Kekurangan Energi Protein

14
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN 1. Pengertian / Batasan KEP Kekurangan energi protein adalah keadan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angaka kecukupan gizi (Pudjiani, 2000). Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan (Depkes RI, 1999). Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO- NCHS (Depkes RI, 1998). 2. Etiologi Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Primer a) Susunan makanan yang salah b) Penyedia makanan yang kurang baik c) Kemiskinan

Transcript of Kekurangan Energi Protein

Page 1: Kekurangan Energi Protein

KEKURANGAN ENERGI PROTEIN

1.      Pengertian / Batasan KEP

Kekurangan energi protein adalah keadan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi

energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angaka kecukupan gizi

(Pudjiani, 2000).

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak

cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan (Depkes RI, 1999).

Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga

tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang

dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998).

2.      Etiologi

Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua,

yaitu :

1. Primer

a) Susunan makanan yang salah

b) Penyedia makanan yang kurang baik

c) Kemiskinan

d) Ketidaktahuan tentang nutrisi

e) Kebiasan makan yang salah.

2. Sekunder

a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur saluran).

b) Gangguan psikologis.

Page 2: Kekurangan Energi Protein

3.      Klasifikasi KEP

KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu:

·     1. KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan

atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS.

·    2. KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan

atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS.

·     3. KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan

atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS

4.      Manifestasi Klinis

KEP berat secara klinis terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwash-

iorkor. KEP ringan atau sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain disebut KEP

berat tipe kwashiorkor.

a.       KEP berat tipe kwashiorkor

Edema, umumnya seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum pedis)

Wajah membulat dan sembab

Pandangan mata sayu

Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,

rontok

Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis

Pembesaran hati

Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi

coklat kehitaman dan terkupas (crazy pavement dermatosis)

Sering disertai: infeksi, anemia, diare.

Page 3: Kekurangan Energi Protein

b.      KEP berat tipe marasmus

Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit

Wajah seperti orang tua

Cengeng, rewel

Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada

Perut cekung

Sering disertai: penyakit kronik, diare kronik.

c.       KEP berat tipe marasmik-kwashiorkor

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan mar-

asmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak

mencolok.Pada setiap penderita KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrien mikro

yang sering menyertai seperti xerophthalmia (defisiensi vitamin A), anemia (defisiensi Fe, Cu,

vitamin B12, asam folat), stomatitis (vitamin B, C), dll.

5.      Cara Deteksi KEP

KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur yang

dibandingkan dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum dalam

KMS (Depkes RI, 1998).

6.      Penatalaksanaan KEP (Pudjiani, 2000)

KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun

lingkungannya. Pencegahan hendaknya meliputi faktor secara konsisten.

Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :

1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare, melalui :

a) Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan peralatan.

b) Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi

c) Program imunisasi

Pencegahan penyakit erat kaitannya dengan lingkungan seperti TBC, Malaria, DHF, parasit

(cacing).

Page 4: Kekurangan Energi Protein

2. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi lingkungannya

belum baik.

3. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan

a) Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu

b) Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan status

gizi (kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi)

4. Memelihara status gizi

a) Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan melahirkan bayi

dengan status gizi yang baik pula.

b) Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan

c) Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan secara bertahap

d) Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi menghendaki (maksimal 2

tahun).

Pasien KEP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut:

a.Atasi/cegah hipoglikemia

Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35°C, suhu rektal 35,5°C).

Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.

b.Atasi/cegah hipotermia

Bila suhu rektal < 35,5°C:

Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)

Hangatkan dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu

atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti

Berikan antibiotik

Suhu diperiksa sampai mencapai >36,5°C.

c. Atasi/cegah dehidrasi

Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/renjatan. Lakukan

pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan pelan-pelan untuk menghindari beban sirkulasi

dan jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for

Malnutritionatau penggantinya).

d.Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

Page 5: Kekurangan Energi Protein

Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.

Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu

untuk pemulihan.

Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada

makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.

e.Koreksi defisiensi nutrien mikro

Berikan setiap hari:

Tambahan multivitamin

Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama)

Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari

Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hari

Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/gBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari

Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14:

 

f. Mulai pemberian makan

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena keadaan

sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian nutrisi harus dimulai segera

setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein

untuk memenuhi metabolisme basal.

Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi, adalah:

Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

Oral atau nasogastrik (jangan mulai dengan nutrisi parenteral)

Energi: 100 kkal/kgBB/hari

Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari

Cairan: 130 ml/kg/BB/hari (100 ml/kgBB bila ada edema berat) 

Kegagalan pengobatan tercermin pada:

1.Tingginya angka kematian

Bila mortalitas > 5%, perhatikan apakah kematian terjadi pada:

Page 6: Kekurangan Energi Protein

Dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak

diatasi, atau proses rehidrasi kurang tepat

Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak

tepat

Malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi

makan

2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi

Penilaian kenaikan BB:

Baik     : > 10 g/kgBB/hari

Sedang : 5-10 g/kgBB/hari

Kurang : < 5 g/kgBB/hari

Kemungkinan kenaikan BB, antara lain:

Pemberian makanan tidak adekuat

Defisiensi nutrien tertentu: vitamin, mineral

Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati

HIV/AIDS

Masalah psikologik

7.      Penanggulangan KEP

a.       Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998)

Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke

rumahsakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status

gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu

direncanakan tindakan sebagai berikut :

·         KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah

(bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayiumur < 4

bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.

·         Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat

pemberian makanandan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b)

Page 7: Kekurangan Energi Protein

Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-

50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan

penyakitnya.

·         KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.

B.Analisa Gizi dan Penilaian status gizi

Subyektif :

Anamnesa : identitas pasien, riwayat penyakit umum dan riwayat gizi

Riwayat Gizi :

-Riwayat asupan sehari-hari sebelum sakit

-Kebiasaan makan

-Pantangan

-Keadaan penyakit dan faktor yang mempengaruhi status gizi, penurunan nafsu makan, tanda-

tanda hipermetabolisme (contoh flushing, tremor, palpitasi, keringat berlebihan, frekuensi buang

air besar meningkat dan gelisah) dan hipometabolisme (tanda yg berlawanan dari hiper-)

- Lamanya penurunan nafsu makan (bila nafsu makan menurun, perlu ditanyakan lama

penurunan terjadi)

- Penurunan berat badan (berat badan sebelum sakit)

- Bowel habit : kebiasaan buang air besar (BAB), ada tidaknya diare, ada tidaknya perubahan

bentuk feses, obstipasi dan sakit perut

- Toleransi makanan : untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap makanan, apakah terjadi

gangguan pada saat atau sesudah mengkonsumsi makanan, terutama di saluran gastrointestinal

(misal mual,muntah,kembung, kramp, diare) atau kelainan sistemik lainnya (misal timbul reaksi

alergi)

Obyektif:

Pemeriksaan fisik

Antropometrik : Tinggi badan dan berat badan serta indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus

IMT adalah berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (m2)

Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :

Klasifikasi IMT (kg/ m2)

Malnutrisi berat < 16,0

Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7

Page 8: Kekurangan Energi Protein

Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5

Berat badan normal 18,5 – 22,9

Berat badan kurang ≥ 23

Dengan resiko 23 – 24,9

Obes I 25 – 29,9

Obes II ≥ 30

Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.

- Marasmus : hilangnya massa lemak dan massa otot yang berat, akibat dari defisiensi kalori

yang kronis

- Kwashiorkor :pada umumnya disebabkan keadaan akut dan stres berat

Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan

jasmani. Biasanya digunakan rumus Broca.

Rumus Broca :

Berat badan idaman (BBI,kg) = [Tb (cm) -100] – 10%

Pengecualian untuk laki-laki < 160 cm dan wanita < 150 cm, maka perhitungan BBI tidak

dikurangi 10%.

Jumlah kalori yang diberikan per hari diperhitungkan dari BBI dikali kebutuhan kalori basal (30

kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita) ditambah kebutuhan kalori untuk

aktivitas (10-30%) dan koreksi status gizi (ditambah kalau berat badan kurang dan dikurangi

kalau berat badan berlebih) serta koreksi kalau ada stres akut. Makanan tersebut dibagi dalam 3

porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi

ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang

normal, kecuali dalam pengaturan jadual makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk mengubah

pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita

Page 9: Kekurangan Energi Protein
Page 10: Kekurangan Energi Protein

DAFTAR PUSTAKA

Pudjiani, 2000, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Penerit FKUI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999, Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan di

Rumah Tangga, Bhakti Husada, Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Editor Setiawan, EGC, Jakarta.

Mochji, 1992, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bharata, Jakarta.N

Almatsier,S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak di

Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998.