Lap Skenario 1 Trauma

28
TRIAGE a. Definisi Triase berasal dari bahasa Perancis ‘trier’ yang berarti menyeleksi. Triase adalah suatu proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. b. Prinsip Triase mempunyai 2 komponen : 1. Menyeleks pasien dan menyusun prioritas berdasarkan beratnya penyakit 2. Alokasi dan rasionalisasi sumber daya Prinsip dasarnya adalah melakukan yang terbaik untuk sebanyak-banyaknya korban. Perhatian dititikberatkan pada pasien atau korban dengan kondisi medis paling urgent dan paling besar kemungkinannya untuk diselamatkan. c. Kategori 1. Segera – Immediate (I) – MERAH Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax Distress pernapasan (RR lebih dari 30 kali per menit)

Transcript of Lap Skenario 1 Trauma

Page 1: Lap Skenario 1 Trauma

TRIAGE

a. Definisi

Triase berasal dari bahasa Perancis ‘trier’ yang berarti menyeleksi. Triase

adalah suatu proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya

cedera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat.

b. Prinsip

Triase mempunyai 2 komponen :

1. Menyeleks pasien dan menyusun prioritas berdasarkan beratnya penyakit

2. Alokasi dan rasionalisasi sumber daya

Prinsip dasarnya adalah melakukan yang terbaik untuk sebanyak-banyaknya

korban. Perhatian dititikberatkan pada pasien atau korban dengan kondisi medis

paling urgent dan paling besar kemungkinannya untuk diselamatkan.

c. Kategori

1. Segera – Immediate (I) – MERAH

Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar

dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya :

Tension pneumothorax

Distress pernapasan (RR lebih dari 30 kali per menit)

Perdarahan internal vasa besar

Perdarahan hebat

Cedera jalan napas

Cardiac arrest

Shock – nadi radial tidak teraba, akral dingin, pengisian kapiler lebih

dari 2 detik

Luka terbuka di abdomen atau thoraks

Trauma kepala berat

Komplikasi diabetes

Keracunan

Persalinan patologis, misalnya malpresentasi janin

Page 2: Lap Skenario 1 Trauma

Tidak sadar

Luka bakar, termasuk luka bakar inhalasi

Fraktur terbuka

2. Tunda – Delayed (II) – KUNING

Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera.

Pasien dapat menunggu giliran pengobatan tanpa bahaya. Misalnya :

Fraktur tertutup pada ekstremitas (perdarahan terkontrol)

Perdarahan laserasi terkontrol

Luka bakar <25% luas permukaan tubuh

Trauma tulang belakang (dapat dilakukan imobilisasi dan proteksi dari

trauma lebih lanjut)

Perdarahan sedang

Trauma kepala tanpa gangguan kesadaran

3. Minimal (III) – HIJAU

Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri

sendiri atau mencari pertolongan. Misal :

Laserasi minor

Memar atau lecet

Luka bakar superfisial

4. Expextant (0) – HITAM

Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski

mendapat pertolongan. Misalnya :

Cedera kepala berat

Luka bakar derajat 3 hampir di seluruh tubuh

Kerusakan organ vital (Setijanto, 2014).

Page 3: Lap Skenario 1 Trauma

PRIMARY SURVEY

Survei ABCDE

(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)ini disebut survei primer yang

harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban

mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim yang cedera :

1. Airway

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas

dengan bebas?

Jika ada obstruksi maka lakukan :

Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)

Suction / hisap (jika alat tersedia)

Guedel airway / nasopharyngeal airway

Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

2. Breathing

Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas

bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :

Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)

Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada

Pernafasan buatan

Berikan oksigen jika ada.

Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil.

3. Sirkulasi

Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan

nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :

Hentikan perdarahan eksternal

Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)

Berikan infus cairan

4. Disability

Page 4: Lap Skenario 1 Trauma

Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons

terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow

Coma Scale

AWAKE = A

RESPONS BICARA (verbal) = V

RESPONS NYERI = P

TAK ADA RESPONS = U

Cara ini cukup jelas dan cepat.

5. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera

yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka

imobilisasi in-line harus dikerjakan.

SECONDARY SURVEY

Setelah semua dilakukan dan keadaan pasien menjadi stabil lakukan kembali

secondary survey. Dokter diharapkan memeriksa kembali dari awal, mulai dari

anamnesis terutama untuk mengetahui mekanisme trauma, lakukan pemeriksaan fisik

yang lengkap, dan rencanakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis

dan menetapkan tindakan selanjutnya. Pada pemeriksaan lanjut (secondary survey)

dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien mengalami kecelakaan lalu lintas

ketika mengendarai sepeda motor dan menabrak jembatan ketika menghindari

penyebrang jalan. Dada pasien terkena stang motor dan kaki tertimpa motor.Terdapat

jejas pada hemithoraks kanan. Pasien dibawa ke RS terdekat. GCS pasien compos

mentis, nafas cepat dangkal. Pasien tampak lemah dengan tekanan darah

100/70vmmHg, nadi 110 x/menit. Pada pemeriksaan toraks tampak simetris, teraba

krepitaso, hipersonor, vesikuler melemah, dan emphisema subkutis.

Penatalaksanaan awal pasien di ruang resusitasi pada umumnya sesuai dengan tata

cara penanganan pasien trauma yaitu mulai dari tahapan primary survey, resusitasi,

secondary survey dan pemeriksaan penunjang. Pasien dalam keadaan cukup stabil

Page 5: Lap Skenario 1 Trauma

(tanda vital). Pemeriksaan foto toraks menunjukkan ada fraktur iga multipel, kontusio

paru dan hemotoraks serta pemeriksaan FAST menunjukan tidak ada cairan di rongga

abdomen dan ditemukan efusi pleura kanan. Pasien dilakukan pemasangan chest tube

kanan dan kiri dan pasca tindakan dirawat di ruang observasi intensif. Setelah

beberapa hari dirawat di ICU diputuskan untuk dilakukan pemasangan fiksasi interna.

Masalah yang pertama kali dihadapi (primary survey) adalah (1) pneumotoraks ventil

(2) fraktur femur. Tindakan yang dilakukan pada saat pertama kali pasien diterima di

instalasi gawat darurat sudah cukup memadai, terutama (1) collar brace yang telah

terpasang sebelumnya dari rumah sakit luar, (2) pemberian cairan dan transfusi darah

untuk mengatasi syok dan anemia, (3) tindakan intubasi untuk mempertahankan jalan

napas dan mengurangi beban otot pernapasan serta pemberian O2 untuk oksigenasi

(4) pemasagan chest tube untuk mengevakuasi cairan di rongga pleura sehingga

masalah restriksi dapat dikurangi dan (5) pemberian morfin untuk mengatasi rasa

nyeri. Setelah tindakan resusitasi dilakukan maka masuk tahapan secondary survey

guna menentukan diagnosis pasti dengan melakukan pemeriksaan fisis yang

menyeluruh diikuti dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologis. Seharusnya

pemeriksaan foto toraks dan USG dilakukan setelah seluruh pemeriksaan fisis

dikerjakan. Pada pasien ini kedua pemeriksaan itu dilakukan lebih awal kemungkinan

untuk menentukan masalah (diagnosis) sesungguhnya secepat mungkin sehingga

komplikasi yang mungkin terjadi dapat segera dicegah. Pemeriksaan laboratorium

memang dilakukan setelah secondary survey dikerjakan termasuk pemeriksaan

analisis gas darah. Analisis gas darah diperlukan untuk menetukan apakah pasien

dengan trauma toraks harus dilakukan intubasi atau tidak (Demetriades, 2009).

NYERI DADA

Nyeri dada bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti kelainan pada

jantu, paru-paru, neuromuskuler, ataupun nyeri alih abdomen. Pada kasus trauma

Page 6: Lap Skenario 1 Trauma

kemungkinan bisa terjadi fraktur costa, fraktur sternum, contusion pulmoner,

pneumothotax, hematothorax, contusion myocard, tamponade cordis, dan lain-lain.

Pada kasus dalam skenario, nyeri dada kemungkinan bisa disebabkan karena

jejas pada hemithorax kanan karena dada terbentur stang motor.

SESAK NAFAS YANG SEMAKIN BERTAMBAH

Perdarahan jaringan interstisium, intraalveolar, diikuti kolaps kapiler dan

atelektasis menyebabkan tahanan perifer pembuluh paru naik kemudian tekanan

darah akan turun dan pertukaran gas menjadi berkurang. Pada pneumothorax ventil,

sesak semakin bertambah karena udara yang terhisap tidak dapat eluar.

KAKI KANAN TIDAK DAPAT DIGERAKKAN

Kaki kanan tidak dapat digerakkan seperti dalam skenario bisa disebabkan

karena fraktur femur, fraktur tibia fibula, dislokasi panggil, trauma spinal, dan lain-

lain. Pada skenario sudah dilakukan pemeriksaan dan didapatkan adanya fraktur

femur dekstra.

FRAKTUR

1. Fraktur

a. Pengertian Fraktur

Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,

penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti

proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur.

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa

Page 7: Lap Skenario 1 Trauma

retakan, pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang

bergeser

b. Etiologi

Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan

terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa

patologis.

c. Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan

jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.

Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar .

Fraktur dapat dibagi menjadi :

a) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar.

b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan

di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R.

Gustillo), yaitu:

Derajat I : Luka <1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka

remuk Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau

kominutif ringan Kontaminasi minimal.

Derajat II : Laserasi >1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang

Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi

struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi

derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:

Page 8: Lap Skenario 1 Trauma

i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang

adekuat, meskipun terdapat laserasi

luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat

kominutif yang disebabkan oleh trauma

berenergi tinggi tanpa melihat besarnya

ukuran luka.

ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur

tulang yang terpapar atau kontaminasi masif.

iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer

yang harus diperbaiki tanpa melihat

kerusakan jaringan lunak.

Berdasarkan bentuk patahan tulang

a) Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap

sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang.

Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan

pembidaian gips.

b) Spiral

Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul

akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini

hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.

c) Oblik

Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana

garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

d) Segmental

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen

tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan

terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.

Page 9: Lap Skenario 1 Trauma

e) Kominuta

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau

terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen

tulang.

f) Greenstick

Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak

lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian

juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak –

anak.

g) Fraktur Impaksi

Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang

ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra

dengan dua vertebra lainnya.

h) Fraktur Fissura

Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang

berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan

reduksi

Berdasarkan lokasi pada tulang fisis

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng

pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi

dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis

dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga

kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat

aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan

untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut

Salter – Harris :

a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng

pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi

tertutup.

Page 10: Lap Skenario 1 Trauma

b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul

melalui tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi

tertutup.

c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan

epifisis dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari

lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya

dengan reduksi anatomi. d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui

epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui tulang

metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai

resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.

e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari

gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

PNEUMOTHORAX

Pneumotoraks adalah terdapatnya udara bebas di dalam rongga pleura, yaitu rongga di

antara pleura parietalis dan viseralis. Dalam keadaan normal, rongga ini tidak terisi udara dan

memiliki tekanan negatif sebesar - 11 sampai - 12 cm air pada waktu inspirasi dan - 4 sampai

- 8 cm air pada saat ekspirasi.

Pada penumotoraks, oleh karena terdapat udara bebas, maka tekanan di dalam rongga

pleura meningkat menjadi lebih positif dari tekanan normal dan bahkan dapat melebihi

tekanan atmosfir. Akibat peningkatan tekanan di dalam rongga pleura, jaringan paru akan

mengempis yang derajatnya tergantung pada besar kenaikan tekanan, pengembangan jaringan

paru sisi yang sehat terganggu, dan mediastinum dengan semua isinya terdorong ke arah sisi

sehat dengan segala akibatnya.

Pneumotoraks berdasarkan terjadinya yang didasarkan atas penyebab terjadinyadibagi

menjadi:

Penumotoraks artifisial ialah pneumotoraks yang disebabkan tindakan tertentu atau

memang disengaja untuk tujuan tertentu. Seperti terapi kolaps, sering dilakukan untuk

Page 11: Lap Skenario 1 Trauma

tuberkulosis paru yang mengalami batuk darah dengan tujuan untuk menghentikan

perdarahan.

Pneumotoraks traumatik, disebabkan jejas yang mengenai dada, misalnya peluru

menembus dada dan paru serta kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma

tumpul pada dada.

Pneumotoraks spontan, tanpa didahului oleh kecelakaan atau trauma. Seringkali

didapatkan penyakit dasar berupa tuberkulosis paru yang prosesnya lama, emfisema,

kanker paru, dan asma bronkiale kronis.

Menurut lokasi, pneumotoraks dibedakan dalam pnemotoraks parietalis, mediastinalis

dan basalis. Sesuai dengan derajat pengempisan jaringan paru, pneumotoraks dapat dibagi

atas pneumotoraks totalis dan parsialis.

Berdasarkan jenis fistel yang menghubungkan antara saluran pernapasan dengan rongga

pleura, dibagi menjadi:

Pneumotoraks terbuka, udara bebas keluar masuk rongga pleura karena terdapat

hubungan langsung yang terbuka antara bronkus atau udara luar dengan rongga pleura;

tekanan di dalam rongga pleura sama dengan tekanan atmosfir.

Pneumotoraks tertutup sudah tidak terdapat aliran udara antara rongga pleura dengan

bronkus atau dunia luar karena fistel sudah tertutup; tekanan rongga pleura dapat sama,

lebih tinggi atau lebih rendah dan tekanan atmosfir.

Pneumotoraks ventil, pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin

lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.

Saat inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus, serta percabangannya dan

selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di

dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura

makin lama makin tinggi.

Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan:

Inspeksi:

Terjadi pencembungan pada sisi yang sakit

Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

Page 12: Lap Skenario 1 Trauma

Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

Palpasi:

Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

Perkusi:

Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

Auskultasi:

Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

Suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada

pneumotoraks terbuka

Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

Pemeriksaan foto toraks akan menunjukkan bagian yang terkena pneumktoraks akan

tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.

Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang

sesuai dengan lobus paru.. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa yang

berada di daerah hilus. Ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak

selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

Penatalaksanaan

Tindakan dekompresi dengan membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan

cara:

Menususkkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian

tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara

mengalir keluar melalui jarum tersebut.

Membuat hubungan dengan dunia luar melalui kontra ventil.

1. Dapat memakai infus set. Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai rongga pleura,

kemudian pipa plastik/ infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan

Page 13: Lap Skenario 1 Trauma

dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah itu klem penyumbat dibuka dan akan

tampak gelembung udara yang keluar dari ujung pipa plastik yang berada di dalam botol.

2. Pipa Water Sealed Drainage (WSD)

Melaui sela iga ke 4 pada garis aksila tengah atau pada garis aksila posterior. Selain

itu dapat pula melalui sela iga ke 2 di garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung

selang plastik di dada dan pipa kava WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.

Posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm di bawah

permukaan air supaya gembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan

tekanan tersebut (Alsagaff, 2005).

HEMOTHORAX

Definisi

Hemotoraks adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya

darah di ruangan antara dua pleura (cavum pleura). Pleura adalah dua lapisan kantung

yang meliputi paru-paru dan memisahkannya dari dinding toraks. Penyebab paling

umum dari hemotoraks adalah cidera tumpul atau tajam pada toraks, seperti ketika

terjadi fraktur pada costae yang menembus pleura dan menyebabkan darah memasuki

cavum pleura. Hal ini dapat membuat paru-paru mengempis serta menyebabkan

timbulnya nyeri dada dan kesulitan bernapas. Hal ini merupakan suatu kondisi medis

darurat yang memerlukan perawatan segera. Jika tidak ditangani dengan segera, dapat

terjadi komplikasi yang mengancam jiwa, seperti syok hipovolemik akibat

perdarahan yang hebat dan gagal napas.

Beberapa faktor risiko bagi seseorang untuk mengalami hemotoraks antara

lain seseorang yang pernah melakukan bedah toraks atau bedah kardio, mengalami

gangguan perdarahan, penderita penyakit tuberkulosis, atau penderita kanker paru.

Komplikasi yang dapat muncul pada penderita hemotoraks antara lain peningkatan

risiko untuk gagal napas dan mengalami pnuemotoraks. Komplikasi yang paling berat

adalah kematian.

Page 14: Lap Skenario 1 Trauma

Gejala-Gejala

Tanda dan gejala hemotoraks yang mungkin timbul antara lain:

denyut jantung yang cepat (takikardia)

kecemasan

kegelisahan

kelelahan

kulit dingin dan berkeringat

kulit pucat

nyeri dada

sesak napas.

Penatalaksanaan

Penanganan dan pengobatan hemotorak dapat berbeda tergantung pada

kondisi yang dideritanya. Pilihan pengobatan yanga ada antara lain torakotomi dan

torakosentesis. Torakotomi merupakan penatalaksanaan dengan cara memasukkan

jarum ke cavum pleura untuk mengeluarkan darah sehingga tekanan terhadap paru-

paru dapat berkurang. Torakotomi merupakan penatalaksanaan yang dilakukan pada

kasus hemotoraks berat dengan cara melakukan pembedahan pada toraks dengan

tujuan untuk menghentikan perdarahan.

THORACOSENTESIS

Needle thoracocentesis adalah memasukkan jarum atau kateter ke dalam cavum pleurauntuk mengeluarkan akumulasi udara atau cairan di dalam cavum pleura.

Indikasi :

Thoracocetesis di indikasikan untuk mengobati gejala dari efusi pleura yang besar

atau untuk mengobati empyiema. Prosedur ini juga diindikasikan untuk effusi pleura

dari berbagai jenis. Selain itu juga karna hasil effusi transudat dari turunnya tekanan

onkotik plasma dan naiknya tekanan hidrostatik seperti pada penyakit gagal jantung,

Page 15: Lap Skenario 1 Trauma

sirrosis, sindroma nefrotik (Porcel, 2009). Selain itu juga digunakan pada tension

pneumothorax dan spontaneous simple pneumothorax.

Kontra Indikasi :

Tidak ada kontraindikasi absolut yang dikenakan pada prosedur ini, hanya kontra

indikasi relatif. Yaitu apabila terdapat suatu luka pada daerah yang akan dilakukan

insisi atau thoracocentesis, atau terdapat cellulitis pada daerah yang akan di pungsi.

Persiapan Alat :

- Alat pelindung diri (masker, handscoen)

- Jarum IV line No. 14

- Betadine

- Kassa

- Handscoen

- Plester

Pasien :

- Inform consent

- Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

- Pasien tidur terlentang / sesuai kebutuhan

Prosedur Pemakaian :

a. Posisi - pasien telentang.

b. Identifikasi vena jugularis, dan garis mid-klavikularis di sisi pasien yang

terkena

c. Tentukan tempat pemasangan di sela iga 2.

d. Bersihkan tempat yang akan dipasang dengan cairan antiseptik.

Page 16: Lap Skenario 1 Trauma

e. Pasang kateter IV 10-16 gauge 2-4 inci ke 3-10 cc jarum suntik. Pasang katup

flapper.

f. Masukkan jarum ke dalam sela iga 2.

g. Lepaskan jarum dan alat suntik, tinggalkan kateter dan katup flapper di

tempat.

h. Pasang balutan kecil di sekitar kateter.

i. Letakkan pasien dalam posisi tegak lurus untuk membantu memudahkan

respirasi.

j. Monitoring respon pasien (respiratory rate, suara pernapasan, warna kulit

pasien.

k. Terus memonitor pasien dan meninjau kembali diperlukan (Field Medical

Service School, 2001).

INFORMED CONSENT

Informed Consent adalah istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering

disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri

dari dua kata, yaitu :Informed dan Consent. Informed berarti telah mendapat

informasi/penjelasan/keterangan.Consent berarti memberi persetujuan atau

mengizinkan. Dengan demikian Informed Consent itu merupakan suatu persetujuan

yang diberikan pasien/keluarga setelah mendapatkan informasi.

Informed Consent dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 ditafsirkan sebagai

Persetujuan Tindakan Medik adalah persetujuan yang diberikan pasien atau

keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yang

dilakukan terhadap pasien tersebut (pasal 1).

Inform consent adalah pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu

pasien, keluarga, atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada

dokter untuk melakukan tindakan mediksesudah orang yang berhak tersebut diberi

informasi secukupnya.

Doktrin inform consent tidak berlaku pada 5 keadaan:

Page 17: Lap Skenario 1 Trauma

1. Keadaan darurat medis

2. Ancaman terhadap kesehatan mayarakat

3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)

4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada

pasien yang melepaskan haknya memeberikan consent.

5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.

Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) yaitu :

1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied Consent), yaitu bisa dalam

keadaan normal (biasa) atau darurat, umumnya tindakan yang biasa dilakukan

atau sudah diketahui umum misal menyuntik pasien. Bila pasien dalam

keadaan gawat darurat ”Emergency” memerlukan tindakan segera, sementara

pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya

pun tidak ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan edik terbaik

menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal 11).

2. Dinyatakan (Expressed Consent), yaitu persetujuan dinyatakan secara lisan

atau tertulis. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang

tidak mengandung resiko tinggi seperti pencabutan kuku, sedangkan

persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang

mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan perlu surat

pernyataan dari pasien/keluarga.

Hubungan Dokter - Pasien dalam Keadaan GawatDarurat

Hubungan dokter-pasien dalam keadaan gawat daruratsering merupakan

hubungan yang spesifik. Dalam keadaanbiasa (bukan keadaan gawat darurat) maka

hubungan dokter– pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak,yaitu pasien

dengan bebas dapat menentukan dokter yangakan dimintai bantuannya (didapati azas

voluntarisme).Demikian pula dalam kunjungan berikutnya, kewajiban yangtimbul

pada dokter berdasarkan pada hubungan yang telahterjadi sebelumnya (pre-existing

relationship).Dalamkeadaan darurat hal di atas dapat tidak ada dan azas

voluntarismedari keduabelah pihak juga tidak terpenuhi.Untukitu perlu diperhatikan

Page 18: Lap Skenario 1 Trauma

azas yang khusus berlaku dalampelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas

azasvoluntarisme.

Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalamkeadaan darurat, maka

ia harus melakukannya hingga tuntasdalam arti ada pihak lain yang melanjutkan

pertolongan ituatau korban tidak memerlukan pertolongan lagi. Dalam halpertolongan

tidak dilakukan dengan tuntas maka pihakpenolong dapat digugat karena dianggap

mencampuri/menghalangi kesempatan korban untuk memperolehpertolongan lain

(loss of chance) (Herkutanto, 2007).

Page 19: Lap Skenario 1 Trauma

Alsagaff H, Mukty A. 2005. Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga

University Press.

Demetriades D. 2009. Assessment and management of trauma 5th edition. Department

of surgery university of southern california.

Field Medical Service School. 2001. Needle Thoracocentesis.

http://www.brooksidepress.org/Products/OperationalMedicine/DATA/operati

onalmed/Manuals/FMSS/NEEDLETHORACENTESISFMST0411.htm

(Diakes pada tanggal 25 April 2014).

Herkutanto. 2007.Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat.Majalah Kedokteran

Indonesia, 57 (2):38.

Holder AR. 1972.Emergency room liability.JAMA, 220:5.

http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/hemotoraks-_-

9510001031336 diakses pada tanggal 27 April 2014.

Porcel JM. Tuberculous pleural effusion. Lung. Sep-Oct 2009;187(5):263-70

Setijanto E. 2014. Triase. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,

pp: 137-148.