Kepustakaan Leukemia

14
TINJAUAN PUSTAKA A. Pendahulnan Definisi Leukemia limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sumsum tulang dimana prekursor limfoid berproliferasi dan mendesak sel-sel hemapoetik di susum tulang. Leukemia limfoblastik akut mungkin sulit dibedakan dengan keganasan limfoid lainnya. Pemeriksaan immunokimia, sitokimia, dan sitogenetik dapat membedakan kategori dari keganasan limfoid. 1,2,3,4,5,6 Angka Kejadian LLA adalah jenis leukemia yang biasa terjadi pada anak, insiden puncaknya pada usia 3-5 tahun, lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Pada orang dewasa, insidensi LLA lebih sedikit daripada LMA (Leukemia Mielogenik Akut). Di Amerika Serikat, angka kejadiannya mendekati 1000 kasus baru muncul setiap tahunnya. Insidensi LLA tertinggi di negara Italia, Amerika Serikat, Swiss, dan Costa Rica. Sekitar 20-40% kasus dari LLA adalah orang dewasa. 2,3 B. Etiologi Hanya sedikit etiologi LLA yang dapat diketahui, bila dibandingkan dengan LMA. Kebanyakan LLA yang lerjadi pada orang dewasa tidak memiliki faktor resiko. Prevalensi LLA meningkat ketika terjadi serangan bom 23

Transcript of Kepustakaan Leukemia

Page 1: Kepustakaan Leukemia

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahulnan

Definisi

Leukemia limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sumsum tulang

dimana prekursor limfoid berproliferasi dan mendesak sel-sel hemapoetik di susum

tulang. Leukemia limfoblastik akut mungkin sulit dibedakan dengan keganasan

limfoid lainnya. Pemeriksaan immunokimia, sitokimia, dan sitogenetik dapat

membedakan kategori dari keganasan limfoid. 1,2,3,4,5,6

Angka Kejadian

LLA adalah jenis leukemia yang biasa terjadi pada anak, insiden puncaknya pada

usia 3-5 tahun, lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Pada orang dewasa, insidensi LLA lebih sedikit daripada LMA (Leukemia

Mielogenik Akut). Di Amerika Serikat, angka kejadiannya mendekati 1000 kasus

baru muncul setiap tahunnya. Insidensi LLA tertinggi di negara Italia, Amerika

Serikat, Swiss, dan Costa Rica. Sekitar 20-40% kasus dari LLA adalah orang

dewasa.2,3

B. Etiologi

Hanya sedikit etiologi LLA yang dapat diketahui, bila dibandingkan dengan LMA.

Kebanyakan LLA yang lerjadi pada orang dewasa tidak memiliki faktor resiko.

Prevalensi LLA meningkat ketika terjadi serangan bom atom ke Hiroshima dan

Nagasaki. Kebanyakan etiologinya disebabkan oleh adanya radiasi, LLA juga bisa

dicetuskan pada mereka yang sebelumnya memiliki Sindrom Mielodisplastik.

Meningkatnya kasus LLA juga berkaitan dengan kelainan kromosom (11q23)

sebanyak 80 90 % kasus dari LLA. LLA juga bisa terjadi secara sekunder, dimana

terjadi pada pasien yang telah menjalani kemoterapi untuk jenis leukemia yang

berbeda.2

C. Patofisiologi

Sel ganas dari LLA adalah prekursor limfoid (limfoblast) yang proses

pematangannya terhenti. Terhentinya proses pematangan tersebut karena ekspresi

23

Page 2: Kepustakaan Leukemia

abnormal dari gen, jarang disebabkan oleh translokasi kromosom. Sel-sel limfoblasi

menduduki elemen sumsum tulang yang normal, sehingga menyebabkan penurunan

produksi sel darah yang normal. Sehingga terjadi anemia, trombositopeni, dan

neutropeni dalam berbagai derajat, Sel-sel limfoblast juga berproliferasi di organ

lain selain sumsum tulang, seperti hepar, lien, dan kelenjar getah bening.3

D. Gambaran Klinis2,3,4

Pasien dengan LLA menunjukkan gejala yang berkaitan dengan adanya infiltrasi

sel-sel ganas ke sumsum tulang dan gejala yang disebabkan penurunan produksi sel-

sel darah yang normal. Adanya infiltrasi sel-sel leukemi ke sumsum tulang

dimanifestasikan dengan adanya nyeri tulang. Nyeri tulang ini bisa terjadi sangat

hebat.

Sekitar 10-20 % pasien mengalami keluhan rasa penuh di abdomen kuadran kiri atas

karena terjadi splenomegali. Pada pasien LLA yang sub tipe sel T, Biasanya

mengalami gejala nafas yang pendek, karena pembesaran massa mediastinal. Karena

pasien ini mengalami anemia, maka ia mengalami keluhan cepat lelah. pusing,

palpitasi, dan dyspneu juka beraktifitas fisik.

Pasien LLA sering mengalami penurunan jumlah neutrofil, meskipun jumlah total

set darah putihnya meningkat. Hasilnya, mereka sangat rentan terhadap infeksi.

Prevalensi dan tingkat keparahan infeksi berbanding terbalik dengan jumlah

neutrofil. Infeksi sangat rentan pada jumlahl neutrofil yang kurang dari 500/ul, dan

semakin bertambah berat jika jumlah neutrofil kurang dari 100/ul. Pasien LLA

sering mengalami demam (sekitar 25%) tanpa adanya proses infeksi. Namun,

bagaimanapun juga pada pasien ini kita harus membuktikan bahwa demam ini

bukan disebabkan oleh infeksi. Namun. di lain pihak, infeksi tetap merupakan

penyebab kematian terbesar pada pasien yang menjalani terapi LLA.

Sekitar 10% dari pasien LLA mengalami DIC (Disseminata Intravaskular

Coagulation) pada saat diagnosis ditegakkan, biasanya disebabkan oleh sepsis.

Komplikasinya dapat terjadi perdarahan atau trombosis. Gejala perdarahan sering

terjadi karena trombositopenia, yang disebabkan pendesakkan dari sumsum tulang.

Namun, trombositopenia biasanya lebih berat pada pasien dengan LMA.

24

Page 3: Kepustakaan Leukemia

Dari pemeriksaan fisik, kita bisa menemukan pasien nampak pucat dan lemah, dapat

ditemukan adanya murmur karena terjadinya anemia. Dapat ditemukan tanda-tanda

infeksi dan demam, Demam harus diinterpretasikan adanya infeksi. Karena pasien

mengalami trombositopenia, maka dapat ditemukan adanya petekia, temtama pada

ekstrimitas bawah. Adanya ekirnosis yang luas merupakan indikasi terjadinya DIC.

Juga ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati karena infiltrasi sel leukemi.

Pada beberapa keadaan, juga bisa ditemukan adanya kemerahan (rash) pada kulit

pasien. karena infiltrasi sel leukemi ke kulit.

Pada pemeriksaan laboratorium hematotogi, ditemukan anemia dan trombositopeni

dalam berbagai derajat. Pasien LLA jumlah sel darah putihnya bisa meningkat,

normal, atau rendah, tetapi biasanya neutropenia. Peningkatan dari protlirombin

time / activated partial thromboplastin time dan penurunan fibrinogen atau fibrin

degradation products menandakan terjadinya DIC. Pada pemeriksaan sel darah tepi

akan ditemukan adanya sel blas. Pada pemeriksaan kimia darah akan ditemukan

peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan peningkatan kadar asam urat.

Pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjal (BUN/ kreatinin) diperlukan pada awal

terapi. Pemeriksaan kultur darah harus dilakukan pada pasien yang mengalami

demam, atau pada pasien yang mengalami tanda-tanda infeksi yang lain tanpa

disertai demam. Pada pemeriksaan foto thorax, mungkin menandakan adanya

pneumonia dengan atau tanpa disertai adanya massa mediastinal (pada beberapa

kasus LLA sub tipe sel T).

E. Diagnosis

Diagnosis LLA dikesankan dengan adanya sel blas pada preparat apus darah tepi,

namun lebih dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopasi

sumsum tulang adalah pemeriksaan diagnostik definitif untuk memastikan diagnosis

leukemia. Sumsum tulang yang telah diaspirasi diberi pewarnaan Wright atau

Giemsa Diagnosis LLA ditegakkan apabila ditemukan sedikitnya 30% limfoblas

(menurut klasifikasi FAB) atau setidaknya 20% limfoblas (menurut klasifikasi

WHO) di sumsum tulang atau di darah tepi.3

Berikut ini adalah klasifikasi menurut FAB (French-American-British) :2,3

LI: sel-sel kecil dengan kromatin homogen, bentuk nukleus reguler, Nukleolus

kecil atau bahkan tidak ada, dan sitoplasmanya sedikit.

25

Page 4: Kepustakaan Leukemia

L2 ; sel berukuran besar dan heterogen, kromatin heterogen, bentuk nuklear

irreguler, dan nukleolusnya berukuran besar.

L3 : sel besar dan homogen dengan nukleolus multipel, sitoplasma Berwarna

kebiruan, dan terdapat vakuol sitoplasmik.

Klasifikasi WHO mengelompokkan subtipe LI dan L2 sebagai leukemia

limfoblastik prekursor B atau leukemia limfoblastik prekursor T. Sedangkan subtipe

L3 termasuk dalam keganasan sel B matur, termasuk subtipe limfoma Burkitt.

Sampel dari sumsum tulang sebaiknya diperiksa sitogenetik dan flow sitometri.

Pada orang dewasa, setidaknya terdapat keabnormalan sitogenetik sebanyak 70%

dari seluruh kasus LLA. Sedikitnya 15% dari pasien LLA mengalami translokasi

kromosom t (9;22), namun bisa juga terjadi ketidaknormalan kromosom yang lain,

seperti t (4;ll), t (2;8),dan t (8;14).

F. Diagnosis Banding 2,3,5

Diagnosis banding, yang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, termasuk

infeksi kronis seperti virus Epstain-Barr virus (EBV) dan cytomegalovirus (CMV)

yang mengakibatkan lymphadenopati, hepatosplenomegali, demam dan anemia.

Penyakil-penyakit yang termasuk diagnosis banding adalah penyakit dengan

kegagalan sumsum tulang, seperti anemia aplastik, Keganasan lain yang mungkin

harus dipikirkan adalah Leukemia Mieloid Akut (LMA), Limfoma sel B, Lymphoma

High Grade Malignant Immunoblastic, Lymphoma Mantle Cel, dan Lymphoma Non

Hodgkin,

G. Tatalaksana

Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi

pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi,

antara lain berupa pemberian transfusi darah atau trombosit, pemberian antibiotik,

pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi

yang baik, dan pendekatan aspek psikososial. Transfusi PRC baru diberikan bila

kadar Hb pasien dibawah 7-8 g/dL atau lebih tinggi bila pasien memiliki penyakit

pernafasan dan kardiovaskular Transfusi trombosit diberikan bila jumlah trombosit

10.000-20.000/ul. Pasien dengan perdarahan gastrointestinal mendapatkan transfusi

26

Page 5: Kepustakaan Leukemia

trombosit dan dipertahankan kadar trombosit dia atas 50.000/ul. Pasien dengan

perdarahan saraf pusat mendapatkan transfusi trombosit untuk mencapai kadar

trombosit 100.000/ul. Fresh frozen plasma diberikan pada pasien dengan PT

memanjang, dan kryopresipitat diberikan bila kada fibrinogen kurang dari 100

gr/dL.2

Sedikitnya, hanya 20-30% orang dewasa dengan LLA yang mengalami remisi

dengan regimen kemoterapi slandar. Maka, seluruh pasien sebaiknya dievaluasi

untuk penelitian klinis. Jika penelitian klinis tidak tersedia, pasien dapat diobati

dengan terapi slandar.3

Ada empat komponen dari terapi LLA, meliputi terapi induksi, intensifikasi,

profilaksis sistem saraf pusat dan rumatan. Klasifikasi resiko normal atau resiko

tinggi menentukan protokot kemoterapi. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol

pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA, yaitu protokol nasional

(Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000.2,3

Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasar 3-4 obat yang berbeda

(deksametason, vinkristin, L-Asparaginase, atau antrasiklin). Kemungkinan hasil

yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal. Intetisifikasi

merupakan kemoterapi intensif tambalian setelah remisi komplit dan untuk

profilaksis leukemia pada susunan saraf pusat, Hasil yang diharapkan adalah

tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pada pasien resiko

sedang dan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas remisi. Lebih

dari 95% pasien akan mendapatkan remisi pada fase ini. Terapi profilaksis SSP

yaitu secara langsung diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat metotreksat,

sering dikombinasi dengan infus benilang metotreksat dosis sedang (500mg/m2) atau

dosis tinggi (3-5 gr/m2). Di beberapa pasien resiko tinggi dengan umur >5tahun

mungktn lebih efektif dengan memberikan radiasi kranial (18-24Gy) disamping

pemakaian kemoterapi sistemik dosis tinggi.2

Penelitian tentang penggunaan terapi konsolidasi dimulai pada tahun 1987. Fiere

meneliti terapi konsolidasi dengan menggunakan daunorubisin dan cystosine

arabinoside (Ara-C) dengan tanpa menggunakan terapi konsolidasi untuk LLA.

Dalam 3 tahun, rata-rata angka harapan hidup sebesar 38% bagi mereka yang

mendapat terapi konsolidasi. Penelitian oleh Cancer and leukemia Group B (CALG)

27

Page 6: Kepustakaan Leukemia

tidak menunjukkan manfaat dari terapi konsolidasi Karena kebanyak penelitian

menunjukkan manfaat dengan terapi konsolidasi, maka digunakan regimen standar

terdiri dari 4 sampai 5 obat induksi, biasanya Ara-C dikombinasikan dengan

antrasiklin atau epiodophyllotoxin.3

Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari dan

metotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika lain selama perawatan

tahun pertama. Lama kebanyakan terapi rumatan ini adalah 2-2.5 tahun dan tidak

ada keuntungan jika perawatan sampai dengan 3 tahun. Dosis sitostatika secara

individual dipantau dengan melihat leukosit dari monitor konsentrasi obat selama

terapi rumatan.2

Efektifitas dari terapi kemoterapi rumatan pada orang dewasa dengan LLA tidak

pernah diteliti. Penelitian dari CALGB menggunakan induksi daunorubisin atau

mttoxantron, vincristine, prednison, dan melhotrexat dilanjutkan dengan 4

intensifikasi tanpa maintenance menunjukkan durasi remisi yang lebih pendek

dibandingkan penelitian yang sebelumnya.

Meskipun lerapi rumatan sangat penting, penggunaan regimen yang tebih intensif

atau yang kurang intensif tidaklah bermanfaat. Terapi maintenance intensifikasi

selama 12 bulan menggunakan 4 regimen obat dibandingkan dengan 14 bulan

pengobatan menggunakan 7 regimen obat, tidaklah menunjukkan perbedaan angka

harapan hidup antara kedua kelompok tersebut.

Berbeda dengan pasien LMA, pasien dengan LLA dapat mengalami leukemia

meningeal pada saat relaps. Sebagian kecil dari pasien mengalami leukemia

meningeal pada saat awa diagnosis. Maka, kemoterapi profllaksis untuk sistem saraf

pusat sangatlah penting.3

Terapi suportif dengan antibiotik diberikan pada pasien demam, menggunakan

generasi ketiga cephalosporin, biasanya disertai aminoglikosida. Pasien yang

demam setelah 3-5 hari, selain diberi antibiotik, juga diberikan antifiingal,

Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien neutropeni yang tidak mengalami

demam masih merupakan kontroversial. Kebanyakan dokter memberikan antibiotik

profilaksis. Biasanya digunakan ciprofloxacin (500 mg 2 x sehari), fluconazole (200

mg/hari) atau itraconazole (200 mg s x hari), asiclovir (200 mg 5 x sehari) atau

valtrx (500 mg/hari).

28

Page 7: Kepustakaan Leukemia

Pada leukemia yang mendapatkan pengobatan sitostatik dapat mengakibatkan

kerusakan sel yang diikuti keluarnya materi intraseluler ke sistem sirkulasi.

Keluarnya interseluler ini melebihi kemampuan mekanisme buffer seluler dan

kemampuan ekstraksi ginjal, sehinga timbul kekacauan metabolisme. Pada leukemia

terjadi lisis sel tumor menghasilkan purin dan dimetabolisme menjadi asam urat,

menyebabkan hiperurisemia. Allopurinol 300 mg sebanyak 1-3 kali per hari

direkomendasikan selama terapi induksi sampai sel blas hilang dan hiperurisemia

tidak ada lagi. Allopurinol sangat bermanfaat bagi kelompok high risk (LDH yang

sangat tinggi atau infiltrasi sel leukemia ke ginjal). Penggunaan natrium bicarbonat

isotonis pada leukemia dapat mendorong diuresis alkali, sehingga meningkatkan

kelarutan asam urat dan mengurangi penngendapan asam urat intratubuler.6,7

H. Prognosis3

Pasien LLA dibagi dalam 3 kelompok prognosis:

1. Resiko baik, meliputi: tidak ada masalah secara sitogenetik, usia kurang dari 30

tahun, jumlah set darah putih kurang dari 30.000/ul, mengalami retnisi komplit

dalam 4 minggu.

2. resiko intermediate: bila tidak memnuhi kriteria resiko baik dan resiko buruk.

3. Resiko buruk, meliputi: terjadi masalah sitogenetik [(t9;22), (4;ll)], usia lebih

dari 60 tahun, sub tipe prekursor sel B dengan jumlah sel darah putih lebih dari

100.000/ul, dan kegagalan untuk mencapai remisi datam 4 minggu.

I. Rehabilitasi3

Aktifilas sehari-hari pasien harus bisa ditoleransi oleh pasien, pasien jangan

beraktifitas yang terlalu berat seperti berolah raga. Selama menjalani kemoterapi,

pasien LLA sebaiknya menghindari keramaian dan orang sekitar yang sedang sakit,

terutama bila terinfeksi virus.

29

Page 8: Kepustakaan Leukemia

DAFTAR PUSTAKA

1. M.C William. Leukemia. Dalam: Samik Wahab. Ilmu Kesehatan Anak Nelson,

Edisi 15. Jakarta. EGC. 2000. h. 1772-7.

2. Permono B. Leukemia akut. Dalam: Permono, Sutaryo, Ugrasena, Endang, Maria,

penyunting. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Edisi 2. Jakarta. Ikatan Dokter

Anak Indonesia. 2006. h. 236-45.

3. Seiter Karen. Acute Lymphoblastic Leukemia. Diambil dari

http://www.emedicine.com/med/topic3146.htm. Diakses pada tanggal 17 Januari

2010,

4. Penyakit Leukemia (kanker darah) .Diambil dari

http://rsisultanagung.blogspot.com/2009/01/penyakit-leukemia-kanker-darah.html.

Diakses tanggal 17 Januari 2010.

5. Maloney K, Foreman K N, Giller R H, Greffe B S, Graham K D, et all. Neoplastic

disease. Dalam. Hay W W, Levin M J, Sondheimer J M, Deterding R R, penyuting.

Current diagnosis & treatment pediatrics. 19nd ed. United State of America.Mc

Graw Hill.2009. h 853-8.

6. Freireich E J. Acute lymphocytic leukemia (ALL).

http://www.merck.com/mmhe/sec14/ch176/ch176b.html. Diakses tanggal 17 Januari

2010.

7. Permono B, Ugrasena I, Ratwita M. Hiperleukositosis.

http:// www/pediatrik.com/v5/isi03.php . Diakses tanggal 18 Januari 2010

30