Kurang Energi Protein
-
Upload
rizky-zulfa-afrida -
Category
Documents
-
view
91 -
download
6
Transcript of Kurang Energi Protein
LAPORAN KASUS
i. Identitas
Nama : An.N
Usia : 1,5 tahun
No.CM : 505209
Alamat : Cianjur
Masuk RS : 3 Februari 2012
ii. Alloanamnesis oleh nenek pasien
Keluhan utama
OS bengkak-bengkak ditubuhnya sejak seminggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang
Menurut ibu pasien, pasien bengkak-bengkak ditubuhnya sejak seminggu lalu.
Bengkak diawali dari kaki dan tangan kemudian di wajah dan di perut, timbul
sepanjang hari, tidak disertai gatal dan kemerahan. Bengkak tidak berhubungan
dengan trauma. Keluhan disertai dengan demam sejak 2 minggu lalu. Demam
terus-menerus, tidak disertai menggigil dan kejang. Batuk pilek disangkal. Sesak
disangkal. Muntah juga disangkal. Wajah pasien terlihat pucak sejak kemarin.
BAK 3 kali sehari, kuning jernih. BAK berdarah disangkal. BAB normal. Pasien
tidak pernah di timbang BB sebelumnya. Pekerjaan orang tua pasien yaitu
berjualan ikan dipasar dengan penghasilan Rp 50.000/hari. Pasien merupakan anak
ke 4 dari 4 bersaudara. Ibu pasien adalah ibu rumah tangga tamat SD, kurang
mengerti tentang nutrisi yang baik untuk anaknya. Lingkungan rumah pasien
bersih.
Riwayat penyakit dahulu
OS belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat demam berulang (-).
Riwayat TB paru ( - ). Riwayat morbili (-)
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang sedang sakit seperti ini. Riwayat TB paru
dikeluarga ( - ). Dikeluarga tidak ada yang batuk lama.
1
Riwayat kelahiran
Pasien dilahirkan di paraji, aterm. Saat lahir, pasien langsung menangis. BBL :
tidak di timbang, PBL : tidak diketahui.
Riwayat perkembangan
o Motorik kasar
Tengkurap bolak balik : 5 bulan
Duduk tanpa pegangan : 6 bulan
Berdiri berpegangan : 8 bulan
Berdiri tanpa berpegangan : 11 bulan
o Motorik halus
Memegang mainan : 3 bulan
Menggenggam tangan : 4 bulan
Memindahkan mainan dari tangan yang satu ke tangan yang lain: 7 bulan
Memegang benda dengan ibu jari dan telunjuk : 9 bulan
oBahasa
Tertawa : 3 bulan
Mengoceh 1 suku kata : 5 bulan
Memanggil mama,papa : 1 tahun
o Kognitif
Memasukkan makanan ke mulut : 8 bulan
Minum langsung dari cangkir : 12 bulan
Saat ini, pasien sudah bisa berdiri tanpa pegangan, memegang benda dengan ibu
jari dan telunjuk, memanggil mama papa
Riwayat imunisasi
Ibu pasien lupa sudah memberikan imunisasi apa saja kepada os. Imunisasi yang
diberikan hanya sekali.
Riwayat makanan
Pasien diberikan ASI dari lahir sampai sekarang. Pasien tidak pernah minum susu
formula. Selain ASI, pasien diberikan makanan tambahan yaitu bubur nasi dari
usia 6 bulan sampai 1 tahun. Pada saat usia satu tahun, pasien mulai diberikan
makan nasi dengan lauk sayur dan tempe. Pasien makan 2 x sehari. OS tidak nafsu
makan. Sekali makan hanya 1/2 piring.
2
Riwayat alergi
Pasien tidak ada alergi makanan maupun obat-obatan.
Riwayat pengobatan
Pasien sudah pernah diberikan vitamin sama ibunya sejak 3 bulan terakhir tetapi
BB tetap terlihat tidak naik.
iii. Pemeriksaan fisik
Status Gizi
BB : 8,4 kg
TB : 70 cm
U : 1,5 tahun
Status gizi :
BB/U : 8,4/11 x 100 % = 76 % ( gizi kurang )
TB/U : 60/80 x 100 % = 75 % ( gizi kurang )
BB/TB: 8,4/8,2 x 100 % = 102 % ( gizi lebih )
Tanda vital
TD : 100/70 mmHg
HR : 130 x/menit
RR : 30 x/menit
S : 37,80 C
Status generalisata
KU : composmentis
Kepala
o Bentuk : normochepal
o UUB : cekung (-)
o Rambut : rambut halus pirang,tipis dan mudah rontok
o Wajah : moon face
Mata : mata sedikiti cekung +/+, Conjungtiva anemis +/+, sklera icterik -/-,
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sekret yang keluar (-), epistaksis (-)
3
Mulut : POC (-), mukosa bibir lembab
Telinga : sekret yang keluar (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), retraksi supra sternal (-)
Thorax : simetris, retraksi Inter costa (-)
o Cor : BJ I,II murni, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : distensi,bising usus menurun,retraksi epigastrium(-), hepatomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat +/+ , CRT < 2 detik +/+, edema (+/+)
iv. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan3 feb. 2012 7 feb.2012
Nilai normalHasil Hasil
WBC 33,0 x 103/µL 25,3 x 103/µL 6 – 15 x 103/µL
HB 6,8 g/dL 10,8/dL 10,5 – 13,5 g/dL
HCT 21,6 % 33,5 % 30-40 %
PLT 247 x 103/µL 128 x 103/µL 247 x 103/µL
4 februari 2012
Pemeriksaan Hasil Kimia darah Ureum 17,6 mg%
Kreatinin 0,5 mg%
Protein total 3,71 gr%
Albumin 1,54 gr%
Globulin 2,17 gr%
SGOT 30 UL
SGPT 42 UL
4 februari 2012 5 februari 2012
Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan Hasil
Warna Kuning jernih Warna Kuning jernih
4
pH 6 pH 5
Protein - Protein -
Urobilin - Urobilin -
Bilirubin - Bilirubin -
Eritrosit - Eritrosit -
v. Resume
Anak ♀ 1,5 th dengan gizi kurang datang ke RS di bawa ibunya karena bengkak-bengkak ditubuhnya sejak seminggu lalu diawali dari kaki dan tangan kemudian di wajah dan di perut, tidak disertai gatal dan kemerahan. Disertai demam dan ajah pucak. BAK berdarah disangkal. Pekerjaan orang tua os yaitu berjualan buah dipasar dengan penghasilan Rp 70.000/hari. Os merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara. Ibu pasien adalah ibu rumah tangga tamat SD, kurang mengerti tentang nutrisi yang baik untuk anaknya. Lingkungan rumah os bersih. Pada PF ditemukan rambut lurus, halus, pirang dan mudah rontok, wajah moon face serta conjungtiva anemis. Pada hasil pemeriksaan lab.3 feb.2012 ditemukan leukosit 33.000/µL, Hb 6,8 g/dL. Pada tanggal 4 feb.ditemukan protein total 3,71 gr%, albumin 1,54 gr%.
vi. Diagnosa kerja : Kwarshiorkor+ sepsis + anemia
vii. Penatalaksanaan
IVFD D5% 8,4 x 90
96
Cefotaxime 2 x 400 mg
Gentamisin 2 x 30 mg
Furosemid 1x 9 mg
Vitamin A 100.000 IU
Transfusi PRC 100 cc
Paracetamol syrup 3 x 1 cth
Diet bubur TKTP 2 x
energi : 840 kkal/hari
protein : 12 kkal/hari
Susu F75 8 x 70 cc
5
viii. Follow up
SOAP 4 februari 2012 6 februari 2012
S Demam (-), bengkak di tubuh (+), nafsu makan sedikit
Demam (-), bengkak di tubuh (+), nafsu makan sedikit,
O Conjungtiva anemis -/- Edema anasarka (+)BB : 8,5 kg HR : 110 x/menitRR : 30 x/menitS : 37,3 0 C
Conjungtiva anemis -/-Edema anasarka (+)BB : 8,5 kg HR : 120 x/menitRR : 30 x/menitS : 360 C
A Kwarshiorkor + sepsis + anemia Kwarshiorkor + sepsis + anemia
P IVFD D5% 8,4 x 90 96Cefotaxime 2 iv x 400 mgGentamisin 2 iv x 30 mgParacetamol 3 x 1 cthDiet bubur TKTP 2 xSusu F75 8 x 70 cc
IVFD D5% 8,4 x 90 96Cefotaxime 2 iv x 400 mgGentamisin 2 iv x 30 mgParacetamol 3 x 1 cthDiet bubur TKTP 2 xSusu F75 8 x 70 cc
SOAP 7 februari 2012 8 februari 2012 9 februari 2012
S
Demam (+), bengkak di tubuh (+), nafsu makan sedikit, bengkak dan merah di mukosa buccal (+)
Demam (+), bengkak di tubuh (+), nafsu makan sedikit, bengkak dan merah di mukosa buccal (+)
Demam (+), bengkak di tubuh (+), nafsu makan sedikit, bengkak dan merah di mukosa buccal (+)
O
Conjungtiva anemis +/+Edema anasarka (+)HR : 110 x/menitRR : 30 x/menitS : 37,3 0 C
Conjungtiva anemis +/+Edema anasarka (+)HR : 120 x/menitRR : 30 x/menitS : 360 C
Conjungtiva anemis -/-Edema anasarka (+)HR : 120 x/menitRR : 30 x/menitS : 360 C
AKwarshiorkor + sepsis + anemia
Kwarshiorkor + sepsis + anemia
Kwarshiorkor + sepsis + anemia
P
IVFD D5% 8,4 x 90 96 Cefotaxime 2x400 mg Gentamisin 2 x 30 mg Paracetamol 3x1 cth Mycostatin drop 4 x 1
cc Diet bubur TKTP 2 x Susu F75 8 x 70 cc
IVFD D5% 8,4 x 90 96 Cefotaxime 2x400 mg Gentamisin 2 x 30 mg Paracetamol 3 x 1 cth Mycostatin drop 4 x 1
cc Diet bubur TKTP 2 x Susu F75 8 x 70 cc
IVFD D5% 8,4 x 90 96 Cefotaxime 2x400 mg Gentamisin 2 x 30 mg Paracetamol 3 x 1 cth Mycostatin drop 4 x 1
cc Diet bubur TKTP 2 x Susu F75 8 x 70 cc
KURANG ENERGI PROTEIN
6
1.1. Definisi
KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi ( Depkes RI, 1999 ).
1.2. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya KEP yaitu ada penyebab langsung, tidak
langsung dan penyebab mendasar. Penyebab langsung yaitu ketidakmampuan konsumsi
makanan dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung yaitu kurangnya pengetahuan
tentang kesehatan, kondisi ekonomi sosial yang rendah, ketersediaan pangan ditingkat
keluarga tidak mencukupi, besarnya anggota keluarga, pola konsumsi keluarga yang
kurang baik, pola distribusi pangan yang tidak merata serta fasilitas pelayanan kesehatan
yang sulit dijangkau. Sedangkan penyebab mendasarnya yaitu rendahnya pengetahuan
dan pendidikan ibu. ( Depkes RI, 1997 ).
Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh. Selain
itu protein juga digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh bila energi yang berasal dari
karbohidrat atau lemak tidak mencukupi. Pada anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan, pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran sehingga kebutuhan
tubuh akan protein akan lebih besar daripada dengan orang dewasa. Seorang anak balita
dikatakan kekurangan apabila tingkat konsumsi energi dan protein ≤ 80 % AKG
( Depkes, 1999 ). Kecukupan energi dan protein untuk anak balita perorang perhari
menurut kelompok umur yaitu :
Umur Energi ( kkal ) Protein ( gr )
0 - 6 bulan 550 10
7 – 12 bulan 650 16
1 – 3 tahun 1000 25
4 – 6 tahun 1550 39
Sumber : Depkes, 2005
7
Keadaan perumahan dan lingkungan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan
penyajian yang kurang sehat dan kurang bersih sehingga daat terjadi infeksi berulang
sehingga menyebabkan anak kehilangan cairan tubuh dan zat-zat gizi sehingga anak
menjadi kurus serta turun berat badannya. Apabila anak menderita kurang gizi maka daya
tahan tubuh akan melemah sehingga penyakit akan mudah masuk kedalam tubuh. Selain
itu, komplikasi berantai infeksi saluran nafas sering dijumpai dan diderita anak kurang
gizi. Bronkitis yang terjadi pada mereka tiga kali lebih sering daripada anak yang normal.
Pada anak yang berusia lebih dari 1 tahun perlindungan antibodi diperoleh dari ibunya
melalui plasenta dan ASI sudah berakhir sehingga anak sangat rentan sekali terkena sakit
terutama penyakit infeksi. Disamping itu anak yang sakit cenderung nafsu makannya
menurun sehingga menyebabkan masukan gizi kurang dan pada akhirnya akan
berdampak pada status gizinya.
Tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pertumbuhan anak balita.
Orang tua yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung memilih makanan
yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas. Semakin tinggi pendidikan orang tua
maka semakin baik juga status gizi anaknya. Orang yang mempunyai pendidikan yang
tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan dengan mereka yang
berpendidikan rendah atau mereka yang tidak berpendidikan.
Jumlah anggota yang besar akan sangat mempengaruhi distribusi makanan
terhadao anggota keluarga terutama keluarga yang miskin yang terbatas kemampuannya
dalam penyediaan pangan. Hal ini akan berisiko terhadap kejadian KEP. Rumah tangga
yang mempunyai anggota keluarga besar berisiko mengalami kelaparan 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan rumah tangga yang anggotanya kecil dan berisiko pula mengalami
kurang gizi sebanyak 5 kali lebih besar dari keluarga yang mempunyai anggora keluarga
yang kecil. Komposisi dan jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya kurang gizi. Sebagian besar penduduk Indonesia berpenghasilan menengah ke
bawah sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarganya.
Hal lain yang dapat mengakibatkan terjadinya KEP yaitu karena pemberian
makanan tambahan pada anak-anak yang tidak terpelihara kebersihannya serta susu
buatan yang terlalu encer dan jumlahnya tidak mencukupi karena keterbatasan biaya
sehingga kandungan protein dan kalori pada makanan anak menjadi rendah. Prematuritas
dan penyakit pada masa neonatus juga merupakan penyebab timbulnya KEP. Pada
8
keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat refleks mengisap yang kurang
kuat.
1.3. Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha
untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh
untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Glikogen yang disimpan dalam hepar akan habis dalam waktu beberapa jam
dan protein otot akan digunakan melalui proses glukoneogenesis untuk mempertahankan
glukosa darah yang adekuat. Pada saat yang bersamaan, trigliserida akan dipecah menjadi
asam lemak bebas yang akan mampu menyediakan energi untuk sebagian besar organ tapi
tidak untuk sistem saraf. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol
dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi oleh otak dan organ lain jika kekurangan makanan ini berlangsung lama.
Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat,
sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada
saat status gizi masih diatas -3 SD maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan
anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka
akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi :
9
gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan
hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
Tetapi dalam kekurangan energi yang berat seperti pada marasmus, adaptasi ini
diiringi dengan meningginya kortisol dan hormone pertumbuhan (growth hormone) serta
menurunnya sekresi insulin dan hormone tiroid. Karena asam amino dimobilisasikan dari
otot untuk penyediaan bahan sintesis protein di hepar, kadar protein plasma akan lebih
rendah pada marasmus dibandingkan dengan kwarshiorkor.
Pada kwashiorkor yang klasik, terjadi edema dan perlemakan hati disebabkan
gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok.
Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan,
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya.
Namun, kekurangan protein dalam dietnya akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam
serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya
asam amino dalam serum merupakan penyebabnya kurang pembentukan albumin oleh
hepar, sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati disebabkan gangguan
pembentukan lipoproteinbeta sehingga transportasi lemak dari hati ke depot lemak juga
terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
1.4. Dampak KEP
Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, merosotnya mutu
kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan perkembangan mental anak serta
merupakan salah satu penyebab dari angka kematian yang tinggi, rentan terhadap
penyakit infeksi serta mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan.
Pada masa pascanatal sampai usia dua tahun merupakan masa yang amat sangat
kritis karena terjadi pertumbuhan yang amat sangat pesat dan terjadi diferensiasi fungsi
pada semua organ tubuh. Gangguan yang terjadi pada masa ini akan meyebabkan
perubahan yang menetap pada struktur anatomi, biokimia dan fungsi organ. Hubungan
KEP dengan penyakit infeksi dapat dijelaskan melalui mekanisme pertahanan tubuh yaitu
pada balita yang KEP terjadi kekurangan masukan energi dan protein kedalam tubuh
sehingga kemampuan tubuh untuk membentuk kekebalan tubuh seluler terganggu
sehingga tubuh menderita rawan serangan infeksi. KEP menimbulkan efek pada
perkembangan mental dan fungsi intelegensia. Hal ini didukung oleh suatu fakta yang
10
menunjukkan bahwa bayi KEP berat mempunyai ukuran besar otak 15-20 % lebih kecil
dibandingkan dengan bayi normal. Apabila terjadi kurang gizi sejak dalam kandungan,
maka defisit volume otak bisa mencapai 50 %. Hasil penelitian Azwar menemukan
bahwa pada anak sekolah yang mempunyai riwayat gizi buruk pada masa balita, IQ-nya
lebih rendah sekitar 13-15 poin dibandingkan dengan yang normal.
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan
dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun
warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah
tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam,
halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Rambutnya biasanya jarang dan
halus-halus serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-anak yang berambut gelap dapat
terlihat jalur-jalur rambut berwarna merah atau abu-abu. Sering bulu mata menjadi
panjang.
Otot-otonya tampak lemah dan atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak
dibawah kulit yang berlebihan.
Kulit biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam
dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar
penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy
pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi
hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila
tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti
pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Perubahan
kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat
bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang
masih hitam oleh hiperpigmentasi.
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang
hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda
fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi
faktor lipotropik.
11
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit ( ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat
dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting
untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6) (2,7).
Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan
defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan
pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan
gangguan sistem komplimen.
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan
usus halus terjadi perlemakan.
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipmagnesemia.
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang
demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya
dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal
ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi usus, intoleransi laktosa, dan
malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak
terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan
atrofi villi mukosa usus halus.
1.5. Manifestasi klinis
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
a. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema yang dapat terjadi di seluruh tubuh tetapi
terutama di kaki bagian bawah, wajah sembab dan membulat ( moon face ), mata
sayu, rambut tipis berwarna coklat kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement
dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
Tanda klinisnya yang ditemukan yaitu kulit kering, hiperpigmentasi dan bersisik, serta
ada tanda crazy pavement dermatosis (bercak-bercak putih/merah muda dengan tepi
hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan) dan juga
ditemukan hepatomegali.
b. Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun dan ditandai dengan : sangat kurus,
tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua ( old man face ), cengeng dan
12
rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, otot menyusut (
wasted ), lembek, tulang rusuk tampak terlihat jelas, terlihat tulang belakang lebih
menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant ), ubun-ubun besar cekung,
tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam, perut cekung, Dinding perut
hipotonus dan kulitnya longgar, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan
diare, Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu
tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. serta tekanan darah, detak
jantung dan pernafasan berkurang.
c. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus yaitu
gangguan pertumbuhan, crazy pavement dermatosis, rambut tipis, pirang dan mudah
dicabut, muka seperti orang tua, oedema hanya pada anggota gerak bagian bawah.
1.6. Diagnosa
Klasifikasi gizi buruk ada beberapa macam yaitu :
1. GOMEZ : BB/U
2. MacLarren : Klinis + laboratorium
3. The Wellcome : Klinis + antropometris
4. WHO (1999) : Klinis + antropometris.
13
Klasifikasi menurut Gomez
Derajat KEP BB% terhadap BB/U
Normal
Ringan
Sedang
Berat
≥ 90%
89 – 75%
74 - 60%
< 60%
Klasifikasi gizi buruk ( WHO 1999 ) :
Gizi kurang Gizi buruk
Edema simetris - + ( edema malnutrisi )
BB/TB 70 % – 79 % < 70 %
TB/U 85 % - 89 % < 85 %
Klasifikasi KEP Menurut Depkes (2000) berdasarkan BB/U :
IndeksStatus gizi
BB/U
> +2 SD Gizi lebih
≥ - 2 SD s/d + 2 SD Gizi baik
≥ - 3 SD s/d < - 2 SD Gizi kurang
< - 3 SD Gizi buruk
Klasifikasi KEP Menurut Depkes (2000) berdasarkan TB/U :
IndeksStatus gizi
TB/U
≥ - 2 SD s/d + 2 SD Normal
< - 2 SD Pendek
14
Klasifikasi KEP Menurut Depkes (2000) berdasarkan BB/TB :
IndeksStatus gizi
BB/TB
> +2 SD Gemuk
≥ - 2 SD s/d + 2 SD Normal
≥ - 3 SD s/d < - 2 SD Kurus
< - 3 SD Sangat kurus
KEP ringan bila tidak ditangani maka data jatuh ke status gizi yang lebih buruk
(marasmus, kwashiorkor, marasmic-kwashiorkor)
KEP Berat / gizi buruk yaitu :
1. Marasmus kekurangan energi
2. Kwashiorkor kekurangan protein
3. Marasmic-kwashiorkor Kekurangan energi dan protein
1.7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori
dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi
dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik;
sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-
lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Pengobatan rutin yang dilakukan di RS berupa 10 langkah penting :
a. atasi/cegah hipoglikemia
b. atasi/cegah hipotermia
c. atasi/cegah dehidrasi
d. koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
e. obati/cegah infeksi
f. mulai pemberian makanan
g. fasilitasi tumbuh kejar (“catch-up growth”)
h. koreksi defisiensi nutrient mikro
i. lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
15
j. siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
a. Atasi/cegah hipoglikemi
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai tanda
adanya infeksi. Periksa kadar guladarah bila ada hipotermia (suhu ketiak/dubur
<36°C). Pemberian makanan yang sering penting untuk mencegah kedua kondisi
tersebut.
Bila kadar gula darah <50 mg/dl, berikan :
- 50 ml bolus D10 atau larutan sukrosa 10% (1sdt gula dalam 5sdm air) secara
oral atau per-NGT.
- selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam)
- berikan antibiotika (lhat langkah ke-5)
- secepatnya berikan makan tiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah ke-6)
Pemantauan :
bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah
dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam
- sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
- bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml bolus D10
atau larutan sukrosa 10%, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai
stabil
- ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu ketiak <36°C dan/atau kesadaran
menurun
Pencegahan :
- mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah ke-6), sesudah
dehidrasi yang dikoreksi
- selalu memberikan makanan sepanjang malam
b. Atasi/cegah hipotermia
16
Bila suhu ketiak <36°C, periksa suhu dubur dengan termometer suhu rendah.
Bila suhu dubur <36°C
- segera berikan makan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
- hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan
dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di
dada ibu
- beri antibiotika (lihat langkah ke-5)
Pemantauan :
- periksa suhu rectal setiap 2 jam sampai suhu mancapai >36,5°Cpastikan anak
selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari
- raba suhu anak
- bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia
Pencegahan :
- segera beri makanan/formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah ke-6)
- selalu selimuti dan hindari keadaan basah
- hindari paparan langsung dengan udara
c. Atasi/cegah dehidrasi
Jangan menggunakan jalur i.v. untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk
menghindari beban sirkulasi jantung.
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan kurang
kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai penganti,
berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal atau penggantinya.
d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
berikan :
- tambahkan Kalium 2-4 mEq/kgBB/hari (=150-200 mg KCl/kgBB/hari)
- tambahkan Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari (=7,5-15 mg MgCl2/kgBB/hari)
17
- untuk rehidrasi, berikan cairan rendah Na (Resomal/pengganti)
- siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam
e. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :
- antibiotika spectrum luas
- vaksinasi campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi
(tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak
menjadi baik
f. Mulai pemberian makanan
Pada fase awal stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena keadaan
faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme
basal.
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso osmolar
Berikan secara oral atau nasogastrik
Energi = 80-100 kal/kgBB/hari
Protein= 1-1,5 g/kgBB/hari
Cairan = 130 ml/kgBB/hari
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut
diatas. Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan
dengan sendok/pipet.
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema. Jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai 80 Kkal/kgBB/hari,
18
berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih 100
Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.
Pantau dan catat :
- jumlah yang diberikan dan sisanya
- muntah
- frekuensi BAB dan konsistensi tinja
- berat badan (harian)
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik. Bila diare
melanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati.
g. Fasilitasi tumbuh kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan ≥50g/minggu. Awal fase
rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah
dirawat.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula
khusus awal ke formula khusus lanjutan
- ganti formula khusus awal (F75) menjadi formula khusu lanjutan (F100 dan
protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam
- kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari)
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi
- makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
- energi = 150-220 Kkal/kgBB/hari
- protein 4-6 g/kgBB/hari
- bila anak mendapat ASI, teruskan, tapi juga beri formula, karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi tumbuh kejar
h. Koreksi defisiensi mikronutrien
19
berikan setiap hari:
- suplemnetasi multivitamin
- Asam Folat 1mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng 2 mg/kgBB/hari
- tembaga 0,2 mg/kgBB/hari
- bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBb/hari
- Vitamin A pada hari I : umur >1 tahun=200.000 iu, 6-12 bulan=100.000 iu, <6
bulan=50000 iu
i. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat terjad keterlambatan perkembangan mental/perilaku, karenanya
berikan :
- kasih sayang
- lingkungan yang ceria
- terapi bermain struktur 15-30 menit
- aktivitas fisik segera setelah sembuh
- keterlibatan ibu
j. Tindak lanjut di rumah
Bila gejala klinis sudah tidak ada, BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan sembuh.
Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode
rehabilitasi.
2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.
3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian
bahan makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut:
Bahan makanan sumber mineral khusus
20
Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.
Sumber Cuprum : tiram, daging, hati
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai
Sumber Magnesium : daun seldri, bubuk coklat, kacang-kacangan,
bayam,
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel,
alpukat, bayam, daging tanpa lemak.
5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi
6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik
7. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering
8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah
serat, (lihat tabel 1 formula WHO dan modifikasi).
9. Terus memberikan ASI
10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:
BB <7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat langsung
diberikan makanan anak secara bertahap, (lihat tabel 2).
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian makanan
7 Tumbuh kejar/peningkatan
pemberian makanan
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
Tabel 1 :
21
KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN
ZAT GIZI
FASE
STABILISASI TRANSISIREHABILITASI
Energi 100 Kkal/KgBB/hr
150 Kkal/KgBB/hr
150-200 Kkal/KgBB/hr
Protein 1-1,5 g/KgBB/hr 2-3 g/KgBB/hr 4-6 g/KgBB/hr
Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Asam Folat Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Zinc Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Cuprum Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Fe Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Cairan 130 ml/KgBB/hr atau 100 ml/KgBB/hr bila ada edema
150 ml/KgBB/hr 150-200 ml/KgBB/hr
Tabel 2
JADWAL, JENIS, DAN JUMLAH MAKANAN YANG DIBERIKAN
FASE WAKTU PEMBER
IAN
JENIS MAKANAN
FREKWENSI
JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP MINUM MENURUT BB ANAK
4 Kg
6 Kg
8 Kg
10 Kg
Stabilisasi Hari 1-2
Hari 3-4
F75/modifikasi
F75/Modisco ½
F75/modifikasi
F75/Modisco ½
12 x (dg ASI)
12 x (tanpa ASI)
8 x (dg ASI)
8 x (tanpa ASI)
6 x (dg ASI)
45
45
65
65
65
65
100
100
-
90
-
130
-
110
-
160
22
Hari 3-7 F75/modifikasi
F75/Modisco½
6 x (tanpa ASI) 90
90
130
130
-
175
-
220
Transisi Minggu 2-3
F100/modifikasi
F100/Modisco I /modisco II
4 x (dg ASI )
6 x (tanpa ASI)
130
90
195
130
-
175
-
220
Rehabilitasi
BB < 7 Kg
Minggu 3-6
F135/modifikasi
F135/Modisco
III, ditambah
Makanan lumat
makan lembik
Sari buah
3 x (dg/tanpa
ASI )
3 x 1 porsi
1 x
90
-
100
100
-
100
150
-
100
175
-
100
BB >7 Kg Makanan lunak makan biasa
Buah
3 x 1 porsi
1 –2 x 1 buah
-
-
-
-
-
-
-
-
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh :
Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi :Energi : 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan
lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah.
Tabel 3
FORMULA WHO
Bahan Per 100 mlF75
F 100 F 135
FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
23
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahan air s/d Ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Lactosa g 13 42 48
Potasium Mmol 36 59 63
Sodium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4.3 7.3 8
Seng Mg 20 23 30
Copper Mg 2.5 2.5 3.4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality Mosm/l 413 419 508
Keterangan :
F75 : Setiap 100 ml mengandung 75 kalori
F100 : Setiap 100 ml mengandung 100 kalori
F135 : Setiap 100 ml mengandung 135 kalori
24
Tabel 4
MODIFIKASI FORMULA WHO
FASE STABILISASITRANSISI
REHABILITASI
Bahan MakananF75
I
F75
II
F75
IIIM½ F100 M1 MII F135 MIII
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarine (g) - - - - - - 50 - 50
Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Penatalaksanaan Penyakit Penyerta
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu :
a. Defisiensi Vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin A secara
oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum pulang, dengan dosis :
o umur > 1 tahun : 200,000 iu/kali
o umur 6-12 bulan : 100,000 iu/kali
o umur 0-5 bulan : 50,000 iu/kali
Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa :
25
beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-
10 hari
teteskan tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
b. Dermatosis
Dermatosis ditandai dengan adanya :
o hipo/hiperpigmentasi
o deskuamasi
o lesi ulseratif eksudatif, menyerupai luka baker, sering disertai infeksi
sekunder, antara lain oleh Candida
Tatalaksana :
kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-
permanganat) 1% selama 10 menit
beri salep/krim
usahakan agar daerah perineum kering
umumnya terdapat defisiensi Zn: beri preparat Zn peroral
c. Parasit/Cacing
Beri Mebendazole 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat anti
helmintik lain.
d. Diare Melanjut
Diare biasa menyertai KEP berat, tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada
pemberian makanan secara berhati-hati. Diobati hanya bila diare berlanjut dan
tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas / rendah laktosa.
Sering terjadi kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain
dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik.
Beri: Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
e. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin/Mantoux dan rontgen foto
thoraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, obati sesuai pedoman TB.
26
TINDAKAN PADA KEGAWATAN
1. Syok (renjatan):
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan:
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaC1 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar
dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam 1 jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
- Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekwensi nadi dan pernafasan) dan status
hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk
1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan
formula khusus (F-75/pengganti).
- Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah
sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah
pemberian formula (F-75/pengganti).
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:
Hb <4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.
Transfusi darah:
- berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk transfusi dengan
jumlah yang sama.
- beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara 4-6
g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
27
1.8. Pencegahan
Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang tepat dari
karbohidrat, lemak (minimal 10% dari total kalori), dan protein (12 % dari total kalori).
Sentiasa konsumsi diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak dan
protein bisa mencegah terjadinya kwashiorkor. Protein terutamanya harus disediakan
dalam makanan. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan
dari protein hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan. Bisa juga mendapatkan
protein dari protein nabati seperti kacang ijo dan kacang kedelai.
1.9. Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena
infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan
mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila
penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan
yang irreversibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Buku 1.
Info Medika. Jakarta. 2000
2. Corry S Matondang, Prof, dr, dkk. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke-2. CV Sagung
Seto. Jakarta. 2003
3. Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997
4. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. Pedoman
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan PMT
pada Balita, Jakarta 1997.
5. Donna G Grigsby, MD. Malnutrition. Associate Professor, Department of Pediatrics,
University of Kentucky College of Medicine. Available from:
http://www.emedicine.com. November 2005
6. FKUI-RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak –
Jakarta: FKUI, 2005.
7. Soetjiningsih, dr, Sp.AK. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 1995
8. WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely Malnourished Children,
WHO Searo, 1998.
9. Waterlow JC. Protein Energy Malnutrition, Edward Arnold, London, 1992
10. www.republika.co.id
29