KONSEP DIRI PADA KONSUMEN KLINIK KECANTIKANeprints.ums.ac.id/56807/13/01.NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...
Transcript of KONSEP DIRI PADA KONSUMEN KLINIK KECANTIKANeprints.ums.ac.id/56807/13/01.NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...
KONSEP DIRI PADA KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada
Jurusan Psikologi Industri dan Organisasi Magister Psikologi Sekolah
Pascasarjana
Oleh:
RIRIS ANGGRAINI
S 300 140 011
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
1
KONSEP DIRI PADA KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana konsep diri pada konsumen
klinik kecantikan. Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara.
Subjek terdiri dari 4 orang berkharakteristik perempuan berusia 20-28 tahun yang
mengunjungi klinik kecantikan. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh
didapatkan hasil bahwa subjek 1 dan 3 belum merasa memiliki diri yang ideal sehingga
subjek merasa tidak puas dengan keadaan dirinya dan melakukan treatment di klinik
kecantikan. Subjek 2 dan 4 sudah merasa memiliki diri yang ideal dengan menunjukkan
bahwa fisik bukanlah standar di dalam kehidupannya, sehingga mengunjungi klinik
kecantikan bukanlah sebuah keharusan baginya melainkan hanya sekedar menjaga saja.
Kata kunci : Konsep diri, klinik kecantikan, treatment
ABSTRACT
This study aims to identify self-concept of consumer in beauty clinic. This is a
descriptivere search and using qualitative approach. Observation and interview were
used as data collection techniques. The subjects consisted of 4 characteristic woman
aged 20-28 year swho visited the beauty clinic. Based on interview, the result are :
subject 1 and 3 don’t feel them-self as an ideal person so subject feel quite not satisfied
with their conditions and then decide to do treatment at beauty clinic to change them-
self. Subject 2 and 4 had a feeling that they are already ideal for them-self, and this is
indicating that physic is not a standard in their life, and visiting a beauty clinic is not
necessary for them and that’s just for taking care of what they already had.
Keywords: Self-concept, beauty clinic, treatment
1. PENDAHULUAN
Kecantikan sudah menjadi bagian dari setiap individu, cantik sudah menjadi
tuntutan yang harus terpenuhi. Meningkatnya keingininan seseorang untuk menjadi
lebih cantik dan ideal dibuktikan dengan banyaknya orang yang mulai berbondong-
bondong mengunjungi klinik kecantikan untuk mendapatkan bantuan profesional
sehingga membuat dirinya menjadi lebih ideal menurut versinya sendiri. Tekanan yang
ada untuk bisa bersaing atau beradaptasi dengan kemajuan standar kecantikan nyatanya
tidak bisa dihindarkan, yang kemudian memunculkan solusi tersendiri bagi individu
yang mengalami tekanan. Individu dituntut untuk memberikan yang terbaik dalam hal
penampilan ataupun kecantikan, salah satu caranya adalah dengan mengunjungi klinik
kecantikan.
2
Setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk mendapatkan kecantikannya,
dan setiap orang memiliki versi idealnya masing-masing sesuai dengan konsep dirinya
karena itulah fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep diri
seseorang yang mengunjungi klinik kecantikan. Mengapa sesorang merasa bahwa
dirinya perlu untuk mengunjungi klinik kecantikan? Dalam hal ini, banyak alasan
dibalik seseorang rela mengeluarkan uang dan mengorbankan waktu bahkan merasakan
sakit untuk menjalani treatment di klinik kecantikan. Karena itu dilakukanlah survey
awal untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi seseorang untuk bisa mendapatkan
penampilan yang ideal. Setelah melakukan survey dan menadapatkan masalahnya,
peneliti akan membahas masalah tersebut dan mengaitkannya dengan konsep diri
seseorang.
Survey awal dilakukan tanggal 8-12 Februari 2016. Survey awal dilakukan
dengan cara mewawancarai dokter kecantikan yang bekerja di salah satu Klinik
Kecantikan di daerah Cilegon yaitu Dokter L. Dokter L sudah 5 Tahun bekerja sebagai
Dokter kecantikan. Beliau mengatakan banyak problem yang dialami oleh klien yang
datang. Dari masalah keluarga dimana suami yang menuntut kecantikan istri, tuntutan
pekerjaan sebagai front runner di perusahaannya, pergaulan di Jakarta yang menuntut
kecantikan sebagai syarat utama berteman, persaingan di dalam pertemanan, keinginan
menjadi cantik yang berdasarkan pada virtual image, konsep cantik yang berbeda-beda
pada setiap klien, di satu sisi klien menganggap cantik adalah kurus, cantik adalah
memiliki hidung mancung, cantik adalah memiliki dada yang besar, dan muka tirus
serta lainnya. Menurut Dokter L masih banyak alasan lainnya mengapa para klien
datang ke klinik kecantikan.
Pada penelitian sebelumnya, Permatasari (2011) mengenai kecantikan menjelaskan
bahwa ada proses yang terjadi dalam pengambilan keputusan konsumen untuk memilih
klinik kecantikan. Penelitian ini juga menunjukan adanya perbedaan keputusan
memilih klinik kecantikan yang pertama kali dan yang selanjutnya. Disini juga akan
menjelaskan bagaimana harapan konsumen pada perubahan dan perpindahan klinik
kecantikannya.
Penelitian lainnya mengenai konsep diri pernah dilakukan oleh Ajeng Furida
Citra dan Retnaningsih, mengenai self-concept in early adolescence girls with obesity.
Dengan hasil peneliatian ahwa self-concept terbentuk melalui pengalaman dan interaksi
3
subjek yang diperoleh dari lingkungan dan dan bagaimana individu tersebut
menafsirkan pengalaman tersebut, dan self-concept ini bisa berupa negatif ataupun
positif.
Muzayin Naszzarudin sebagai akademisi mengatakan bahwa cantik menurut
media adalah kurus, langsing, putih, berambut lurus hitam panjang, modis dan selalu
menjaga penampilan, serta rutin melakukan perawatan tubuh agar terlihat lebih awet
muda. Menurut Moore (2009) orang yang cantik di mata umum adalah yang paling
mirip dengan barbie yaitu yang berkulit putih, bermata biru, berambut pirang, dan
berubuh langsing. Standar kecantikan ini mempengaruhi pandangan perempuan
Indonesia pada kecantikan.
Di era modern ini standar kecantikan menjadi lebih beragam. Media dan arus
globalisasi memberikan celah untuk masuknya berbagai pemahaman cantik, seperti
cantik ala Korea dan cantik ala Eropa. Untuk mendapatkan kecantikan tersebut banyak
yang menghabiskan waktu di klinik kecantikan sehingga mencapai target cantik sesuai
yang di konstruksikan media.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui lebih dalam alasan konsumen memilih menggunakan klinik
kecantikan untuk mengubah dirinya menjadi lebih ideal. Dengan harapan dapat
memberikan manfaat teoritis penilitian, seperti sumbangan dan wawasan pengetahuan
dalam bidang psikologi serta diharapkan kajian teoritis dari penelitian ini dapat
digunakan untuk mengembangkan penelitian lainnya lebih lanjut. Di sisi lain manfaat
praktis yang di dapat dalam penelitian ini, diharapkan dapat menjadi acuan informasi
yang luas mengenai segi positif dan negatif dalam melakukan tindakan di klinik
kecantikan.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan gambaran
konsep diri pada konsumen klinik kecantikan. Teknik pengambilan data menggunakan
wawancara mendalam (in-depth interview), karena peneliti ingin menggali secara detail
mengenai pengalaman individu yang melakukan treatment di klinik kecantikan.
Wawancara mendalam juga dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mengenai bagian
kehidupan yang lebih mendalam (Poerwandari, 2007). Peneliti juga akan melakukan
4
observasi di klinik kecantikan, agar bisa mendeskripsikan setting ligkungan, aktivitas
yang berlangsung, dan orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut.
Kriteria pemilihan subjek dilakukan dengan teknik pengambilan sampel
purposive. Dimana subjek tidak diacak tetapi dipilih dengan kriteria yang sudah
ditentukan. Pendekatan ini termasuk non probabilitas sampling karena tidak bertujuan
mengeneralisasikan temuan penelitian (Mulyana, 2003). Peneliti melakukan wawancara
awal di Wijaya Skin Care Cilegon dengan salah satu dokter kecantikan, dan dengan
pengunjung klinik kecantikan yang kebetulan ada disana. Dari hasil wawancara
tersebut didapat 8 subjek yang bisa mewakili variasi data peneliti. Selama jalannya
penelitian 4 subjek mengundurkan diri. Disebabkan karena alasan tempat yang jauh,
tidak ada waktu, dan pulang ke negaranya sehingga tidak bisa dihubungi. 4 subjek yang
bertahan sebagai informan terdiri dari 4 wanita dewasa berusia 20 sampai 28 tahun yang
merupakan pengunjung atau konsumen di klinik kecantikan.
Tabel 1. Tabulasi Subjek Penelitian
Subjek 1 adalah wanita berusia 28 tahun yang memiliki pendidikan akhir
Sarjana Strata-1 dan sekarang bekerja sebagai wirausaha, yang bergelut di bidang
dagang dan subjek rutin menjalani treatment ke klinik kecantikan. Subjek 2 adalah
wanita yang berusia 25 tahun dan berpendidikan akhir Strata-1 yang sekarang sedang
menjalani program Magister S2 untuk melanjutkan pendidikannya, dan subjek 2 tidak
terlalu sering mengunjungi klinik kecantikan. Subjek 3 adalah wanita berusia 26 tahun,
dia bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI), dan merupakan lulusan
dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan memanfaatkan waktu untuk melakukan
treatment sesering mungkin saat berada di Indonesia. Subjek 4 adalah wanita berusia 28
tahun dengan pekerjaan sebagai karyawan di salah satu produk kecantikan, dia adalah
NO SUBJEK USIA JENIS
KELAMIN
TINGKAT
PENDIDIKAN PEKERJAAN
1 R 28 Wanita S1 Wirausha
2 N 25 Wanita S1 Mahasiswi
3 D 26 Wanita SMA TKI
4 A 28 Wanita SMA Sales
5
tamatan SMA yang saat ditemui mengatakan jarang mengunjungi klinik kecantikan dan
memilih menggunakan yang herbal dan tradisional, sehingga mengunjungi klinik
kecantikan bersifat mejaga saja. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan mempengaruhi keinginan seseorang untuk mengunjungi
klinik kecantikan sehingga dapat merubah dirinya menjadi sosok ideal yang
diinginkannya.
Tabel 2. Tabulasi Treatment Subjek
No. Treatment Subjek
1 2 3 4
1 Facial
2 Masker
3 Peeling
4 Filler
5 Suntik Putih (Vit. C)
6 Botox
7 Eyelash Extention
8 Sulam Alis
9 Tanam Benang
Subjek 1 menjalani hampir semua treatment yang tidak biasa, sehingga bisa
dikatakan bahwa subjek 1 adalah yang paling merasa memiliki diri yang tidak ideal dan
tidak sesuai dengan diri ideal yang diinginkannya, sehingga dia berusaha untuk
merubah dirinya sesuai dengan standar yang dia inginkan. Subjek 2 menjalani hampir
semua treatment kecuali suntik putih, eyelash extention, sulam alis dan tanam benang,
sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek 2 juga merasa memiliki tubuh yang belum
ideal walaupun hanya sedikit dan dia mencoba merubah dirinya menjadi bentuk ideal
sesuai standarnya. Subjek ke 3 hanya menjalani facial, masker, peeling dan tanam
benang, hal ini dilakukannya hanya untuk menjaga keadaan dirinya, sehingga dapat
disimpulkan bahwa subjek 3 sudah merasa memiliki bentuk tubuh yang ideal menurut
standarnya. Subjek 4 hanya melakukan facial, masker dan peeling di klinik kecantikan,
hal ini dilakukan hanya sekedar menjaga apa yang sudah dianggapnya ideal, dari sini
6
dapat disimpulkan bahwa subjek 4 yang menjalani paling sedikit treatment adalah dia
yang paling merasa memiliki tubuh yang ideal sehingga dia merasa tidak perlu merubah
keadaan dirinya lagi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Hasil penelitian ini akan di mulai dari deskripsi umum mengenai profil dari ke-
empat subjek yaitu R, N, D dan A sekaligus untuk memperlihatkan perbedaan ke empat
subjek tersebut. Setelah menggambarkan profil subjek kemudian akan dilanjutkan
dengan analisis kasus yang ditemukan, kemudian akan di paparkan sebagai hasil
analisis dari masing-masing subjek. Deskripsi sebagai berikut:
R (28 tahun) adalah seorang wanita dan wirausaha, R merupakan pemilik salah
satu merchandise store yang ada di Jogja City Mall. R sudah menjadi pengunjung klinik
kecantikan sejak SMA dimana dulu klinik kecantikan sedang booming sebagai salah
satu solusi untuk meningkatkan penampilan. R sudah melakukan berbagai macam
treatment kecantikan dari facial, masked sheet, suntik vitamin, sulam alis, peeling, filler
pipi, dan eyelashed extention. Sebagai wanita tidak ada yang memaksa nya melakukan
treatment ke klinik kecantikan, sebagai wanita ada bagian yang dirasa kurang
memuaskan sehingga ingin dirubah menjadi lebih baik. R sering melakukan perawatan
di Wijaya Skin Care Cilegon di sela waktu luangnya, hanya treatment besar yang di
lakukannya di sana. Saat berada di Jogjakarta dan membutuhkan perawatan biasanya R
melakukan facial ataupun masked sheet ke klinik kecantikan yang dipercaya nya.
N seorang wanita (25 tahun) disini sebagai Mahasiswa tingkat S2 di Yogyakarta
N tidak terlalu peduli dengan treatment apa yang dilakukan dan dimana melakukannya,
karena dari SMA N sudah di perkenalkan oleh orang tuanya mengenai facial dan
masking sheet yang bisa dilakukan di rumah, tidak harus ke klinik kecantikan. Tapi ada
beberapa hal yang tidak bisa dilakukan dirumah seperti filler hidung yang pernah
dicobanya sekali. N bukan tipe orang yang memikirkan kecantikan adalah segalanya
tetapi N lebih cendrung merasa bahwa personality adalah yang terbaik. Bagaimana
sikap dapat menunjukan kepribadian seseorang, jika baik maka orang tersebut akan
terlihat menarik.
7
D (26 tahun) adalah seorang tenaga kerja wanita (TKW) yang baru saja pulang
untuk menikmati liburnya, tentunya D ingin memanfaatkan waktu liburnya untuk
merawat diri, maka penampilan menjadi nomor satu yang ingin dirubahnya. Karena
itulah D melakukan perawatan di klinik kecantikan. D hidup di Jakarta dan merasa
bahwa Jakarta adalah kota metropolitan yang semua wanita terlihat menarik sehingga D
tidak ingin kalah. D melakukan treatment suntik vitamin untuk membuat kulitnya
semakin putih dan peeling yang membuat kulit wajah lebih cerah, serta facial dan filler
di hidungnya. Masih ada banyak hal yang ingin dilakukan oleh D untuk dirinya, namun
semua itu butuh tahap dan uang yang tidak sedikit apalagi D hanya seorang TKW biasa.
Sehingga butuh budget khusus untuk melakukan treatment lainnya.
A (28 tahun) adalah karyawan dari Viva Cosmetic di Jogjakarta. Sebagai
karyawan produk kecantikan A dituntut untuk berpenampilan menarik. sehingga A
selalu menjaga badannya, A pernah mencoba treatment ke klinik kecantikan dan
mencoba cream-cream yang disarankan dokter namun hasilnya bertolak belakang, A
mengalami breakdown yaitu kondisi dimana wajah menjadi banyak jerawat dan
memerah. Sejak itu A mencoba produk-produk lokal untuk mengembalikan
kecantikannya. Hingga sekarang A hanya melakukan perawatan simpel seperti pearl
masked, facial dan peeling. Sebagai karyawan produk kecantikan A diberikan uang
lebih untuk modal perawatan dari tempatnya bekerja, dan terkadang mendapatkan jatah
kosmetik merek dagangnya. A bukan tipe yang melulu harus treatment, A melakukan
treatment apabila dia merasa butuh saja, apabila merasa wajahnya mulai sudah tidak
enak.
Dari hasil wawancara dengan ke empat subjek didapat bahwa ternyata subjek 2
dan 4 sudah merasa memiliki diri yang ideal dibuktikan dengan kunjungan mereka ke
klinik kecantikan yang bertujuan untuk menjaga saja shape yang sudah dimiliki,
sedangkan subjek 1 dan 3 belum merasa memiliki diri yang ideal, dibuktikan dengan
subjek 1 dan 3 mendatangi klinik kecantikan untuk merubah bagian tubuhnya menjadi
bentuk yang sesuai dengan idealnya
3.2 Pembahasan
Gambaran Konsep Diri Konsumen Klinik Kecantikan
Penelitian ini membahas tentang konsep diri seseorang terhadap fenomena klinik
kecantikan yang menjadi viral sebagai bentuk upaya instant yang dilakukan untuk
8
mendapatkan bentuk ideal diri. Dengan gambaran (a) Self-Ideal (diri ideal) sosok seperti
apa yang paling diinginkan untuk bisa menjadi diri sendiri di segala bidang kehidupan.
Bentuk ideal akan muncul dan menuntun dalam membentuk perilaku, (b) Self-Image
(citra diri) menunjukkan bagaimana membayangkan diri sendiri dan menentukan
bagaimana individu akan bertingkah laku dalam situasi tertentu, (c) Self-Esteem (jati
diri) seberapa besar individu menyukai dirinya sendiri.
Penelitian ini awalnya dilakukan di salah satu klinik kecantikan yang terdapat di
Cilegon Jakarta, hal ini mempertimbangkan bahwa jakarta adalah pusat dari segala
industri termasuk kecantikan. Setelah menjalani penelitian, peneliti kemudian
mendapatkan 8 subjek dari bermacam latar belakang yang akhirnya berkurang menjadi
4 subjek mereka tidak semata yang menjalani perawatan di klinik Jakarta tersebut tetapi
subjek tetaplah harus seseorang yang menjalani perawatan di klinik kecantikan. Hal ini
dikarenakan peneliti memiliki keterbatasan untuk menyesuaikan waktu dengan subjek
yang berada di Jakarta. Pada akhirnya penelitian dilakukan di Jakarta dan Yogyakarta,
di mana subjek sering melaksanakan aktivitasnya.
Burns (1993) menyebutkan bahwa faktor yang menjadi sumber pembentukan
konsep diri seseorang adalah citra tubuh, keterampilan berbahasa, orang tua dan teman
sebaya. Berdasarkan penelitian, konsep diri yang adapada konsumen klinik kecantikan
dipengaruhi oleh orangtua, kawan sebaya, masyarakat dan citra tubuh. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri terhadap ketiga subjek dalam
menjalani treatment di klinik kecantikan yang pertama adalah orangtua. Dimana orang
tua sangat mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada subjek D, N, dan A.
Berdasarkan temuan penelitian diketahui bahwa hubungan subjek D dengan orang
tua, kurang begitu dekat dan komunikasi diantaranya juga kurang begitu baik. Hal yang
hampir sama juga didapati pada subjek A, dimana hubungan komunikasi dengan
orangtuanya kurang berjalan dengan baik. Subjek N juga didapati memiliki hubungan
yang kurang dekat dengan orangtuanya. Hal tersebut menjadikan ketiganya cenderung
lebih dekat dengan teman sepergaulannya dibandingkan dengan kedua orang tua
mereka. Subjek merasa orang tua mereka belum memahami apa itu treatment di klinik
kecantikan, subjek mengungkapkan bahwa orang tua nya merasa bahwa treatment
klinik kecantikan sama seperti operasi plastik
9
Memberi pengertian tentang kecantikan bukanlah perkara mudah, karena kondisi
ini sudah menyangkut estetika yang mengandung unsur obyektif dan subyektif. Burns
(dalam Haryono, 2014) mengatakan bahwa interaksi merupakan cara menimbulkan
kesadaran diri dan identitas terhadap pemahaman diri seseorang, hal ini lah yang
nantinya akan membentuk penilaian seseorang terhadap dirinya.
Konsep cantik itu memang relatif, karena cantik bagi satu orang belum tentu
cantik bagi orang lain. Perubahan diri seseorang dapat dilihat dari aspek berikut (a) Self-
Ideal (diri ideal) sosok seperti apa yang paling diinginkan untuk bisa menjadi diri
sendiri di segala bidang kehidupan. Bentuk ideal akan muncul dan menuntun dalam
membentuk perilaku, (b) Self-Image (citra diri) menunjukkan bagaimana
membayangkan diri sendiri dan menentukan bagaimana individu akan bertingkah laku
dalam situasi tertentu, (c) Self-Esteem (jati diri) seberapa besar individu menyukai
dirinya sendiri. Oleh karena itu, cantik memiliki sifat sangat relatif dan kontekstual.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengunjung klinik kecantikan peneliti
mendapatkan konsep diri yang negatif dari pengunjungan klinik kecantikan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Song dan Hattie (dalam Hurlock, 2008) yang mengatakan
bahwa secara umum konsep diri dapat dilihat dari penampilan dirinya, yang terbentuk
dari pengalaman masa lalu serta interaksi dengan orang lain. Saat subjek mengunjungi
klinik kecantikan hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, sehingga disini
menujukkan bahwa konsep diri yang positif ditunjukkan dengan adanya kepuasan
terhadap dirinya, dan konsep diri negatif ditunjukkan dengan ketidakpuasan terhadap
dirinya.
Peneliti menemukan fakta bahwa konsep diri yang negatif menggiring
ketidakpercayaan diri para konsumen klinik kecantikan, mereka merasa tidak puas
dengan penampilan dirinya, sehingga menilai dirinya rendah dan memilih untuk
melakukan treatment di klinik kecantikan. Subjek sebagai konsumen klinik kecantikan
mengaku mengalami kecemasan terhadap berat tubuhnya, dengan selalu menimbang
dan melihat ke cermin dan memperhatikan bentuk tubuhnya. Subjek merasa ada
kidakpuasannya terhadap bagian tubuh dari hidung, pipi, kulit, bahkan hampir pada
semua bagian tubuhnya. Sehingga subjek kerap kali melakukan treatment di kilinik
kecantikan secara berulang.
10
Di dalam hubungan sosial, subjek tidak menghindari situasi sosial apapun,
bahkan teman – teman subjek merupakan motivasi subjek untuk juga berubah menjadi
lebih baik. Subjek senang berkumpul dengan teman-teman nya, namun tidak ada
perasaan minder disana, mereka bahkan bersama-sama menjalani treatment ke klinik
kecantikan.
Disini ada perasaan dan emosi yang terlibat, berbentuk emosi negatif di mana
subjek merasa harus menutupi kekurangannya dan mengubah penampilannya sesuai
dengan standar kecantikan yang dimilikinya. Cattel (dalam Hurlock, 2008) menjabarkan
bahwa kepribadian merupakan salah satu prediksi tentang apa yang dilakukan seseorang
di dalam situasi tertentu. Menurut Allport (dalam Hurlock, 2008) kepribadian adalah
dinamika individu dalam menentukan penyesuaian dirinya terhdap lingkungan
sekitarnya. Penjabaran dua tokoh diatas sesuai dengan pemaparan mengenai konsep diri
seseorang menurut Hurlock (2008) yang mengatakan bahwa konsep diri merupakan
gabungan dari keyakinan mengenai dirinya sendiri yang meliputi karakter fisik,
psikologis dan sosial. Hal ini juga memperkuat hasil yang didapat peneliti, bahwa
konsumen pengunjung klinik kecantikan ini memiliki konsep diri yang negatif, dengan
subjek yang merasa bahwa dia tidak puas dengan keadaan dirinya secara fisik, sehingga
melakukan beberapa treatment di klinik kecantikan. Subjek juga merasa dirinya belum
memenuhi standar kecantikan yang ia percayai, ditambah dengan lingkungan
pertemanan nya yang juga melakukan treatment di klinik kecantikan. Karena hal ini
juga subjek berusaha memenuhi kepuasaan akan keadaan dirinya. Kondisi ini sesuai
dengan pendapat Shalvenson (1996) yang mengatakan bahwa konsep diri adalah
persepsi individu tentang dirinya sendiri yang diperoleh melalui intepretasi terhadap
pengalamannya dengan lingkungannya. Dengan lingkungannya dimana sekarang
kebanyakan kecantikan menjadi patokan maka subjek merasa tidak ingin dikucilkan dari
lingkungannya, dan hal ini juga sesuai dengan Grum dan Kolenc (2008) yang
mengatakan bahwa lingkungan merupakan tempat bagaimana seseorang nantinya
menemukan dirinya berubah mengikuti lingkungan dimana dia tinggal. Sehingga hal ini
semakin mempertegas bahwa konsep diri bisa mempengaruhi sesorang untuk berubah
sesuai dengan standar nya sendiri, sehingga klinik kecantikan bisa menjadi salah satu
pilihan instan nya.
11
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat
diambil kesimpulan bahwa :
Subjek 1 dan 3 belum merasa memiliki diri yang ideal sedangkan subjek 2 dan 4
sudah merasa memiliki diri yang ideal.
Ada dua alasan mengapa seseorang mengunjungi klinik kecantikan yang
pertama adalah untuk menjaga dirinya agar tetap berada di shape nya dan yang kedua
adalah untuk merubah diri menjadi bentuk ideal sesuai dengan yang diinginkan.
Dari segi usia terlihat mereka yang berusia lebih tua memiliki keinginan yang
lebih untuk melakukan perubahan di klinik kecantikan, sedangkan yang berusia lebih
muda tidak terlalu terpengaruh untuk merubah diri menjadi idealnya. .
Pendidikan juga berpengaruh terhadap subjek yang mengunjungi klinik
kecantikan, subjek 1 dan 2 memiliki pendidikan lulusan Sarjana strata 1, mereka
menyikapi diri dengan mempertimbangan kunjungan ke klinik kecantikan. Semakin
tinggi pendidikan semakin realistis sikap yang ditunjukan.
Pekerjaan subjek 3 dan 4 adalah lulusan SMA, subjek 3 yang bekerja sebagai
TKW yang mengandalkan diri dan fisik hal ini menuntut nya untuk merawat diri.
Sedangkan subjek 4 mengunjungi klinik kecantikan karena dia bekerja di dunia
kosmetik sehingga ini menjadi tuntutan perannya, dengan fisik yang cantik tentunya
akan mengundang customer untuk tertarik membeli barang yang di jualnya.
Semakin banyak treatment yang dilakukan seseorang ke klinik kecantikan maka
orang tersebut semakin berkemungkinan memiliki perasaan tidak puas terhadap dirinya
sehingga mempengaruhi konsep dirinya. Semakin sedikit treatment yang dilakukan
seseorang ke klinik kecantikan maka menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki diri
ideal yang baik sehingga tidak mempengaruhi keadaan konsep dirinya.
Peneliti merasa bahwa di sini mediamassa berperan penting dalam membentuk
konsep diri yang ideal bagi seseorang, karena disinimedia massamembangun dan
membentuk konsep kecantikan yang disebarluaskan melalui program acara TV ataupun
artikel dan iklan. Media massa menciptakan stereotipe terhadap orang-orang yang
bertubuh ideal dan bertubuh besar, seolah yang bertubuh ideal lebih baik dibandingkan
dengan yang bertubuh besar dalam kehidupan.
12
Perlakuan tidak menyenangkan yang dialami subjek pada masa pertumbuhannya
seperti ejekan verbal ataupun fisik juga menjadi salah satu penyebab yang dapat
mempengaruhi konsep diri seseorang.
4.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
Bagi peneliti selanjutnya agar bisa melalakukan penelitian dalam bentuk
kuantitatif agar dapat melihat dari variabel-variabel lain yang berpengaruh dalam
konsep diri subjek.
Untuk subjek diharapkan dapat menerima keadaan diri nya, sehingga tidak
terjadi ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri.
Diharapkan individu tidak terlalu melihat fisik atau memantau media massa,
peneliti berharapp individu dapat merasa puas dengan apapun keadaan didirnya tanpa
harus terbujuk rayu media massa dan stereotipe tentang kecantikannya.
Disarankan bagi individu untuk menanamkan sikap memandang positif pada
keadaan fisiknya, karena perubahan pasti terjadi dimana pun, dan pada saatnya semua
akan berubah. Karena itu diharapkan tidak terlalu fokus pada model yang dianggap
sebagai acuan kecantikan.
Orangtua juga disarankan untuk memperhatikan dan mengontrol putra putrinya
dalam pola perkembangan, perubahan akan terlihat maka ada baiknya jika orangtua bisa
mengarahkan hal itu ke hal-hal yang lebih positif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2006. Studi Tubuh, Nalar dan Masyarakat: Perspektif Antropologi.
Yogyakarta: Tici Press.
Akhlaghi, Fahemeh., Zadehmohammad, Ali., Ahmadabadi, Zohreh., Mohammad, G.M.,
& Motamedi, Hosein, K. Effeect of Cosmetic Surgery on Self-Concept and Self-
esteem. International Journal of Emergency Mental Health and Human
Resilience, Vol (17), No (3), 847-851.
Almunawaroh, E. H. K., Lestari, M. T., & Nasionalita, Kharisma. 2016. Self-Concept
Gym Freak Woman About Beauty. E-Proceeding of Management, Vol (3), No
(2), 2392-2398.
Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas Muhammadiyah
Malang.
13
Ardi, Prabangkoro. 2008. Hubungan Antara Citra Diri dengan Aspirasi Kerja pada
Salesman. Skripsi.
Berk, LL. E. 2012. Development Throught the Lifespan. Edisi Kelima. Yogyakarya:
Pustaka Pelajar.
Britt, Rebecca. 2015. Effect of Self-Presentation and Social Media Use in Attainment of
Beauty Ideals. Studies in Media and Communication, Vol (3), No (1), 79-88.
Cash, T. F., & Smolak, L. 2011. Body-image: A Handbook of Science, Practice, and
Prevention. Second Edition. New York: Guilford Press.
Chaplin, J. P. 2009. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Citra, A.F. & Retnaningsih. 2009. Konsep Diri Remaja Awal Putri yang Mengalami
Obesitas. Jurnal Psikologi, Vol (2), 166-171.
Dittmar, H., Halliwell, E., & Ive, S. (2006) Does Barbie make girls want to be thin? The
Effect of Experimental Exposure to Images of Dolls on the Body Image of 5 to 8
year old girls. Journal of Developmental Psychology, Vol. 42, No. (2).
Ermawati, Erli. & Indriyati, E.P. 2011. Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku
Konsumtif Pada Remaja di SMPN 1 Piyungan. Jurnal Spirits, Vol (2), No (1), 1-
12.
Friedman, H., & Schustack, M. W. 2006). Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern.
Jakarta: Erlangga.
Gunawan, Rinawati., & Anwar, Amanah. 2012. Kecemasan Body-image pada
Perempuan Dewasa Tengah yang Melakukan Bedah Plastik Estetik. Jurnal
Psikologi, Vol (10), No (2).
Hawks, Steven R. (2008). Class Room Approach for Managing Dietary Restraint,
Negative Eating Styles, and Body Image Concerns Among College Women.
Journal of American College Health, Vol. (56), No. (4).
Helmi, A.F, Handayani M.M, Ratnawati. S. 1998. Efektivitas Pelatihan Pengenalan Diri
Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Jurnal Psikologi 2 : (47-
48).
Hurlock, E.B. 1993. Psikologi Perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan.Edisi kelima.Jakarta : Bina Aksara.
Hurlock, E.B. 1992. Perkembangan Anak Jilid I. Edisi keenam. Alih Bahasa: dr.Med
Meitasari Jjandarsa. Jakarta : Erlangga.
14
Hurlock, E.B. 1992. Perkembangan Anak Jilid II. Edisi keenam. Alih Bahasa: dr.Med
Meitasari Jjandarsa. Jakarta : Erlangga.
Ivtzan, Itai. & Moon, Hee-Sun. (2008). The Beauty of Self-Actualisation: Linking
Physical Attractiveness and Self-Fullfilment. Europes Journal of Psychology,
Vol. (4), No. (4).
Jung, Jaehee. & Lee, Hee-Sung. (2006). Cross Cultural Comparison of Appearance
Self-Schema, Body-Image, Self-Esteem, and Dieting Behavior Between Korean
and U.S Women. Family and Consumer Sciences Research Journal, Vol. (34),
No. (4).
Kasih, Sari C. & Yahya, Kresnayana. (2012). Analisis Statistik Kepuasan Pelayanan
Klinik Kecantikan London Beauty Centre Cabang Manyar Kertoajo Surabaya.
Jurnal Sains dan Seni ITS, Vol. (1), No. (1).
Maghfur. 2007. Konsep Diri, Percaya Diri, Inner Beauty.
https://magfur24.wordpress.com/2007/03/09/konsep-diri-percaya-diri-inner-
beauty/. Diakses pada tanggal 29 September 2017.
Marlianti, Nerli. & Suryani, Ade. (2011). Representasi Tubuh Perempuan dalam Rubrik
Kecantikan di Majalah Femina Edisi Mei 2011. Jurnal Komunikasi, Vol. (9),
No. (2).
Murlianti, Sri. 2014. Cycles of Beauty Culture: Ethnography of Beauty Clinics
Commodification. Jurnal Komunitas, Vol (6), No (2), (189-196).
Nevid, J. S, Spencer A. Rathus, Beverly Greene. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga.
Nivoiq. Januari, 2015. Cantik, Haruskan Putih dan Langsing?.
http://republika.co.id/berita/koran/gen-1/15/01/28/nivoiq-cantik-haruskah-putih-
dan-langsing. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2017.
Nugraha, Julhairman Agung. (2010). Pengaruh Kepuasan Citra Tubuh terhadap
Kepercayaan Diri Orang yang Mengikuti Fitness Center. Skripsi.
Papalia, D.E, Olds, S.W & Feldman, R.D. 2004. Human Development (Psikologi
Perkembangan). Jakarta : Kencana
Papalia, Old. & Feldman. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan).
Jakarta : Kencana.
Parker, Ian. 2005. Psikologi Kualitatif. Yogyakarta : ANDI.
Raharni. 2014. Beauty Clinic Services and Using of Cosmetic for Beauty Clinic
Attendences at Jakarta. International Journal of Sciences: Basic and Applied
research, Vol (13), No (2), (77-87).
15
Rahmaningsih, N.D. & Martani, Wisjnu. 2014. Dinamika Konsep Diri pada remaja
Perempuan Pembaca Teenlit. Jurnal Psikologi, Vol (41), No (2), 178-189.
Rombe, Sufrinah. 2014. Hubungan Body-image dan Kepercayaan Diri Dengan Perilaku
Konsumtif Pada Remaja Putri Di SMA Negri 5 Samarinda. Jurnal Psikologi, Vol
(2), No (1). (76-91).
Santrock, J. W. 2002. Life Spam Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta :
Erlangga.
Santrock, J. W. 2003. Adolescent: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.Mukhlis,
Ahmad. 2013. Berfikir Positif Pada Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh. Jurnal
Psikoislamika, Vol (10), (5-14).
Sarwono, S., & Meinarno, E. A. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika.
Srivastava, Rekha. & Joshi, Shoba. (2014). Relationship Between Self-Concept and Self-
Esteem in Adolescents. Interntional Journal of Advanced Research, Vol. (2),
No. (2).
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
Yulfajar, Amrina., & Rofianty. 2014. Switching Behavior pada Konsumen Klinik
Kecantikan di Kota Surabaya. Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol (12), No (1).
Yusuf, Samsu. 2002. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : Remaja
Rosdakarya.