Kinetika Vivian 12.70.0043 Kelompok C

download Kinetika Vivian 12.70.0043 Kelompok C

of 21

description

Laporan ini berisi cara pembuatan minuman vinegar dengan bahan buah apel serta faktor-faktor yang mepengaruhi dalam proses pembuatan minuman vinegar.

Transcript of Kinetika Vivian 12.70.0043 Kelompok C

1. HASIL PENGAMATANPada Tabel.1 dibawah ini merupakan data hasil pengamatan proses fermentasi produksi minuman vinegar.Tabel 1. Kinetika Fermentasi di Dalam Produksi Minuman VinegarKelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRerata/ MO tiap petakRerata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam (mg/ml)

1234

C1Sari apel + S.cereviceaeNo548522104 x 1070,14643,387,68

N48487077496124,4 x 1070,54853,269,98

N72508375486425,6 x 1070,74513,2311,52

N96799372888333,2 x 1070,95523,1912,09

N12015315516012014758,8 x 1071,54143,0912,48

C2Sari apel + S.cereviceaeNo21182817218,4 x 1070,15473,5411,52

N48304335443815,2 x 1070,58013,3711,52

N72547068566224,8 x 1070,52543,3111,90

N96596362686325,2 x 1070,62003,2111,90

N1209810488949638,4 x 1071,43913,1111,52

C3Sari apel + S.cereviceaeNo22252318228,8 x 1070,18493,5211,90

N48506056625722,8 x 1070,50223,3912,48

N72706855676526 x 1070,64033,2812,67

N96248164166140179,571,8 x 1070,72863,1913,44

N12065671118481,7532,7 x 1071,59113,3313,06

C4Sari apel + S.cereviceaeNo1921232020,758,3 x 1070,15163,5513,82

N48544547344518 x 1070,64813,3112,67

N72768079737730 x 1070,51753,2511,52

N9610596121133113,7545,5 x 1070,64633,2211,71

N120987211010796,7538,7 x 1071,02293,1910,94

C5Sari apel + S.cereviceaeNo722105114,4 x 1070,18873,487,68

N48483034323614,4 x 1070,37773,208,23

N723844362836,514,6 x 1070,73033,1812,56

N965045385246,2518,5 x 1070,76023,2711,90

N120258232182172212,585 x 1071,01513,4011,52

Pada Tabel.1 diatas dapat dilihat pengamatan dilakukan pada jam ke-0, jam ke-48, jam ke-96, dan jam ke-120. Pengamatan yang dilakukan meliputi jumlah mikoorganisme tiap petak, rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc, pengukuran OD, pengukuran pH dan pengukuran total asam. Kelompok C1 hingga C5 memiliki perlakuan yang sama yaitu sari buah apel yang ditambah dengan S.cereviceae. Pada lima kali pengukuran yang dilakukan, sampel memiliki kecenderungan peningkatan nilai pada setiap uji parameter, kecuali pada parameter uji pH mengalami penurunan. Terdapat beberapa penurunan nilai seperti pada kelompok C2 dalam pengamatan nilai OD dan total asam mengalami penurunan. Nilai OD C2 mengalam penurunan pada N48 ke N72 yaitu dari 0,5801 ke 0,5254 dan total asam dari 11,90 ke 11,52. Penurunan nilai rara-rata jumlah mikroorganisme dalam cc juga terjadi pada kelompok C3 dan C4 pada N96 ke N120.

1.1 Grafik Hasil Pengamatan1.1.1 Hubungan OD dan WaktuPada Grafik.1 dibawah ini dapat dilihat hubungan antara nilai OD (Optical Density) dengan waktu fermentasi.Grafik 1. Hubungan Nilai OD dengan Waktu Fermentasi

Pada grafik diatas dapat dilihat kecenderungan peningkatan kadar OD pada setiap kelompok sejalan dengan lama waktu fermentasi. Hal ini dapat terlihat dari pola grafik kelompok C1 hingga C5. Terjadi perbedaan pada kelompok C4 nilai OD mengalami penurunan dari N48 ke N72. 1.1.2 Hubungan Jumlah Sel dan WaktuPada Grafik 2 dibawah ini dapat terlihat hubungan antara jumlah sel selama fermentasi dengan waktu fermentasi.Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu Fermentasi

Pada Grafik.2 dapat dilihat pola hubungan jumlah sel dengan waktu lama fermentasi cenderung naik dan turun atau fluktuatif. Terutama pada kelompok C3 yang memiliki peningkatan jumlah sel selama fermentasi yang sangat pesat pada N96 dibandingkan dengan kelompok lainnya. Berbeda dengan C5 yang mengalami penurunan angka jumlah sel pada waktu N96.1.1.3 Hubungan Jumlah Sel dan pHPada Grafik.3 dibawah ini merupakan garis hubungan antara pH dengan jumlah sel yeast pada saat fermentasi minuman vinegar buah apel.Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Yeast dengan Nilai pH

Pada Grafik.3 ini menunjukkan pola hubungan antara jumlah sel yeast pada saat fermentasi dengan nilai pH. Tidak ada pola yang terbentuk dari hubungan in, sehingga garis yang terbentuk tidak menentu.

1.1.4 Hubungan Jumlah Sel dan ODHubungan antara jumlah sel yeast dan kadar nilai OD dapat dilihat pada Grafik.4 dibawah ini. Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan Nilai OD

Dapat dilihat pada Grafik.4 diatas bahwa jumlah sel yang meningkat cenderung akan meningkatkan nilai OD. Perbedaan peningkatan ditunjukkan oleh kelompok C3 dan C4.1.1.5 Hubungan Jumlah Sel dan Total AsamHubungan antara jumlah sel yeast pada saat fermentasi dengan angka total asam dapat dilihat pada Grafik.5.Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Angka Total Asam Selama Fermentasi

Pada Grafik.5 diatas, pada umumnya angka total asam akan naik cukup significant jika jumlah sel yeast juga bertambah. Tetapi berbeda pada kelompok C2 yang mengalami sedikit penurunan angkat total asam.

2. PEMBAHASAN Pada pembuatan minuman vinegar diperlukan adanya proses fermentasi untuk menghasilkan produk minuman vinegar. Fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroorganisme. Pada percobaan kali ini akan dibuat minuman vinegar yang merupakan salah satu jenis minuman beralkohol dengan bahan dasar apel manalagi. Proses fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi. Hasil fermentasi tergantung jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan proses metabolismenya. Pada percobaan ini akan menggunakan jenis yeast Saccharomyces sp sebagai inokulum. Penggunaan inokulum dalam pembuatan vinegar dapat menggunakan bakteri seperti pada jurnal An Investigation of Simultaneous Pineapple Vinegar Fermentation Interaction Between Acetic Acid Bacteria and Yeast yang menggunakan Acetobacter aceti dalam pembuatan minuman vinegar. Perbedaan dalam pengaplikasikan bakteri atau yeast dalam pembuatan minuman vinegar adalah ketersediaan oksigen. Dalam penggunaan bakteri dapat menggunakan sistem aerobik, tetapi jika menggunakan yeast kondisi fermentasi yang digunakan adalah anaerobik. Pemilihan strain Saccharomyces cereviceae disebabkan karena kultur ini merupakan suatu khamir yang mampu memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2 sehingga sering digunakan dalam industri minuman beralkohol (Gaman & Sherrington, 1994). Proses fermentasi ini Saccharomyces cerevisiae membutuhkan unsur N (nitrogen) dalam pertumbuhannya, dan unsure N dapat diperoleh pada karbohidrat, dimana karbohidrat mengandung unsure C, H, O, dan N (Winarno., et al, 1980). Unsur Nitrogen ini dalam proses fermentasi digunakan sebagai starter untuk memacu pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Dan dalam proses fermentasi alkohol ini sumber N yang didapat berasal dari bahan bakunya yaitu sari buah anggur, meskipun sumber N yang diperoleh tidak terlalu banyak (Suratiningsih, 1999).Selama proses fermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae mengalami proses glikolisis, dimana substrat karbohidrat yang mengandung zat gula (glukosa) dipecah menjadi alkohol dan karbondioksida. Pada suasana anaerob khamir mampu mengkonversi glukosa menjadi etil alkohol dan karbondioksida serta beberapa ester. Hal ini yang menyebabkan produk hasil fermentasi memiliki flavor alkohol. Proses pembentukan alkohol ini dapat terjadi dikarenakan selama fermentasi, kapang yang mengandung enzim amylase melakukan aktivitasnya yaitu proses sakarifikasi pati (Winarno., et al, 1980). Dan kemudian dilanjutkan oleh khamir (Saccharomyces cerevisiae) untuk proses glikolisisC6H12O6Glukosa+Karbondioksida2 CO22 C2H5OHAlkohol

(Fardiaz, 1992).Pembuatan vinegar dalam praktikum ini memggunakan sari buah apel sebagai substrat fermentasi. Pada prinsipnya semua mikroorganisme menggunakan karbon sebagai substrat utama dan kemudian dapat menggunakan nitrogen. Sehingga hampir semua bahan yang mengandung C (karbon) dan N (nitrogen) dapat digunakan sebagai medium fermentasi yang sempurna untuk menghasilkan alkohol. Sumber C dan N alami dapat ditemukan pada buah maupun sayur. Buah yang mengandung gula tinggi dapat digunakan sebagai medium yang baik (Winarno et al., 1980). Kadar gula sari buah merupakan faktor yang penting dalam proses fermentasi sebagai sumber karbon dalam metabolisme ragi. Konsentrasi gula pada sari buah harus dipertahankan dalam keadaan optimum yaitu 15 %. Konsentrasi gula yang optimum akan menyebabkan aktivitas ragi penuh, sehingga ragi dapat mengubah semua zat-zat dalam sari buah secara penuh, sehingga tidak sempat menggumpal yang dapat membuat cairan keruh (Satuhu, 1993). Proses pembuatan minuman vinegar ini diawali dengan memotong-motong buah apel (Gambar.1) yang akan dimasukkan ke dalam juicer. Penggunaan juicer ini bertujuan untuk mengambil sari buah apel dan mencegah banyaknya ampas apel yang ikut dalam proses fermentasi (Gambar.2). Sari buah apel yang didapatkan dari proses juicer ini kemudian disaring kembali dengan kain saring untuk memastikan tidak adanya ampas pada saat proses fermentasi (Gambar 3). Semakin sedikitnya ampas yang ikut terlarut dalam cairan akan menyebabkan tingkat kekeruhan yang rendah (Suratiningsih, 1999). Kekeruhan pada produk sari buah ini diakibarkan karena tingginya kadar pektin buah. Makin tinggi kadar pektin buah maka makin keruh pula sari buah yang dihasilkan. Pada jurnal Cashew Wine Vinegar Production: Alcoholic And Acetic Fermentation mengatakan bahwa tingginya kadar pektin dalam minuman vinegar juga dapat bersifat toksik. Pektin dari buah akan diubah dalam bentuk methanol yang bersifat toksik. Kadar methanol dalam pembuatan wine adalah 35 mg/100 mL. Berdasarkan tingkat kekeruhan ini, dikenal dua jenis sari buah yaitu sari buah jernih (sari buah jeruk, tomat, sirsak, nanas dan sari buah keruh), dan sari buah tidak jernih (sari buah anggur dan apel) (Astawan & Astawan, 1991). Pada percobaan ini bahan yang digunakan adalah apel sehingga produk akhir fermentasi ini akan memiliki warna yang keruh.

Gambar 1. Proses Pemotongan Apel

Gambar 2. Penggunaan JuicerGambar 3. Sari Buah Apel di SaringPada percobaan ini menggunakan sari buah apel sebanyak 250 ml per kelompok. Sari buah apel kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca (Gambar.4) yang kemudian akan dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Proses sterilisasi ini berlangsung selama 15 menit pada suhu 1210C (Gambar.5). Proses sterilisasi awal ini dilakukan untuk mempersiapkan medium khusus yang terbebas dari mikroorganisme kontaminan agar aktivitas yeast selama fermentasi menjadi optimal. Setelah dilakukan pengadukan hingga homogen dan juga agak dingin, medium diinokulasi dengan biakan Saccharomyces cereviceae sebanyak 30 ml yang dilakukan di ruang laf (Gambar.6) yang dilengkapi dengan sinar UV dan dilakukan secara aseptis. Pengambilan dilakukan di dalam ruang laf ini berfungsi untuk mencegah kontaminasi produk. Sari buah apel yang sudah diinokulasikan kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1 minggu untuk diamati jumlah mikroorganisme tiap petak, rerata jumlah mikoorganisme tiap cc, nilai OD (nm), pH, dan total asam yang diperoleh selama proses fermentasi.

Gambar 4. Sari Buah Apel dimasukkan ke Botol Kaca

Gambar 5. Sterelisasi Sari Buah ApelGambar 6. Proses Inokulasi ke MediaProses fermentasi tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi substrat serta inokulum yang digunakan saja, melainkan keberadaan faktor luar juga sangat menentukan keberhasilan proses ini. Oleh karena itu, lama waktu fermentasi dan suhu inkubasi pada percobaan disesuaikan dengan aktivitas Saccharomyces cereviceae yaitu pada suhu ruang sekitar 22 -27C selama 5 hari (Suratiningsih, 1999). Kondisi anaerob juga diberikan pada proses ini melalui penutupan erlenmeyer menggunakan plastik yang diberi karet disekelilingnya untuk mencegah oksigen masuk (Gambar.6) . Hal ini bertujuan untuk menciptakan kondisi anaerob sehingga dengan adanya penutupan akan menghindarkan kontak dengan oksigen maupun mikroorganisme kontaminan.

Kondisi anaerob diperlukan karena jenis khamir yang digunakan bersifat fermentative akan tumbuh lebih baik bila dilakukan dalam kondisi anaerobic meskipun kebanyakan jenis khamir tumbuh optimal dalam kodisi aerobic. Proses inkubasi pada suhu ruang dapat mendorong pertumbuhan dan perbanyakan sel dari Sacharomyces cerivisiae (Gaman & sherrington, 1994). Selain itu dalam proses peragian oksigen tidak ikut serta, karena banyak peragian bersifat anaerob obligat dan sebagian lagi bersifat anaerob fakultatif yang mampu tumbuh dalam lingkungannya tanpa atau dengan oksigen. Pernyataan ini juga didukung oleh jurnal Optimization Of Process Parameters For Vinegar Production Using Banan Fermentation bahwa proses fermentasi vinegar terdiri dari dua tahap yaitu pembentukan gula menjadi etanol dan proses anaerobik untuk mengubah etanol menjadi asam asetat. Adanya oksigen dalam proses fermentasi menekan peragian dan menguntungkan respirasi, sehingga proses fermentasi akan berjalan lambat. Dalam keadaan adanya oksigen, enzim khamir dapat memecah senyawa gula lebih sempurna, dan akan dihasilkan karbondioksida dan air, tetapi tidak dihasilkan alkohol. Udara akan dapat menimbulkan munculnya mikroorganisme pantogen dan menurunkan kadar alkoholnya (Muljohardjo, 1988). Tahap berawal dari glukosa menjadi etanol dan CO2 oleh ragi terjadi melalui alur fruktosa difosfat (Schlegel & Schmidt, 1994), sehingga dalam proses fermentasi minuman alkohol ini oksigen tidak dibutuhkan.Produk fermentasi minuman vinegar ini kemudian diukur terlebih dahulu untuk mendapatkan data N0. Pengukuran yang dilakukan meliputi jumlah mikroorganisme tiap petak, rerata jumlah mikoorganisme tiap cc, nilai OD (nm), pH, dan total asam yang diperoleh selama proses fermentasi. Pengukuran dilakukan setiap 24 jam, kecuali pada pengukuran kedua, pengukuran dilakukan 48 jam kemudian diakibatkan adanya hari libur. Pengukuran dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak 30 ml yang dilakukan di ruang laf untuk mencegah kontaminasi produk. Sebanyak 10 ml akan digunakan untuk proses titrasi, terdapat sisa 20 ml yang akan digunakan untuk pengukuran spektrofotometer, pH, dan uji haemacytometer yang merupakan alat untuk pengukuran kepadatan sel. Pada pengukuran kepadatan sel, dari 20 ml sampel yang tersedia diambil beberapa tetes menggunakan pipet tetes lalu sampel diteteskan diatas plat haemacytometer (Gambar.7) dan diletakkan dibawah mikroskop lalu diamati. Hal ini dilakukan untuk menguji tingkat kepadatan Saccharomyces cereviceae dalam 5 hari (N0, N48, N72, N96, N120). Menurut Atlas (1984), dalam pengukuran biomassa sel menggunakan alat haemocytometer, sampel diambil dengan menggunakan pipet tetes kemudian diteteskan di atas plat haemocytometer lalu ditutup dengan penutup kaca tipis dan diletakkan dibawah mikroskop untuk dapat dihitung jumlah biomassa sel nya.

Gambar 7. Plat haemocytometer dan Kaca PenutupPrinsip perhitungan haemocytometer menurut Hadioetomo (1993) ialah suatu ruang hitung yang berbentuk petak petak kecil yang biasa digunakan untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop. Chen & Chiang (2011) juga menyatakan bahwa haemocytometer ialah alat yang digunakan untuk menghitung konsentrasi sel yang rendah dengan cepat. Pada haemocytometer, terdapat beberapa ruang dengan batas garis-garis yang dapat dilihat dibawah mikroskop. Dalam satu ruang terdapat sembilan kotak kecil yang berukuran 1 mm persegi. Dalam 1 haemocytometer terdapat 4 ruangan dimana jarak antar ruangan berkisar 0,1 mm. Dibawah ini merupakan gambar salah satu ruang yang ada pada haemocytometer yang ditandai dengan huruf N :

Gambar 8. Ruang Perhitungan haemocytometer

Plat haemocytometer yang diletakkan dibawah mikroskop kemudian diamati dan dicari garis-garis tersebut dan yeast yang akan diamati. Setiap pengamatan yang dilakukan dilakukan perhitungan jumlah yeast dalam 1 ruang kotak. Terdapat perbedaan yang significant dalam tiap pengamatan, seperti yang dapat dilihat dibawah ini :

N0N48N72N96N120

Gambar 9. Jumlah Biomassa Sel selama 5 Hari Selanjutnya untuk analisa total asam dilakukan dengan menggunakan metode titrasi. Pertama, sampel sebanyak 10 ml diambil dan ditetesi dengan 3 tetes indikator PP. Penggunaan PP sebagai indikator dalam praktikum ini telah sesuai dengan teori menurut Chang (1991) yang mengatakan bahwa penggunaan PP sebagai indikator disesuaikan dengan penggunaan NaOH sebagai titran dimana NaOH bersifat basa. Pada saat indikator PP bereaksi dengan basa maka akan menghasilkan warna merah muda. Dan indikator PP tidak akan berwarna ketika berada dalam larutan netral ataupun asam. Setelah itu, dilakukan titrasi sampel dengan menggunakan NaOH 0,1N. Penggunaan NaOH sebagai titran telah sesuai dengan teori menurut Petrucci & Suminar (1987) dimana dalam titrasi biasanya menggunakan larutan asam kuat atau basa kuat. Titrasi dihentikan apabila sampel telah berubah warna menjadi berwarna merah muda. Selanjutnya, jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat dan digunakan dalam perhitungan total asam. Penentuan kadar total asam dihitung dengan menggunakan rumus. Terdapat kendala dalam proses pengukuran total asam dengan metode titrasi ini, warna merah muda tidak terlihat secara significant. Hal ini disebabkan karena warna merah muda akhir tanda titrasi disamarkan oleh warna asli dari produk vinegar yang berwarna kecoklatan (Gambar.10). Warna coklat pada awal fermentasi terbentuk karena adanya proses oksidasi pada apel ketika kontak dengan udara saat proses penyiapan medium. Pencoklatan warna ini ditambah dengan adanya reaksi karamelisasi gula di dalam substrat dengan adanya pemanasan pada suhu tinggi pada proses sterilisasi (de Man, 1997). Pada saat fermentasi, terjadi pertumbuhan yeast dan perombakan substrat khususnya unsur gula sehingga menimbulkan kekeruhan dan terbentuk endapan di dasar erlenmeyer. Hal ini yang menyamarkan titik akhir titrasi pada percobaan ini.

Gambar 10. Warna Produk Minuman VinegarAnalisa selanjutnya adalah pengukuran biomassa sel dengan menggunakan alat spektrofotometer yang ditunjukkan oleh nilai OD (optical density). Prinsip analisa kuantitatif secara spektroskopi yaitu membandingkan absorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tertentu dari larutan sampel terhadap larutan standar. Dalam analisa spektroskopi, panjang gelombang yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan zat tersebut mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tersebut (Harjadi, 1986). Semakin tinggi nilai absorbansi larutan tersebut maka konsentrasinya semakin tinggi sesuai dengan Palmer (1991) menurut hukum Lambert-Beer yang menyatakan absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi. Adanya pengukuran setiap 24 jam dengan menggunakan metode ini dapat diketahui tingkat pertumbuhan yeast setiap 24 jam, karena tingkat kekeruhan yang terukur dalam metode ini akan menunjukkan tingkat pertumbuhan yeast pada media tersebut.2.1 Hubungan Jumlah Sel dengan OD (optical density)Pada praktikum ini pengukuran jumlah sel dilakukan dengan metode spektrofotometer. Prinsip kerja spektrofotometer adalah jika sebuah cahaya jatuh pada medium yang homogen, maka sebagian sinar yang masuk tersebut akan dipantulkan dengan sudut yang berbeda dan ada sebagian lainnya lagi yang diserap oleh medium tersebut dan sisanya lagi akan diteruskan (Rahman,1992). Nilai yang diperoleh melalui pengukuran tersebut adalah nilai yang tidak diserap maupun yang tidak dipantulkan oleh medium, dan nilai tersebut dapat disebut pula nilai absorbansi atau Optical Density (OD). Dalam pengujian absorbansi, jumlah sel yang ada dalam suatu suspense ditunjukkan dengan kekeruhan pada larutan. Semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme dalam larutan suspense , maka larutan akan berwarna semakin keruh sehingga nilai Optical Density (OD) yang dihasilkan akan semakin tinggi. Dapat dilihat pada Tabel.1 hasil pengamatan nilai yang didapatkan setiap kelompok berbeda-beda, yang pada awalnya memiliki perlakuan yang sama. Pada kelompok C1, C2, dan C5 semua nilai absorbansi mengalami kenaikan. Hal ini menandakan larutan minuman vinegar memiliki peningkatan kekeruhan berbanding lurus dengan lama waktu inkubasi. Hal ini telah sesuai dengan teori Hadioetomo (1993) yang menyatakan bahwa tingkat kekeruhan yang semakin tinggi pada larutan akan menunjukkan semakin banyaknya mikroorganisme yang tumbuh.Terdapat perbedaan hasil dalam praktikum ini seperti pada kelompok C2 yang memiliki penurunan nilai pada N48 ke N72 yang seharusnya memiliki nilai yan lebih tinggi pada pengukuran N72 dengan penurunan nilai OD dari 0,5801 ke 0,5254. Kelompok C4 juga mengalami penurunan nilai dari N48 ke N72 yaitu dari nilai 0,6481 ke 0,5175. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dari Jomdecha & Prateepasen (2006) menyatakan bahwa semakin lama waktu inkubasi selama fermentasi berlangsung maka jumlah sel yeast akan semakin banyak. Penurunan jumlah sel ini dapat diakibatkan karena pada titik tertentu sel yeast akan memasuki fase stasioner dan fase kematian (Jomdecha & Prateepasen,2006). Ketidaksesuaian hasil dengan teori yang ada ini mungkin dikarenakan tidak adanya pengadukan terlebih dahulu terhadap sampel yang akan diuji misalnya seperti vortex. Wilford (1987) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai absorbansi diantaranya adalah konsentrasi, tebal media/cuvet, intensitas penyinaran, suhu, dan panjang gelombang. Tidak adanya pengadukan sampel terlebih dahulu akan mempengaruhi penyebaran konsentrasi sehingga berpengaruh pada pengukuran nilai OD. Hal ini bisa mengakibatkan sel yeast mengendap di bagian bawah gelas dan tidak ikut terukur ketika sampel dituangkan ke dalam cuvet. Sehingga, hasil absorbansi yang terbaca bernilai kecil dikarenakan banyak sel yeast yang tertinggal di dasar gelas beker dan tidak ikut terukur dalam cuvet. Selain itu, ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan ketidaktepatan praktikan dalam melakukan pengujian dengan spektrofotometer, kondisi lingkungan seperti cahaya yang juga berpengaruh terhadap hasil pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer. Kesalahan-kesalahn lain yang dapat menimbulkan ketidaksesuain data juga dapat diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan spektrofotometer bisa dikarenakan kuvet kotor atau tergores, ukuran kuvet tidak seragam, penempatan kuvet tidak tepat, adanya gelembung gas dalam larutan sampel, atau karena ketidaksesuaian penyiapan larutan blanko (Pomeranz & Meloan,1994).2.2 Hubungan Jumlah Sel dengan WaktuBerdasarkan data hasil pengamatan yang diperoleh kelompok C1, C2 dan C5 memiliki peningkatan nilai jumlah yeast setiap kali dilakukan pengujian. Hal ini diakibatkan karena semakin lama waktu inkubasi selama fermentasi berlangsung maka jumlah sel yeast akan semakin banyak (Jomdecha & Prateepasen,2006). Peningkatan jumlah yeast ini akan sampai pada titik tertentu hingga akhirnya masuk dalam fase stasioner dan fase kematian. Dalam percobaan ini jumlah yeast terus mengalami peningkatan yang menandakan yeast masuk ke dalam fase log atau fase pertumbuhan. Pada akhir pengamatan kelompok C1, C2, dan C5 tetap menunjukkan kenaikan nilai konsentrasi yeast, sehingga dapat disimpulkan yeast fermentasi minuman vinegar masih dalam fase log.Pada awal inkubasi bakteri memasuki fase lag dimana mikroba melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Pada tahap selanjutnya mikroba akan memasuki fase log dimana terjadi pertumbuhan mikroba yang cepat sehingga jumlah mikroba akan bertambah banyak dan pesat (Fardiaz,1992). Setelah melewati fase log maka mikroba akan memasuki fase stasioner dimana pada fase ini, pertumbuhan mikroba akan lambat dan peningkatan jumlah mikroba yang terjadi tidak signifikan. Menurut Triwahyuni et al (2012), selama proses fermentasi maka sel yeast akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat pada masa inkubasi 24-48 jam. Teori Triwahyuni et al (2012) terjadi pada semua kelompok, terjadi peningkatan nilai rata-rata yeast yang significant pada N0 ke N48. Setelah melewati N48 pertumbuhan yeast seluruh kelompok tidak sebanyak pada N0 ke N48. Pola peningkatan jumlah yeast ini diakibatkan karena sel yeast mulai memasuki fase stasioner dikarenakan sumber media yang digunakan untuk tumbuh sudah semakin terbatas jumlahnya karena telah digunakan dalam jumlah yang banyak pada fase log. Pada fase stasioner, sel mikroba akan memasuki fase kematian dimana yeast dalam proses fermentasi akan berhenti bertambah banyak dikarenakan media sudah habis. Hal tersebut yang terjadi pada kelompok C3 dan C4 pada N96 ke N120 yang mengalami penurunan jumlah sel. Penurunan dapat terjadi karena yeast telah memasuki tahap stasioner. Sari et al. (2008) juga mengatakan bahwa proses fermentasi yang dilakukan lebih dari 3 hari dapat mengurangi kadar alkohol dimana hal ini ditandai dengan penurunan jumlah sel yeast.2.3 Hubungan Jumlah Sel dan pHPada data hasil pengamatan dapat dilihat pengukuran nilai pH dari setiap pengamatan. Dari data tersebut terlihat bahwa ketika jumlah sel meningkat maka terjadi penurunan nilai pH (lebih asam). Peningkatan jumlah sel dikarenakan yeast masih pada fase log dimana terjadi pertumbuhan mikroba yang cepat sehingga jumlah mikroba akan bertambah banyak dan pesat (Fardiaz,1992). Peningkatan jumlah sel yeast menunjukkan bahwa produksi etanol (alkohol) juga meningkat. Peningkatan kadar alkohol akan diikuti dengan penurunan nilai pH karena alkohol bersifat asam, hal tersebut yang membuat nilai pH mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya jumlah yeast.Pada kelompok C3 terjadi ketidaksesuaian data yaitu terjadi peningkatan nilai pH pada N96 dan N120. Peningkatan nilai pH juga terjadi pada kelompok C5 yaitu pada N72 hingga N120 terus mengalami peningkatan. Ketidaksesuain ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu penurunan jumlah sel atau adanya penutupan tabung fermentasi yang tidak sempurna. Penurunan jumlah sel ini dapat diakibatkan karena pada titik tertentu sel yeast akan memasuki fase stasioner dan fase kematian (Jomdecha & Prateepasen,2006). Pada saat jumlah sel yeast masuk dalam fase kematian maka tidak ada lagi peningkatan kadar etanol dalam minuman vinegar. Faktor kedua tidak adanya penurnan pH dapat diakibatkan karena adanya oksigen dapat menekan peragian dan menguntungkan respirasi, sehingga proses fermentasi akan berjalan lambat. Keadaan adanya oksigen, enzim khamir dapat memecah senyawa gula lebih sempurna, dan akan dihasilkan karbondioksida dan air, tetapi tidak dihasilkan alkohol. Sehingga meskipun jumlah sel yang ada meningkat tetapi kondisi lingkungan tidak mendukung akan mengakibatkan proses pembentukan etanol tidak maximal yang akan mempengaruhi nilai pH. Seharusnya, semakin lama waktu fermentasi maka jumlah sel yeast akan meningkat dan produksi etanol semakin banyak sehingga pH yang dihasilkan semakin menurun (semakin bersifat asam).2.4 Hubungan OD dan WaktuProses fermentasi minuman vinegar ini dari 5 hari pengamatan menunjukkan peningkatan nilai yeast. Semakin lama waktu inkubasi selama fermentasi berlangsung maka jumlah sel yeast akan semakin banyak (Jomdecha & Prateepasen,2006). Peningkatan jumlah yeast seiring berjalannya dengan waktu inkubasi akan meningkatkan nilai OD. Menurut Rahman (1992), aktivitas yeast selama proses fermentasi dapat mengubah gula yang terkandung dalam substrat menjadi alkohol dan beberapa hasil metabolit lainnya. Dengan produksi berbagai macam metabolit tersebut maka dapat menyebababkan warna dari sampel menjadi bertambah keruh.Dapat dilihat dari data hasil pengamatan bahwa semakin lama waktu inkubasi akan memiliki nilai OD yang semakin tinggi. Nilai OD yang makin tinggi, maka akan makin kecil nilai transmittance-nya (Harjadi, 1986). Semakin meningkat konsentrasi larutan, maka semakin meningkat pula nilai absorbansinya (Ewing, 1976). Dengan semakin keruhnya sampel maka akan semakin kecil nilai %T. %T ialah rasio antara intensitas yang diteruskan dengan intensitas cahaya mula-mula. Semakin keruh suspense maka nilai absorbansi yang terukur akan semakin tinggi.Terdapat ketidaksesuaian data yaitu pada kelompok C2 yang mengalami penurnan nilai OD pada N48 ke N72 dan kelompok C4 yang mengalami penurunan pada N48 ke N72. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat proses fermentasi maka sel yeast akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat pada masa inkubasi 24-48 jam. Melewati waktu 48 jam pertumbuhan yeast tidak akan sebanyak pada waktu 24-48 jam karena substrat yang tersedia telah digunakan pada fase log (Triwahyuni et al,2012). Pertumbuhan tidak lagi significant dan dapat memungkinkan bahwa beberapa yest telah masuk dalam fase kematian, sehingga dapat terjadi penurunan nilai OD. Ketidaksesuaian ini juga dapat terjadi karena kesalahan dalam penggunaan spektrofotometer bisa dikarenakan kuvet kotor atau tergores, ukuran kuvet tidak seragam, penempatan kuvet tidak tepat, adanya gelembung gas dalam larutan sampel, atau karena ketidaksesuaian penyiapan larutan blanko (Pomeranz & Meloan,1994).2.5 Hubungan Jumlash Sel dan Total AsamPada Tabel.1 hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hubungan total asam dengan jumlah sel memiliki hubungan yang sebanding. Tingginya jumlah sel juga akan meningkatkan total asam. Hal tersebut telah sesuai dengan pendapat menurut Sreeramulu et al (2000) yang menyatakan bahwa dengan semakin lamanya waktu fermentasi maka akan menyebabkan peningkatan jumlah. Menurut Jomdecha & Prateepasen (2006) menyatakan bahwa semakin lama waktu inkubasi selama fermentasi berlangsung maka jumlah sel yeast akan semakin banyak pada titik waktu tertentu (fase log). Peningkatan jumlah sel dikarenakan yeast masih pada fase log dimana terjadi pertumbuhan mikroba yang cepat sehingga jumlah mikroba akan bertambah banyak dan pesat (Fardiaz,1992). Peningkatan jumlah sel yeast menunjukkan bahwa produksi etanol (alkohol) juga meningkat. Peningkatan kadar alkohol akan diikuti dengan penurunan nilai pH karena alkohol bersifat asam. Keadaan pH yang asam akan menaikkan nilai pengukuran total asam.Asam organik tersebut dapat bersifat asam karena akan melepaskan proton (H+). Dengan begitu, semakin lama waktu fermentasi, jumlah sel yeast yang menghasilkan asam organik akan meningkat pula sehingga total asam bertambah banyak dan nilai pH semakin menurun. Terdapat ketidaksesuaian teori pada kelompok C2 yang memiliki peningkatan jumlah sel akan tetapi angka total asam mengalami penurunan. Hal lain juga dapat dikarenakan perbedaan persepsi antar praktikan dalam menentukan titik akhir titrasi sehingga dengan begitu hasil yang diperoleh akan berpengaruh pada perhitungan total asam. Hal tersebut didukung oleh pernyataan menurut Girindra (1986) yang menyatakan bahwa ketika melakukan titrasi sebaiknya bagian bawah Erlenmeyer dialasi dengan kertas putih sehingga ketika terjadi perubahan warna pada larutan sampel bisa terlihat dengan jelas dan dapat menentukan titik akhir titrasi.

3. DAFTAR PUSTAKAAstawan, M. & M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna Akademika Pressindo. Bogor.Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental & Applications. Mcmilland Publishing Company. New York.Chang, R. 1991. Chemistry. MC Graw Hill. USA. Chen & Chiang (2011)deMan, J. M. ( 1997 ). Kimia Makanan. Edisi 2. Kosasih Patmawinata. ITB. Bandung.Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.Fardiaz, 1992Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Girindra (1986Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Harjadi, 1986Jomdecha, C. & Prateepasen, A. 2006. The Research of Low Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia Pacific Conference on NDT, 5th-10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.Muljohardjo, 1988Krusong,W.& Vichitraka,A.2009. Asian Journal of Food and Agro-Industry An investigation of simultaneous pineapple vinegar fermentation interaction between acetic acid bacteria and yeast. Institute of Technology Ladkrabang,Thailand.Palmer, T. (1991). Understanding Enzymes 3rd Edition. Ellis Horwood Limited. England.Petrucci, R.H. dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.Pomeranz & Meloan,1994Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Sari et al. (2008Satuhu, S. (1993). Penanganan & Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.Saha,P. & Banerjee,S.2013. International Journal of Research in Engineering and Technology Optimization Of Process Parameters For Vinegar Production Using Banan Fermentation.Department Food Technology Techno India Salt Lake, Kolkata.Schlegel, H.G., dan K. Schmidt (1994), Mikrobiologi Umum, Gajah Mada University Press, YogyakartaSilva,M.E.; Neto,A.B.;Silva,W.B.;Silva,F.L.H.;Swarnakar,R.;2007.Brazilian Journal of Chemical Engineering Cashew Wine Vinegar Production Alcoholic and Acetic Fermentation. Universidade Federal de Campina Grande,Brazil.Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and Its Antimicrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 6573.Suratiningsih, S. (1999). Pembuatan Anggur Pisang Klutuk. Duta Farming Vol. 17, No. 1(19)Triwahyuni,E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. idiyanti. 2012. The effect of dry yeast Saccharomyces cereviceae concentration on Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31-34.Wilford, L. (1987). Chemistry For First Examinations. Blackie. London.Winarno, F.G ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pertanian. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Winarno., et al, 1984