Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

81
MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT PENYAKIT JANTUNG, EPILEPSI DAN HERNIA DISUSUN OLEH : KELOMPOK IX KELAS B DIAN MARETY RIZKI S. HAFID N21111207 IRMALASARI N21111208 RAHESTY WINDASARI N21111209 SITTI MAIYSARAH H. SULAEMAN S. N21111662 SYAMSUL NUR MUH. ANUGRAH ALAM WARIS

description

,mlkj

Transcript of Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Page 1: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

PENYAKIT JANTUNG, EPILEPSI DAN HERNIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IXKELAS B

DIAN MARETY RIZKI S. HAFID N21111207IRMALASARI N21111208RAHESTY WINDASARI N21111209SITTI MAIYSARAH H. SULAEMAN S. N21111662SYAMSUL NURMUH. ANUGRAH ALAM WARIS

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2012

Page 2: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

BAB IPENYAKIT JANTUNG

Uraian Penyakit

Jantung adalah salah satu organ vital tubuh yang berfungsi untuk

memompa darah bersih ke seluruh tubuh dan darah kotor ke paru-paru.

Jika terjadi gangguan pada jantung maka fungsi pemompaan darah akan

terganggu bahkan bisa berakibat pada kematian.

Ukuran jantung manusia kurang lebih sebesar kepalan tangan anak kecil.

Jantung adalah satu otot tunggal yang terdiri dari lapisan endothelium.

Jantung terletak di dalam rongga thorak, di balik tulang dada/sternum.

Struktur jantung berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri. Jantung

Page 3: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

hampir sepenuhnya diselubungi oleh paru-paru, namun tertutup oleh

selaput ganda yang bernama perikardium, yang tertempel pada

diafragma. Lapisan pertama menempel sangat erat kepada jantung,

sedangkan lapisan luarnya lebih longgar dan berair, untuk menghindari

gesekan antar organ dalam tubuh yang terjadi karena gerakan memompa

konstan jantung.Jantung dijaga di tempatnya oleh pembuluh-pembuluh

darah yang meliputi daerah jantung yang merata/datar, seperti di dasar

dan di samping. Dua garis pembelah (terbentuk dari otot) pada lapisan

luar jantung menunjukkan di mana dinding pemisah di antara sebelah kiri

dan kanan serambi (atrium) & bilik (ventrikel).

Jantung merupakan salah satu organ terpenting tubuh, berakibat pada

kematian. Masalah pada jantung dibagi karena kegagalan organ jantung

seringkali hampir menjadi dua bagian, yaitu penyakit jantung dan

serangan jantung. Penyakit jantung adalah sebuah kondisi yang

menyebabkan Jantung tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Serangan jantung adalah sebuah kondisi yang menyebabkan jantung

sama sekali tidak berfungsi. Kondisi ini biasanya terjadi mendadak, dan

sering disebut gagal jantung.

Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari

bagian kanan dan kiri. Bagian kanan memompa darah dari tubuh ke

paru – paru, sedangkan bagian kiri memompa darah dari paru – paru ke

tubuh. Setiap bagian terdiri dari dua kompartimen : diatas serambi (atrium)

dan dibawah bilik (ventrikulus). Antara serambi dan bilik terdapat katup,

Page 4: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

begitu pula dengan bilik dan pembuluh besar. Fungsi keempat katup ini

adalah menjamin darah hanya mengalir ke satu jurusan.

Sirkulasi darah

Fungsi utama peredaran darah adalah penyaluran oksigen dan zat –

zat gizi lain yang dibutuhkan untuk metabolisme ke jaringan dan

organ. Darah yang miskin O2 dan kaya CO2 melalui vena masuk

kembali ke jantung di serambi kanan dan mengalir ke bilik kanan.

Dari sini, darah diteruskan ke paru – paru, dimana darah melepaskan

CO2 nya dan menyerap O2 (sirkulasi kecil). Darah kaya O2 lalu

mengalir kembali ke serambi kiri dan melalui bilik kiri di pompa ke

aorta dan organ tubuh (sirkulasi besar). Di dinding serambi kanan

‘’pace-maker’’ jantung (simpul sinus) yang menentukan irama (ritme)

jantung.

Volume menit

Cardiac output adalah jumlah darah yang setiap menit di pompa oleh

jantung ke dalam arteri. Volume menit ini adalah 5 l/menit pada

frekuensi jantung rata – rata 70 – 80 detak/menit dan dapat

diperbesar atau diperkecil sesuai kebutuhan. Misalnya, selama

pengeluaran tenaga besar seperti pada olah raga volume menit

orang muda biasa meningkat sampai 25 l/menit, karena jantung

berdetak samapai 180 kali/menit. Orang dewasa memiliki 4,5 – 5 L

darah.

Page 5: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Diastole-sistole

Pada setiap denyutan dapat dibedakan 2 fase, yakni diastole, dimana

otot jantung melepaskan diri dan biliknya terpenuhi darah vena.

Kemudian menyusul systole, dimana otot jantung menguncup

(kontraksi) sebagai reaksi diastole, sehingga darah dipompa keluar

jantung dan ke dalam arteri. Volume darah yang pada setiap

kontraksi dipompa keluar bilik jantung disebut volume pukulan (stroke

volume), yang pada orang dewasa berjumlah lebih kurang 60 ml. Bila

aliran darah ke jantung meningkat, artinya TD vena menguat, maka

frekuensi pukulan jantung harus dipertinggi. Dengan kata lain,

volume menitnya harus diperbesar, sesuai dengan persamaan :

volume pukulan x frekuensi = frekuensi menit

Gangguan – Gangguan Jantung dan Terapinya

1. Infark Jantung

Infark jantung adalah berkurang atau terhentinya supply darah ke

jantung, yang disebabkan oleh adanya penebalan dan

pengerasan dinding bagian dalam pembuluh arteri yang akhirnya

menyumbat aliran darah ke jantung.

Etiologi :

- Endapan oleh kolesterol dan kapur pada sebagian

pembuluh darah koroner.

- Lalu terjadi robek pada liang pembuluh darah.

Page 6: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

- Kemudian terjadi pembekuan, sehingga terjadi penyumbatan

(trombosis coroner).

- Sehingga bagian jantung yang mengalami penyumbatan

mengalami kekurangan supply darah dan hipoksia.

- Akhirnya aritmia (ritme jantung terganggu), lalu

decompensasi cordis (jantung tidak lagi dapat memelihara

aliran darah) dan berhenti total. Bila infark hanya terjadi

pada sebagian kecil jaringan pembuluh, maka sisa otot

jantung masih memiliki cukup tenaga untuk mengatasinya

tapi bila infark terjadi pada seluruh jaringan pembuluh, maka

jantung akan berhenti.

Manifestasi Klinis

Berupa nyeri yang hebat sekali dibagian belakang tulang dada ,

rasa gelisah dan takut mati, juga tidak mampu menggerakkan

kaki tangan, sesak, berkeringat, muka membiru dan debar

jantung (tachycardia). Seringkali infark disusul oleh komplikasi –

komplikasi lainnya, misalnya trombo-emboli, dekompensasi,

shock dan bermacam – macam aritmia. Serangan nyeri pada

infark seringkali timbul dalam keadaan istirahat dan bertahan

lebih lama (sampai beberapa jam).

Diagnosa

Dikenal beberapa penyakit yang gejalanya sangat mirip infark

jantung dan seringkali dikelirukan dengannya, misalnya borok dan

Page 7: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

perforasi lambung, peradangan mukosa lambung juga serangan

hiperventilasi.

Disamping elektocardiogram (ECG) terdapat beberapa tes darah

untuk memastikan betul adanya infark jantung. Tes-tes ini

berdasarkan meningkatnya (sementara) kadar enzim dan zat-zat

lainnya yang dilepaskan oleh sel-sel jantung yang mati.

Pertanda infark penting adalah kadar creatinikinase (CK-MB) dan

myoglobin (juga troponin T) yang masing-masing Ca 6 dan 3 jam

sesudah infark mencapai ketinggian maksimal. Semakin besar

infark semakin tinggi kadar tersebut.

Prevensi

Terdapat sejumlah indikasi bahwa makan banyak zat alamiah

flavonoid dapat menurunkan resiko infark jantung. Flavonoida

adalah antioksidansia alamiah yang banyak terkandung dalam

sayur mayur segar dan buah-buahan, terutama terdapat dalam

bawang dan buah apel, juga dalam the hijau dan anggur merah,

karena flavonoid dapat mencegah oksidasi radikal bebas dan luka

pada endotel pembuluh darah. sehingga endapan trombosit di

liang pembuluh darah dapat dicegah.

Pengobatan

Kelompok obat yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

a. Trombolitika

Page 8: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Trombolitika guna melarutkan thrombus yang menyumbat

arteri koroner antara lain Streptokinase, alteplase, dan

urokinase. Obat-obat baru adalah reteplase, dan

staphylokinase. Injeksi intravena pada waktunya dapat

meniadakan penyumbatan dan membuka lagi arteri koroner

hingga besarnya infark dibatasi. Dengan demikian, resiko

kematian dapat diperkecil sampai Ca 50%. Disamping itu,

seringkali diberikan antitrombotikum (heparin) untuk

mencegah pembentukan thrombus baru.

b. Anti aritmika

Anti aritmika (lidokain, amiodaron, sotalol) dahulu sering

diberikan guna mencegah aritmia, khususnya fibrilasi bilik

yang berbahaya. Akan tetapi, kini ternyata bahwa obat-obat

ini tidak mengurangi resiko kematian. Maka, hanya

digunakan dalam kasus tertentu.

c. Analgetika narkotika

Analgetika narkotika seperti morfin, petidin atau fentanil dan

suatu tranquilizer (diazepam, droperidol, dsb) dapat

diberikan kemudian guna melawan nyeri dan rasa takut.

Pengobatan (Obat tradisional) :

Berikut adalah beberapa tanaman at yang biasa digunakan

dalam pengobatan infark mikard :

Page 9: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

a. Bawang putih (Alium sativa), ambil 2 siung bawang putih.

Kemudian ditumbuk halus dan diperas dengan air secukupnya.

Saring. Minum secara teratur setiap hari.

b. Daun Salam (Syzigium polyanthum), 7 lembar daun salam dan

30 gram daun ceremai direbus dengan 600 cc air hingga tersisa

300 cc. Kemudian arinya diminum secara teratur.

Postmedikasi

Dilangsungkan segera sesudah infark dengan maksud menghindari

infark kedua. Untuk ini digunakan :

a. Antikoagulansia, (zat-zat pengencer darah) antara lain

asenokumarol.

b. Antitrombotika (asetosal, indobufen) yang dapat merintangi

penggumpalan trombosit dan pembentukan trombus.

c. β-blockers tertentu (propranolol, metoprolol dan timolol),

yang ternyata dapat mengurangi re-infark dan kematian

dengan lebih kurang 25%. Perlu diminum selama 1 - 2

tahun.

d. Antilipemika (atoirvastatin, simvastatin, lovastatin,

pravastatin) mengurangi komplikasi dan mortalitas, maka

dianjurkan pada pasien dengan kadar kolestrol tinggi (diatas

8 mmol/l).

Page 10: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

2. Angina Pectoris

Angina pectoris adalah gangguan yang timbul sebagai akibat

hipoksia otot jantung (kekurangan oksigen) pada pembebanan

fisik atau emosional yang berlebihan dan hawa dingin disebabkan

oleh penciutan arteri jantung, infark, kejang-kejang, anemia hebat

atau penciutan aorta.

Etiologi

- Menciutnya satu atau lebih pembuluh arteri koroner jantung.

- Aliran darah ke otot jantung berkurang.

- Akibatnya otot jantung mengalami hipoksia dan kejang disertai

dengan rasa nyeri hebat. karena otot jantung kehabisan

tenaga dalam memompa dan menjaga sirkulasi darah

keseluruh tubuh.

Manifestasi Klinis

Berupa serangan nyeri hebat dibawah tulang dada yang seringkali

menjalar ke kedua pundak, ada kalanya ke leher dan rahang atau

ke lengan yang dirasakan sangat berat. Terutama timbul bila

berjalan (naik tangga, bukit atau mengeluarkan tenaga lain

sesudah makan). Lamanya serangan umumnya antara 5 dan 30

menit.

Prevensi

Tindakan umum yang perlu sekali dilakukan untuk membantu

mengurangi sera ngan angina (dan akhirnya menghindari infark

Page 11: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

jantung) dimaksudkan untuk menyingkirkan pengaruh yang

memperbesar kebutuhan oksigen jantung. Yakni :

a. Berhenti merokok. Nikotin dari tembakau berkhasiat

vasokontroksi dengan peningkatan TD. Lagi pula asap

rokok mengandung karbonmonoksida (CO) yang

memperkecil penyerapan oksigen dan ter yang selain

bersifat karsinogen (kanker paru-paru) pada jangka

panjang juga dapat merusak dinding pembuluh dengan

efek aterosklerose.

b. Membatasi minum kopi dan alkohol sampai masing-

masing 2 - 3 cangkir dan 1 - 3 komsumsi.

c. Meniadakan overweight (diet lemak dan kolestrol).

d. Menghindarkan beban hebat, mental (stress, emosi)

maupun fisik terutama setelah makan atau mandi air

panas.

e. Berjalan 0,5 - 1 jam sehari, atau 3 - 5 x seminggu, secara

bertenaga (agak cepat) atau berlari-lari kecil guna

memperbaiki sirkulasi jantung.

f. Mengobati hipertensi bila ada, karena TD tinggi

memperburuk keadaan pembuluh (diet garam, dll)

Pengobatan

Keadaan kekurangan darah (ischemia) pada angina dapat

ditangani dengan sejumlah obat, yakni :

Page 12: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

a. Nitrogliserin untuk menanggulangi serangan akut, bila perlu

bersama suatu analgetikum narkotik (morfin, fentanil) untuk

melawan nhyeri dan sedasi.

b. β-blockers (zat-zat penghemat penggunaan oksigen) pada

angina stabil atau instabil untuk mengurangi kebutuhan

oksigen.

c. Vasodilator koroner, antara lain nitrat long-acting

(isosorbidanitrat) dan antagonis Ca (diltiazem dan verapamil)

untuk memperlancar sirkulasi darah dan oksigen.

Penghematan penggunaan oksigen dapat dicapai pula dengan

cara menghindari atau mengurangi aktivitas fisik, yang

membebani jantung (seperti kerja terlampau keras), perubahan

suhu drastis atau berjalan (yang bertenaga) dengan lambung

penuh.

Pengobatan (Obat tradisional) :

Berikut adalah beberapa tanaman at yang biasa digunakan dalam

pengobatan angina pektoris :

a. Bawang putih (Alium sativa), ambil 2 siung bawang putih.

Kemudian ditumbuk halus dan diperas dengan air secukupnya.

Saring. Minum secara teratur setiap hari.

b. Daun Salam (Syzigium polyanthum), 7 lembar daun salam dan

30 gram daun ceremai direbus dengan 600 cc air hingga tersisa

300 cc. Kemudian arinya diminum secara teratur.

Page 13: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

3. Aritmia (irama abnormal)

Aritmia adalah berubahnya ritme jantung dalam memompa

darah dari dan keluar jantung, yang disebabkan oleh adanya

penyumbatan di pembuluh darah.

Takikardia dan bradikardia adalah kerja jantung yang abnormal

cepat atau abnormal lambat dengan frekuensi masing-masing

diatas 100 dan dibawah 60 denyutan per menit.

Heartblock merupakan suatu jenis aritmia yang disebabkan

oleh gangguan-gangguan penyaluran listrik dari serambi kanan

kebilik-bilik. Terapinya tidak dilakukan dengan obat, melainkan

dengan pacemaker, suatu alat kecil yang mengirimkan implus-

implus listrik ke jantung guna menormallisir frekuensi

kontraksinya.

Etiologi :

– Karena adanya gangguan atau kelainan ritme dan frekuensi

denyut jantung yang berupa tachycardia dan bradycardia.

– Akibatnya mengacaukan penyebaran aliran impuls listrik.

– Hal ini dapat mengacaukan ritme dan frekuensi pemompaan

darah dari dan ke luar jantung, akibatnya sirkulasi darah

menjadi tidak terkontrol.

– Bila jantung tidak dapat lagi memompa darah dan menjaga

sirkulasinya, maka akibatnya fatal yaitu kematian

Manifestasi Klinis:

Page 14: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

– Ritme normal 70 s/d 80 denyut permenit.

– Tachycardia (abnormal cepat, > 100 denyut per menit) .

– Bradycardia (abnormal lambat, < 60 denyut per menit) secara

selang-seling.

Pengobatan :

Pengobatan gangguan ritme yang bertalian dengan infark

jantung mesti dilakukan dengan segera karena sering

berakibat fatal. Obat-obat yang digunakan :

– Lidokain

– Beta blocker

– Kinidin

– Heart block adalah aritmia dengan kontraksi bilik

berjalan terlalu lambat, akibatnnya penyaluran inpuls

listrik keseluruh jaringan jantung terlambat, kacau,

akhirnya terhenti.

– Terapinya menggunakan alat (pace maker)

Pengobatan (Obat tradisional) :

Berikut adalah ramuan obat herbal tradisional untuk mengurangi

aritmia :

Bahan:

Laos 1,5gram (1 jari)

Temukunci 5 gram (3 jari)

Kunir 1,5 gram (1 jari)

Page 15: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Kayu secang 5 gram (sejumput)

Adas 3 gram (3 sendok teh)

DaunSalam 1,5 gram (5 lembar)

Cara membuat ramuan herbal aritmia :

Rebus semua bahan dalam 2 gelas air hingga sisa 1 gelas. Minum

selagi hangat antara pukul 19.00-20.00. Gunakan kuali tanah liat

atau panic logam berlapis (email) untuk perebusannya. Ganti

bahan tiap kali membuat. Konsumsi selama 4-9 bulan.Hindari

konsumsi makanan berlemak dan perbanyak minum air putih.

4. Dekompensasi (Gagal Jantung)

Dekompensasi adalah tidak mampunya jantung dalam menjaga

stabilitas sirkulasi aliran darah, yang disebabkan oleh adanya

penyumbatan di pembuluh darah. Pada gangguan serius ini,

jantung tidak mampu lagi memelihara selayaknya peredaran

darah, hingga volume-menit menurun dan arteri mendapat

terlalu sedikit darah. Sebagai akibat kelemahan jantung ini,

darah terbendung divena paru-paru dan kaki, yang

menimbulkan sesak dada dan udema pergelangan kaki. Pada

keadaan parah, malahan dapat terjadi udem paru yang sangat

berbahaya, penyaluran darah ke jaringan juga berkurang

sehingga ginjal mengeksresi lebih sedikit natrium dan air. Dalam

hal akut, pasien perlu sesegera mungkin dirawat di Rumah

Sakit.

Page 16: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Etiologi :

– Serangan infark

– Aritmia

– Gangguan katup jantung

– Hipertensi

Sehingga jantung tidak dapat lagi memelihara sirkulasi aliran

darah secara normal, dan mengakibatkan terjadi udema di

paru-paru dan kaki (karena terjadi pembendungan di arteri)

Manifestasi Klinis :

Berupa sesak nafas (dyspnoe) yang semula, pada waktu

mengeluarkan tenaga, tetapi juga pada saat istirahat

(berbaring) dalam kasus yang lebih berat. Begitu pula udema

dipergelangan kaki dengan vena memuai karena darah balik

terhambat kembalinya kejantung. Seringkali juga perasaan

sangat letih dan kurang bertenaga.

Prevensi

Yakni banyak istirahat untuk meringankan beban jantung,

pembatasan asupan garam, dan pengobatan dengan diuretika

untuk memperbesar eksresi cairan. Yang terakhir perlu guna

mengurangi pengeluaran tenaga berlebihan yang memperkuat

penyaluran darah ke otot, sehingga mengurangi filtrasi

glomeruler dengan akibat retensi natrium.

Pengobatan

Page 17: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

a. Diuretika

Mengeluarkan kelebihan cairan, sehingga pembebanan jantung

berkurang. Untuk ini, banyak digunakan diuretikum kuat

furosemida (oral 3 - 4 dd 80 - 500 mg), atau untuk efek cepat

intra vena 500 mg i.v. Bila furosemida tidak menghasilkan efek

secukupnya (resistensi diuretika), maka dapat ditambahkan

thiazida. Pada keadaan tidak akut, biasanya dapat diberikan

suatu tiazida dengan efek lebih berangsur-angsur, misalnya

HCT.

b. Glikosida jantung (Digoksin)

Memperkuat daya kontraksi jantung yang lemah, sehingga

memperkuat fungsi pompa. Seringkali diuretika dikombinasi

dengan digoksin, yang juga berdaya mengatasi resistensi

diuretika dengan jalan memperbaiki volume-menit jantung. Zat-

zat inotrop positif lainnya, seperti dopaminergika (dopamin,

ibopamin, dll), tidak dianjurkan karena kerjanya terlalu kuat

tanpa memiliki efek kronotrop negative. Obat-obat ini hanya

digunakan i.v pada keadaan akut (shock jantung, dsb).

Terhambat fosfodiaterase tidak dianjurkan berhubung efek

buruknya terhadap sel-sel jantung.

c. Penghambat ACE (enalapril, lisinopril, dan lain-lain)

Banyak digunakan pada gagal jantung kronis, juga setelah

infark pada pasien tertentu. AT-II- blockers (losartan, valsartan,

Page 18: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

irbesartan, dan lain-lain) kini sudah mulai digunakan pula. Obat-

obat ini berkhasiat vasodilatasi perifer dan mengurangi preload

maupun afterload darah, yakni beban darah masing-masing

sebelum dan sesudah mencapai jantung.

d. Vasodilator koroner

Juga berefek mengurangi beban jantung, seperti nitro prusida

(i.v), prazosin, dan hidralazin. Obat-obat ini menurunkan

afterload dengan jalan vasodilatasi arteri. Nitrat sebagai dilator

vena mengurangi preload darah. Mengenai penggunaan

antagonis Ca tidak terdapat kesepakatan berhubung dengan

efek inotrop negatifnya.

Pengobatan (Obat tradisional) :

Berikut adalah beberapa tanaman at yang biasa digunakan dalam

pengobatan gagal jantug kongesif :

a. Daun Salam (Syzigium polyanthum), 7 lembar daun salam dan

30 gram daun ceremai direbus dengan 600 cc air hingga tersisa

300 cc. Kemudian arinya diminum secara teratur

5. Shock Jantung

Etiologi

Kurangnya pasokan darah ke jaringan, yang dapat disebabkan oleh

tachycardia hebat atau adanya peradangan pada otot jantung

(myocarditis).Sehingga jantung tidak dapat lagi memelihara sirkulasi aliran

darah secara normal, lalu pingsan.

Page 19: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Manifestasi klinis :

Komplikasi infark jantung ini sangat di takuti, karena sering kali

fatal. Kekurangan pemasukan darah ke jaringan bergejala kulit

pucat dan dingin, rasa takut dan gelisah, pingsan.

Prevensi :

Bila terjadi serangan, maka segera diberikan obat yang bersifat :

- Kardiotonik (memperkuat kontraksi jantung) seperti glikosida

jantung.

- Vasopresor/inotrop (menaikan frekuensi detak jantung dan

tekanan darah) seperti dopamin).

Obat-Obat Shock Jantung

No Nama obat / Cara Cara kerja Efek terapi Efek samping1. Gol. Kardiotonik

Glikosida jantung :

• Digoksin (lanoxin)

• Metil digoksin

(lanitop)

• Digitoksin

(digitaline)

B

erdaya

inotropik

positif

(memperkuat

kontraksi

jantung,

volume

pukulan dan

volume per

menit

• Gagal

jantung

• Aritmia

(fibrilasi

atrium dengan

ritme ventrikel

pesat)

• Gangguan

usus-lambung

• Mual, muntah

• Nyeri perut

Page 20: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

diperbesar)

Berdaya

chronotrop

negatif

(menurunkan

frekuensi

denyutan)

2. Gol. Dopaminergika

• Dopamin (dobutamin

giulini)

• Dobutamin(dobutrex)

• Ibopamin (inopamil)

• Berdaya

vasodilatasi

• Berdaya

efek inotrop

positif

• Dosis

diperbesar

berdaya

vasokontriksi

dan

menaikan

Tekanan

darah

• Berdaya

vasodilatasi

• Keadaan shock

sesudah infark

dan bedah

jantung

• Gagal jantung

• Khusus

untuk

dekompensasi

(dikombinasi

dengan obat

diuretik)

• Tidak

boleh per oral

, terurai oleh

enzim MAO)

• Mual, muntah

• Nyeri kepala

• Mual, muntah

• Nyeri kepala

• Tachykar

di

(berdebar)

Page 21: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

perifer

• Berdaya

inotropik

positif

3. Gol. Fosfodiesterase

• Amrinon (inocor)

• Milrinon (corotrope)

• Memperbaiki

kontraktilitas

otot

jantung

(karena

menghambat

kerja enzim

fosfodiestera

se, sehingga

terjadi

peningkatan

resorpsi

kalsium di

myocard)

• Vasodila

tasi otot

polos

• Dekompensasi

kronis

• Gangguan

usus-lambung

• Aritmia

Page 22: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

BAB II

EPILEPSI

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang

berulang muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan

bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun

seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa di indikasikan sebagai disfungsi

otak. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000

sementara di negara berkembang mencapai100/100,000. Pendataan

secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun diantaranya 40%

adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan

pada usia lanjut. Gejala dan tanda klinik bangkitan epilepsi sangat

bervariasi dan tergantung pada lokasi neuron kortikal yang mengalami

gangguan.

Loncatan elektrik abnormal sebagai pencetus serangan sangat

sering berasal dari neuron-neuron kortikal. Faktor lain yang ikut berperan

dalam terjadinya bangkitan adalah ketidakseimbangan neurotransmiter

eksitasi dan inhibisi, dan gangguan saluran ion direseptor yang berperan

terhadap kegiatan eksitatorik neurotransmiter. Ikatan eksitatorik dengan

reseptor terkait akan membuka pintu untuk masuknya ion kalsium yang

berlebihan kedalam sel sebagai penyebab dari kematian sel yang

Page 23: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

berdampak pada kualitas otak dalam hal ini fungsi hipokampus dan

korteks serta mengarah pada gangguan perilaku termasuk bunuh diri.

Etiologi

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit

di otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya

dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui

sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma

kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah

otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai

simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West

syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.

Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka

kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya

epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.

Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti

hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan

kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron,

ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan

terjadinya serangan epilepsi.

Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami

perubahan keadaan hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam

Page 24: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

masa haid, kehamilan dan menopause. Perubahan kadar hormon ini

dapat mempengaruhi frekwensi serangan epilepsi.

Klasifikasi

Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu

pada tahun 1981 dan tahun 1989. International League Against Epilepsy

(ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis

bangkitan (tipe serangan epilepsi):

1. Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)

- Dengan gejala motorik

- Dengan gejala sensorik

- Dengan gejala otonom

- Dengan gejala psikis

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran

- Gangguan kesadaran saat awal serangan

c. Serangan umum sederhana

- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik

- Parsial kompleks menjadi tonik-klonik

- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik

2. Serangan umum

Page 25: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

a. Absans (Lena)

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Atonik (Astatik)

f. Tonik-klonik

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang

kurang lengkap). Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah

digunakan untuk para klinisi karena hanya ada dua kategori utama,

yaitu

a. Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus

yang terlokalisir di otak.

b. Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang

lebih luas pada kedua belahan otak.

Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun

1989 adalah :

1. Berkaitan dengan letak fokus

a. Idiopatik

1. Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with centro

temporal spike)

2. Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

3. Simptomatik

4. Lobus temporalis

Page 26: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

5. Lobus frontalis

6. Lobus parietalis

7. Lobus oksipitalis

2. Umum

a. Idiopatik

1. Kejang neonatus familial benigna

2. Kejang neonatus benigna

3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

4. Epilepsi Absans pada anak

5. Epilepsi Absans pada remaja

6. Epilepsi mioklonik pada remaja

7. Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga

8. Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak

b. Simptomatik

1. Sindroma West (spasmus infantil)

2. Sindroma Lennox Gastaut

3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)

1. Serangan neonatal

4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi

1. Kejang demam

2. Berkaitan dengan alkohol

3. Berkaitan dengan obat-obatan

4. Eklampsia

Page 27: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

5. Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks

epilepsi)

Diagnosis pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara

langsung terjadinya serangan, namun serangan epilepsi jarang bisa

disaksikan langsung oleh dokter, sehingga diagnosis epilepsi hampir

selalu dibuat berdasarkan alloanamnesis. Namun alloanamnesis yang

baik dan akurat sulit didapatkan, karena gejala yang diceritakan oleh

orang sekitar penderita yang menyaksikan sering kali tidak khas,

sedangkan penderitanya sendiri tidak tahu sama sekali bahwa ia baru saja

mendapat serangan epilepsi. Satu-satunya pemeriksaan yang dapat

membantu menegakkan diagnosis penderita epilepsi adalah rekaman

elektroensefalografi (EEG).

Patofisiologi Anatomi Seluler

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh

cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga

pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal (neurodevelopmental

problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik

maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun

tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi

dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan

ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa

menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi

Page 28: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

tanpa ditemukan kerusakan anatomi (focus) di otak. Disisi lain epilepsi

juga akan bias mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa

menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental. Dari sudut pandang

biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan

sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak.

Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak

terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor NMDA

atau AMPA di post-sinaptik.

Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat

(NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsi.6-

8 Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja

dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan

adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi

antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik)

begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini

terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya

dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara

mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan

ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor.

Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang

dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.

Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut

maka bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita

Page 29: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter

tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti

gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik,

glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap

dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus

dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses

belajar.

Penanggulangan

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka

mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,

penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok

inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie-pilepsi yang dikenal sampai

sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam (Frisium),

klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin),

lamotrigin (Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal),

fenobarbital (Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine

(Gabitril), topiramat (Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex)

(Brodie and Dichter, 1996). Protokol penanggulangan terhadap status

epilepsy dimulai dari terapi benzodiazepine yang kemudian menyusul

fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin bekerja menginhibisi hipereksitabilitas

kanal natrium berperan dalam memblok loncatan listrik.

Page 30: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi selain

mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain

yang berefek terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang.12-14

Melihat banyaknya efek samping dari obat antiepilepsi maka memilih obat

secara tepat yang efektif sangat perlu mengingat bahwa epilepsi itu

sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak.

Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron

sebagai activator terhadap reseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-

hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate

dengan reseptor NMDA dan AMPA akan memperbolehkan ion kalsium

masuk kedalam sel yang bisa menstimulasi kematian dari sel.

Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru

merupakan antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya

masih tetap dalam penelitian lanjut. Levetirasetam adalah derivat dari

pirrolidona sebagai obat antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di

vesikel sinaptik yang mempunyai mekanisme berbeda dengan obat

antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor NMDA dan AMPA yakni

glutamat dan GABA).17 Pada hewan percobaan ditemukan bahwa potensi

levetirasetam berkorelasi

dengan perpaduan ikatan obat tersebut dengan SVA2 yang menimbulkan

efek sebagai antiepilepsi.

Dari data penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat

digunakan pada penderita epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral

Page 31: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

lainnya seperti pasien epilepsi dengan gangguan kognitif, karena ternyata

levetirasetam tidak berinteraksi dengan obat CNS lainnya.

Salah satu andalan dari levetirasetam yang berfungsi sebagai

antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan levetirasetam dengan

protein SVA2. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa vesikel

protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein yang mempunyai

ikatan dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta

pendistribusian molekul protein sebagai antikonvulsan. Keadaan ini

terbukti pada hewan percobaan bahwa pemberian levetirasetam yang

analog dengan protein SVA2 di vesikel berpotensi sebagai antikonvulsan.

PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP EPILEPSI

Kehamilan pada wanita penyandang epilepsi tergolong mempunyai

faktor risiko tinggi. Banyak penelitian mengatakan terdapat peningkatan

risiko komplikasi obstetrik pada wanita penyandang epilepsi dibandingkan

dengan kehamilan normal. Hal ini disebabkan adanya pengaruh

kehamilan terhadap epilepsi dan sebaliknya, pengaruh epilepsi terhadap

janin dan pengaruh obat anti epilepsi terhadap perkembangan janin.

Pengaruh kehamilan terhadap epilepsi didapatkan sepertiga wanita

akan mengalami peningkatan serangan epilepsi, sepertiga wanita akan

mengalami perubahan serangan dan sepertiga wanita lagi akan

mengalami penurunan frekwensi serangan. Peningkatan frekwensi

serangan epilepsi ini tidak ada hubungan dengan jenis serangan, usia

Page 32: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

wanita penyandang epilepsi, lama menderita epilepsi, obat anti epilepsi

atau frekwensi serangan pada kehamilan yang lalu.

Wanita penyandang epilepsi yang makin sering mengalami serangan

kejang setiap bulannya sebelum hamil, frekwensi serangannya akan

meningkat selama kehamilan, sedangkan wanita penyandang epilepsi

yang dalam waktu sembilan bulan tidak pernah kejang atau hanya satu

kali, tidak akan mengalami peningkatan serangan kejang selama hamil.

Penderita lebih dari dua tahun bebas serangan maka risiko timbulnya

serangan epilepsi selama hamil menurun atau tidak timbul.

Wanita penyandang epilepsi yang sering mengalami serangan

kejang umum atau fokal sebelum konsepsi akan lebih sering mengalami

serangan selama kehamilan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa

frekwensi serangan epilepsi meningkat pada waktu mengandung bayi laki-

laki (64%) sedangkan waktu mengandung bayi perempuan (30%) tetapi

beberapa peneliti lain tidak berpendapat demikian.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering

terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit

meningkat trimester III. Meningkatnya frekwensi serangan kejang pada

wanita penyandang epilepsi selama kehamilan ini disebabkan oleh:

A. Perubahan hormonal

Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah akan

meningkat secara bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya

pada trimester ketiga. Sedangkan kadar hormon khorionik gonadotropin

Page 33: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

mencapai puncak pada kehamilan trimester pertama yang kemudian

menurun terus sampai akhir kehamilan. Seperti diketahui bahwa serangan

kejang pada epilepsi berkaitan erat dengan rasio estrogen-progesteron,

sehingga wanita penyandang epilepsi dengan rasio estrogen-progesteron

yang meningkat akan lebih sering mengalami kejang dibandingkan

dengan yang rasionya menurun. Kerja hormon estrogen adalah

menghambat transmisi GABA (dengan merusak enzim glutamat

dekarboksilase). Sedangkan kita ketahui bahwa GABA merupakan

neurotransmiter inhibitorik, sehingga nilai ambang kejang makin rendah

dengan akibat peningkatan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi.

Sebaliknya kerja hormon progesteron adalah menekan pengaruh glutamat

sehingga menurunkan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi.

B. Perubahan metabolik

Adanya kenaikan berat badan pada wanita hamil yang disebabkan

retensi air dan garam serta perubahan metabolik seperti terjadinya

perubahan metabolisme di hepar yang dapat mengganggu metabolisme

obat anti epilepsi (terutama proses eliminasi), terjadinya alkalosis

respiratorik dan hipomagnesemia. Keadaan ini dapat menimbulkan

kejang, meskipun masih selalu diperdebatkan.

C. Deprivasi tidur

Wanita hamil sering mengalami kurang tidur yang disebabkan

beberapa keadaan seperti rasa mual muntah, nyeri pinggang, gerakan

Page 34: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

janin dalam kandungan, nokturia akibat tekanan pada kandung kencing

dan stress psikis. Semuanya ini dapat meningkatkan serangan kejang.

Mual muntah yang sering pada kehamilan trimester pertama dapat

mengganggu pencernaan dan absorbsi obat anti epilepsi. Dimethicone

merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk hiperasiditas,

gastritis, dyspepsia, ulkus duodenal dan abdominal distention dapat

menurunkan absorbsi phenytoin sebanyak 71%. Kaolin menurunkan

absorbsi sebanyak 60% dan magnesium trisilikat efeknya tidak nyata.

Tonus lambung dan pergerakannya menurun pada kehamilan sehingga

menghambat pengosongan lambung.

D. Perubahan farmakokinetik pada obat anti epilepsi

Penurunan kadar obat anti epilepsi ini disebabkan oleh beberapa

keadaan antara lain berkurangnya absorbsi (jarang), meningkatnya

volume distribusi, penurunan protein binding plasma, berkurangnya kadar

albumin dan meningkatnya kecepatan drug clearance pada trimester

terakhir.

Penurunan serum albumin sesuai dengan bertambahnya usia

gestasi mempengaruhi kadar plasma obat anti epilepsi, sehingga obat anti

epilepsi yang terikat dengan protein berkurang dan menyebabkan

peningkatan obat anti epilepsi bebas. Namun obat anti epilepsi ini akan

cepat dikeluarkan sesuai dengan meningkatnya drug clearance yang

disebabkan oleh induksi enzim mikrosom hati akibat peningkatan hormon

Page 35: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

steroid (estrogen dan progesteron). Pada umumnya dalam beberapa hari-

minggu setelah partus kadar obat anti epilepsi akan kembali normal.

E. Suplementasi asam folat

Penurunan asam folat (37%) dalam serum darah dapat ditemukan

pada penderita yang telah lama mendapat obat anti epilepsi, pada

kehamilan trimester ketiga menjelang partus dan pada masa puerperium

bagi ibu hamil yang sebelumnya tidak pernah mendapat suplemen asam

folat. Wanita hamil dengan epilepsi lebih mungkin menjadi anemia 11%

(anemia mikrositer), karena sebagian besar obat anti epilepsi yang

dikonsumsi berperan sebagai antagonis terhadap asam folat dan juga

didapatkan thrombositopenia.

Suplementasi asam folat dapat mengganggu metabolisme obat anti

epilepsi (phenytoin dan phenobarbital) sehingga mempengaruhi kadarnya

dalam plasma. Namun dapat dikatakan tidak sampai meningkatkan jumlah

serangan kejang.

Rendahnya asam folat selama kehamilan mempunyai risiko

terjadinya insiden abortus spontan dan anomali neonatal, gangguan

perkembangan pada bayi yang dilahirkan. Jadi walaupun terdapat sedikit

kekhawatiran terhadap pemberian asam folat namun dosis rendah

minimal 0,4 mg/hari tiap hari secara teratur masih dianggap aman dan

dapat dilanjutkan selama kehamilan pada wanita penyandang epilepsi.

Dosis tinggi (4 mg/hari) diberikan pada wanita hamil yang sebelumnya

Page 36: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

melahirkan anak dengan kelainan neural tube defect, terutama wanita

yang mendapat obat anti epilepsi asam valproat dan karbamazepin.

F. Psikologik (stres dan ansietas)

Stres dan ansietas sering berhubungan dengan peningkatan jumlah

terjadinya serangan kejang. Keadaan ini sering disertai dengan gangguan

tidur, hiperventilasi, gangguan nutrisi dan gangguan psikologik sekunder.

G. Penggunaan alkohol dan zat

Penggunaan alkohol yang berlebihan akan menginduksi enzim hati

dan menurunkan kadar plasma obat anti epilepsi (phenobarbital,

phenytoin dan karbamazepin) sehingga timbul kejang. Disamping itu

intoksikasi alkohol mapun obat-obatan terlarang akan menyebabkan

gangguan siklus tidur normal sehingga meningkatkan frekwensi kejang.

Hal lain yang meningkatkan frekwensi serangan kejang pada wanita

penyandang epilepsi selama kehamilan adalah faktor kesengajaan

menghentikan makan obat karena takut efek obat terhadap janin yang

dikandungnya. Dari penelitian terhadap 125 wanita hamil dengan epilepsi,

27% tidak meneruskan penggunaan obatnya dengan alasan ketakutan

akan efek samping (termasuk teratogenik) dan kekhawatiran pengaruhnya

pada bayi yang diberi ASI. Sebenarnya obat anti epilepsi di ASI jumlahnya

relatif sedikit. Jadi pada wanita penyandang epilepsi, obat anti epilepsi

bukanlah kontraindikasi untuk pemberian ASI.

Page 37: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

PENGARUH EPILEPSI DAN OBAT ANTI EPILEPSI TERHADAP KEHAMILAN DAN JANIN

A. Pengaruh terhadap kehamilan

Komplikasi serangan epilepsi pada kehamilan terjadi 1,5 sampai 4

kali, yaitu perdarahan pervaginam sekitar 7%-10% pada trimester I dan III,

hiperemesis gravidarum sebagian besar akibat dosis tinggi obat anti

epilepsi, herpes maternal ditemukan 6 kali lebih sering dan resiko

timbulnya preeklampsia 50%-250%. Risiko pada ibu dapat terjadi trauma

fisik, menurunnya kemampuan neuropsikologik dan kemungkinan untuk

dilakukannnya seksio sesaria. Sedangkan kematian ibu hamil sewaktu

serangan kejang sangat jarang sekali (di Inggris hanya sekitar 1 per

tahun) dan penyebab kematian karena asfiksia pada saat serangan.

Pada wanita hamil penyandang epilepsi, insiden komplikasi

eklampsia tidak meningkat, yang lebih sering ditemukan adalah

preeklampsia. Eklampsia atau Pregnancy Induced Hypertension (PIH)

adalah hipertensi ensefalopati yang mendadak timbul menyebabkan

fibrinoid arterio nekrosis disertai perdarahan dengan akibat disrupsi atau

kerusakan tunika media arteriola, merembesnya protein serum terjadilah

edema vasogenik. Pada pemeriksaan CT Scan dan MRI kepala

ditemukan edema difus dan perdarahan otak. Hal ini harus segera diatasi

dengan menurunkan tekanan darah misalnya dengan Ca channel blocker,

mengatasi edema dengan hiperventilasi dan pemberian kortikosteroid.

B. Pengaruh terhadap janin

Page 38: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Kejang tonik klonik hanya terjadi kurang dari 2% dari wanita hamil

penyandang epilepsi. Serangan epilepsi pada wanita hamil dapat

menyebabkan kelainan atau kematian pada janin.

Kematian pada janin lebih sering disebabkan saat serangan ibu hamil

mengalami kecelakaan seperti terjatuh, luka bakar dan tenggelam.

Sedangkan trauma dapat menyebabkan pecahnya selaput ketuban,

persalinan prematur, infeksi.

Kejang umum tonik klonik sekali saja atau tunggal akan

mempengaruhi denyut jantung janin menjadi lambat (transient fetal

bradycardia selama 20 menit), sedangkan bila kejang berulang dan

berlangsung lama komplikasi terhadap jantung menjadi lebih berat serta

dapat mengganggu sirkulasi sistemik janin sehingga bisa timbul hipoksia.

Pengaruh lainnya yang dapat dijumpai akibat kejang pada wanita

hamil yaitu keguguran 3-4 kali dari kehamilan normal, kemampuan untuk

hidup janin menurun seperti Apgar skor yang rendah, lahir mati dan

kematian perinatal , gangguan perkembangan janin (berat badan lahir

rendah dan kelahiran prematur) menjadi 2 kali lipat serta terjadi

perdarahan intra kranial, dimana setelah dilakukan induksi persalinan

ternyata bayi yang meninggal sudah mengalami maserasi. Bila status

epileptikus timbul saat kehamilan biasanya sepertiga dari ibu-ibu dan

setengah dari janin tidak dapat diselamatkan dan harus segera diatasi

tanpa memandang kehamilannya.

C. Pengaruh terhadap neonatus

Page 39: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Bayi lahir mati, kematian neonatal serta kematian perinatal

didapatkan dua kali lipat lebih banyak daripada populasi umum.

Perdarahan pada neonatus terjadi dalam 24 jam pertama dari awal

kehidupan. Keadaan ini disebabkan kekurangan atau defisiensi faktor

pembekuan II, VII, IX dan X yang tergantung pada vitamin K. Defisiensi

vitamin K disebabkan oleh obat anti epilepsi secara kompetitif

menghambat transpostasi vitamin K melalui plasenta dan ditambah

dengan kadar vitamin K yang rendah pada kehamilan. Keadaan ini dapat

dicegah dengan memberikan vitamin K dosis tinggi pada minggu terakhir

kehamilan. Namun karena lebih sering terjadi persalinan prematur maka

vitamin K (10-20 mg/hari) ini diberikan pada 2-4 minggu terakhir.

Perdarahan neonatus harus diberi fresh frozen plasma untuk mengatasi

koagulopati.

Bayi dari ibu yang mendapat phenobarbital akan mengalami risiko

timbulnya drug withdrawal 7 hari setelah partus, dengan gejala sebagai

berikut kegelisahan, gemetar (tremor), mudah terangsang

(hipereksetibilitas), high pitch cry, nafsu makan yang besar disusul dengan

muntah-muntah. Gejala ini mulai timbul pada saat bayi telah meninggalkan

rumah sakit sehingga membuat kepanikan pada ibunya. Biasanya semua

gejala ini akan berakhir dalam 1 atau 2 minggu, kecuali hipereksitibilitas

dapat berakhir 2-4 bulan.

Pada ibu yang mendapat asam valproat dan phenytoin selama

hamil, bayinya dapat mengalami serangan kejang intrauterin dan

Page 40: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

perinatal, juga retardasi mental dan gangguan perkembangan bahasa.

Malformasi kongenital ditemukan 1,25%-11,5% (normal 2%-3%) pada

yang mendapat obat anti epilepsi politerapi, penggunaan dosis tinggi obat

anti epilepsi dan kadar asam folat yang rendah.

Beberapa studi atau penelitian mendapatkan hampir sebagian

besar malformasi kongenital terjadi akibat pengaruh obat anti epilepsi

yang diberikan pada wanita hamil trimester pertama (18,9%), tetapi ada

yang berpendapat karena memang sudah ada factor genetiknya. Tidak

ada malformasi yang khas diakibatkan oleh pemakaian obat anti epilepsi

satu jenis tertentu.

Ada dua kelompok malformasi kongenital yang dikenal yaitu

malformasi mayor 2%-3% (yang paling sering adalah celah orofacial,

anomali jantung dan defek pada neural tube) dan malformasi minor 15%

(yang paling sering adalah hipertelorism, lipatan epikantal, shallow philt,

hipoplasia jari digital dan lipatan simian). Hanya saja dikatakan defek

neural tube (terutama spina bifida lumbosakral) yang diakibatkan asam

valproat (1%-2%) lebih banyak daripada karbamazepin (0,5%). Oleh

karena itu ada yang menyarankan agar dosis yang digunakan diturunkan

pada wanita hamil penyandang epilepsi.

Proses metabolisme obat anti epilepsi merupakan faktor utama

yang potensial terhadap teratogenitas janin. Defek genetik akibat proses

detoksifikasi dan inhibisi yang berinteraksi dengan obat anti epilepsi

tertentu diduga mempunyai pengaruh yang kuat pada risiko teratogenitas.

Page 41: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Kelainan distal digital hipoplasia merupakan tanda spesifik untuk

teratogenitas dari phenytoin. Dibandingkan obat anti konvulsan lain,

tampaknya phenytoin paling banyak disalahkan untuk malformasi

kongenital ini, namun kelainan kongenital yang lebih sering dijumpai (4

kali) seperti bibir sumbing atau celah palatum serta kelainan jantung

biasanya dapat diperbaiki dengan tindakan operatif. Hal yang

mencemaskan adalah neuroblastoma yang terjadi pada anak yang

terpapar phenytoin in utero.

Wanita hamil penyandang epilepsi yang mendapat obat anti

epilepsi karbamazepin pada 35 bayi didapatkan 11% defek craniofacial,

26% finger nail hipoplasia dan 20% perkembangan yang lambat.40 Berikut

ini adalah beberapa sindroma obat anti epilepsi, yaitu:

- Sindroma Trimethadione fetal berupa short stature (kerdil),

mikrosefali, retardasi mental, lipatan epikantal, hernia inguinalis

dll. Trimethadione ini karena sangat teratogenik saat ini tidak

digunakan lagi.

- Sindroma Hidantoin Fetal berupa dismorfi fascial, retardasi mental

dan retardasi perkembangan intrauterin. Keadaan dismorfi fascial

ini dapat timbul akibat phenobarbital, penggunaan alkohol yang

menyebabkan defisiensi asam folat.

- Sindroma Embriopati Primidone berupa dismorfi fascial, berat

badan lahir rendah, gangguan perkembangan dan defek jantung.

Page 42: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

- Sindroma Valproat berupa dismorfi fascial, finger nail hipoplasia,

distress perinatal, Apgar skor yang rendah, mikrosefali dan

defisiensi perkembangan postnatal.

- Sindroma Karbamazepine berupa dismorfi fascial, mikrosefali,

kelainan jari kuku dan gangguan perkembangan.

D. Pengaruh obat anti epilepsi terhadap kehamilan

Seperti telah diketahui bahwa pemberian obat anti epilepsi

mempunyai risiko, karena itu memilih antara minum atau tidak minum obat

haruslah berpedoman pada risiko timbulnya komplikasi obat anti epilepsi

pada ibu dan janin atau neonatus. Dalam membandingkan efek samping

(kematian dan anomali) ketiga obat anti epilepsi maka yang paling kurang

efek sampingnya berturut-turut adalah phenobarbital, phenytoin dan

karbamazepin.

Beberapa tindakan obastetik yang perlu dipertimbangkan akibat

pengaruh obat anti epilepsi pada kehamilan yaitu amniosintesis (trimester

II dan III) dilakukan 2,5 – 4,5 kali dan induksi partus dilakukan 2-4 kali.

Keadaan ini disebabkan oleh partus lama, perdarahan dan kelelahan

uterus dan fisik akibat obat anti epilepsi, sehingga akhirnya dilakukan

seksio sesaria (dua kali lebih sering dari biasa). Sebenarnya epilepsi

sendiri bukanlah suatu indikasi untuk operasi, karena kejang tonik klonik

Page 43: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

hanya terjadi kurang dari 2% dari wanita hamil penyandang epilepsi

sehingga Hilesmaa membuat daftar indikasi seksio sesaria.

PENANGANAN KEHAMILAN DENGAN EPILEPSI

Tujuan utama adalah mencegah timbulnya serangan pada

penderita epilepsi yang sedang hamil. Seperti telah dijelaskan bahwa

kadar obat anti epilepsi (kadar plasma total) akan mengalami penurunan

selama kehamilan, sebaliknya kadar obat anti epilepsi bebas terjadi

peningkatan. Kadar obat anti epilepsi bebas ini berkaitan langsung

dengan timbulnya serangan kejang dan terjadinya efek samping sehingga

pada wanita hamil kadar obat anti epilepsi perlu diperiksa. Mengingat

banyaknya efek samping obat anti epilepsi dan komplikasi pada

kehamilan, maka penanganan kehamilan dengan epilepsi meliputi:

a. Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi.

Kadar obat anti epilepsi dalam darah sebaiknya selalu dikontrol

setiap bulan sebelum terjadinya kehamilan sehingga penyesuaian dosis

pada saat kehamilan bisa dilakukan. Disini perlu kerjasama dengan ahli

farmakologi klinik.

b. Penyuluhan pada wanita penyandang epilepsi usia remaja sebelum

konsepsi mengenai: - Risiko akibat timbulnya serangan selama

kehamilan seperti perdarahan, eklampsia dan prematuritas.

- Risiko obat anti epilepsi pada janin, yaitu timbulnya malformasi dan

gangguan perkembangan.

Page 44: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

- Risiko timbulnya serangan kejang pada anak (kejang neonatal,

kejang tanpa demam dan epilepsi), termasuk adanya prediposisi

genetik pada bayi bila orang tuanya menderita epilepsi.

c. Masa Pra Konsepsi

- Melakukan evaluasi terhadap kontrasepsi KB yang dipergunakan

- Melakukan evaluasi terhadap obat anti epilepsi yang dipergunakan.

- Melakukan evaluasi kembali mengenai diagnosis epilepsinya atau

bukan epilepsi (kejang nonepilepsi, sinkop atau suatu sindroma lain).

- Mencoba menghentikan obat anti epilepsi pada yang telah bebas

kejang 2-3 tahun.

- Berusaha menggunakan monoterapi dengan dosis terendah yang efektif,

bila memungkinkan merubah dari politerapi ke monoterapi serta

ditambah multivitamin dengan suplementasi asam folat. Asam folat

harus diberikan minimal 4 minggu sebelum konsepsi. Bila terdapat

riwayat neural tube defect dalam keluarga maka valproat dan

karbamazepin sebaiknya dihindari.

Masa Post Konsepsi

- Berikan cukup perhatian terhadap semua keluhan dan anjurkan istirahat

yang cukup, karena kedua faktor ini sering menimbulkan peningkatan

atau kambuhnya serangan.

- Jangan menghentikan atau mengganti obat anti epilepsi tanpa

sepengetahuan dokter.

Page 45: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

- Mengukur kadar obat anti epilepsi bebas setiap trimester untuk

menyesuaikan dosis obat, terutama pada bulan terakhir dan menjelang

persalinan untuk mencegah timbulnya kejang pada waktu bersalin.

Selanjutnya pemeriksaan obat anti epilepsi ini harus diikuti sampai

minggu ke-8 postpartum karena kadarnya dapat meningkat dan

menimbulkan toksisitas.

- Pemeriksaan USG untuk deteksi adanya kelainan janin (spina bifida,

defek jantung atau ekstremitas).

- Vitamin K (20 mg/hari) harus diberikan 3 minggu sebelum masa

persalinan sampai persalinan untuk mencegah perdarahan pada

neonatal.

Masa Post Partum

- Dokter spesialis anak atau saraf anak yang mengobservasi harus

waspada terhadap timbulnya perdarahan neonatus dan gejala drug

withdrawal terutama pada ibu yang minum phenobarbital. Lalu dilakukan

evaluasi terhadap kemungkinan adanya gangguan perkembangan,

terutama pada anak yang ibunya menderita epilepsi yang sukar diatasi.

- Pada umumnya ibu dapat menyusui bayinya namun bila terlihat efek

sedasi, gangguan minum dan menurunnya berat badan bayi maka

dianjurkan untuk memperpendek pemberian ASI tersebut. Penghentian

obat anti epilepsi jangan berlangsung mendadak karena dapat

menimbulkan kejang pada neonatal.

Page 46: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

BAB II

HERNIA

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui

defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia

abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan

muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan

isi hernia. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau

kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi nama menurut

letaknya, misalnya diafragma, inguinal, umbilikal, femoral.

  Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi

hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan

masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk ke perut, tidak ada keluhan

nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi

kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini

biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum

Page 47: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan

usus. Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya

terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak

dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase

atau vaskularisasi. Secara klinis, hernia inkarserata lebih dimaksudkan

untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan

vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata. Pada keadaan

sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan

dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai

nekrosis.

                                                            

 

Gambar 1. Bagian-bagian Hernia

1. Kantong hernia: pada hernia abdominalis berupa peritoneum

parietalis;

2. Isi hernia: berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong

hernia. Pada hernia abdominalis berupa usus; 3. Locus Minoris

Resistence (LMR); 4. Cincin hernia: Merupakan bagian locus

minoris resistence yang dilalui kantong hernia; 5. Leher hernia:

Page 48: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong

hernia.

Klasifikasi Hernia Berdasarkan Arah Herniasi

 • Hernia Eksterna

Penonjolannya dapat dilihat dari luar :

a.  Hernia Inguinalis Medialis dan Lateralis

b. Hernia Femoralis

c. Hernia Umbilicus

d. Hernia Epigastrica

e. Hernia Lumbalis

f.  Hernia Obturatoria

g. Hernia Semilunaris

h. Hernia Perinealis

i.  Hernia Ischiadica

• Hernia Interna

Bila isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya cavum thorax, cavum

abdomen :

a. Hernia Epiploici Winslowi : Herniasi viscera abdomen melalui foramen

omentale

b. Hernia Bursa Omentalis

c. Hernia Mesenterica

d. Hernia Retroperitonealis

Page 49: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

e. Hernia Diafragmatic

 Hernia Inguinalis

Hernia yang paling sering terjadi (sekitar 75% dari hernia

abdominalis) adalah hernia inguinalis. Hernia inguinalis dibagi menjadi:

hernia inguinalis indirek (lateralis), di mana isi hernia masuk ke dalam

kanalis inguinalis melalui locus minoris resistence (annulus inguinalis

internus); dan hernia inguinalis direk (medialis), di mana isi hernia masuk

melalui titik yang lemah pada dinding belakang kanalis inguinalis. Hernia

inguinalis lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, sementara

hernia femoralis lebih sering terjadi pada wanita.5

 Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau

karena sebab yang didapat. Faktor yang dipandang berperan kausal

adalah prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam

rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Tekanan

intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi

prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis.

 Hernia juga mudah terjadi pada individu yang kelebihan berat badan,

sering mengangkat benda berat, atau mengedan. 1,6,7 Jika kantong hernia

inguinalis lateralis mencapai scrotum maka disebut hernia skrotalis.

Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis

yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.

Pemeriksaan Hernia

Page 50: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

1. Inspeksi Daerah Inguinal dan Femoral

 Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan

viskus, atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal,

90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls

hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.

 Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau

mengejan. Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat

timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan

hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi

dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien

mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah

kembali daerah itu. 

2. Pemeriksaan Hernia Inguinalis

Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa

di dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam.

Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin

inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar

dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada

pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.

Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di

lateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum

inguinalis dan digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang

Page 51: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna

dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.

  Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di

dalam kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke

samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa

impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada

hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah

hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus

pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-

lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.

  Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai

jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih

suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan

jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini

dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman. Jika ada massa

skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal

indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai

untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda

yang berguna untuk menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek.

3. Transluminasi Massa Skrotum

  Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi.

Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi

pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis

Page 52: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan

merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti

hidrokel atau spermatokel.

 Tabel 1. Diagnosis Banding Pembesaran Skrotum yang Lazim Dijumpai8

 Diagnosis

Umur Lazim

(Tahun)

 Transiluminasi

EritemaSkrotum

 Nyeri

Epididimitis Semua umur

Tidak Ya Berat

Torsio testis < 35 Tidak Ya BeratTumor testis < 35 Tidak Tidak MinimalHidrokel Semua

umurYa Tidak Tidak ada

Spermatokel Semua umur

Ya Tidak Tidak ada

Hernia Semua umur

Tidak Tidak Tidak ada sampai sedang*

Varikokel > 15 Tidak Tidak Tidak ada* Kecuali kalau mengalami inkarserasi, di mana nyerinya mungkin berat

Penatalaksanaan

1. Konservatif

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan

pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia

yang telah direposisi.

Page 53: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

2. Operatif

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia

inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis

ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri

dari herniotomi dan hernioplasti.

 a. Herniotomi

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke

lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,

kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu

dipotong.

 b. Hernioplasti

Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis

internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti

lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan

dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti

memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup

dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m.

tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang

dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart

menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus

abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada

metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang

Page 54: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh

atau marleks untuk menutup defek.

Pencegahan

 Kelainan kongenital yang menyebabkan hernia memang tidak dapat

dicegah, namun langkah-langkah berikut ini dapat mengurangi tekanan

pada otot-otot dan jaringan abdomen:

a. Menjaga berat badan ideal. Jika anda merasa kelebihan berat badan,

konsultasikan dengan dokter mengenai program latihan dan diet yang

sesuai.

b. Konsumsi makanan berserat tinggi. Buah-buahan segar, sayur-

sayuran dan gandum baik untuk kesehatan. Makanan-makanan

tersebut kaya akan serat yang dapat mencegah konstipasi.

c. Mengangkat benda berat dengan hati-hati atau menghindari dari

mengangkat benda berat. Jika harus mengangkat benda berat,

biasakan untuk selalu menekuk lutut dan jangan membungkuk dengan

bertumpu pada pinggang.

d. Berhenti merokok. Selain meningkatkan resiko terhadap penyakit-

penyakit serius seperti kanker dan penyakit jantung, merokok

seringkali menyebabkan batuk kronik yang dapat menyebabkan

hernia inguinalis.

Page 55: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Tjay,Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Edisi V. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

3. Fakultas Kedokteran UI. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius. Jakarta

4. Ganiswarna S, 2007, Farmakologi dan Terapi EDISI 5, Universitas Indonesia, Jakarta.

5. Price, A.S., dan Wilson, M.L. 1995. Patofisiologi. Edisi 4, EGC Buku Kedokteran. Jakarta.

6. Sukandar EY.,dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI Penerbitan.

Jakarta.

7. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC. Jakarta.

Page 56: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

8. Bagian Farmakolgi FK-UI. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed. IV. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

9. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta : EGC, 204pp. 519-37

10.Mulyana S. Hernia inguinalis. http://medlinux.blogspot.com . Diakses tanggal 05 februari 2012

11.Anonim. Inguinal hernia. http://en.wikipedia.org . Diakses tanggal 05 februari 2012

12.Anonim. Inguinal hernia. http://www.mayoclinic.com . Diakses tanggal 05 februari 2012

13.Anonim. What is an inguinal hernia. http://health.yahoo.com . Diakses tanggal 05 februari 2012

14.Shorvon S. Status epilepticus. Program and abstracts of the 17th World Congress of Neurology; June 17-22, 2001; London, UK. J Neurol Sci. 2001;187(suppl 1):S213

15.Fosgren L. Epidemiology of epilepsy: a global problem. Program and abstracts of the 17th World Congress of Neurology. J Neurol Sci. 2001;187(suppl 1):S212

16.WHO. Epilepsy: epidemiology, etiology, and prognosis, WHO Fact Sheet No.165, 2001

17.Holmes GL, Ben-Ari Y. The neurobiology and consequences of epilepsy in developing brain. Pediatr Res 2001; 49:320-5

18.Christensen J, Vestergaard M, Mortensen PB, Sidenius P, Agerbo E. Epilepsy and risk of suicide: a population-based case-control study. Lancet Neurol. 2007; 6:693-8

19.Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Alih Bahasa : Lukmanto P, Maulany R.F, Tambajong.

20.American Academy of Neurology Quality Standards Subcommittee. Practice parameter: management issues for women with epilepsy (summary statement). Neurology, 1998; 51: 944-8

21.7. Martin PJ, Millac PA. Pregnancy, epilepsy, management and outcome: a 10 year perspective. Seizure, 1993; 2: 277-80

Page 57: Kel. 9 Jantung, Epilepsi & Hernia

22.8. Janz D. The teratogenic risk of antiepileptic drugs. Epilepsia, 1975; 16: 159-169

23.9. Nelson KB, Ellenberg JH. Maternal seizure disorder, outcome of pregnancy and neurologic abnormalities in the children. Neurology, 1982; 32: 1247-1254

24.10. Ramson, Dombrowski, Evans, Ginsburg. Contemporary therapy in obstetrics and gynecology. Philadelphia: WB Saunders, 2002: 115-8

25.11. Yerby MS, Devinsky O. Epilepsy and pregnancy, Neurological Complications of pregnancy Ed. By Devinsky O. Raven Press, New York, 1994:45-63

26.7. Yerby MS, Leavitt A, Erickson BS, et. al. Antiepileptics and the development of congenital anomalies. Neurology, 1992; 42: 132-140