Kortikosteroid pada Penyakit Kulit
description
Transcript of Kortikosteroid pada Penyakit Kulit
BAB I
PENDAHULUAN
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis
yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari
preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup
banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi
kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.1,2
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar
gula darah, otot dan resistensi tubuh.3,4
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis
telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya
dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang
mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil
dibandingkan dengan kortisol. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat
dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid
topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu dan merupakan
terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan
banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk
melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat. 3,4,5
Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah
sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah
kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi. Dibidang dermatologi
pada umumnya lebih ditekankan sebagai obat antialergi. Terapi dengan obat ini
bukan merupakan terapi kausal melainkan terapi pengendalian atau paliatif saja,
kecuali pada insufisiensi korteks adrenal. Sejak kortikosteroid digunakan dalam
bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita. Berbagai penyakit
yang dahulu lama penyembuhannya dapat dipersingkat, misalnya dermatitis,
penyakit berat yang dahulu dapat menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka
1
kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula
sindrom Stevens-Jhonson yang berat dan nekrolisis epidermal toksik.3,6
Pengobatan berbagai penyakit kulit dengan menggunakan kortikosteroid
sudah menjadi kegiatan sehari-hari di setiap poliklinik penyakit kulit. Sejak salap
hidrokortison asetat pertama kali dilaporkan penggunaannya oleh Sulzberger pada
tahun 1952, perkembangan pengobatan dengan kortikosteroid berjalan dengan pesat.
Semakin maju ilmu pengetahuan semakin banyak pula ditemukan berbagai jenis
kortikosteroid yang dapat digunakan dengan berbagai keunggulan dan efek samping
yang semakin sedikit. Hal ini berkat kemajuan dalam pengetahuan mengenai
mekanisme kerja serta pemahaman patogenesis berbagai penyakit, khususnya
mengenai peradangan kulit. Dengan berbagai kemajuan ini, pemakaian
kortikosteroid menjadi semakin rasional dan efektif.7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik
(ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak
sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem
kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan
protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.8
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla,
sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan
glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona
glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,
sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.
Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan
glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.3,9
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi
K, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh
karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan
ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat
anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan
ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada
keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar. Berdasarkan cara penggunaannya
kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid
topikal.1,3,9
2. Farmakologi
3
Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun
siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A
– D (Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan
mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon
tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang
terikat pada C17. Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur
dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana.2,3,9,11
Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari
plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan
bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon
dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol yang
digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan
basal maupun setelah pemberian ACTH.9
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus
disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa
menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan
kecepatan sekresinya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan kecepatan sekresi dan
kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia.1,9
Tabel 1.kecepatan dan kadar kortikosteroid plasma
Kecepatan sekresi
dalam keadaaan
optimal (mg/hari)
Kadar plasma
(μg/100ml)
Jam 08.00 Jam 16.00
Kortisol 20 16 4
Aldosteron 0,125 0,01 -
Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu hari
yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari sebelum tidur.
Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan waktu lainnya yang
membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani aktivitasnya. Orang yang
sehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana dapat dibuat grafik mulai
4
menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu pada pukul 11 malam
dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan cukup.12
3. Mekanisme Kerja
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di
jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis
protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan,
misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik;
pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang
sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal
ini menimbulkan efek katabolik.1,3,9,11
Gambar 1. Skema fisiologis kortisol
5
Gambar 2. Gambaran mekanisme kerja kortikosteroid 13
Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami.
Kortisol (juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk
regulasi metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas.
Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat
sensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi
dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20
mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol terikat pada protein
dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2
(CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat
lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar
plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas
bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexametason terikat dengan
albumin dalam jumlah besar dibandingkan CBG.1
Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu
paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan
dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati.
Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urin sebagai kortisol bebas, sekitar
20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor
mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur kimia sangat
6
mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi
afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan
cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.1
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya
gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara
mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit
fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.
Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu
proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks.
Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit
perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne
imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa
memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit
kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh
serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya yang
berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis
tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat ,
sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut
berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan
menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh
peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan
migrasi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada
tempat inflamasi.1
Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab
antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan
mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan
membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta
menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator
plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi
reaksi inflamasi dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin,leukotrien dan
platelet-aktivating factor. 1
7
Gambar 3. Gambar mekanisme inflamasi 14
Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran
dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek
ke dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ;
keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolas mengurangi
kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan
berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan
kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang lambat). Khasiat
glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan
imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel
lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut
mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat
membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis
(anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid
juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang
dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.3,11
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.
Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan
vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan
8
dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena
kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan
di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai
konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami
perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor
digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai
adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu
krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid
hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1%
dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral
diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi
0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak
tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali
melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali
pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif
berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.2,3,11
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme
yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa
kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa
menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikariapigmentosa.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang
dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya
dengan menginhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam
arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi
kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran
lisosom dari sel-sel fagosit. 2,3,11
4. Klasifikasi
Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik,
umumnya potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik ditentukan oleh besarnya
efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti-
9
inflamasinya. Sediaan kortikosteroid sistemik dapat dibedakan menjadi tiga golongan
berdasarkan masa kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi
mineralokortikoid. 1,2,5,6,9
Tabel 2. Perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid15
Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam)
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam)
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)
Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason, dan
deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua golongan
kortikosteroid mempunyai efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat disusun menurut
kekuatan (potensi) dari yang paling lemah sampai yang paling kuat. Parametason,
betametason, dan deksametason mempunyai potensi paling kuat dengan waktu paruh
36-72 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison mempunyai waktu paruh paling
10
singkat yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat potensinya semakin
besar efek samping yang terjadi.5
Efektifitas kortiksteroid berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi,
(antimitosis) antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi. Steroid topikal
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang akan
mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya
berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini
digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.
Kombinasi ini digunakan untuk membagi kortikosteroid topikal mejadi 7 golongan
besar, diantaranya Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan
antimitotiknya (super poten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi
lemah).2
Tabel 3. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis :2,3,6,11
Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik
11
Golongan 1: (super poten)
Golongan II: (potensi tinggi)
Golongan III: (potensi tinggi)
Golongan IV: (potensi medium)
Diprolene ointmentDiprolene AF creamPsorcon ointmentTemovate ointmentTemovate creamOlux foamUltravate ointmentUltravate cream
Cyclocort ointmentDiprosone ointmentElocon ointmentFlorone ointmentHalog ointmentHalog creamHalog solutionLidex ointmentLidex creamLidex gelLidex solutionMaxiflor ointmentMaxivate ointmentMaxivate creamTopicort ointmentTopicort creamTopicort gel
Aristocort A ointmentCultivate ointmentCyclocort creamCyclocort lotionDiprosone creamFlurone creamLidex E creamMaxiflor creamMaxivate lotionTopicort LP creamValisone ointment
Aristocort ointmentCordran ointmentElocon creamElocon lotionKenalog ointmentKenalog creamSynalar ointment
0,05% betamethason dipropionate
0,05% diflorasone diacetate0,05% clobetasol propionate
0,05% halobetasol propionate
0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide
0,05% fluocinonide
0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate
0,25% desoximetasone
0,05% desoximetasone
0,1% triamcinolone acetonide0,005% fluticasone propionate0,1 amcinonide
0,05% betamethasone dipropionate0,05% diflorosone diacetate0,05% fluocinonide0,05% diflorosone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,05% desoximetasone0,01% betamethasone valerate
0,1% triamcinolone acetonide0,05% flurandrenolide0,1% mometasone furoate
0,1% triamcinolone acetonide
0,025% fluocinolone acetonide
12
Golongan V: (potensi medium)
Golongan VI: (potensi medium)
Golongan VII: (potensi lemah)
Westcort ointment
Cordran creamCutivate creamDermatop creamDiprosone lotionKenalog lotionLocoid ointmentLocoid creamSynalar creamTridesilon ointmentValisone creamWestcort cream
Aclovate ointmentAclovate creamAristocort creamDesowen creamKenalog creamKenalog lotionLocoid solutionSynalar creamSynalar solutionTridesilon creamValisone lotion
Obat topical dengan hidrokortison, dekametason, glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone
0,2% hydrocortisone valerate
0,05% flurandrenolide0,05% fluticasone propionate0,1% prednicarbate0,05% betamethasone dipropionate0,1% triamcinolone acetonide0,1% hydrocortisone butyrate
0,025% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate0,2% hydrocortisone valerate
0,05% aclometasone
0,1% triamcinolone acetonide0,05% desonide0,025% triamcinolone acetonide
0,1% hydrocortisone butyrate0,01% fluocinolone acetonide
0,05% desonide0,1% betamethasone valerate
5. Penggunaan Klinik
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat
pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal
bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan
pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan
potensi lemah contohnya pada anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan
subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik,
dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal
13
dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik,
dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.2,3,6,11
Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid
dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan
adalah kadar kandungan steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap
kortikosteroid ialah lupus eritematousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki,
nekrobiosis lipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken
planus, pemfigoid, eksantema fikstum. Erupsi eksematosa biasanya diatasi dengan
salep hidrokortison 1%. Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi
penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara sistemik.2,3,11
Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah
prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan
hepar digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar menjadi
prednisolon. Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralkortikoid jangan
dipakai pada pemberian long term (lebih daripada sebulan). Pada penyakit berat dan
sukar menelan, misalnya toksik epidermal nekrolisis dan sindrom Stevens-Jhonson
harus diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi biasa secara intravena. Jika masa
kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet
prednison.6
Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih
hati-hati. Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit
efek samping terhadap pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan
dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek
samping yang tinggi karena kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum
berkembang seutuhnya. Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel
epidermisnya masih longgar, lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek
toksis lebih cepat terjadi serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada
bayi prematur lebih berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat
topikal sangat tinggi.2,11 Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi
steroid topikal meningkat. Selain itu, pada geriatric juga telah mengalami kulit yang
atropi sekunder karena proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan
secara tidak sering, waktu singkat dan dengan pengawasan yang ketat.1,2
14
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali
dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus
kelahiran prematur, sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan paru-
paru janin (standar pelayanan). Percobaan pada hewan menunjukkan penggunaan
kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada
pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada
manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di
absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil terutama pada penggunaan
dalam jumlah yang besar, jangka waktu lama dan steroid potensi tinggi. Analisis
yang baru saja dilakukan memperlihatkan hubungan yang kecil tetapi penting antara
kehamilan terutama trisemester pertama dengan bimbing sumbing. Kemungkinannya
1 % dapat terjadi cleft lip atau cleft palate saat penggunaan steroid selama
kehamilan. Kortikosteroid sistemik yang biasa digunakan pada saat kehamilan adalah
prednison dan kortison. Sedangkan untuk topikal biasa digunakan hidrokortison dan
betametason. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal
harus dihindari dan diperhatikan. Belum diketahui dengan pasti apakah steroid
topikal diekskresi melalui ASI, tetapi sebaiknya tidak digunakan pada wanita sedang
menyusui.1,2,16
Kortikosteroid dapat menyebabkan gangguan mental bagi penggunanya.
Rata-rata dosis yang dapat menyebabkan gangguan mental adalah 60 mg/hari,
sedangkan dosis dibawah 30 mg/hari tidak bersifat buruk pada mental penggunanya.
Bagi pengguna yang sebelumnya memiliki gangguan jiwa dan sedang menggunakan
pengobatan kortikosteroid sekitar 20% dapat menginduksi timbulnya gangguan
mental sedangkan 80% tidak.17
6. Dosis dan Mekanisme Pemberian
Pada saat memilih kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek
samping sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu di
pertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu
stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi. Perlu
juga dipertimbangkan umur penderita3,11
15
Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis.
Salep (ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula
lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang
kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan
pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu melembabkan
stratum korneum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi obat. Krim adalah
suspensi minyak dalam air. Krim memiliki komposisi yang bervariasi dan biasanya
lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda pada daya hidrasi terhadap
kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara kosmetik
lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan bahan
pengawet yang mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion
(bedak kocok) tediri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan
gliserin sebagai bahan perekat, lotion mirip dengan krim. Lotion terdiri dari agents
yang membantu melarutkan kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit.
Solution tidak mengandung minyak tetapi kandungannya terdiri dari air, alkohol dan
propylene glycol. Gel komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat
kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih
rendah dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh
pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman
pada pasien.2,6
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit
tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah
menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang
berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan
menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul
kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan. Lama
pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk steroid
potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.2,3,9
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :3,11
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
16
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,
sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah
satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.
3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea)
untuk semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai
kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis.
Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak
khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.
Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah
mengalami perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur agar penyakitnya tidak
mengalami eksaaserbasi, tidak terjadi supresi korteks kelenjar adrenal dan sindrom
putus obat. Jika terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat
melawan stress. Supresi terjadi kalau dosis prednison meebihi 5 mg per hari dan
kalau lebih dari sebulan. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan lemah, lelah,
anoreksia dan demam ringan yang jaranng melebihi 39ºC. 6
Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4
minggu perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari dosis
pemeliharaan dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang baik
dengan menukar dari dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti dengan
penurunan jumlah dosis obat.
Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid
dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam8), karena
kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis
selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh. Untuk
mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan kortikosteroid
dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat. Kemudian
perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg prednison,
selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid lagi.
Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis
fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang sehari.6
Tabel 4. Berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta
dosisnya:1,6
17
Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari
DermatitisErupsi alergi obat ringanSJS berat dan NETEritrodermiaReaksi lepraDLEPemfigoid bulosaPemfigus vulgarisPemfigus foliaseusPemfigus eritematosaPsoriasis pustulosaReaksi Jarish-Herxheimer
Prednison 4x5 mg atau 3x10mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mgDeksametason 6x5 mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mgPrednison 3x10 mgPrednison 3x10 mgPrednison 40-80 mgPrednison 60-150 mgPrednison 3x20 mgPrednison 3x20 mgPrednison 4x10 mgPrednison 20-40 mg
Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut
pengalaman, tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis
untuk anak disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum
tampak perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.6
7. Sediaan Kortikosteroid Topikal
Berbagai variasi sediaan kortikosteroid tersedia untuk penggunaan topikal
pada terapi penyakit inflamasi okular. Diantaranya yaitu :
1. Deksametason .
Deksametason diformulasi dalam bentuk suspensi 0,1 % alkohol, solusi
sodium phospat dan salaf 0,05 %. Ini merupakan topikal steroid yang paling
poten. Yang mempunyai posisi yang bersamaan dalam meningkatkan resiko
efek yang merugikan dari kondisi mata yang tidak menguntungkan.
2. Prednisolon
Prednisolon tersedia dalam bentuk 0,12 % atau suspensi asetat 1 %, 0,12 %,
0,5 % atau solusi sodium phospat 1 % dan salaf phospat 25 %. Meskipun
sediaan phospate dengan daya larut bifasik , mempunyai penetrasi terbaik
kedalam kornea yang intak ( dengan menggunakan kendaraan phospat ) yang
larut dalam air . Perbedaan ini tidak cukup bermakna ketika terjadi inflamasi
intra okuler. Derajat penetrasinya tergantung kepada sejumlah konsentrasi
dan frekuensi. Lebih lanjut suspensi memerlukan dengan seksama
18
percampuran untuk menjamin konsentrasi steroid maksimal, yang masing –
masing dihantarkan, memperkenalkan masalah potensial, yang membuat
solusi lebih baik pada praktisi klinis. Bioavaibilitas dan potensi dari
prednisolon tidak hanya membuatnya sebagai zat anti inflamasi yang
mujarab, tetapi juga meningkatkan dosis keteragantungan dan toksisitas
okular.
3. Fluorometholon dan medrison
Fluorometholon (FML) (0,1 % atau 0,25 % ) dan medrison (HMS) (1,0 % )
tersedia dalam bentuk sediaan suspensi mata. Fluorometholon (FML) juga
tersedia dalam bentuk sediaan salaf 0,1 % . Obat ini mempunyai efek anti
inflamasi yang kuat dan mempunyai pengaruh yang sedikit terhadap
kerusakan mata yang berhubungan dengan pemakaian kortikosteroid (katarak
dan glaukoma).
4. Medoxyprogesteron
Medoxyprogesteron tidak tersedia dalam bentuk sediaan obat mata, tetapi
tersedia untuk obat – obatan rumah sakit dalam bentuk parenteral. ( 0,1 % ).
Secara nyata obat ini berguna untuk terapi ulkus perifer, inflamasi, penyakit
mata luar, karena obat ini tidak hanya menurunkan infamasi, tetapi juga
menurunkan produksi dari kolagenase, dan mempunyai pengaruh yang sedikit
dalam mengurangi produksi kolagenase dibandingkan steroid lain. Obat ini
mempunyai potensi yang kurang dibandingkan 0,12 % prednisolon.4.8.9.10
8. Efek Samping
Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila :
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
19
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari
potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik.
Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada
steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan,
kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih paten. Secara
umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,
hipopigmentasi, dermatitis peroral.
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa
tingkat yaitu:
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik
dermal, suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan
pendataran dari konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan
penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.
Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid
intrakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot
hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang
terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
20
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh
darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan
edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam
kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek
samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa
bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu :6
- Diet tinggi protein dan rendah garam
- Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa,jika terjadi defisiensi K
- Obat anabolik ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan
ialah ACTH sintetik yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada
pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali
- Antibiotik perlu diberikan jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari
- Antasida
Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan
relatif. Pada kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada
keadaan infeksi jamur yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas
biasanya kortikotropin dan preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif
kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai life saving drugs.
Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada keadaan hipertensi,
tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa, positive purified
derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic, katarak, osteoporosis,
kehamilan.18
BAB III
KESIMPULAN
21
Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada
pasien. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal.. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid.1,2,3,10
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu
super poten, potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah. Kortikosteroid
bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang mana terjadi induksi
sintesis protein yang merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek katabolik dari
kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang
penyembuhan luka serta mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah
inflamasi yaitu di daerah yang menghasilkan vasokontriksi.
Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.1,2,3,10
Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu
diperhatikan sebelum obat kortikosteroid digunakan: (1) Untuk tiap penyakit pada
tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus dievaluasi
dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. (2) Suatu dosis tunggal besar
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. (3) Penggunaan kortikosteroid untuk
beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali
dengan dosis sangat besar. (4) Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau
lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal
potensial akan bertambah. (5) Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan
kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat
paliatif karena efek anti-inflamasinya. (6) Penghentian pengobatan tiba-tiba pada
terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal
yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.9
Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang
lama dan berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat
oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular.
Efek samping lokal yang terjadi meliputi atrofi, telangiektasis, striae atrofise,
22
purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dan
dermatitis perioral.3,10
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Abidin Taufik. Oral Corticosteroid. 2009. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid
2. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327
3. Maftuhah. Husni, Abidin. Taufik, Oral Kortikosteroid. 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/13461799/kortikosteroid-topikal
4. Sutarman Putu Ngakan, Roma Julius. Pengaruh Kortikosteroid Terhadap Sistem Imun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedoteran Universitas Hasanuddin Rumah Sakit Ujumg Pandang. Cermin Dunia Kedokteran No.85;1993. Diunduh dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PengaruhKortikosteroid085.pdf/13PengaruhKortikosteroid085.html
5. Sularsito Adi Sri Dr, dkk. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1995; 23-26
6. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 337-347
7. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Soetomo. Surabaya; 2001. Diunduh dari http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/191/191
8. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya. 2009. http://doctorology.net/?p=61
9. Ganiswarna G Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 1995 ; 484-500
10. Polito Andrea; Aboab Jérôme; Annane Djillali, PhD. Adrenal insufficiency in sepsis. 2009.Diunduhdari http://infoomega3.wordpress.com/2008/05/17/omega-3-3/
11. Ashari Irwan. Kortikosteroid Topikal. 2009. Diunduh dari http://irwanashari.blogspot.com/2009/02/kortikosteroid-topikal.html
24
12. Stress, Insomnia and the Adrenal Glands (Cortisol and DHEA). 2009. Diunduh dari http://www.nutritionalmedicine.org.uk/phdi/p1.nsf/supppages/franklin?opendocument&part=6
13. http://img.medscape.com/fullsize/migrated/550/721/apt550721.fig1.gif
14. http://www.microbiologybytes.com/iandi/1b.html
15. E health links. Synthetic Glucocoticoids. 2009. Diunduh dari http://www.endotext.org/adrenal/adrenal14/ch01s02.html
16. Hati-hati, Obati Penyakit Kulit pada Anak. Agustus 2003. Diunduh dari http://www.kompas.com
17. Hall W.C Richard, M.D. Psychiatric Adverse Drug Reactions:Steroid Psychosis. 2009. Diunduh dari http://www.janela1.com/vh/docs/v0002511.htm
18. Corticosteroid. 2009. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1063590-treatment
25