Kuliah Els Kesling Pski-bu Titiek
-
Upload
aditya-rachman-van-der-arjunaquee -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of Kuliah Els Kesling Pski-bu Titiek
KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM ISLAM
Skenario
Pada saat ini, masyarakat di Indonesia masih mempunyai persepsi bahwa kondisi kesehatan di pesantren
atau pemondokan Islam masih sangat kurang. Kondisi penghuni yang mengalami penyakit kulit, penyakit
kutu pada rambut, wabah demam berdarah masih sering terjadi di lingkungan pesantren.
Pertanyaan :
1. Sebutkan faktor-faktor risiko yang menjadi dasar kondisi tersebut di atas?
2. Apakah dasar dari Al Quran dan hadist yang mendasari kondisi kesehatan seperti di atas supaya
tidak terjadi?
3. Bagaimana solusi yang harus dilakukan oleh pesantren dan pemerintah untuk dapat
menyelesaikan masalah kesehatan di atas?
Materi kuliah
Berbagai permasalahan lingkungan terjadi, khususnya di Indonesia akhir-akhir ini, seperti kekurangan
sumber air bersih, baik dari dalam tanah maupun dari sungai, polusi yang ditimbulkan oleh asap
kendaraan maupun pembakaran hutan, tanah longsor, banjir yang merendam lahan persawahan dan
pemukiman penduduk bahkan sampai ke kota besar, kekurangan bahkan kepunahan populasi binatang,
rusaknya lapisan ozon yang merupakan filter cahaya matahari ke bumi, sampai kepada masalah
meluapnya lumpur panas dari dalam bumi yang menggusur kehidupan di sekitarnya.
Krisis lingkungan alam yang tengah terjadi belakangan ini, antara lain, diakibatkan kesalahan
manusia (human error) dalam menanggapi masalah ekologi.1 Menurut seorang ahli sejarah, Lynn White,
apa yang dilakukan oleh manusia terhadap ekologinya tergantung pada apa yang mereka pikirkan tentang
mereka sendiri dalam hubungannya dengan apa yang ada di sekitar mereka. Lebih tegas lagi dikatakan
bahwa ekologi manusia sangat dipengaruhi oleh keyakinan tentang alam kita dan takdirnya, yaitu oleh
agama.
Dalam Islam, pemeliharaan lingkungan ditemukan dalam unsur praktis keseharian penganutnya.
Khasanah pelestarian alam dan lingkungan sudah termuat dalam unsur perilaku sehari-hari yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. empat belas abad yang silam, termasuk dalam pengaturan tata
kota dan peruntukan sumber daya alam yang asli. Dalam Islam dikenal adanya kawasan haram, yaitu
kawasan yang diperuntukkan untuk melindungi sumber daya agar tidak diganggu.3 Nabi menetapkan
daerah-daerah yang tidak boleh diganggu dan dilanggar aturan ekosistemnya, membatasi aliran-aliran air,
memelihara beberapa fasilitas umum dan kota-kota tertentu. Di dalam kawasan haram, fasilitas umum
seperti sumur (penampungan air) harus dilindungi dari kerusakan. Ruang untuk operasi dan pertahanan
sumur juga disediakan, termasuk melindungi airnya agar tidak terkena polusi. Nabi menyediakan tempat
beristirahat bagi ternak serta menyediakan ruang bagi fasilitas-fasilitas irigasi.
PERLINDUNGAN ALAM
Dalam Islam, ketentuan mengenai perlindungan alam termasuk dalam kerangka aturan Syari‗at.5
Kehidupan liar (wildlife) termasuk dalam ketentuan yang dikenal dengan hima dalam aturan hukum
Islam. Konsep hima, menurut Omar Naseef adalah reserves established solely for the conservation of
wildlife and forest, from the core of the environmental legislation of Islam” (Kawasan yang didirikan
khusus untuk perlindungan kehidupan liar dan hutan, yang merupakan inti undang-undang lingkungan
Islam). Dengan demikian, hima adalah suatu usaha dalam melindungi hak-hak sumber daya alam yang
asli. Hima ditetapkan semata-mata untuk melestarikan kehidupan liar dan hutan. Dalam konsep sekarang,
seperti juga digunakan di Indonesia, hima ini sama fungsinya dengan cagar alam (nature reserve).
Rasulullah saw. mencagarkan wilayah sekitar Madinah sebagai hima untuk melindungi tumbuh-tumbuhan
dan kehidupan liar lainnya7, sebagaimana telah diungkapkan dimuka. Mencontoh Rasulullah saw.,
sejumlah Khalifah menetapkan pula beberapa hima. Khalifah Umar Ibn Khattab, misalnya, menetapkan
hima al-Syaraf dan Hima al-Rabdah yang cukup luas di dekat Dariyah. Khalifah Utsman Ibn ‗Affan,
memperluas Hima al-Rabdah tersebut yang diriwayatkan mampu menampung 1000 ekor binatang setiap
tahunnya. Sejumlah hima yang ditetapkan di Arabia Barat ditanami rumput sejak awal Islam dan
dianggap oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) sebagai contoh yang paling lama bertahan
dalam pengelolaan padang rumput secara bijaksana di dunia.
Kenyataan diatas memberikan pemahaman bahwa Islam, sejak zaman Rasulullah saw., telah
memperhatikan lingkungan sebagai salah satu penunjang penting bagi kehidupan umat manusia.
Memelihara lingkungan alam dalam Islam merupakan suatu keharusan, yang berarti bahwa memelihara
lingkungan alam adalah merupakan ibadah.
Syariat adalah suatu sistem nilai, dia ada untuk mewujudkan nilai-nilai yang melekat dalam konsep-
konsep utama Islam, seperti tauhid, khilafah, istishlah, halal dan haram. Tujuan utama dari sistem ini
adalah mewujudkan kesejahteraan umum yang universal bagi semua makhluk Tuhan, mencakup
kesejahteraan manusia di masa sekarang maupun di masa depan (akhirat). Tujuan kesejahteraan umum
yang universal adalah sesuatu yang khas dari syariat Islam dan merupakan implikasi penting dari konsep
tauhid. Manusia dapat mematuhi Yang Maha Pencipta dari segala kehidupan dengan cara bekerja demi
kesejahteraan umum yang universal bagi semua makhluk.9 Parameter tersebut dapat membedakan prilaku
umat Islam dalam mentaati aturan, karena jika suatu peraturan tercakup dalam unsur syari‗at maka ia
berarti mengandung unsur ibadah. Menjaga lingkungan alam adalah salah satu bentuk pelaksanaan
ibadah.
Surat pertama yg diturunkan ialah panggilan pada ilmu Iqra‘—bacalah , Surat kedua “Dan
pakaianmu bersihkanlah”(QS Al Mudatsir 4) norma ilmiah pertama yg memperkenalkan dan
memerintahkan prinsip suci yg diidentikkan dg bersuci/thaharah
Thaharah adalah membersihkan dan membebaskan sesuatu dari bakteri atau benda yg mengandung
bakteri, sedang sesuatu yg kotor atau mengandung jamur diidentikkan dg najis . Untuk menghilangkan
najis, Islam mensyariatkan utk menghilangkan bakteri, agar bersihnya meyakinkan disyaratkan hilangnya
warna, bau dan rasa
Petunjuk Allah tentang keselamatan dan kelestarian lingkungan :
QS Al Anbiya: 107 ―Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yg bertaubat dan
membersihkan diri”
QS 21: 107 ―Dan Kami tidak mengutusmu melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”
Al Hadis:‖Sayangilah yg dibumi niscaya kamu disayangi yg dilangit”
Pandangan Ibnu Sina tentang lingkungan dan Al Qanun Fi Thib
Lingkungan hayati/lingkungan organis adl semua bentuk kehidupan, dibagi 2:
a. Lingkungan nabati—hutan, taman, kebun, sawah, ladang dsb—penting utk kesehatan---
produksi oksigen, menyerap polusi, indah, hijau, menghindarkan banjir dsb, negatifnya:alergi,
keracunan dsb
b. Lingkungan hewani—banyak manfaat,al sumber gizi, tenaga binatang untuk transportasi, dsb,
sisi merugikan—vektor penyakit
Sedangkan lingkungan yang lain adalah lingkungan sosial dan ekonomi dimana semakin rendah tingkat
sosial seseorang, maka semakin mudah terkena penyakit
Ajaran Nabi tentang kelestarian lingkungan
Dalam film Ar Risalah ~Nabi dan para sahabat menghijaukan padang pasir , Nabi berpesan pada
para sahabat untuk tidak sekali-kali menebang pohon terutama buah-buahan, meski milik musuh
sekalipun , Nabi dan para sahabat selalu membuat perkebunan kurma, anggur, apel dsb , Rasul
mengajarkan bagaimana cara memelihara binatang yg baik, tidak boleh menyiksa, bahkan harus menaruh
kasih sayang, manusia tidak boleh Buang Air K di lubang yg mungkin ada binatangnya, terhadap ular di
liangnyapun kita tidak boleh mengganggu , kecuali jika binatang tsb langsung mengganggu lingkungan,
misl: ular berkeliaran di rumah kita yg langsung membahayakan, binatang-binatang yg langsung
membahayakan lingkungan harus dibunuh , misalnya :anjing gila, kalajengking, tikus, lipan, lalat,
nyamuk, lipas, pinjal dsb , Rasulullah menghargai sahabat yg menolong anjing yg kehausan dan
mengancam masuk neraka yg membiarkan kucingnya kelaparan , Untuk memelihara lingkungan juga
dikeluarkan peraturan misalnya Anjing tidak boleh berkeliaran dalam rumah, di pekarangan saja
Pencemaran lingkungan, terdapat dalam surat Al Qashash: 77 ―Dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” Ar
Rum: 41. ―Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka, agar mereka kembali(ke jalan yang benar”
Salah satu contoh pencemaran lingkungan adalah tragedi Minamata yang disebabkan oleh PT. Chisso
di desa Minamata , pada tahun 1908 didirikan industri listrik , 1932 didirikan industri kimia yaitu produk
asetaldehida—PVC, pewarna kuku dsb, limbah tersebut dibuang ke pantai sehingga mengakibatkan
keracunan Mercuri , Kandungan Mercuri pada rambut janin 25 ppm , pada tahun 1969 dilakukan tuntutan
hukum dan pada tahun 1973, pengadilan Propinsi Kumamoto mengabulkan tuntutan hukum pencemaran
lingkungan.
Islam dan hewan
Dalam buku-buku sejarah tentang Rasulullah saw. diriwayatkan bahwa pribadi Rasulullah saw.
berperangai sangat kasih kepada bangsa hewan. Rasulullah saw. melarang orang yang membebani
binatang (onta, domba) dengan muatan beban yang berat. Rasulullah saw. memerintahkan agar
menunggang binatang dengan laku perbuatan yang baik, dan binatang tersebut haruslah sedang dalam
keadaan sehat. Rasulullah saw. menyuruh orang yang kebetulan memelihara binatang agar
memeliharanya dengan baik. Jika binatang tersebut hendak dikonsumsi, hendaklah ia dalam keadaan baik
pula, tidak dalam kesakitan. Rasulullah saw. melarang orang membunuh binatang, kecuali binatang yang
hendak dikonsumsi.
Perlakuan dan sikap Rasulullah saw. terhadap binatang, antara lain terlihat pada suatu peristiwa
ketika Rasulullah saw. bepergian bersama para sahabatnya, termasuk Ibnu Mas‗ud – yang meriwayatkan
hadis ini. Dalam perjalanan, ketika Rasulullah saw. berhajat, sahabat-sahabat Nabi melihat seekor burung
yang mempunyai dua ekor anak, lalu sahabat mengambil kedua anak burung tersebut. Induk burung itu
datang dan terbang diatas kepala mereka. Ketika menyaksikan hal itu Rasulullah saw. bersabda:
‗Siapakah yang menyusahkan burung ini dengan mengambil anaknya ? Kembalikan kepadanya
anaknya.” Selain itu, Nabi melarang menyiksa atau membakar binatang dengan api. Hal ini terlihat pada
kelanjutan riwayat perjalanan Rasulullah saw. bersama sahabat-sahabat, seperti yang diceritakan oleh
Ibnu Mas‗ud diatas: ―Kemudian Nabi melihat sarang semut terbakar, maka beliau bertanya: Sipa yang
membakar ini ? Jawab kami: “Kamilah yang membakarnya ya Rasulullah”. Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak harus menyiksa dengan api, kecuali Tuhan yang menjadikan api itu.” Banyak hal yang dapat
dipelajari dari kebijakan-kebijakan dan kearifan Rasulullah saw. melalui riwayat-riwayat hadis mengenai
makhluk hidup. Kepedulian Rasulullah saw. terhadap pelestarian alam dan lingkungan hidup memang
telah mencakup karena risalah yang dibawanya adalah untuk mengadakan perbaikan di segala bidang
(ishlah), dan tetap relevan untuk dapat diimplementasikan oleh umat manusia di segala zaman. Dalam
Islam, hak azasi binatang juga dilindungi, sebagaimana kisah perjalanan sahabat bersama Rasulullah saw.
diatas. Suatu yang khas dari hukum Islam bahwa semua binatang mempunyai hak hukum yang harus
dilaksanakan oleh negara. Ahli hukum Islam klasik, Izzudin Ibn Abdis Salam, menetapkan bahwa hak-
hak binatang menjadi salah satu unsur syariat.
Hak-hak binatang atas manusia, menurut Izzudin, adalah bahwa manusia harus menyediakan
makanan bagi mereka. Jika binatang tersebut sudah tua atau sakit yang mengakibatkan tidak
menguntungkan lagi bagi manusia, manusia tidak boleh membebaninya melebihi kemampuan binatang
tersebut, tidak boleh meletakkan binatang itu bersama dengan segala sesuatu yang dapat melukainya, baik
yang berasal dari binatang jenisnya sendiri ataupun dari jenis binatang lain, yang dapat menanduk atau
menggigitnya. Manusia harus menjagal hewan dengan cara yang baik, tidak boleh mengulitinya atau
mematahkan tulangnya sehingga tubuhnya menjadi dingin dan nyawanya melayang.14 Lebih jauh lagi,
dalam rumusan Izzuddin Abdus Salam, manusia tidak boleh membunuh anak-anak binatang di depan
binatang itu, tetapi harus memisahkan mereka terlebih dahulu. Manusia harus memberi kenyamanan pada
tempat istirahat dan tempat minum binatang peliharaannya. Manusia harus nmenempatkan binatang yang
jantan dan betina bersama-sama pada musim kawin.
Manusia tidak boleh membuang binatang yang danggap sebagai binatang buruan, dan tidak boleh
menembak mereka dengan apapun yang membuat tulang mereka patah, atau menghancurkan tubuh
mereka dengan cara apa saja yang membuat daging mereka tidak sah untuk dimakan.15 Dari ketentuan-
ketentuan demikian, jelaslah bahwa perlakuan baik kepada binatang, baik binatang peliharaan maupun
binatang liar, sangat ditekankan dalam Islam, kecuali jika binatang tersebut sudah membahayakan nyawa
manusia. Bagi binatang liar, alam kehidupan mereka sepatutnya dipelihara untuk kelangsungan hidup
mereka. Perburuan dan penebangan hutan yang tidak terkendali tentunya akan mengusik dan membuat
kehidupan hewan liar semakin tergusur, bahkan akan punah. Pada masa sekarang ini, pemanfaatan tenaga
binatang untuk membantu manusia masih sangat vital sifatnya. Di beberapa daerah di Indonesia, masih
banyak terdapat pemanfaatan hewan untuk kepentingan manusia, seperti kerbau atau sapi untuk
membajak. Kuda, kerbau, atau sapi untuk jasa angkutan, dan lain-lainnya. Demikian pula, beberapa
populasi hewan liar semakin berkurang bahkan sebagian sudah punah karena habitatnya terganggu atau
sengaja diburu untuk diambil kulit, taring, ataupun bulunya.
Beberapa jenis species (binatang) dikurung untuk dijadikan mainan dan kepuasan mata dan hati
manusia. Selain itu, banyak hewan yang dijadikan percobaan untuk pengujian obat-obatan dalam dunia
kedokteran. Tidak jarang binatang tersebut diperlakukan secara kejam atau tidak memperdulikan hak-hak
mereka untuk hidup. Padahal fakta ilmiah menunjukkan bahwa binatang juga mengalami rasa sakit dan
stress, sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh manusia. Demikian gambaran perlakuan ―manusia
modern‖ terhadap kehidupan binatang. Masih banyak yang belum menyadari bahwa binatang-binatang
tersebut juga mempunyai hak untuk diperlakukan dengan baik, bahkan mereka sesungguhnya juga
mempunyai hak azasi .
POLA KONSUMSI MANUSIA
Di dalam Al-Quran, sebagai sumber utama syari‗at Islam, Allah SWT secara jelas menyebutkan
tentang makanan yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan. Hal tersebut dapat disimak, antara
lain, dalam Surat Al-Baqarah ayat 172 dan 173. ―Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara
rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar
hanya kepadaNya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tdak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” Dalam syari‗at Islam, berdasarkan ayat diatas, dan seperti yang diterapkan dalam hukum
fikih, ketetapan-ketetapan hukum juga ditetapkan dalam menjaga prilaku konsumsi manusia. Syari‗at
Islam sangat tegas dengan legitimasi praktis yang mempunyai dampak umum terhadap prilaku konsumsi.
Jika dilihat, prilaku memilih makanan yang baik dan halal (halalan thayyiban) terlihat jelas mempunyai
korelasi erat dengan aspek kepentingan lingkungan dan ekosistem. Umpamanya, dalam kerangka fikih,
diharamkan memakan segala burung yang bercakar, seperti rajawali (elang) dan segala burung bercakar
yang memakan bangkai. Ahli ekologi sepakat bahwa perang burung-burung bercakar dan pemakan
daging sangat diperlukan untuk menjaga ekosistem, karena mengurangi hama tikus. Burung kondor –
pemakan bangkai—di Afrika merupakan salah satu top predator yang sangat penting menjaga
keseimbangan ekosistem savana Afrika.
Ketentuan fikih mengharamkan memakan segala binatang yang bertaring, seperti singa, harimau,
serigala, beruang, kucing, gajah, dan lain-lainnya. Dari aspek ekologi, kehadiran binatang binatang
tersebut diperlukan untuk keseimbangan ekosistem. Jika populasi harimau berkurang karena dikonsumsi
manusia, umpamanya, maka jumlah babi hutan akan meningkat. Demikianlah, syari‗at Islam melarang
pula memakan binatang-binatang lain seperti babi, anjing, binatang buas dan binatang pemakan bangkai
lainnya, termasuk binatang-binatang yang hidup di air kecuali ikan. Jika ekploitasi yang dilakukan untuk
konsumsi manusia tidak dikendalikan, maka tentunya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri --
karena adakalanya binatang tersebut tidak sehat untuk dikonsumsi, bahkan menimbulkan penyakit-- dan
merusak ekosistem di alam ini. Peranan penting syari‗at sebagai solusi menghadapi prilaku konsumsi
manusia sekarang ini merupakan hal yang mendesak. Banyak sekali perubahan yang terjadi pada alam,
termasuk punahnya beberapa species hewan di muka bumi ini diakibatkan perburuan, perdagangan (baik
legal maupun illegal), yang ujungnya adalah untuk konsumsi manusia, baik secara langsung ataupun
tidak. Punahnya species dapat juga diakibatkan kehilangan habitat karena harus berkompetisi dan berebut
lahan dengan manusia. Pola konsumsi yang telah ditetapkan dalam Islam merupakan suatu legitimasi kuat
ajaran Islam yang digolongkan kedalam urusan ubudiyah. Dengan demikian, mentaatinya akan mendapat
pahala. Allah SWT menganjurkan agar manusia memakan makanan yang baik-baik, sebagaimana
firmanNya, antara lain, dalam Surat An-Nahl ayat 114:
―Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah
nikmat Allah, jika kamu hanya kepadaNya menyembah. (QS, 2:172)
Berdasarkan ayat ini, para ahli hukum Islam, melalui fikih, menetapkan halal dan haram binatang
tertentu. Dengan demikian, hal ini akan sangat menolong determinasi mengenai hewan mana yang boleh
dimakan dan mana yang tidak boleh dimakan oleh seorang muslim. Segala bentuk larangan dan
kebolehan dalam fikih yang diformulasikan oleh para fuqaha, selain sebagai ibadah, adalah juga
mempunyai misi kuat terhadap pelestarian alam dan lingkungan. Pada zaman sekarang, konsep halal dan
haram ini, secara tidak disadari, merupakan cikal bakal kesamaan pandangan masyarakat modern dalam
mengarahkan para konsumen untuk mengkonsumsi produk yang berwawasan lingkungan melalui
mekanisme ekolabel atau label hijau (green label). Setiap produk makanan diberikan label ―halal yang
dapat dikonotasikan bahwa seorang muslim aman untuk mengkonsumsinya.