ketuban pecah dini

40
Responsi Kasus Ketuban Pecah Dini oleh : I Putu Indra Mahendra 10700022 Pembimbing : dr. Sugeng Budi Darmawan, Sp.OG dr. Sonia Rahayu, Sp.OG dr. Yudi Rizal SMF OBGYNS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 1

description

ketuban pecah dini

Transcript of ketuban pecah dini

Page 1: ketuban pecah dini

Responsi Kasus

Ketuban Pecah Dini

oleh :

I Putu Indra Mahendra

10700022

Pembimbing :

dr. Sugeng Budi Darmawan, Sp.OG

dr. Sonia Rahayu, Sp.OG

dr. Yudi Rizal

SMF OBGYNS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RSUD NGANJUK

2015

1

Page 2: ketuban pecah dini

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

rahmatNya-lah, penulis dapat menyelesaikan tugas response dengan judul “Ketuban Pecah

Dini” tepat pada waktunya dan dengan cukup baik.

Pembuatan tulisan ini merupakan salahsatu tahapan yang harus dipenuhi dalam praktek

kepaniteraan klinik SMF Obgyn di RSUD Nganjuk.

Penulis berharap tulisan ini akan berguna bagi kita semua. Tulisan ini dapat

terselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak.Oleh sebab itu pada kesempatan ini

penulis sampaikan terimakasih kepada :

1. dr. Sugeng Budi Darmawan, Sp.OG

2. dr. Sonia Rahayu, Sp.OG

3. dr. Yudi Rizal

Semoga bimbingan yang telah diberikan hingga terselesaikan tugas response ini dapat

bermanfaat sebagai bekal dalam pengabdian diri di masyarakat kelak.

Penulis menyadari bahwa tugas response ini masih jauh dari kesempurnaan karena

terbatasnya kemampuan penulis, untuk itu dengan kerendahan hati penulis membuka diri

terhadap kritikan dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dimasa yang akan

datang.

Nganjuk, November 2015

2

Page 3: ketuban pecah dini

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar……………………………………………………..……............................ x

Daftar Isi…………………………………………………………………........................... xx

BAB I

A. Pendahuluan ………………………………………………………… 1

B. Definisi KPD ………………………………………………………… 2

C. Selaput dan cairan amnion ………………………………………… 2

D. Pembentukan cairan amnion ………………………………………… 3

E. Makna klinik ………………………………………………………… 4

F. Mekanisme pengaturan cairan amnion ……………………………… 4

G. Penilaian jumlah cairan amnion ……………………………………… 5

H. Oligohidramnion …………………………………………………… 6

I. Polihidramnion ……………………………………………………… 7

J. Etiologi KPD ………………………………………………………… 7

K. Patofisiologi KPD…………………………………………………… 10

L. Gejala klinis KPD……………………………………………………… 13

M. Diagnosis KPD……………………………………………………… 14

N. Pemeriksaan penunjang KPD………………………………………… 14

O. Penatalaksanaan KPD………………………………………………… 15

F. Komplikasi KPD……………………………………………………… 17

3

Page 4: ketuban pecah dini

BAB II.

Kasus……………………………………………………………………… 19

BAB III

Ringkasan ……………………………………………………………… 25

DaftarPustaka

4

Page 5: ketuban pecah dini

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah yang masih banyak terjadi dalam kebidanan (Depkes RI, 2007). Banyak faktor yang dapat menyebabkan KPD antara lain sungsang, preeklamsi, anemia, gemelli dan hidramnion. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang menjadi penyebab kematian ibu dan kematian bayi

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Wiknjosastro, 2008). Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. KPD merupakan komplikasi yang behubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi kurang bulan (Nugroho, 2010).

Faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini masih belum diketahui penyebabnya dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini yaitu : infeksi, servik yang inkompeten, tekanan intra uterin yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak, multigravida (Nugroho, 2010).

Penyebab ketuban pecah dini salah satunya multigravida, karena pada multigravida kanalis servikalis selalu terbuka oleh karena melahirkan lebih dari 1 kali. Sedangkan pada kelainan letak menjadi salah satu faktor predisposisi ketuban pecah dini karena pada letak sungsang tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah (Nugroho, 2010).

Menurut Sujiyatini (2009), mengatakan bahwa penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD) tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang usia gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.

5

Page 6: ketuban pecah dini

B. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.

Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinann. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini.

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban dalam jangka waktu 1 jam dan tidak di ikuti tanda – tanda inpartu. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Prawiroharjo, 2009)

C. Selaput dan cairan amnion

Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ectoderm. Jaringan ini berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, III, dan IV. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion Laeve. (Prawiroharjo, 2009)

Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolic. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1.

Sel mesenkim itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit chemoattraciant protein-1); zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktot), dan PHRP (parathyroid hormone related protein), suatu

6

Page 7: ketuban pecah dini

vasorelaksan. Dengan demikian selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal.

Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan berasal pula dari difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kebar dikorionik-diamniotik terdapat selaput amnion dari masing-masing yang bersatu. Namun, ada jaringan koroin leave di tengahnya (pada USG tampak sebagai huruf Y, pada awal kehamilan); sedangkan pada kehamilan kembar dikoriun monoamniotik (kembar satu telur) tidak aka nada jaringan korio di antara kedua amnion (pada USG tampak gambaran huruf T).

Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada pada ketahanan selaput sehingga pecah. Pada kehamilan normal yang ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk kedalam cairan amnion sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal tidak ada IL-1B, tetapi pada persalinan pretem IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan degan terjadinya infeksi.

Cairan amnion mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan amnion dapat terjadi, dan sering kali merupakan petanda yang paling awal terlihat pada janin yang mengalami gangguan. Dipihak lain, kelainan jumlah cairan amnion dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti hipoplasia baru, deformitas janin, kompresi tali pusat, PJT, prematuritas, kelainan letak, dan kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan jumlah cairan amnion yang terjadi oleh sebab apa pun akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.

Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibetuk. Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnin mengandung banyak sel janin (lanugo, verniks kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.

D. Pembentukan cairan amnion

Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari pembuluh darah korion dipermukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata – rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,0085 .

7

Page 8: ketuban pecah dini

Setelah 2 minggu produksi cairan berasal dari urine janin. Sebelumnya cairan amnion banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta. Janin juga meminum cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke paru sehingga penting untuk perkembangannya (Prawiroharjo, 2009)

E. Makna klinik

Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20 minggu. Cairan amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes.

Sebaliknya cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin atau hipoksia janin. Dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2 x 2 cm. Setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada posterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.

Pada cairan amnion juga terdapat alfa feto protein (AFP) yang berasal dari janin, sehingga dapat dipakai untuk menentukan defek tabung saraf. Mengikat AFP cukup spesifik. Pemeriksaan serum ibu dapat dilakukan pada trimester 2. Namun, dapat disayangkan kelainan tersebut terlambat diketahui.

Sebaliknya, kadar AFP yang rendah, estriol dan kadar tinggi hCG merupakan penanda sindrom dwon. Gabungan penanda tersebut dengan usia ibu > 35 tahun akan mampu meningkatkan likelihood ratio menjadi 60% untuk deteksi sindrom down. Gabungan dengan penanda PAPP-A dan pemeriksaan nuchal translucency (NT) yaitu pembengkakan kulit leher jani lebih dari 3 mm pada usia kehamilan 10 – 14 minggu memungkinkan deteksi Sindrom Dwon lebih dini.

Pada akhir kehamilan dan persalinan terjadi peningkatan corticotropin-relasing hormone (CHR), sehingga diduga hormone ini (dihasilkan di hipotalamus, adrenal, plasenta, korion, selaput amnion) berperan pada persalinan (Prawiroharjo, 2009)

F. Mekanisme pengaturan cairan amnion

Jumlah cairan amnion selama kehamilan sangat bervariasi dan ditentukan oleh mekanisme yang mengatur produksi dan pengambilan cairan amnion oleh janin. Sampai kehamilan 20 minggu cairan amnion terutama diproduksi melalui selaput amnion dan kulit janin, sebagian lainnya melalui lempeng korionik, tali pusat, paru,

8

Page 9: ketuban pecah dini

ginjal, dan saluran pencernaan. Pengambilan cairan amnion terjadi melalui selaput amnion, kulit, lempeng korionik, tali pusat, paru dan saluran pencernaan. Setelah kehamilan 20 minggu jumlah cairan amnion terutama ditentukan oleh produksi melalui ginjal dan pengambilan melalui saluran pencernaan. Pada kehamilan 20 minggu jumlah cairan amnion sekitar 500 ml, kemudian jumlahnya terus meningkat hingga mencapai jumlah maksimal sekitar 1000 ml pada kehamilan 34 minggu. Jumlah cairan amnion sekitar 800-900 ml pada kehamilan aterm, berkurang hingga 350 ml pada kehamilan 42 minggu, dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu (Prawiroharjo, 2009)

G. Penilaian jumlah cairan amnion

Penilaian jumlah cairan amnion melalui pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan cara subjektif ataupun semikuantitatif.

Penilaian Subjektif

Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak bebas dan dikelilingi oleh cairan amnion. Struktur organ janin, plasenta dan tali pusat dapat terlihat jelas. Kantung-kantung amnion terlihat dibeberapa tempat, terutama pada daerah diantara kedua tungkai bawah dan diantara dinding depan dan belakang uterus. Pada kehamilan trimester III biasanya terlihat sebagian dari tubuh janin bersentuhan dengan dinding depan uterus.

Pada keadaan polihidramnion, janin menjauh dari dinding depan uterus sehingga tidak ada bagian tubuh janin yang bersentuhan dengan dinding depan uterus. Janin berada diluar daya penetrasi gelombang ultrasonic sehingga sulit terlihat melalui USG. Pada keadaan oligohidramnion cairan amnion disebut berkurang bila kantung amnion hanya terlihat didaerah tungkai bawah, dan disebut habis bila tidak terlihat lagi kantung amnion. Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin menjadi berkurang. Struktur janin sulit untuk dipelajari dan ekstremitas tampak berdesakan.

Penilaian Semikuantitatif

Pengukuran jumlah cairan amnion secara semikuntitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara. Yang bayak dikerjakan adalah pengukuran diameter vertical yang terbesar pada salah satu kantung amnion dan Pengukuran indeks cairan amnion (ICA).

Pengukuran 1 kantung amnion dilakukan dengan mencari kantung amnion terbesar, bebas dari bagian tali pusat dan ekstremitas janin, yang dapat ditemukan

9

Page 10: ketuban pecah dini

melalui transduser yang diletakkan tegak lurus terhadap kontur dinding abdomen ibu. Pengukuran dilakukan pada diameter verikal kantung amnion. Morbiditas dan mortalitas perinatal akan meningkat bila diameter vertical terbesar kantung amnion < 2 cm (oligohidramnion), atau > 8 cm (polihidramnion). Polihidramnion tergolong derajat ringan bila diameter kantong amnion 8-12 cm derajat sedang bila diameter kantung 12-16 cm, dan derajat berat bila diameter kantung ≥16 cm.

Pada pengukuran ICA uterus dibagi kedalam 4 kuadran yang dibuat oleh garis median melalui linea nigra dan garis horizontal setinggi umbilicus. Pada setiap kuadran uterus dicari kantung amnion terbesar, bebas dari bagian tali pusat dan ekstremitas janin, yang ditemukan melalui transduser yang diletakkan tegak lurus terhadap lantai. Indeks cairan amnion merupakan hasil penjumlahan dari diameter vertical terbesar kantung amnion pada setiap kuadran. Nilai ICA yang normal adalah antara 5-20 cm, ada juga yang menggunakan batasan 5-18 cm atau 5- 25 cm. bila ICA < 5 cm disebut oligihidramnion, sedangkan bila ICA >20 cm disebut polihidramnion. Polihidramnion tergolong derajat ringan bila ICA 20-30 cm, derajat sedang bila ICA 30-40 cm, dan derajat berat bila ICA ≥ 40 cm.

H. Oligohidramnion

Menurut sarwono (2009) Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan konginetal, pertumbuhan janin terhamba (PJT), ketuban pechm kehamilan postterm, insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan konginetal yang paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih ( kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra), dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada saluran kemih sehingga tidak menimbulkan oligohidramnion. Insufisensi plasenta oleh sebab apapun dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu mekanisme retribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal. Produksi urine berkurang dan terjadi oligohidramnion.

Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hypoplasia paru,deformitas pada wajah dan seklet, kompresi tali pusat dan aspirasi meconium pada masa intrapartum, dan kematian janin.

10

Page 11: ketuban pecah dini

I. Polihidramnion

Polidiramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada plasenta dan tali pusat, dan obat obatan (misalnya propilitiorasil). Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polidiramnion adalah defek tabung neural, obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas, hidrops fetalis (jenis imun dan nonimun), dysplasia skelet, kelainan ginjal unilateral, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, dan 13). Komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin, ketuban pecah, prolapse tali pusat, persalinan preterm, dan gangguan pernapasan pada ibu.

J. Etiologi KPD

Menurut Manuaba 2009 Etiologi ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks, faktor resiko meliputi :

1. Tekanan intra uterin Trauma berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

dapat menyebabkan Meningkat nya tekanan intra uterin secara berlebihan. Selain itu pada kehamilan kembar (gemelli) juga beresiko karena terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Manuaba 2009)

2. Serviks inkompeten

Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.

Inkompetensia serviks merupakan serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau

11

Page 12: ketuban pecah dini

merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi ( Prawiroharjo, 2009)

Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi serviks menyusul kelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar, adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortus elektif pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah besar jaringan serviks

3. Usia

Usia ibu yang lebih tua beresiko menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada usia muda. Usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Semakin tua usia akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan (Manuaba 2009)

4. Pariatas dan Riwayat KPDParitas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak

pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu primipara, multipara, dan grande multipara.

Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mancapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih.

Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami kehamilan dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan 2 kali atau lebih.

Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali.

12

Page 13: ketuban pecah dini

Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya.

Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali.

Secara garis besar Patogenesis terjadinya KPD adalah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (lestari, 2012)

5. Merokok Kebiasaan merokok atau terpapar asap rokok sebagai perokok pasif

dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.

Pada masa kehamilan meroko dapat menyebabkan gangguan - gangguan seperti, ketuban pecah dini, kehamilan ektopik dan resiko lahir mati yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena kandungan tar dalam asap rokok merupakan radikal bebas yang akan merusak komponen molekul utama dari sel tubuh dan dapat mengganggu integritas sel, berkurangnya elastisitas membran, termasuk selaput ketuban sehingga rentan mengalami rupture (manuaba, 2009)

6. Kelainan letak janinKelainan letak merupakan suatu penyulit persalinan yang sering

terjadi karena keadaan atau posisi janin dalam rahim yang tidak sesuai dengan jalan lahir, yaitu seperti letak lintang dan letak sungsang. Hal ini terjadi karena ketidakteraturan bagian terendah janin untuk menutupi atau menahan Pintu Atas Panggul (PAP), sehingga mengurangi tekanan terhadap membran bagian bawah (lestari, 2012)

13

Page 14: ketuban pecah dini

7. Preklamsia Akibat preeklamsia yang utama adalah vasokontriksi arterial yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah dan menurunya pasokan darah yang efektif pada banyak organ serta jaringan tubuh, termasuk plasenta. Plasenta dapat mengalami infark sehingga membatasi jumlah oksigen dan nutrien yang tersedia bagi bayi. Retardasi pertumbuhan intrauteri dapat terjadi dan keadaan hipoksia dapat membuat janin tidak mampu untuk menahan stres persalinan yang normal yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini ( Huda, 2013 ).

8. AnemiaAnemia selama kehamilan menyebabkan ibu hamil tidak begitu

mampu untuk menghadapi kehilangan darah dan membuatnya rentan terhadap infeksi. Anemia juga dapat menimbulkan hipoksia fetal dan persalinan prematur. Bahaya terhadap janin, sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu. Pengaruh anemia terhadap kehamilan adalah KPD (Huda 2013).

9. Sosial ekonomi (Pendapatan)Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas

kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kehidupan hidupnya. Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.

K. Patofisologi KPD

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan

14

Page 15: ketuban pecah dini

aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah

Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktivitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan  aktivitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat dari kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi sehingga bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban akan sangat lemah dan mudah untuk pecah dengan respon mengeluarkan air ketuban.

15

Page 16: ketuban pecah dini

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion3. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran.

Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin.

Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau2.

Hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi

16

Page 17: ketuban pecah dini

produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.

Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.

Peregangan Selaput Ketuban

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.

L. Gejala klinis KPD

Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk atau berdiri, kepala janin yang

17

Page 18: ketuban pecah dini

sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Manuaba, 2009).

M. Diagnosis KPD

Menurut Sarwono 2010 Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cara :

1. Tentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di vagina.

2. Jika tidak ada dapat dicoba menggerakkan sedikit bagian bawah terbawah janin.

3. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru

4. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan servikalis

5. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta serta jumlah air ketuban.

6. Tentukan ada tidaknya infeksi dengan tanda suhu tubuh lebih dari 38°C dan leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.

N. Pemeriksaan Penunjang KPD1. Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan pH. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5. Bila ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1 – 7,3

2. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru, menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).

3. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. (abadi, 2008).

4. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (Manuaba, 2009).

18

Page 19: ketuban pecah dini

O. Penatalaksanaan KPD

Penatalaksanaan pada ketuban pecah dini dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm.2. Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan premature.

Prinsip penatalaksanaan :

1. Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm.a. Observasi suhu rectal tiap 3 jam b. Bila suhu rectal >37,6°C atau dalam 24 jam tidak ada tanda-tanda

inpartu, pro terminasic. Bila inpartu, pro spt Bd. Inj. Ampicillin 1 g/hari tiap 8 jam

2. Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan premature.1) EFW > 1500 gram

a. Obs. Suhu rectal tiap 3 jamb. Bila suhu rectal > 37,6°C atau dalam 2x24 jam tidak ada tanda-

tanda inpartu, pro terminasic. Bila inpartu, pro spt Bd. Inj. Ampicillin 1 g/hari tiap 8 jam IVe. Inj. Dexamethasone 3 amp. Selang 24 jam

2) EFW<1500 grama. Obs. Suhu rectal tiap 3 jamb. Bila suhu rectal > 37,6°C atau dalam 24 jam tidak ada tanda-

tanda inpartu, pro terminasic. Bila inpartu, pro spt Bd. Inj. Ampicillin 1 g/hari tiap 8 jam IV

19

Page 20: ketuban pecah dini

Prinsip Terapi Antibiotika

Antibiotika adalah substansi yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme yang menghambat atau menghancurkan mikroorganisme lainnya. Definisi ini telah diperluas termasuk agen anti bakteri sintetik. Kebanyakan antibiotika merupakan derivat dari bakteri dalam kelompok Streptomyces, Bacillus, Penicillium, dan Cephalosporium. Antibiotika mempunyai toksisitas selektif untuk menghancurkan atau inhibisi sel mikrobial tanpa merusak jaringan inang secara simultan.

Antibiotika berspektrum sempit adalah agen antibiotika yang efektif melawan beberapa tipe mikrobial secara terbatas, misalnya basitrasin, sedangkan antibiotika spektrum luas adalah agen antibiotika yang efektif melawan berbagai jenis mikroorganisme yang luas, misalnya Cefotaxim.

Minimum inhibiotry concentration (MIC) adalah konsentrasi terkecil obat yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri setelah inkubasi 18 sampai 24 jam. Minimum bactericidal concentration (MBC) adalah konsentrasi terkecil obat yang menghasilkan penurunan 99,9% dari jumlah bakteri. Therapeutic index adalah rasio dari dosis obat toksik terhadap MIC. Semakin kecil rasionya, semakin besar potensi reaksi toksik obat (Song, 2005)

Agen Antibiotik Profilaksis Intrapartum

Penisilin tetap menjadi agen pilihan untuk profilaksis intrapartum, dengan ampisilin sebagai alternatif yang dapat diterima (Gambar. 3). Mengingat peningkatan tingkat resistansi dari GBS terhadap eritromisin (hingga 32% atau lebih untuk isolat invasif), eritromisin tidak lagi dianjurkan. Streptokokus golongan B dapat menunjukkan resistensi baik diinduksi atau intrinsik untuk clindamycin. Resistensi induksi dideteksi oleh D-test, yang menguji isolat untuk ketahanan terhadap kedua klindamisin dan eritromisin. Klindamisin terus direkomendasikan hanya jika isolat yang rentan terhadap kedua klindamisin dan eritromisin, atau jika isolat sensitif terhadap clindamycin dan hasil tes D-zona untuk ketahanan induksi adalah negatif. Pemberian intravena adalah rute yang direkomendasikan untuk profilaksis intrapartum GBS. Tidak ada regimen oral atau intramuskular yang telah terbukti efektif

20

Page 21: ketuban pecah dini

Strategi pada perawatan antenatal

- deteksi faktor risiko

- deteksi infeksi secara dini

- USG : biometri dan funelisasi

Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG,

.pemeriksaan Gram, darah rutin, urine

Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen, punggung,

kram di daerah pelvis seperti sedang haid, perdarahan

per vaginam, lendir merah muda, discharge vagina,

poliuria, diare, rasa menekan di pelvis.

P. Komplikasi KPD

Komplikasi yang biasa terjadi pada KPD meliputi ;

1. Mudah terjadinya infeksi intra uterin

2. Partus prematur,

3. Prolaps bagian janin terutama tali pusat (Manuaba, 2009).

Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu

1. Peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas

2. Komplikasi selama persalinan dan kelahiran,

21

Page 22: ketuban pecah dini

3. Resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana resiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi (Prawiroharjo, 2009).

22

Page 23: ketuban pecah dini

BAB II

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Azzugruf

Alamat : Tanjung anom

Umur : 32 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Nama suami : Tn. Gunawan

Umur suami : 40 tahu

Pekerjaan : swasta

MKB tanggal/ jam : 8 Juni 2015 / 15.25

B. ANAMNESA

Pada tanggal 8 Juni 2015 pasien datang dikirim bidan ke UGD dengan GIIP1001 40-41 minggu / T / H dengan KPD

- TB : 151 cm

- HPHT : 27-08-2014

- HPL : 04-06-2015

- Status perkawinan : Menikah

23

Page 24: ketuban pecah dini

C. PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM

Status Umum

- Keadaan umum : cukup

- Kesadaran : Compos mentis

Vital sign

- TD : 120/80 mmHg

- Nadi : 84 x/mnt

- Suhu axilar : 36,8°C

- Suhu rectal : 37,3°C

Status Obstetrik

TFU : 34 cm

Letak janin : Letak kepala

DJJ : (+) 141 x/menit

TBJ : 3.410 gram

Pemeriksaan Hematologi tanggal 08 Juni 2015

Darah rutin

Leukosit 9,29 (3,60-11,00)

Jumlah eritrosit 4,00 (3,80-5,20)

Hemoglobin 11,7 (11,7-15,5)

Hematocrit 34,6 L (35,0-47,0)

MCV 86,5 (80,0-100,0)

24

Page 25: ketuban pecah dini

MCH 29,3 ( 26,0-34,0)

MCHC 33,8 (32,0-36,0)

Trombosit 269 (150-400)

RDW-SD 44,2 (37-54)

RDW-CV 14,4 (11,0-15,0)

PDW 10,1

MPV 9,4

P-LCR 20,0

PCT 0,25

Riwayat persalinan yang lalu :

1. Bidan / spontan / laki laki/ 3300 gram / 13 tahun

2. Hamil ini

Kala I

Tanggal 7 juni 2015 jam 23.00 : his mulai

Tanggal 7 juni 2015 jam 23.00 : ketuban pecah

Pemeriksaan dalam :

Pembukaan : 1 cm,

Eff : 10%

Selaput ketuban : (-)

Presentasi : Kepala

Hodge : Hodge 1

25

Page 26: ketuban pecah dini

Tes lakmus : (+)

D. DIAGNOSIS

- Diagnosis kehamilan : GIIP1001 40-41 minggu / T / H dengan KPD

- Diagnosis persalinan : observasi inpartu

- Penyulit obstetrik : KPD

- Penyulit janin : Primitua sekunder

E. PENATALAKSANAAN

Tanggal 8 Juni 2015

1. Obstetrik

- Bila inpartu, pro spt B

2. Medikamentosa

- Inj. Ampicillin 3x1g IV

- Repening misoprostol ¼ tablet/ 6jam

Jam 21.00

S : Keluar cairan dari jalan lahir

O : KU baik, his (+), DJJ (+), VT : 1 cm, eff 10 %, ket

merembes, kep H1

A : GIIP1001 40-41 minggu / T / H dengan KPD

P : jam 00.00 injeksi ampicillin 1 g,

26

Page 27: ketuban pecah dini

Jam 02. 30 : VT : 1 jari longgar, eff 50%, kep H1

Jam 04.30 : VT : 3 cm eff 50 %, kep H1

Tanggal 9 juni 2015 jam 08.00

S : Keluar cairan sedikit sedikit dari jalan lahir, dan

kencang kencang

O : KU baik, TD : 130/90 mmHg, N : 90 x/menit, S: 36°C, his (+), DJJ (+) 137 x/ menit, VT : 3cm, eff 50 %, ket

merembes, kep H1

A : Inpartu kala I fase laten

P : injeksi ampicillin 1 g

Jam 09.30 : VT : 7cm, eff 85 %, kep HIII

A : Inpartu kala I fase aktif

P : Misoprostol, infus RL 21 tpm, Obs CHPB, evaluasi 2

jam pro spt B

Jam 12.20 VT : bukaan lengkap , eff 100%, kep H III, his (+), pimpin partus

Kala II

9 juni 2015 jam 12.40 : Persalinan Spontan Belakang kepala, Indikasi : kala II

Kala III

9 juni 2015 jam 12.45 : Placenta lahir spontan lengkap , Indikasi : kala III, perdarahan +/- 200cc

Kala IV

9 juni 2015 jam 12.50 Fundus uteri 2 jari di bawah pusat

27

Page 28: ketuban pecah dini

Bayi :

- Hidup AS 6-7

- Jenis kelamin : Perempuan

- Berat : 3400 gram

- Panjang : 47 cm

- Anus : +

- Kelainan kongenital : -

- Kaput : -

- Cephal hematoma : -

Plasenta lengkap , berat 500 gr, tali pusat 50 cm, cairan ketuban Jernih

Perineum : episiotomy (+), hecting jelujur

Tanggal 10 juni 2015

S : Tidak ada keluhan, Flatus (+),

O : KU : baik, Td : 110/70 mmhg, Nadi : 80 x/menit, Suhu 36,7°C

K/L : a(-), i(-),c(-),d(-). Cor : S1 S2 tunggal , mur mur (-),

Pulmo : weezhing (-), ronkhi (-), abdomen : BU +, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, odem (-)

A : Post partum spt b hari 1

P : Tx oral : amoxcilin 3x500 mg

Asam mefenamat 3x500 mg

Sulfas Ferosus 1x1

Pro KRS

28

Page 29: ketuban pecah dini

BAB III

RINGKASAN

Pasien wanita hamil berusia 32 tahun datang ke IGD rujukan dari bidan pada tanggal 8 juni 2015 jam 15.25 dengan KU Cukup. Pasien datang dengan keluhan keluar cairan pervaginam kemudian periksa ke bidan. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan diagnosa kehamilan GIIP1001 40-41 minggu / T / H dengan Ketuban pecah dini aterm. Pasien diberikan Inj. Ampicillin 1 gram IV selang 8 jam, diberikkan CTC ¼ tablet/6 jam. Pada tanggal 9 juni 2015 jam 12.40 pasien menjalani proses persalinan Spontan Belakang kepala. Bayi lahir hidup dengan berat 3.400 gram. Keadaan umum ibu setelah melahirkan baik, mendapatkan terapi oral amoxcilin 3x500 mg, Asam mefenamat 3x500 mg, Sulfas Ferosus 1x1 dan direncanakan pulang tanggal 10 juni 2015.

29