Lap 1 Teknik Penyuntikan.doc

14
LAPORAN PRAKTIKUM I TEKNIK PENYUNTIKAN DAN PEMUSNAHAN HEWAN UJI A. Tujuan 1. Mengetahui teknik penyuntikan terhadap hewan uji 2. Menghitung konversi dosis dari manusia ke hewan uji B. Dasar Teori Salah satu tahap penelitian obat atau obat baru adalah bahwa zat atau alat baru tersebut sebelum diujikan pada manusia terlebih dahulu diuji pada hewan coba dan diperoleh kesan yang cukup aman. Hewan coba yang banyak digunakan adalah mencit dan tikus putih. Alasan menggunakan hewan coba ini karena mdah diperoleh dalam jumlah banyak, mempunyai respon yang cepat, memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia dan harganya relatif murah (Sihombing, 2010). Hewan percobaan atau yang biasa disebut pula sebagai hewan laboratoriun adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu saranadalam berbagai kegiatan penelitian biologis dan kedokteran (Sulaksono, 1986). 1. Penanganan Hewan Percobaan

Transcript of Lap 1 Teknik Penyuntikan.doc

LAPORAN PRAKTIKUM ITEKNIK PENYUNTIKAN DAN PEMUSNAHAN HEWAN UJI

A. Tujuan

1. Mengetahui teknik penyuntikan terhadap hewan uji

2. Menghitung konversi dosis dari manusia ke hewan uji

B. Dasar Teori

Salah satu tahap penelitian obat atau obat baru adalah bahwa zat atau alat baru tersebut sebelum diujikan pada manusia terlebih dahulu diuji pada hewan coba dan diperoleh kesan yang cukup aman. Hewan coba yang banyak digunakan adalah mencit dan tikus putih. Alasan menggunakan hewan coba ini karena mdah diperoleh dalam jumlah banyak, mempunyai respon yang cepat, memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia dan harganya relatif murah (Sihombing, 2010).

Hewan percobaan atau yang biasa disebut pula sebagai hewan laboratoriun adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu saranadalam berbagai kegiatan penelitian biologis dan kedokteran (Sulaksono, 1986).1. Penanganan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang paling banyak digunakan adalah mencit, tikus, marmut dan kelinci. Penanganan hewan percobaan adalah adalah cara memperlakukan hewan selama masa percobaan.a. Mencit

Mencit bersifat fotofobia, cenderung berkumpul sesamanya dan lebih aktif pada malam hari dibandingkan siang hari. Cara mengambil dan memegang mencit yaitu ambil mencit dengan cara memegang ekor, letakkan mencit pada lembaran kawat atau alas kasar lainnya. Jepit tengkuk antara telunjuk dan ibu jari. Pindakan ekor dari tangan keantara jari manis dan jari kelingking tangan kiri.b. Tikus

Tikus tidak begitu fotofobik dan tidak terganggu dengan adanya aktivitas manusia. Cara mengambil dan memegang tikus yaitu letakkan tangan kiri dibelakang tubuh atau punggung kearah kepala. Selipkan kepala diantara jari telunjuk dan jari tengah, sedangkan ibu jari, jari manis dan jari kelingking diselipkan disekitar perut.

(Harmita, 2008)2. Penyuntikan Hewan Percobaan

Obat-obat dapan disuntikkan ke dalam hampir seluruh organ atau bagian tubuh. Obat suntik yang paling umum dimasukkan yaitu dalam vena (intravena), kedalam otot (intramuskular), kedalam kulit (intradermal) atau dibawah kulit (subkutan) (Ansel, 1989).

a. Oral

Diberikan dengan alat suntik, dilengkapi dengan jarum oral. Sonde ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan dimasukkan melalui tepi langit kebelakang sampai esopagus.

b. Subkutan

Diberikan dibawah kulit pada daerah tengkuk.

c. Intravena

Penyuntikan dibawah kulit pada daerah vena ekor menggunakan jarum no. 24. Mencit dimasukkan kedalam pemegang (dari kawat/bahan lain) dengan ekornya menjulur keluar.

d. Intramuskular

Menggunakan jarum no. 24 yang disuntikan kedalam otot paha posterior.

e. Intraperitorial

Hewan dipegang pada punggungnya sehingga kulit abdomennya menjadi tegang. Jarum disuntikkan dengan membentuk sudut 10o dengan abdomen agak menepi dari garis tengah untuk menghidari kandung kencing. Jangan pula terlalu tinggi agar tidak mengenai hati (Soemardji, 1999)

f. Intradermal

Sediaan injeksi yang diberikan pada bagian punggung sebelah kiri atau kanan dari hewan percobaan (Kee, 1996).

3. Konversi Dosis

Konversi dosis dapat digunakan untuk memperolah efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada setiap spesies hewan percobaan diperlukan data mengenai aplikasi dosis secara kuantitatif (Soemardji, 1999).

C. Pembahasan

Praktikum kali ini mengenai teknik penyuntikan hewan uji dan konversi dosis yang bertujuan untuk mengetahui teknik-teknik penyuntikan hewan uji serta untuk mengetahui cara perhitungan konversi dosis dari manusia ke hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah mencit (Mus musculus) dan tikus putih (Rattus norvegiens). Hewan percobaan atau sering disebut pula sebagai hewan laboratorium, adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biologis dan kedokteran. Hewan coba yang banyak digunakan adalah mencit, tikus putih, kelinci dan marmut. Seperti pada mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang memiliki banyak keunggulan sebagai hewan coba yang siklus hidup yang rerlatif pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, variasi sifat yang tinggi dan mudah dalam penanganannya. Mencit (Mus musculus) dan tikus (Rattus norvegiens) merupakan karnivora yang sering digunakan karena mudah diperoleh dalam jumlah banyak, mempunyai respon yang cepat, memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia dan harganya relatif murahMencit (Mus musculus) memiliki bulu pendek berwarna putih dan memiliki ekor yang berwarna kemerahan dengan ukuran yang lebih panjang daripada kepala dan badan. Mencit bersifat fotofobia, cenderung berkumpul sesamanya dan lebih aktif pada malam hari dibanding dengan siang hari. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya. Sedangkan tikus putih memiliki nama latin (Rattus norvegiens). Tikus putih berukuran lebih besar dari mencit dan lebih ganas. Umumnya tikus putih ini tenang dan mudah digunakan. Tidak begitu bersifat fotofobik dan tidak begitu cenderung berkumpul sesamanya. Aktivitasnya tidak begitu terganggu oleh kehadiran manusia disekitarnya. Tikus akan menjadi galak dan sering menyerang si pemegangnya jika diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi makanan. Alasan digunakan mencit ialah cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi dan sifat anatomis dan fisiologinya terkarakteristik dengan baik. Sedangkan tikus putih memiliki beberapa keunggulan antara lain penangan dan pemeliharaan yang mudah karena kemampuan reproduksi tinggi dengan masa kebutuhan singkat, serta memiliki karakteristik produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia lainnya. Dari dua hewan coba yang digunakan, yang lebih bagus untuk melihat efek obat yang diuji adalah tikus, karena tikus memberi respon perlakuan yang lebih baik daripada mencit, karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi dan metabolisme tikus putih hampir menyerupai dengan manusia. Hewan coba yang lebih baik digunakan ialah hewan coba yang berkelamin jantan, dikarenakan hewan jantan tidak memiliki siklus mentruasi seperti hewan betina. Perbedaan hormon saat mentruasi pada hewan betina mempengaruhi efek obat pada hewan coba. Setiap pengujian yang berkaitan dengan manusia harus diuji terlebih dahulu dengan hewan coba agar dapat memberikan gambaran secara ilmiah, respon yang tejadi pada manusia. Sebelum diberikan obat mencit atau tikus putih harus dipuasakan agar sistem pencernaan menjadi kosong sehingga tidak akan mempengaruhi absorbsi obat dalam lambung. Mencit dan tikus putih diberi makan dan minum secara bebas atau ad libitum, yaitu pemberian makanan pada hewan coba secara bebas sampai hewan coba merasa cukup. Cara penanganan mencit yaitu dengan meletakkan mencit ditempat yang kasar seperti kawat kasar, kemudian pegang ekor mencit dengan menggunakan tangan kanan dan biarkan jari mencit memagang kawat kasar. Setelah itu jepit kulit tengkuk mencit menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, lalu ekor mencit dipindahkan dari tangan kanan ke tangan kiri dengan dijepit diantara jari manis dan jari kelingking.Cara penanganan tikus putih yaitu dengan menggunakan tangan kiri dengan meletakkan tikus pada kawat kasar kemudian dipegang ekor tikus dan dibiarkan tikus mencengkram kawat kasar. Setelah itu dipegang bagian belakang tubuh tikus dengan menyelipkan kepala tikus diantara jari telunjuk dan jari tangan sedangkan jari manis, jari kelingking dan ibu jari diselipkan disekitar perut. Pada praktikum ini obat dapat diberikan baik secara oral, subkutan, intravena, intramuscular dan intraperitonial.Rute pemberian secara peroral adalah pemberian sediaan melalui mulut untuk ditujukan langsung ke lambung. Jarum untuk pemberian per oral memiliki kateter berujung tumpul atau bulat yang biasa disebut sonde. Ukuran gauge sonde untuk mencit dan tikus juga berbeda. Gauge adalah satuan ukuran ketebalan untuk jarum suntuik yang digunakaan pada hewan coba untuk semua rute pemberian. Untuk mencit ukuran sonde yang biasa digunakan yaitu 15-16 gauge, sedangkan untuk tikus ukuran sonde atau jarum tumpulnya berukuran 15-18 gauge dengan panjang jarum tumpul adalah 2 inchi. Pada pemberian oral obat harus masuk sampai ke lambung agar obat dapat langsung terabsorbsi dari lambung untuk mencapai sirkulasi sistemik. Jika obat yang diberikan secara oral tidak sampai ke lambung maka obat dapat dimuntahkan oleh hewan coba dan tidak menimbulkan efek. Cara untuk mengetahui apakah sonde masuk ke lambung ketika pemberian oral, sonde dimasukkan melalui tepi langit belakang sampai esophagus dan volume maksimal yang diberikan adalah 1 mL untuk mencit dan 5 mL untuk tikus putih.Rute pemberian secara subkutan dilakukan pada kulit tengkuk hewan coba. Ukuran jarum suntik yang digunakan untuk subkutan pada mencit dan tikus sekitar 25 gauge. Volume maksimal yang dapat diberikan pada hewan coba melalui subkutan adalah 0,5 mL-1mL untuk mencit dan 2 mL-5 mL untuk tikus putih. Pemberian secara subkutan hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorbansinya lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Pemberian obat secara subkutan sudut yang diberikan 45 pada saat penyuntikan.Pemberian secara intravena adalah pemberiaan injeksi pada pembuluh darah. Pada mencit dan tikus putih dilakukan pada ekor karena diekor banyak pembuluh darah. Tujuan obat diberikan secara intravena adalah agar obat tidak mengalami absorbsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sitemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Volume maksimal yang diberikan ialah 0,5 mL untuk mencit dan 1 mL untuk tikus. Sudut penyuntikan intravena adalah 15-30 kemudian sejajar dengan vena.Pemberian secara intramuskular adalah pemberian pada otot besar yang biasanya dilakukan pada paha belakang sebelah dalam pada mencit dan tikus. Pada pemberian intramuskular dilakukan pada otot-otot yang besar dan bukan pada otot di sekitar pembuluh darah atau pembuluh saraf karena lebih cepat absorbsi obat terjadi di otot besar. Pemberian ini bertujuan untuk memungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat. Sedangkan volume maksimum untuk pemberian intramuskular ialah 0,05 mL pada mencit dan 0,1 mL untuk tikus. Saat penyuntikan intramuskular sudut yang terbentuk 90.Pemberian intraperotonial adalah pemberian yang ditujukan pada perut sebelah kiri digaris tengah. Pemberian intraperitonial tidak dapat diberikan pada perut sebelah kanan, karena pada bagian atas terdapat di hati dan dibagian bawah terdapat empedu. Volume maksimum sediaan yang dapat diberikan adalah 1 mL untuk mencit dan 2 mL-5 mL untuk tikus. Tujuan diberikan pemberian intraperotonial adalah untuk mendapatkan efek local pada daerah perut. Saat penyuntikan intraperitonial sudut yang terbentuk 10-30. Berhasilnya rute ini jika disekitar kulit tempat penyuntikan tidak basah, bila kulit disekitar tempat penyuntikan basah maka berarti pemberian tidak berhasil.Pada pengujiannya, pemberian obat pada hewan percobaan harus sesuai dengan berat badan hewan tersebut. Oleh karena itu sebelum obat diberikan pada hewan percobaaan maka obat harus dikonversikan terlebih dahulu dosisnya, dari dosis manusia ke dosis hewan percobaan. Tujuan dilakukan konversi dosis adalah untuk menyesuaikan dosis dari manusia ke hewan coba sehingga efek farmakologisnya yang muncul pada hewan coba sama dengan manusia. Selain itu dengan adanya konversi dosis dapat disesuaikan dosis manusia kehewan coba dikarenakan berat badan dan luas permukaan tubuh yang berbeda. Konversi dosis juga dilakukan dengan tujuan menghindari efek yang tidak diinginkan seperti over dosis atau bahkan tidak timbulnya efek dari penginduksian yang diinginkan.Keuntungan dan kerugian dari setiap teknik ialah pada teknik pemberiaan oral yaitu obat yang ditelan dan diabsorbsi di lambung atau usus halus selain itu caranya mudah, ekonomis dan tidak perlu sterilisasi. Pada teknik intravena keuntungan cepat mencapai konsentrasi dosis dan kerugiannya konsentrasi awal tinggi toksik, invasif, resiko infeksi dan memerlukan keahlian. Teknik intramuskular, keuntungannya dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak, kerugian obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan. Pada teknik subkutan keuntungannya absorbsi obat cepat dan dapat mencegah kerusakan sekitar saluran cerna sedangkan kerugiannya dapat berupa rasa sakit dan bisa terjadi kerusakan kulit. Kerugian pada pemberian oral sangat tergantung pada kepatuhan pasien dan banyak obat rusak dalam saluran cerna. Sedangkan teknik intraperitonial tidak dapat dilakukan pada mencit.Pada praktikum kali ini menggunakan etanol dan air hangat, dimana sangat berpengaruh pada sistem kardiovaskular dimana dalam takaran sedang menyebabkan vaodilatasi (pelebaran pembuluh darah) terutama pada vena.DAFTAR PUSTAKAAnsel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Ke Empat. UI Press : JakartaHarmita dan Riadji, M. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. EGC : Jakarta

Kee, Joyce L. dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC: Jakarta

Sihombing, Marice. 2010. Status Gizi dan Fungsi Hati Mencit (Galur CBS-Swiss) dan Tikus (Galur Wistar) di Laboratorium Hewan Percobaan Puslitbang Biomedisdan Farmasi. Jurnal Media Litbang Kesehatan Vol. 20 No. 1Soemardji, Andreanus A. 1999. Laboratorium Farmakologi Organ dan Sistem. FMIPA ITB: Bandung

Sulaksono, M. Edhie, dkk. 1986. Keadaan dan Masalah Hewan Percobaan di Indonesia. Jurnal Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 14 No. 3