KSPR van

37
BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang mempunyai jumlah penduduk yang besar, selama ini masih mempunyai suatu permasalahan yang masih sulit untuk ditanggulangi yaitu tingginya angka kematian bayi lahir (perinatal). Walaupun perkembangan teknologi di bidang kesehatan sudah semakin pesat dan canggih, namun permasalahan tersebut masih belum dapat diatasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan resiko kehamilan seperti faktor biologik, keturunan dan lingkungan disekitar ibu hamil. Untuk itu pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengantisipasinya dengan melakukan deteksi sejak dini, yaitu dengan menggunakan bantuan tenaga bidan atau kader-kader yang telah dilatih untuk memantau perkembangan kondisi kesehatan ibu hamil dari masa kehamilan sampai pada masa kelahiran Untuk itu digunakan suatu alat pendeteksi yaitu Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) yang dikeluarkan oleh Departemen Save Motherhood Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. Setiap tahun kira-kira 3,5 juta kehamilan mencapai viabilitas (gestasi 22 sampai 24 minggu), tetapi dari 1

Transcript of KSPR van

BAB 1

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang mempunyai jumlah

penduduk yang besar, selama ini masih mempunyai suatu permasalahan yang

masih sulit untuk ditanggulangi yaitu tingginya angka kematian bayi lahir

(perinatal). Walaupun perkembangan teknologi di bidang kesehatan sudah

semakin pesat dan canggih, namun permasalahan tersebut masih belum dapat

diatasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor yang

berpengaruh terhadap kondisi dan resiko kehamilan seperti faktor biologik,

keturunan dan lingkungan disekitar ibu hamil. Untuk itu pemerintah

Indonesia telah berusaha untuk mengantisipasinya dengan melakukan deteksi

sejak dini, yaitu dengan menggunakan bantuan tenaga bidan atau kader-kader

yang telah dilatih untuk memantau perkembangan kondisi kesehatan ibu hamil

dari masa kehamilan sampai pada masa kelahiran Untuk itu digunakan suatu

alat pendeteksi yaitu Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) yang dikeluarkan

oleh Departemen Save Motherhood Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo

Surabaya.

Setiap tahun kira-kira 3,5 juta kehamilan mencapai viabilitas (gestasi 22

sampai 24 minggu), tetapi dari angka ini sedikitnya 30.000 janin gagal bertahan

hidup. Kira-kira dengan jumlah yang sama, bayi baru lahir meninggal selama

bulan pertama kehidupan. Kehamilan Risiko Tinggi merupakan salah satu

masalah paling kritis dalam asuhan keperawatan dan medis modern. Penekanan

diberikan pada keamanan kelahiran janin normal yang dapat berkembang sampai

potensial maksimum mereka. Kemajuan penelitian ke depan memungkinkan

tekhnologi mencapai tingkat keperawatan kesehatan perinatal yang jauh lebih baik

dari sebelumnya.

Kartu Skor Poedji Rochjati digunakan pertama kali pada tahun 1992-

1993 pada proyek penelitian di Kabupaten Probolinggo. Sejak saat itu Kartu

Skor Poedji Rochjati digunakan untuk skrining antenatal, yang diharapkan

dapat mendeteksi sejak dini adanya tingkat resiko kehamilan yang dialami ibu

1

hamil, sehingga dari hasil pengamatan tersebut diharapkan dapat membantu

meminimalkan tingkat kematian bayi lahir. Pentingnya deteksi sejak dini

terhadap resiko kehamilan diharapkan mampu digunakan sebagai acuan awal

untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk mengetahui besarnya

pengaruh faktor intern, lingkungan dan biologik terhadap timbulnya kematian

perinatal. Untuk itu diperlukan adanya suatu penelitian yang dapat

menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingginya angka

kematian perinatal (bayi lahir) dan pola hubungan atau kecenderungan antara

faktor-faktor tersebut.

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Resiko Tinggi

Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan dimana ibu hamil maupun janin

yang dikandungnya berada dalam risiko kematian ataupun kesakitan selama

kehamilannya, persalinannya maupun setelah kelahirannya (post partum). Angka

kejadian kehamilan risiko tinggi kurang lebih 20 % dari semua kehamilan.

Pengenalan adanya Risiko Tinggi Ibu Hamil dilakukan melalui skrining

atau deteksi dini adanya faktor risiko secara proaktif pada semua ibu hamil, sedini

mungkin pada awal kehamilan oleh petugas kesehatan atau non kesehatan yang

terlatih di masyarakat, misalnya ibu-ibu PKK, Kader Karang Taruna, ibu hamil

sendiri, suami atau keluarga. Kegiatan skrining antenatal, melalui kunjungan

rumah merupakan langkah awal dari pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan

termasuk salah satu upaya antisipasi untuk mencegah terjadinya kematian ibu.

Skrining pertama dilakukan untuk memisahkan kelompok ibu hamil tanpa

risiko dari kelompok dengan faktor risiko. Risiko Tinggi Ibu hamil dengan faktor

risikonya dapat diamati dan ditemukan sedini mungkin pada awal kehamilan pada

ibu hamil yang masih sehat dan merasa sehat. Kemudian pada setiap kontak

dilakukan skrining berulang, secara periodik berulang 6 kali selama kehamilan

sampai hamil genap enam bulan.

Tujuan Skrining Antenetal adalah :

1. Melakukan deteksi dini Risiko Tinggi ibu hamil dengan macam faktor

risikonya.

2. Menemukan Ibu Risiko Tinggi dengan pengertian kemungkinan terjadinya

risiko kematian atau kesakitan pada ibu dan atau bayinya.

3. Memberi penyuluhan dalam bentuk Komunikasi Informasi Edukasi (KIE),

mengenai kondisi ibu dan janin kepada ibu hamil, suami dam keluarga, agar

3

tahu, peduli dan patuh untuk persiapan mental, biaya dan transportasi dalam

pengambilan keputusan untuk perencanaan tempat dan penolong menuju

persalinan aman.

4. Membantu untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan cara memberi

informasi, adanya faktor risiko dan kelompok risiko pada ibu hamil.

5. Menentukan pengambilan keputusan oleh ibu hamil dan keluarganya.

2.2 Kartu Skor Poedji Rochyati

Kriteria yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti dari berbagai institut

berbeda-beda, namun dengan tujuan yang sama mencoba mengelompokkan

kasus-kasus risiko tinggi. Menurut Poedji Rochyati dkk. Mengemukakan kriteria

KRT sebagai berikut: Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau

kemungkinan untuk terjadinya suatu keadaan gawat-darurat yang tidak diinginkan

pada masa mendatang, seperti kematian, kesakitan, kecacatan, ketidak nyamanan,

atau ketidak puasan (5K) pada ibu dan bayi.

Ukuran risiko dapat dituangkan dalam bentuk angka disebut

SKOR. Digunakan angka bulat di bawah 10, sebagai angka dasar 2, 4 dan 8 pada

tiap faktor untuk membedakan risiko yang rendah, risiko menengah, risiko

tinggi. Berdasarkan jumlah skor kehamilan dibagi tiga kelompok:

1. Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

Kehamilan tanpa masalah / faktor risiko, fisiologis dan kemungkinan besar

diikuti oleh persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat.

2. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10

Kehamilan dengan satu atau lebih faktor risiko, baik dari pihak ibu maupun

janinnya yang memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu

maupun janinnya, memiliki risiko kegawatan tetapi tidak darurat.

3. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12

Kehamilan dengan faktor risiko:

4

Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan darurat bagi

jiwa ibu dan atau banyinya, membutuhkan di rujuk tepat waktu dan

tindakan segera untuk penanganan adekuat dalam upaya menyelamatkan

nyawa ibu dan bayinya.

 Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, tingkat risiko kegawatannya

meningkat, yang membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit

oleh dokter Spesialis. (Poedji Rochjati, 2003).

Batasan pengisian skrining antenatal deteksi dini ibu hamil risiko tinggi

dengan menggunakan kartu skor Poedji Rochjati berupa kartu skor yang

digunakan sebagai alat skrining antenatal berbasis keluarga guna menemukan

faktor risiko ibu hamil, untuk selanjutnya dilakukan upaya terpadu guna

menghindari dan mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi obstetrik pada

saat persalinan.

Manfaat Kartu Skor Poedji Rochjati antara lain untuk :

1. Menemukan faktor risiko Bumil

2. Menentukan Kelompok Risiko Bumil

3. 3. Alat pencatat Kondisi Bumil

Setiap ibu hamil diharapkan mempunyai satu Kartu Skor Poedji Rochjati atau

Buku KIA dan senantiasa dipantau kondisinya oleh Ibu PKK, Kader Posyandu,

Tenaga Kesehatan. Kartu Skor Poedji Rochjati disusun dengan format kombinasi

antara check list dan sistem skor. Check list dari 19 faktor risiko dengan skor

untuk masing-masing tenaga kesehatan maupun non kesehatan PKK ( termasuk

ibu hamil, suami dan keluarganya ) mendapat pelathan dapat menggunakan dan

mengisinya.

Fungsi Skor Poedji Rochjati yaitu :

1. Melakukan skrining atau deteksi dini Risiko Tinggi Ibu Hamil

2. Memantau kondisi ibu dan janin selama kehamilan

3. Mencatat dan melapor keadaan kehamilan, persalinan dan nifas

5

4. Memberi pedoman penyuluhan untuk persalinan aman berencana

5. Validasi data mengenai perawatan ibu selama kehamilan, persalinan,nifas

dengan kondisi ibu dan bayinya.

Sistim skor digunakan untuk lebih memudahkan meneruskan aspek

edukasi mengenai berat ringannya risiko kepada ibu hamil, suami dan keluarga.

Skor dengan nilai 2,4 dan 8 merupakan ukuran atau bobot risiko dari tiap faktor

risiko. Sedangkan jumlah skor yang dibuat pada setiap melakukan kontak

merupakan prakiraan besarnya risiko persalinan dengan perencanaan pencegahan.

Kartu Skor Poedji Rochjati sebagai gabungan antara checklist dari kondisi

ibu hamil atau faktor risiko dengan masing-masing skornya, dikembangkan

sebagai suatu teknologi sederhana, mudah, dapat diterima, cepat digunakan oleh

tenaga non professional PKK, Dukun, guru dll. dengan biaya yang terjangkau oleh

masyarakat dan pemerintah. Cara pemberian skor adalah sebagai berikut :

1. Skor awal X, sama untuk semua ibu hamil.

2. Skor awal X+Y, nilai Y adalah skor dari faktor risiko kelompok I ditemukan

pada kontak pertama, misalnya bekas seksio atau faktor risiko lain berasal dari

kelompok faktor risiko I, II, dan III.

3. Jumlah skor tetap atau bertambah, bila timbul faktor risiko lain, tetapi tidak

menjadi berkurang.

Jumlah skor tidak akan berkurang walaupun gejala klinis dari faktor risiko

tersebut tidak ada, karena risiko dari faktor risiko tersebut tetap ada dan gejalanya

setiap saat dapat timbul kembali. Dengan jumlah skor tidak diturunkan akan

mempengaruhi kepedulian dan kewaspadaan untuk tetap ada pada ibu hamil

keluarganya, PKK, Dukun, dan tenaga kesehatan.

6

KELOMPOK

NO

KEADAAN NILAI

I. (ada potensi risiko/

1 Terlalu muda, hamil ≤ 16 th2 a. Terlalu lambat hamil I, kawin ≥ 4

th

7

potensi gawat)

b. Terlalu tua, hamil I ≥ 35 th3 Terlalu cepat hamil lagi (< 2 th)4 Terlalu lama hamil lagi (≥ 10 th)5 Terlalu banyak anak 4/lebih6 Terlalu tua, umur ≥ 35 tahun7 Terlalu pendek ≤ 145 cm8 Pernah gagal kehamilan9 Pernah melahirkan dengan (FE/ Vak

ekstraksi, Manual Plasenta dan diberi infuse/transfusi)

10 Pernah operasi caesarII. (ada risiko/ ada gawat)

11 Penyakit pada ibu hamila. Kurang darah b. Malariac. TBC Parud. D. Cordise. DMf.Penyakit Menular Seksual

12 Bengkak pada muka/tungkai dan tekanan darah tinggi

13 Hamil kembar 2 atau lebih14 Hamil kembar air (hidramnion)15 Bayi mati dalam kandungan16 Kehamilan lebih bulan17 Presentasi sungsang18 Letak lintang

III. (ada gawat-darurat)

19 APB20 Eklampsia

JUMLAH NILAI TOTAL =

Cara Pemberian SKOR:

1. Skor 2: Kehamilan Risiko Rendah (KRR)

Untuk umur dan paritas pada semua ibu hamil sebagai skor awal

2. Skor 4: Kehamilan Risiko Tinggi (KRT)

Untuk tiap faktor risiko

3.  Skor 8: Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST)

Untuk bekas operasi sesar, letak sungsang, letak lintang, perdarahan

antepartum dan pre-eklamsia berat / eklamsia (Poedji Rochjati, 2003). (Poedji

Rochjati, 2003).

Alat Skrening / Deteksi Dini Rersiko Ibu Hamil berupa :

8

Alat untuk melakukan skrining adalah Kartu Skor Poedji Rochjati

Format : kartu skor disusun dengan format kombinasi antara cecklis dan system

skor. Cecklis dari 19 faktor resiko dengan skor untuk masing-masing tenaga

kesehatan maupun non kesehatan PKK (termasuk ibu hamil, suami dan

keluarganya) mendapat pelathan dapat menggunakan dan mengisinya. Bila SKOR

12 atau lebih dianjurkan bersalin di RS / SpOG (Poedji Rochjati, 2003).

2.3 Faktor Resiko

A. Ada Potensi Gawat Obstetri / APGO (kehamilan yang perlu diwaspadai)

1. Primi muda

Ibu hamil pertama pada umur ≤ 16 tahun, rahim dan panggul

belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan

keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan. Selain itu mental ibu

belum cukup dewasa.

Bahaya yang mungkin terjadi antara lain:

Bayi lahir belum cukup umur

Perdarahan bisa terjadi sebelum bayi lahir

Perdarahan dapat terjadi sesudah bayi lahir. (Poedji Rochjati, 2003).

2. Primi tua

a) Lama perkawinan ≥ 4 tahun

Ibu hamil pertama setelah kawin 4 tahun atau lebih dengan kehidupan

perkawinan biasa:

Suami istri tinggal serumah

Suami atau istri tidak sering keluar kota

Tidak memakai alat kontrasepsi (KB)

           

Bahaya yang terjadi pada primi tua:

9

Selama hamil dapat timbul masalah, faktor risiko lain oleh karena

kehamilannya, misalnya pre-eklamsia.

Persalinan tidak lancer. (Poedji Rochjati, 2003).

b) Pada umur ibu ≥ 35 tahun

Ibu yang hamil pertama pada umur ≥ 35 tahun. Pada usia

tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu dan organ kandungan yang

menua. Jalan lahir juga tambah kaku. Ada kemungkinan lebih besar

ibu hamil mendapatkan anak cacat, terjadi persalinan macet dan

perdarahan. Bahaya yang terjadi antara lain:

Hipertensi / tekanan darah tinggi

Pre-eklamsia

Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan

Persalinan tidak lancar atau macet: ibu mengejan lebih dari satu

jam, bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan

lahir biasa.

Perdarahan setelah bayi lahir

Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2500 gr.

(Poedji Rochjati, 2003).

Usia ibu hamil 35 tahun ke atas dapat berisiko mengalami kelainan-

kelainan antara lain:

Frekuensi mola hidantidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal

atau akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai

pada wanita berusia lebih dari 45 tahun.

Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat 26%

pada mereka yang usianya lebih dari 45 tahun

Wanita bukan kulit putih berusia 35 sampai 44 tahun lima kali lebih

mungkin mengalami kehamilan ektopik daripada wanita kulit

putih berusia 15 sampai 24 tahun.

10

Risiko nondisjungsi meningkat seiring dengan usia ibu. Oosit

tertahan dalam midprofase dari miosis 1 sejak lahir sampai ovulasi,

penuaan diperkirakan merusak kiasma yang menjaga agar pasangan

kromosom tetap menyatu. Apabila miosis dilanjutkan sampai

selesai pada waktu ovulasi, nondisjungsi menyebabkan salah satu

gamet anak mendapat dua salinan dari kromosom yang

bersangkutan, sehingga terbentuk trisomi, anak lahir dengan cacat

bawaan sindrom down. (F. Garry C, add all, 2001)

3. Anak terkecil < 2 tahun

Ibu hamil yang jarak kelahiran dengan anak terkecil kurang dari 2

tahun. Kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat. Ada

kemungkinan ibu masih menyusui. Selain itu anak masih butuh asuhan

dan perhatian orang tuanya. Bahaya yang dapat terjadi:

Perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu lemah

Bayi prematur / lahir belum cukup bulan, sebelum 37 minggu

Bayi dengan berat badan rendah / BBLR < 2500 gr. (Poedji Rochjati,

2003).

4. Primi tua sekunder

Ibu hamil dengan persalinan terakhir ≥ 10 tahun yang lalu. Ibu

dalam kehamilan dan persalinan ini seolah-olah menghadapi persalinan

yang pertama lagi.Kehamilan ini bisa terjadi pada:

Anak pertama mati, janin didambakan dengan nilai sosial tinggi

Anak terkecil hidup umur 10 tahun lebih, ibu tidak ber-KB.

Bahaya yang dapat terjadi:

Persalinan dapat berjalan tidak lancar

Perdarahan pasca persalinan

 Penyakit ibu: Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes, dan lain-

lain. (Poedji Rochjati, 2003).

11

5. Grande multi

Ibu pernah hamil / melahirkan 4 kali atau lebih. Karena ibu sering

melahirkan maka kemungkinan akan banyak ditemui keadaan:

Kesehatan terganggu: anemia, kurang gizi

Kekendoran pada dinding perut

Tampak ibu dengan perut menggantung

Kekendoran dinding rahim

Bahaya yang dapat terjadi:

Kelainan letak, persalinan letak lintang

Robekan rahim pada kelainan letak lintang

Persalinan lama

Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).

Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali

atau lebih hidup atau mati. (Rustam M., 1999). Pada grandemultipara bisa

menyebabkan:

Solusio plasenta

Plasenta previa. (F. Garry C, add all, 2001)

6. Umur 35 tahun atau lebih

Ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut

terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak

lentur lagi. Selain itu ada kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam

tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi:

Tekanan darah tinggi dan pre-eklamsia

Ketuban pecah dini

Persalinan tidak lancar / macet

Perdarahan setelah bayi lahir. (Poedji Rochjati, 2003).

12

7. Tinggi badan 145 cm atau kurang

Terdapat tiga batasan pada kelompok risiko ini:

Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian khusus. Luas

panggul ibu dan besar kepala janin mungkin tidak proporsional, dalam

hal ini ada dua kemungkinan yang terjadi:

o Panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata sempit dengan janin /

kepala tidak besar.

o Panggul ukuran normal tetapi anaknya besar / kepala besar

Ibu hamil kedua, dengan kehamilan lalu bayi lahir cukup bulan tetapi

mati dalam waktu (umur bayi) 7 hari atau kurang.

Ibu hamil kehamilan sebelumnya belum penah melahirkan cukup

bulan, dan berat badan lahir rendah < 2500 gram. Bahaya yang dapat

terjadi: persalinan berjalan tidak lancar, bayi sukar lahir, dalam

bahaya. Kebutuhan pertolongan medik : persalinan operasi sesar.

(Poedji Rochjati, 2003).

8. Riwayat obstetric jelek (ROJ)

Dapat terjadi pada ibu hamil dengan:

Kehamilan kedua, dimana kehamilan yang pertama mengalami:

o Keguguran

o Lahir belum cukup bulan

o Lahir mati

o  Lahir hidup lalu mati umur ≤ 7 hari

o  Kehamilan ketiga atau lebih, kehamilan yang lalu pernah

mengalami keguguran ≥ 2 kali

o Kehamilan kedua atau lebih, kehamilan terakhir janin mati

dalam kandungan

13

Bahaya yang dapat terjadi:

Kegagalan kehamilan dapat berulang dan terjadi lagi, dengan tanda-

tanda pengeluaran buah kehamilan sebelum waktunya keluar darah,

perut kencang.

Penyakit dari ibu yang menyebabkan kegagalan kehamilan, misalnya:

Diabetes mellitus, radang saluran kencing, dll. (Poedji Rochjati, 2003).

9. Persalinan yang lalu dengan tindakan

Persalinan yang ditolong dengan alat melalui jalan lahir biasa atau

per-vaginam:

Tindakan dengan cunam / forcep / vakum. Bahaya yang dapat terjadi:

Robekan / perlukaan jalan lahir

Perdarahan pasca persalinan

Uri manual, yaitu: tindakan pengeluaran plasenta dari rongga rahim

dengan menggunakan tangan. Tindakan ini dilakukan pada keadaan

bila:

o Ditunggu setengah jam uri tidak dapat lahir sendiri

o Setelah bayi lahir serta uri belum lahir terjadi perdarahan

banyak > 500 cc

Bahaya yang dapat terjadi:

Radang, bila tangan penolong tidak steril

Perforasi, bila jari si penolong menembus rahim

Perdarahan

Ibu diberi infus / tranfusi pada persalinan lalu. Persalinan yang lalu

mengalami perdarahan pasca persalinan yang banyak lebih dari 500 cc,

sehingga ibu menjadi syok dan membutuhkan infus, serta transfusi darah.

(Poedji Rochjati, 2003).

10. Bekas operasi sesar

Ibu hamil, pada persalinan yang lalu dilakukan operasi sesar. Oleh

karena itu pada dinding rahim ibu terdapat cacat bekas luka

14

operasi. Bahaya pada robekan rahim : kematian janin dan kematian ibu,

perdarahan dan infeksi. (Poedji Rochjati, 2003).

B. Ada Gawat Obstetri / AGO (tanda bahaya pada saat kehamilan, persalinan,

dan nifas)

1. Penyakit pada ibu hamil

a) Anemia (kurang darah)

Keluhan yang dirasakan ibu hamil:

Lemah badan, lesu, lekas lelah

Mata berkunang-kunang

Jantung berdebar

Dari inspeksi didapatkan keadaan ibu hamil:

Pucat pada muka

Pucat pada kelopak mata, lidah dan telapak tangan.

Dari hasil Laboratorium:

Kadar Hb < 11 gr%

Pengaruh anemia pada kehamilan:

Menurunkan daya tahan ibu hamil, sehingga ibu mudah sakit

Menghambat pertumbuhan janin, sehingga janin lahir dengan berat

badan lahir rendah

Persalinan premature

Bahaya yang dapat terjadi bila terjadi anemia berat (Hb < 6 gr%):

Kematian janin mati

Persalinan prematur, pada kehamilan < 37 minggu

Persalinan lama

Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).

Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar

Hemoglobin di bawah 11 g% pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5

g% pada trimester 2. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok

15

dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun tidak terjadi

perdarahan. Juga bagi hasil konsepsi, anemia dalam kehamilan

memberi pengaruh kurang baik, seperti:

kematian mudigah

kematian perinatal

prematuritas

dapat terjadi cacat bawaan

cadangan besi kurang. (Abdul Bari S., 2002)

b) Malaria

Keluhan yang dirasakan ibu hamil, adalah:

Panas tinggi

Menggigil, keluar keringat

Sakit kepala

Muntah-muntah

Bila penyakit malaria ini disertai dengan panas yang tinggi dan

anemia, maka akan mengganggu ibu hamil dan kehamilannya.

Bahaya yang dapat terjadi:

Abortus

IUFD

Persalinan premature. (Poedji Rochjati, 2003).

c) Tuberculosa paru

Keluhan yang dirasakan:

Batuk lama tak sembuh-sembuh

Tidak suka makan

Badan lemah dan semakin kurus

Batuk darah

Penyakit ini tidak secara langsung berpengaruh pada janin.

Janin baru tertular setelah dilahirkan. Jika TBC berat dapat

menurunkan fisik ibu, tenaga, dan ASI ikut berkurang.

16

Bahaya yang dapat terjadi:

Keguguran

Bayi lahir belum cukup umur

Janin mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).

d) Payah jantung

Keluhan yang dirasakan:

Sesak napas

Jantung berdebar

Dada terasa berat, kadang-kadang nyeri

Nadi cepat

Kaki bengkak

Bahaya yang dapat terjadi:

Payah jantung bertambah berat

Kelahiran prematur

Dalam persalinan:

o BBLR

o Bayi dapat lahir mati. (Poedji Rochjati, 2003).

Penyakit jantung memberi pengaruh tidak baik kepada

kehamilan dan janin dalam kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia

dan sianosis, hasil konsepsi dapat menderita pula dan mati, yang

kemudian disusul oleh abortus. (Abdul Bari S., 2002)

e)  Diabetes mellitus

Dugaan adanya kencing manis pada ibu hamil apabila:

Ibu pernah mengalami beberapa kali kelahiran bayi yang besar

Pernah mengalami kematian janin dalam rahim pada kehamilan

minggu-minggu terakhir

Ditemukan glukosa dalam air seni (Glikosuria)

Bahaya yang dapat terjadi:

Persalinan prematur

17

Hydramnion

Kelainan bawaan

Makrosomia

Kematian janin dalam kandungan sesudah kehamilan minggu ke-

36

Kematian bayi perinatal (bayi lahir hidup, kemudian mati < 7

hari). (Poedji Rochjati, 2003).

Diabetes mempengaruhi timbulnya komplikasi dalam kehamilan

sebagai berikut:

pre-eklamsia

kelainan letak janin

insufisiensi plasenta

Diabetes sebagai penyulit yang sering dijumpai dalam persalinan

ialah:

inersia uteri dan atonia uteri

distosia bahu karena anak besar

lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan, termasuk seksio

sesar

lebih mudah terjadi infeksi angka kematian maternal lebih tinggi

Diabetes lebih sering mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis,

dan menghambat penyembuhan luka jalan lahir, baik ruptur perinea

maupun luka episiotomi.  (Hanifa Wiknjosastro, 1999)

f) HIV / AIDS

Bahaya yang dapat terjadi:

Terjadi gangguan pada sistem kekebalan tubuh dan ibu hamil

mudah terkena infeksi

Kehamilan memperburuk progesifitas infeksi HIV, HIV pada

kehamilan adalah pertumbuhan intra uterin terhambat dan berat

lahir rendah, serta peningkatan risiko prematur

18

Bayi dapat tertular dalam kandungan atau tertular melalui ASI.

(Poedji Rochjati, 2003).

g) Toksoplasmosis

Toksoplasmosis penularannya melalui makanan mentah atau

kurang masak, yang tercemar kotoran kucing yang terinfeksi. Bahaya

yang dapat terjadi:

Infeksi pada kehamilan muda menyebabkan abortus

Infeksi pada kehamilan lanjut menyebabkan kelainan kongenital,

hidrosefalus. (Poedji Rochjati, 2003).

2. Pre-Eklamsia ringan

Tanda-tanda:

Edema pada tungkai, muka, karena penumpukan cairan disela-sela

jaringan tubuh

Tekanan darah tinggi

Dalam urin terdapat Proteinuri

Sedikit bengkak pada tungkai bawah atau kaki pada kehamilan 6 bulan

ke atas mungkin masih normal karena tungkai banyak di gantung atau

kekurangan Vitamin B1. tetapi bengkak pada muka, tangan disertai

dengan naiknya tekanan darah sedikit, berarti ada Pre-Eklamsia ringan

Bahaya bagi janin dan ibu:

o Menyebabkan gangguan pertumbuhan janin

o  Janin mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).

3. Hamil kembar

Ibu hamil dengan dua janin (gemelli), atau tiga janin (triplet) atau

lebih dalam rahim. Rahim ibu membesar dan menekan organ dalam dan

menyebabkan keluhan-keluhan:

Sesak napas

Edema kedua bibir kemaluan dan tungkai

Varises

19

Hemorrhoid

Bahaya yang dapat terjadi:

Keracunan kehamilan

Hidramnion

Anemia

Persalinan prematur

Kelainan letak

Persalinan sukar

Perdarahan saat persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).

Kehamilan kembar ialah kehamilan dengan dua janin atau lebih.

Kehamilan dan persalinan membawa risiko bagi janin dan ibu. Pengaruh

terhadap ibu:

Kebutuhan akan zat-zat bertambah, sehingga dapat menyebabkan

anemia dan defisiensi zat-zat lainnya.

Kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar

Frekuensi pre-eklamsi dan eklamsi lebih sering

Karena uterus yang besar, ibu mengeluh sesak napas, sering miksi,

serta terdapat edema dan varises pada tungkai dan vulva

Dapat terjadi inersia uteri, perdarahan postpartum, dan solusio plasenta

sesudah anak pertama lahir.

Pengaruh terhadap Janin:

Usia kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin

pada kehamilan kembar : 25% pada gemeli, 50% pada triplet, dan 75%

pada quadruplet, yang akan lahir 4 minggu sebelum cukup bulan. Jadi

kemungkinan terjadinya bayi prematur akan tinggi.

Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusio plasenta, maka angka

kematian bayi kedua tinggi.

Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinggi

angka kematian janin.(Hanifa Wiknjosastro, 1999)

4.  Hidramnion / Hamil kembar air

Kehamilan dengan jumlah cairan amnion lebih dari 2 liter, dan

biasanya nampak pada trimester III, dapat terjadi perlahan-lahan atau

sangat cepat.

Keluhan-keluhan yang dirasakan:

20

Sesak napas

 Perut membesar, nyeri perut karena rahim berisi cairan amnion > 2

liter

Edema labia mayor, dan tungkai

Bahaya yang dapat terjadi:

Keracunan kehamilan

Cacat bawaan pada bayi

Kelainan letak

Persalinan prematur

Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).

Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh

lebih banyak dari normal, biasanya kalau lebih dari 2 liter. Walau etiologi

belum jelas, namun ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

hidramnion, antara lain:

penyakit jantung

nefritis

edema umum (anasarka)

anomaly congenital (pada anak), seperti enensepali, spina bifida,

atresia atau striktur esophagus, hidrosefalus, dan struma blocking

oesophagus. (Rustam M., 2002)

5. Janin mati dalam rahim

Keluhan-keluhan yang dirasakan:

Tidak terasa gerakan janin

Perut terasa mengecil

Payudara mengecil

Pada kehamilan normal gerakan janin dapat dirasakan pada umur

kehamilan 4-5 bulan. Bila gerakan janin berkurang, melemah, atau tidak

bergerak sama sekali dalam 12 jam, kehidupan janin mungkin terancam.

Dari keluhan ibu dapat dilakukan pemeriksaan:

21

DJJ tidak terdengar

Hasil tes kehamilan negatif

Bahaya yang dapat terjadi pada ibu dengan janin mati dalam rahim, yaitu:

Gangguan pembekuan darah ibu, disebabkan dari jaringan-jaringan

mati yang masuk ke dalam darah ibu. (Poedji Rochjati, 2003).

6. Hamil serotinus / Hamil lebih bulan

Ibu dengan umur kehamilan ≥ 42 minggu. Dalam keadaan ini,

fungsi dari jaringan uri dan pembuluh darah menurun. Dampak tidak baik

bagi janin:

Janin mengecil

Kulit janin mengkerut

Lahir dengan berat badan rendah

Janin dalam rahim dapat mati mendadak. (Poedji Rochjati, 2003).

7. Letak sungsang

Letak sungsang: pada kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), letak janin

dalam rahim dengan kepala diatas dan bokong atau kaki dibawah. Bahaya

yang dapat terjadi:

Bayi lahir bebang putih yaitu gawat napas yang berat

Bayi dapat mati. (Poedji Rochjati, 2003).

8. Letak lintang

Merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan tua

(hamil 8-9 bulan): kepala ada di samping kanan atau kiri dalam rahim ibu.

Bayi letak lintang tidak dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena sumbu

tubuh janin melintang terhadap sumbu tubuh ibu. Pada janin letak lintang

baru mati dalam proses persalinan, bayi dapat dilahirkan dengan alat

melalui jalan lahir biasa. Sedangkan pada janin kecil dan sudah beberapa

waktu mati masih ada kemungkinan dapat lahir secara biasa. Bahaya yang

dapat terjadi pada kelainan letak lintang. Pada persalinan yang tidak di

tangani dengan benar, dapat terjadi Robekan rahim, dan akibatnya:

22

Bahaya bagi ibu

Perdarahan yang mengakibatkan anemia berat

Infeksi

Ibu syok dan dapat mati

Bahaya bagi janin

 Janin mati. (Poedji Rochjati, 2003).

C. Ada Gawat Darurat Obstetri / AGDO (Ada ancaman nyawa ibu dan bayi)

1. Perdarahan antepartum

Tiap perdarahan keluar dari liang senggama pada ibu hamil setelah

28 minggu, disebut perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum harus

dapat perhatian penuh, karena merupakan tanda bahaya yang dapat

mengancam nyawa ibu dan atau janinnya, perdarahan dapat keluar:

Sedikit-sedikit tapi terus-menerus, lama-lama ibu menderita anemia

berat

Sekaligus banyak yang menyebabkan ibu syok, lemah nadi dan

tekanan darah menurun.

Perdarahan dapat terjadi pada:

Plasenta Previa plasenta melekat dibawah rahim dan menutupi

sebagian / seluruh mulut rahim.

Solusio Plasenta plesenta sebagian atau seluruhnya lepas dari

tempatnya. Biasanya disebabkan karena trauma / kecelakaan, tekanan

darah tinggi atau pre-eklamsia, maka terjadi perdarahan pada tempat

melekat plasenta. Akibat perdarahan, dapat menyebabkan adanya

penumpukan darah beku dibelakang plasenta.

Bahaya yang dapat terjadi:

Bayi terpaksa dilahirkan sebelum cukup bulan

Dapat membahayakan ibu:

o Kehilangan darah, timbul anemia berat dan syok

23

o Ibu dapat meninggal

Dapat membahayakan janinnya yaitu mati dalam kandungan.(Poedji

Rochjati, 2003).

2. Pre-Eklamsia berat / Eklamsia

Pre-eklamsi berat terjadi bila ibu dengan pre-eklamsia ringan tidak

dirawat, ditangani dengan benar. Pre-eklamsia berat bila tidak ditangani

dengan benar akan terjadi kejang-kejang, menjadi eklamsia. Pada waktu

kejang, sudip lidah dimasukkan ke dalam mulut ibu diantara kedua rahang,

supaya lidah tidak tergigit. Bahaya yang dapat terjadi:

Bahaya bagi ibu, dapat tidak sadar (koma) sampai meninggal

Bahaya bagi janin:

o Dalam kehamilan ada gangguan pertumbuhan janin dan bayi lahir

kecil

o Mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).

2.4 Langkah-Langkah Pencegahan

Semua ibu hamil diharapkan mendapatkan perawatan kehamilan

oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini factor risiko maka pada semua

ibu hamil perlu dilakukan skrining antenatal. Untuk itu periksa ibu hamil

paling sedikit dilakukan 4 kali selama kehamilan:

1. Satu kali pada triwulan I (K1)\

2. Satu kali pada Triwulan II

3. Dua kali dalam triwulan III (K4) (Poedji Rochjati, 2003).

Bidan melakukan pemeriksaan klinis terhadap kondisi

kehamilannya. Bidan memberi KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)

kepada ibu hamil, suami dan keluarganya tentang kondisi ibu hamil dan

masalahnya. (Poedji Rochjati, 2003).

Perawatan yang diberikan kepada ibu hamil secara berkala dan

teratur selama masa kehamilan sangat penting, sebab merupakan upaya

24

bersama antara petugas kesehatan dan ibu hamil, suami, keluarga dan

masyarakat, mengenai:

1. Aspek kesehatan dari ibu dan janin untuk menjaga kelangsungan

kehamilan, pertumbuhan janin dalam kandungan, kelangsungan hidup

ibu dan bayi setelah lahir.

2. Aspek psikologik, agar menghadapi kehamilan dan persalinannya ibu

hamil mendapatkan rasa aman, tenang, terjamin dan terlindungi

keselamatan diri dan bayinya. Pendekatan Komunikasi Informasi dan

Edukasi (KIE), dengan sikap ramah, penuh pengertian, diberikan

secara sederhana, dapat ditangkap dan dimengerti melalui dukungan

moril dari petugas, suami, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya.

3. Aspek social ekonomi, ibu hamil dari keluarga miskin (gakin) pada

umumnya tergolong dalam kelompok gizi kurang, anemis, penyakit

menahun. Ibu risiko tinggi atau ibu dengan komplikasi persalinan dari

keluarga miskin membutuhkan dukungan biaya dan transportasi untuk

rujukan ke Rumah Sakit. (Poedji Rochjati, 2003).

Penyuluhan dalam bentuk Komunikasi Informasi dan Edukasi

(KIE) merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan skrining.

Penyuluhan tentang adanya faktor risiko dengan kemungkinan bahaya

kesakitan atau kematian ibu segera diberikan kepada ibu hamil, suami dan

keluarga dengan tujuan agar meraka sadar, peduli, patuh dan bergerak

untuk periksa antenatal dan bila perlu rujukan kehamilan, kemudian

persiapan dan perencanaan persalinan aman.

Jumlah skor pada tiap kontak menjadi pedoman penyuluhan

kepada ibu hamil, suami, keluarga. Jumlah skor akan memudahkan

pemberian KIE mengenai bobot risiko yang dihadapi ibu hamil dan adanya

kebutuhan persalinan aman dengan tempat dan penolong yang sesuai.

Penekanan KIE mengenai persalinan pada kehamilan trimester

ketiga perlu di tingkatkan mengingat persalinan baik pada Kehamilan

25

Risiko Rendah , Kehamilan Risiko Tinggi, Kehamilan Risiko Sangat

Tinggi mempunyai kemungkinan mengalami komplikasi Obstetrik dengan

risiko terjadinya 5-K ( kematian, kesakitan, kecacatan, ketidakpuasan dan

ketidaknyamanan ). Perilaku ibu hamil, suami dan keluarga adalah salah

satu penentu utama keberhasilan rujukan dini terencana.

Upaya pencegahan kematian ibu dapat dimulai dari upaya asuhan

kesehatan ibu hamil di dalam keluarga. Ibu hamil sebagai salah satu

anggota inti dalam keluarga mempunyai saat yang paling kritis dalam

kehidupannya yaitu masa persalinan. Setiap kontak pada saat melakukan

skrining dibicarakan dengan ibu hamil, suami, keluarga tentang tempat

dan penolong untuk persalinan aman. Pengambilan keputusan dapat

dilakukan dalam keluarga untuk persiapan mental dan perencanaan untuk

biaya, transportasi telah mulai dilakukan jauh sebelum persalinan menuju

kepatuhan untuk Rujukan Dini Berencana ( Rujukan In Utero ) dan

Rujukan Tepat Waktu. Mengingat sebagian besar kematian ibu

sesungguhnya dapat dicegah, maka diupayakan untuk mencegah 4

terlambat yang meyebabkan kematian ibu, yaitu:

a. Mencegah terlambat mengenali tanda bahaya risiko tinggi

b. Mencegah terlambat mengambil keputusan dalam keluarga

c. Mencegah terlambat memperoleh transportasi dalam rujukan

d. Mencegah terlambat memperoleh penanganan gawat daruruat secara

memadai

26

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Syaifuddin, Prof. dr., Sp.OG, MPH, Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal, Edisi ke – 1, cetakan ke – 3, JNPKKR –

POGI, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002,

hal 03-336.

Ben-zior Taber, MD, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi,

Edisi-1, Cetakan-1, EGC, Jakarta, 1994, hal 121-24.

Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2006

Gary Cunningham F., MD, add all, Obstetri Williams, Edisi-21, Cetakan-

1, Volume-1, EGC, Jakarta, 2006, hal 16-764.

Gary Cunningham F., MD, add all, Obstetri Williams, Edisi-21, Cetakan-

1, Volume-2, EGC, Jakarta, 2006, hal 934-1312.

Hanifa Wiknjosastro, Prof, dr., SpOG, Ilmu Kandungan, Edisi-2, Cetakan

ke-3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999,

hal 336-498.

Hanifa Wiknjosastro, Prof, dr., SpOG, Ilmu Kebidanan, Edisi-3, Cetakan

ke-5, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999,

hal 406-790.

Ida Bagus Gde Manuaba, Prof, dr, SpOG, Ilmu Kebidanan, Penyakit

Kandunan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan,

Cetakan-1, EGC, Jakarta, 1998, hal 26-252.

Indra Cahaya S, Ir,Msi, http://library.USU.ac.id, Pengaruh Malaria Selama

Kehamilan, Google, 2003.

Poedji Rochyati, Dr, dr, SpOG(K), Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil,

Pengenalan Faktor Risiko Deteksi Dini Ibu Hamil Risiko Tinggi,

Cetakan-1, Airlangga University Press, Surabaya, 2003, hal 27-128.

Poedji Rochyati, Dr, dr, SpOG(K), Rujukan terencana dalam Sistem

Rujukan Paripurna Terpadu Kabupaten / Kota, Cetakan-1, Airlangga

University Press, Surabaya, 2004, hal 129-130.

27

Rustam Mochtar, Prof, dr, MRH, Sinopsis Obstetri, Edisi ke – 2, Jilid ke –

1, EGC Jakarta 1998, hal 127-386.

28