Konjungtivitis Viral ODS

24
Konjungtivitis Akut Disebabkan Virus Krissi Stiffensa 10.2010.125 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470 Email : [email protected] Pendahuluan Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. 1 Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati preaurikular. 1 Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal. 1 Skenario 1

description

makalah

Transcript of Konjungtivitis Viral ODS

Konjungtivitis Akut Disebabkan Virus Krissi Stiffensa 10.2010.125 Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat 11470Email : [email protected]

Pendahuluan Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik.1Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati preaurikular.1Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal.1Skenario Seorang wanita 28 tahun yang bekerja sebagai customer service, datang ke poliklinik dengan keluhan utama kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan mata terasa berat, sekret surous, gatal minimal dan silau bila melihat cahaya namun pandangan tidak kabur. Pasien mengatakan bahwa 4 orang rekan kerjanya menderita sakit yang sama . Hasil pemeriksaan : TIO = 12 mmHg, OU= 15 mmHg, KGB kurang besar pada kanan dan kiri, palpebra bengkak minimal, konjungtiva tarsal reaksi volukule, visus ODS = 20/20, COA dalam, sekret kornea jernih.Anatomi dan FisiologiAnatomiKonjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:a. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).b. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).c. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata).Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.1

FisiologiLapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mataKelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.1Anamnesis Anamnesis adalah komunikasi antara dokter dengan pasien atau keluarga pasien atau orang terdekat dari pasien tersebut. Yang perlu kita tanyakan secara umum dan terarah pada kasus diatas yaitu :21. Identitas pasien yang terdiri dari : nama, umur, alamat, pekerjaan, status, agama, pendidikan terakhir.2. Keluhan utama : Sudah berapa lama? Frekunsi keluhan bagimana (hilang timbul) ? Lokasinya dimana? Apakah masalah ini ada di salah satu mata atau keduanya? Apakah merasa tidak nyaman berasa seperti berpasir? Apakah ada demam? Disertai radang tenggorokan? Adakah cairan yg keluar? Apakah airmata banyak keluar? Ada gangguan penglihatan? Apakah mengalami fotofobia? Ada riwayat alergi? Riwayat ocular sebelumnya : Apakah penglihatan buruk pada satu mata sejak lahir rekurensi penyakit sebelumnya, terutama peradangan ? Riwayat medis sebelumnya : Apakah ada hipertensi yang dapat terkait dengan beberapa penyakit vaskular mata seperti oklusi vena retina sentral; diabetes yang dapat menyebabkan retinopati, dan penyakit peradangan sistemik seperti sarkoid yang juga dapat menyebabkan peradangan ocular? Riwayat pengobatan, karena beberapa obat seperti isoniazid dan klorokuin dapat toksik terhadap mata. Riwayat keluarga yang berhubungan dengan sejumlah gangguan mata seperti retinitis pigmentosa penyakit ocular yang diturunkan, strabismus, ambliopia, glaucoma, atau katarak, ablasio retina atau degenari makula. Riwayat pribadi : Apakah mengkomsusmsi alkohol? Apakah merokok? Lingkungan tepat tinggal dan penkerjaan seperti apa?

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pemeriksaan Fisik1. Inspeksi mata3 Adakah kelainan yang terlihat jelas (misal: proptosis, mata merah, asimetris, nistagmus yang jelas atau ptosis)?Lihat konjungtiva, kornea, iris, pupil, dan kelopak mata. Apakah pupil simetris? Bagaimana ukurannya? Apakah keduanya merespon normal atau seimbang pada cahaya dan akomodasi? Adakah ptosis? Periksa menutup kelopak mata.2. Tajam penglihatan atau visus Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Biasanya pemeriksaam tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar.Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki). Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang

Gambar 1. Snellen Chart3. FunduskopiFunduskopi merupakan tes untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus okuli. Cahaya yang dimasukkan kedalam fundus akan memberikan refleks fundus dan gambaran fundus mata akan terlihat bila fundus diberi sinar.Alat yang diperlukan adalah oftalmoskop dan obat melebarkan pupil (tropicamide 0.5%-1% (mydriacyl) / fenilefrin hidroklorida 2.5% (kerja lebih cepat)) TehnikOftalmoskopi direk Mata kanan pasien dengan mata kanan pemeriksa, mata kiri pasien dengan mata kiri pemeriksa kecuali bila pasien dalam keadaan tidur dapat dilakukan dari atas. Mula-mula diputar roda lensa oftalmoskop sehingga menunjukkan angka +12 D Oftalmoskop diletakkan 10 cm dari mata pasien. Pada saat ini fokus terletak pada kornea atau pada lensa mata. Bila ada kekeruhan pada kornea atau lensa mata akan terlihat bayangan yang hitam pada dasar yang jingga.( oftalmoskop jarak jauh) Selanjutnya oftalmoskop lebih didekatkan pada mata pasien dan roda lensa oftalmoskop diputar, sehingga roda lensa menunjukkan angka mendekati nol. Sinar difokuskan pada papil saraf optik. Diperhatikan warna, tepi, dan pembuluh darah yang keluar dari papil saraf optik. Mata pasien diminta melihat sumber cahaya oftalmoskop yang dipegang pemeriksa, dan pemeriksa dapat melihat keadaan makula lutea pasien Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian retina

Oftalmoskopi indirek Pemeriksa menggunakan kedua mata Alat diletakkan tepat didepan kedua mata dengan bantuan pengikat di sekeliling kepala Pada celah oftalmoskop dipasang lensa konveks +4D yang menghasilkan bayangan jernih bila akomodasi diistirahatkan Jarak dengan penderita kurang lebih 40cm Pemeriksaan juga membutuhkan suatu lensa tambahan , disebut lensa objektif yang berkekuatan S +13 D, ditempatkan 7-10 cm didepan mata penderita Bila belum memproleh bayangan yang baik, lensa objektif ini digeser mendekat dan menjauh.

Gambar 2. a. Oftalmoskopi direkdan b. Oftalmoskopi indirek

Gambar 3. Prosedur Oftalmoskopi

Gambar 4. Fundus Normal. Pembuluh darah retina tidak menyebrangi fovea.Dapat dilihat keadaan normal dan patologik pada fundus mata kelainan yang dapat dilihat :a. Pada papil saraf optik Papiledema (normal C/D ratio 0,3-0,5) Hilangnya pulsasi vena saraf optik Ekskavasi papil saraf optik pada glaukoma Atrofi saraf optikb. Pada retina Perdarahan subhialoid Perdarahan intra retina, lidah api, dots, blots Edema retina Edema makulac. Pembuluh darah retina Perbandingan atau rasio arteri vena (normal=2:3) Perdarahan dari arteri atau vena Adanya mikroaneurisma dari vena

4. TonometriTonometri schiotz merupakan salah satu pemeriksaan yang ditujukan untuk menghitung tekanan intraocular.Pemeriksaan ini menghitung sejauh mana kornea dapat diindentasi pada pasien yang sedang terletang.Semakin rendah tekanan intraocular, semakin dalam tenggelam pin tonometer dan semakin besar jarak pergerakan jarum. Bila tekanan bola mata lebih rendah maka beban akan mengindentasi lebih dalam permukaan kornea dibanding tekanan bola mata lebih tinggi.Tekanan bola mata normal adalah 10-20 mmHg.Namun, indentrasi tonometry sering memberikan hasil yang tidak pasti.Misalnya kekakuan sclera yang berkurang pada mata rabun, menyebabkan pin tonometry tenggelam lebih dalam karena hal tersebut.Karena itu, tonometry ini sering digantikan dengan tonometry aplanasi.

Gambar 5. Tonometri SchiotzPemeriksaan Penunjang Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan viral pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel monosit dan limfosit. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva/injeksi konjungtiva,ada juga pendarahan pada konjungtiva, sekret serus, bisa ditemukan pembesaran KGB preaurikular.1,3Namun untuk lebih spesifik dapat dilakukan pemeriksa sebagai berikut:1. Swab Tabel 1. Pulasan Berbagai Konjungtivitis Virus Bakteri JamurAlergi

Pulasan Monosit, limfositBakteri, PMNBiasa (-) Granula Granula , eosinofil

2. MikrobiologiSeperti membrane mukosa lainnya, kojungtiva dapat dikultur dengan swab untuk identifikasi bakteri. Specimen untuk pemeriksaan sitology diperoleh dengan mengorek palpebral konjungtiva secara ringan dengan spatula platinum kecil setelah anastesi topical.Untuk evaluasi sitology konjungtivitis, Giemsa merupakan pewarnaan yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis sel inflamasi, sementara pewarnaan gram menunjukan tipe bakteri.

Gambar 6. Pengambilan specimen dari konjungtivaKornea biasanya steril. Seseorang yang diduga mengidap infeksi ulkus korea basisnya harus dikerok dengan spatula platinum untuk kultur dan pewarnaan gram. Spatula harus digunakan untuk menempatkan specimen langsung pada plat kultur tanpa intervensi media transport.Kultur dari cairan intraocular adalah metode yang hanya dapat diandalkan untuk mendiagnosa atau mengesampingkan endophtalmitis menular. Aquos dapat disadap dengan memasukan jarum pendek 25-gauge pada spiut tuberculin melewati limbus secara parallel ke iris. Hasil diagnostic lebih baik jika vitreous yang dikultur. Specimen vitreous dapat diperoleh menggunakan jarum tekan melewati pars plana atau dengan operasi vitrectomy .Untuk mengevaluasi inflamasi intraocular non-infeksius, specimen sitology kadang diperiksa menggunakan tehnik tertentu.Terhadap spesimen dilakukan : Pemeriksaan direct smear dengan pewarnaan metode gram Segera di kultur pada media : blood agar, chocolate agar, Loeffler media (untuk Corynebactyerium) Dikultur dalam candle jar untuk bakteri tersangka Neisseriae dan Corynebacterium Dikultur dalam anaerobic jar untuk tersangka bakteri anaerob Semua kultur harus dalam 48 jam. 3. Scan B Ultrasonografi

Gambar 7. USG

USG merupakan tindakan melihat dan memotret alat atau jaringan dalam mata dengan menggunakan gelombang tidak terdengar.Alat ini sangat penting untuk melihat susunan jaringan intraocular.Bila USG normal dan terdapat defek aferen pupil maka operasi walaupun mudah, tetap akan memberikan tajam pengelihatan yang kurang. Kelainan USG dapat disertai kelainan macula.USG juga merupakan pemeriksaan khusus untuk katarak terutama monocular dimana akan terlihat kelainan badan kaca seperti perdarahan, peradangan, ablasi retina dan kelainan kongenital ataupun adanya tumor intraocular.Diagnosis Banding Tabel 2. Perbandingan Konjungtivitis Bedasarkan Etiologi4VirusBakteri purulentBakteri non purulentJamur Alergi

Sekret Sedikit Penuh Sedikit Sedikit Sedikit

Air mataBanyak Sedang Sedang Sedikit Sedikit

GatalSedikit Sedikit Tak ada Tak ada Berat

Merah Merata Merata Terbatas Terbatas Merata

Kelenjar aurikular Membesar Jarang MembesarMembesarMembesar

Pulasan Monosit, limfosit Bakteri, PMNBakteri, PMN Biasa (-), (granula)Eosinofil

Sakit tenggorokan Kadang-kadangJarang ---

1. Konjungtivitis Alergi4Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing). Dapat juga terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat, atau reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat mempakan bagian dari sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan predisposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.Tanda : mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti konjuntivitis flikten, konjungtivitis vermal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri, konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Steven-Johnson, pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren.Prinsip terapi : yang dapat diberikan adalah tetes mata anti histamin, Na chromoglycat, pemirolast, dsb. Bila sudah sangat berat gejalanya yaitu saat korena terkena imbas misalnya terjadi keratitis atau ulkus berikan tetes mata steroid, tetapi harus diingat akan efek samping pemakaian steroid jangka panjang.

2. Konjungtivitis Bakteri1,4

Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi. Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut (dapat sembuh 14 hari) dan biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra/obstruksi duktus nasolakrimalis. Gejala umumnya : mata merah , konjungtiva hiperemis, injeksi konjungtiva, visus normal, sekret purulent (putih,kuning,hijau), gatal bisa ada bisa juga miniml, terasa seperti berpasir. Bila sudah terasa silau, sakit, fotofobia (sakit bila melihat cahaya) artinya sudah terdapat komplikasi keratitis (radang kornea) atau terjadi peradangan konjungtiva dan kornea sekaligus (keratokonjungtivitis). Pengobatan dapat diberikan antibiotika tetes mata dan atau salep mata. Dosis pemberian : bila ringan berikan 4 kali 2 tetes per hari, bila berat 6 kali 2 tetes perhari atau lebih / bisa 2 jam sekali diluar waktu tidur. Contohnya : kloramfenikol, tetrasiklin, gentamisin, tobramisin, ciprofloksasin, ofloxasin, dsb.

3. Konjungtivitis JamurKonjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.5Diagnosis Kerja Konjungtivitis Viral5Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan. Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipetipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktorfaktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi. Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya. Etiologi dan Faktor Resiko Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi. PatofisiologiKonjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik menyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas.Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi.Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata.Gejala Klinis Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis. Penatalaksanaan Yang dapat diberikan adalah suportif paliativ, yaitu obat untuk panas badan, pegal-pegal, roborantia (vitamin) untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tetes mata antibiotika untuk infeksi sekunder. Pencegahan Pencegahan terhadap keluarga atau masyarakat sekitar :41. Orang sakit jangan tidur bersama orang sehat 2. Pisahkan alat-alat yang biasa digunakan sehari-hari 3. Seluruh anggota keluarga di rumah sering cuci tangan 4. Handuk mandi si sakit jangan di tumbuk dengan handuk orang sehat5. Istirahat yang cukup, sebisa mungkin jangan membuka komputer / bermain handphone6. Jangan kompres mata dan mata tidak di cuci / diguyur dengan cairan-cairan pencuci mata.

Komplikasi Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit.Kesimpulan Seorang wanita berusia 28 tahun dengan keluhan utama kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu disertai mata terasa berat , gatal, mata mulai silau saat melihat cahaya tapi pandangan tidak kabur. Dari kasus tersebut dan beberapa hasil pemeriksaan terkait saya menyimpulkan bahwa wanita tersebut menderita konjungtivitis viral ODS, dimana pada kasus juga dijelaskan bahwa 4 orang rekan kerjanya juga mengalami sakit yang sama.

Daftar Pustaka 1. Ilyas H. Sidarta dan Sry Rahayu Yulianti. Ilmu penyakit mata. Edisi keempat. Jakarta: Badan penerbit fakultas kedokteran universitas indonsia; 2013. h. 121-47.2. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga; 2003.h.18-20.3. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2003.h.44-5.4. Morosidi Saptoyo A dan Margrette Franciscus P. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Fakultas kedokteran UKRIDA ; 2011.h. 38-45.5. Konjungtivitis. Universitas Sumatra Utara. Diunduh dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31458/Chapter%20II.pdf;jsessionid=70DFC7C3B65B642CE7CD37920E3F9CA0?sequence=4 , 20 Maret 2015.

15