Kelompok_7_1.doc

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terletak pada posisi silang antara dua benua besar dan dua samudera besar, Indonesia juga berada di atas lempeng benua yang masih aktif serta Indonesia adalah negara yang masih dijejeri oleh barisan gunung api yang masih aktif, sehingga Indonesia sering sekali disapa dengan negara yang sangat akrab dengan bencana. Kondisi geografis Negara Indonesia itulah yang merupakan faktor penyebab kerentanan Indoensia terhadap bencana. Adapun kerentanan Indonesia terhadap bencana dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Ramli, 2010:4). 1. Faktor Geografis Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau yang tersebar diantara benua Asia dan Australia dan di tengah dua samudera mengakibatkannya rawan terhadap bencana. Pengaruh iklim, badai tropis, dan arus laut akan berpengaruh terhadap kerentanan bencana.Pantai-pantai yang memanjang sepanjang samudera menjadikan daerah Indonesia rawan terhadap bahaya gelombang pasang dan tsunami. 2. Faktor Geologi Dari sisi geologi, Indonesia juga merupakan kawasan yang rawan terhadap berbagai bencana. Posisi geografis

Transcript of Kelompok_7_1.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan

terletak pada posisi silang antara dua benua besar dan dua samudera besar, Indonesia

juga berada di atas lempeng benua yang masih aktif serta Indonesia adalah negara yang

masih dijejeri oleh barisan gunung api yang masih aktif, sehingga Indonesia sering sekali

disapa dengan negara yang sangat akrab dengan bencana. Kondisi geografis Negara

Indonesia itulah yang merupakan faktor penyebab kerentanan Indoensia terhadap

bencana. Adapun kerentanan Indonesia terhadap bencana dipengaruhi oleh faktor-faktor

sebagai berikut (Ramli, 2010:4).

1. Faktor Geografis

Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau yang tersebar diantara benua

Asia dan Australia dan di tengah dua samudera mengakibatkannya rawan terhadap

bencana. Pengaruh iklim, badai tropis, dan arus laut akan berpengaruh terhadap

kerentanan bencana.Pantai-pantai yang memanjang sepanjang samudera menjadikan

daerah Indonesia rawan terhadap bahaya gelombang pasang dan tsunami.

2. Faktor Geologi

Dari sisi geologi, Indonesia juga merupakan kawasan yang rawan terhadap berbagai

bencana. Posisi geografis Indonesia terutama aspek geologi berpengaruh besar.

Indonesia tempat bertemunya lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng Pasifik,

yang masing-masing mempunyai gerakan sendiri dengan arah berbeda dan saling

bergeser. Kondisi ini mengakibatkan penumpukan energi yang jika tidak bisa ditahan

lagi akan menimbulkan gempa.

3. Faktor Hidometeorologi

Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dialiri oleh sungai-sungai yang besar dan

beraliran deras. Curah hujan di Indonesia sebagai suatu kawasan tropis juga tergolong

tinggi, khusunya dimusim penghujan. Kondisi ini menimbulkan kerawanan untuk

menimbulkan bahaya banjir, tanah longsor, atau galodo.

Permasalahan mengenai bencana yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas

tentunya akan menimbulkan kerugian-kerugian, entah kerugian berupa korban jiwa

maupun kerugian yang berupa kerusakan infrastruktur. Sehingga dalam penanggulangan

bencana peran yang dilakukan pemerintah yang menyangkut kebijakan dan administrasi

publik sangatlah besar. Bencana alam yang terjadi pada masa dekade ini bukan dilihat

dari apa penyebab dari bencananya namun dilihat dari apakah dampak yang

ditimbulkannya.

Gempa yang mengguncang Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 30 September

2009 dengan kekuatan 7,6 Skala Richter (SR). Kerusakan yang terjadi tersebar di 13 dari

19 kabupaten/ kota dan memakan korban jiwa lebih dari 1.100 jiwa. Darah yang

terdampak paling parah ialah Kota Padang, Kota Pariaman dan Kabupaten Padang

Pariaman. Kerusakan dan kerugian di Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 21, 6

triliun. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh struktur bangunan yang relative lemah,

dan kerusakan terjadi pada jalan-jalan sehingga akses transportasi menjadi lumpuh.

(BNPB, Bappenas, Oktober 2009)

Pada saat gempa terjadi, sistem peringatan dini daerah walau telah dibantu oleh

BMKG dengan radio internet dan sirine, masih belum mampu dimanfaatkan secara

optimal oleh pemerintah daerah. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak siapnya daerah

mengambil keputusan evakuasi atau tidak yangkemudian disebar kepada masyarakat.

Kondisi ini disebabkan karena tidak mencukupinya sistem dan saluran informasi

peringatan bencana yang mampu melingkupi kebutuhan seluruh masyarakat di daerah

berisiko.

Gempa bumi terjadi lagi di Provinsi Sumatera Barat, yang terletak di Kepulauan

Mentawai dengan kekuatan 7,2 SR pada tanggal 25 Oktober 2010 memicu terjadinya

gelombang tsunami menurut informasi dari BPBD provinsi Sumatera Barat. Ketinggian

gelombang mencapai 3 meter dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dengan kerusakan

di 4 kecamatan di kabupaten mentawai, yaitu kecamatan Sipora selatan, kecamatan Pagai

Selatan, Kecamatan Pagai Utara dan kecamatan Sikakap. Menurut informasi dari posko

BNPB dan Pusat Pengendalian Operasional Penanggulangan Bencana Sumatera Barat per

tanggal 22 November 2010, bencana gempa bumi dan tsunami tersebut telah

mengakibatkan korban jiwa sebanyak 509 orang meninggal dunia, 17 orang mengalami

luka-luka, dan masyarakat mengungsi sebanyak 11.425 jiwa. Berdasarkan penilaian

kerusakan dan kerugian yang dilakukan, jumlah rumahrusak sebanyak 1.269 unit rumah,

dengan rincian kerusakan meliputi 879 unit rumah rusak berat, 116 unit rumah rusak

sedang, dan 274 unit rumah rusak ringan. Dampak bencana juga mengakibatkan

kerusakan sarana jalan, kantor pemerintahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan,

fasilitas perdagangan, dan resort pariwisata (BNPB, 2010).

Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan salah satu upaya yang dilakukan

oleh lembaga pemerintah ataupun lembaga nonpemerintah dalam rangka pengurangan

dampak buruk dan kerugian yang terjadi pada saat terjadi bencana maupun pasca

terjadinya suatu bencana. Penanggulangan bencana yang dilakukan oleh lembaga

pemerintah maupun lembaga nonpemerintah berwujud kegiatan yang bermacam-macam.

Mulai dari bantuan yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung yaitu dalam

bentuk pelatihan-pelatihan dalam rangka mengurangi risiko. bencana. Sedangkan

pengertian tentang Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang disebutkan dalam Perka

BNPB No.4 Tahun. 2008 Bab. X bahwa,

“Pengurangan Risiko Bencana adalah sebuah pendekatan sistematis yaitu mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana, bertujuan untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi terhadap bencana dan menangani bahaya-bahaya lingkungan maupun bahaya-bahaya lain yang menimbulkan kerentanan.”

Berbagai program untuk mengurangi Risiko Bencana gempa bumi dan tsunami

pada upaya mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan telah diakomodir

dalam Rencana Penaggulangan bencana (RPB) Sumbar. Namun demikian ternyata masih

ditemukan berbagai kendala baik di pemerintahan maupun di masyarakat pada fase

tanggap darurat dan pemulihan bencana gempabumi dan tsunamidi Sumatera Barat.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam penanggulangan bencana telah menyusun

Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) sejak tahun 2007 dan ditetapkan pada tahun

2008 untuk periode 2008-2012. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai

kendala sehingga sasaran penanggulangan bencana tidak tercapai optimal. Oleh karena

itu, penyempurnaan terhadap RPB ini sangat penting mengingat beberapa ahli gempa

percaya bahwa masih terdapat potensi untuk terjadinya gempa yang lebih besar di

Sumatera Barat dengan kekuatan mencapai 8.5 SR.( BNPB, Bappenas, Otober 2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul

“Analisis Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di

Provinsi Sumatera Barat”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi

Sumatera Barat 2008-2012?

2. Bagaimana alternatif kebijakan dalam penanggulangan risiko bencana Gempa Bumi

di Provinsi Sumatera Barat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui, menanalisis dan mendiskripsikan Pelaksanaan Kebijakan

Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat 2008-2012 .

2. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendiskripsikan alternatif kebijakan dalam

penanggulangan risiko bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pelaksanaan Kebijakan

Menurut Abdullah (1987, 398) terdapat tiga unsur penting dalam proses

pelaksanaan kebijakan, antara lain 1) Adanya kebijakan yang dilakukan, 2) Target grup,

yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima

manfaat dari kebijakan tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan, dan 3) Unsur

pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam

pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

Salah satu model pelaksanaan/ implementasi program menurut David C. Korten

adalah model kesesuaian implementasi kebijakan. Menurut Korten (dikutip dari Tarigan,

2000, 19) dapat dijelaskan bahwa dalam Pelaksanaan atau implementasi program terdiri

dari tiga elemen yaitu program itu sendiri, kelompok sasaran atau pemanfaat program,

dan pelaksana program dalam struktur organisasi. Pelakasanaan program dapat dikatakan

berhasil jika memenuhi tiga elemen implementasi program di atas. Yang pertama, yaitu

kesesuaian antara program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran

(pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu

kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi

pelaksanaan. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi

pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan untuk dapat memperoleh

output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.

B. Bencana

UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis”. Sementara Asian Disaster Preparedness

Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam formulasi “The serious disruption of the

functioning of society, causing widespread human, material or environmental losses,

which exceed the ability of the affected communities to cope using their own resources”

(Abarquez & Murshed, 2004).

Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:

a. Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak

(hazard).

b. Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan,

dan fungsi dari masyarakat.

c. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan

masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.

Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau

gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability)

masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat

dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat

rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana.

C. Penanggulangan Bencana

Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana mulai muncul

pada dekade 1900-1999 yang dicanangkan sebagai Dekade Pengurangan Risiko Bencana

Internasional. Beberapa konferensi tingkat dunia diinisiasi oleh United Nations

International Strategy or Disaster Risk Reduction (UN-ISDR) yang merupakan salah satu

badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang ditugaskan untuk mengawal Dekade

Pengurangan RisikoBencana Internasional. Menutut Carter dalam Hadi Purnomo tahun

2010, mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan

(aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana untuk

meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan),

mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Sehingga menurutnya,

tujuan dari Manajemen Bencana tersebut diantaranya, yaitu mengurangi atau

menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan,

masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban bencana, mempercepat pemulihan,

dan memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan

tempat ketika kehidupannya terancana.

Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana terdapat Ketentuan Umum yang mendefinisikan penyelenggaraan

Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan

pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahaan bencana, tanggap

darurat dan rehabilitasi. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan

bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan

yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan

rehabilitasi. Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana,

yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,

keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum,

kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pada pasal 5, dinyatakan

bahwa pelaksanaan penanggulangan bencana ini membutuhkan Rencana Penanggulangan

Bencana yang disusun pada situasi tidak terjadi bencana. Diamanatkan kembali pada

pasal 6 bahwa setiap Provinsi wajib menyusun Rencana Penanggulangan Bencana.

Sebagaimana UU No. 24 tahun 2007, Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana

Nomor 04 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

juga menyebutkan bahwa penanggulangan encana terdiri dari beberapa fase, yaitu fase

pencegahan dan mitigasi, fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan fase pemulihan.

D. Gempa Bumi

Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam

bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi.

Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-

lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang

gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi (BMKG).

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat

pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik.

Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Frekuensi

suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang di alami selama periode

waktu. Gempa Bumi diukur dengan menggunakan alat Seismometer (wikipedia.org).

1. Penyebab terjadinya Gempa Bumi

Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh

tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu

kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak

dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan

terjadi. Gempa Bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut.

Gempa Bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan

kompresional dan translasional. Gempa Bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi

karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada

kedalaman lebih dari 600 km (wikipedia.org).

Pengertian gempa bumi adalah sebuah fenomena alam berupa getaran yang

dirasakan pada permukaan bumi yang terjadi karena gelombang seismik dari dari

sumber gempa pada lapisan kulit bumi. Penyebab gempa bumi adalah guncangan

yang terjadi pada permukaan bumi yang diakibatkan oleh pelepasan energi dari dalam

pusat gempa bumi secara tiba-tiba. Getaran tersebut dapat diukur besar kecilnya,

dengan alat pengukur yang disebut Seismometer.

2. Akibat Gempa Bumi

a. Getaran atau guncangan tanah (ground shaking)

b. Likuifaksi ( liquifaction)

c. Longsoran Tanah

d. Tsunami

e. Bahaya Sekunder (arus pendek,gas bocor yang menyebabkan kebakaran, dll)

3. Faktor-faktor yang mengakibatkan kerusakan akibat Gempa Bumi

a. Kekuatan gempabumi

b. Kedalaman gempabumi

c. Jarak hiposentrum gempabumi

d. Lama getaran gempabumi

e. Kondisi tanah setempat

f. Kondisi bangunan

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat (2008 -

2012).

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Rencana Penanggulangan

Bencana Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (RPB Sumbar) yang ditetapkan

dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008, yang tujuan

penyusunan Kebijakan Penanggulangan Bencana tersebut adalah:

1. Mempersiapkan perencanaan yang terarah, terpadu dan terkoordinasi untuk

menurunkan risiko bencana di Provinsi Sumatera Barat.

2. Meningkatkan kinerja lembaga dan instansi Penanggulangan Bencana di Provinsi

Sumatera Barat menuju profesionalisme dengan pencapaian yang terukur dan

terarah.

3. Mensinergikan kinerja pemerintah, swasta, masyarakat dan instansi terkait dalam

Penanggulangan Bencana dalam suasana damai sesuai dengan budaya masing-

masing daerah di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

4. Melindungi masyarakat di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya dari

bahaya yang mengancam.

Terdapat 6 Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumbar,

yaitu antara lain:

1. Mendirikan BPBD Prov. Sumbar dengan sumber daya yang memadai dan

kompeten sesuai dengan metode terstandarisasi.

2. Menerbitkan prosedur internal untuk mobilisasi sumber daya di Prov. Sumbar

dalam PB.

3. Membangun jaringan kerja PB untuk optimalisasi mobilisasi sumber daya, system

peringatan dini bencana yag handal dan responsive bagi masyarakat.

4. Membangun peningkatan pengetahuan masyarakat dalam PB.

5. Membangun wilayah percontohan siaga bencana untuk mengembangkan

kemampuan penduduk dalam memobilisasi sumber daya.

6. Melaksanakan mitigasi structural pada daerah rentan dan menerapkan analisis

risiko bencana pada rencana pembangunan.

Dalam kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi ini telah

mengakomodasi kepentingan dan tanggungjawab dari berbagai pihak terkait. Proses

penyusunan yang melibatkan berbagai organisasi pemerintah dan non-pemerintah serta

sektor swasta dari seluruh wilayah di Sumatera Barat memberikan kesempatan kepada

berbagai pihak untuk turut andil dalam penyusunan kebijakan Penanggulangan Bencana.

Kebijakan Sumbar 2008 - 2012 diharapkan mampu untuk melingkupi semua

daerah di Provinsi Sumatera Barat. Kebijakan Penanggulangan Bencana ini memiliki dua

sudut pandang berdasarkan fungsi pemerintahan provinsi dan mempertimbangkan

otonomi daerah. Di internal pemerintahan provinsi, KPB ini terbatas dalam pelaksanaan

fungsi koordinasi, fasilitasi dan motivasi/stimulasi pemerintah provinsi kepada

pemerintahan kota / kabupaten yang berada di wilayah Sumatera Barat. Sedangkan dalam

lingkup pemerintahan kota / kabupaten, KPB ini dapat dijadikan rujukan dalam

penyusunan KPB kota/kabupaten yang berisikan kegiatan‐kegiatan yang bersifat teknis

sesuai dengan kondisi lokal.

Untuk pengelolaan pelaksanaan RPB Sumbar ini, dilakukan oleh Lembaga BPBD

yang menggantikan peran satkorlak PB yang bersifak koordinatif dan fungsional. Selain

lembaga pemerintah, sumber daya yang turut berperan dalam penanggulangan bencaa

terdiri dari masyarakat umum,swasta, lembaga non pemerintahan, perguruan tinggi dan

media massa. Pendanaan kegiatan penanggulangan bencana berasal dari APBN, APBD,

sector swasta, donor nasional dan internasional.

Dari lingkup fase bencana yang dibahas, KPB ini membahas seluruh tahapan

dalam penanggulangan bencana. Rencana Penanggulangan Bencana ini berisikan

kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada fase mitigasi / pencegahan, fase kesiapsiagaan,

fase tanggap darurat dan fase pemulihan bencana. Untuk melihat efesiensi dan efektifitas

sebuah sistem maka perlu dilakukan evaluasi terhadap efektifitas implementasi dari

sistem tersebut. Dalam kajian ini terdapat sejumlah aspek yang digunakan dan hasil dari

evaluasi atas implementasi tersebut dapat dilihat dalam tabel sederhana berikut ini:

Efektifitas Aspek Kebijakan

Efektifitas dari aspek kebijakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No Aspek Hasil

1 Efektifitas kebijakan

dalam mengurangi risiko

bencana dan saat

bencana terjadi

Meskipun Pemerintah telah memiliki Perda

tentang penanggulangan bencana namun belum

terimplementasi dengan baik karena menunggu

beberapa peraturan pusat seperti tentang

kelembagaan.

2 Hambatan dalam

penyusunan kebijakan di

bidang penangulangan

bencana (pusat maupun

daerah)

Masih banyak terjadi ketidak sesuaian antara

desain yang diharapkan oleh pusat dengan realitas

pelaksanaan di daerah.

Beberapa daerah masih menganggap bahwa

eselonisasi (yang dipatok mutlak) dan mata anggaran

khusus untuk bencana belum bisa sepenuhnya

diterapkan di daerah.

Banyak aturan yang saling tumpang tindih dan

cepat berganti yang membuat pemerintah daerah

sulit melakukan penyesuian dengan cepat

Kapasitas pemahaman pemerintah daerah

tentang bencana masih lemah yang mengakibatkan

lambatnya proses penyusunan dan implementasi

kebijakan di bidang kebencanaan

3 Sinergi implementasi

antar peraturan (adakah

yang saling

kontraproduktif)

Masih ada kontraproduktif antara peraturan yang

dikeluarkan oleh masing-masing instansi/lembaga

dan departemen.

4 Tingkat dukungan politik

terkait kebijakan

penanggulangan

bencana

Dukungan politik dari berbagai fihak (Legeslatif,

Perguruan Tinggi dan LSM) sangat baik.

No Aspek Hasil

5 Hambatan-hambatan

dalam pelaksanaan

kebijakan

penanggulangan

bencana

Masih adanya ketidak sesuaian antara kebijakan

yang dikeluarkan pusat (antara lembaga/instansi dan

departemen) berdampak pada lemahnya komitmen

dan kepercayaan dari daerah

Terdapat kendala SDM yaitu mutasi pegawai yang

terlalu cepat sehingga pemahaman tentang bencana

menjadi tidak mendalam, selain itu mengakibatkan

proses sosialisasi dan regenerasi terhambat

B. Alternatif Kebijakan dalam Penanggulangan Risiko Bencana di Provinsi Sumatera

Barat.

Pengurangan resiko bencana adalah salah satu system pendekatan untuk

mengindentifikasi, mengevaluasi dan mengurangi resiko yang diakibatkan oleh bencana .

Tujuan utamanya untuk mengurangi resiko fatal dibidang social, ekonomi dan juga

lingkungan alam serta penyebab pemicu bencana. Ini merupakan bentuk tanggung jawab

dan perkembangan dari agen sejenis Badan Penyelamat, dan seharusnya kegiatan ini

berkesinambungan, serta menjadi bagian dari kesatuan kegiatan organisasi ini, tidak

hanya melakukannya secara musiman pada saat terjadi bencana. Tapi juga dilakukan

pengamatan walaupun tidak terjadi bencana.

Dari adanaya temuan-temuan pada penanggulangan bencana yang menjadi

pembelajaran dan harus ditindaklanjuti dengan memperbaiki atau mempertajam

kebijakan atau program Penanggulangan Bencana yang ada. Antara lain :

1. Memperkuat koordinasi intern pemerintahan (SKPD), antar pemerintah - swasta,

perbankan, LSM, masyarakat rantau pada saat fase prabencana,tanggap darurat

dan pemulihan.

2. Meningkatkan kapasitas Kepala Daerah dan SDM Pemerintahan (BPBD serta

instansi terkait).

3. Menyusun Rencana Kontijensi untuk menilai kebutuhan sumber daya dan

logistik.

4. Perencanaan dan penerapan aturan penataan ruang dengan perspektif PB.

5. Menyempurnakan aturan PB dengan meningkatkan keterlibatan semua SKPD,

stakeholder.

6. Sosialisasi tentang PB perlu lebih diperluas, baik tentang peraturan yang ada

maupun untuk prosedur kesiapsiagaan kepada komunitas.

7. Menyusun sistem peringatan dini berdasarkan kearifan lokal dan kondisi

geografis daerah.

8. Membuat rencana pemulihan dengan relokasi dan penyiapan alternatif mata

pencaharian.

9. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemulihan.

Oleh karena itu, disusun kebijakan yang menjadi prioritas untuk Penanggulangan

Bencana di Prov. Sumbar yaitu sebagai berikut :

1. Kebijakan Menjalin partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembangian

kewenagan dan sumber daya pada tingkat lokal.

2. Kebijakan Membentuk dan memberdayakan forum/jaringan daerah khusus untuk

pengurangan risiko bencana.

3. Kebijakan Menyelenggarakan sistem-sistem yang siap untuk memantau,

mengarsipkan dan menyebarluaskan data potensi bencana dan

kerentanankerentanan utama.

4. Kebijakan Memperkuat dokumen Kajian Risiko Daerah Provinsi Sumatera Barat

5. Kebijakan Menerapkan metode riset untuk kajian tentang kebencanaan di Provinsi

Sumatera Barat.

6. Kebijakan Memperkuat bidang ekonomi produksi untuk mengurangi kerentanan

perekonomian masyarakat.

7. Kebijakan Menerapkan prosedur-prosedur penilaian dampak risiko bencana

terhadap proyek-proyek pembangunan besar, terutama infrastruktur

8. Kebijakan Menyusun Rencana Kontijensi bencana, mengadakan latihan reguler

untuk menguji dan mengembangkan program-program tanggap darurat bencana

9. Kebijakan Menyediakan prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca

bencana selama masa tanggap darurat.

Beberapa Alternaltif yang disusun tersebut memberikan tujuan untuk mengurangi

risiko bencana, dimana alternaltif ini digunakan untuk antisipasi dari semua bencana yang

terjadi di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Alternaltif kebijakan tersebut akan dievaluasi

dalam setiap pelaksanaannya, dan alternaltif tersebut menunjukkan keefektifannya dalam

pengurangan risiko bencana. Hingga tahun 2014 ini alternaltif tersebut diperbaharui

mengikuti dari perubahan dari masa ke masa sesuai keadaan dan kondisi yang terjadi di

wilayah Sumatera Barat.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Rencana Penanggulangan

Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (RPB Sumbar) yang

ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008. Dalam

kebijakan Penanggulangan Bencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Sumatera

Barat telah mengakomodasi kepentingan dan tanggungjawab dari berbagai pihak terkait.

Proses penyusunan yang melibatkan berbagai organisasi pemerintah dan non-pemerintah

serta sektor swasta dari seluruh wilayah di Sumatera Barat memberikan kesempatan

kepada berbagai pihak untuk turut andil dalam penyusunan kebijakan Penanggulangan

Bencana.

Kebijakan yang menjadi prioritas untuk Penanggulangan Bencana di Prov. Sumbar

yaitu sebagai berikut:

1. Kebijakan Menjalin partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembangian

kewenangan dan sumber daya pada tingkat lokal.

2. Kebijakan Membentuk dan memberdayakan forum/jaringan daerah khusus untuk

pengurangan risiko bencana.

3. Kebijakan Menyelenggarakan sistem-sistem yang siap untuk memantau,

mengarsipkan dan menyebarluaskan data potensi bencana dan

kerentanankerentanan utama.

4. Kebijakan Memperkuat dokumen Kajian Risiko Daerah Provinsi Sumatera Barat.

5. Kebijakan Menerapkan metode riset untuk kajian tentang kebencanaan di Provinsi

Sumatera Barat.

6. Kebijakan Memperkuat bidang ekonomi produksi untuk mengurangi kerentanan

perekonomian masyarakat.

7. Kebijakan Menerapkan prosedur-prosedur penilaian dampak risiko bencana

terhadap proyek-proyek pembangunan besar, terutama infrastruktur.

8. Kebijakan Menyusun Rencana Kontijensi bencana, mengadakan latihan reguler

untuk menguji dan mengembangkan program-program tanggap darurat bencana.

9. Kebijakan Menyediakan prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca

bencana selama masa tanggap darurat.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis kebijakan penanggulangan bencana Provinsi Sumatera

Barat, disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan penanggulangan bencana Provinsi

Sumatera Barat, pemerintah Provinsi Sumatera Barat perlu memperkuat

koordinasi sesama pemerintahan (SKPD), dengan daerah Kabupaten/Kota, LSM

dan swasta.

2. Komitmen politis kepala daerah sangat diperlukan untuk menjamin

pengarusutamaan penanggulangan bencana di Provinsi Sumatera Barat.

DAFTAR PUSTAKA

BNPB, Bappenas, and the Provincial and District/City Governments of West Sumatra and Jambi and international partners, a joint report. West Sumatra and Jambi Natural Disasters: Damage,Loss and Preliminary Needs Assessment, October 2009

Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta: Rajawali

Natawidjaja, Danny Hilman, dkk, Studi Gempa Bumi Dan Tsunami Di Sumatra: Analisis Gerakan G30S (Gempa 30 September) Di Padang Dan Potensi Gempa Megathrust Mentawai Di Masa Datang, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Badung, 2009

Purnomo, Hadi dan Ronny Sugiantoro. 2010. Manajemen Bencana. Yogyakarta: Media Pressindo

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulagan Bencana

Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008-2012

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008- 2012.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 09.15

http://www.bmkg.go.id/bbmkg_wilayah_4/Geofisika/Gempabumi.bmkg diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 09.17

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA

BUMI DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Seminar Pemerintahan Kelas C

yang Diampu oleh Bapak Abdul Wachid, Drs. M.AP

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7

1. Febryan Ratnasary (115030101111095)

2. Asna Nur Rohayati (115030107111025)

3. Ella Nur Indriawati (115030113111010)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JUNI 2014