KRISIS HIPERTENSI

16
KRISIS HIPERTENSI A. Pendahuluan Perubahan gaya hidup masyarakat, seperti berkurangnya aktivitas fisik menyebabkan munculnya berbagai penyakit kronis, salah satunya hipertensi. Pasien hipertensi diharuskan mengonsumsi obat secara teratur, sehingga diperlukan kepatuhan dalam mengonsumsi obat. Namun, apabila obat yang seharusnya dikonsumsi oleh penderita tidak atau tidak teratur dalam mengonsumsinya, maka akan dapat menjadi krisis hipertensi. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Salah satu masalah yang timbul adalah krisis hipertensi yang mungkin terjadi pada periode perioperatif dan turut meningkatkan morbiditas kardiovaskuler intraoperatif dan pascaoperatif. Morbiditas kardiovaskuler dapat mencakup iskemia dan infark miokard, stroke, serta perdarahan pascaoperasi. Maka, prinsip penatalaksanaan krisis hipertensi preoperatif yang tepat penting diketahui. Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Dimana, pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien yang tidak teratur atau tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. 6

description

Krisis Hipertensi

Transcript of KRISIS HIPERTENSI

KRISIS HIPERTENSI

A. Pendahuluan

Perubahan gaya hidup masyarakat, seperti berkurangnya aktivitas fisik menyebabkan munculnya berbagai penyakit kronis, salah satunya hipertensi. Pasien hipertensi diharuskan mengonsumsi obat secara teratur, sehingga diperlukan kepatuhan dalam mengonsumsi obat. Namun, apabila obat yang seharusnya dikonsumsi oleh penderita tidak atau tidak teratur dalam mengonsumsinya, maka akan dapat menjadi krisis hipertensi. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Salah satu masalah yang timbul adalah krisis hipertensi yang mungkin terjadi pada periode perioperatif dan turut meningkatkan morbiditas kardiovaskuler intraoperatif dan pascaoperatif. Morbiditas kardiovaskuler dapat mencakup iskemia dan infark miokard, stroke, serta perdarahan pascaoperasi. Maka, prinsip penatalaksanaan krisis hipertensi preoperatif yang tepat penting diketahui.

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Dimana, pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien yang tidak teratur atau tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. 6

Dari populasi Hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan sebanyak 20% dan 10% HT berat. Pada setiap jenis hipertensi dapat mengakibatkan krisis hipertensi, dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian di negara maju berkisar 2 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian terkait hal ini. 2

Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis diser- tai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis. 1

Disamping itu, krisis hipertensi merupakan salah satu kasus gawat darurat dibidang neurovascular yang kerap dijumpai di instalasi gawat darurat. Adapun tanda-tanda yang berhubungan dengan krisis hipertensi ialah peningkatan tekanan darah akut dan juga sering berhubungan dengan gejala sistemik, dimana merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Hal ini merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. 1

Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Sebagian besar ahli mendefinisikan hipertensi emergensi sebagai suatu kondisi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera dengan menggunakan obat paranteral akibat terdapat ancaman adanya kerusakan organ target yang akut serta progresif. Sedangkan, hipertensi urgensi merupakan suatu kondisi yang terjadi karena peningkatan tekanan darah yang nyata, akan tetapi tanpa disertai gejala klinis yang berat atau kerusakan organ target yang progresif. Namun, pada dasarnya tekanan darah perlu diturunkan dalam hitungan jam dengan menggunakan obat oral. Pasien dewasa muda dengan hipertensi perlu dicurigai mengalami hipertensi renovaskular walaupun keadaannya dapat kuga disebabkan oleh faktor yang lain. 3

Secara umum melingkupi evaluasi perioperatif menyeluruh tentang riwayat hipertensi, riwayat pengobatan, respons pasien terhadap terapi, serta penentuan obat antihipertensi bila tindakan operasi harus dilakukan. Keputusan pemilihan obat dipengaruhi situasi klinis namun harus mempertimbangkan beberapa aspek terkait karakteristik obat seperti onset kerja yang cepat, kemudahan titrasi, serta kenyamanan pasien. 4B. Definisi

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Dalam kata lain, krisis hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang mendadak dengan tekanan darah sistolik 180 mm Hg dan atau diastolik 120 mm Hg, yang membutuhkan penanggulangan segera. Dimana, pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien yang tidak teratur atau tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. 6

JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti kerusakan organ target yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi). Bukti kerusakan organ target yang dimaksud antara lain ensefalopati hipertensif, infark miokard akut, gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsia. Dimana, klasifikasi ini berdampak pada tatalaksana pasien itu sendiri. Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (< 1 jam) sedangkan pada kasus hipertensi urgensi dapat dilakukan dalam beberapa kurun waktu beberapa jam hingga beberapa hari. 4

Krisis hipertensi terdiri dari:

1. Hipertensi mendesak (urgency hypertension), yang apabila tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik >120 mmHg tanpa disertai kerusakan organ target sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).

2. Hipertensi darurat (emergency hypertension), yang apabila tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik >120 mmHg, dan terdapat kelainan atau kerusakan organ target yang progresif sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) guna untuk mencegah kerusakan organ target yang terjadi. 6

Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena baik faktor risiko dan penanggulangannya berbeda.

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan krisis hipertensi, antara lain :

1. Hipertensi refrakter

Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah >200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat.

2. Hipertensi akselerasi

Peningkatan tekanan darah diastolic >120 mmHg disertai dengan kelainan fundoskopi. Apabila tidak diobati maka akan dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna

Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolic >120 130 mmHg dan kelainan fundoskopi disertai papil edema, peninggian tekanan intracranial, kerusakan yang cepat dari vascular, gagal ginjal akut, ataupun kematian jika pendertia tidak mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi esensial ataupun sekkunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.

4. Hipertensi ensefalopati

Kenaikan tekanan darah secara mendadak dengan keluhan sakita kepala berat, penurunan kesadaran. Keadaan ini dapat manjadi reversible jika tekanan darah tersebut diturunkan.

C. Etiologi

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun, faktor penyebab krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi) masih belum diketahui. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai pening- katan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat keru- sakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi. 1D. Epidemiologi

Prevalensi rata-rata 1-5 % penduduk dewasa tergantung dari kesadaran pasien akan adanya hipertensi dan derajat kepatuhan makan obat.6 Secara global, angka kejadian hipertensi primer yang mengalami progresi menjadi krisis hipertensi hanya kurang dari 1%. Rendahnya angka tersebut tampaknya disebabkan oleh makin terjangkaunya terapi hipertensi. Akan tetapi, kepuasaan janganlah sampai ada sebab semua hipertensi memiliki potensi untuk berkembang menjadi krisis hipertensi. 4

Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan hipertensi, namu para kilinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis hipertensi, karena penderita krisis hipertensi dapat membahayakan jiwa atau dalam kata lain dapat mengakibatkan kematian, apabila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosedur diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis hipertensi bersifat reversibel. Dalam menanggulangi krisis hipertensi dengan obat antihipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi tekanan darah dan aliran darah, pengobatan yang selektif dan terarah terhadap masalah medis, yang menyertai pengetahuan mengenai obat parenteral dan oral antihipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan efek samping yang minimal. 2E. Patogenesis

Tanda dan gejala krisis hipertensi merupakan gambaran kerusakan akut dinding endotel vaskuler dan aktivasi platelet. Temuan klinis krisis hipertensi dapat terlihat melalui pemeriksaan fisik umum berupa pengukuran tekanan darah serta pemeriksaan khusus yang mencakup berbagai fungsi organ seperti mata, jantung, ginjal, saluran cerna, serta darah. 4

Diperkirakan, krisis hipertensi diakibatkan oleh kegagalan fungsi autoregulasi dan peningkatan resistensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan stress mekanik dan jejas pada endotel sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat. Hal tersebut memicu kaskade koagulasi dan deposisi fibrin, kemudia menyebabkan iskemia serta hipoperfusi organ yang menyebabkan gangguan fungsi. Siklus tersebut berlangsung berkelanjutan sehingga disfungsi organ target bersifat progresif (semakin berat). 5F. Diagnosis

Diagnosis untuk kasus krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal, sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi. 2

Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Penilaian awal dari pasien hipertensi harus termasuk riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik untuk memastikan sebuah diagnose dari hipertensi. Kebanyakan pasien dengan hipertensi memiliki gejala yang tidak spesifik terkait dengan kenaikan tekanan darah.Meskipun kebanyakan memikirkan bahwa timbul sebuah gejala ketika terjadi kenaikan tekanan arterial, sakit kepala umumnya terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat.Sakit kepala karena hipertensi umunya terjadi pada pagi dan terlokalisasi pada region oksipitalis.Gejala non spesifik lainnya yang mungkin dapat berhubungan kenaikan tekanan darah termasuk pusing, palpitasi, mudah lelah, dan impotensi. Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam menegakkan diagnosa, meliputi :

1. Anamnesis

Sewaktu penderita masuk, perlu dilakukan anamnesa singkat. Yang ditanyakan pada saat anamnesis ialah adanya riwayat hipertensi dan pengobatan hipertensi sebelumnya. Gejala organ target yang dirasakan (serebrosvaskular, jantung, dan fungsi penglihatan).

2. Pemeriksaan Fisik

a. Tekanan darah: tekanan darah sistolik >180 mmHg, tekanan

darah diastolic >120 mmHg.

b. Funduskopi: untuk melihat adanya spasme arteri segmental, edema retina, perdarahan retina (superfisial, berbentuk api, atau titik), eksudat retina, papiledema, vena membersar.

c. Pemeriksaaan neurologis: sakit kepala, bingung, kehilangan penglihatan, defisit fokal neurologis, kejang, koma.

d. Status kardiopulmoner

e. Pemeriksaan cairan tubuh: oliguria pada gangguan ginjal akut.

f. Pemeriksaan denyut nadi perifer 3. Pemeriksaan Penunjang

a. Hematokrit dan apusan darah

b. Urinalisis: proteinuria, eritrosit pada urin.

c. Kimia darah: peningkatan kreatinin, azotemia (ureum >200 mg/dL), glukosa, elektrolit.

d. Elektrokardiografi: adanya iskemia, hipertrofi ventrikel kiri.

e. Foto thorax (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta). (kapita selekta)

f. Ultrasonografi: untuk melihat struktur ginjal. 6G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan krisis hipertensi alangkah baiknya dilakukan di rumah sakit agar mendapat perawatan secara intens, kemudian tatalaksana krisis hipertensi dapat dilakukan di pelayanan primer dengan memberikan obat antihipertensi oral. Dimana, pelayanan primer yang dimaksud ialah sebagai pelayanan pendahuluan sebelum ke rumah sakit. Antihipertensi oral diberikan secara sublingual atau dihisap atau dikunyah atau ditelan, tergantung sifat kimiawi dari obat tersebut.

Antihipertensi oral utk Krisis Hipertensi

OBATCARA PEMBERIANFARMAKOLOGIDOSIS

ACE-1

(Captopril)Sublingual Oral

(dikunyah, dihisap)Mulai kerja SL: 10-15 menit

Oral: 15-30 menit

Efek max.SL: 60 menit

Oral: 1-2 jam

Lama kerja: 8 jam

12,5-25 mg

Central alpha agonist (Clonidin)OralMulai kerja: 30-60 menit

Efek max.: 2-4 jam

Lama kerja: 3-12 jam75-150 mcg/kali/jam

Total: 900 mcg

Calcium channel blocker (Nifedipin)Oral (dikunyah, ditelan)Mulai kerja: 5-20 menit

Efek max.: 30-60 menit

Lama kerja: 2-6 jam5-10 mg.

Obat alternatif bila obat lain tidak ada. Sudah jarang diberikan karena dapat menurunkan tekanan darah dengan sangat cepat sehingga sulit untuk mengatur respon, serta meningkatkan risiko iskemia serebral dan jantung

Sumber: Kapita Selekta Kedokteran

1. Hipertensi Urgensi

Penurunan tekanan darah dilakukan dalam beberapa jam dengan target tekanan darah normal tercapai dalam waktu 1-2 hari menggunakan antihipertensi oral. Setelah tekanan darah mencapai normal, maka perlu dilakukan :

Identifikasi penyebab hipertensi urgensi

Pemberian regimen antihipertensi dalam jangka panjang untuk kontrol tekanan darah.2. Hipertensi Emergensi

Targert terapi untuk kasus hipertensi emergensi ialah penurunan mean arterial pressure (MAP)