Ket, Mola, Abortus

download Ket, Mola, Abortus

of 33

Transcript of Ket, Mola, Abortus

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    1/33

    1

    Kehamilan Ektopik Terganggu

    Definisi

    Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah

    kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang disebut

    sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus

    ruptur pada dinding tuba.

    Etiologi

    Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar

    penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa

    faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu :

    1. Faktor mekanisHal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam

    kavum uteri, antara lain:

    Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa

    tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong

    buntu.Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan

    implantasi hasil zigot pada tuba falopii.

    Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau

    endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen

    Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan

    hipoplasi.Namun ini jarang terjadi.

    Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk

    memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi

    Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksia

    Penggunaan IUD

    2. Faktor Fungsional

    Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang

    abnormal

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    2/33

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    3/33

    3

    6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

    Gambar 2. 2 Gambar lokasi Kehamilan Ektopik.

    Epidemiologi

    Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun

    dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30

    tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan

    prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat

    meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu.

    Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah

    tuba (90%). Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi

    perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga menghambat

    perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba.Penelitian

    Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan etopik terganggu lebih sering

    dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan

    pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam.

    Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6%. Di negara-negara

    berkembang, khususnya di Indonesia, pada RSUP Pringadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139,

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    4/33

    4

    dan di RSUPN Cipto Magunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24, sedangkan di RSUP.

    DR. M. Djamil Padang (1997-1999) dilaporkan frekuensi 1:110.Kontrasepsi IUD juga dapat

    mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadappersalinan di rumah sakit.

    Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi untukkehamilan ektopik

    membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun,dan frekuensi

    kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif meningkat. Selain itu IUDdapat mencegah

    secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadiankehamilan

    ektopik.Menurut penelitian Abdullah dan kawan-kawan (1995-1997) ternyata paritas 0-3

    ditemukanpeningkatan kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >3-6 terdapat penurunan kasus

    kehamilan ektopik terganggu.Cunningham dalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan

    ektopik terganggu palingbanyak terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan

    isthmus (2%). Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%),

    servikal (0,5%).

    Patogenesis

    Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri.

    Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur

    bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh

    kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi

    interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka

    ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan

    pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili

    khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan

    dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu;

    tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi

    trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi

    dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua.

    Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi,

    hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    5/33

    5

    mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan

    dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut

    sebagai reaksi Arias-Stella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi

    kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada

    kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.

    Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.

    Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh

    seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :

    1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

    Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang

    kurang dan dengan mudah diresobsi total.

    2. Abortus ke dalam lumen tuba

    Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis

    pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut

    bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara

    plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil

    konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan

    tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.

    3.Ruptur dinding tuba

    Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan

    muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi

    berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture yang

    terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,

    atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    6/33

    6

    Gambaran Klinik

    Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda dan

    gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut. Adapun

    gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain :

    a. Keluhan gastrointestinal

    Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik terganggu

    adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau

    rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat

    kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis.

    b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis

    Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya dengan

    menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus kehamilan ektopik sudah

    atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum rupture terjadinya.

    c. Amenore

    Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya

    adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik

    sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang

    keliru.

    d. Spotting atau perdarahan vaginal

    Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak

    ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    7/33

    7

    uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna

    cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.

    e. Perubahan Uterus

    Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik

    tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah, uterus dapat

    mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien,mungkin

    5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan

    peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.

    f. Tekanan darah dan denyut nadi

    Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut nadi dan

    tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi

    untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai

    bradikardi serta hipotensi.

    g. Hipovolemi

    Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk merupakan

    tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah yang cukup banyak.

    Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.

    h. Suhu tubuh

    Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan menurun.

    Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas

    merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami

    ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC.

    i. Masa pelvis

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    8/33

    8

    Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai ukuran,

    konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm, sering teraba

    lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa

    tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral

    uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam

    tindakan palpasi.

    j. Hematokel pelvic

    Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diukuti oleh

    perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya.

    Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun

    darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan

    adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.

    Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan

    diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan

    ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis.

    Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik :

    1. HCG-

    Pengukuran subunit beta dari HCG- (Human Chorionic Gonadotropin-

    Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini

    dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.

    2. Kuldosintesis

    Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap

    berwarna hitam(darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum

    Douglasi.

    3. Dilatasi dan Kuretase

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    9/33

    9

    Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan

    yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.

    4. Laparaskopi

    Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila

    hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu

    meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.

    5. Ultrasonografi

    Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif,

    artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum

    uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus

    dan apakah kavumDouglasberisi cairan.

    Gambar 2.3 Ultrasonografi Pada KET

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    10/33

    10

    6. Tes Oksitosin

    Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan

    adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong

    janin dapat diraba suatu tumor.

    7. Foto Rontgen

    Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak

    paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.

    8. Histerosalpingografi

    Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,

    dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan

    ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI

    (Magnetic Resonance Imagine) Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri

    abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore.

    Diagnosis Diferensial

    Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah :

    1. Infeksi pelvis

    Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah

    mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaaan

    vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi

    0,5 0C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes

    kehamilan menunjukkan hasil negatif.

    2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit

    Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudahamenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif

    penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    11/33

    11

    atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di

    belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.

    3. Tumor/ Kista ovarium

    Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak ada.

    Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

    4. Appendisitis

    Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri seperti yang

    ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis

    terletak pada titik McBurney.

    Terapi

    Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa

    penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi.

    Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga

    abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi

    (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan

    perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun

    salpingoooforektomi.

    Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat

    dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka

    kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.

    Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum

    uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin

    dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan

    umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan.

    Serta memberikan transfusi darah.

    Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan

    dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi

    ataupun oovorektomi. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    12/33

    12

    sering mengakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin

    sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.

    .

    Prognosis

    Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan

    dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik

    terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril

    (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat

    juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.

    Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10% untuk

    terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik

    terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik

    terganggu berulang. Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas

    wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita

    steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik

    berulang.

    Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

    Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi

    perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi

    sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut

    sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus

    dipertimbangkan yaitu : kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi

    reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan

    salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan

    pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus

    menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    13/33

    13

    Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau

    kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah

    dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus

    dirawat inap di rumah sakit.

    Komplikasi Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

    Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

    - Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung

    (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.

    - Infeksi

    -

    Sterilitas

    - Pecahnya tuba falopi

    - Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.

    Diagnosa Banding Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

    Diagnosa banding :

    - Infeksi pelvic,

    - Kista folikel,

    - Abortus biasa,

    - Radang panggul,

    - Torsi kita ovarium,dan

    - Endometriosis.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    14/33

    14

    MOLA HIDATIDOSA

    DEFINISI

    Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami

    perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili

    khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan

    proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi

    cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.

    Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain mola hidatidosa komplit

    dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplit tidak berisi jaringan fetus, di mana 90%

    biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% terdiri dari kariotipe 46,XY. Semua kromosomnya

    berasal dari sisi paternal. Ovum yang tidak bernukleus akan mengalami fertilisasi oleh sperma

    haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola

    yang komplit, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan terdapat hiperplasia

    tropoblastik. Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan

    pembuluh darah di vili khorialis masih sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai

    ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok .

    EPIDEMIOLOGI

    Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin jika

    dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000

    kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang sebesar 1:100 atau 600 kehamilan. Insidensi

    di Indonesia dilaporkan mencapai 1:85 kehamilan (Soejonoes) dan di RS Dr. Cipto

    Mangunkusumo, Jakarta sebesar 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan.

    Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan

    trophoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    15/33

    15

    metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal dari

    mola parsial, walaupun pada 4% pasien, mola parsial dapat berkembang menjadi penyakit

    trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.

    Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan biasanya

    tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur. Mola hidatidosa

    biasanya lebih sering dijumpai pada wanita usia reproduksi, yakni usia 15 hingga 45 tahun, di

    mana wanita pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita dengan

    umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40

    tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat jika dibandingkan dengan wanita yang lebih

    muda. Peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral, dan

    faktor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih belum jelas. Kekambuhan

    mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 12% kasus. Dalam suatu kajian terhadap 12 penelitian

    yang total mencakup hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola rekuren adalah 1,3% (Lorret de

    mola dan Goldfarb).

    ETIOLOGI

    Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat

    menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:

    1. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi

    terlambat dikeluarkan

    2. Imunoselektif dari trofoblast

    3. Keadaan sosioekonomi yang rendah

    4. Paritas tinggi

    5.

    Kekurangan protein6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    16/33

    16

    PATOFISIOLOGI

    Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah

    keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal

    terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu,

    uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar

    sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.

    Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam

    kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan.

    Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan kegagalan reproduksi. Di sini

    kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi

    keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi

    hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa.

    Sebagian dari villi berubah menjadi gelembunggelembung berisi cairan jernih merupakan kista

    kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologik

    kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi

    kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa.

    Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1

    cm 5. Pada ummnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada

    diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.

    Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori

    neoplasma. Teori missed abortionmenyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu

    (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan

    cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

    Teori neoplasma menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya

    dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini

    menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    17/33

    17

    KLASIFIKASI

    MOLA HIDATIDOSA SEMPURNA

    Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih. Ukuran vesikel

    bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering

    berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh

    adanya, antara lain:

    Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus

    Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

    Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

    Tidak adanya janin dan amnion

    Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya

    46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat

    dibagi atas 2 jenis, yaitu :

    Mola Sempurna Androgenetic

    Homozygous

    Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal

    identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan;

    46,YY tidak pernah ditemukan

    Heterozygous

    Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua

    kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua

    sperma.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    18/33

    18

    Mola Sempurna Biparental

    Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga

    hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan. Bentuk

    rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal

    resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13.

    Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester

    pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola

    sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan

    perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan

    merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien

    juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human

    chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan

    kulit hangat.

    MOLA HIDATIDOSA PARSIAL

    Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin

    tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada

    sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan

    sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak

    memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan

    tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan

    vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya

    didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali

    ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasiovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma.

    Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik

    hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    19/33

    19

    MANIFESTASI KLINIS

    a. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.

    b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan

    gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama

    berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan

    anemia defisiensi besi.

    c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia

    kehamilan.

    d. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.

    e. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.

    f. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24

    g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti

    h. Gejala Tirotoksikosis

    DIAGNOSIS

    Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti

    laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala

    klasik yakni:

    a. Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah

    perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan.

    Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa

    mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.

    b. Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini

    merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.c. Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit

    yang hangat.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    20/33

    20

    Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal sebelum terjadi

    onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang beresolusi tinggi.

    Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya hanya mengeluhkan

    gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed abortion, seperti adanya perdarahan

    vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin. Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola

    komplet didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus

    uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik

    yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia

    yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria

    (> 300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca

    lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran

    ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat

    diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar beta

    HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi.

    Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG yang normal. Bila

    didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang banyak

    sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia merupakan

    komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya koagulopati.sehingga

    pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi

    hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin dan serum inhibin A dan activin.

    Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi

    kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai salju (snowstorm) yang

    mengindikasikan vili khoriales yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa

    intra uterin yang kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan diagnosis

    mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru

    merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG.

    Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan fetus,

    terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    21/33

    21

    tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-

    myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal. Pada

    mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.

    KLINIS

    Anamnesis

    Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang

    berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat

    dan kadang bergelembung seperti busa.

    Pemeriksaan Fisik

    Inspeksi: muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut muka mola

    (mola face)

    Palpasi : uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek Tidak

    teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

    Auskultasi: tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

    Pemeriksaam Dalam : memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, terdapatperdarahan dalam kanalis servikalis

    Hasil Penemuan Fisik

    Mola Sempurna

    Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus lebih besar daripada

    biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari mola sempurna.Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik berlebih dan

    darah yang tertampung. Namun, pasien yang datang dengan ukuran sesuai dengan umur

    kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang ditemukan.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    22/33

    22

    Preeklampsia. Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami toxemia ditandai

    oleh adanya hipertensi (BP >140/90 mm Hg), proteinuria (> 300 mg/d), dan edema

    dengan hiperreflexia. Kejang jarang terjadi.

    Kista teca lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari 6cm dan

    diikuti dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada

    pemeriksaan bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien biasanya

    mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya peningkatan ukuran ovarium, terdapat resiko

    torsi. Kista ini berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan kadarnya

    biasanya menurun setelah mola.

    Mola Parsial

    Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering ditemukan dengan USG.

    Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus

    Kista Theca lutein, hiperemesis, and hiperthyroidism jarang terjadi.

    Mola Kembar

    Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta normal telah

    dilaporkan. Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada keadaan seperti ini

    juga pernah dilaporkan.

    Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi persisten dan cenderung

    dapat bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan yang direkomendasikan.

    Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan,

    thyrotoxikosis, atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai resiko dari

    morbiditas maternal akibat komplikasi mola kembar.

    Diagnosis genetik prenatal melalui sampling chorionic villus atau amniosentesis

    direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotype fetus.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    23/33

    23

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Laboratorium

    Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji biologik

    dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran) : Galli

    Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa.

    Radiologik

    Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin

    USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.

    Uji Sonde

    Tidak rutin dikerjakan, biasanya dilakukan sebagai tindakan awal kuretase

    Histopatologik

    Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke laboratorium PA.

    TATA LAKSANA

    Evakuasi

    1. Perbaiki keadaan umum.

    2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis servikalis

    belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.

    3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita.

    4. 710 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-

    sisa jaringan.

    5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas 4

    atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    24/33

    24

    Pengawasan Lanjutan

    1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.

    2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan

    pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya,

    setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

    3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

    a. Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan

    b. Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak

    c. Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil

    negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan

    selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih

    (+) maka harus dicurigai adanya keganasan

    4. Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

    ABORTUS

    DEFINISI

    Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu

    hidup di luar rahim ( belum viable ) dengan criteria usia kehamilan kurang 20 minggu atau berat

    janin kurang dari 500 gram.

    Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus, antara lain :

    EASTMAN : Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum

    sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu

    beratnya terletak antara 400-1000 gr, atau usia kehamilan kurang dari 28

    minggu.

    JEFFCOAT : Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28

    minggu, yaitu fetus belum viable by law.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    25/33

    25

    HOLMER : Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses

    plasentasi belum selesai.

    ETIOLOGI

    Factor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah factor ovum sendiri, factor ibu, dan

    factor bapak, antara lain :

    1. Kelainan Ovum

    Menurut HERTIG dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus

    spontan . Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili. Abortus

    spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinan kalau

    kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya

    abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).

    2. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi :

    a. Kelainan kromosom, trisomi, ,monosomi X, triploidi, polisomi, kromosom sex.

    b. Lingkungan kurang sempurna.

    c. Pengaruh dari luar : radiasi, virus, obatobatan.

    3.

    Kelainan Sirkulasi plasenta :

    Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum,

    anomali plasenta, dan end ateritis villi korialis karena hipertensi menahun.

    4. Penyakit pada ibu :

    o Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid,

    rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena

    toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus disebabkan karena toksin

    dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.

    o Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain

    o Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasio kordis, penyakit paru berat, anemi

    gravis.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    26/33

    26

    o Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan

    vitamin A, C atau E, diabetes melitus

    o Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi

    - Sangat terkejut karena obat-obat uterotonika, ketakutan, dsb

    - Bisa karena operasi laparotomy. Contohnya terkena appendicitis, lalu

    dioperasi bahayanya bisa terjadi abortus. Operasi apapun di daerah

    abdominalbisa risiko abortus

    - Trauma langsung terhadap fetus, antara lain: selaput janin rusak langsung

    karena instrument, benda, dan obat-obatan.

    5. Kelainan pada traktus genitalia :

    a. Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dll)

    b.

    Retroversia utei gravidi inkarserato

    c. Perlengketan intra uteriASAERMAN SYNDROME

    d. Mioma uteri sub mukosa

    e. Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola)

    f. Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis

    g. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah

    dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, dan endometriris.

    6.

    Inkompetensi cervix

    Cervix longgar (tidak sempit lagi) sehingga mudah janin jatuh/ tidak tertahan di dalam.

    Penyebabnyan curettage (krn perlukaan, infeksi) dan operasi konisasi (cervix diangkat)

    7. Antagonis Rhesus

    Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga

    terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

    8. Penyakit bapak : Umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi, dekompensasi cordis,

    malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, Pb, dll) sinar rontgen,

    avitaminosis.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    27/33

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    28/33

    28

    Adalah abortus yang disengaja, baik dengan mengunakan obat-obatan ataupun alat-alat.

    Abortus ini terbagi lagi menjadi :

    a) Abortus Medisinalis

    Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan

    dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).

    b) Abortus Kriminalis atau tidak aman

    Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau

    tidak berdasarkan indikasi medis.

    KLINIS ABORTUS SPONTAN

    Dapat di bagi atas :

    1.Abortus Imminens( Threatened abortion, Abortus mengancam )

    Adalah ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20

    minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

    Proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai dengan :

    a) Perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin

    masih dalam intrauterine timbul pada pertengahan trimester pertama

    b) Perdarahan biasanya sedikit, hal ini dapat terjadi beberapa hari.

    c)

    Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai perdarahan.

    d) Tidak ditemukan kelainan pada serviks dan serviks tertutup

    Penatalaksanaan

    a) Tirah baring

    b) Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (salbutamol

    atau indometasin) karena obat ini tidak dapat mencegah abortus.

    c) Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan

    hubungan seksual

    d)

    Bila reaksi kehamilan 2x berturut-turut negative, maka sebaiknya uterus

    dikosongkan (kuret)

    2.Abortus Incipien(Inevitable abortion, Abortus sedang berlangsung)

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    29/33

    29

    ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

    dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam

    uterus.

    Ditandai dengan adanya :

    a) robeknya selaput amnion dan adanya pembukaan serviks

    b) terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan hasil konsepsi

    c) perdarahan per vaginam masif, kadangkadang keluar gumpalan darah.

    d) nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat.

    Penatalaksanaan

    Bila kehamilan < 16 minggu dapat dilakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi

    Vakum Manual (AVM).

    Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan :

    - Berikan ergometrin 0,2 mg I.M yang diulangi 15 menit kemudian jika perlu

    ATAU Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih diperlukan dapat diulang

    setelah 4 jam jika perlu

    - Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

    Bila kehamilan > 16 minggu tunggu ekspulsi spontan kemudian dilakukan evakuasi

    uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM).

    Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan :

    - Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai 8 tetes sampai 40

    tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi uterus sampai terjadi pengeluaran hasil

    konsepsi

    - Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

    Lakukan Pemantauan Pasca Abortus

    3.Abortus Kompletus

    ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi (desidua dan fetus) telah keluar

    melalui jalan lahir sehingga rongga rahim kosong.

    Tanda dan Gejala

    a) Serviks menutup.

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    30/33

    30

    b) Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.

    c) Gejala kehamilan tidak ada.

    d) Uji kehamilan negatif.

    Penatalaksanaan

    Tidak perlu evakuasi lagi

    Observasi untuk melihat perdarahan banyak/tidak.

    Lakukan Pemantauan Pasca Abortus

    Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2

    minggu, jika anemia berat berikan tranfusi darah.

    4.Abortus Inkompletus

    ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan

    masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

    Gejala Klinis :

    Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas

    Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya berupa stolsel (darah beku).

    Sudah ada keluar fetus atau jaringan

    Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks

    terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa jaringan pada kanalis servikalis atau kavumuteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil dari seharusnya.

    Penatalaksanaan

    - Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yg disertai perdarahan, dapat

    dikeluarkan secara digital, atau cunam ovum kemudian dievakuasi

    i. Bila perdarahan berhenti diberi ergometrine 0,2 mg I.M atau misoprostol

    400 mg per oral

    ii. Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa konsepsi dengan kuret

    vakum (KV)

    - Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, antibiotika prophilaksis

    - Bila terjadi infeksi beri Ampicillin 1 gr dan Metronidazol 500 mg setiap 8 jam

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    31/33

    31

    - Bila anemia terapi dengan Fe kalau perlu transfusi darah.

    5.Missed Abortion

    ialah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan hasil konsepsi

    tertahan dalam uterus 8 minggu atau lebih

    Gejala Klinis

    - Ditandai dengan kehamilan yang normal dengan amenorrhea, dapat disertai mual

    dan muntah

    - Pertumbuhan uterus mengecil dengan fundus yang tidak bertambah tinggi.

    - Mamae menjadi mengecil

    - Gejala-gejala kehamilan menghilang diiringi reaksi kehamilan menjadi negative

    pada 2-3 minggu setelah fetus mati.

    - Pada pemeriksaan dalam serviks tertutup dan ada darah sedikit

    - Pasien merasa perutnya dingin dan kosong.

    6.Abortus Habitualis

    ialah abortus yang terjadi 3 kali berturutturut atau lebih oleh sebab apapun.

    Pemeriksaan :

    a. Histerosalfingografi, untuk mengetahui adanya mioma uterus submukosa atau

    anomali congenital.

    b.

    BMR dan kadar jodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak

    gangguan glandula thyroidea

    c. Psiko analisis

    Terapi :

    o Pada serviks inkompeten terapinya operatif SHIRODKAR atau MC DONALD

    (cervical cerlage).

    o Merokok dan minum alcohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.

    o Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya

    jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya.

    7.Abortus Infeksious

    ialah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi genital

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    32/33

  • 8/10/2019 Ket, Mola, Abortus

    33/33

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus imminens, abortus habitualis dan

    missed abortion :

    1. Pemeriksaan ultrasonographi atau Doppler untuk menentukan apakah janin masih hidup

    atau tidak, serta menentukan prognosis.

    2. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.

    3. Tes kehamilan.

    4. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.

    DIAGNOSIS BANDING

    1. KET : nyeri lebih hebat dibandingkan abortus.

    2. Mola Hidantidosa : uterus biasanya lebih besar daripada lamanya anmenore dan muntah

    lebih sering.

    3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus uteri, dsb.

    KOMPLIKASI ABORTUS

    1.

    Perdarahan (hemorrhage)

    2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang

    tidak ahli seperti bidan dan dukun.

    3. Infeksi dan tetanus

    4. Payah ginjal akut

    5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:

    - Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik

    - Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik