Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

72
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Metabolisme adalah suatu proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh semua makhluk hidup, proses ini merupakan pertukaran zat ataupun suatu organism dengan lingkungannya. Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metabole” yang berarti perubahan, dapat dikatakan bahwa makhluk hidup mendapat, mengolah dan mengubah suatu zat melalui proses kimiawi untuk mempertahankan hidupnya (Allegran, 2008). Kulit merupakan salah satu organ tubuh berada pada bagian luar tubuh. Organ ini merupakan organ yang terus bersentuhan langsung dengan lingkungan . Fungsi kulit adalah melindungi tubuh dari kerusakan atau pengaruh lingkungan yang buruk. Kulit memiliki peran penting dalam memproteksi bagian dalam tubuh dari kontak langsung dengan lingkungan luar, baik secara fisik atau mekanis, kimiawi, sinar matahari (ultra violet) dan mikrobiologi (Djuanda, 2013). Gangguan metabolisme adalah kelainan medis yang mempengaruhi produksi energi di dalam sel. Pada umumnya gangguan metabolisme diakibatkan oleh kelainan genetik sehingga enzim yang berperan dalam proses metabolisme sel

description

Referat Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

Transcript of Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

Page 1: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Metabolisme adalah suatu proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh

semua makhluk hidup, proses ini merupakan pertukaran zat ataupun suatu organism

dengan lingkungannya. Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metabole”

yang berarti perubahan, dapat dikatakan bahwa makhluk hidup mendapat, mengolah

dan mengubah suatu zat melalui proses kimiawi untuk mempertahankan hidupnya

(Allegran, 2008).

Kulit merupakan salah satu organ tubuh berada pada bagian luar tubuh.

Organ ini merupakan organ yang terus bersentuhan langsung dengan

lingkungan. Fungsi kulit adalah melindungi tubuh dari kerusakan atau pengaruh

lingkungan yang buruk. Kulit memiliki peran penting dalam memproteksi bagian

dalam tubuh dari kontak langsung dengan lingkungan luar, baik secara fisik atau

mekanis, kimiawi, sinar matahari (ultra violet) dan mikrobiologi (Djuanda, 2013).

Gangguan metabolisme adalah kelainan medis yang mempengaruhi

produksi energi di dalam sel. Pada umumnya gangguan metabolisme diakibatkan oleh

kelainan genetik sehingga enzim yang berperan dalam proses metabolisme sel hilang

atau rusak. Selain itu dapat juga yang diakibatkan oleh makanan, toksin, infeksi dan

lain-lain. Gangguan metabolisme adalah kondisi genetik yang menyebabkan masalah

dengan proses metabolisme dalam tubuh. Ketika proses normal metabolisme

terganggu karena merupakan kondisi yang diwariskan atau yang telah didapatkan, itu

disebut sebagai gangguan metabolisme. Kelainan kulit akibat gangguan metabolisme

disebabkan oleh kekeliruan atau kesalahan proses metabolism (Allegran, 2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada referat ini akan dibahas

beberapa penyakit kulit yang sering terjadi akibat gangguan metabolisme, diantaranya

adalah manifestasi kulit pada gangguan metabolisme, amiloidosis local, liken

amiloidosis, penyakit kulit pada diabetes mellitus, manifestasi kulit pada

Page 2: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

2

hipertiroidisme dan hipotiroidisme, serta manifestasi kulit pada gangguan hepar dan

ginjal.

I.2 Tujuan

I.2.1 Tujuan Umum

Untuk melengkapi tugas referat stase ilmu kulit dan kelamin pada

kepaniteraan klinik di RSUD Adhyatma, MPH Semarang

I.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui secara keseluruhan tentang penyakit kulit akibat gangguan

metabolisme.

I.3 Manfaat

1. Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan serta

wawasan penulis mengenai penyakit kulit akibat gangguan metabolisme

2. Menjadi referensi pembaca agar dapat memahami lebih jauh tentang penyakit-

penyakit kulit akibat gangguan metabolism

3. Dapat menambah bahan pustaka institusi

Page 3: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Manifestasi Kulit Pada Gangguan Metabolisme

Kulit adalah cermin yang jelas dari tubuh manusia di mana penyakit

sistemik atau penyakit metabolik dapat tercermin pada permukaan kulit. Penyakit

sistemik yang berbeda yang dapat menyebabkan manifestasi kulit yang berbeda pula.

Tanda-tanda ini mungkin muncul di permukaan kulit dengan gambaran klinis yang

berbeda tergantung pada penyakit utamanya, diantaranya adalah:

a. Warna kulit

Warna kulit yang berbeda berhubungan dengan penyakit kulit tertentu.

Pucat (pallor): seperti pada anemia, vaskularisasi yang berkurang misalnya pada

sinkop atau syok

Warna kekuningan (ikterus) : terjadi pada infestasi usus kronis seperti di bilharziasis,

atau keadaan hiperbilirubinemia

Eritema : akibat vasodilatasi temporer, misalnya pada penyakit infeksi, leukemia,

karsinoma, hipertensi, dan penyakit jantung (Djuanda, 2013).

b. Kelembapan kulit

Kekeringan (hipohidrosis/anhidrosis): pada kulit terjadi pada penyakit kronis,

miksedema, atau diabetes mellitus.

Hiperhidrosis: pada penyakit hipertiroid, tuberculosis, dan penyakit-penyakit bila

suhu badan turun cepat (Djuanda, 2013).

c. Perubahan struktur kulit

Penipisan kulit: adalah karena kelelahan dari kulit kolagen seperti di cachexia atau

lokal karena steroid topikal kuat.

Stria kulit: terjadi dalam penyakit Cushing, setelah steroid topikal dan sistemik untuk

jangka waktu yang panjang, kontraktur Dupuytren dan penyakit hati kronis.

Bentuk: perubahan bentuk dan bentuk kulit seperti moon face steroid sistemik karena

dan limfangitis dan ginekomastia yang terkait dengan peningkatan estrogen yang

beredar (Hijazy, 2015).

Page 4: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

4

Edema kulit mungkin karena hipoalbuminemia, peningkatan tekanan vena dan

meningkatkan permeabilitas kapiler.

Eritroderma: eritema dan pengelupasan kulit dapat mengakibatkan dari erupsi obat

dan penyakit Papulosquamus seperti psoriasis.

Lesi urtikaria dan alopecia areata: berhubungan dengan trauma psikis mendalam

(Hijazy, 2015).

d. Perubahan rambut

Rambut halus, rambut lanugo menutupi kulit dapat menjadi berpigmen di beberapa

tumor terutama karsinoma.

Alopecia: mungkin berkembang karena peningkatan sirkulasi androgen atau

perubahan sensitivitas androgen dan estrogen reseptor di kulit.

Perubahan warna rambut: penyakit metabolik dan kekurangan seperti Kwashiorkor

dan porphyries dapat menyebabkan perubahan warna rambut.

Rambut rontok: anemia, gangguan hormonal, setelah kemoterapi atau trauma psikis

(Hijazy, 2015).

e. Perubahan kuku

Perubahan bentuk kuku terjadi pada penyakit kronis seperti anemia pernisiosa,

sirosis hati yang mengarah ke white band dan clubbing nail.

f. Pruritus

Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk

menggaruk. Pruritus merupakan gejala dan pelbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai

kelainan kulit, maka disebut pruritus esensial atau pruritus sine material. Pruritus

dapat terjadi pada keadaan senilitas, penyakit hepar, penyakit endokrin, penyakit

ginjal, penyakit neoplastik, dan pruritus neurologic serta pruritus psikologik

(Djuanda, 2013).

II.2 Manifestasi Kulit Pada Penyakit DM

Patofisiologi timbulnya manifestasi penyakit kulit pada penderita diabetes

melitus belum sepenuhnya diketahui. Menurut Djuanda (2013), kadar gula kulit

(glukosa kulit) merupakan 55% kadar gula darah (glukosa darah) pada orang biasa.

Page 5: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

5

Pada penderita diabetes, rasio meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah yang

sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55 %. Gula

kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis. Hal tersebut

mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel), dan

infeksi jamur (terutama kandidosis). Keadaan-keadaan ini dinamakan diabetes kulit

(Djuanda, 2013).

Kondisi hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme

sistem imunoregulasi. Hal ini menyebabkan menurunnya daya kemotaksis,

fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel leukosit sehingga kulit lebih rentan

terkena infeksi. Pada penderita DM juga terjadi disregulasi metabolisme lipid

sehingga terjadi hipertrigliserida yang memberikan manifestasi kulit berupa Xantoma

eruptif. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga sering terjadi

hiperinsulinemia yang menyebabkan abnormalitas pada proliferasi epidermal dan

bermanifestasi sebagai Akantosis nigrikan (Suyono, 2009).

Jenis Manifestasi Kulit pada Diabetes Melitus

Manifestasi kulit tersebut mencakup :

a. Dermatopati Diabetika

Nama dermatopatia sejajar dengan nama-nama retinopati, neuropati, dan

nefropati pada sindrom diabetes melitus. Pada dermatopatia tampak papul-papul

miliar bulat, tersusun secara linier dan terdapat di bagian ekstensor ekstremitas. Lesi

menyembuh sebagai sikatriks dengan lekukan sentral. Lesi primer terlihat pada

penderita yang berusia 30 tahun ke atas. Patogenesis dermatopati diabetika diduga

terjadinya kelainan mikrovaskular akibat gangguan sistem kolagen berupa

mikroangiopati (Djuanda, 2013).

b. Xantoma Eruptif (XE)

Xantoma diabetikorum tampak sebagai papul bulat yang berwarna kuning

kemerah-merahan dan kadang-kadang disertai teleangiektasis. Tempat predileksi

ialah bokong, siku dan lutut. Xantoma terutama terlihat pada wanita berusia 20-50

tahun dengan obesitas. Trauma merupakan faktor predisposisi.

Page 6: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

6

Mekanisme xantoma eruptif pada penderita DM diduga akibat disregulasi

metabolism lipid sehingga menyebabkan terjadinya hipertrigliserid. Adanya

hipertrigliserid akan menyebabkan lipoprotein berakumulasi pada sel makrofag di

dermis kulit yang bermanifestasi sebagai papul eruptif ( Djuanda, 2013)

Gambar 2.1. Xantoma eruptif (Fitzpatrick, 2007)

c. Nekrobiosis Lipoidika Diabetikorum (NLD)

NLD terdiri atas bercak numular atau plak merah dengan sentrum kuning.

Biasanya NLD berlokalisasi di kedua tungkai, jarang sekali di badan. Histologik

terdapat degenerasi jaringan ikat dengan focus nekrobiotik di korium. Kolagen dan

elastin berubah menjadi lipid, oleh karena itu NLD juga dinamakan dermatitis

atrophicans diabetic.

NLD dikenal sebagai cutaneous marker dari diabetes melitus. Baik DM tipe 1

maupun DM tipe 2 dapat bermanifestasi sebagai lesi NLD. Insidensi NLD berkisar 3-

7 per 1000 penderita diabetes melitus (Flórez, Cruces & Jimėnez, 2003).

Patogenesis NLD diduga akibat adanya hiperglikemia yang menyebabkan

disregulasi protein seperti kolagen, sehingga terjadi disgradasi protein non-enzymatic

glycosylation (NEG) dan penumpukan protein Advanced Glycosylation End Products

(AGEs). Sebagai akibatnya terjadi penurunan solubilitas asam dan enzimatik di dalam

kolagen kulit, salah satunya menyebabkan gangguan mikrovaskuler. Gangguan

mikrovaskular ini berupa perubahan arteriolar pada area yang mengalami nekrobiosis

kolagen kulit akibat agregasi platelet. Reaksi inflamasi ini menghasilkan

granulomatosa inflamasi pada arteriolar yang bermanifestasi sebagai papul atau plak

Page 7: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

7

di kulit (Harahap, 1998).

Gambar 2.2. Nekrobiosis lipoidika diabetikorum (Fitzpatrick, 2007).

d. Akantosis Nigrikan

Akantosis nigrikan adalah penyakit kulit yang ditandai penebalan pada kulit

dengan tekstur seperti beludru di area lipatan, terutama daerah leher, axial atau paha,

disertai hiperpigmentasi, kesan kulit kotor dan asimptomatik. Penyakit ini dapat

terjadi karena faktor herediter, obesitas, berhubungan dengan gangguan endokrin,

obat ataupun malignansi.

Pada penderita DM telah terjadi gangguan endokrin, pada DM tipe 2

resistensi terhadap insulin predisposisi terjadi hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia ini

memicu abnormalitas pada proliferasi epidermal sehingga terjadi penebalan kulit

disertai hiperpigmentasi yang disebut akantosis nigrikan (Scheinfeld, 2012).

Gambar 2.3. Akantosis nigrikan (Fitzpatrick, 2007)

Page 8: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

8

e. Ulkus Diabetika

Patogenesis ulkus diabetika meliputi berbagai mekanisme yaitu akumulasi

protein Advanced Glycosylation End Products (AGEs) yanh menyebabkan gangguan

pada kaskade wound healing yang menyebabkan lambatnya penyembuhan luka.

Selain itu menurunnya inervasi sensori kutaneous menyebabkan gangguan pada

signaling neuroinflamatory melalui sel keratinosit, fibroblast, sel endothelial maupun

sel inflamatori yang menyebabkan vaskulopati dan neuropati (Djuanda,2013).

f. Infeksi Kulit

Kemudahan infeksi pada penderita DM disebabkan kondisi hiperglikemia

atau asidosis yang menyebabkan menurunnya fungsi sel T kutaneus dan berakibat

melambatnya gerakan kemotaksis, fagositosis, dan menurunnya kemampuan

bakterisidal sel leukosit. Jenis bakterial dan fungal yang sering terlibat meliputi :

Streptokokus grup A, Streptokokus grup B, Stafilokokus dan Kandida

(Djuanda,2013).

g. Bercak Tibial (shin spot)

Makula-makula hiperpigmentasi tampak pada daerah anterolateral tungkai

bawah. Bercak-bercak tersebut berkorelasi dengan neuropatia dolenta dan arefleksi.

h. Pigmented Pretibial Patches (PPP)

Nama PPP mencakup bercak-bercak tibial (shin spot) dan lesi-lsei bulat,

atrofik, dan dengan lekukan (depresi). Lesi-lesi terakhir ini terdapat di bagian

ekstensor tungkai bawah, terutama didaerah maleolus internus dan pretibial.

i. Malum Perforans Pedis

Ulkus perforans disebabkan oleh perubahan degeneratif pada saraf dan

terdapat pada penderita yang lemah, terutama pada tabes dorsalis, lepra, dan diabetes

melitus.

j. Granuloma Anulare (GA)

Granuloma anulare (GA) adalah peradangan kulit kronis yang ditandai

dengan adanya papul eritema anuler tepi polisiklik dengan sentral datar dan kesan

menyembuh. Biasanya terdapat di area punggung tangan, siku, lutut dan dapat

menyebar ke seluruh badan.

Page 9: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

9

Patogenesis GA terjadi apabila di sekitar pembuluh darah kecil terjadi reaksi

inflamasi yang mengakibatkan gangguan sistem kolagen dan jaringan elastik di kulit

sehingga memberikan gambaran sebagai vaskulitis (Djuanda,2013).

Gambar 2.4. Granuloma anulare (Fitzpatrick, 2007)

k. Bula Diabetika

Bula diabetika adalah kelainan berupa bula berisi cairan bening, tanpa tanda

inflamasi di sekitar bula, dan tidak disertai gejala nyeri atau gatal. Bula dapat

membesar dan bila terkena trauma mudah pecah, meninggalkan area erosi tertutup

krusta. Bula diabetika ini muncul spontan, mendadak dan tidak disertai tanda

inflamasi, lebih sering terjadi di akral dan sering terjadi pada penderita DM yang

kronik dengan neuropati perifer (Flórez, Cruces & Jimėnez, 2003).

Gambar 2.5 Bulla diabetika (Fitzpatrick, 2007)

l. Komplikasi Dermatologik Akibat Pengobatan Diabetes Melitus

Komplikasi dermatologic dapat timbul pada pemberian 3 jenis obat yaitu :

Page 10: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

10

sulfonylurea yang hipoglikemik, senyawa biguanidin, dan insulin. Sulfonylurea yang

hipoglikemik dapat menimbulkan reaksi alergik, misalnya pruritus, eritema,

dermatitis generalisata dengan febris. Biasanya reaksi timbul sesudah 1-3 pekan.

Kadang-kadang timbul foto-sensitisasi atau purpura. Senyawa biguanidin dapat

menyebabkan reaksi-reaksi dermatologic, tetapi jauh lebih jarang daripada reaksi-

reaksi dalam alat cerna. Insulin dapat menimbulkan lipodistrofi, obesitas, reaksi-

reaksi alergik (biasanya urtika), atau kadang-kadang juga keloid. Lipodistrofi

hipertrofik menimbulkan penonjolan yang menyerupai lipoma dan tidak nyeri.

Lipodistrofi atrofik tampak sebagai kulit yang lekuk dan atrofik (Djuanda, 2013).

II.3 Liken Amilodosis

a. Definisi

Liken Amiloidosis merupakan penyakit kulit yang termasuk di dalam

penyakit Amiloidosis kulit lokal primer. Amiloidosis kulit lokal primer ialah kelainan

kulit berupa makula, papula atau nodulus yang berwarna seperti warna kulit sampai

coklat

Amiloidosis adalah sebutan untuk berbagai macam kondisi dengan adanya

penumpukan protein amiloid pada organ dan/atau jaringan, sehingga mengakibatkan

timbulnya penyakit. Sebuah protein adalah amiloid bila protein menjadi sebuah

bentuk tak larut yang khas, yang disebut lembaran lipat-beta yang disebabkan oleh

perubahan struktur sekunder protein (Harahap, 1998).

Liken Amiloidosis adalah kondisi kulit yang ditandai dengan timbulnya

papula-papula likenoid yang terkadang disertai rasa gatal, biasanya muncul secara

bilateral pada tulang kering. Lesi disebabkan oleh adanya tumpukan amiloid di dalam

kulit sebagai akibat kelainan metabolisme, tanpa disertai amiloidosis sistemik dan

penyakit kulit lainnya (Siregar, 2002).

b. Etiopatogenesis

Etiologi terjadinya penumpukan amiloid dalam jaringan kulit belum diketahui

sampai sekarang. Disangka banyak faktor yang mempengaruhinya. Pada penyakit ini

Page 11: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

11

terdapat tumpukan fibril amiloid dalam jaringan kulit. Amiloid terdiri dari protein,

glikoprotein, dan bahan dasar (Siregar, 2002).

Konsep Saltzer: semua kasus amiloidosis disebabkan oleh proliferasi sel-sel

yang mensintesis protein. Hasil sintesis berupa protein akan ikut sirkulasi darah

kemudian bertumpuk di daerah-daerah yang diserang (Harahap, 1998).

Endapan-endapan amiloid pada liken amiloidosis berikatan dengan antibodi

antikeratin. Endapan-endapan ini terdiri dari kelompok-kelompok sulfihidril,

bertujuan untuk merubah keratin menjadi sumber dari endapan-endapan ini (Harahap,

1998).

c. Gejala Klinis

Liken Amiloidosis khas dengan adanya papula seperti kubah, berwarna seperti

kulit sampai coklat, kecil, diskret, sisik halus dapat likenoid, sebagian bergerombol

seperti plak moniliformis, dan jika berkelompok mirip seperti liken simpleks

kronikus. Disertai dengan keluhan gatal paroksismal, gatal pada betis lebih hebat

(Harahap, 1998).

Papula likenoid ini kemungkinan merupakan hasil dari rasa gatal dan garukan

yang dilakukan oleh penderita. Papula ini terutama dijumpai di daerah tulang kering.

Selain itu, dapat juga dijumpai di daerah paha, pergelangan tangan, lengan bawah

ekstensor dan bagian belakang punggung (Siregar, 2012).

Page 12: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

12

Gambar 2.6 Liken Amiloidosis pada daerah tulang kering (Robin, 2011).

Gambar 2.7 Papula-papula berwarna kulit sampai coklat (Robin, 2011).

Page 13: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

13

Gambar 2.8 Liken Amiloidosis pada daerah punggung (Allergan, 2008).

d. Diagnosis

Diagnosis Liken Amiloidosis ditegakkan dengan gambaran klinik yang khas

dengan adanya papula yang terdapat di daerah ekstensor anggota gerak bawah yang

disertai rasa gatal dengan atau tanpa penyakit lain sebagai penyakit dasar dan tidak

ada hubungannya dengan penyakit lainnya (Syarif, 2008).

Gambaran histopatologi akan tampak massa amiloid pada papila dermis;

epidermis akantosis, hiperkeratosis, dan hiperpigmentasi pada bagian basal.

Melalui pemeriksaan histologi pada jaringan yang terkena, penumpukan

amiloid diidentifikasikan dengan pewarnaan kongo merah dan dilihat melalui cahaya

terpolarisasi, dimana penumpukan tersebut dikenal dengan refraksi ganda hijau apel.

Biopsi dilakukan pada organ yang terkena. Semua penumpukan amiloid

menyimpan komponen P amiloid serum (SAP atau serum amyloid P component),

sebuah protein sirkulasi dari kelompok pentraksin. Pemindaian radionuklida SAP

telah dapat melokalisasi penumpukan amiloid pada pasien (Syarif, 2008).

e. Diagnosis banding

Liken Amiloidosis dapat didiagnosis banding dengan Liken Simpleks Kronis.

Pada liken simpleks kronis merupakan peradangan kulit kronis, gatal sekali,

Page 14: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

14

sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol

menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.

Dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher, tungkai bawah, pergelangan kaki,

skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum, dan vulva.

Secara histopatologi pada liken simpleks kronikus tampak epidermis

hiperkeratosis, akantosis, dermis bagian papil dan subepidermal mengalami fibrosis

(Harahap, 1998).

f. Pengobatan

Pengobatan amiloidosis lokal primer ini belum ada yang memuaskan. Sering

tidak perlu terapi, tapi dapat juga diberikan kortikosteroid topikal atau intralesi.

Penatalaksanaan juga difokuskan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa gatal

dengan pemberian antihistamin yang bersifat sedatif. Ada laporan keberhasilan

pengobatan dengan pemberian etretinate, CO2, laser, dermabrasi, dimetil sulfoksida

(DMSO) topikal, dan fototerapi (UVB atau PUVA) (Siregar, 2012).

II.4 Xanthoma

a. Definisi

Xantoma ialah suatu kelainan kulit berupa plak atau nodul berwarna kuning

yang disebabkan pengendapan lemak dan sel busa secara abnormal.  Xantoma

bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala atau petanda adanya

gangguan metabolisme lipoprotein. Walaupun demikian, pada kasus-kasus tertentu,

xantoma dapat timbul walaupun tidak terdapat kelainan metabolism lipoprotein, dan

tidak terdapat kenaikan kadar lipid di dalam darah (Scheinfeld, 2012).

b. Gambaran Klinis

Secara klinis, xantoma dapat diklasifikasikan sebagai  eruptive xantoma, tuberous

xantoma, tendineus xantoma dan plane xantoma.

Eruptive xantoma adalah papul-papul yang multipel, berwarna merah kekuningan

yang muncul secara tiba-tiba , biasanya berlokasi pada daerah extensor ekstremitas

dan pada daerah bokong (Roy, 2008).

Page 15: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

15

Tuberous xantoma adalah nodul-nodul yang sering berlokasi pada permukaan

extensor siku, lutut,  buku-buku jari, dan bokong.

Tendinous xantoma adalah nodul subkuteneus yang padat /keras yang sering

ditemukan pada fascia, ligamentum, tendon Achilles, dan tendon extensor tangan,

kaki, dan siku.

Sedangkan plane xantoma adalah makula yang berwarna kuning, papul, atau plak

yang sering ditemukan pada palpebra (xanthelasma palpebrarum), pada telapak

tangan (xantoma striatum palmare) dan pada daerah intertriginosa (Roy, 2008).

c. Histopatologi

Xanthoma mempunyai gambaran mikroskopik yang khas, yaitu adanya foam

cell atau sel busa. Foam cell adalah makrofag yang mengandung lipid di dalamnya.

Pada semua xantoma terlihat infiltrat lipid pada kulit, infiltratrasi sel radang dan

keberadaan sel lemak di luar sel.

Pada eruptive xantoma, terdapat deposit sel lipid di lapisan retikuler dari

dermis. Selain itu, dapat ditemukan sel limfoid, histiosit, neutrofil. Foam cell pada

eruptive xantoma relatif lebih sedikit daripada xantoma jenis lain.

Tuberous xantoma menunjukkan agregasi foam cell yang banyak pada lapisan

dermis dengan sel radang yang sedikit dan celah-celah yang berisi kolesterol. Tendon

xanthoma secara histopatologi mirip dengan tuberous xantoma, tetapi pada tendon

xanthoma, foam cell nya berukuran lebih besar.

Xantelasma dapat dibedakan dengan melihat lokasi dari xantelasma yang

terletak superfisial. Selain foam cell, pada xantelasma dapat ditemukan otot, rambut,

dan lapisan epidermis kulit (Roy, 2008).

Page 16: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

16

Gambar 2.9. Gambaran mikroskopik dari xantoma yang menunjukkan foam cell

(Robin, 2011).

Gambar 2.10 Gambaran mikroskopik dari xanthelasma, terlihat makrofag yang berisi

lipid pada lapisan dermis (Robin, 2011).

Page 17: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

17

Secara singkat, gambaran klinis dari setiap xantoma adalah sebagai berikut :

Tipe Gambaran Klinis Kondisi yang terkait

Xanthelasma Terdapat pada canthus lateral

atau canthus medial, dapat

berbentuk papul atau makula

(datar)

Tipe II dan tipe III

hyperlipidemia

Eruptive xantoma kumpulan papul2 berwarna

kekuningan yang mempunyai

dasar eritema. Berlokasi pada

bokong, bagian extensor dari

siku dan lutut

Tipe I, IV, dan V

hyperlipidemia.

Tuberous xantoma Deposit lemak pada lapisan

dermis dan subkutaneus, dapat

berupa plak atau nodul, sering

ditemukan pada siku dan lutut

Tipe II dan III

Hiperlipidemia

Tendineus xantoma Nodul yang terdapat pada siku,

lutut, tendon Achilles, dan

pada bagian dorsal dari tangan

dan kaki

Tipe II hiperlipemia, 

Tipe III hiperlipdemia

(jarang)

Plane xantoma Deposit lemak berupa makula

atau papul yang sedikit

meninggi. Terdapat pada

telapak tangan, muka, leher,

dan dada.

Tipe II dan III

Hiperlipidemia

Page 18: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

18

d. Klasifikasi

1. Familial Chylomicronemia Syndrome (Frederickson Type I

Hyperlipidemia)

Etiopatogenesis:

Defisiensi Lipoprotein Lipase

Lipoprotein Lipase (LPL) merupakan enzim yang teletak di bagian endotel

kapiler, berfungsi menghidrolisis trigliserida dari kilomikron menjadi asam

lemak. Ketika enzim ini fungsinya terganggu atau mengalami defek fungsi,

maka kilomikron yang terdiri dari trigliserida akan terakumulasi di dalam

serum

Defisiensi  Apolipoprotein-C2

Apo-C2 berada di dalam trigliserida kaya lipoprotein dan mengaktifkan LPL.

Tanpa LPL, kilomikron tidak dapat dihidrolisis dan akan menyebabkan

pengakumulasian trigliserida di dalam serum (Scheinfeld, 2012).

Gejala Klinis

Pada pasien yang termasuk pada klasifikasi ini, terjadi eruptive xantoma.

Eruptive xantoma muncul sebagai eritema atau sebagai papul berwarna kuning

yang berdiameter kira-kira 1-4 mm. Distribusi lesinya berada di bagian

permukaan extensor dari ekstremitas (khususnya lutut dan siku), bokong

dan tangan.Dalamperkembangannya, lesi dapat mempunyai halo, terjadi

inflamasi, dan gatal. Penelitian juga menyebutkan terdapat fenomena Koebner

pada lesi (Roy, 2008).

Page 19: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

19

Gambar 2.11 Eruptive xantoma yang muncul pada siku (Robin, 2011).

Laboratorium

Kadar lipid di dalam plasma dapat membantu diagnosis. Pada pasien ini, kadar

trigliserida dalam plasma meningkat secara drastis pada range 50-100 mmol/L

(Syarif, 2008).

Penatalaksanaan

Tidak ada obat-obatan yang secara efektif mengobatai chylomicronemia akibat

defisiensi LPL atau defisiensi Apo-C2, cara yang paling efektif adalah

pengaturan diet. Lemak dibatasi 20-30 g/hari. Sebagai tambahan, dapat

digunakan obat-obat seperti fibrat, asam nikotinat untuk menurunkan kadar TG

(Roy, 2008).

Prognosis

Jika kadar TG pasien melampaui 2000 mg/dl, pasien mempunyai resiko yang

tinggi terkena akut pankreatitis. Pasien pada klasifikasi ini pada umumnya tidak

beresiko terkenal penyakit jantung koroner, walaupun beberapa pasien

didapatkan atherosclerosis (Syarif, 2008).

2. Hypercholesterolemia (Frederickson Tipe II Hiperlipidemia)

Familial homozygous Hypercholesterolemia

Page 20: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

20

Partikel-partikel LDL yang berada di dalam serum diproses oleh sel hepar

melalui perikatan dengan LDL reseptor. Ketika partikel LDL berikatan dengan

LDL reseptor, partikel tersebut kemudian akan diteruskan ke lysosom dan akan

mengalami proses degradasi. Pada pasien dengan Familial

Hypercholesterolemia (FH) terjadi defisiensi genetik dari LDL reseptor, yang

berperan penting pada proses degradasi dari LDL. Homozigot FH adalah suatu

keadaan terjadinya defek pada kedua alel gen, yang menyebabkan LDL reseptor

dari pasien tidak bekerja, atau memiliki aktivitas yang sangat rendah (Syarif,

2008).

Familial Heteroyzygous Hypercholesterolemia

Heterozygot FH merupakan suatu keadaan yang lebih umum daripada

homozigot FH. Dengan prevalensi 1:500. Pada pasien dengan Heterozigot FH,

terjadi kelainan yang sama dengan pasien Homozigot FH, tetapi pada pasien

dengan Heterozigot FH hanya terjadi defek pada salah satu alel gen (Syarif,

2008).

Familial Defective Apolipoprotein B-100

Apo-B100 merupakan satu-satunya apolipoprotein yang dihubungkan dengan

LDL. Apo-B100 membantu pengikatan antara partikel LDL dan LDL reseptor.

Familial defective Apo-B100 (FDB) adalah suatu penyebab lain dari

hypercholesterolemia berat. Pada pasien dengan FDB, terjadi kelainan struktur

dari Apo-B100 yang menyebabkan partikel LDL tidak dapat berikatan dengan

LDL reseptor secara efektif (Syarif, 2008).

Gejala Klinis:

Pada pasien yang termasuk dalam klasifikasi ini, terjadi tendineus xantoma,

tuberous xantomas, dan plane xantomas.

Tuberous xantoma muncul sebagai lesi yang berkembang secara lambat

menjadi papul kekuningan, nodul, atau tumor yang berlokasi di lutut, siku dan

permukaan ekstensor dari badan dan telapak tangan (Roy, 2008).

Page 21: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

21

Tendineus Xantoma muncul sebagai lesi yang berbentuk papul atau nodul

berdiameter 5 – 25 mm yang ditemukan di tendon, khususnya di tendon

ekstensor di bagian punggung tangan, bagian dorsal kaki, dan di

tendon Achilles (Roy, 2008).

Plane Xantoma muncul sebagai lesi makula yang datar atau papul yang sedikit

meninggi berwarna kekuningan atau orange yang menyebar secara difus. Secara

khusus, plane xantoma banyak terdapat pada kelopak mata, leher, bahu, badan,

dan ketiak (Roy, 2008).

Gambar 2.12 Tuberous xanthoma (Medscape, 2015).

Page 22: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

22

Gambar 2.13 Tuberous Xanthoma (Hijazy, 2015).

Gambar 2.14 Tendineus Xantoma pada tendon Achilles (Scheinfeld, 2012).

Page 23: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

23

Gambar 2.15 Plane Xanthoma pada leher (Medscape, 2015).

Laboratorium

Pada pasien dengan Tipe II hyperlipidemia, kadar LDL-cholesterol dalam

serum akan jelas meningkat. Pada pasien dengan homozigot FH, kadar LDL

dapat mencapai 800-1000 mg/dl, sedang pada pasien dengan heterozigot FH,

kadar LDL serum sekitar dua kali lipat dari nilai normal (Syarif, 2008).

Penatalaksanaan

Pemberian statin telah terbukti merupakan obat yang efektif dalam mengobati

pasien tipe II ini. Selain itu dapat dilakukan diet rendah lemak / kolesterol

untuk mengontrol kadar LDL di dalam darah dan menghilangkan tendon

xanthoma diAchilles (Roy, 2008).

Prognosis

Pasien cenderung mempunyai atau terkena penyakit jantung koroner dan

atherosclerosis sebelum memasuki usia remaja (Roy, 2008).

3. Dysbetaliproteinemia (Frederickson Type III Hyperlipidemia)

Etiopatogenesis:

Disbetalipoproteinemia merupakan suatu gangguan metabolisme lipid yang

ditandai dengan adanya akumulasi dari dari residu lipoprotein (residu

Page 24: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

24

kilomikron dan residu VLDL). Pada pasien ini, terdapat isoform abnormal dari

apo-E, yang disebut apo-E2. Isoform normal adalah  apo-E3 dan apo-E4,

isoform-isoform ini membantu uptake residu-residu kilomikron dan VLDL oleh

hati. Karena adanya Apo-E2, uptake dari residu-residu kilomikro dan VLDL

terganggu, yang pada akhirnya dapat menyebabkan akumulasi residu ini di

dalam serum (Roy, 2008).

Walaupun demikian kelainan Apo-E sendiri tidak dapat menyebabkan

gangguan atau memunculkan lesi xanthoma, dibutuhkan suatu kelainan lain

yang turut mendukung, misalnya Hypotiroid, Obesitas, DM ( 1% dari populasi

mempunyai Apo-E2 genotip, tapi hanya 0.01% yang terkena Tipe III

hyperlipidemia) (Roy, 2008).

Gejala Klinis

Sekitar 2/3 dari pasien yang termasuk dalam klasifikasi ini terdapat

tuberoeruptive dan tuberous xantoma. Juga dapat ditemukan deposit lemak pada

telapak tangan (xantoma straitum palmare). Terkadang, dapat juga ditemukan

manifestasi dari tendon xanthoma dan xantelasma1.

Palmar xanthoma muncul sebagai lesi berbentuk nodul atau papul berbentuk

iregular yang berwarna kuning, yang terdapat di telapak tangan, bagian flexural

dari jari.

Xanthelasma adalah suatu bentuk xanthoma yang paling banyak ditemukan.

Lesinya muncul secara simetris di bagian atas dan bawah dari kelopak mata.

Lesinya lunak, dapat berbentuk papul atau plak yang berwana kekuningan

(Syarif, 2008).

Page 25: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

25

Gambar 2.16 Xanthoma pada telapak tangan (Palmar Xanthoma) (Medscape,

2015).

Gambar 2.17 Xanthelasma (Medscape, 2015).

Labolatorium

Plasma cholesterol dan kadar TG meningkat dengan derajat yang sama

(cholesterol dapat meningkat 7.0 mmol/L sedang TG dapat meningkat 4,0

mmol/L). Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi Apo-E2

isoform, yang merupakan penyebab dari kelainan ini (Syarif, 2008).

Page 26: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

26

Penatalaksanaan

Pengobatan pada penyakit metabolik yang menyertai seperti obesitas, Diabetes

Mellitus atau hipotiroidisme akan membantu menurunkan kadar lipid dan

menghilangkan lesi xanthoma. Dapat juga diberikan asam fibrat atau asam

nikotinat, tetapi jika kadar kolesterol meningkat secara drastis, terapi statin

lebih efektif (Syarif, 2008).

Sedang pada xantelasma, terdapat banyak pilihan yang dapat dilakukan untuk

menghilangkan xantelasma melalui pembedahan, antara lain:

Eksisi

–          Untuk ukuran lesi yang kecil, dianjurkan untuk melakukan eksisi, bekas

luka ditutupi dengan cara dijahit

–          Eksisi luas, cenderung pada kelopak mata bagian bawah, lesi padat

tebal. Eksisi yang sederhana pada lesi yang berukuran besar dapat

menimbulkan retraksi kelopak mata, ektropion. Xantelasma dapat dimasukkan

ke dalam bedah kosmetik, meskipun blepharoplasty dapat meningkatkan resiko

terjadinya formasi ektropion

Ablasi Laser Argon

Merupakan salah satu metode dari penanganan xantelasma, penguapan dangkal

yang superfisial dengan teknik perombakan atau teknik elektromagnetik untuk

menghilangkan plak xantoma yang berwarna kuning

Kauterisasi Kimia

Menggunakan chlorinated acetic acids, metode ini sangat efektif

menghilangkan xantelasma, dengan mempresipitasi, mengkoagulasi protein dan

melisiskan lemak. Jenisnya monochloroacetic acid , dicholoroacetic acid,

dan trichloroacetic acid.

Elektrodesikasi dan Krioterapi

Page 27: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

27

Xantelasma juga dapat dihilangkan dengan metode ini, tapi pengobatan ini

sangat jarang digunakan karena sering meninggalkan bekas luka dan juga dapat

menyebabkan hipopigmentasi

Skin Graft

Metode ini digunakan untuk alasan kosmetik pada bedah rekonstruksi

digunakan pada xantelasma yang luas. Skin graft berarti kulit pada area tertentu

di tubuh, dengan bedah dipindahkan dan ditransplantasikan pada area lain di

tubuh. Skin graft dibagi menjadi split-thickness skin graft, yang mengambil

lapisan teratas kulit danfull thickness skin graft, yang mengambil seluruh

lapisan kulit (Djuanda, 2013).

Prognosis

Pasien dengan Tipe III hiperlipidemia mempunyai resiko tinggi terkena

penyakit Jantung Koroner dan sering juga terkena penyakit arteri perifer.

4. Familial Hypertriglyceridemia (frederickson tipe IV Hyperlipidemia)

Etiopatogenesis:

Etiologinya sampai sekarang masih belum diketahui. Pada pasien dengan

Familial Hypertriglyceridemia, hepar memproduksi VLDL secara berlebihan

(overproduksi). Defek yang mendasari kelainan pada pasien ini belum diketahui

secara pasti. Namun ada yang menyebutkan bahwa Obesitas, Diabetes Melitus

dan alcohol merupakan faktor pencetus terjadinya kelainan ini (Syarif, 2008).

Gejala Klinis

Pada pasien dengan Familial Hypertriglyceridemia, xantoma jarang ditemukan.

Pasien dengan klasifikasi ini biasanya ditemukan pada pemeriksaan kadar lipid

rutin. Namun, kadang-kadang dapat ditemukan eruptive xanthoma pada bokong

dan tangan (Syarif, 2008).

Laboratorium

Pada pasien ini ditemukan kadar Plasma TG meningkat secara moderat, tidak

sebanyak pada pasien dengan Tipe I hiperlipidemia (Syarif, 2008).

Page 28: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

28

Penatalaksanaan

Hal yang palin esensial adalah diet rendah lemak dan menurunkan berat badan

ke berat badan ideal. Selain itu mengobati kelainan metabolik yang turut

menyertai penyakit ini, seperti Dibetes mellitus, Obesitas, dan penyakit tiroid

tidak kalah pentingnya. Selain itu penderita juga harus menjauhi sukrosa dan

alkohol. Jika diet saja tidak berhasil dapat diberikan fibrat (Fenofibrate atau

gemfibrosil) yang dapat mengontrol hiperlipidemia-nya (Roy, 2008).

5. Familial Hypertriglyceridemia : Chylomicronemia Combined with

Endogenous Hypertriglyceridemia (Frederickson Type V Hyperlipidemia)

Etiopatogenesis:

Pada pasien dengan gangguan ini, terjadi kombinasi antara dua defek, yaitu

defek pada metabolisme trigliserida dan overproduksi dari VLDL. Kedua hal

abnormal ini dapat mempunyai penyebab yang berbeda-beda, misalnya defek

pada enzim LPL, defek pada LDL reseptor (Syarif, 2008).

Gejala Klinis

Pada pasien ini ditemukan eruptive xanthoma, nyeri abdominal, dan kadang-

kadang dapat terserang akut pankreatitis

Laboratorium

Pada pasien akan didapatkan kenaikan kadar chylomicron dan VLDL di dalam

darah (Syarif, 2008).

Penatalaksanaan

Yang terutama adalah menurunkan berat badan sampai pada berat badan yang

ideal dengan cara diet rendah leak dan mengurangi karbohidrat. Selain itu dapat

diberikan asam fibric (contoh : gemfibrozil) untuk mengatasi

hiperlipidemianya. Heparin dapat diberikan pada pasien yang mempunyai

pankreatitis akut untuk menstimulasi aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL)1,9.

Prognosis

Pasien dengan tipe V hiperlipoprotenemia mempunyai faktor resiko tinggi

untuk terkena penyakit jantung koroner, dan biasanya bermanifestasi sebagai

Page 29: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

29

penyakit arteri perifer. Resiko untuk terkena pankreatits akut juga meningkat

jika kadar trigliserida melewati 2000 mg/dl (Djuanda, 2013).

Secara ringkas, klasifikasi dari xantoma adalah sebagai berikut

Klasifikasi Kondisi Etiologi Tipe  

Xantoma

Profil Lipid

Tipe I Familial

Chylomicronemia

–      Defisiensi

Enzim LPL 

–      Defisensi

Apo-C2

Eruptive

Xantoma

 

TG 

Tipe II Familial

Hypercholesterolemia

–     Defek pada

LDL reseptor 

–     Defek pada

Apo B-100

Tendon

Xantoma,

Tuberous

Xantoma

 

LDL

Tipe III Dysbetaliproteinemia –     Terdapat

bentuk isoform

abnormal dari

Apo-E, yaitu

Apo-E2

Tuberous

Xantoma,

Xantelasma,

Palmar

Xantoma

 

LDL & TG 

Tipe IV Familial

Hypertriglyceridemia

–      Hepar

memproduksi

VLDL

diproduksi

secara

berlebihan

Xantoma jarang

ditemukan,

tetapi kadang-

kadang dapat

ditemukan

eruptive

 

TG 

Page 30: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

30

xantoma

Tipe V Mixed hiperlipidemia –      Kombinasi,

antara defek

pada

metabolisme Tg

dan VLDL

Eruptive

Xantoma

 

LDL & TG 

II.5 Xanthelasma

a. Definisi

Xanthelasma adalah kumpulan kolesetrol di bawah kulit dengan batas tegas

berwarna kekuningan biasanya di sekitar mata, sehingga sering disebut xanthelasma

palpebra. Kata “xanthos” berasal dari kata Yunani yang berarti “kuning” dan

“elasma” yang berarti “seperti lempengan metal”. Meskipun tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan nyeri, munculnya xanthelasma dapat mengganggu penampilan

dan dapat dihilangkan. Bila ditemukan dalam jumlah banyak maka disebut

“xanthelasmata”. Kelainan ini sering ditemukan pada ras Asia dan mereka yang

tinggal di daerah Mediterania (Djuanda, 2013).

Xanthelasma atau plaque kekuningan yang sering ditemukan di dekat canthus

bagian dalam kelopak mata, terutama sering ditemukan di kelopak mata atas

daripada di kelopak mata bawah. Xanthelasma palpebra adalah bentuk xanthoma

kutaneus yang paling sering ditemui. Xanthelasma biasanya lunak, semisolid atau

calcareous. Sering ditemui simetris, kadang pada 4 kelopak mata sekaligus (kelopak

mata atas, bawah kanan dan kiri). Xanthelasma mempunyai kecenderungan untuk

berkembang, bergabung dan menjadi menetap. Xanthelasma dapat timbul di tubuh

mana saja, tetapi lebih sering terlihat di area kelopak mata. Xanthelasma ini

berkembang dari disfungsi metabolism lipid (Allergan, 2008).

Di Indonesia sendiri Xanthelasma palpebrarum cukup banyak dijumpai

meskipun tidak sebanyak kasus kelainan kulit yang lain seperti yang disebabkan oleh

bakteri atau parasit. Ini mungkin disebabkan juga banyak masyarakat di indonesia

Page 31: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

31

mengkonsumsi bahan yang banyak mengandung lemak, selain bahan yang

mengadung lemak xanthelasma ini juga dapat disebabkan oleh keturunan (Djuanda,

2013).

b. Etiologi

Xanthelasma telah dihubungkan dengan keadaan hiperlipoproteinemia. Semua

tipe hiperliproteinemia termasuk bentuk sekunder telah dihubungkan dengan

xanthelasma, tetapi tipe II dan III, berkisar 30%-40% pada pasien xanthelasma.7

Setengah pasien xanthelasma mempunyai kelainan lipid. Erupsi Xanthomas dapat

ditemui pada hiperlipidemia primer dan sekunder. Kelainan genetik primer termasuk

dislipoproteinemia, hipertrigliseridimia dan defisiensi lipase lipoprotein yang

diturunkan. Diabetes yang tidak terkontrol juga menyebabkan hiperlipidemia

sekunder. Xanthelasma juga bisa terjadi pada pasien dengan lipid normal dalam darah

yang mempunyai HDL kolesterol rendah atau kelainan lain lipoprotein (Hijazy,

2015).

c. Patofisiologi

Hepar mensekresi lipoprotein, partikel yang terbuat dari kombinasi cholesterol dan

trigycerides. Partikel ini bersifat larut air untuk memfasilitasi transport pada jaringan

perifer. Oleh polar phospolipids dan 12 protein spesifik yang berbeda yang

dinamakan apolipoproteins. Apolipoproteins berfungsi sebagai kofaktor untuk enzime

plasma dan berinteraksi dengan reseptor permukaan sel. Lipoprotein dibagi menjadi

lima komponen, yaitu chylomicrons, VLDL, intermediate-density lipoproteins (IDL),

LDL, dan HDL. Dyslipoproteinemia dikategorikan sebagai primer atau sekunder.

Kondisi primer ditentukan secara genetik dan dikelompokkan oleh Fredrickson

menjadi lima atau enam komponen berdasarkan peningkatan lipoprotein spesifik.

Hiperprotein sekunder muncul akibat penyakit lain yang dapat memunculkan gejala,

perubahan lipoprotein, dan xanthomas yang dapat menyerupai sindrome primer

(Scheinfeld, 2012).

Meskipun telah diteliti mengenai hubungan antara xanthelasma dan

hyperlipoproteinemia, hanya sekitar setengah pasien yang memperlihatkan adanya

Page 32: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

32

peningkatan lipid serum. Pada penelitian Gangopadhya didapatkan hanya 52,5%

pasien xanthelasma yang mempunyai profil lipid abnormal (Hijazy, 2015).

Pada xanthelasma terjadinya akumulasi kolesterol yang berawal dari darah,

dimana jumlah kolesterol yang paling banyak berasal dari LDL yang masuk melalui

dinding vaskular. Dikatakan bahwa trauma dan inflamasi itu dapat merubah

permeabilitas vaskuler sehingga lipoprotein dapat masuk ke dalam kulit dan

kemudian difagositosis oleh sel dermal. Normalnya LDL mempunyai nilai kebocoran

kapiler yang lambat (Allergan, 2008).

Panas lokal meningkatkan nilai kebocoran. Dapat dilihat secara eksperimen

bahwa nilai kebocoran kapiler dari LDL itu dua kali lebih besar pada daerah yang

lebih sering terekspose oleh gerakan fisik atau gesekan, dibandingkan daerah pada

kulit yang immobilisasi. Kelopak mata lebih sering mengalami pergerakan yang

konstan dan gesekan, dan hal ini mungkin alasan mengapa xanthelasma berkembang

pada daerah ini (Hijazy, 2015).

d. Gejala Klinis

Timbul plak irregular di kulit, warna kekuningan sering kali disekitar mata

Ukuran xanthelasma bervariasi berkisar antara 2 – 30 mm., adakalanya simetris dan

cenderung bersifat permanen.

Pasien tidak mengeluh gatal, biasanya mengeluh untuk alasan estetika.

Xanthelasma atau xanthelasma palpebra biasanya terdapat di sisi medial kelopak

mata atas. Lesi berwarna kekuningan dan lembut berupa plaque berisi deposit lemak

dengan batas tegas. Lesi akan bertambah besar dan bertambah jumlahnya. Biasanya

lesi-lesi ini tidak mempengaruhi fungsi kelopak mata, tetapi ptosis harus diperiksa

bila ditemukan (Djuanda, 2013).

Page 33: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

33

Gambar 2.18 Gambar xanthelasma palpebra pada stadium awal berupa lesi

kuning keputihan (Wikipedia, 2015).

Gambar 2.19 Gambar xanthelasma terdapat lesi berwarna kekuningan dengan

batas tegas di kelopak mata bagian dalam (Wikipedia 2015).

Gambar 2.20. Gambaran Xanthelasma palpebra simetris di kedua kelopak mata

(Scheinfeld, 2012)

Page 34: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

34

Gambar 2.21. Gambar xanthelasma palpebra berupa benjolan warna kuning

keputihan (Scheinfeld, 2012).

Gambar 2. 22.Gambar xanthelasma palpebra menunjukkan gambaran plaque

kekuningan di kelopak mata bagian tengah (Scheinfeld, 2012).

e. Laboratorium

Karena 50% pasien dengan xanthelasma mempunyai gangguan lipid, maka

disarankan untuk pemeriksaan plasma lipid juga HDL dan LDL. Xanthelasma

biasanya dapat didiagnosa dengan jelas secara klinis dan jarang kelainan lain

memberi gambaran klinis sama. Jika ada keraguan, eksisi bedah dan analisis patologi

sebaiknya dilakukan (Syarif, 2008).

f. Pemeriksaan Histologi

Xanthelasma tersusun atas sel-sel xanthoma. Sel-sel ini merupakan histiosit

dengan deposit lemak intraseluler terutama dalam retikuler dermis atas. Lipid utama

Page 35: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

35

yang disimpan pada hiperlipidemia dan xanthelasma normolipid adalah kolesterol.

Kebanyakan kolesterol ini adalah yang teresterifikasi (Roy, 2008).

Gambar 2.23 : Histologi dari xanthelasma (Fitzpatrick, 2007).

g. Terapi

Tujuan utama terapi adalah untuk mengontrol kelainan yang mendasari untuk

mengurangi perkembangan xanthelasma dan xanthoma. Xanthelasma dapat dibedah

apabila mengganggu, tetapi mungkin bisa kambuh. Xanthelasma dapat dihilangkan

dengan pengelupas trichloroacetic, bedah, laser atau cryoterapi. Penghilangan

xanthelasma dapat menyebabkan timbulnya scar dan perubahan pigmen, tetapi tidak

jika menggunakan trichloroacetic. Komponen herediter yang diturunkan

menyebabkan timbulnya xanthelasma ini bisa mengindikasikan tingginya kolesterol

dalam darah atau bisa juga tidak. Apabila tidak ada riwayat keluarga yang menderita

xanthelasmata maka biasanya mengindikasikan jumlah kolesterol yang tinggi dalam

darah dan mungkin berhubungan dengan resiko timbulnya penyakit atheromatous

(timbunan kolesterol di arteri) (Djuanda, 2013).

Farmakoterapi

Diet ketat dan obat-obatan yang menurunkan serum lipid, meskipun penting

pada pasien dengan lipid abnormal tetapi hanya memberikan respon sedikit pada

terapi xanthelasma (Djuanda, 2013).

Terapi Bedah

Page 36: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

36

Banyak pilihan untuk menghilangkan xanthelasma palpebra, termasuk bedah

eksisi, argon dan pengangkatan dengan laser karbondioksida, kauterisasi kimia,

elektrodesikasi dan cryoterapi (Djuanda, 2013).

Eksisi Bedah

Untuk lesi kecil yang linier eksisi direkomendasikan dimana scar akan

tercampur dalam jaringan kelopak. Lesi yang membengkak lebih kecil dapat

dihilangkan dan jaringan akan menyatu kembali. DOI merekomendasikan

menggunakan teknik bedah mikroskop, menggali antara tumor dan okuli orbita

dengan blade nomer 11, mengangkat atap dan dengan hati-hati mengambil tumor

sepotong demi sepotong dengan gunting mikro dari sisi kebalikan dan

menyatukan atap dengan benang nylon 7 – 0.

Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung mudah terjadi scar

karena jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi sederhana pada lesi yang

lebih luas beresiko terjadi retraksi kelopak mata, ektropion sehingga

membutuhkan cara rekonstruksi lain. Pengangkatan xanthelasma sudah menjadi

bagian dari bedah kosmetik.

Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon : menambah

hemostasis, memberi gambaran lebih baik, penutupan yang kurang dan lebih

cepat dalam menggunakan tehnik ini; scar dan perubahan pigmen dapat terjadi

(Djuanda, 2013).

Kauterisasi kimia: penggunaan chloracetic acid efektif untuk menghilangkan

xanthelasma. Agen ini mengendapkan dan mengkoagulasikan protein dan lipid

larut. Monochloroacetic acid, dichloroacetic acid, dan trichloroacetic acid

dilaporkan memberi hasil yang baik. Haygood menggunakan kurang dari 0.01 ml

dari 100% dichloracetic acid dengan hasil yang sempurna dan scar minimal. 2

Elektrodesikasi dan cryoterapi dapat menghancurkan xanthelasma superficial

tetapi membutuhkan terapi berulang. Cryoterapi dapat menyebabkan scar dan

hipopigmentasi (Roy, 2008).

Edukasi

Page 37: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

37

Edukasi yang diberikan adalah untuk melakukan control terhadap kolesterol

juga trigliserid dan bagaimana cara untuk menurunkan kolesterol juga

membiasakan gaya hidup sehat untuk mengatur kolesterol (Djuanda, 2013).

h. Prognosis

Kekambuhan sering terjadi. Pasien harus mengetahui bahwa dari penelitian yang

dilakukan pada eksisi bedah dapat terjadi kekambuhan pada 40% pasien. Persentase

ini lebih tinggi dengan eksisi sekunder. Kegagalan ini, terjadi pada tahun pertama

dengan persentase 26% dan lebih sering terjadi pada pasien dengan sindrom

hiperlipidemia dan bila terjadi pada 4 kelopak mata sekaligus (Djuanda, 2013).

II.6 Manifestasi Kulit Pada Penyakit Hepar

Gejala pada kulit dapat mempunyai peranan informative tentang adanya

penyakit hepar.

1. Pruritus

Pruritus atau sensasi gatal pada kulit merupakan keluhan yang sering

terdengar pada pasien penyakit liver, keluhan terasa lebih berat bila juga ada

kolesteatosis (kenaikan kolesterol atau ester-esternya). Walaupun asosiasi

dengan garam-garam empedu sering diperkirakan, tetapi korelasi antara

konsentrasi zat-zat tersebut di dalam darah dengan beratnya pruritus tidak

selalu ada. Beberapa zat empedu telah terbukti ada di dalam kulit pada

penderita pruritus (Djuanda, 2013).

2. Warna Kulit

Tentang ini sebagian telah dibicarakan pada manifestasi kulit pada gangguan

metabolisme (sub-bab II.1)

a. Ikterus tampak pada kerusakan hepatoselular akut atau pada hemolisis.

Warna kulit pada sirosis biliar berlainan, yakni coklat kehijau-hijauan.

Pada hemokromatosis warna kulit coklat abu-abu.

b. Hiperpigmentasi karena melanin terdapat pada sirosis portal,

sedangkan lebih jelas lagi pada sirosis biliar dan pada

hemokromatosis. Hiperpigmentasi bersifat difus (Djuanda, 2013).

Page 38: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

38

3. Abnormalitas vascular

a. Nevus laba-laba (spider naevi) terutama terlihat pada anak dan

wanita hamil. Lokalisasi biasanya di bagian atas tubuh.

b. Palmar flush, vaskulitis, atau purpura kadang-kadang afa

c. Livedo atau bier spots, yakni bercak-vercak putih karena

vasokonstriksi di ekstremitas bawah, tampak bila penderita berada di

hawa dingin (Djuanda, 2013).

4. Xantomatosis

Xantomatosis disebabkan oleh hiperlipidemia yang ada pada sirosis biliar

menahun. Xantoma datar nampak pada telapak tangan dan kaki, xantelasma

pada palpebra, sedangkan tuberose berlokalisasi di atas tendon dan di daerah-

daerah dengan banyak tekanan.

5. Perubahan Rambut

Perubahan rambut yang tampak dapat berupa rambut kepala menipis, rambut

primer seksual menghilang, yakni di daerah jenggot, aksial, dan pubis.

6. Akne

Kulit di bagian atas toraks seringkali berlemak dan tampak ada akne vulgaris

(Djuanda, 2013).

Gambar 2.24 Spider naevi (Robin, 2011).

Page 39: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

39

Gambar 2.25 Erythema Palmaris atau palmar flush (Medscape, 2015)

Gambar 2.26 Livedo atau bier spots (Robin, 2011).

II.7 Manifestasi Kulit Pada Penyakit Ginjal

Gejala kutan pada penyakit ginjal dapat bervariasi, seperti diuraikan dibawah

ini:

1. Pruritus Renal

Pruritus renal dapat terjadi, walaupun tidak selalu, pada kegagalan ginjal.

Pruritus bersifat generalisata dan kadang-kadang berat.

Mekanismenya adalah sebagai berikut:

a. Retensi zat-zat yang terdiri atas pelbagai konstituen dalam darah. Hal

ini disebabkan oleh karena ginjal mengeksresikannya. Berat bila

timbul uremia. Biasanya jika dialysis dimulai pruritus menghilang.

Page 40: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

40

b. Hiperparatiroidia sekunder, dalam hal demikian pruritus akan timbul

lagi sesudah dialysis

c. Retensi pruritogen, yang terdiri atas berbagai zat dengan berat molekul

menengah.

d. Eksresi zat-zat yang mengandung nitrogen ke permukaan kulit.

Pruritus secara klinis akan mengakibatkan ekskoriasi dan likenifikasi.

Nodus-nodus pruritik jarang tampak, bila ada maka berlokalisasi di

bagian ekstensor ekstremitas (Djuanda, 2013).

2. Kekeringan kulit

Kekeringan pada kulit menyerupai iktiosis didapat dan terutama terlihat pada

bagian ekstensor tungkai bawah

3. Asebia atau berkurangnya produksi sebum

4. Perubahan rambut, yakni rontoknya rambut androgenic di daerah jenggot,

aksial, dan pubis.

5. Purpura karena disfungsi trombosit dan juga karena terapi kortikosteroid

6. Warna kulit berubah, yakni terlihat kombinasi kepucatan dan

hiperpigmentasi. Hipermelanosis yang difus tampak pada kulit dan mukosa

bukal

7. Beberapa penyakit yang berasosiasi dan sindrom kutaneo-renal ialah

adenoma sebaseum, vaskulitis, dan penyakit vascular kolagen, serta penyakit

metabolic (misalnya lipo-angiokeratoma) . Sebaliknya ada pula nefropatia

yang sekunder terhadap penyakit kulit, yakni nefropatia dermatogenik dan

glomerulo-nefritis sesudah infeksi kutan karena streptokokus A12 (Robin,

2011).

Page 41: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

41

Gambar 2.27 Efek ureum pada tubuh (Medscape, 2015).

Page 42: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

42

Gambar 2.28 Pendekatan terapi pruritus renal (Medscape, 2015).

II.8 Manifestasi Kulit Pada Gangguan Hormon Tiroid

Manifestasi kulit hipertiroidisme dan hipotiroidisme bervariasi dan penting

dalam penegakkan diagnosis dermatologis. Pada hipertiroidisme, kulit hangat,

lembab, lembut,kenyal dan halus seperti tekstur kulit bayi. Kulit yang terasa hangat

dan keringat yang berlebih disebabkan oleh peningkatan basal metabolic rate dan

peningkatan aliran darah kulit serta vasodilatasi perifer, yang juga bertanggung jawab

pada kemerahan pada wajah dan eritema palmar. Hypothyroidism atau defisiensi

hormone tiroid menyebabkan perubahan pada kulit termasuk penebalan,

hiperkeratosis, kehilangan difus rambut pada kulit kepala, dan atrofi kuku. Kulit

Page 43: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

43

dingin, kering, dan pucat dengan xerosis luas, terutama pada permukaan ekstensor,

juga terdapat pada hipotiroidisme (Florez, A., Cruces, M., Jimenez, GP., 2003)

Overactivity dan underactivity dari kelenjar tiroid dapat menyebabkan perubahan

pada kulit, rambut atau kuku. Ini mungkin sebagai akibat dari kadar hormon tiroid

yang abnormal, atau konsekuensi dari kondisi yang mendasarinya. Pada gangguan

hormon tiroid berlebih sering ditemukan adanya perubahan tekstur rambut dan

alopecia, onycholysis yang merupakan ujung kuku yang bebas menonjol ke atas

(Plummer’s nail), pruritus, urtikaria kronik, alopecia areata, dan hiperpigmentasi

yang difus atau terlokalisir pada wajah (Hailovic, 2014).

a. Tirotoksikosis (overactivity kelenjar tiroid)

Kelebihan hormon tiroid (tiroksin) dapat disebabkan oleh:

penyakit Graves (kondisi autoimun di mana terdapat antibodi yang

mengaktifkan kelenjar tiroid mengakibatkan gondok (goiter) dan mata yang

menonjol (eksoftalmus).

Nodul tiroid

asupan berlebihan dari obat tiroksin.

Hasil tirotoksikosis dalam peningkatan tingkat metabolisme. Hal ini dapat

mengakibatkan:

Kulit yang halus, lembab, dan hangat

Flushing dari wajah dan tangan

Pertumbuhan kuku berlebih (acropachy, clubbing), yang dapat mengangkat

nail bed (onycholysis)

Penipisan rambut kulit kepala

Generalised itch (pruritus)

Urtikaria

Peningkatan pigmentasi kulit (hiperpigmentasi)

Penyakit Graves dapat dikaitkan dengan kondisi autoimun lainnya, termasuk

vitiligo (Hijazy, 2015).

Page 44: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

44

b. Pretibial Myxoedema

Miksedema pretibial atau dermopathy tiroid mempengaruhi 5% dari

pasien dengan penyakit Graves. Mungkin muncul sebelum, selama atau

setelah tahap thyrotoxic dan kadang-kadang dikaitkan dengan tiroid kurang

aktif. Miksedema pretibial menunjukkan penampakan bengkak dan kental di

atas tulang kering dan kadang-kadang juga mempengaruhi kaki. Kulit dapat

berubah dengan nodul berwarna merah muda atau ungu, dengan folikel

rambut yang menonjol. Hal ini dikenal sebagai 'peau d'orange' (kulit jeruk)

appearance. Ini mungkin terlihat sebagai berkutil atau 'verrucous'. Lesi sering

terdapat pada anterior tibia dan dorsum pedis bilateral tetapi tidak simetris

(Hailovic, 2014).

Miksedema pretibial adalah bentuk mucinosis difus. Kulit menebal dan

tidak elastis diisi dengan asam hialuronat dan kondroitin sulfat yang

berlebihan. Ini adalah asam mucopolysacharides (glikosaminoglikan).

Material yang sama disimpan di belakang mata yang mengakibatkan

tonjolan dan lid lag pada pergerakan bola mata.

Miksedema pretibial diduga disebabkan oleh thyroid-stimulating

immunoglobulin (autoantibodi) tapi ini belum terbukti

Nama 'miksedema pretibial' menyesatkan karena meskipun biasanya terjadi di

depan tulang tibea, itu bisa terjadi pada bagian lain, dan itu tidak disebabkan

oleh mucous (jaringan myxoid). Patogenesisnya belum diketahui secara pasti

(Hailovic, 2014).

Page 45: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

45

Gambar 2.29 Pretibial myxoedema

II.9 Hypothyroidism (underactive thyroid gland)

Kelenjar tiroid kurang aktif dapat juga disebabkan oleh penyakit autoimun, seperti:

Idiopatik hipotiroidisme

Kondisi yang penyebabnya tidak diketahui, di mana tiroid mengalami proses

merusak kelanjarnya sendiri dan meninggalkan jaringan parut

Tiroiditis Hashimoto

kondisi peradangan dengan hasil yang sama (Hailovic, 2014).

Tiroid kurang aktif dapat mengakibatkan:

Kulit pucat, kering, dan dingin karena menurunnya core temperature dan

vasokonstriksi kutaneus sehingga kulit menjadi pucat. Kulit kering (xerosis)

yaitu perubahan tekstur kulit dan kurangnya hidrasi stratum korneum.

Epidermis menjadi tipis dan hyperkeratotik, follicular plugging (+).

penyembuhan luka yang lama

Diskolorasi atau perubahan warna menjadi kekuningan pada kulit akibat

akumulasi karoten (carotenaemia) kadang ditemukan pada telapak tangan,

kaki dan lipatan nasolabial.

Page 46: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

46

Rambut kering dan rapuh yang mudah terdeteksi dari genggaman tangan

(jarang) dan pertumbuhan rambut yang lama. Ditemukan pula kerontokan

rambut setempat atau difus, terutama rambut sepertiga luar dan alis serta

hilangnya rambut pada badan. Pada anak-anak didapatkan rambut yang

berkembang lama, lanugo pada badan, bahu dan ekstremitas.

Pertumbuhan kuku melambat dan kuku bergerigi

Perubahan yang paling menonjol pada kulit karena akumulasi muco-

polysaccharides (myxedema) pada dermis. Miksedema mengakibatkan

kelopak mata dan tangan bengkak - presentasi lain dari mucinosis.

Hidung kadang berbenrtuk lebar dan bibir menipis. Lidah menajdi lebar,

halus, dan kaku. Ada sekresi kaku pada lipatan mata dan kerutan halus

(Hijazy, 2015).

Kulit kering hipotiroid rentan untuk berkembang menjadi dermatitis (eczema

craquelé – “a crazy paving splitting” atau pecah-pecah pada lapisan permukaan kulit)

(Robin, 2011).

a b

Gambar 2.30 a; Carotenaemia (yellowish hand), b; Kulit kering (Robin, 2011).

Page 47: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

47

BAB III

PENUTUP

III.1 Simpulan

Gangguan metabolisme adalah kelainan medis yang mempengaruhi

produksi energi di dalam sel. Pada umumnya gangguan metabolisme diakibatkan oleh

kelainan genetik sehingga enzim yang berperan dalam proses metabolisme sel hilang

atau rusak. Selain itu dapat juga yang diakibatkan oleh makanan, toksin, infeksi dan

lain-lain. Gangguan metabolisme adalah kondisi genetik yang menyebabkan masalah

dengan proses metabolisme dalam tubuh. Kelainan kulit akibat gangguan

metabolisme disebabkan oleh kekeliruan atau kesalahan proses metabolisme.

Manifestasi klinis akibat suatu kelainan interna, atau pada referat ini dibahas

mengenai gangguang metabolisme, adalah respons kutan terhadap rangsangan

patologik dan tampak sebagai pruritus, perubahan kualitas kulit, kulit menjadi lebih

kering atau lembab, perubahan warna kulit seperti kepucatan (pallor), eritema, warna

kekuningan, dan warna coklat atau kebiruan.

Pada penyakit diabetes mellitus, timbul beberapa kelainan kulit, seperti

dermatopati diabetika, xantoma erupsi, nekrobiosis lipoidika diabetikum yang terdiri

atas bercak numular atau plak merah dengan sentrum kuning, akantosis nigrikan atau

penebalan pada kulit, ulkus diabetikum, infeksi kulit, bercak tibial dan pigmented

pretibial patches, malum perforans pedis, dan granuloma anulare.

Liken Amiloidosis adalah kondisi kulit yang ditandai dengan timbulnya

papula-papula likenoid yang terkadang disertai rasa gatal, biasanya muncul secara

bilateral pada tulang kering. Lesi disebabkan oleh adanya tumpukan amiloid di dalam

kulit sebagai akibat kelainan metabolisme, tanpa disertai amiloidosis sistemik dan

penyakit kulit lainnya.

Xantoma ialah suatu kelainan kulit berupa plak atau nodul berwarna kuning

yang disebabkan pengendapan lemak dan sel busa secara abnormal. Xanthelasma

palpebra adalah bentuk xanthoma yang sering ditemui.

Page 48: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

48

Pada penyakit hepar sering ditemui kelainan kulit berupa pruritus, kulit

ikterus, abnormalitas vaskular yang berbentuk spider naevi, palmar eritema, dan

livedo, serta perubahan struktur rambut.

Pruritus juga ditemukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis akibat

akumulasi ureum dalam darah. Selain itu ditemukan juga kekeringan kulit dan

perubahan struktur rambut dan kuku pada kelainan ginjal.

Overactivity dan underactivity dari kelenjar tiroid dapat menyebabkan

perubahan pada kulit, rambut atau kuku. Pada gangguan hormon tiroid berlebih sering

ditemukan adanya perubahan tekstur rambut dan alopecia, onycholysis yang

merupakan ujung kuku yang bebas menonjol ke atas (Plummer’s nail), pruritus,

urtikaria kronik, alopecia areata, dan hiperpigmentasi yang difus atau terlokalisir pada

wajah. Pada hipotiroidisme ditemukan Kulit kering hipotiroid yang rentan

berkembang menjadi dermatitis (eczema craquelé – “a crazy paving splitting” atau

pecah-pecah pada lapisan permukaan kulit).

III.2 Saran

Penyakit kulit akibat gangguan metabolism adalah suatu diagnosa yang

penting untuk mencari penyakit yang mendasarinya. Terapi yang diberikan selain dari

mengatasi penyakit metabolism dasarnya juga dengan terapi local untuk

menghilangkan penyakit kulit tersebut. Manifestasi kulit yang terjadi pada gangguan

metabolisme tidak boleh dianggap sebagai hal yang sepele, karena dapat

berkomplikasi lebih lanjut.

Referat ini dibuat dengan keterbatasan penulis, sehingga masih banyak

kekurangan yang harus ditambah agar referat ini dapat menjadi sumber pustaka bagi

pembaca dan dapat menjadi bahan informasi yang penting pada masyarakat luas.

Oleh karena itu, literatur yang di dapat sebaiknya lebih dilengkapi.

Page 49: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

49

DAFTAR PUSTAKA

Allergan, Abbvie, Aveeno, Bayer. 2008. Skin Manifestations in Metabloc Syndrome.

Available from: http://www.dermnetnz.org/search.html?

cx=01587390nz7deehiccq&ie=UTF-

8&q=skin+manifestation+of+androgen+disorder. Diakses tanggal 17

September 2015

Amyloidosis, Primary Cutaneous Amyloidosis, Lichen Amyloidosis, available from:

http://en.wikipedia.org/wiki/Lichen_amyloidosis. Diakses tanggal 21

September 2015

Amyloidosis-Lichen, available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1102672.overview. Diakses tanggal 21

September 2015

Djuanda, Suria. 2013. Hubungan Kelainan Kulit Dan Penyakit Sistemik dalam: Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Djuanda, Adhi. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Florez, A., Cruces, M., Jimenez, GP., 2003. Cutaneous Manifestations of Systemic

Disease. In : Kerder, FA., Acosta, FJ. Dermatology, Just The Fact. NewYork :

McGraw-Hill, 219-235.

Hailovic, E. 2014. Thyroid Disease and The Skin. Department Of

Dermatovenereology Sarajevo University. Bosnia: Austin Publishing Group.

Harahap M. 1998. Kelainan Kulit Oleh Gangguan Metabolisme: Amiloidosis Lokal.

Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta.

Mahmoud, Hijazy. 2015. Skin Manifestations in Metablic Sisease dalam: Principles

of Pediatric Dermatology. Available from:

http://www.drmhijazy.com/english/chapters/chapter42.htm. Diakses tanggal 29

September 2015.

Page 50: Penyakit Kulit Akibat Gangguan Metabolisme

50

Robin Graham-brown, Johnny Burke, Tim Cunliffe. 2011. Dermatologi Dasar Untuk

Praktik Klinik (Dermatology: Fundamentals of Practice). Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Roy, Xanthelasma. 2008. http://emedicine.medscape.com/article/1213423-overview#.

Diakses tanggal 18 September 2015

Scheinfeld, Noah S. 2012. Skin Disorders in Older Adults: Manifestations of

Endocrine and Metabolic Diseases. USA: Columbia University. Available

from: http://www.consultant360.com/article/skin-disorders-older-adults-

manifestations-endocrine-and-metabolic-diseases. Diakses tanggal 19

September 2015

Siregar R. S. 2002. Amiloidosis Kutis. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo, Aru.,

Setyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

5. Jilid 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 1873-187.

Syarif M. Wasitaatmadja, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI Jakarta, 2008 Hal

3-6.

Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B., Paller, A.S., Leffel, D.J. 2007.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th edition. New York:

McGrawHill.