Lap Lengkap Histo

20
1 PROSEDUR PEMBUATAN PREPARAT HISTOLOGI KARANG (Goniopora sp.) LAPORAN LENGKAP HISTOLOGI Oleh : NAMA : KRISYE NIM : L111 07 057 KONSENTRASI KONSERVASI SUMBER DAYA HAYATI LAUT LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Transcript of Lap Lengkap Histo

Page 1: Lap Lengkap Histo

1

PROSEDUR PEMBUATAN PREPARAT HISTOLOGI KARANG (Goniopora sp.)

LAPORAN LENGKAP HISTOLOGI

Oleh :

NAMA : KRISYE

NIM : L111 07 057

KONSENTRASI KONSERVASI SUMBER DAYA HAYATI LAUT

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2010

Page 2: Lap Lengkap Histo

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan dan

logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikan

struktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara struktur

pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka lakukan.

Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka

struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu

mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas

dirinya (Bavelander, 1998).

Ilmu histologi merupakan ilmu yang tidak hanya berguna dalam melihat dan

menganalisis struktur jaringan pada manusia saja, tetapi juga dapat digunakan

untuk menganalisis struktur jaringan dari karang. Berdasarkan latar belakang

diatas, maka dianggap perlu untuk melakukan praktek tentang gonad histologi.

Sehingga memudahkan untuk melihat struktur jaringan dari gonad.

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu:

1. Mengetahui prosedur/metode dalam pembuatan preparat histologi;

2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan prosedur pembuatan preparat

histologi;

3. Mengetahui dan tingkat kematangan gonad dari sudut histologi.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat

mengetahui cara pembuatan preparat histologi khususnya karang sehingga

nantinya dapat dijadikan informasi yang dapat dijadikan pembanding antara teori

dan praktek.

Page 3: Lap Lengkap Histo

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi dan Sistematika Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Bentuk koloni columnar , masif dan encrusting. Koralit tebal tapi

berdinding keropos dan calice memiliki septa yang kokoh dan memiliki columella.

Polip genus Goniopora berukuran panjang dan keluar baik pada malam maupun

siang hari. Polip genus Goniopora memiliki 24 tentakel.

Kingdom: Animalia

Phylum: Cnidaria

Class: Anthozoa

Subclass: Hexacorallia

Order: Scleractinia

Family: Poritidae

Genus: Goniopora

Spesies: Goniopora sp.

B. Proses Histologi

Sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu

jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang diambil

kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar sediaan tidak akan

rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang paling umum

digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air).

Larutan Bouin juga dapat digunakan sebagai fiksatif alternatif meskipun hasilnya

tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning dan

artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun

Page 4: Lap Lengkap Histo

4

tampak pada hasil akhir sediaan. Artefak ini terbentuk karena kurang

sempurnanya pembuatan sediaan (Ali, 2007).

Sediaan mikroskopis yang sehari-hari di sebut “preparat”, ialah potongan-

potongan tipis jaringan yang berasal dari blok parafin, setebal 2 – 6 mikron (pada

umumnya 4 mikron), yang siap diperiksa di bawah mikroskop.

Pembuatan Sediaan mikroskopis terdiri dari 4 tahap, sebagi berikut :

Pemotongan jaringan dari blok parafin (pemotongan tipis jaringan ringan)

Menempelkan potongan-potongan tipis tersebut pada gelas preparat

Deparafinisasi yang dilanjutkan dengan pemulasan Menutup dengan gelas

penutup menggunakan perekat (mounting) (Ali, 2007).

Menurut Caroko (2009), jaringan yang telah difiksasi dan dipotong-potong

menurut ukuran semestinya telah dimasukkan ke dalam kaset, selanjutnya di

“olah” sehingga berubah menjadi jaringan yang padat dan kaku agar dapat

dipotong amat tipis, 4-6 mikron menggunakan alat pemotong yang disebut

mikrotom. Tahap-tahap “pengolahan” jaringan yaitu :

a. Dehidrasi

Tindakan ini bertujuan mengeluarkan air dari dalam jaringan. akibat fiksasi

jaringan di dalam formalin 10%, maka jaringan mengandung banyak air. Hal

ini menghalangi impregnasi (penyusupan) lilin parafin ke dalam jaringan.

Agar impregnasi berjalan baik, maka terlebih dahulu air dikeluarkan dari

jaringan:dengan cara merendam jaringan di dalam larutan yang dapat

menarik air keluar. Umumnya digunakan alkohol sebagai penarik air

(dehidratyng agent atau dehydrant).

b. Penjernihan (clearing)

Proses penjernihan dari preparat histologis yaitu :

a. Setelah dilakukan dehidrasi, maka jaringan telah dibebaskan dari air, tapi

jadi mengandung alkohol.

Page 5: Lap Lengkap Histo

5

b. Lilin parafin bersifat tidak dapat larut dalam alkohol,maka impregnasi

masih tidak dapat berlangsung baik.

c. Oleh karena itu perlu suatu larutan yang dapat bercampur baik dengan

alkohol maupun dengan lilin parafin sebagai perantara, sehingga

impregnasi dapat berlangsung.

d. Umumnya dipilih larutan benzol sebagai “perantara”

e. Larutan benzol dapat menaikkan indeks refraksi jaringan, sehingga

jaringan mejnadi lebih transparan/jernih.

f. Larutan benzol ini disebut sebagai “clearing agent”.

3. Impregnasi

Yaitu menyusupnya lilin parafin ke dalam jaringan menggantikan benzol yang

telah ada di dalam jaringan. Ketiga tahap (dehidrasi, penjernihan, impregnasi)

berjalan dalam keadaan suhu sekitar 60-65 derajat celcius, terutama untuk

mencairkan lilin parafin dan memudahkan penyusupan. Bila jaringan yang

mengandung lilin parafin didinginkan, maka jaringan menjadi kaku.

2. Penanaman (embedding)

Jaringan yang mengandung lilin parafin tersebut dimasukkan/ditanam di

dalam cairan lilin parafin panas yang disediakan dalam kotak-kotak kecil

serupa kotak pencetak es. Bila di dinginkan maka terbentuklah blok parafin

yang mengandung jaringan di dalamnya.Tahap dehidrasi selain alkohol dapat

pula dipakai bahan lain sebagai dehidrant, contoh: Aceton, Pyridine, Dioxane,

Butanol, isopropanol Tahap Penjernihan, bahan lain yang dapat di pakai

sebagai “clearing agent” adalah : Xylene Toulene, Chloroform, Cedar wood

oil.

Menurut Ali (2007), secara detail pengolahan preparat histologis diuraikan

sebagai berikut :

1. Pemotongan Tipis Jaringan

Page 6: Lap Lengkap Histo

6

Pekerjaan pemotongan tipis jaringan ini dilakukan dengan menggunakan alat

khusus, yakni mikrotom

2. Menempelkan potongan jaringan pada gelas objek

Urutan-urutannya sebagai berikut : Siapkan gelas objek yang bersih dan

tetesi beberapa tetes cairan albumin sebagai perekat jaringan. Potongan-

potongan tipis jaringan dari mikrotom yang sudah dipisahkan dari deretannya,

dimasukkan ke dalam air hangat dan setelah mengembang dipindahkan ke

objek glas. Objek glass dengan potongan tipis jaringan diatasnya kemudian

diletakkan di atas pemanas (hot plate). Potongan tipis jaringan tadi akan

mengembang dan parafin akan melunak. Setelah potongan-potongan

mengembang rata, sisa albumin dibuang dengan jalan memiringkan objek

glas dan dikeringkan. Setelah kering, dijepit diantara dua lembar kertas

saring yang telah dibasahi dengan alkohol 96%. Kemudian simpan di hot

plate, sampai parafin meleleh. Potongan siap untuk diwarnai.

3. Deparafinisasi dan Pemulasan.

Deparafinisasi ialah membuang parafin serta sisa-sisanya pada jaringan yang

akan dipulas. Kemudian dilanjutkan dengan pemulasan histopatologi, yaitu

dengan pulasan Hematoxylin-Eosin. Setelah semua langkah pemulasan

selesai, sisa xylol dibuang, lalu objek glass ditetesi entelan (sebagai perekat)

dan dilanjutkan dengan menutup sediaan dengan gelas penutup (cover-

glass)

4. Staining

Setelah pita-pita parafin melekat erat, lakukan dewaxing (pelarutan parafin),

yaitu dengan memasukkan slide glass ke dalam slide container yang berisi

xilol selama 30 menit. Ulangi lagi jika parafin belum hilang dengan

menggunakan xilol yang lain. Setelah itu, pindahkan ke container lain yang

berisi xilol:alkohol (1:1) selama 5 menit. Lalu pindahkanke alkohol murni

Page 7: Lap Lengkap Histo

7

selama 2 menit. Kemudian pindahkan ke alkohol seri konsentrasi turun: 95-

80-60-40-20% masing-masing selama 2 menit diikuti dengan air I dan II

masing-masing 2 menit. Pindahkan ke larutan Mayer Hemalum selama 2 jam.

Setelah itu, cuci kelebihan dengan air mengalir, bersihkan Mayer Albumin

yang mengikat warna dengan tissue. Pindahkan ke air I dan II masing-masing

2 menit. Lalu pindahkan ke alkohol 20-40-60-80-95% masing-masing 2 menit.

Lanjutkan ke alkohol murni II dan I masing-masing 2 menit. Kemudian,

lanjutkan ke xilol:alkohol (1:3; 1:1; 3:1) masing-masing 2 menit. Terakhir

pindahkan ke xilol murni II dan I masing-masing 2 menit. Tetesi dengan

entelan dan tutup dengan coverslip.

Page 8: Lap Lengkap Histo

8

III. METODE PRAKTEK

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Histologi ini dilaksanakan pada hari Selasa 23 sampai dengan

Kamis 25 Maret 2010 bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar.

B. Prosedur Kerja

a. Fiksasi

Membersihkan wadah botol kaca kecil sebanyak satu buah untuk

preparat organ gonad karang Galaxea sp dengan menggunakan aquades

dan mengeringkannya dengan menggunakan tissue rol. Meletakkan

preparat ginjal yang telah dipotong tipis / kecil, dan memasukkan larutan

HCL secukupnya kedalam wadah yang sudah berisi preparat hingga

terendam seluruhnya selama 24 jam.

b. Washing

Mengeluarkan larutan HCL yang dipakai pada proses fiksasi.

Memasukkan alkohol 70% secukupnya hingga sampel terendam

seluruhnya. Untuk memaksimalkan pengeluaran HCL, maka botol sampel

yang didalamnya terdapat preparat yang telah terendam dengan alkohol

digerak-gerakkan naik turun secara berulang-ulang. Tahapan ini

berlangsung selama 2x15 menit.

c. Dehidrasi

Mengeluarkan alkohol 70% yang dipakai pada proses washing,

memasukkan alkohol 70% kedalam botol sampel sehingga potongan

sampel terendam seluruhnya. Selanjutnya secara bertahap alkohol 70%

Page 9: Lap Lengkap Histo

9

diganti dengan alkohol 80%, dan 96%. Pada masing-masing tahapan

dehidrasi, sampel direndam dengan durasi 2X15 menit.

d. Clearing

Mengeluarkan Alkohol 96% dari wadah dengan menggunakan pipet tetes,

memasukkan larutan xylene kedalam wadah secukupnya hingga preparat

terendam seluruhnya dengan durasi 2x15 menit

e. Impregnasi

Meletakkan jaringan yang telah direndam di dalam larutan xylene, ke

dalam cassete dan deckle, cassete dan deckle yang telah berisi jaringan

dimasukkan kedalam moldtray yang memiliki 3 wadah. Memasukkan

preparat kedalam wadah I yang mengandung xylene dan parafin murni

dengan perbandingan 1 : 1 selama 30 menit, memasukkan preparat ke

wadah II yang mengandung parafin cair selama 30 menit, dan selanjutnya

memasukkan preparat ke wadah III yang juga berisi parafin cair selama

30 menit

f. Embeding

Jaringan yang sudah diimpregnasi diletakkan dalam lempengan blok

(dibagian worksurf dari Histoembedder) dengan posisi yang sudah diatur

sedemikian rupa. Kemudian lempengan blok ini diisi dengan parafin cair

dan ditutup dengan cassette dan deckle, kemudian didinginkan di cold

plate selama 5-10 menit atau sampai parafin mengeras.

g. Cutting

Proses pemotongan ini dilakukan dengan menggunakan mikrotom.

Sampel dipotong dengan ketebalan 5-7 mikrometer. Preparat yang telah

dipotong diletakkan di objek glass, kemudian ditetesi aquades dan

diletakkan di atas penangas air selama + 24 jam.

h. Staining

Page 10: Lap Lengkap Histo

10

Memasukkan jaringan ke dalam xylene selama 2x15 menit, kemudian di

rehidrasi dengan alkohol berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah

yaitu alkohol 96%, alkohol 80% dan alkohol 70% masing-masing selama

10 menit. Kemudian jaringan direndam dalam aquades selama 10 menit,

setelah itu jaringan dimasukkan dalam pewarna Haematoksilin selama 20

menit, kemudian jaringan dimasukkan dalam eosin selama 1 menit, lalu di

dehidrasi dari alkohol konsentrasi rendah ke tinggi 70%, 80%, dan 96%

masing-masing selama 10 menit. Proses terakhir yakni jaringan ini

dicelupkan ke dalam xylene dan ditiriskan, lalu objek glass diberi entelan

dan ditutup dengan deglass, kemudian diamati dibawah mikroskop.

i. Mounting

gunakan etelan sebagai media perekat pada deck glass setelah kering

selama 5 menit, deck glass tadi di amati dimikroskop.

Page 11: Lap Lengkap Histo

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambar Histologi Karang Goniopora sp.

B. Prosedur Histologi

a. Fiksasi

Membersihkan wadah botol kaca kecil sebanyak satu buah untuk

preparat organ gonad karang Galaxea sp dengan menggunakan aquades

dan mengeringkannya dengan menggunakan tissue rol. Meletakkan

preparat ginjal yang telah dipotong tipis / kecil, dan memasukkan larutan

HCL secukupnya kedalam wadah yang sudah berisi preparat hingga

terendam seluruhnya selama 24 jam.

b. Washing

Mengeluarkan larutan HCL yang dipakai pada proses fiksasi.

Memasukkan alkohol 70% secukupnya hingga sampel terendam

seluruhnya. Untuk memaksimalkan pengeluaran HCL, maka botol sampel

yang didalamnya terdapat preparat yang telah terendam dengan alkohol

digerak-gerakkan naik turun secara berulang-ulang. Tahapan ini

berlangsung selama 2x15 menit.

c. Dehidrasi

Mengeluarkan alkohol 70% yang dipakai pada proses washing,

memasukkan alkohol 70% kedalam botol sampel sehingga potongan

sampel terendam seluruhnya. Selanjutnya secara bertahap alkohol 70%

diganti dengan alkohol 80%, dan 96%. Pada masing-masing tahapan

dehidrasi, sampel direndam dengan durasi 2X15 menit.

Page 12: Lap Lengkap Histo

12

d. Clearing

Mengeluarkan Alkohol 96% dari wadah dengan menggunakan pipet tetes,

memasukkan larutan xylene kedalam wadah secukupnya hingga preparat

terendam seluruhnya dengan durasi 2x15 menit

e. Impregnasi

Meletakkan jaringan yang telah direndam di dalam larutan xylene, ke

dalam cassete dan deckle, cassete dan deckle yang telah berisi jaringan

dimasukkan kedalam moldtray yang memiliki 3 wadah. Memasukkan

preparat kedalam wadah I yang mengandung xylene dan parafin murni

dengan perbandingan 1 : 1 selama 30 menit, memasukkan preparat ke

wadah II yang mengandung parafin cair selama 30 menit, dan selanjutnya

memasukkan preparat ke wadah III yang juga berisi parafin cair selama

30 menit

f. Embeding

Jaringan yang sudah diimpregnasi diletakkan dalam lempengan blok

(dibagian worksurf dari Histoembedder) dengan posisi yang sudah diatur

sedemikian rupa. Kemudian lempengan blok ini diisi dengan parafin cair

dan ditutup dengan cassette dan deckle, kemudian didinginkan di cold

plate selama 5-10 menit atau sampai parafin mengeras.

g. Cutting

Proses pemotongan ini dilakukan dengan menggunakan mikrotom.

Sampel dipotong dengan ketebalan 5-7 mikrometer. Preparat yang telah

dipotong diletakkan di objek glass, kemudian ditetesi aquades dan

diletakkan di atas penangas air selama + 24 jam.

h. Staining

Page 13: Lap Lengkap Histo

13

Memasukkan jaringan ke dalam xylene selama 2x15 menit, kemudian di

rehidrasi dengan alkohol berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah

yaitu alkohol 96%, alkohol 80% dan alkohol 70% masing-masing selama

10 menit. Kemudian jaringan direndam dalam aquades selama 10 menit,

setelah itu jaringan dimasukkan dalam pewarna Haematoksilin selama 20

menit, kemudian jaringan dimasukkan dalam eosin selama 1 menit, lalu di

dehidrasi dari alkohol konsentrasi rendah ke tinggi 70%, 80%, dan 96%

masing-masing selama 10 menit. Proses terakhir yakni jaringan ini

dicelupkan ke dalam xylene dan ditiriskan, lalu objek glass diberi entelan

dan ditutup dengan deglass, kemudian diamati dibawah mikroskop.

i. Mounting

Gunakan etelan sebagai media perekat pada deck glass setelah kering

selama 5 menit, deck glass tadi di amati dimikroskop.

Page 14: Lap Lengkap Histo

14

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Ali, I. 2007. Jaringan Otot. http://iqbalali.com/2007/04/29/jaringan-otot/. [Diakses tanggal 29 Maret 2010]

Bavelander G, dkk. 1998. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga. Jakarta.