zoster Oftalmikus

2.2.1 Definisi

Blefarokonjungtivitis berasal dari gabungan kata blefaritis dan

konjungtivitis. Blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak mata baik

itu radang pada kelopak mata dan/atau tepi kelopak mata. Radang pada tepi

kelopak mata biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Konjungtivitis

adalah peradangan pada konjungtiva, baik itu pada bagian konjungtiva tarsal

ataupun konjungtiva bulbi.(1)

Blefarokonjungtivitis yang disebabkan oleh herpes zoster merupakan infeksi

yang mengenai kelopak dan konjungtiva mata yang disebabkan oleh virus

Varisela Zoster, virus yang sama yang menyebabkan varisela (chicken pox). Virus

ini termasuk dalam family Herpes viridae, seperti Herpes Simplex, Epstein Barr

Virus, dan Cytomegalovirus. Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil

reaktivasi dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V).

Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh dan cabang frontal divisi

pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi

hampir semua struktur okular dan periokular.(2)

2.2.2 Etiologi

Blefarokonjungtivitis herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh Varisela

Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit

protein dan berbentuk simetris isohedral dengan diameter 100 nm. Virion

lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang

bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh

bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang

tinggi. HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).

Infeksi primer varisela zoster virus berupa cacar air dan infeksi sekunder berupa

zoster. Infeksi dapat terjadi akibat kontak langsung dengan lesi kulit atau dengan

inhalasi sekret dari traktus respiratorius yang terinfeksi varisela zoster virus.(3)

5

Page 6: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

2.2.3 Epidemiologi

Lebih dari 90% orang dewasa di Amerika Serikat mempunyai bukti

serologik terinfeksi VZV dan mempunyai resiko untuk terkena HZ. Laporan

tahunan insidensi HZ bervariasi dari 1,5-3,4 kasus per 1000 orang. Faktor resiko

untuk perkembangan HZ ini ialah kekebalan sistem imun yang rendah dan

berhubungan juga dengan proses penuaan yang normal yang biasanya terjadi pada

orang tua yang berusia di atas 75 tahun dengan rata-rata 10 kasus per 1000 orang.(2)

Faktor risiko lain untuk herpes zoster diperoleh dari hambatan respons sel

mediated immun, seperti pada pasien dengan obat imunosupresif dan HIV dan

yang lebih spesifik dengan AIDS. HZO terdapat 10-25% dari semua kasus herpes

zoster. Blefarokonjungtivitis akan tampak pada fase awal HZO. Resiko

komplikasi oftalmik pada pasien herpes zoster tidak terlihat berhubungan dengan

umur, jenis kelamin, atau keganasan dari ruam kulit.(2)

2.2.4 Faktor predisposisi

Faktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini adalah:(3,4)

a. Kondisi imunocompromise (penurunan imunitas sel T) yang disebabkan oleh:

usia tua, HIV, kanker, sedang dalam pengobatan kemoterapi.

b. Faktor reaktivasi yang dipicu oleh kondisi: trauma lokal, demam, sinar UV,

udara dingin, penyakit sistemik, menstruasi, stres dan emosi.

2.2.5 Patogenesis

Epitelium yang melapisi konjungtiva dan sklera bagian luar terpapar dengan

dunia luar. Hal ini merupakan kesempatan bagus bagi virus untuk menginvasi.

Tiap beberapa detik palpebra menutup memberi perlindungan bagi sklera dan

konjungtiva berupa sekret dan pembersihan dari benda asing. Namun tetap saja

ada kesempatan kecil virus dapat masuk ke dalam sel. Apalagi ketika terjadi jejas

misalnya abrasi inokulasi langsung mungkin dapat terjadi saat pemeriksaan

oftalmologi atau dari kontaminasi lingkungan. Pada sebagian besar kasus,

6

Page 7: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

replikasi biasanya terlokalisasi dan menyebabkan inflamasi misalnya

konjungtivitis.(2)

Virus memiliki genom asam nukleat single atau double stranded yang

dilingkupi kapsid dengan atau tanpa amplop diluarnya. Asam nukleat dibutuhkan

untuk melakukan transkripsi menghasilkan enzim atau protein yang dibutuhkan

unuk bereplikasi. Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili

Herpes viridae. Selama infeksi, virus varisela bereplikasi secara efisien dalam sel

ganglion. (11,12) Pada permukaan kapsid terdapat ligan yang berfungsi untuk

menempel pada sel host sehingga menjadi jalan masuk virus ke dalam sel.

Amplop yang melingkupi kapsid, sejenis glikoprotein terekspresikan di

permukaan yang berfungsi melindungi virus dari antibodi. Namun virus yang

memiliki amplop lebih rentan terhadap pajanan dunia luar seperti sinar UV.

Sebaliknya pada virus yang hanya memiliki kapsid seperti adenovirus dapat

bertahan lebih lama di luar tubuh.(2)

Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer

(varisela/cacar air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan

penyakit yang rekuren di kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV

menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan

melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited

pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang

dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal.(11,12)

Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise,

dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai

mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten

mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20% terinfeksi dan bereaktivasi di

kemudian hari. HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi

VZV yang diperoleh selama masa anak-anak. (5,6,7)

Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang

menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V.

Hal ini terjadi sebagai respons langsung terhadap invasi virus pada berbagai

jaringan. Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah

torak paling banyak terkena. (11,12)

7

Page 8: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan

akhirnya akan mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai

tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena

gannguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76% pasien dengan tanda Hutchinson

mempunyai gangguan penglihatan.(5,6,7)

Gambar 2.2 Tanda Hutchinson.

2.2.6 Manifestasi klinis

Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gasseri saraf

trigeminus. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut. Bila

yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes

zoster pada mata dan kelopak mata atas. Gejala tidak akan melampaui garis

median kepala dengan tanda-tanda yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada

daerah yang terkena dan badan terasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel

dan infiltrat pada kornea bila mata terkena. Lesi vesikel pada cabang oftalmik

saraf trigeminus superfisial merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes

zoster mata.(1)

Manifestasi klinis HZO didahului oleh fase prodormal (didahului ruam

sampai beberapa hari) seperti: nyeri lateral sampai mengenai mata, demam,

malaise, sakit kepala, dan kuduk terasa kaku. Gejala-gejala tersebut terjadi pada

5% penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi

disertai dengan: dermatitis, nyeri mata, lakrimasi, perubahan visus, dan mata

merah unilateral. (5,6,7)

8

Page 9: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

Gambar 2.3 Herpes zoster oftalmikus.

HZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya

pembengkakan kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut

blefaritis dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler

pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip

lesi kulit di tempat lain. Pada konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan

edema, serta kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu.

Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di kemudian hari.(1)

(a) (b)Gambar 2.4 (a) Edema palpebra pada herpes zoster. (b) Defek epitel dan infeksi

sekunder varicella-zoster virus.

Blefarokonjungtivitis ec herpes zoster ditandai dengan hiperemia dan

konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran

dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi

umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel,

pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal

perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang nyeri

9

Page 10: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu mata salah

arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi ataupun di dalam

palpebra dan seringkali meninggalkan parut. Sering timbul konjungtivitis

eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas (kecuali pada limbus) sangat

jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai fliktenula dan dapat melalui tahap-tahap

vesikel, papula, dan ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan

bertambah pembuluh darahnya.(13)

2.2.7 Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza

like illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin berakhir

sehingga 1 minggu sebelum perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah

kepala, atas kening dan hidung (dermatom pertama dari nervus trigeminus).(3)

Kira-kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom

sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul keliatan yang

lama kelamaan akan membentuk kluster yang terdiri dari papula dan vesikel. Lesi

ini akan membentuk pustula dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam

masa 5-7 hari.(3)

Pemeriksaan fisik

Periksa struktur eksternal atau superfisial dahulu secara sistematik mengikut

urutan bulu mata, palpebra, konjungtiva dan pembengkakan sklera. Untuk

mengetahui adanya kemungkinan komplikasi herpes zoster oftalmikus yang lain

maka juga dilakukan pemeriksaan:(3)

- keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang.

- Pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk

menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea

dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan serat kapas.

- Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan

ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.

- Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen

anterior dan infiltrat stroma

10

Page 11: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

- mengukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah dibawah 12 – 15 mmHg).

Pemeriksaan laboratorium

Diagnosis laboratorium ditegakkan dari beberapa pemeriksaan, yaitu: (3)

a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik yaitu dengan melakukan kerokan

palpebra dan diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa

berinti banyak (Tzanck cell) yang khas dengan badan inklusi intranukleus

asidofil.

b. Pemeriksaaan serologik. Herpes zoster dapat terjadi pada individu yang

terinfeksi dengan HIV yang kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik

untuk mendeteksi retrovirus sesuai untuk pasien dengan faktor resiko HZ

(individu berusia <50 tahun yang nonimunosupresi).

c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).

d. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct

Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody), terbukti lebih efektif dan

spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa

dilanjutkan dengan kultur virus.

2.2.8 Diagnosis banding

a. Diagnosis banding dengan kondisi yang memperlihatkan penampakan yang

sama: (1)

- Blefarokonjungtivitis ec Herpes zoster oftalmikus

- Blefarokonjungtivitis ec Herpes simpleks

2.2.9 Komplikasi

Hampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu,

meskipun ada beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan

dengan umur dan luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh

penderita. Ini akan terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan

awal.(3)

Komplikasi mata terjadi pada 50 % kasus. Nyeri terjadi pada 93% dari

pasien tersebut, 31% nya masih ada sampai 6 bulan berikutnya. Pengaruh itu

11

Page 12: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

semua, terjadi anterior uveitis pada 92% dan keratitis 52%. Pada 6 bulan, 28%

mengenai mata dengan uveitis kronik, keratitis, dan ulkus neuropatik. (3)

Komplikasi mata yang jarang, termasuk optik neuritis, retinitis, dan

kelumpuhan nervus kranial okuler. Ancaman gangguan penglihatan oleh keratitis

neuropatik, perforasi, glaukoma sekunder, posterior skleritis, optik neuritis, dan

nekrosis retina akut.(8,9)

Komplikasi jangka panjang, bisa berhubungan dengan lemahnya sensasi

dari kornea dan fungsi motor palpebra. Ini beresiko pada ulkus neuropati dan

keratopati. Resiko jangka panjang ini juga terjadi pada pasien yang memiliki

riwayat HZO, 6-14% rekuren. Infeksi permanen zoster oftalmikus bisa termasuk

inflamasi okuler kronik dan kehilangan penglihatan. (8,9)

Komplikasi yang dapat terjadi, yaitu: (8,9,10)

a. Myelitis, encephalitis, dan hemiplegi merupakan komplikasi di luar mata yang

pernah ditemukan karena penjalaran virus ke otak.

b. Konjungtiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah kemosis yang

ada hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Pada saat ini biasanya

disertai dengan penurunan sensibilitas kornea dan kadang-kadang edema

kornea yang ringan. Dapat juga timbul vesikel-vesikel di konjungtiva tetapi

jarang terjadi ulserasi. Pernah dilaporkan adanya kanaliculitis yang ada

hubungannya dengan zoster.

c. Kornea. Bila komea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak

khas dengan batas yang tidak tegas, tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat

menyerupai herpes simpleks. Proses yang terjadi pada dasamya berupa keratitis

profunda yang bersifat kronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah

kelainan kulit sembuh. Akibat kekeruhan kornea yang terjadi maka visus akan

menurun.

d. Iris. Adanya lesi di ujung hidung sangat penting untuk diperhatikan karena

kemungkinan besar iris akan ikut terkena mengingat n. nasociliaris merupakan

cabang dari n.oftalmikus yang juga menginervasi daerah iris, korpus siliar dan

kornea. Iritis/iridocyclitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis ataupun

berdiri sendiri. Iritis biasanya ringan, jarang menimbulkan eksudat, pada yang

berat kadang-kadang disertai dengan hipopion atau glaukoma sekunder. Akibat

12

Page 13: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

dari iritis ini sering timbul sekuele berupa iris atropi yang biasanya sektoral.

Pada beberapa kasus dapat disertai iris atropi yang masif dengan kerusakan

sphincter pupillae.

e. Sklera. Skleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya

merupakan lanjutan dari iridocyclitis. Pada sklera akan terlihat nodulus dengan

injeksi lokal yang dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya lesi di

kulit. Nodulusnya bersifat kronis, dapat bertahan beberapa bulan, bila sembuh

akan meninggalkan sikatrik dengan hiperpigmentasi. Skleritis ini dapat

kambuh lagi.

f. Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1. N III dan N IV

dapat sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya ophthalmoplegi

totalis dua bulan setelah menderita herpes zoster oftalmikus. Paralisis dari otot-

otot ekstraokuler ini mungkin karena perluasan peradangan dari N. Trigeminus

di daerah sinus cavemosus. Timbulnya paralisis biasanya dua sampai tiga

minggu setelah gejala permulaan dari zoster dirasakan, walaupun ada juga

yang timbul sebelumnya. Prognosa otot-otot yang paralisis pada umumnya baik

dan akan kembali normal kira-kira dua bulan kemudian.

g. Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang

ditemukan. Kelainan tersebut berupa koroiditis dan perdarahan retina, yang

umumnya disebabkan adanya retinal vasulitis.

h. Neuritis optik. Neuritis optik juga jarang ditemukan; tetapi bila ada dapat

menyebabkan kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa

skotoma sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus

sampai menjadi buta.

2.2.10 Penatalaksanaan

Pasien herpes zoster oftalmikus dengan manifestasi gejala apapun dapat

diterapi dengan Asiklovir 5 x 800mg per hari selama 7-10 hari. Penelitian

menunjukkan pemakaian asiklovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul,

dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset asiklovir dalam 72

jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit,

13

Page 14: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal

keratitis, serta uveitis anterior.(6)

Terapi lain dengan menggunakan Valasiklovir yang memiliki bioavaibilitas

yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster

oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valasiklovir dalam 7 hari

menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti

konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat

digunakan Valasiklovir intravena. Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien

herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik oral.(7)

Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster

oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada

blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara

paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi

infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya

mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stroma dapat digunakan

topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta

dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri.(6,7)

Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya

Gabapentin dosisnya 1.800 mg-2.400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg

sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari

sehingga mencapai 1.800 mg sehari.(6)

2.2.11 Pencegahan

Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-

usap mata, menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari

penyebaran gejala. Bagi orang sekitar hendaknya menghindari kontak langsung

dengan penderita terutama anak-anak. Obat-obatan antiviral seperti asiklovir,

valasiklovir, dan famsiklovir merupakan terapi utama yang lebih efektif dalam

mencegah keterlibatan okuler terutama jika obat diberikan tiga hari pertama

munculnya gejala. Berdasarkan rekomendasi dari National Guidelines

Clearinghouse, dosis asiklovir oral untuk dewasa ialah 800 mg 5 kali sehari

selama 7 sampai 10 hari. Sedangkan antiviral topikal tidak dianjurkan karena tidak

14

Page 15: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

efektif. Antiviral digunakan untuk mempercepat resolusi lesi kulit, mencegah

replikasi virus, dan menurunkan insiden keratitis stroma dan uveitis anterior. (3)

2.2.12 Prognosis

Umumnya baik, prognosis pada blefarokonjungtivitis herpes zoster

oftalmikus bergantung pada tindakan perawatan secara dini. Prognosis komplikasi

lain dari segi visus penderita pun baik karena asiklovir dapat mencegah penyakit-

penyakit mata yang menurunkan visus. Kesembuhan penyakit ini umumnya baik

pada dewasa dan anak-anak dengan perawatan secara dini. Prognosis ke arah

fungsi vital diperkirakan ke arah baik dengan pencegahan paralisis motorik dan

menghindari komplikasi ke mata sampai kehilangan penglihatan. Prognosis

kosmetika pada mata penderita tersebut baik karena bengkak dan merah pada

mata dapat hilang.(7,8)

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Anwar IS

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. CM : 0-80-69-47

Alamat ` : Mesjid Raya

Pekerjaan : Wiraswasta

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Kelopak mata kanan bengkak sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kelopak mata kanan bengkak sejak 2 hari

yang lalu. Bengkak dirasakan semakin besar dan membuat pasien susah membuka

15

Page 16: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

mata kanannya. Pasien juga mengeluh mata kanannya merah dan perih yang

muncul bersamaan dengan bengkaknya kelopak mata kanan. Perih dirasakan

terus-menerus dan semakin hari semakin berat. Keluhan ini dirasakan hanya pada

mata kanan (unilateral) saja. Pasien juga merasa lemas, tidak enak badan, dan

demam namun tidak terlalu tinggi. Pasien belum minum obat apa pun untuk

keluhannya ini. Tidak ada keluhan mata berair, gatal, kotoran mata yang banyak,

silau terhadap cahaya, ataupun sakit kepala sebelah kanan. Tampak adanya ruam

kulit di sekitar mata kanan berupa kulit kemerahan berbentuk lingkaran mengikuti

bentuk mata kanan dengan batas yang tidak jelas.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien pernah menjalani operasi katarak pada mata sebelah kanan 4 tahun

yang lalu. Pasien juga punya riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu namun

terkontrol dengan penggunaan obat amlodipin 5 mg yang rutin dikonsumsinya

setiap hari. Tidak ada riwayat sakit gula, alergi makanan ataupun obat-obatan.

Pasien juga menyangkal riwayat terkena cacar air (varicella), penggunakan lensa

kontak, kacamata, ataupun trauma pada mata.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien saat ini.

Tidak juga dengan keluhan cacar air (varicella) pada anggota keluarga pasien.

Riwayat Kebiasaan Sosial:

Pasien menyangkal bahwa ia sering mengucek mata.

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran : Compos Mentis

b. Keadaan : tampak lemah dan sakit sedang

c. Tekanan darah : 130/90 mmHg

d. Nadi : 85x/ menit

e. Frekuensi nafas: 20x/menit

f. Suhu: 37,8oC

g. Thorax : Normal

h. Abdomen : Normal

i. Ekstremitas : Normal

16

Page 17: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

Status dermatologis:

Pada region orbita dextra, tampak patch eritematous berbatas tidak tegas

berbentuk sirkular mengelilingi orbita dekstra jumlah soliter terdistribusi lokal

disertai dengan edema palpebra ringan.

3.4 Status Oftalmologis

Gambar 3.1 herpes zoster oftalmikus OD

Okular Dextra Okular Sinistra

VOD : 5/12 VOS : 5/9

PH: 5/12 PH: 5/5

Pergerakan Bola Mata

Lapangan pandang normal Test Konfrontasi Lapangan pandang normal

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan status oftalmologis pasien

Keterangan (OD) Komponen Keterangan (OS)

edema (+) Palpebra Superior edema (-)

edema (+) Palpebra Inferior edema (-)

hiperemis (+), Papil (-) Konj. Tarsal Superior hiperemis (-), papil (-)

17

Page 18: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

hiperemis (+) Konj. Tarsal Inferior hiperemis (-)

Hiperemis (+)Inj. Konjungtiva (+)

Inj. Siliar (-)

Konjungtiva Bulbi Hiperemis (-)Injeksi Konjungtiva (-)

Inj. Siliar (-)

Jernih (+), sikatrik (-) Kornea Jernih (+), sikatrik (-)

Normal COA Normal

Jelas, sinekia (-) Kripta Iris Jelas, sinekia (-)

Bulat (+), isokor (+)RCL (+), RCTL (+), 5 mm

PupilBulat(+), isokor (+)

RCL (+), RCTL (+), 5 mm

Jernih (+), IOL (+) Lensa Jernih (+), IOL (-)

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Refraksi

Slit lamp

3.6 Diagnosis

Diagnosis banding

- Blefarokonjungtivitis ec herpes zoster oftalmikus OD

- Blefarokonjungtivitis ec herpes simpleks OD

Diagnosis kerja

- Blefarokonjungtivitis ec herpes zoster oftalmikus OD

3.7 Penatalaksanaan

Medikamentosa:

- Asiklovir 5x800 mg tablet

- Gabapentin 1x300 mg tablet

- Paracetamol 3x500mg tablet

- Salep gentamicin-bethamethason 2 x 1

Nonmedikamentosa:

18

Page 19: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

- Kompres hangat mata kanan 10-15 menit

- Jangan mengucek mata

- Istirahat yang cukup

3.8 Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan terhadap pasien pada kasus di

atas, ditemukan beberapa masalah yang dialami oleh pasien, antara lain:

1. Kelopak mata kanan bengkak

2. Mata kanan terasa perih

3. Mata kanan merah

4. Tampak kulit disekitar mata kanan kemerahan dengan batas yang tidak jelas

5. Badan terasa lemas, tidak enak badan, disertai demam yang tidak terlalu tinggi

Pada hasil pemeriksaan fisik, terdapat beberapa masalah yang mendukung

informasi anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa masalah yang

ditemukan dari hasil pemeriksaan fisik pasien, antara lain:

1. Keadaan umumnya terlihat lemah

19

Page 20: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

2. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah tinggi mencapai

130/90 mmHg atau disebut hipertensi stage I (mengacu pada JNC VIII),

kemungkinan juga karena usia pasien yang sudah lanjut.

3. Terdapat kelainan kulit yaitu edema ringan pada kelopak mata kanan

disertai dengan timbulnya ruam berupa patch eritematous berbatas tidak

tegas berbentuk anular mengelilingi mata kanan jumlah soliter dengan

distribusi lokal.

4. Status oftalmologis, masalah yang didapatkan pada pasien ini adalah :

Palpebra dekstra: edema ringan disertai dengan perubahan warna kulit

yang kemerahan namun belum muncul vesikel ataupun krusta.

Konjungtiva dekstra: Hiperemis dan injeksi konjungtiva

Kornea dekstra: rasa sakit dan perih, sensibilitas masih baik dan tidak

dilakukan tes fluorescein. Uji sensibilitas pada kornea dilakukan untuk

mengetahui fungsi trigeminus kornea. Percobaan ini dilakukan dengan

meminta penderita melihat jauh ke depan dirangsang dengan kapas

kering dari bagian lateral kornea. Dilihat terjadinya refleks mengedip.

Sensibilitas menurun mengindikasikan adanya gangguan pada nervus

trigeminus.

Lensa dextra : Jernih, IOL (+).

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien,

didapatkan beberapa kemungkinan penyakit yang dialami oleh pasien adalah:

1. Blefarokonjungtivitis ec Herpes Zoster Oftalmikus

2. Blefarokonjungtivitis ec Herpes Simpleks

Kedua jenis penyakit tersebut didasarkan pada beberapa hal yang

mendukung, seperti keluhan yang dialami dan gambaran klinis yang tampak pada

pasien. Jika kami mengkaji lebih dalam semua aspek dari masalah pasien, kami

dapat mendiagnosis sementara bahwa pasien menderita blefarokonjungtivitis ec

herpes zoster oftalmikus. Untuk mendapatkan diagnosa sementara dari kedua

diagnosis banding perlu dilakukan observasi lebih lanjut terhadap gejala yang

kemudian mungkin muncul dan berkembang, mengingat keluhan yang dirasakan

oleh pasien baru muncul dua hari sehingga kemungkinan lesi pada penyakit

20

Page 21: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

herpes zoster oftalmikus akan tampak jelas dalam waktu 5-7 hari dari waktu

prodormal.(1)

Jika kita melihat herpes zoster itu sendiri, terdapat beberapa kesamaan

gambaran klinis yang mengarah kepada diagnosis blefarokonjungtivitis ec herpes

zoster oftalmikus secara umum. Terdapatnya gejala prodromal yaitu malaise

disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi dan terdapat pula kelainan kulit

seperti: dasar yang eritematous, disertai dengan edema palpebra ringan disertai

dengan adanya injeksi konjungtiva yang berlokalisasi di regio orbitalis dekstra

dan bersifat unilateral. Selain dari gejala klinis tersebut, faktor usia lanjut dan

pekerjaan dari pasien itu sendiri dapat menurunkan sistem imun pasien, sehingga

lebih mudah terinfeksi penyakit.(11,12)

Diagnosis blefarokonjungtivitis ec herpes zoster oftalmikus ditegakkan

karena infeksi yang terjadi pada bagian kelopak mata dan konjungtiva disertai

dengan timbulnya ruam di kulit yang unilateral, hal ini merupakan ciri khas dari

herpes zoster. Kemudian berdasarkan onset timbulnya gejala-gejala klinis, pada

herpes zoster timbulnya blefarokonjungtivitis terjadi pada hari kedua sampai hari

ketiga, seperti yang dialami pasien ini. Sedangkan bila herpes simpleks biasanya

1-2 minggu sebelum timbul kelainan pada mata yang diawali adanya ruam di kulit

sekitar mata atau di bagian atas umbilikus.(4)

Selain dari hasil anamnesis dan gejala klinis diatas, untuk menegakkan

diagnosis blefarokonjungtivitis ec herpes zoster oftalmikus dapat dilakukan

pemeriksaan percobaan Tzanck yang akan ditemukan sel datia berinti banyak dari

hasil kerokan palpebra dan konjungtiva okuli dekstra.(1)

Herpes zoster sebenarnya adalah reaktivasi virus varicela zoster.

Patofisiologinya berawal dari episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke

tubuh hospes melalui rongga hidung kemudian virus masuk ke nasofaring yang

akan diterima oleh limfonoduli di nasofaring. Di sini virus akan melakukan

replikasi, lalu virus akan keluar lagi ke udara. Tahap ini disebut viremia 1,

penderita akan merasakan gejala prodormal berupa mual, subfebris, malaise.

Selanjutnya virus akan masuk ke reticuloendotelial system, terjadilah

penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi

bila mencapi ujung pembuluh darah akan menimbulkan kelainan pada kulit.

21

Page 22: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

Tahap ini disebut viremia II yang biasanya disertai febris. Virus akan menjalar

melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan

bersifat laten. Infeksi hasil reaktivasi virus varicella yang menetap di ganglion

sensori setelah infeksi chicken pox pada masa anak–anak. (11,12)

Sekitar 20% orang yang menderita cacar akan menderita shingles selama

hidupnya dan biasanya hanya terjadi sekali. Pada herpes zoster oftalmikus virus

yang dorman di ganglion nervus trigeminus mengalami reaktivasi bergerak ke

cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus ophtalmikus. Seperti perjalanan

virus, hal itu mengarah pada peradangan perineural dan intraneural, yang dapat

merusak mata itu sendiri dan/atau struktur sekitarnya.(11,12)

Gambar 4.1 Percabangan nervus trigeminal

Penatalaksaan dari blefarokonjungtivitis ec herpes zoster oftalmikus dibagi

menjadi 2, yaitu: nonmedikamentosa dan medikamentosa. Nonmedikamentosa

cukup dilakukan istirahat, kompres hangat pada mata yang sakit, dan tidak

mengucek mata. Penatalaksaan medikamentosa secara sistemik dibagi lagi

menjadi 2, yaitu kausal dan simptomatik. Kausal dapat diberikan obat anti-viral,

yaitu asiklovir 5x800 mg sehari dan biasanya diberikan selama 7 hari, dapat juga

diberikan modifikasinya yaitu valasiklovir 3x1000 mg sehari karena

konsentrasinya dalam plasma lebih tinggi. Simptomatik dapat diberikan analgetik

untuk mengurangi sakit kepalanya. Karena terdapat faktor usia lanjut (>40 tahun)

didapatkan kemungkinan terjadi neuralgia pascaherpetik setelah proses

penyembuhan, sehingga dapat diberikan pregabalin. Pemberian prednison hanya

22

Page 23: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

jika pada pemeriksaan fisik saraf terdapat tanda-tanda paralisis otot muka, karena

pada pasien ini kelainan kulit terlokalisasi pada regio fasialis.(6,12)

Jika kita melihat diagnosis kedua yaitu blefarokonjungtivitis ec herpes

simpleks, terdapat beberapa perbedaan gejala klinis antara gambaran klinis pada

pasien, dengan gambaran klinis pada herpes simpleks. Bahwa herpes simpleks ini

adalah infeksi yang berlangsung dalam 3 tingkat, yaitu infeksi primer, fase laten,

dan infeksi rekurens. Pada infeksi primer sendiri berlangsung kira-kira 3 minggu

dan sering disertai demam, malaise, dan anoreksia. Pada herpes simpleks ini

umumnya disebabkan karena kontak kulit, tempat predileksi terutama pada daerah

mulut dan hidung, biasa dimulai pada usia anak-anak, tidak disertai gejala

hiperestesi dan penyembuhannya tidak meninggalkan sikatriks. Pada fase laten,

penderita tidak mengeluhkan gejala klinis. Dan pada infeksi rekurens gejala klinis

yang timbul lebih ringan dibanding infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10

hari, ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa panas,

gatal, dan nyeri.(4) Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan

keadaan yang sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kronik. Dikenal

bentuk blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi kelopak ringan dengan

terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata, yang mengakibatkan kedua

kelopak lengket.(1) Dan dari anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan percobaan Tzanck diagnosis blefarokonjungtivitis ec herpes simpleks

ini dapat disingkirkan.(4)

Terdapat beberapa ciri-ciri herpes zoster oftalmikus seperti yang terlihat

dalam tabel berikut: (5)

Tabel 4.1 Ciri-Ciri Herpes Zoster Oftalmikus

Struktur yang terlibat Tanda Waktu timbulnyaKelopak mata dan conjunctivaBlepharoconjunctivitis Ruam makula cutaneus yang unilateral

pada kelopak mata dan sekitarnyaDay 0

  Edema conjungtiva 2-3 hari  Krusta Hari ke 6Infeksi sekunder Staphylococcus aureus

Krusta kekuningan 1-2 minggu

Episclera/sclera Episkleritis/skleritis Kemerahan yang difus atau terlokalisasi, 1 minggu

23

Page 24: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

nyeri, bengkak Cornea Punctate epithelial keratitis

Inflamasi sel epitel permukaan kornea 1-2 hari

Dendritic keratitis "Medusa-like" epitel cacat dengan ujung runcing

4 - 6 hari

Anterior stromal keratitis (nummular keratitis)

Infiltrat multipel halus di bawah permukaan kornea

1 – 2 minggu

Deep stromal keratitis Inflamasi stromal profunda dengan dengan infiltrat lipid dan kornea neovascularization

1 bulan - tahunan

Neurotrophic keratopathy Belang-belang erosi permukaan kornea bulan - tahunan  Defek epithelial persisten Ulkus kornea Anterior chamberUveitis Peradangan dan jaringan parut iris 2 minggu -

tahunan Retina Acute retinal necrosis/progressive outer retinal necrosis

Coalescent patches pada bercak nekrosis retinaOklusi vaskulitisinflamasi vitreous (hanya pada nekrosis retina akut

bervariasi

Cranial nervesOptic neuritis Bengkak, edema kepala edema saraf

opticbervariasi

Oculomotor palsies Kelainan gerak extraokular bervariasi

BAB V

KESIMPULAN

Blefarokonjungtivitis adalah salah satu manifestasi klinis herpes zoster

oftalmikus yang menyebabkan peradangan pada bagian palpebra dan konjungtiva.

Blefarokonjungtivitis ec herpes zoster oftalmikus adalah peradangan palpebra dan

konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang dapat

menyerang kulit dan mukosa, inervasinya mengikuti cabang pertama nervus

trigeminus dengan ciri khasnya unilateral dan dermatomal. Infeksi ini merupakan

reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Pengobatan untuk penyakit ini

dibedakan menjadi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Pengobatan

24

Page 25: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

medikamentosa menggunakan asiklovir. Pada umumnya penyakit herpes zoster

dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat

timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya

komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. 2009. Ilmu Penyakit Mata.Ed 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

2. Weisenthal, RW. 2014. External Disease and Cornea. Basic and Clinical

Science Course, Section 8. San Fransisco: American Academy of

Ophthalmology.

3. Vaughan, D and Tailor, A. 2010. Penyakit virus : ophtalmologi umum. Edisi

14. Jakarta: Widya Medika.

25

Page 26: Lapkas Herpes Zoster Oftalmika-1

4. Biswell, R. 2009. Kornea. In: Riordan-Eva, P dan Whitcher, J.P. Vaughan &

Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: EGC. p134.

5. Jawetz. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta: EGC.

6. Kansky, Jack J. 2011. Clinical Opthalmology: a systemic approach. 7th ed.

Elsevier. Philadelpia: Elsevier Saunder.

7. Gerstenblith, Adam T. 2012. The Wills Eye Manual. 6th ed. Philadelpia:

Lippincott Williams and Wilkins.

8. Kramer, T.R and Sharara, N.A. 2006. Chapter 8: Pathology of Conjunctiva.

In: Tasman, W. Duane’s Ophtalmology. Philadelpia: Lippincott Williams

Wilkins.

9. Shields, J.A and Shields, C.L. 2008. Eyelid, Conjunctival, and Orbital

Tumors: An Atlas and Textbook. Philadelphia: Lippincott Williams Wilkins.

10. Shields, J.A and Shields, C.L. 2006. Chapter 10: Tumors of the Conjunctiva

and Cornea. In: Tasman, W. Duane’s Ophtalmology. Philadelpia: Lippincott

Williams Wilkins.

11. Grevelink, S.V and Mulliken, J.B. 2003. Vascular anomalies and tumors of

skin and subcutaneous tissues. In: Freedberg, IM. Eisen, AZ. Wolff, K.

Austen, KF. Goldsmith, LA. Katz, SI. Fitzpatricks dermatology in general

medicine. 6th ed. New York: McGraw Hill, p1002-19.

12. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2006. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Ed

V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

13. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. 2004. Conjunctiva. In: Riordan-Eva

P, Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburry’s General Opthalmology. 16 th

edition. USA: McGraw-Hill Companies. p108-12.

14. Eva, P.R and Whitcher, J.P. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC.

26