Pterigium Grade II ODS

34
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. E Umur : 51 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Perkebunan dayah manggung Tanggal pemeriksaan : 2 MEI 2014 ANAMNESA Keluhan utama : Penglihatan kabur pada kedua mata Anamnesa khusus : Pasien datang ke poliklinik mata RSU dr. Slamet garut dengan keluhan kedua mata buram kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas saat melihat benda, atau orang dari kejauhan, sehingga pasine sering memincingkan mata supaya dapat melihat jelas. Pasien mengaku lebih nyaman apabila melihat dari jarak dekat. Keluhan

description

case mata

Transcript of Pterigium Grade II ODS

Page 1: Pterigium Grade II ODS

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Perkebunan dayah manggung

Tanggal pemeriksaan : 2 MEI 2014

ANAMNESA

Keluhan utama : Penglihatan kabur pada kedua mata

Anamnesa khusus :

Pasien datang ke poliklinik mata RSU dr. Slamet garut dengan keluhan kedua mata

buram kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas

saat melihat benda, atau orang dari kejauhan, sehingga pasine sering memincingkan mata

supaya dapat melihat jelas. Pasien mengaku lebih nyaman apabila melihat dari jarak dekat.

Keluhan disertai seperti ada yang menghalangi atau mengganjal pada kedua mata apa bila

mengedip serta kadang – kadang mata merah dan gatal pada kedua mata. Pasien bekerja

sebagai pengrajin, dan apabila keluar rumah tidak menggunakan kaca pelindung.

Keluhan penglihatan terasa silau bila melihat cahaya dan berbayang, pedih, berair,

nyeri kepala, dan seperti melihat pelangi tidak dirasakan pasien. Riwayat trauma disangkal,

Page 2: Pterigium Grade II ODS

riwayat memakai kacamata disangkal pasien, riwayat menggunakan obat tetes mata tanpa

resep dokter disangkal pasien.

Anamnesa keluarga :

Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit maupun keluhan yang sama dengan

pasien.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat tekanan darah tinggi diakui

Riwayat kencing manis tidak ada

Riwayat trauma tidak ada

Riwayat Sosial ekonomi : Cukup

Riwayat gizi : Cukup

PEMERIKSAAN

1. Keadaan Umum

Kesan sakit : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tensi :160/100 mmHg

Nadi : 72x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu : Aferbris

2. Status Oftalmologi

Pemeriksaan Subjektif

Visus OD OS

SC 0,2 0,4

CC 1,0 1,0

STN - -

KOREKSI S – 1,00 S – 1,00

ADD S + 2,00 S + 2,00

GERAKAN BOLA MATA BAIK KE SEGALA ARAH BAIK KE SEGALA ARAH

Page 3: Pterigium Grade II ODS

Pemeriksaan Eksternal

OD OS

Palpebra superior T.A.K T.A.K

Palpebra inferior T.A.K T.A.K

Silia Tumbuh teratur Tumbuh teratur

Ap. Lakrimalis T.A.K T.A.K

Konj. Tarsalis superior Tenang Tenang

Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang

Konj. Bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)

Kornea Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

COA sedang sedang

Pupil Bulat, ditengah Bulat, ditengah

Diameter pupil 3 mm 3 mm

Reflex cahaya

Direct + +

Indirect + +

Iris Coklat, sinekia (-) Coklat, sinekia (-)

Lensa Jernih Jernih

Page 4: Pterigium Grade II ODS

Pemeriksaan Biomikroskop (Slit Lamp)

OD OS

Silia T.A.K T.A.K

Konjungtiva superior T.A.K T.A.K

Konjungtiva inferior T.A.K T.A.K

Kornea Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

COA Dalam Dalam

Pupil Bulat Bulat

Iris T.A.K T.A.K

Lensa jernih jernih

Tonometri 17,3 mmHg 17,3 mmHg

Pemeriksaan Funduskopi

Funduskopi OD OS

Lensa Jernih Jernih

Vitreus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Fundus Reflex fundus + Reflex fundus +

Papil Bulat, batas tegas Bulat, batas tegas

CDR 0,3 0,3

A/V retina sentralis 2:3 2:3

Retina Eksudat ( - ) Eksudat ( - )

Macula Reflex fovea ( + ) Reflex fovea ( + )

Diagnosis Klinis

Miop Simpleks dengan Presbiop dan Pterigium Grade II ODS

Rencana Pemeriksaan

Topografi kornea

Page 5: Pterigium Grade II ODS

Diagnosis Banding

Pseudopterigium

Terapi

Medikamentosa

Obat

Eyevit 1x perhari

Cendo augentonic 3gtt per hari

Operasi

Conjunctival auto graft

Non medikamentosa

Resep kacamata dengan menggunakan lensa negative S – 1,00 ODS add S+2,00

Memakai pelindung mata ( mis. Kaca mata UV atau topi )

Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Page 6: Pterigium Grade II ODS

RESUME

Seorang perempuan berusia 48 tahun datang dengan keluhan kedua mata buram

kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas

ketika melihat benda atau orang dari kejauhan sehingga pasien sering memincingkan mata

agar dapat melihat lebih jelas. Pasien lebih nyaman jika melihat sesuatu dari dekat. Keluhan

disertai seperti ada yang menghalangi atau mengganjal apabila mengedip serta kadang –

kadang merah dan gatal pada kedua mata. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan

apabila keluar rumah tidak memakai kaca mata pelindung. Riwayat memakai kacamata di

sangkal, riwayat menggunakan obat tetes mata tanpa resep dokter disangkal pasien. Riwayat

darah tinggi diakui, riwayat trauma, riwayat kencing manis di sangkal.

OD OS

Visus 0,2 0,4

koreksi S – 1,00 S – 1,00

Add S + 2,00 S + 2,00

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Palpebra sup/inf Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Konjungtiva bulbi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Kornea Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

COA Dalam Dalam

Pupil Bulat isokor Bulat isokor

Iris Coklat, kripti normal Coklat, kripti normal

Lensa Jernih Jernih

Tonometri 17,3 mmHg 17,3 mmHg

Lensa (slitlamp) Jernih Jernih

Viterus Jernih Jernih

Fundus Reflex fundus + Reflex fundus +

Page 7: Pterigium Grade II ODS

BAB II PEMBAHASAN

1. Pasien ini di diagnose Miopia Simpleks ODS + Presbiob ODS dengan Pterigium Grade IIBerdasarkan anamnesa terhadap pasien ini , ditemukan :

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD dr.Slamet Garut dengan keluhan penglihatan kedua mata kurang jelas ( buram ) saat melihat jarak jauh sejak kurang lebih satu tahun SMRS.

Pasien merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas ( buram ) saat melihat benda atau orang dari kejauhan, sehingga pasien sering memincingkan mata supaya dapat melihat jelas.

Pasien mengaku lebih nyaman apabila melihat sesuatu dari jarak dekat. Pasien mengeluh ke dua mata seperti ada yang mengganjal atau menghalangi

apabila pasien mengedip yang disertai kadang – kadang merah dan gatal.

Pada pemeriksaan Oftalmologi di dapatkan hasil :

Kornea Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

Terdapat jaringan

fibrovaskular berbentuk

segitiga

COA Dalam Dalam

Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral

Iris Tak Tak

Lensa Jernih Jernih

Tonometri 17,3 mmHg 17,3 mmHg

Lensa (slit lamp) Jernih Jernih

Vitreus Jernih Jernih

Fundus Refleks fundus (+) Refleks fundus (+)

Pada pemeriksaan Oftalmologi di dapatkan jaringan fibrovaskular pada kedua mata sehingga pasien di diagnosis pterigium ODS.

Berdasarkan grade pterigium, pasien ini tergolong pterigium grade II ODS karena pterigium sudah melewati limbus.

Pada pemeriksaan Refraksi Subyektif, dengan metoda “trial and error”. Jarak pemeriksaan 6 meter. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata pasien, mata di periksa satu persatu di biaskan mata kanan terlebih dahulu. Ditemukan visus/ tajam penglihatan masing – masing mata. Kemudian di koreksi

Page 8: Pterigium Grade II ODS

dengan lensa sferis negative, dan memberikan tajam penglihatan yang membaik dari sebelumnya.

Pemeriksaan Subjektif

Visus OD OS

SC 0,2 0,4

CC 1,00 1,00

STN

Koreksi S – 1,00 S – 1,00

Adde S + 2.00 S + 2,00

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Pada pemeriksaan Refraksi Subyektif dengan snellen chart di dapatkan koreksi kacamata :VOD : 0.2 S-1.00 = 1.0VOS : 0.4 S-1.00 = 1.0 tinggi dioptri = 1 dioptri dan tidak pusing

visus pakai kacamata tidak dilakukan pemeriksaan Dilakukan pemeriksaan untuk jarak dekat ( baca ) karena usia pasien yang

sudah 48 tahun, ditambahkan lensa sferis positif S+2.00 sesuai usia. Berdasarkan klasifikasi myopia menurut derajat dioptri, pasien ini

tergolong Miopia Simpleks ODS derajat ringan + Presbiop ODS

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang di lakukan terhadap pasien ini, sehingga pasien ini di diagnose sebagai Miopia Simpleks ODS + Presbiop ODS dengan Pterigium Grade II.

Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada focus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar – sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang dif us dengan akibat bayangan yang kabur.1

Klasifikasi Miopia terdiri dari :

1. Miopia aksial

Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada

orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter

anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3

dioptri.

2. Miopia kurfatura

Page 9: Pterigium Grade II ODS

Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus

dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan

miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan

kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi

sebesar 6 dioptri.

3. Miopia indeks refraksi

Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes

melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol.

4. Perubahan posisi lensa

Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma

berhubungan dengan terjadinya miopia. 1

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam:2

1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri

2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri

3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri

4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri

5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri

Gejala Klinis Miopia

Gejala subjektif miopia antara lain:2

a. Kabur bila melihat jauh

b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan

akomodasi )

d. Astenovergens

Page 10: Pterigium Grade II ODS

Gejala objektif miopia antara lain:2

1. Miopia simpleks

a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif

lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol

b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat

disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf

optik.

2. Miopis Patologik

a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks

b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan

pada

1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau

degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang

mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan

kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia

2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil

terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen

miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi

oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur

Gambar 2. Myopic cresent

3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan

perdarahan subretina pada daerah makula.

4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer

Page 11: Pterigium Grade II ODS

5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan

retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan

disebut sebagai fundus tigroid.

Gambar 3. Fundus Tigroid

Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik

yang terjadi pada miop tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin

disebabkan karena perdarahan makular pada bagian fovea dimana membrana

Bruch mengalami dekompensasi. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan

metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya membrana Bruch.

Dikatakan miop tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi

lagi hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini

berhubungan dengan panjangnya aksial miopia, suatu kondisi dimana belakang

mata lebih panjang daripada normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan

yang sangat dekat.

Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa

pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:3,4

Refraksi Subyektif

Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif,

metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak

pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang

diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan

mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-

masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila

Page 12: Pterigium Grade II ODS

dengan lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6,

atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita myopia, apabila dengan

pemberian lensa sferis negatif menambah kabur penglihatan kemudian diganti

dengan lensa sferis positif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20

maka pasien menderita hipermetropia.

Refraksi Obyektif

Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa

mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah

gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa

sferis negatif sampai tercapai netralisasi.

Autorefraktometer (komputer)

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan

menggunakan komputer.

Presbiopia adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan

proses penuaan pada semua orang. Seseorang dengan mata emetrop ( tanpa

kelainan refraksi ) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf

kecil atau membedakan benda – benda kecil yang terletak berdekatan pada

usia sekitar 44 – 46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahay termaram dan

biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saaat subjek lelah. Gejala – gejala ini

meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap.

Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi

daya focus otomatis lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dengan

Page 13: Pterigium Grade II ODS

berbagai cara. Kacamata baca memilik koreksi – koreksi di seluruh aperture

kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat

benda – benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat

digunakan kacamata separuh, yaitu kacamata yang bagian atasnya terbuka dan

tidak dikoreki untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal

serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kelainan refraksi yang lain.

Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan

sedang di segmen tengah dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa

progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang dan jauh. Tetapi dengan

perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi di perlukan untuk

membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :

+ 1.0 D untuk usia 40 tahun

+ 1.5 D untuk usia 45 tahun

+ 2.0 D untuk usia 50 tahun

+ 2.5 D untuk usia 55 tahun

+ 3.0 D untuk usia 60 tahun

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah

lensa positif terkuat yang dapat di berikan pada seseorang. Pada keadaan ini

mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena

benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +3.00 dioptri sehingga sinar

yang keluar akan sejajar.

Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan

kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat

subjektif sehingga angka – angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.1,2

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva

yang bersifat degenerative dan invasive. Pertumbuhan ini biasanya terletak

pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke

daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral

atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi,

maka bagian pterigium akan berwarna merah, pterigium dapat mengenai

kedua mata.2asal kata pterigium adalah dari bahasa yunani, yaitu pteron yang

artinya wing atau sayap.

Page 14: Pterigium Grade II ODS

Gambar 1. Pterigium

Manifestasi Klinis

Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme

Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone

Optic)

Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis

besi yang terletak di ujung pteregium.

Grade Pterigium

1. Grade I : bila apeks sampai ke limbus

2. Grade II : 2 mm dari limbus

3. Grade III : pertengahan pinggir pupil dan kornea

4. Grade IV : melewati pinggir pupil

2. Etiologi dari penyakit pada pasien ini

Berdasarkan anamnesa lainnya juga didapatkan pasien mengeluhkan penglihatan

kedua mata kurang jelas saat melihat jarak jauh sejak ± 1 tahun SMRS dan pasien

merasa penglihatan kedua matanya kurang jelas saat melihat benda atau orang dari

kejauhan, sehingga pasien sering memicingkan mata supaya dapat melihat jelas, dan

pada pemeriksaan refraksi subjektif dengan snellen chart beserta hasil koreksi dengan

metode trial and error ditemukan adanya myopia simpleks derajat ringan,

berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan refraksi subjektif ini sesuai dengan

etiologi dari presbiop. Berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan oftalmologi

ini sesuai dengan etiologi pterigium grade II.

Etiologi pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor memegang

peranan penting dari waktu kewaktu. Teori miopia menurut sudut pandang biologi

menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik. Pengaruh faktor herediter telah

Page 15: Pterigium Grade II ODS

diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal

telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia.3

Patofisiologi pada miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata

yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat:

1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang

lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial.

2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung

atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia

kurvatura/refraktif.

3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.

Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks

4. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya

pasca operasi glaukoma.1

Etiologi Presbiop Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :

Kelemahan otot akomodasi

Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.2

Etiologi Pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu

neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka

yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik

matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang

banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya

besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar

matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan

angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal

ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia

dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan

orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-

anak. 2,6,7

Patofisiologi Presbiopia pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi

peningkatan daya refraksi mata karenaadanya perubahan keseimbangan antara

elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan

Page 16: Pterigium Grade II ODS

meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis)dan kehilangan

elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat

dekat makin berkurang.

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.

Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskular, seringkali disertai dengan inflamasi. Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bowman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bowman dan stoma kornea bagian atas. Histopatologi dari kolagen abnormal pada area degenerasi elastik menunjukkan basofilia dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin. Kornea menunjukkan destruksi pada lapisan membrana Bowman akibat pertumbuhan fibrovaskular, disertai dengan peradangan ringan. Epitelnya dapat normal, tipis atau menebal kadang disertai displasia .2

Page 17: Pterigium Grade II ODS

3. Penatalaksanaan pada pasien ini

Non-medikamenosa :

Pemberian resep kacamata dengan menggunakan lensa negatif S -1.00 ODS

dengan Add S+2.00 ODS.

Medikamentosa :

vitamin untuk kesehatan mata : Eyevit 1 x per hari

penyegar mata : Cendo augentonic 3gtt per hari

Penatalaksaan pada Miopia

Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, kontak

lensa atau melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan penggunaan

kacamata atau kontak lensa yang akan mengkompensasi panjangnya bola mata

danakan memfokuskan sinar yang masuk jatuh tepat di retina.

Menggunakan kacamata merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk

mengkoreksi miopia. Lensa konkaf yang terbuat dari kaca atau lensa plastik

ditempatkan pada frame dan dipakai didepan mata. Pengobatan pasien dengan

miopiaadalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang

memberikanketajaman penglihatan maksimal tanpa akomodasi. Sebagai contoh bila

pasiendikoreksi dengan –3,0 memberikan tajam penglihatan 5/5, dan demikian juga

biladiberi S – 3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi – 3,0 agar untuk

memberikanistirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.

Penggunaan kontak lensa merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.Kontak

lensa merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik yangdipakai

langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang ada rasa tidak nyaman pada awal

pemakaian tetapi kebanyakan orang akan cepat membiasakan diri terhadap pemakaian

kontak lensa.

Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa

kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya.

Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA

(hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras

disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).

Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi

pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai

Page 18: Pterigium Grade II ODS

untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman

penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu

mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit.

Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus

yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu

mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan

fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman.

Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi

pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu

dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya

semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut.

Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis

1. Lapang Pandangan

Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak

memerlukan bingkai dalam pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang

pandangan yang terkoreksi lebih luas dibandingkan kacamata. Lensa kontak

hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer.

2. Ukuran Bayangan di Retina

Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak

verteks) lensa koreksi. Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata,

dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia memiliki bayangan yang lebih

besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan menjadi

lebih kecil.

3. Akomodasi

Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan

akomodasi pada penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada

penderita hipermetropia sesuai dengan derajat anomali refraksinya.2,4

LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang

menggunakan teknologi laser dingin  (cold/non thermal laser) dengan cara merubah

atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK,

Page 19: Pterigium Grade II ODS

penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga

secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia),

serta mata silinder (astigmatisme).

Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak

b. Kelainan refraksi:

Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri.

Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.

Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri

c. Usia minimal 18 tahun

d. Tidak sedang hamil atau menyusui

e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun

f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak

6 (enam) bulan

g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak,

glaukoma dan ambliopia

h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua)

minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)

Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:5

Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum

stabil.

Sedang hamil atau menyusui.

Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.

Riwayat penyakit glaukoma.

Penderita diabetes mellitus.

Mata kering

Penyakit : autoimun, kolagen

Pasien Monokular

Kelainan retina atau katarak

Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi

atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan

Page 20: Pterigium Grade II ODS

pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun

kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi /

pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa

secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi

(computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak

untuk menjalankan tindakan LASIK.

Persiapan calon pasien LASIK5

Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi

Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan

Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa

dilakukan Custumize LASIK

Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi

Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan

LASIK menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana

seperti pada semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya

resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil

dari beberapa pasien antara lain:

o Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui

setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan

koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-

LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu

lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.

o Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa

bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat

cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan.

o Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama

seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada

sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata.

Page 21: Pterigium Grade II ODS

o Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan

pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan

ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat

jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan.

Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:5

o Anestesi topikal (tetes mata)

o Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)

o Tanpa rasa nyeri (Painless)

o Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)

o Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)

o Komplikasi yang rendah

o Prosedur dapat diulang  (Enhancement)

Komplikasi yang dapat terjadi pada Miopia terutama derajat tinggi berupa:1

o Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis.

o Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga

terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina.

o Ablasi retina, lubang pada makula sering terjadi pada miopia tinggi.

o Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi

glaukoma.

Penatalaksanaan pada Pterigium

Page 22: Pterigium Grade II ODS

Medikamentosa

Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.

Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.

Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan

bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau

pterygium yang telah menutupi media penglihatan.

Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering

dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan

bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata

buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu

dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan. 1,3

Operasi

Indikasi tindakan operasi (eksisi) pterygium adalah :

1. Pertumbuhan yang mengancam penglihatan dengan tumbuh mencapai aksis

visual.

2. Terdapat astigmatisma yang signifikan.

3. Iritasi mata yang berat.

Sebagai tambahan, terapi adjuvan pasca operasi, dapat diberikan sinar

radiasi β dengan strontium-90 dan terapi antimetabolit dengan mitomycin C atau

fluorourasil.

Jenis-jenis operasi pterigium telah mulai dilakukan sejak awal tahun 1960-

an, termasuk :

1. Taditional “bare sclera” technique

Teknik ini dilakukan dengan mengangkat pterigium dan sklera di atasnya

dibiarkan. Penyembuhan terjadi 2 sampai 4 minggu. Sayangnya, pterigium

dapat tumbuh kembali pada 50% pasien – dan pada kebanyakan kasus,

pterigium dapat tumbuh melebihi ukuran awalnya. Tidak dilakukan untuk

pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma granuloma diambil

kemudian di graph dari amnion.

2. Conjunctival auto graft (with or without stitches)

Teknik yang paling banyak digunakan saat ini, karena auto graft konjungtiva

menurunkan angka rekurensi.

Page 23: Pterigium Grade II ODS

Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa

mulut/konjungtiva forniks. Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium

biasanya bisa dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi

topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan

pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat

memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.

Komplikasi

Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:

Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan

Kemerahan

Iritasi

Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan

memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus

umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum

dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi

pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.

Page 24: Pterigium Grade II ODS

Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:

Infeksi

Reaksi material jahitan

Diplopia

Conjungtival graft dehiscence

Corneal scarring

Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous,

atau retinal detachment.

Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada

pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini

dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.

4. Prognosis pada pasien ini

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan, pasien memiliki riwayat penyakit

sistemik yang dapat memperberat myopia

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Fungsi organ penglihatan tidak seperti orang normal, dimana pasien sangat

bergantung pada penggunaan kacamata.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Pterigium Grade II ODS

1. Vaughan, Daniel..2007. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta.

2. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa

kedokteran. Edisi ke-2 Sagung Seto. Jakarta.

3. Ilyas, S, Tanzil M, Salamun dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

4. Hartono, Yudono RH. 2007. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono

(eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM.

5. Semarang Eye Centre. Tindakan Bedah LASIK. www. semarang - eye - centre.com /

6. http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview ( online, di akses tanggal

11 maret 2013 )

7. Kanski Jack J. Clinical Opthalmology : A Sistemic Approach. 2007. 6th Edition.