Kepustakaan Leukemia
-
Upload
andy-yusrizal -
Category
Documents
-
view
355 -
download
4
Transcript of Kepustakaan Leukemia
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahulnan
Definisi
Leukemia limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sumsum tulang
dimana prekursor limfoid berproliferasi dan mendesak sel-sel hemapoetik di susum
tulang. Leukemia limfoblastik akut mungkin sulit dibedakan dengan keganasan
limfoid lainnya. Pemeriksaan immunokimia, sitokimia, dan sitogenetik dapat
membedakan kategori dari keganasan limfoid. 1,2,3,4,5,6
Angka Kejadian
LLA adalah jenis leukemia yang biasa terjadi pada anak, insiden puncaknya pada
usia 3-5 tahun, lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Pada orang dewasa, insidensi LLA lebih sedikit daripada LMA (Leukemia
Mielogenik Akut). Di Amerika Serikat, angka kejadiannya mendekati 1000 kasus
baru muncul setiap tahunnya. Insidensi LLA tertinggi di negara Italia, Amerika
Serikat, Swiss, dan Costa Rica. Sekitar 20-40% kasus dari LLA adalah orang
dewasa.2,3
B. Etiologi
Hanya sedikit etiologi LLA yang dapat diketahui, bila dibandingkan dengan LMA.
Kebanyakan LLA yang lerjadi pada orang dewasa tidak memiliki faktor resiko.
Prevalensi LLA meningkat ketika terjadi serangan bom atom ke Hiroshima dan
Nagasaki. Kebanyakan etiologinya disebabkan oleh adanya radiasi, LLA juga bisa
dicetuskan pada mereka yang sebelumnya memiliki Sindrom Mielodisplastik.
Meningkatnya kasus LLA juga berkaitan dengan kelainan kromosom (11q23)
sebanyak 80 90 % kasus dari LLA. LLA juga bisa terjadi secara sekunder, dimana
terjadi pada pasien yang telah menjalani kemoterapi untuk jenis leukemia yang
berbeda.2
C. Patofisiologi
Sel ganas dari LLA adalah prekursor limfoid (limfoblast) yang proses
pematangannya terhenti. Terhentinya proses pematangan tersebut karena ekspresi
23
abnormal dari gen, jarang disebabkan oleh translokasi kromosom. Sel-sel limfoblasi
menduduki elemen sumsum tulang yang normal, sehingga menyebabkan penurunan
produksi sel darah yang normal. Sehingga terjadi anemia, trombositopeni, dan
neutropeni dalam berbagai derajat, Sel-sel limfoblast juga berproliferasi di organ
lain selain sumsum tulang, seperti hepar, lien, dan kelenjar getah bening.3
D. Gambaran Klinis2,3,4
Pasien dengan LLA menunjukkan gejala yang berkaitan dengan adanya infiltrasi
sel-sel ganas ke sumsum tulang dan gejala yang disebabkan penurunan produksi sel-
sel darah yang normal. Adanya infiltrasi sel-sel leukemi ke sumsum tulang
dimanifestasikan dengan adanya nyeri tulang. Nyeri tulang ini bisa terjadi sangat
hebat.
Sekitar 10-20 % pasien mengalami keluhan rasa penuh di abdomen kuadran kiri atas
karena terjadi splenomegali. Pada pasien LLA yang sub tipe sel T, Biasanya
mengalami gejala nafas yang pendek, karena pembesaran massa mediastinal. Karena
pasien ini mengalami anemia, maka ia mengalami keluhan cepat lelah. pusing,
palpitasi, dan dyspneu juka beraktifitas fisik.
Pasien LLA sering mengalami penurunan jumlah neutrofil, meskipun jumlah total
set darah putihnya meningkat. Hasilnya, mereka sangat rentan terhadap infeksi.
Prevalensi dan tingkat keparahan infeksi berbanding terbalik dengan jumlah
neutrofil. Infeksi sangat rentan pada jumlahl neutrofil yang kurang dari 500/ul, dan
semakin bertambah berat jika jumlah neutrofil kurang dari 100/ul. Pasien LLA
sering mengalami demam (sekitar 25%) tanpa adanya proses infeksi. Namun,
bagaimanapun juga pada pasien ini kita harus membuktikan bahwa demam ini
bukan disebabkan oleh infeksi. Namun. di lain pihak, infeksi tetap merupakan
penyebab kematian terbesar pada pasien yang menjalani terapi LLA.
Sekitar 10% dari pasien LLA mengalami DIC (Disseminata Intravaskular
Coagulation) pada saat diagnosis ditegakkan, biasanya disebabkan oleh sepsis.
Komplikasinya dapat terjadi perdarahan atau trombosis. Gejala perdarahan sering
terjadi karena trombositopenia, yang disebabkan pendesakkan dari sumsum tulang.
Namun, trombositopenia biasanya lebih berat pada pasien dengan LMA.
24
Dari pemeriksaan fisik, kita bisa menemukan pasien nampak pucat dan lemah, dapat
ditemukan adanya murmur karena terjadinya anemia. Dapat ditemukan tanda-tanda
infeksi dan demam, Demam harus diinterpretasikan adanya infeksi. Karena pasien
mengalami trombositopenia, maka dapat ditemukan adanya petekia, temtama pada
ekstrimitas bawah. Adanya ekirnosis yang luas merupakan indikasi terjadinya DIC.
Juga ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati karena infiltrasi sel leukemi.
Pada beberapa keadaan, juga bisa ditemukan adanya kemerahan (rash) pada kulit
pasien. karena infiltrasi sel leukemi ke kulit.
Pada pemeriksaan laboratorium hematotogi, ditemukan anemia dan trombositopeni
dalam berbagai derajat. Pasien LLA jumlah sel darah putihnya bisa meningkat,
normal, atau rendah, tetapi biasanya neutropenia. Peningkatan dari protlirombin
time / activated partial thromboplastin time dan penurunan fibrinogen atau fibrin
degradation products menandakan terjadinya DIC. Pada pemeriksaan sel darah tepi
akan ditemukan adanya sel blas. Pada pemeriksaan kimia darah akan ditemukan
peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan peningkatan kadar asam urat.
Pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjal (BUN/ kreatinin) diperlukan pada awal
terapi. Pemeriksaan kultur darah harus dilakukan pada pasien yang mengalami
demam, atau pada pasien yang mengalami tanda-tanda infeksi yang lain tanpa
disertai demam. Pada pemeriksaan foto thorax, mungkin menandakan adanya
pneumonia dengan atau tanpa disertai adanya massa mediastinal (pada beberapa
kasus LLA sub tipe sel T).
E. Diagnosis
Diagnosis LLA dikesankan dengan adanya sel blas pada preparat apus darah tepi,
namun lebih dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopasi
sumsum tulang adalah pemeriksaan diagnostik definitif untuk memastikan diagnosis
leukemia. Sumsum tulang yang telah diaspirasi diberi pewarnaan Wright atau
Giemsa Diagnosis LLA ditegakkan apabila ditemukan sedikitnya 30% limfoblas
(menurut klasifikasi FAB) atau setidaknya 20% limfoblas (menurut klasifikasi
WHO) di sumsum tulang atau di darah tepi.3
Berikut ini adalah klasifikasi menurut FAB (French-American-British) :2,3
LI: sel-sel kecil dengan kromatin homogen, bentuk nukleus reguler, Nukleolus
kecil atau bahkan tidak ada, dan sitoplasmanya sedikit.
25
L2 ; sel berukuran besar dan heterogen, kromatin heterogen, bentuk nuklear
irreguler, dan nukleolusnya berukuran besar.
L3 : sel besar dan homogen dengan nukleolus multipel, sitoplasma Berwarna
kebiruan, dan terdapat vakuol sitoplasmik.
Klasifikasi WHO mengelompokkan subtipe LI dan L2 sebagai leukemia
limfoblastik prekursor B atau leukemia limfoblastik prekursor T. Sedangkan subtipe
L3 termasuk dalam keganasan sel B matur, termasuk subtipe limfoma Burkitt.
Sampel dari sumsum tulang sebaiknya diperiksa sitogenetik dan flow sitometri.
Pada orang dewasa, setidaknya terdapat keabnormalan sitogenetik sebanyak 70%
dari seluruh kasus LLA. Sedikitnya 15% dari pasien LLA mengalami translokasi
kromosom t (9;22), namun bisa juga terjadi ketidaknormalan kromosom yang lain,
seperti t (4;ll), t (2;8),dan t (8;14).
F. Diagnosis Banding 2,3,5
Diagnosis banding, yang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, termasuk
infeksi kronis seperti virus Epstain-Barr virus (EBV) dan cytomegalovirus (CMV)
yang mengakibatkan lymphadenopati, hepatosplenomegali, demam dan anemia.
Penyakil-penyakit yang termasuk diagnosis banding adalah penyakit dengan
kegagalan sumsum tulang, seperti anemia aplastik, Keganasan lain yang mungkin
harus dipikirkan adalah Leukemia Mieloid Akut (LMA), Limfoma sel B, Lymphoma
High Grade Malignant Immunoblastic, Lymphoma Mantle Cel, dan Lymphoma Non
Hodgkin,
G. Tatalaksana
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi
pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi,
antara lain berupa pemberian transfusi darah atau trombosit, pemberian antibiotik,
pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi
yang baik, dan pendekatan aspek psikososial. Transfusi PRC baru diberikan bila
kadar Hb pasien dibawah 7-8 g/dL atau lebih tinggi bila pasien memiliki penyakit
pernafasan dan kardiovaskular Transfusi trombosit diberikan bila jumlah trombosit
10.000-20.000/ul. Pasien dengan perdarahan gastrointestinal mendapatkan transfusi
26
trombosit dan dipertahankan kadar trombosit dia atas 50.000/ul. Pasien dengan
perdarahan saraf pusat mendapatkan transfusi trombosit untuk mencapai kadar
trombosit 100.000/ul. Fresh frozen plasma diberikan pada pasien dengan PT
memanjang, dan kryopresipitat diberikan bila kada fibrinogen kurang dari 100
gr/dL.2
Sedikitnya, hanya 20-30% orang dewasa dengan LLA yang mengalami remisi
dengan regimen kemoterapi slandar. Maka, seluruh pasien sebaiknya dievaluasi
untuk penelitian klinis. Jika penelitian klinis tidak tersedia, pasien dapat diobati
dengan terapi slandar.3
Ada empat komponen dari terapi LLA, meliputi terapi induksi, intensifikasi,
profilaksis sistem saraf pusat dan rumatan. Klasifikasi resiko normal atau resiko
tinggi menentukan protokot kemoterapi. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol
pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA, yaitu protokol nasional
(Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000.2,3
Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasar 3-4 obat yang berbeda
(deksametason, vinkristin, L-Asparaginase, atau antrasiklin). Kemungkinan hasil
yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal. Intetisifikasi
merupakan kemoterapi intensif tambalian setelah remisi komplit dan untuk
profilaksis leukemia pada susunan saraf pusat, Hasil yang diharapkan adalah
tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pada pasien resiko
sedang dan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas remisi. Lebih
dari 95% pasien akan mendapatkan remisi pada fase ini. Terapi profilaksis SSP
yaitu secara langsung diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat metotreksat,
sering dikombinasi dengan infus benilang metotreksat dosis sedang (500mg/m2) atau
dosis tinggi (3-5 gr/m2). Di beberapa pasien resiko tinggi dengan umur >5tahun
mungktn lebih efektif dengan memberikan radiasi kranial (18-24Gy) disamping
pemakaian kemoterapi sistemik dosis tinggi.2
Penelitian tentang penggunaan terapi konsolidasi dimulai pada tahun 1987. Fiere
meneliti terapi konsolidasi dengan menggunakan daunorubisin dan cystosine
arabinoside (Ara-C) dengan tanpa menggunakan terapi konsolidasi untuk LLA.
Dalam 3 tahun, rata-rata angka harapan hidup sebesar 38% bagi mereka yang
mendapat terapi konsolidasi. Penelitian oleh Cancer and leukemia Group B (CALG)
27
tidak menunjukkan manfaat dari terapi konsolidasi Karena kebanyak penelitian
menunjukkan manfaat dengan terapi konsolidasi, maka digunakan regimen standar
terdiri dari 4 sampai 5 obat induksi, biasanya Ara-C dikombinasikan dengan
antrasiklin atau epiodophyllotoxin.3
Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari dan
metotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika lain selama perawatan
tahun pertama. Lama kebanyakan terapi rumatan ini adalah 2-2.5 tahun dan tidak
ada keuntungan jika perawatan sampai dengan 3 tahun. Dosis sitostatika secara
individual dipantau dengan melihat leukosit dari monitor konsentrasi obat selama
terapi rumatan.2
Efektifitas dari terapi kemoterapi rumatan pada orang dewasa dengan LLA tidak
pernah diteliti. Penelitian dari CALGB menggunakan induksi daunorubisin atau
mttoxantron, vincristine, prednison, dan melhotrexat dilanjutkan dengan 4
intensifikasi tanpa maintenance menunjukkan durasi remisi yang lebih pendek
dibandingkan penelitian yang sebelumnya.
Meskipun lerapi rumatan sangat penting, penggunaan regimen yang tebih intensif
atau yang kurang intensif tidaklah bermanfaat. Terapi maintenance intensifikasi
selama 12 bulan menggunakan 4 regimen obat dibandingkan dengan 14 bulan
pengobatan menggunakan 7 regimen obat, tidaklah menunjukkan perbedaan angka
harapan hidup antara kedua kelompok tersebut.
Berbeda dengan pasien LMA, pasien dengan LLA dapat mengalami leukemia
meningeal pada saat relaps. Sebagian kecil dari pasien mengalami leukemia
meningeal pada saat awa diagnosis. Maka, kemoterapi profllaksis untuk sistem saraf
pusat sangatlah penting.3
Terapi suportif dengan antibiotik diberikan pada pasien demam, menggunakan
generasi ketiga cephalosporin, biasanya disertai aminoglikosida. Pasien yang
demam setelah 3-5 hari, selain diberi antibiotik, juga diberikan antifiingal,
Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien neutropeni yang tidak mengalami
demam masih merupakan kontroversial. Kebanyakan dokter memberikan antibiotik
profilaksis. Biasanya digunakan ciprofloxacin (500 mg 2 x sehari), fluconazole (200
mg/hari) atau itraconazole (200 mg s x hari), asiclovir (200 mg 5 x sehari) atau
valtrx (500 mg/hari).
28
Pada leukemia yang mendapatkan pengobatan sitostatik dapat mengakibatkan
kerusakan sel yang diikuti keluarnya materi intraseluler ke sistem sirkulasi.
Keluarnya interseluler ini melebihi kemampuan mekanisme buffer seluler dan
kemampuan ekstraksi ginjal, sehinga timbul kekacauan metabolisme. Pada leukemia
terjadi lisis sel tumor menghasilkan purin dan dimetabolisme menjadi asam urat,
menyebabkan hiperurisemia. Allopurinol 300 mg sebanyak 1-3 kali per hari
direkomendasikan selama terapi induksi sampai sel blas hilang dan hiperurisemia
tidak ada lagi. Allopurinol sangat bermanfaat bagi kelompok high risk (LDH yang
sangat tinggi atau infiltrasi sel leukemia ke ginjal). Penggunaan natrium bicarbonat
isotonis pada leukemia dapat mendorong diuresis alkali, sehingga meningkatkan
kelarutan asam urat dan mengurangi penngendapan asam urat intratubuler.6,7
H. Prognosis3
Pasien LLA dibagi dalam 3 kelompok prognosis:
1. Resiko baik, meliputi: tidak ada masalah secara sitogenetik, usia kurang dari 30
tahun, jumlah set darah putih kurang dari 30.000/ul, mengalami retnisi komplit
dalam 4 minggu.
2. resiko intermediate: bila tidak memnuhi kriteria resiko baik dan resiko buruk.
3. Resiko buruk, meliputi: terjadi masalah sitogenetik [(t9;22), (4;ll)], usia lebih
dari 60 tahun, sub tipe prekursor sel B dengan jumlah sel darah putih lebih dari
100.000/ul, dan kegagalan untuk mencapai remisi datam 4 minggu.
I. Rehabilitasi3
Aktifilas sehari-hari pasien harus bisa ditoleransi oleh pasien, pasien jangan
beraktifitas yang terlalu berat seperti berolah raga. Selama menjalani kemoterapi,
pasien LLA sebaiknya menghindari keramaian dan orang sekitar yang sedang sakit,
terutama bila terinfeksi virus.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. M.C William. Leukemia. Dalam: Samik Wahab. Ilmu Kesehatan Anak Nelson,
Edisi 15. Jakarta. EGC. 2000. h. 1772-7.
2. Permono B. Leukemia akut. Dalam: Permono, Sutaryo, Ugrasena, Endang, Maria,
penyunting. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Edisi 2. Jakarta. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2006. h. 236-45.
3. Seiter Karen. Acute Lymphoblastic Leukemia. Diambil dari
http://www.emedicine.com/med/topic3146.htm. Diakses pada tanggal 17 Januari
2010,
4. Penyakit Leukemia (kanker darah) .Diambil dari
http://rsisultanagung.blogspot.com/2009/01/penyakit-leukemia-kanker-darah.html.
Diakses tanggal 17 Januari 2010.
5. Maloney K, Foreman K N, Giller R H, Greffe B S, Graham K D, et all. Neoplastic
disease. Dalam. Hay W W, Levin M J, Sondheimer J M, Deterding R R, penyuting.
Current diagnosis & treatment pediatrics. 19nd ed. United State of America.Mc
Graw Hill.2009. h 853-8.
6. Freireich E J. Acute lymphocytic leukemia (ALL).
http://www.merck.com/mmhe/sec14/ch176/ch176b.html. Diakses tanggal 17 Januari
2010.
7. Permono B, Ugrasena I, Ratwita M. Hiperleukositosis.
http:// www/pediatrik.com/v5/isi03.php . Diakses tanggal 18 Januari 2010
30