Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

32
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu kesehatan kerja mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan. Pada tahun 1950, satu komisi bersama antara ILO dan WHO menyusun definisi kesehatan kerja yaitu promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya. 1 Penyakit akibat kerja adalah penyakit umum yang berkaitan dengan pekerjaan atau akibat terpapar oleh lingkungan kerjanya. Lingkungan kerja yang terdiri dari lingkungan fisik, kimia, biologi, fisiologi dan psikologi dapat menimbulkan penyakit apabila terjadi secara terus menerus dan melebihi jumlah waktu kontak dan melampaui nilai ambang batas tertentu. 2,3 Dalam masa pembangunan jangka panjang (PJP) II, yang disebut juga sebagai era industririalisasi, salah satu focus utama pembangunan adalah pengembangan SDM. Tenaga kerja merupakan segmen populasi yang menjadi sangat penting dalam era ini, sehubungan dengan produktivitas industri. Sehingga dengan demikian penyelenggaraan program kesehatan dan keselamatan kerja yang bertujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja menjadi sangat penting. 3 I.2. Rumusan Masalah 1

Transcript of Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

Page 1: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Ilmu kesehatan kerja mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan

dan kesehatan. Pada tahun 1950, satu komisi bersama antara ILO dan WHO

menyusun definisi kesehatan kerja yaitu promosi dan pemeliharaan kesejahteraan

fisik, mental, dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya. 1

Penyakit akibat kerja adalah penyakit umum yang berkaitan dengan pekerjaan

atau akibat terpapar oleh lingkungan kerjanya. Lingkungan kerja yang terdiri dari

lingkungan fisik, kimia, biologi, fisiologi dan psikologi dapat menimbulkan penyakit

apabila terjadi secara terus menerus dan melebihi jumlah waktu kontak dan

melampaui nilai ambang batas tertentu.2,3

Dalam masa pembangunan jangka panjang (PJP) II, yang disebut juga sebagai

era industririalisasi, salah satu focus utama pembangunan adalah pengembangan

SDM. Tenaga kerja merupakan segmen populasi yang menjadi sangat penting dalam

era ini, sehubungan dengan produktivitas industri. Sehingga dengan demikian

penyelenggaraan program kesehatan dan keselamatan kerja yang bertujuan untuk

mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari

resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja menjadi sangat penting.3

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah terdapat petugas laundri yang menderita penyakit kulit yang diakibatkan

oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya?

b. Apakah ada upaya pencegahan yang dilakukan dari pihak K3 RS Wahidin

Sudirohusodo untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit

kulit tersebut?

c. Apakah ada upaya pengendalian yang dilakukan dari pihak K3 RS Wahidin

Sudirohusodo berkaitan dengan penyakit gastrointestinal tersebut?

d. Apakah ada upaya rehabilitatif yang dilakukan dari pihak K3 RS Wahidin

Sudirohusodo?

1

Page 2: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

I.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengkaji penyakit kulit akibat kerja pada petugas laundry RS Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang beresiko menyebabkan

penyakit kulit akibat kerja

2. Untuk mengetahui upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam

pencegahan penyakit kulit akibat kerja

3. Untuk mengetahui upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam

pengendalian penyakit kulit akibat kerja

4. Untuk mengetahui upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam

rehabilitasi penyakit kulit akibat kerja

2

Page 3: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit kulit akibat kerja adalah semua keadaan patologis pada kulit dimana

pekerjaan dapat dibuktikan sebagai faktor penyebab utamanya (Lane et al, 1942). 1

Kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis, dan subkutan. Lapisan epidermis

memiliki tebal 0,1 mm dan terdiri atas lapisan keratin dan stratum korneum dimana

keduanya memegang peranan penting sebagai barrier kulit. Pada lapisan epidermis juga

terdapat keratinosit, melanosit, dan sel Langerhans.

Lapisan dermis merupakan lapisan jaringan ikat yang terdiri atas kolagen dan

serat elastic. Di lapisan ini, terdapat pembuluh darah dan limfa yang merupakan media

transport bagi sel-sel imunokompeten seperti makrofag, sel mast, dan limfosit. Struktur

lain seperti folikel rambut, glandula sebasea, glandula ekrin dan apokrin, rambut, dan

musculus erector pilorum juga terdapat di lapisan dermis. Di bawah dermis, terdapat

lapisan subcutan yang berperan sebagai bantalan antara epidermis-dermis dan struktur

tubuh yang lain. 1

Kulit berperan sebagai lapisan proteksi bagi tubuh. Kekuatan peregangan dan

kelenturannya memberikan proteksi terhadap berbagai trauma. Lapisan keratin berperan

sebagai barrier terhadap iritan dan allergen, racun, dan mikroorganisme. Pigmen kulit,

melanin, dipercaya berperan melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar ultraviolet.

Pembaharuan sel-sel epidermis yang terjadi terus-menerus juga menyulitkan terjadinya

kolonisasi bakteri dan jamur. 1

Gambar 1 Anatomi kulit

3

Page 4: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

Data mengenai morbiditas penyakit kulit akibat kerja (PKAK) tidak

didokumentasikan dengan baik diberbagai negara. Di Amerika Serikat, penyakit kulit

akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja (PAK) yang paling sering terjadi pada tahun

1970-an dan 1980-an. Diperkirakan jumlah PKAK sekitar 45 % dari semua kasus PAK.

Namun jumlah ini diduga sangat kecil bila dibandingkan dengan angka kejadian

sebenarnya (Mathias,1985). Di Swedia, dimana data mengenai PAK lebih lengkap,

PKAK merupakan 50 % dari semua PAK. 1

Data dari survey tahunan Bureau of Labour Statistic (Amerika Serikat) mengenai

kecelakan dan penyakit akibat kerja dari tahun 1973 sampai 1984 menunjukkan bahwa

insiden PKAK menurun dari 16,2/10.000 per tahun menjadi 6,3/10.000 per tahun di

semua sektor industry, dan dari 31,2/10.000 per tahun menjadi 12,3/10.000 per tahun di

sektor manufaktur (Mathias and Morrison, 1988). Meskipun demikian, angka ini masih

dianggap sebagai proporsi PAK yang cukup besar, terutama dalam sektor manufaktur. 1

Table 1 Penyakit kulit akibat kerja di Amerika Serikat, 1973-1984

Tahun

Sektor industri Sektor manufaktur

Insiden/10.000% PKAK

terhadap PAKInsiden/10.000

% PKAK

terhadap PAK

1973 16,2 44 31,2 51

1974 15,7 45 31,4 51

1975 13,6 46 26,9 49

1976 12,8 43 26,2 49

1977 12,4 45 24,6 48

1978 10,7 46 21,6 49

1979 10,5 46 20,6 48

1980 8,7 43 17,5 44

1981 7,9 41 14,8 41

1982 6,7 40 12,7 38

1983 6,2 37 11,9 35

1984 6,3 34 12,3 32

(dikutip dari kepustakaan 1)

Kurangnya pelaporan, kurangnya pemahaman dan kesalahan klasifikasi kasus

menyebabkan besarnya masalah ini menjadi kabur. Insiden PKAK yang sebenarnya

diduga 10 sampai 50 kali lebih besar dari yang dilaporkan. Alasan kurangnya pelaporan

4

Page 5: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

antara lain ketakutan pegawai akan kehilangan pekerjaan dan pembatasan prospek

pekerjaan di masa depan; dan ketakutan pimpinan terhadap adanya kemungkinan tuntutan

hokum untuk penggantian biaya pengobatan. Alasan lain di antaranya keterbatasan akibat

penyakit kulit hanya sedikit, sehingga pasien dapat tetap bekerja; serta kausa PKAK

bersifat multifaktorial sehingga mempersulit penegakan diagnosis.1

Berdasarkan data 1727 kasus PKAK yang dicatat Kementrian Tenaga Kerja

Singapura dari tahun 1983 sampai 1987, dermatitis kontak merupakan PKAK yang paling

sering terjadi yaitu sebanyak 86% dari semua kasus (Chia dan Phoon 1993). 1/5 dari

kasus ini ditemukan pada industry konstruksi, dan 15% ditemukan pada industry

elektronik.1

Berdasarkan data 557 pasien PKAK di rumah sakit pemerintah Singapura dari

tahun 1984 sampai 1985, dermatitis kontak merupakan kasus mayoritas dimana dermatitis

kontak iritan adalah yang paling banyak (56%), diikuti dengan dermatitis kontak alergi

(39%). 5% kasus merupakan kasus non-dermatitis kontak, seperti dermatosis fiberglas,

miliaria, dan folikulitis (Goh,1987). Kebanyakan pekerja yang terkena adalah pekerja

konstruksi (30%), industry metal (21%), industry elektronik (16%) transportasi (6%), dan

usaha catering (4%). 1 Larutan penghilang, minyak, semen, cairan pelarut, detergen, dan

soldering flux merupakan iritan paling banyak. Sedangkan allergen yang paling banyak

adalah zat warna, bahan karet, damar, nikel, dan kobalt. 1

Penyakit kulit akibat kerja yang lain di antaranya urtikaria kontak, kanker kulit,

akne, dan fenomena Raynaud. 1,2

1. Dermatitis kontak iritan (DKI)

Dermatitis adalah inflamasi kulit dengan morfologi yang khas dengan penyebab

yang bervariasi. Gambaran akut dermatitis adalah kemerahan, edema, dan vesikel.

Gambaran kroniknya berupa bersisik, likenifikasi, penebalan, fissure, dan

kemungkinan perubahan pigmentasi juga dapat terjadi.1,4

Dermatitis kontak merupakan bentuk dermatitis yang terjadi akibat kontak

langsung dengan iritan atau allergen dari lingkungan. 1,4

Iritan adalah bahan yang dapat merusak kulit langsung pada daerah kontak.

Inflamasi kulit yang disebabkan oleh kontak dengan iritan disebut dermatitis kontak

iritan. Proses inflamasi pada dermatitis jenis ini tidak dimediasi oleh mekanisme

imunlogis.

a. Dermatitis kontak iritan akut (DKIA)

5

Page 6: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

Iritan kuat, seperti larutan asam atau basa pekat atau larutan pelarut, dapat

menyebabkan DKIA setelah satu kali kontak ataupun beberapa kali kontak. 1

Di tempat kerja, DKIA biasanya terjadi akibat kecelakaan atau kebiasaan

buruk pekerja seperti tidak menggunakan sarung tangan, sepatu boot, atau apron

bila indikasikan, atau akibat kelalaian dalam menangani iritan akut. Hal ini juga

dapat terjadi akibat kegagalan pekerja (biasanya akibat pengabaian) dalam

mengenali risiko bahaya dari bahan-bahan pekerjaan. DKIA pada umumnya dapat

dicegah dan pekerja tidak perlu mencari pekerjaan lain. Bentuk pencegahan

diantaranya penggunaan sarung tangan, apron dan boot kedap air. 1

b. Dermatitis kontak iritan kumulatif

Dermatitis kontak iritan tipe ini terjadi akibat kontak berulang dengan iritan

lemah. Iritan lemah menyebabkan DKI hanya pada individu yang rentan. Rentang

waktu antara kontak pertama dengan munculnya gejala bervariasi dari beberapa

minggu hingga beberapa tahun, tergantung dari jenis iritan, frekuensi kontak, dan

kerentanan host. Manifestasi klinis yang muncul biasanya berupa dermatitis

kronik.1

Contoh dermatitis kontak iritan kumulatif adalah dermatitis kronik pada

tangan akibat air dan detergen pada tukang cuci piring dan ibu rumah tangga, dan

akibat larutan penghilang pada pekerja metal. Larutan pelarut seperti thinner dan

kerosen dapat pula mengakibatkan dermatitis kontak iritan kumulatif bila sering

digunakan secara salah sebagai pembersih kulit. 1

2. Dermatitis kontak alergi (DKA)

Dermatitis kontak alergi adalah bentuk inflamasi kulit akibat kontak dengan

allergen yang dimediasi oleh adanya reaksi imunologis. Individu tidak bereaksi

terhadap alergi pada saat kontak pertama kali. Terkadang, perlu kontak berulang

hingga seseorang dapat tersensitasi.1,5

Setiap zat/bahan memiliki potensi sensitasi yang berbeda-beda, serta setiap

individu juga memiliki nilai kerentanan terhadapa allergen yang berbeda-beda pula.

Apabila seseorang telah tersensitasi oleh allergen, kontak berikutnya akan memicu

reaksi hipersensitivitas tipe IV. Dermatitis biasanya muncul setelah 36 sampai 48 jam

setelah kontak dengan allergen. Dermatitis yang muncul dapat bersifat akut, subakut,

atau kronik, tergantung dari sensitivitas pekerja. Alergi terhadap suatu zat tertentu

bersifat spesifik, dan bila sekali alergi, maka alergi biasanya akan dialami seumur

hidup. 1

6

Page 7: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

Allergen yang umum ditemukan di industry yaitu nikel, wewangian, chromat

hexavalent, bahan karet, dan dammar.1

Berbeda halnya dengan pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan, pekerja

dengan dermatitis kontak alergi terhadap bahan-bahan pekerjaan mungkin perlu

mencari pekerjaan yang lain. Oleh karena itu, sangat penting membedakan dermatitis

kontak iritan dengan dermatitis kontak alergi. Apabila suatu allergen telah

diidentifikasi sebagai penyebab dermatitis, maka pekerja harus diberitahu mengenai

sumber allergen dan agar menghindari kontak dengan allergen tersebut.

Tes tempel adalah tes definitive untuk dermatitis kontak alergi. Tes ini dapat

memberikan informasi mengenai allergen penyebab dermatitis. Tes dilakukan dengan

menempelkan allergen pada punggung selama 48 jam. Reaksi terhadap tes diperiksa

pada saat allergen dilepaskan setelah 48 jam. Setelah 96 jam, reaksi diperiksa

kembali. Tes tempel harus dilakukan oleh dermatologis yang berpengalaman untuk

mencegah false positif dan false negative. False positif dapat terjadi bila konsentrasi

allergen terlalu besar. Demikian pula sebaliknya, bila konsentrasi allergen terlalu kecil

dapat terjadi false negative (Fregert,1981). 1,5

3. Dermatitis kontak fototoxic dan fotoalergik

Zat fototoxic adalah zat yang menyerap sinar ultraviolet dan menyebabkan

inflamasi kulit. Contoh zat fototoxic adalah obat-obatan (fenotiazin dan tetrasiklin),

bahan kimia industry (tars) dan dammar. Dermatitis kontak fototoxic tidak dimediasi

oleh reaksi imunologis. Zat fototoxic menyebabkan reaksi hampir pada semua orang

yang terekspos dan reaksi yang terjadi tergantung dosis

Sama halnya dengan dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak fotoalergik juga

dimediasi oleh reaksi imunologis. Allergen menjadi aktif hanya bila terdapat sinar

ultraviolet. Contoh fotoalergen di antaranya obat-obatan, wangi-wangian, sunscreen

dan antiseptic. Tes untuk mengetahui dermatitis kontak fotoalergi adalah tes

photopatch. 1

4. Urtikaria kontak

Urtikaria kontak adalah bentuk reaksi kulit terhadap kontaktan (urtikan) berupa

kemerahan segera setelah kontak. Berbeda halnya dengan dermatitis kontak yang

muncul beberapa hari setelah kontak, urtikaria kontak muncul segera setelah kontak

dengan urtikan. Manifestasi klinis biasanya berupa erupsi urtikaria (dalam 30 menit

setelah kontak), dan pada kasus lanjut, dermatitis. 1

7

Page 8: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

Urtikaria kontak dapat dimediasi oleh reaksi imunologis (reaksi hipersensitivitas

tipe I = urtikaria kontak alergi) maupun non-imunologis. Reaksi yang non-imunologis

biasanya terlokalisasi dan tidak mengancam jiwa. Sedangkan urtikaria kontak allergen

biasanya bersifat generalisata dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, sangat penting

untuk membedakan urtikaria kontak alergi dan urtikaria kontak non-alergi. Urtikaria

kontak alergi dapat dikonfirmasi dengan tes tusuk (tes prick).1

Penyebab urtikaria kontak antara lain makanan (daging, telur, seafood, sayuran),

gigitan ataupun produk sekresi serangga (misalnya dari ulat dan antropoda),

tumbuhan dan bumbu (rumput laut, pewangi makanan, dan cabe rawit), pewangi dan

penyedap rasa seperti kayu manis, obat-obatan (antibiotic), metal (kobalt), pengawet

(formaldehid dan asam benzoate), dan bahan karet (sarung tangan).1

5. Kanker kulit

Angka kejadian kanker kulit akibat kerja telah banyak diperdebatkan, namun

mayoritas pengamat setuju bahwa terdapat proporsi yang signifikan. Penyebab kanker

kulit akibat kerja yang paling sering adalah sinar ultraviolet, hidrokarbon polisiklik

aromatic, arsenic, radiasi berion, dan trauma.2

Jenis kanker kulit yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa dan

karsinoma sel basal. Hal ini berhubungan dengan pajanan terhadap sinar matahari

dalam jangka panjang, tetapi dapat pula disebabkan oleh tar, minyak, trauma, dan

panas. 2

Spectrum sinar matahari yang paling karsinogenik adalah dalam UVB (290-320

nm), tapi UVC (100-290 nm) dan UVA (320-400 nm) juga bersifat fotokarsinogenik.

UVA mempercepat proses keganasan yang diakibatkan oleh UVB, dan UVC dapat

ditemukan pada sinar las dan lampu germicidal. 2

Kanker akibat UVB dan UVA lebih sering terjadi pada pekerja outdoor dan

orang kulit putih, rambut tipis, dan mata berwarna. Pajanan terhadap radiasi sinar

ultraviolet tergantung pada waktu yang dihabiskan di bawah sinar matahari, garis

lintang, musim, durasi siang hari, ketinggian, dan cuaca. Sumber radiasi UV buatan di

antaranya sinar las, lampu germicidal, dan mesin terapi UV. Alat yang dapat

mengukur pajanan UV disebut radiometer. 2

Keratosis arsenic, arsenikalisme kronik, merupakan keratosis punktata multiple

berwarna kuning yang distribusinya simetris pada kedua telapak tangan dan kaki.

Karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel skuamosa intraepidermal (Bowen

Disease) dapat berkembang dari keratosis ini. Karsinoma sel basal juga dapat

8

Page 9: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

berkembang akibat pajanan arsenic da bermanifestasi klinis sebagai lesi multiple,

superficial dan berpigmen. 2

Pajanan arsenic biasanya terjadi di tempat peleburan tembaga, pembuat

kembang api, penyulingan emas, tukang kayu (melepaskan kertas dinding tua),

pekerja semikonduktor, dan taxidermis. Arsenic juga biasa digunakan sebagai

pembasmi tikus. 2

6. Akne

Oil akne, atau oil folikulitis, adalah kondisi yang terjadi akibat pajanan minyak

yang berat. Lengan dan paha biasanya dipenuhi oleh banyak komedo (biasanya

berwarna hitam), pustule, furunkel, dan terkadang karbunkel. Dulu, angka kejadian oil

akne lebih tinggi, terutama di kilang minyak, namun saat ini sudah berkurang seiring

dengan semakin majunya teknologi dan semakin kurangnya kontak langsung dengan

minyak. Sumber minyak yang paling sering adalah percikan minyak pada masinis,

dan minyak pelumas pada mekanik. Pekerja yang menangani penyulingan tar dan batu

bara, pengebor minyak, pekerja tungku batu arang, penyulingan petroleum, pekerja

karet, pekerja pabrik tekstil, dan pembuat jalan juga sering terkena oil akne. 2

Bentuk akne akibat lingkungan yang lain adalah akne kosmetik pada actor dan

kosmetologis. Akne mekanik yang terjadi akibat tekanan, gesekan, gosokan, dan

regangan pada pekerja yang menggunakan pakaian dan helm yang berat. Akne

tropical juga sering terjadi pada iklim yang panas dan lembab. Saat perang dunia II,

ribuan anggota militer dievakuasi dari Pasifik Selatan akibat kondisi ini. Acne

McDonald’s terjadi akibat kontak dengan minyak dan lemak hamburger. 2,3

Penggunaan apron dapat mengurangi pajanan minyak. Sarung tangan tidak

dapat selalu digunakan oleh masinis maupun mekanik karena adanya risiko tersangkut

di mesin. Adanya mesin pemotong automatis telah mengurangi kontak langsung

dengan bahan berminyak. 2

Chloracne jarang terjadi. Manifestasi klinisnya berupa komedo tertutup dan

kista warna kekuningan pada kulit yang muncul setelah terpajan bahan kimia halogen

baik melalui kulit maupun secara sistemik. Tubuh yang terkena antara lain pipi, dahi,

dan leher. Punggung, dada, bahu, pantat, genitalia dan perut juga kadang dapat

terkena. Gejala lain yang dapat timbul di antaranya hipertrikosis, hiperpigmentasi, dan

porpiria kutanea tarda. Konjunctivitis, pembengkakan, secret dari kelenjar meibom,

dan warna kecoklatan pada kuku juga dapat ditemukan. Mayoritas kasus dapat

sembuh sendiri dalam 1-2 tahun setelah penghentian pajanan. 2

9

Page 10: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

7. Fenomena Reynond’s

Hubungan antara vibrasi dan fenomena Raynaud telah diketahui sejak abad ke

20. Fenomena Raynaud ini sering pula disebut sebagai “dead fingers” dan “white

fingers”. Pengoperasian alat dengan vibrasi tinggi seperti alat bor, terutama dalam

cuaca dingin, menyebabkan vasospasme arteri digiti sehingga jari menjadi pucat,

sianosis dan eritema. Gergaji, gerinda, dan palu juga diduga dpaat menyebabkan

kondisi ini. Sensasi geli dan mati rasa, kepucatan pada ujung satu atau dua jari, dan

rasa aneh pada tangan merupakan gejala fenomena Raynaud. Gejala terkadang susah

dibedakan dengan bentuk fenomena Raynaud yang lain, namun biasanya gejala

asimetris. Fenomena ini jarang mengakibatkan keterbatasan kerja sehingga pada

umumnya pekerja tetap melanjutkan pekerjaannya. Frekuensi vibrasi yang dapat

menimbulkan fenomena ini yaitu antara 30 hingga 300 Hertz. 2

III. DIAGNOSIS

1. Anamnesis1

Riwayat pekerjaan

a. Tempat kerja

b. Jenis pekerjaan

c. Teknik penanganan material kerja

d. Penggunaan alat pelindung diri

e. Higien

Factor-faktor di lingkungan kerja yang berkaitan dengan penyakit kulit

a. Pekerjaan, material, dan teknik baru

b. Informasi tentang penaganan bahan yang aman

c. Apakah pekerja yang lain juga mengalami hal yang sama

d. Perbaikan saat libur

e. Riwayat pekerjaan sebelumnya

f. Riwayat penyakit kulit akibat kerja sebelumnya

g. Pekerjaan tambahan

Riwayat yang lain

a. Riwayat atopic

b. Riwayat penyakit kulit yang lain

c. Riwayat pengobatan penyakit kulit

d. Pajanan domestic

10

Page 11: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

e. Hobbi

2. Pemeriksaan fisis1

a. Apakah dermatitis?

b. Apakah dermatitis kontak (eksogen)?

c. Apakah dermatitis kontak iritan atau alergi?

d. Apakah ada factor tambahan yang lain (misalnya sinar matahari)?

e. Apakah penyakit kulit non-dermatitis?

Penatalaksanaan penyakit kulit akibat kerja berupa pekerja harus menghindari agen

penyebab bila dermatitis berat. Penggantian pekerjaan untuk sementara mungkin dibutuhkan.

Pekerja dengan penyakit kulit yang sedang dianjurkan untuk tetap melanjutkan pekerjaannya

tapi dengan penggunaan alat pelindung diri yang lebih baik. 1

Bentuk pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Penggunaan krim1

Efektivitas penggunaan krim masih banyak dipertanyakan. Kebanyakan penelitian

menunjukkan bahwa krim tidak banyak membantu dalam melindungi kulit. Namun,

penggunaan krim memiliki keuntungan meningkatkan kesadaran pekerja untuk

membersihkan kulitnya saat istirahat atau setelah pekerjaan selesai.

2. Penggunaan alat pelindung diri1

Alat pelindung diri (sarung tangan, apron, boot) bila digunakan dengan baik, sangat

bermanfaat dalam mencegah penyakit kulit akibat kerja. Namun kekurangan

penggunaan sarung tangan adalah adanya risiko kecelakan. Oleh karena itu pemilihan

sarung tangan harus disesuaikan dengan jenis bahan dan jenis pekerjaan yang

ditangani.

3. Surveilens1

Dokter dan perawat harus melakukan surveilens mengenai kesehatan pekerjanya

sehingga bila terjadi outbreak, dapat segera dilakukan investigasi dan penangan

segera. 1

4. Legislasi 1

Termasuk di dalamnya peraturan tentang perlengkapan untuk menjaga higien kulit,

fasilites mencuci tangan di tempat kerja, fasilitas pemeriksaan kesehatan, dan

kompensasi bagi pekerja bila sakit.1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

11

Page 12: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

III.1. Bahan dan Cara

III.1.1.Peralatan yang diperlukan

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey (survey jalan

sepintas) dalam rangka untuk survey aspek kesehatan dan keselamatan kerja

pada petugas kasir antara lain:

- Alat tulis menulis

Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survey jalan sepintas

- Kamera digital

Berfungsi sebagai alat untuk memotret kehidupan dan kegiatan para kasir.

- Check List

Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer mengenai survey

jalan sepintas yang dilakukan.

III.1.2.Cara Pemantauan

Kami merencanakan untuk memantau dan mengidentifikasi faktor-faktor yang

beresiko menyebabkan penyakit kulit akibat kerja pada petugas laundry di RS

Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan metode walk through survey dengan

menggunakan check list.

III.2. Lokasi

Lokasi survey adalah di Unit CSSD RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.

III.3. Biaya

Biaya yang digunakan pada survey identifikasi faktor-faktor yang beresiko

menyebabkan penyakit kulit akibat kerja ini adalah swadaya.

III.4. Jadwal

Survei mengenai penyakit kulit akibat kerja petugas laundry di Unit CSSD RS

Wahidin Sudirohusodo akan dilaksanakan selama kurang lebih 1 minggu.

20 Januari 2012 : Melapor ke bagian K3 di RS. Ibnu Sina dan diberikan

pengarahan

21 Januari 2012 : Membuat makalah mengenai penyakit kulit akibat kerja

22 Januari 2012 : Membuat proposal penelitian

23 Januari 2012 : Melakukan survey di lokasi penelitian

24 Januari 2012 : Membuat laporan hasil penelitian

BAB IV

12

Page 13: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

HASIL IDENTIFIKASI DAN PEMBAHASAN

4.1. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1.1 IDENTITAS PERJAN RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO.

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudrohusodo adalah rumah sakit kelas A

pendidikan dengan status Perjan Rumah sakit berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No.125 Tahun 2000, dengan identitas sebagai berikut:

1. Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea Makassar (90245)

3. Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah Sakit (0411) 583333, 584888

4. Fax : (0411) 587676

5. Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2 dengan batas-batas

sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Menuju ke Daya, terdapat kantor dan asrama kodam VII dan jalan

poros Makassar Pare-pare.

- Sebelah Timur : Terdapat Kantor Dinas Departemen Kesehatan Propinsi Sulawesi

Selatan.

- Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga Penelitian Unhas yang

diantarai DAM buatan.

- Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas.

Merujuk pada peraturan tesebut Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo akan

mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian di bidang Kegawat

Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid, dan Endokrin beserta pelayanan penunjangnya.

4.1.2 SEJARAH

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo didirikan pada tahun 1947 dengan meminjam dua

bangsal RS Jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1925 sebagai bangsal bedah dan penyakit

dalam yang merupakan cikal bakal berdirinya RS Dadi. Kemudian pada tahun 1957,

pemerintah daerah tingkat I Sulawesi Selatan mendirikan RSU Dadi di Lokasi RSU Jiwa

sebagai Rumah sakit propinsi yang terletak di Jl. Bantaeng no.34 (kini Jl. Lanto Dg.

Pasewang).

Sejak tahun tersebut, baik RS Jiwa maupun RSU Dadi masing-masing membangun

gedung-gedung tanpa adanya satu perencanaan. Melihat kondisi tersebut, Gubernur Propinsi

13

Page 14: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

Sulawesi Selatan ketika itu Prof. Dr. H. Akhmad Amiruddin dan Menteri Kesehatan RI, Dr.

H. Soewarjono Swoerjaningrat akhirnya bersepakat memindahkan RSU Dadi ke Lokasi yang

lebih strategis sebagai Rumah Sakit Rujukan dan Rumah Sakit Pendidikan.

Pada tahun 1983 mulai dilaksanakan pembelian tanah di Tamalanrea tidak jauh dari

lokasi kampus Universitas Hasanuddin. Pembangunan gedung pertama pada tahun 1988 yaitu

gedung administrasi. Atas bantuan rektor Unhas yang menghibahkan tanah Unhas seluas 8

Ha maka pada tahun 1990 pembangunan gedung-gedung mulai dilaksanakan dengan

kapasitas 2100 tempat tidur. Rumah sakit ini mulai dioperasikan pada tahun 1993 dengan

status Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) kelas A sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI

no.283/Menkes/SK/III/1992, disebut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, karena notabene Dr.

Wahidin Sudirohusodo masih memiliki hubungan emosional dengan cucu Karaeng Galesong.

Pada tahun 1994, RSUP ini dijadikan RS swadana sesuai Keputusan Menteri Kesehatan

No.999/Menkes/SK/X/1995 tertanggal 16 oktober 1995, Keputusan Dirjen Pelayanan Medis

No.0001311864 tentang petunjuk Teknis Penyusulan Penetapan dan Tata Cara Pengelolaan

Keuangan sebagai unit Swadana.

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ini, pada bulan Januari 1998 lalu RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan akreditasi Rumah Sakit Pusat, dan mulai 1

April tahun 1999 statusnya berubah dari lembaga swadaya menjadi pengguna PNPB. Sejak

bulan Januari 2002 status RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo di ubah menjadi PERJAN

(Perusahaan Jawatan).

4.1.3 VISI, MISI, DAN MOTTO RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

Visi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu “Menjadi Rumah Sakit rujukan

tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yang mandiri, prima serta unggul dalam teknologi,

manajemen, dan sumber daya manusia”.

Misi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima, professional, dan

terjangkau.

b. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang berkualitas yang mendukung

pelayanan paripurna.

c. Menyelenggarakan pelayanan rujukan medis dan kesehatan tertinggi di Kawasan Timur

Indonesia.

Yang menjadi motto rumah sakit ini adalah: “Dengan budaya SIPAKATAU kami

melayani dengan hati” yang berarti bahwa dalam memberikan pelayanan setiap karyawan

14

Page 15: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

harus saling menghargai dan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri ingin

dihargai dan diperlakukan oleh orang lain.

4.1.4 SUSUNAN ORGANISASI

Susunan Direksi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo terdiri dari:

- Direktur Utama : Prof. Dr. H. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL (K), MARS

- Direktur Medik dan Keperawatan : Dr. Khalid Saleh, Sp.PD

- Direktur SDM dan Pendidikan : Dr. Hj. Chandrawaty Husain, Sp.B.

- Direktur Keuangan : Erwin Susanto, SE

- Direktur Umum dan Operasional : Dra. Andi Kalsum, P.Apt, M.kes

4.1.5 SUMBER DAYA

a. Tenaga

Jumlah tenaga yang tersedia di Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sekarang ini

sebesar 1.579 orang.

b. Potensi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo saat ini:

Jenis Pelayanan yang dapat diberikan adalah kemampuan pelayanan sub spesialistik

yang meliputi:

1. Pelayanan sub spesialistik Bedah

2. Pelayanan sub spesialistik Penyakit Dalam

3. Pelayanan sub spesialistik Kesehatan Anak

4. Pelayanan sub spesialistik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan

5. Pelayanan sub spesialistik Mata

6. Pelayanan sub spesialistik Neurologi

7. Pelayanan sub spesialistik Kulit Kelamin

8. Pelayanan sub spesialistik Anastesi

9. Pelayanan sub spesialistik Radiologi

10. Pelayanan sub spesialistik Kardiologi

11. Pelayanan sub spesialistik Pulmonologi

c. Sarana dan Prasarana

1. Sarana

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas tanah 8,4 ha dengan luas gedung

28416.8 m2 yang terdiri dari: kantor, rawat jalan, rawat darurat, rawat inap (Lontara 1-

4; Pavilium Palem, Sawit dan Pinang), Cardiac Centre, Perawatan Intensif,

Hemodialisa, Endoskopi dan Bedah Pusat (COT), Rehabilitasi Medik, Tindakan

Khusus (Lithotripsy, Prostatron, Hyperbarik Chamber), Laboratorium, Farmasi,

15

Page 16: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

Utility, Wisma, kamar jenasah, selasar, taman, halaman, jalan dan tempat parker,

transportasi dan alat komunikasi (ambulance 3 buah, mobil jenasah 3 buah, mobil

dinas 10 buah, motor 3 buah, telepon 25 satuan sambungan dan faximile 2 buah).

Fasilitas Tempat Tidur (TT):

Kapasitas tempat tidur 559 TT + 20 TT (bayi)

1. VIP A1, A2, A3, B1 34 TT

2. Kelas I 54 TT

3. Kelas II 176 TT + 11 TT (isolasi)

4. Kelas III 264 TT

5. Perawatan Intensif 20 TT

2. Prasarana

Listrik (PLN kapasitas 1.500.000 watt, diesel 1.000 KPA), sumber air bersih (artesis,

PDAM, sumur), tabung (gas medis, outlet O2 70 buah, NO2 14 buah), vakum ekstra 78

buah, air resusitasi 42 buah, vakum unit 1 buah 2 x 7,5 HP, kompressor O 2 14 buah,

sentral NO2 6 buah, buler 2 unit 2 x 10,5 KW, air conditioner (central cheller terdiri

dari 3 unit dengan kapasitas masing-masing 10 Kva, pump terdiri dari 3 unit,

window/split terdiri dari 120 unit), reservoir (tower, tanah, hydrant), pengelolahan

limbah (waste water treatment, incinerator, cerobong asap uap), sistem keamanan

(satpam) 10 orang, sistem pemadam kebakaran (pail alarm, genset hydrant).

4.2. HASIL WALK THROUGH SURVEY

Berikut ini adalah hasil pemantauan dan identifikasi faktor-faktor yang beresiko

menyebabkan penyakit kulit akibat kerja pada petugas laundry RS Wahidin

Sudirohusodo. Pemantauan dan identifikasi ini dilakukan dengan metode walk

through survey dengan menggunakan check list dan wawancara.

16

Page 17: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

4.2.1. Denah Ruang Laundri Unit CSSD RS WAHIDIN SUDIROHUSODO

Keterangan:

1. Pintu

2. Area penggunaan APD

3. Mesin cuci

4. Mesin pengering

5. Ruang kepala ruangan

6. Gudang

7. Area tempat linen bersin

8. Area penyetrikaan

9. Area penjemuran

4.2.2. Sistem Kerja Petugas Laundri RS Wahidin Sudirohusodo

Dari hasil Walk Throught Survey yang telah dilakukan di Unit CSSD RS Wahidin

Sudirohusodo, di dapatkan informasi sebagai berikut:

Jumlah petugas laundry yang bekerja di Unit CSSD RS Wahidin Sudirohusodo

berjumlah ± 17 orang.

Masing-masing petugas kasir memiliki waktu kerja ± 8 jam sehari dengan system

kerja bergilir (shift), dimana selama waktu kerja tersebut petugas memiliki waktu

istirahat selama 1 jam.

Waktu kerja dalam sehari dibagi kedalam tiga shift antara lain :

- Shift 1 : Pukul 07.00-14.00 WITA

- Shift 2 : Pukul 14.00-21.00 WITA

- Shift 3 : Pukul 21.00-07.00 WITA

17

1

23 3 3 4443 4

5

8

9

7 6

Page 18: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

4.2.3. Alur Pekerjaan

Alur Kerja Petugas Laundri

Gambar. Petugas laundri saat bekerja

4.2.4. Alat Kerja yang Digunakan

- Troli pakaian

- Mesin cuci

- Mesin pengering

- Meja setrika

- Setrika

4.2.5. Bahan Kerja yang Digunakan

- Detergen cair

- Larutan oxygen bleach (detergen pemutih)

- Larutan alkali

- Larutan pelembut

4.2.6. Tinjauan faktor-faktor yang berisiko yang dapat menyebabkan penyakit kulit

pada petugas laundry di Unit CSSD RS Wahidin Sudirohusodo

1. Factor pekerjaan

Pada saat melaksanakan pekerjaannya, terdapat kontak antara petugas dan

linen/pakaian. Saat proses mengambil linen/pakaian kotor sampai memasukkan ke

18

Page 19: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

dalam mesin cuci, pekerja menggunakan alat pelindung diri berupa topi, masker,

dan sarung tangan terlebih dahulu. Sedangkaan saat mengeluarkan linen/pakaian

yang telah dicuci dari mesin cuci dan kemudian memasukkannya ke dalam mesin

pengering, petugas tidak lagi menggunakan sarung tangan.

2. Factor kimia

Pada proses pencucian digunakan empat jenis larutan, yaitu detergen cair, larutan

oxygen bleach (detergen pemutih), larutan alkali, dan larutan pelembut yang

berada dalam jergen. Melalui selang, keempat jenis cairan ini dialirkan secara

otomatis dari jergen ke dalam mesin cuci. Jumlah cairan diatur secara otomatis

oleh mesin cuci. Bila cairan dalam jergen habis, maka diganti dengan jergen yang

baru.

4.2.6. Upaya-upaya K3 dalam pencegahan penyakit kulit akibat kerja

Upaya pencegahan penyakit kulit akibat kerja yang dilakukan adalah:

- Alat pelindung diri berupa sepatu boot, topi, masker, dan sarung tangan

- Penggunaan mesin cuci

19

Page 20: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan penilaian Walk Through Survey dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Didapatkan faktor-faktor yang beresiko menyebabkan penyakit kulit akibat kerja

pada petugas laundry RS Wahidin Sudirohusodo berupa kontak dengan

pakaian/linen dan cairan-cairan kimia yang digunakan dalam proses pencucian.

Namun, karena penggunaan alat pelindung diri berupa topi, masker, dan

terutama sarung tangan dilaksanakan dengan baik, sehingga kontak dengan

pakaian/linen dapat dihindari. Penggunaan mesin cuci yang canggih juga

memungkinkan kontak langsung petugas dengan zat-zat kimia dapat dihindari.

2. Upaya-upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam pencegahan dan

pengendalian penyakit kulit akibat kerja di Unit Laundri RS Wahidin

Sudirohusodo sudah cukup baik yakni dengan adanya penyediaan alat pelindung

diri berupa sepatu boot, topi, masker, dan sarung tangan.

3. Belum ada tindakan rehabilitatif yang dilakukan oleh pihak K3 RSWS

5.2 SARAN

1. Diharapkan agar pengurus organisasi/unit K3 mengevaluasi masalah yang

berhubungan dengan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan kurja unit laundri

RS Wahidin Sudirohusodo.

2. Secara umum, dalam hal lingkungan kerja, diharapkan agar:

– Dilakukannya pemeriksaan kesehatan berkala dan menyeluruh sehingga

dapat memaksimalkan kinerja petugas laundri

– Penambahan jumlah pegawai sehingga kinerja petugas dapat ditingkatkan

20

Page 21: Proposal Penyakit Kulit Akibat Kerja

DAFTAR PUSTAKA

1. Koh D, Goh CL. Skin disorders. In: Jeyaratnam J, Koh David, editors. Textbook of

occupational medicine practice. Singapore: World scientific publishing co. pte. Ltd;

1996. p. 111-43.

2. Chowdhury M, Maibach HI. Occupational skin disorders. In: LaDou Jopeph, editor.

Current occupational & environmental medicine. 3rd edition. Singapore: The

McGraw-Hill companies, Inc; 2004. p. 287-306.

3. Putra IB. Penyakit kulit akibat kerja karena kosmetik. [online]. 2011. [cited_2011].

Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3424/1/08E00606.pdf

4. Siregar RS. Dermatosis akibat kerja. [online]. 2011. [cited_2011]. Available from:

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/107964447.pdf

5. Kabulrachman. Penyakit kulit alergik: beberapa masalah dan penanggulangannya.

[online]. 2011. [cited_2011]. Available from:

http://eprints.undip.ac.id/285/1/Kabulrachman.pdf

21