KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk...

155
i KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI IDENTITAS ORANG KRISTEN JAWA DALAM PERSOALAN DI SEKITAR TRADISI ZIARAH KUBUR TESIS Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Oleh : Emmanuel Satyo Yuwono 116322006 Program Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2014 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk...

Page 1: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

i

KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN :

NEGOSIASI IDENTITAS ORANG KRISTEN JAWA

DALAM PERSOALAN DI SEKITAR TRADISI

ZIARAH KUBUR

TESIS

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Oleh :

Emmanuel Satyo Yuwono

116322006

Program Pasca Sarjana

Ilmu Religi dan Budaya

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

ii

TESIS

KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN :

NEGOSIASI IDENTITAS ORANG KRISTEN JAWA

DALAM PERSOALAN DI SEKITAR TRADISI

ZIARAH KUBUR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

iii

TESIS

KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN :

NEGOSIASI IDENTITAS ORANG KRISTEN JAWA DALAM

PERSOALAN DI SEKITAR TRADISI ZIARAH KUBUR

Oleh :

Emmanuel Satyo Yuwono

116322006

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tesis dan dinyatakan telah

memenuhi syarat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Emmanuel Satyo Yuwono

NIM : 116322006

Program : Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya

Institusi : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis

Judul : KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN :

NEGOSIASI IDENTITAS ORANG KRISTEN JAWA DALAM

PERSOALAN DI SEKITAR TRADISI ZIARAH KUBUR

Pembimbing : 1. Dr. Albertus Bagus Laksana, S.J.

2. Dr. Benedictus Hari Juliawan, S.J.

Tanggal diuji : 23 Januari 2014

Adalah karya dan penelitian saya pribadi.

Di dalam tesis ini tidak pernah terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Peminjaman karya

sarjana lain adalah semata-mata adalah untuk keperluan ilmiah sebagaimana diacu

secara tertulis di dalam catatan kaki maupun daftar pustaka.

Yogyakarta, Februari 2014

Emmanuel Satyo Yuwono

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma,

Nama : Emmanuel Satyo Yuwono

NIM : 116322006

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul :

KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN :

NEGOSIASI IDENTITAS ORANG KRISTEN JAWA DALAM

PERSOALAN DI SEKITAR TRADISI ZIARAH KUBUR

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

pada Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk

media lain, mengelolanya dalam bentuk perangkat data, mendistribusikannya

secara terbatas dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk

kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, Februari 2014

Emmanuel Satyo Yuwono

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

vi

MOTTO

Ngelmu iku kalakone kanthi laku

Lekase lawan kas

Tegese kas nyantosani

Setya budya pangkese dur angkara

(Serat Wedhatama, KGPAA Mangkunagoro IV)

Ilmu itu baru bisa terlaksana jika disertai penghayatan

Pelaksanaannya juga harus secara sungguh-sungguh

Bersungguh-sungguh berarti akan memberikan kesentosaan

Kesadaran diri untuk memusnahkan nafsu jahat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada mereka yang hadir dalam perjalanan hidup

saya.

Kedua orang tuaku, Bapak FX Hartanto dan ibu Indi Prihatini

Kakaku, Yulis Wicaksono Adi, Astri Mahareni dan juga si kecil Andhira Christy

Renadita

Serta Rininta Cintya Sari yang hadir dalam perjalanan hidup saya, karya ini

kupersembahkan untukmu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

viii

KATA PENGANTAR

Gagasan penelitian ini berawal dari kegelisahan peneliti. Pada waktu itu,

pembicaraan mengenai peristiwa kematian menjadi perdebatan yang tidak

terselesaikan. Kematian merupakan sebuah fenomena yang hadir di tengah

masyarakat, namun peristiwa kematian akhirnya hanya menjadi wacana yang di

setiap agama dan kebudayaan memiliki pandangan masing-masing. Pembicaraan

mengenai arwah leluhur setelah persitiwa kematian memiliki dua pemaknaan,

yang pertama berkeyakinan bahwa arwah leluhur sudah langsung berada di surga,

di lain pihak menganggap bahwa arwah leluhur masih perlu didoakan.

Peneliti cukup terkejut ketika mendengar ucapan dari jemaat Kristen

demikian “berziarah kubur berarti berdoa di depan bangkai”. Pada waktu itu,

peneliti sebagi orang Jawa tidak bisa menerima pernyataan itu dan terjadi

perdebatan yang tidak terselesaikan dan bahkan mengarah pada konflik sosial.

Kendati demikian, setelah mengikuti perkuliahan di Kajian Ilmu Religi dan

Budaya dan mengenal beberapa teori sosial, peneliti bisa sedikit meraba mengapa

hal demikian bisa terjadi.

Berawal dari kegelisahan tersebut, lalu peneliti ingin melihat bagaimana

kemudian jemaat GKJ sendiri menegosiasikan identitasnya. Dalam penelitian ini

bukan mengungkap tentang kebenaran yang terjadi setelah peristiwa kematian,

namun bagaimana peristiwa kematian yang tergambar dalam tradisi ziarah kubur

ikut membentuk identitas seseorang. Bagaimana mekanisme pembentukan

identitas terjadi, sehingga bisa mengarah pada pengetahuan dan pembenaran yang

tertanaman kuat dalam dirinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

ix

Saya perlu mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu menyelesaikan penulisan penelitian ini. Ucapan terimakasih yang

setulus-tulusnya kepada Romo Bagus Laksana, S.J sebagai pembimbing utama,

kehadirannya dalam memberikan saran dan kritik sangat membantu terselesainya

tesis ini. Kesediaannya membaca dan mencorat-coret setiap lembar tesis ini, tanpa

adanya campur tangannya saya yakin tesis ini tidak akan terselesaikan seperti ini.

Banyak konsep pemikiran Romo Bagus yang tertulis dalam tesis ini. Perspektif

penulisan ini juga tidak terlepas dari campur tangan Romo Benny Hari Juliawan,

S.J yang menjadi guru teladan saya. Diskusi bersamanya selalu menghidupkan

semangat dan mempertajam untuk mendalami setiap permasalahan baik secara

teoritis maupun praktis. Cara mengajar dan kesederhanaanya menginspirasi saya

untuk selalu menjadi manusia yang sederhana. Tanpa bantuan dan segala

perhatian yang dia berikan, saya tidak tahu apa jadinya tesis ini.

Terimakasih yang sebesar-besarnya juga kepada para pengajar di

Program Ilmu Religi dan Budaya USD, Romo G. Budi Subanar S.J, Bapak St.

Sunardi, Bapak Supratiknya, Romo Budi Susanto S.J, Romo Baskara S.J, Romo

Haryatmoko S.J, Ibu Katrin, dan juga Ibu Devi yang semuanya telah menyediakan

kesempatan bagi saya untuk mengenal dan mengembangkan pemikiran tentang

persoalan religi, budaya, dan juga kemanusiaan. Terimakasih pula saya ucapkan

kepada mbak Desy dan juga Pak Mul yang telah ikut membantu dalam bentuk

apapun selama kuliah maupun penulisan tesis.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada N. Gogor Seta Dewa yang

telah bersedia menyediakan tempat saya untuk singgah dan juga berdiskusi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

x

bersama, dari teori filsafat yang rumit, permasalahan politik, permasalahan di

kelas, bahkan gosip selebritis. Saya juga beruntung berada di antara teman-teman

yang senantiasa memberikan waktu untuk berdiskusi bersama dan memberikan

masukan, terimakasih saya ucapkan kepada: Pak Ismulyadi (kata yang tak

terlupakan: sing penting pasedulurane ojo nganti pedot), Pak Daryadi (pejuang

yang tangguh, melintasi gunung merbabu dan telomoyo sampai di Banyubiru

hanya untuk meminjam buku, mantap pakdhe), Putro (Nggitar karo nglekar2,

seniman sejati tenan), Mbak Kurniasih (Sahabat teladan yang selalu berada di

Perpus, lanjutkan mbak..hehe), Alm. Mbak Julia (Banyak sekali pengalaman yang

tak terlupakan, ujian tesis di hari yang sama namun sekarang engkau telah bahagia

bersamaNya, doakan kami budhe yang masih berziarah di dunia ini), Pak Marsius

(Sahabat yang luar biasa, selalu semangat), Imran (sahabat satu perguruan di

padepokan romo Bagus, semangat pak ustad), Alut (Intelektual muda ternate

kamu bro, salam buat marlon), Mbak Vini (wanita yang “tangguh”..hehe, Arham

(ini dia calon profesor IRB), Doni (tetap berkarya bro), Frans (halo pak pendeta,

gimana kerbaunya sehat?) Lamzer (mantap bro), Wahmuji (warung kopi lidah

ibu) dan juga teman-teman IRB lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu.

Terimakasih juga saya tujukan kepada para responden saya, Bapak Pdt.

Setyo Utomo, Bapak Sudarman, Bapak Ratno, Ibu Giyati, Daniel, Valerian, dan

juga Bapak Siswantoro dengan keiklasan mau bercerita tentang Kekristenan yang

mereka alami dan ketahui. Terimaksih juga saya ucapkan kepada beberapa

responden warga Desa Banyubiru, terutama Bapak Ki Adi Samidi sesepuh desa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

xi

Banyubiru, Bapak Sri Anggoro Sisiwaji Kepala Desa Banyubiru, Bapak

Supridaryono, dan Bapak Martoyo juru kunci pemakaman di Desa Banyubiru.

Tidak berlebihan pula apabila saya berterimakasih kepada kedua orang tua

saya, Bapak FX. Hartanto dan Ibu Indi Prihatini yang memberikan dukungan

dalam bentuk apapun, dan juga kepada kakak saya Y. Wicaksono Adi dan Astri

Mahareni. Tidak lupa saya juga mengucapkan terimaksih kepada Rininta Cintya

Sari yang tidak henti-hentinya memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis

ini.

Dorongan dan bantuan yang langsung dan tidak langsung dari berbagai

pihak sangat berarti untuk proses belajar saya dan terselesainya tesis ini. Akhirnya

saya hanya bisa berharap semoga tesis ini berguna secara positif untuk semua

pihak.

Emmanuel Satyo Yuwono

2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

xii

Abstrak

Ziarah kubur merupakan tradisi yang melekat dalam tradisi masyarakat

Jawa. Tradisi ini tidak hanya menjadi wujud hormat bagi leluhur mereka, namun

memiliki pemaknaan akan peristiwa kematian. Bagi orang Jawa persitiwa

kematian tidak berarti kepunahan melainkan kesuburan. Orang-orang melakukan

ritual ziarah kubur untuk mendoakan dan menyelipkan harapan atau berkah

pangestu melalui leluhur mereka. Permohonan ini dipanjatkan tidak hanya melalui

leluhur mereka secara pribadi, namun juga leluhur mereka secara komunal yang

sering disebut dengan pepunden. Sebagai wujud nyata penghormatan leluhur

secara komunal, maka dikenal adanya tradisi slametan, merti desa, dan bahkan

dihadirkan melalui pertunjukan wayang kulit. Semua tradisi ini menjadi ritual di

sekitar ziarah kubur karena terdapat wujud hormat dan permohonan melalui

leluhur mereka, yang semuanya mengarah pada penunjukan identitas manusia

Jawa.

Tradisi di sekitar ziarah kubur ini tergambar di tengah masyarakat Desa

Banyubiru Kabupaten Semarang, sebuah desa yang terletak di lereng gunung

Telomoyo dan di dekat Rawa Pening. Kondisi alam semacam ini menyebabkan

konsepsi ritual penghormatan leluhur semakin kuat. Namun, di tengah masyarakat

Banyubiru muncul usaha purifikasi agama yang hadir melalui ajaran Gereja

Kristen Jawa. Ajaran Kristen memandang bahwa setelah kematian tidak ada

keterhubungan antara yang masih hidup dengan roh orang meninggal. Orang yang

meninggal sudah langsung berada di Surga. Pemahaman ini didasarkan atas teks

Alkitab dan tafsiran dari para Pendeta.

Jemaat Gereja Kristen Jawa akhirnya harus menegosiasikan identitasnya

antara kejawaan dan kekristenan. Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas,

kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang panoptikon. Dari hasil

kajian yang telah dilakukan ternyata teori panoptikon Foucault masih terbatas.

Foucault melihat adanya pengawasan berasal dari satu titik saja atau bersifat

tunggal. Dalam kajian ini ternyata ada dua pengawasan yang mempengaruhi

negosiasi identitas. Tuhan yang dihadirkan melalui Alkitab sebagai usaha

purifikasi dan aturan komunal dalam masyarakat. Akhirnya penelitian ini

menunjukkan bahwa usaha purifikasi tidak berhasil. Kegagalan purifikasi ini

disebabkan karena pengetahuan jemaat GKJ yang dipengaruhi oleh kekuasaan di

sekitarnya, dalam hal ini kekuatan tradisi lokal. Jemaat GKJ tetap melakukan

ziarah kubur namun disisi lain tidak melakukan ritual dan pemaknaan seperti

dalam tradisi Jawa.

Kata Kunci : Negosiasi, identitas, Kejawaan, Kekristenan, ziarah kubur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

xiii

Abstract

Ziarah kubur (tomb visitation) is an established tradition in Javanese

society. This tradition is not only a manifestation of respect for their ancestors, but

also a discernment of death. For Javanese people, death does not mean extinction

but fertility. People do ziarah kubur to pray and gain pangestu (blessing) through

their ancestors. This prayer is not only communicated through their blood

ancestors, but also through their communal ancestors or pepunden. As a

manifestation of communal ancestor veneration and remembrance, there are

traditions such as slametan, merti desa, and shadow puppet show. All of these

traditions become rituals around ziarah kubur because forms of respect and

invocation through their ancestors can be found there, which refer to the identity

of Javanese people.

These traditions around ziarah kubur are observable in the village of

Banyubiru, located at the slope of mount Telomoyo near Rawa Pening, Semarang

Regency. This natural condition helps the flourishing of the practice of ancestor

veneration and remembrance rituals. However, there is an effort of religious

purification coming from the teachings of Javanese Christian Church (GKJ).

Christian teachings believe that there is no connection between the living and the

spirits of the dead. The dead is already in heaven. This understanding is based on

the Scripture and the ministers’ interpretation.

The Javanese Christian Church’s faithful ultimately have to negotiate their

identities of being Javanese and Christian. This analysis uses Foucault’s approach

on panopticon to see the mechanism of identity negotiation. From the analysis that

had been done, it turns out that Foucault’s panopticon theory is still limited.

Foucault thinks that surveillance comes only from a single source. This research

shows that there are two kinds of surveillance that affect identity negotiation: God

from the Scripture as an effort of purification and communal rules in the society.

In the end, this research shows that the purification did’nt succeed completely.

The failure of this purification is caused by the knowledge of GKJ faithful that is

affected by power around it, which is the power of local tradition. The GKJ

faithful still do ziarah kubur but on the other hand do not do the rituals and

discernment like in Javanese tradition.

Keywords: Negotiation, identity, being Javenese, being Christian, ziarah kubur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………….………………………………....... i

HALAMAN PERSETUJUAN………………………………............….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………………………........................….. iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN...…………………...…....... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................... v

MOTTO...................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN…………………………………............……………. vii

KATA PENGANTAR…………………………………………………... viii

ABSTRAK………………………………………………………..……... xii

ABSTRACT………………………………………...………………........ xiii

DAFTAR ISI…………………………………………………..……….... xiv

BAB I: PENDAHULUAN

I. Latar Belakang ................................................................................ 1

II. Tema ............................................................................................... 15

III. Rumusan Masalah .......................................................................... 15

IV. Tujuan Penelitian ............................................................................ 15

V. Pentingnya penelitian ..................................................................... 16

VI. Konsep Penelitian dan Kajian Pustaka ........................................... 17

VII. Metode Penelitian ........................................................................... 25

VIII. Sistematika penulisan ..................................................................... 26

BAB II : “IDENTITAS KEJAWAAN” MASYARAKAT DESA BANYUBIRU

I. Desa Banyubiru sebagai Wilayah Kejawaan .................................... 30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

xv

1. Sejarah Banyubiru sebagai Bumi Perdikan .......................... 30

2. Kondisi Geografis Desa Banyubiru ...................................... 39

3. Keadaan Penduduk ............................................................... 40

II. Kondisi Sosial dan Budaya ............................................................... 45

1. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Banyubiru ... 45

2. Tradisi Sedekah Bumi di Banyubiru ................................... 48

3. Tradisi Ziarah Kubur di Desa Banyubiru ..............................58

BAB III : KEKRISTENAN DI JAWA: WACANA AJARAN KRISTEN

SEBAGAI KEKUATAN AGAMA DALAM MEMBENTUK IDENTITAS

I. Munculnya Gereja Kristen di Jawa ................................................. 72

1. Sejarah Kristenisasi di Jawa : Berawal dari Kolonialisme .. 72

1.1. Krisen “Jawa” dan “Landa”.......................................... 73

1.2. Usaha Kristenisasi di Jawa Tengah .............................. 81

2. Muncul dan Berkembangnya GKJ di Banyubiru ................ 85

II. Pengaruh dan Proses Pembentukan Identitas Kristen Jawa ............ 88

1. Hadirnya Gereja Kristen Jawa di Banyubiru........................ 88

1.1. Peran Penyebar Ajaran Kristen ................................ 89

1.2. Cara penyebaran........................................................ 93

2. Kekristenan sebagai Cara Pandang....................................... 95

BAB IV: TARIK ULUR IDENTITAS: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN DI

SEKITAR TRADISI ZIARAH KUBUR

I. Konsepsi ajaran Kristen yang hadir dalam usaha purifikasi ........... 100

1. Pemaknaan akan Tradisi Jawa dalam Persoalan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

xvi

di Sekitar Ziarah Kubur ......................................................... 101

1.1 Slametan .................................................................. 101

1.2 Penghormatan Leluhur dalam Tradisi

Ziarah Kubur ............................................................ 109

2. Wacana akan Kematian ....................................................... 113

II. Kekristenan dan Kejawaan: Usaha Memberikan Kepatuhan ......... 117

1. “Alkitab” Sebagai Panoptik ................................................ 119

2. Aturan komunal masyarakat Jawa ...................................... 122

BAB V : PENUTUP

I. Kesimpulan ...................................................................................... 126

II. Signifikansi Penelitian ..................................................................... 133

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari dua peristiwa, yaitu

peristiwa kelahiran dan kematian. Tanpa kelahiran tidak akan ada kehidupan,

sedangkan kematian menjadi batas akhir kehidupan manusia di dunia ini.

Kematian dihadapi semua orang tanpa terkecuali dan tidak bisa diingkari.

Selain itu kematian menjadi sebuah misteri karena berada di luar pengalaman

manusia, yang bisa dilihat dan dirasakan adalah peristiwa lain yang hadir saat

kematian. Ketakutan dan kepasrahan muncul dalam peristiwa kematian.

Perasaan ini muncul karena adanya perpisahan secara fisik dengan orang

yang meninggal.

Di satu pihak, kematian membawa kepunahan yang nampak dari

tubuh yang berangsur-angsur hancur membusuk dan akhirnya lenyap ditelan

tanah. Sedangkan di lain pihak, orang mengangan-angankan cahaya kekal.

Agama dan kepercayaan menjanjikan pemeluknya tentang kehidupan yang

tidak musnah ditelan kematian.

Peristiwa kematian dalam berbagai tradisi dan agama tentu memiliki

praktek ritual masing-masing. Ritual tersebut memiliki makna-makna yang

mendalam dan sulit untuk dilepaskan sebagai sebuah tradisi. Ritual tersebut

tidak hanya ketika perawatan jenazah, tetapi juga kelanjutan setelah itu.

Seperti apa yang dilakukan dalam tradisi Jawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

2

Manakala kita membicarakan mengenai Jawa, kata Jawa cenderung

diasosiasikan dengan gagasan terhadap usaha-usaha menjaga dan meneruskan

tradisi leluhurnya. Di sini dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat Jawa

tradisi dipandang berasal dari naluri yang berada di luar pengalaman sehari-

hari. Tradisi ini tidak muncul begitu saja, namun rupanya bersumber dari

pengetahuan orang mengenai kebiasaan-kebiasaan yang telah berlangsung

semenjak jaman kuno yang kini tidak secara tepat dipahami dan diurai

kembali. Oleh karena itu dalam menjalankan tradisi, orang sering

mendengarkan pertimbangan orang tua atau tetangga yang dianggap tahu

(Subagyo, 2004 : 63)

Salah satu tradisi Jawa yang berkaitan dengan peristiwa kematian dan

usaha untuk menjaga tradisi leluhurnya adalah tradisi ziarah kubur. Peneliti

tertarik untuk melihat tradisi ziarah kubur karena begitu melekat dalam

kehidupan sosial kemasyarakatan. Bagi masyarakat Jawa, ziarah kubur

menjadi tradisi yang dilakukan secara turun menurun sebagai wujud

penghormatan terhadap leluhurnya. Masyarakat Jawa melakukan ziarah kubur

yaitu dengan melakukan bersih-bersih makam dan juga mendoakan baik itu

leluhur atau sanak saudaranya yang dimakamkan di situ.

Dalam tradisi Jawa hal semacam itu sudah dikenal sejak jaman dulu,

bahkan ada berbagai macam cara untuk mendoakan para leluhur atau

saudaranya yang sudah meninggal, yaitu dengan menabur bunga di atas

makamnnya, mendoakan, atau dengan ritual lainnya. Salah satu bukti bahwa

ziarah kubur merupakan tradisi Jawa adalah, adanya penghormatan terhadap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

3

makam-makam raja-raja Jawa, baik itu berkaitan dengan letak makam yang

cenderung lebih tinggi ataupun adanya ritual-ritual lainnya. Bahkan bagi

masyarakat Jawa mengenal waktu yang sering dilakukan saat ziarah, yaitu

malam Jumat Kliwon ataupun Selasa Kliwon.

Kuburan merupakan salah satu tanda dari identitas orang yang sudah

meninggal yang dibangun oleh orang-orang yang masih hidup baik itu

keluarga ahli waris atau orang yang memiliki kedekatan hubungan dengan

almarhum. Kuburan juga menjadi tanda kehadiran di dunia yang tersisa dari

orang yang dikuburkan di situ. Pendirian nisan atau tanda kubur

menunjukkan bahwa ingatan yang mereka miliki tidak ikut terkubur di situ.

Untuk memperbaiki kubur atau misalnya pasang nisan tukang batu selalu

minta agar dijawabke (dimintakan izin) oleh orang tua dan setelah selesai

orang tua itu diminta mbalekake (mengembalikan). Orang Jawa menjadikan

tradisi ziarah kubur menegaskan bahwa kematian tidak berarti kepunahan

melainkan kesuburan. Orang-orang yang menjalankan ziarah kubur

menyelipkan harapan bahwa kesulitan hidupnya sehari-hari dapat terbantu

oleh rahmat atau berkah pangestu yang memberi kekuatan dan menjanjikan

kesejahteraan serta keselamatan dari segalanya (Subagyo, 2004: 146).

Pangestu mengalir dari status yang lebih tinggi ke status yang lebih

rendah dan bukan sebaliknya. Sikap orang berdoa di depan nisan atau

memberi bunga memperlihatkan bagaiamana posisi pangestu dipandang.

Mereka dalam posisi sungkem, berjongkok di sebelah makam atau duduk

bersila dengan tangan mengenadah sambil mengungkapkan seluruh isi hati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

4

atau doa-doa. Posisi semacam ini dapat ditemui juga ketika upacara

perkawinan, yaitu saat mempelai bersujud mencium lutut orang tua mereka.

Sikap sungkem dan sembah memperlihatkan tanda hormat dari pihak yang

melakukannya (Pemberton, 1989:324).

Pangestu dan bentuk bakti hormat kepada leluhur melalui ziarah

kubur menjadi gagasan yang terkonstruksikan secara sosial. Masyarakat Jawa

meyakini bahwa tidak hanya terjadi relasi antara orang mati dengan orang

yang ditinggalkannya. Namun, individu terlibat dalam hubungan dengan

individu lain dan pranata sosial komunitasnya. Sebagai wujud nyata adanya

ziarah kubur secara bersama-sama, yaitu sering disebut dengan nyadran1 atau

mreti desa.

Secara sosio-kultural, implementasi dari ritus nyadran tidak hanya

sebatas membersihkan makam-makam leluhur, selamatan (kenduri), membuat

kue apem, kolak, dan ketan sebagai unsur sesaji sekaligus landasan ritual doa.

Nyadran juga menjadi ajang silaturahmi keluarga dan sekaligus menjadi

transformasi sosial, budaya, dan keagamaan. Nyadran merupakan ekspresi

dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa gotong- royong,

solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi ini. Ungkapan

ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah tata hubungan vertikal-

horizontal yang lebih intim. Dalam konteks ini, maka nyadran akan dapat

meningkatkan pola hubungan dengan Tuhan dan masyarakat, sehingga

1 Mengenai tradisi Nyadran Ward Keeler (1987: 83-84) menguraikan bahwa pola yang mendasari

merupakan versi ideal hubungan ayah dengan anak laki-laki yang diasimilasikan hubungan antara

seseorang dengan leluhurnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

5

akhirnya akan meningkatkan pengembangan kebudayaan dan tradisi. Dalam

konteks sosial dan budaya, nyadran dapat dijadikan sebagai wahana dan

medium perekat sosial, sarana membangun jati diri bangsa, rasa kebangsaan

dan nasionalisme. Orang Jawa memandang diri manusia dengan konsep

sarira satunggal atau sari rasa tunggal dan nagara satunggal atau naga rasa

tunggal sebagai makhluk sosial (Astiyanto, 2006:452).

Dalam prosesi ritual atau tradisi nyadran masyarakat akan berkumpul

bersama tanpa ada sekat-sekat dalam kelas sosial dan status sosial, tanpa ada

perbedaan agama dan keyakinan, golongan ataupun partai. Tradisi

kepercayaan nyadran demikian sejalan dengan makna kata bersih desa yang

senada dengan mreti desa. Bersih desa, berarti membersihkan desa baik lahir

maupun batin. Sedangkan kata merti desa berasal dari kata merti aslinya dari

kata mreti, dan bisa juga berasal dari kata dasar preti. Kata preti bisa jadi

aslinya dari bahasa Jawa Kuna pitre (metatesis). Pitrekarya dalam karya

sastra Jawa Kuna ada kata artinya memiliki hajat memberi pada arwah para

leluhur. Orang Jawa jelas memiliki tradisi menghormati arwah leluhur,

dengan jalan ritual, seni spiritual, maupun semedi. Seluruh pekerti ini

dilaksanakan dengan keyakinan ada kontak batin antara dunia roh dan dunia

manusia (Endraswara, 2006).

Menurut Darusuprapta (1988:48) mreti desa kemungkinan besar

masih berkaitan dengan tata cara memberikan makanan (pengorbanan)

kepada roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa majupat maju lima

pancer. Arwah tersebut, memang pantas dimintai berkah agar membantu anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

6

cucu. Roh leluhur tersebut dianggap yang menjadi penjaga (backing)

sajawining wangon dan salabeting wangon, artinya di luar pekarangan dan di

dalam pekarangan. Hal ini berarti orang Jawa masih percaya dan mengaitkan

kehidupan di dunia ini dengan roh leluhur mereka.

Orang Jawa menghormati roh leluhur dan berupaya manunggal

dengan Tuhan, dilakukan secara mistik. Berbagai ritual mistik selalu

dilakukan secara individu maupun kolektif. Namun tingkatan masing-masing

pada saat melakukan sangat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Tolstoy (James, 2003:512) berpendapat bahwa mistik bersifat tak tertandingi,

di dalamnya menancap iman. Keimanan menyebabkan seseorang hidup.

Ritual mistik dalam menghormati roh leluhur tersebut nampak dalam tradisi

ziarah kubur. Berbagai ritual dilakukan dengan penuh keyakinan akan

memperoleh pengestu atau sebagai wujud hormat pada leluhur. Berbagai

sesaji disiapkan sebagai sarana seperti bunga, kemenyan, air, dan lain-lain

yang diyakini memiliki makna dan fungsi tertentu.

Praktek tradisi Jawa tersebut di dalam masyarakat berjalan beriringan

dengan agama-agama wahyu terlepas dari gerakan agama yang menentang

berlakunya tradisi semacam itu. Secara yuridis-formal orang Jawa mengakui

keyakinan agama wahyu tersebut. Hal itu antara lain ditunjukkan dalam

berbagai dokumentasi atau biodata pribadi, semacam kartu tanda penduduk

(KTP) yang biasanya mencantumkan agama tertentu (Mulyana, 2006).

Hardjowirogo (1989:17) bahkan menilai, orang Jawa yang secara

resmi memeluk agama tertentu, Islam, Kristen, atau Katolik, nyatanya tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

7

pernah menunjukkan kesungguhan dalam beragama. Orang beragama

seharusnya banyak yang religius, dan seharusnya memang demikianlah,

paling tidak diandaikan seorang agamawan sepantasnya sekaligus homo

religious juga. Tetapi kenyataannya tidak selalu begitu. Dapat juga orang

menganut agama tertentu karena motivasi jaminan material atau karir politik,

ingin memperoleh jodoh yang beragama lain atau karena tidak ada pilihan

lain; cukup beragama “statistik” belaka (Mangunwijaya, 1988:13). Dengan

kata lain, sama sekali tidak lahir sikap fanatisme beragama. Persoalannya

adalah, sejak pertama, cara beragama orang jawa bersifat lentur, tidak fanatik.

Mereka tidak berpijak pada satu agama tertentu saja. Sehingga semuanya

bersifat heterogen (campuran); baik dalam keyakinan atau opersionalnya.

Kedua, orang Jawa beranggapan bahwa “beragama” tidak harus semata-mata

menjalankan hal-hal ritual yang bersifat dogmatis (Mulyana, 2006). Bagi

orang Jawa, menjalankan kehidupan sehari-hari sudah merupakan bagian dari

beragama Y.B Mangunwijaya (1988:13) dengan jelas menyatakan bahwa

semua yang diyakini, dilakukan, dan dibenarkan oleh orang Jawa dalam

kehidupan sehari-hari mengandung nilai-nilai yang sarat semangat

spiritualisme. Kelenturan dalam beragama inilah yang membuat berbagai

tradisi tetap ada, termasuk tradisi ziarah kubur tetap diyakini, dilakukan, dan

dibenarkan oleh orang Jawa dan memiliki nilai spiritualitas yang tinggi.

Saat ini muncul permasalahan bagi orang Jawa ketika berkembang

atau bangkitnya agama-agama wahyu. Perkembangan agama menjadi

polemik atau permasalahan di tengah kehidupan sosial masyarakat, karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

8

tidak sejalan dengan tradisi-tradisi budaya Jawa. Cara beragama orang Jawa

yang semula lentur menjadi sedikit kaku. Ini dipengaruhi oleh usaha

purifikasi agama yang hadir melalui ajaran-ajaran agama, mereka ingin

menjalankan agama secara utuh dan murni.

Salah satu usaha purifikasi sebagai wujud kebangkitan agama tersebut

adalah ajaran agama Kristen yang melarang melakukan praktek ziarah kubur

dengan berbagai ritualnya. Pemeluk agama Kristen tidak perlu melakukan

ziarah kubur karena memiliki keyakinan bahwa arwah orang meninggal

tersebut telah masuk surga, sehingga tidak perlu berdoa di depan makam.

Orang Kristen memiliki wacana tersebut didapat dari apa yang diungkapkan

oleh para pemuka agama mereka melalui dogma-dogma. Sering kali dogma

sebagaimana yang dirumuskan itu dianggap sebagai kekuatan yang paling

benar dan sempurna (Hardjana, 2005). Bagi mereka antara orang yang sudah

meninggal dengan yang masih hidup sudah tidak memiliki hubungan apapun.

Konsep ini berbeda dari tradisi Jawa. Orang Jawa masih memiliki keyakinan

adanya hubungan antara dunia roh leluhur dengan dunia mereka, baik dalam

wujud pangestu atau wujud hormat pada leluhur.

Kebangkitan dan kekuatan agama ini menjadi tarik ulur akan identitas

orang Jawa yang beragama Kristen. Di satu sisi dalam kelompok sosial

masyarakat, mereka harus menjalin relasi-relasi sosial2, salah satunya dengan

mengikuti tradisi nyadran atau merti dusun karena melalui segala perilaku

sosial itulah manusia dapat terpenuhi berbagai kebutuhannya untuk

2 Dalam bahasa Latin manusia juga disebut homo socius, atau manusia yang selalu berkawan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

9

melangsungkan hidupnya (Kusumohamidjojo, 2009 :72). Namun di sisi lain

kebangkitan dan kekuatan agama membawa mereka untuk tidak melakukan

tradisi ziarah kubur, ajaran kebenaran sebuah agama secara murni.

Agama Kristen di Jawa sendiri atau di Indonesia tidak muncul begitu

saja. Berkembangnya agama Kristen di Indonesia tentu tidak bisa dilepaskan

dari sejarahnya. Yaitu sejarah kolonialisme di Indonesia. Dalam perang intern

antara orang-orang Belanda, Portugis, Inggris, dan raja-raja pribumi, pada

tahun 1619, Belanda memenangkan perang dan secara definitif mendirikan

kekuasaan Belanda di Batavia, tempat kedudukan gubernur jenderal VOC.

Melalui kemenangan-kemenangan itu, VOC tidak hanya merebut monopoli

perniagaan, tetapi juga agama.

Gereja Kristen Belanda menganggap sebagai tugasnya adalah

mendampingi hidup rohani para pedagang dan pelaut Belanda. Sekaligus

gereja tersebut menyadari panggilannya untuk mengembangkan kegiatan-

kegiatan perutusannya (zending) di tengah bangsa-bangsa yang mereka

hadapi. Sinodhe di Dordrecht menyatakan bahwa umat Kristen Gereformed

diutus oleh Allah untuk mewartakan iman kepada semua orang yang belum

mendengarnya (Boelaars, 1991).

Kegiatan-kegiatan perutusan atau zending berlangsung sampai saat ini.

Orang Kristen mencoba mewartakan imannya, sehingga tidak mengherankan

ketika keyakinan akan kematian di peroleh melalui berbagi perutusan atau

melalui ajaran-ajaran dalam bahasa yang diberikan oleh para pewarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

10

Sehingga pewartaan tentang iman tersebut menjadi wacana sosial, salah

satunya wacana akan kematian dalam hal ini kaitannya dengan ziarah kubur.

Wacana dilihat sebagai produksi pengetahuan melalui bahasa, dan

bahasa lebih dalam kaitannya dengan praksis sosial. Karena praksis sosial

memerlukan makna dan makna mempertajam serta mempengaruhi apa yang

kita lakukan, maka semua praktik sosial mengandung dimensi wacana

(Haryatmoko, 2010:10). Maka ajaran Kristen yang menjadi praktik sosial

merupakan sebuah wacana dalam menyikapi tradisi ziarah kubur. Maka

dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah ketika adanya dua

wacana yang bertabrakan. Wacana kebangkitan agama yang berupa larangan

ziarah kubur oleh agama Kristen dengan tradisi Jawa yang meyakini dan

menjadikan ziarah kubur sebagai bentuk bakti hormat kepada leluhur melalui

gagasan yang terkonstruksikan secara sosial.

Fenomena tarik ulur akan identitas ini terjadi di lingkungan sosial

masyarakat Desa Banyubiru. Sebuah desa yang terletak di Kabupaten

Semarang Provinsi Jawa Tengah ini masih memegang teguh ajaran tradisi

Jawa, salah satunya tradisi ziarah kubur.

Desa Banyubiru secara geografis terdiri dari daerah persawahan,

pegunungan, dan juga daerah rawa, kebanyakan mata pencaharian penduduk

adalah sebagai petani, nelayan, atau sebagai buruh. Sehingga setiap tahun

Desa Banyubiru melaksanakan tradisi nyadran dengan sebutan sedekah bumi,

supaya hasil alam sebagai sumber kehidupannya tumbuh subur. Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

11

kegiatan sedekah bumi tersebut dilaksanakan ziarah kubur bersama-sama

untuk mendoakan dan mohon pangestu leluhur mereka.

Warga masyarakat di Desa Banyubiru melaksanakan tradisi tersebut

secara turun temurun dan sudah terkonstruksikan secara sosial. Dalam tradisi

sedekah bumi ini, tidak hanya melakukan ziarah kubur saja. Tetapi mereka

juga melakukan selamatan bersama di makam pepunden3 dan juga menutup

acara tersebut dengan menggelar pertunjukkan wayang kulit sebagai

ungkapan syukur.

Tradisi tersebut dilaksanakan oleh semua warga di Desa Banyubiru

tanpa memandang golongan atau agama tertentu. Meskipun ketika selamatan

doa yang digunakan adalah secara Islam sebagai agama mayoritas, namun

semua waraga berkumpul bersama. Mereka berdoa bersama untuk leluhur

mereka dan juga mohon pangestu untuk kelangsungan hidup mereka.

Selain berziarah kubur secara kolektif seperti pada tradisi sedekah

bumi tersebut, masyarakat di Desa Banyubiru setiap malam Jumat Kliwon

atau Selasa Kliwon secara pribadi atau dalam kelompok keluarga mereka

melakukan tradisi ziarah kubur. Mereka biasanya datang ke makam leluhur

mereka dengan membawa sesaji seperti bunga, air, dll. Mereka memanjatkan

doa dan membersihkan makam.

Pemakaman yang ada di Banyubiru merupakan pemakaman umum

yang tidak hanya satu keyakinan agama saja, sehingga yang datang di situ

adalah semua warga masyarakat, tanpa memandang golongan atau keyakinan

3 Pepunden adalah sesuatu yang dihormati biasanya berkaitan dengan leluhur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

12

agama tertentu. Ini terjadi karena mereka meyakini bahwa tradisi ziarah kubur

adalah tradisi Jawa bukan tradisi agama tertentu. Keragaman tersebut tampak

dari bentuk makam yang ada. Simbol-simbol makam yang ada menunjukkan

tidak hanya satu keyakinan agama saja yang ada di situ.

Desa Banyubiru dipilih sebagai lokasi penelitian karena desa ini bisa

menggambarkan permasalahan dalam penelitian ini. Selain adanya tradisi

ziarah kubur tersebut, saat ini di Desa Banyubiru juga berkembang Gereja

Kristen Jawa (GKJ) yang memiliki keyakinan untuk tidak perlu berziarah

kubur. Meskipun ada identitas “Jawa”, namun di satu sisi dia tetap memegang

teguh ajaran Kristen yang meyakinkan pengikutnya bahwa tidak perlu

mendoakan leluhur yang telah meninggal atau bahkan mohon pangestu.

GKJ sendiri lahir di awal abad ke-20, melintasi zaman kolonial,

penjajahan Jepang dan perjuangan kemerdekaan. GKJ tumbuh untuk pertama

sekali di Banyumas dengan dibaptiskannya menjadi Kristen dari beberapa

orang Jawa yang berprofesi sebagai pembatik dari Ny.van Oostrom Phillips.

Mereka dibaptis oleh misionaris utusan NZV, W.Hoezoo, pada 10 Oktober

1958. Pada awalnya sejarah Krsitenisasi di Jawa sebenarnya cukup panjang,

karena begitu banyak tokoh yang berkarya sebagai penyebar ajaran Kristen.

Salah satu tokoh yang berpengaruh adalah Bruckner, seorang misionaris dari

London. Dialah yang menerjemahkan Perjanjian Baru (Injil) ke dalam bahasa

Jawa (Guillot, 1985: 5). Dari terjemahan Injil inilah nantinya orang Jawa bisa

memahami ajaran Kristen, dan juga digunakan misionaris selanjutnya untuk

melakukan zending.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

13

Di Banyubiru GKJ berdiri sekitar tahun 1983. Sebagai Gereja kecil di

sebuah desa, GKJ Banyubiru cukup berkembang baik dari segi kuantitas

ataupun kulaitas. Perkembangan sebagai wacana kebangkitan ini tampak dari

jumlah pengikut yang semakin bertambah dan juga berbagai kegiatan yang

sering dilakukan. Setiap minggu melakukan ibadah bersama di Gereja, mulai

dari anak-anak, remaja hingga orang tua berkumpul bersama untuk berdoa

atau melakukan kegiatan rohani lainnya. Kebangkitan di sini tidak hanya dari

segi kuantitas tetapi juga ajaran melalui zending atau perutusan. Kebangkitan

ini membuat jemaat semakin taat untuk beribadah dengan menjalankan segala

ajaran gereja.

Gereja Kristen Jawa di Banyubiru tidak bisa dilepaskan dari jaringan

penyebaran Agama Kristen Salatiga. Kota Salatiga yang letaknya tidak jauh

dari Banyubiru merupakan daerah misi ajaran Kristen. Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga menjadi salah satu tonggak atau kekuatan penyebaran

ajaran Kristen tersebut. Pengaruh ajaran tersebut berkembang di wilayah

sekitar Salatiga. Salah satunya adalah daerah Banyubiru, sebagai wujud

nyatanya adalah banyak kegiatan yang dilakukan di Banyubiru oleh jemaat

Salatiga.

Perkembangan dan kekuatan ajaran agama inilah yang memunculkan

permasalahan bagi jemaat yang tinggal di Banyubiru. Ketika mereka harus

mengikuti tradisi nyadran atau sedekah bumi yang sudah terkonstruksikan

sebagai tradisi Jawa. Ada tarik ulur akan identitasnya, disatu sisi menjalankan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

14

Kekristenanya dan di sisi lain identitas kejawaanya. Kedua kekuatan politis

inilah menjadi permasalahan bagi dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melihat bagaimana negosiasi

atau posisi orang Jawa yang beragama Kristen Jawa dalam menyikapi tradisi

ziarah kubur. Ketika mereka hidup di tengah masyarakat yang memiliki nilai

sosial masyarakat cukup tinggi dan juga masyarakat tersebut meyakini bahwa

ziarah kubur sebagai wujud hormat bakti, mohon pangestu pada orang yang

telah meninggal atau leluhur, dan juga memiliki nilai spiritual yang tinggi,

namun di sisi lain ada wacana yang berbeda dalam menyikapi ziarah kubur

yakni wacana pemurnian agama dengan usaha untuk menjalankan ajaran

agama secara murni dan seutuh mungkin, sehingga melarang melakukan

tradisi ziarah kubur.

Banyak penelitian yang telah meneliti tentang fenomena kematian dan

ziarah kubur dalam tradisi jawa dan juga identitas etnis dan agama dari

berbagai sudut pandang. Baik dari aspek psikologis, antropologi, dan

teologis. Penelitian ini lebih fokus pada kajian budaya, di mana ada

pertarungan kekuasaan antara pemaknaan terhadap wacana.

Posisi penelitian ini lebih ingin melihat bagaimana kekuatan agama

yang muncul mempengaruhi identitas orang di dalam suatu masyarakat.

Perkembangan dan kekuatan agama ini muncul dalam tradisi di sekitar ziarah

kubur dan menjadi pertarungan yang memunculkan negosiasi dalam diri

seseorang untuk memilih identitasnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

15

II. Tema

Negosiasi Identitas orang Jawa yang beragama Kristen dalam menyikapi

Tradisi Ziarah Kubur.

III. Rumusan Masalah

a. Bagaimana masyarakat memahami tradisi Jawa?

b. Bagaimana perkembangan dan kekuatan agama yang bertabrakan dengan

tradisi ikut membentuk identitas seseorang?

c. Bagaimanakah orang Jawa yang beragama Kristen dan hidup di

lingkungan sosial tradisi Jawa yang tinggi melakukan negosiasi terhadap

identitasnya dalam menyikapi tradisi di sekitar ziarah kubur?

IV. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini yang hendak dicapai adalah melihat bagaimana

tradisi di sekitar ziarah kubur membentuk pengalaman langsung pada orang

Jawa yang beragama Kristen. Ketika tradisi Jawa berkaitan dengan ziarah

kubur menjadi sesuatu yang diyakini oleh suatu masyarakat sebagai sebuah

bentuk bakti kepada leluhur bersinggungan dengan adanya larangan ziarah

kubur karena adanya pemurnian ajaran Kristen, sehingga dalam penelitian ini

ingin melihat sejauhmana dan bagaimana negosiasi atau strategi orang Jawa

yang beragama kristen muncul dalam kehidupan sosial masyarakat ketika

menghadapi tradisi ziarah kubur. Cara yang digunakan untuk mencapai tujuan

tersebut yaitu dengan menganalisis “dari luar” perbedaan wacana tersebut

membentuk identitas dan perilaku orang Jawa yang beragama Kristen,

menganalisis dari dalam bahwa peneliti juga dibentuk oleh wacana tentang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

16

ziarah kubur, peneliti dan yang diteliti melakukan refleksi kritis berkaitan

dengan wacana yang membentuk mereka.

Selain itu, nantinya dalam penelitian ini tidak hanya sekedar akan

melihat negosiasi orang dalam menyikapi ziarah kubur, tetapi lebih pada

identitas yang terbentuk karena keterbangkitan agama di tengah sebuah

tradisi. Melihat bahwa perkembangan dan kebangkitan agama ikut

membentuk identitas ketika bertabrakan dengan tradisi.

V. Pentingnya Penelitian

Pentingnya penelitian ini dilakukan tidak bisa dilepaskan dari latar

belakang penelitian ini. Dalam latar belakang dijelaskan bagaimana tradisi

ziarah kubur bagi orang Jawa menjadi sesuatu yang begitu penting karena

sebagai wujud hormat, kirim doa, dan mohon pangestu pada leluhur dan

sudah berlangsung sejak lama secara turun temurun. Tetapi, ketika larangan

ziarah kubur sebagai akibat dari usaha purifikasi agama muncul, maka terjadi

pertarungan sebuah wacana yang berbeda. Dalam penelitian ini ingin melihat

negosiasi identitas yang terbentuk oleh orang Jawa yang beragama Kristen

ditengah masyarakat.

Pentingnya penelitian ini bagi masyarakat yaitu supaya masyarakat

melihat adanya perbedaan bukan menjadi suatu kehancuran, atau tidak

berpikir akan kebenaran mutlak. Di luar kebenaran yang diyakininya masih

ada kebenaran-kebenaran lain yang perlu dilihat. Dalam hal ini berkaitan

dengan kebenaran pemakanaan wacana ziarah kubur. Menyadari adanya

pihak lain yang berbeda dengan pikirannya sendiri merupakan sesuatu yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

17

wajar dalam hidup ini. Kesadaran terhadap yang lain ini diharapkan akan

melahirkan kesadaran tentang keragaman manusia yang saling menghargai

(Takwin, 2003)

Selain itu penelitian ini juga penting dalam ilmu sosial kemanusiaan,

ketika orang harus tarik ulur karena kekuatan kekuasaan dapat melihat dan

menentukan strategi yang nyaman dalam kehidupan sosial masyarakat. Orang

tidak merasa terasing karena identitasnya, identitas yang mungkin dibentuk

oleh kekuasaan-kekuasaan tertentu.

VI. Konsep Penelitian dan kajian pustaka

Untuk melihat bagaimana posisi atau negosiasi (identitas) orang,

maka politik identitas relevan tepat. Politik identitas merupakan topik

strategis untuk membicarakan masyarakat. Berbicara tentang masyarakat

tentu akan muncul berbagai macam perbedaan. Dari perbedaan tersebut orang

menentukan pilihan akan identitasnya. Bicara identitas berarti bicara tentang

interaksi, bicara tentang tarik ulur, bicara tentang komunikasi, bicara tentang

representasi.

Karakteristik individu yang berakar pada identitas dasar semenjak

lahir seperti adanya merupakan suatu anugerah yang tidak bisa dihindari.

Identitas dasar itulah yang kemudian membentuk “keakuan” dan

membedakan dengan yang lain (kamu, mereka, dan dia). Hakikat dasar

individu maupun kelompok tercermin dan terbentuk dari beberapa unsur yang

melekat atau sengaja dilekatkan pada tubuh menjadi objek dan subjek politik.

Akar-akar politik identitas dapat ditemukan asalnya dari pemikiran filsafat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

18

Foucouldian (Michel Foucault) tentang politik tubuh, dari sejarah seksualitas

dan relasi-relasi kekuasaan yang mengelilinginya (Abdilah, 2002: 12).

Foucault dikenal sebagai filsuf Perancis yang menjadi salah satu

tokoh pelopor posmodernisme. Michel Foucault lahir di Poitiers, Perancis,

pada tahun 1926. Selain mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang

filsafat, Foucault juga mendapatkan pendidikan dalam bidang psikologi. Dia

pernah bekerja sebagai dosen di Uppsala, Swedia (1954), di Warsawa,

Polandia (1958), di Hamburg, Jerman (1959), dan di Tunis, Tunisia (1966-

1968). Foucault meninggal pada tahun 1984 akibat penyakit yang terkait

dengan gejala AIDS (Lechte, 2001:177).

Foucault memandang bahwa ideologi merupakan hasil hubungan

kekuasaan di mana saja. Menurut Eagleton hubungan kuasa bukan hanya

muncul pada tataran negara saja, namun juga dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai, usaha saling

menekan. Hubungan kekuasaan ini menghasilkan cerita yang oleh Foucault

disebut discourse (sering dipandang sebagai “diskursus” atau “wacana”)

(Takwin, 2003: 109).

Setiap wacana bukanlah kebenaran mutlak, bukan representasi dari

realitas sesungguhnya, melainkan reaksi manusia terhadap apa yang terjadi

padanya, sebagai reaksi manusia terhadap kekuasaan yang mengekangnya

(Foucault, 1981; Hawkes, 1996). Foucault tidak berambisi untuk melakukan

pembebasan masyarakat dari pengaruh wacana. Ia Justru melihat wacana

muncul sebagai hasil hubungan kuasa dan pengetahuan yang bergabung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

19

bersama (Foucault 1978: 100). Setiap wacana mengasumsikan pengetahuan

akan kebenaran masing-masing yang tidak dapat diklaim sebagai yang paling

benar. Dalam penelitian ini berdiri dua kebenaran yang menjadi wacana,

meskipun bukanlah kebenaran mutlak. Kebenaran akan tradisi ziarah kubur

maupun kebenaran dalam pemurnian agama dalam wujud larangan berziarah

kubur.

Identitas politik tidak bisa terlepas dari kekuasaan. Manusia dalam

perkembangannya dipenuhi dengan agenda-agenda politik, yang membentuk

identitasnya. Foucault menjelaskan kekuasaan bukanlah sesuatu yang nyata,

yang harus dimiliki oleh seorang individu atau lembaga . Sebaliknya,

kekuasaan merupakan sistem yang kompleks dari hubungan kekuatan yang

berlaku di tengah masyarakat pada suatu titik waktu tertentu. Sejauh

masyarakat terus-menerus terjebak dalam hubungan kekuatan politik,

pengaruh kekuasaan tidak mungkin terhindarkan, karena kekuasaan

dihasilkan dari satu waktu ke waktu berikutnya, di setiap titik, atau lebih

tepatnya dalam setiap hubungan dari satu titik ke titik lain. Kekuasaan berasal

dari manapun, bukan karena kekuasaan mencakup segala sesuatu, tetapi

karena kekuasaan berasal dari manapun (Foucault, 1978: 93). Dalam

penelitian ini ada dua kekuasaan yang menimbulkan perbedaan pandangan

dalam menyikapi wacana ziarah kubur, yaitu antara tradisi jawa sebagai

kekuatan lokal dengan ajaran Kristen sebagai Agama. Persinggungan

perbedaan ini yang kadang menentukan pilihan akan identitas seseorang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

20

Realitas keragaman penciptaan manusia hadir dengan membawa

identitas dasar yang bermacam-macam, dengan bentukan karakter dan fungsi-

fungsi fisiologis tubuh yang berbeda pula. Pada tataran praksis, pembacaan

dan penerimaan terhadap pluralitas memunculkan beberapa pandangan,

pemakluman, kalau tidak penolakan dan pengingkaran. Dalam hal ini,

pandangan terhadap keragaman etnis dipengaruhi oleh berbagai macam faktor

dan paradigma. Ketika timbul kesadaran individu akan dunianya dan

kesadaran kolektif akan identitasnya, terbentuk identitas kelompok dasar dari

anugerah dan pengenalan diri setiap individu itu, bersama-sama orang lain

yang diperolehnya sejak lahir, di dalam keluarga tempat dilahirkan pada saat

itu dan tempat itu juga. Muncul “kesadaran lain”, dalam bahasa Harold Isaac

sebagai “pemujaan” terhadap identitas-identitas tersebut. Pemujaan ini

menumbuhkan suatu kekuatan, pemicu pembangunan suatu komunitas,

meneguhkan atau sebaliknya, mencerai beraikan (Abdilah, 2002: 9-10).

Dalam hal ini, hadirnya wacana dalam tradisi Jawa berkaitan dengan

ziarah kubur tidak muncul dengan sendirinya begitu saja. Ada kesadaran

kolektif akan identitasnya. Ziarah kubur sebagai perilaku sosial dalam

masyarakat menunjukan identitas kolektifnya sebagai orang Jawa. Kesadaran

ini muncul dari pengenalan dirinya dengan lingkungan dan orang-orang

sebelumnya. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang mengantar terciptanya tradisi

dalam masyarakat dan menumbuhkan suatu kekuatan. Maka di sini bisa

terlihat, muncul permasalahan ketika orang tidak sesuai dengan tradisi yang

telah diyakininya atau telah menjadi kesadaran kolektifnya. Begitupula

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

21

wacana kematian dalam ajaran Kristen yang tidak bisa dilepaskan dari

kolonialisme, juga menjadi kekuatan dalam membentuk identitas seseorang.

Foucault memandang agama tersebut sebagai bagian dari mekanisme

untuk mengontrol fungsi kehidupan manusia. Gagasan-gagasan ini,

belakangan akan berkembang dalam konseptualisme Foucault terhadap

agama sebagai kekuasaan politis. Ini menunjukkan bagaimana Foucault lebih

tertarik pada agama sebagai praktik atau fungsi agama, ketimbang agama

sebagai keyakinan (Carrette, 1999: 50). Dari sini dapat dilihat, bahwa

Foucault tidak ingin melihat sebuah kebenaran agama tetapi agama sebagai

kekuasaan yang mengontrol pengikutnya.

Teori Foucault dirasa tepat untuk membidik permasalahan berkaitan

dengan pertarungan kekuasaan tersebut. Kuasa sering kali dianggap subyek4

yang berkuasa dan subyek itu dianggap menindas. Namun, menurut Foucault

kuasa tidak bersifat subyektif. Kuasa juga tidak bekerja dengan cara negatif

dan represif, melainkan dengan cara positif dan produktif. Kuasa

memproduksi realitas, kuasa memproduksi lingkup obyek, dan ritus-ritus

kebenaran (Bertens, 2006). Dari kekuasaan ini obyek merasa tidak dikuasai,

justru semakin mengamini kekuasaan itu tanpa disadari. Salah satunya

kekuasaan itu hadir melalui agama.

Lembaga produksi kekuasaan pengetahuan yang dahsyat adalah

agama. Agama tidak bisa dipisahkan dari mekanisme dan teknik kekuasaan

4 Subyek dalam arti sesustu yang berkuasa seperti raja, pemerintah,ayah, laki-laki, dan kehendak

umum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

22

normatif dan disipliner. Agama mengatur individu dan masyarakat melalui

teknik penyeragaman baik perilaku, bahasa, pakaian, maupun ritus. Dengan

teknik itu akan dihasilkan identitas, yang akan memudahkan untuk

mendapatkan kepatuhan dari pemeluknya (Haryatmoko, 2010:99).

Dari konsep penelitian ini dapat dilihat bagaimana etnis dalam hal ini

tradisi jawa yang memberikan sebuah kesadaran kolektif dalam masyarakat

yang menjadi kekuatan yang meneguhkan dalam membangun komunitas

berhadapan dengan agama yang menuntut kepatuhan pengikutnya. Orang

Jawa yang beragama Kristen akhirnya harus menentukan identitasnya. Secara

sadar atau tidak, ada pertarungan kekuasaan dengan membawa wacana yang

bertabrakan yang mengarah pada pembentukan identitas subjek. Ini sejalan

dengan apa yang menjadi pemikiran Foucault dengan mengeksplorasi

praktik-praktik wacana serta wujud-wujud kekuasaan yang membentuk

subjek. Bukan kebenaran akan wacana tersebut, tetapi justru menggagas teori

tentang hubungan antara kebenaran dan kekuasaan (Beilharz, 2005).

Penelitian ini bukan melihat kebenaran akan tradisi ziarah kubur baik dari

sudut pandang teologi kristen atau kebenaran yang diyakini orang Jawa.

Tetapi lebih melihat Identitas yang terbentuk ketika ditempati dua kebenaran

yang bertabrakan.

Dalam menentukan identitasnya berkaitan dengan kekuasaan politik,

untuk menciptakan kepatuhan ada konsep yang perlu diperhatikan yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

23

panoptikon5 yang dikembangkan oleh Foucault. Panoptik bisa berfungsi

sebagai usaha menciptakan penyeragaman dalam hubungan dengan orang di

tengah kehidupan sehari-hari (Foucault, 1995: 205). Panoptik dalam hal ini

adalah agama yang dihadirkan melalui ajaran alkitab, orang takut melanggar

larangan agama karena takut akan dosa. Jemaat Kristen dalam menyikapi

wacana ziarah kubur takut untuk melanggar ajaran agama. Begitu pula

sebaliknya, pengucilan diri dari lingkungan masyarakat juga menjadi

panoptikon, ketika tidak melakukan ziarah kubur secara kolektif ataupun

individu takut dikucilkan oleh masyarakat karena dianggap melanggar tradisi

yang sudah ada.

Konsep ini mempengaruhi seseorang dalam menentukan identitasnya,

meskipun hukumannya belum nyata (dosa dan anggapan akan dikucilkan)

menjadi pertimbangan dalam menentukan negosiasi dalam dirinya. Terjadi

negosiasi akan identitasnya, baik itu tetap teguh dalam tradisi jawa, yakin

dengan agamanya, atau mungkin ada identitas baru yang muncul.

Ada beberapa penelitian berkaitan denagan identitas politik dalam

kebangkitan Agama dan wacana ziarah kubur. Yang pertama adalah

penelitian dari Titi Mumfangati (2007) yang meneliti tentang Tradisi Ziarah

5 Panotik adalah sistem penjara yang ditemukan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Panoptik

pada intinya adalah upaya pendisiplinan berbasis (tanpa) pengawasan. Panoptik dilakukan

dengan mengancamkan pengawasan yang disertai hukuman bagi perilaku tertentu;

kemudian menciptakan keyakinan bahwa seseorang sedang diawasi setiap saat, meskipun

sebenarnya tidak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

24

Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa.6 Penelitian ini melihat bagaimana

motivasi orang jawa mengunjungi atau berziarah kemakam leluhurnya. Hasil

penelitian ini memperlihatkan bagaimana ziarah makam dimanfaatkan untuk

kepentingan-kepentingan tertentu, misalnya mencari ketenangan, mencari

rejeki, keberuntungan. Penelitian ini lebih melihat bagaimana aspek

psikologis orang yang berziarah kubur. Sementara itu Y. Tri Subagyo (2005)

juga melihat bagaimana peristiwa kematian dan juga setelah kematian yaitu

seperti ziarah kubur menjadi pengalaman bagi orang yang berada

disekitarnya. Penelitian etnografis ini melihat bagaimana realita yang ada

berkaitan dengan misteri kematian. Ziarah kubur dalam penelitian Asep

Ma’mun (2007) dilihat secara teologis yaitu melihat persepsi masyarakat

terhadap ziarah kubur: sebuah studi kasus atas masyarakat Aeng Panas.

Dalam penelitian ini melihat bagaiamana tradisi ziarah kubur dalam ajaran

islam menjadi sumber keselamatan atau untuk mengingatkan akan kematian.

Martin Lukito Sinaga (2004) meneliti Identitas poskolonial gereja

suku, penelitian ini melihat Identitas seseorang yang terbentuk melalui

representasi diri berhadapan dengan resistensi terhadap representasi pihak

yang kuat atas diri suatu komunitas. Dalam penelitian ini terkandung proses

perjumpaan dan negoisasi sebagai hasil proses kolonialisme yang panjang,

menemukan identitas sama dengan mengajukan ikhtiar perubahan sosial atau

perluasan kebebasan dalam ruang publik. Selain itu Yendri A.H. (2007) juga

6 Mumfangati, Titi. Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa. Dalam Jantra Vol. II No

03, Juni 2007

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

25

melihat bagaimana identitas seseorang ketika berhadapan dengan agama.

Yakni, Identitas penganut Merapu berhadapan dengan Gereja dan

Pemerintah. Kedua penelitian tersebut melihat bagaimana identitas seseorang

berkaitan dengan wacana tentang agama ketika mengalami perjumpaan

dengan wacana lain.

Dalam penelitian ini, akan lebih melihat bagaimana wacana

kebangkitan agama mempengaruhi identitas seseorang. Hal ini berkaitan

bagaiman negosiasi identitas orang Jawa yang beragama Kristen ketika

berdiri dalam dua wacana yang berbeda. Jadi bukan pada pemaknaan ziarah

kubur dari aspek teologis, psikologis, ataupun antropologi, tetapi lebih pada

pengalaman terhadap ziarah kubur yang akhirnya menentukan identitas saat

berada dalam dua kekuatan.

VII. Metode Penelitian (Sumber data dan pengumpulannya)

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Lived Experience,

yaitu, pengalaman hidup secara langsung orang Jawa yang beragama Kristen

dalam menyikapi wacana tentang ziarah kubur. Seperti yang disampaikan

Paula Saukko, penelitian dalam kajian budaya meliputi pengalaman hidup,

wacana, dan juga konteks sosial (Saukko, 2003:33). Wacana di sini lebih

berkaitan dengan kebangkitan agama, yaitu kebangkitan agama Kristen dalam

menyebarkan ajarannya tentang larangan melakukan ziarah kubur atau usaha

purifikasi. Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan

observasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

26

Subjek dalam penelitian ini adalah orang Jawa yang beragama

Kristen. Sedangkan lokasi penelitian adalah Desa Banyubiru, Kecamatan

Banyubiru, Kabupaten Semarang Jawa tengah. Lokasi ini dipilih karena yang

pertama berdekatan langsung dengan kehidupan peneliti, kedua masyarakat

Desa Banyubiru masih menjunjung tinggi tradisi ziarah kubur, bahkan

setahun sekali diadakan ziarah kubur masal atau tradisi nyadaran. Selain itu

saat ini berkembang juga Gereja Kristen Jawa di daerah Banyubiru.

VIII. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tesis tentang Kejawaan dan Kekristenan yang

berjudul Negosisasi identitas orang Kristen Jawa dalam persoalan di sekitar

ziarah kubur, akan terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan

yang berisi tentang latar belakang permasalahan, tema, rumusan

permasalahan, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, konsep penelitian dan

juga kajian pustaka.

Pemilihan judul di sekitar ziarah kubur ingin menggambarkan bahwa

ada tradisi atau ritual lain di sekitar ziarah kubur yang sangat mempengaruhi

tradisi ziarah kubur itu sendiri. Tradisi lain tersebut antara lain slametan atau

genduren, merti desa, dan juga ritual penghormatan leluhur serta pemaknaan

kematian itu sendiri. Sebelum membahas tentang negosiasi identitas orang

Kristen Jawa perlu dikaji dulu bagaimana orang Jawa sendiri menyikapi

tradisi-tradisi Jawa yang sangat mempengaruhi identitas Kejawaan. Desa

Banyubiru sebagai wilayah perjumpaan identitas Kejawaan dan Kekristenan

digambarkan dalam bagian kedua (Bab II). Di bagian kedua ini yang pertama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

27

melihat bagaimana sejarah Banyubiru sendiri berkaitan dengan bumi

perdikan. Pemaknaan bumi perdikan menjadi persoalan yang perlu dibahas

karena konsepsi ini mengarah pada penghormatan leluhur, baik secara

individu maupun komunal. Pemahaman ini juga mengantar pada tradisi

sedekah bumi perdikan Banyubiru yang di dalamnya ada ritual slametan,

pertunjukan wayang kulit, dan ziarah kubur yang semuanya mengarah pada

permohonan pangestu leluhur mereka. Di bagian kedua, juga digambarkan

kondisi gegografis dan juga keadaan penduduk, hal ini sangat mempengaruhi

pola pembentukan identitas Kejawaan. Ketergantungan hidup masyarakat

terhadap alam turut mendorong masyarakat untuk melakukan ritual

permohonan kesuburan dan juga keselamatan hidup melalui leluhur mereka.

Usaha purifikasi agama Kristen yang hadir di tengah masyarakat Desa

Banyubiru akan dikaji di bagian ketiaga (Bab III). Bagian pertama akan

terlebih dahulu menjelaskan sejarah Kristenisasi di Jawa, bagaimana proses

muncul dan berkembangnya ajaran Kristen yang tidak bisa dilepaskan dari

kolonialisme. Muncul dinamika pertarungan wacana yang mengantar pada

pembentukan identitas biner, antara Kristen “Jawa” dan Kristen “landa”.

Sejarah menjadi hal yang penting untuk melihat dinamika Kekristenan di

Desa Banyubiru. Bagian kedua dalam bab ini lebih menjelaskan tentang

proses dan pengaruh pembentukan identitas Kristen Jawa di Banyubiru.

Pembentukan identitas ini mulai dari peran penyebar ajaran, cara penyebaran,

dan keadaan umat yang ada. Konsepsi atau ajaran Kristen yang diajarkan

merupakan usaha purifikasi untuk meyakini bahwa arwah roh leluhur sudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

28

berada di Surga, sehingga tidak perlu adanya ritual ziarah kubur, slametan,

dan juga ritual penghormatan leluhur lainnya. Ajaran ini diajarkan tanpa ada

unsur pemaksaan dan kekerasan, namun bersifat produktif.

Perbedaan konsepsi atau ajaran tentang kematian ini mengarah pada

proses negosiasi identitas Jemaat GKJ (Bab IV). Bagian pertama memberikan

gambaran tentang konsepsi ajaran Kristen yang hadir dalam usaha purifikasi

(berkaitan dengan tradisi Jawa seperti slametan,dan ziarah kubur), konsepsi

akan kematian. Mekanisme yang mempengaruhi negosiasi identitas adalah

adanya usaha memberi kepatuhan disetiap ajaran, sehingga bagian kedua

lebih menjelaskan bagaimana Kekristenan dan Kejawaan dalam usaha

memberikan kepatuhan, bagaimana Alkitab dan juga “aturan” komunal

masyarakat memberikan kepatuhan pada masyarakat.

Bagian terakhir (Bab V) adalah kesimpulan. Pada bagian kesimpulan

penelitian ini, ingin melihat apakah purifikasi agama Kristen berhasil secara

total, atau jemaat GKJ masih tetap melakukan tradisi di sekitar ziarah kubur

dengan pemaknaan yang berbeda. Apakah mereka merasa dirinya adalah

orang Jawa namun juga sebagai orang Kristen, sehingga terbentuk identitas

yang kreatif, sehingga tradisi Jawa digunakan bentuknya saja untuk menjaga

identitasnya sebagai manusia Jawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

29

BAB II

“IDENTITAS KEJAWAAN” MASYARAKAT DESA BANYUBIRU

Dari ritual yang memuat sesaji, mitos, dan

seni yang dilaksanakan bersamaan (serentak)

berarti orang Jawa masih meyakini bahwa

ada makna dan fungsi tertentu bagi

keselamatan hidupnya (Endraswara, 2006)

Pergumulan orang Jawa dengan agamanya yang serba lentur, serba baik,

dan terbuka, mengarah pada sejumlah tata hidup yang dianggap bermuatan

spiritualitas. Hal ini dapat terlihat dari berbagai ritual hidup perjalanan manusia,

dalam peristiwa kelahiran hingga peristiwa kematian. Berbagai ritual dan sesaji

merupakan simbol semangat spiritualisme yang intinya mempercayai bahwa ada

kekuatan lain yang lebih tinggi atas kekuatan manusia, tidak lain adalah ingin

menyandarkan pada kekuatan Tuhan yang maha kuasa.

Sosok manusia utama dalam konsep manusia Jawa berdimensi pada dua

wilayah, kepada Tuhan (vertikal) dan kepada sesama manusia (horisontal)

(Mulyana, 2006). Tuhan sebagai sandaran manusia yang dihadirkan melalui

berbagai ritual dan sesaji ini menjadi dimensi vertikal manusia sedangkan pada

taraf horisontal tergambar dalam simbol bahasa bisa ajur ajer (mampu

beradaptasi dan menyeleksi). Konsep ini menganjurkan kepada orang Jawa agar

selalu dapat menempatkan dirinya secara adaptif di manapun berada.

Dua dimensi ini membawa manusia Jawa untuk bisa menempatkan dirinya

baik secara komunal maupun secara vertikal. Maka pada bagian ini akan di

jelaskan bagaimana Desa Banyubiru sebagai masyarakat Jawa menunjukkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

30

berbagai identitas kejawaannya, baik dalam laku kehidupan secara sosial

maupun dalam berbagai tradisi.

Bagian pertama ingin memberikan gambaran Desa Banyubiru sebagai

bumi perdikan. Pemaknaan akan bumi perdikan mengantar pada keyakinan

warga Banyubiru akan identitas kejawaan yang begitu kuat. Selain sejarah,

kosmologi Desa Banyubiru juga menjadi hal yang perlu dibicarakan.

Keberadaan rawa, gunung, sawah, dan juga sungai berkaitan dengan laku ritual

sebagai manusia Jawa.

Pada bagian kedua memberikan penjelasan berkaitan dengan kondisi

sosial dan budaya Desa Banyubiru. Kondisi ini berpengaruh pada pola

masyarakat Jawa yang terbentuk. Ini tergambar dari bagaimana kehidupan sosial

ekonomi Mayarakat Desa Banyubiru, tradisi Sedekah Bumi, dan tradisi ziarah

kubur di Desa Banyubiru.

I. Desa Banyubiru sebagai Wilayah Kejawaan

1. Sejarah Banyubiru sebagai Bumi perdikan

Berbagai upaya terus dilakukan manusia untuk menjangkau realitas

dirinya, tidak sekedar memahami keberadaan dirinya secara individu tetapi juga

secara komunal. Pencarian identitas secara komunal tidak bisa dilepaskan dari

sebuah sejarah, baik tempat maupun pelaku sejarah. Namun, sebelum sampai

pada pencarian identitas secara komunal manusia selalu mencoba mencari

identitas akan dirinya.

Pergumulan orang Jawa akan jati dirinya tergambar dalam berbagai

permenungan yang cukup mendalam. Orang Jawa selalu mencari asal-usal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

31

hidupnya. Asal-usul keberadaan manusia yang sering dikenal dengan sangkan

paraning dumadi, yaitu sebuah pemahaman masyarakat Jawa tentang asal

muasal kejadian manusia.

Tentang asal-usuling dumadi ini merupakan sebuah pertanyaan yang

sangat mendasar, karena setiap perilaku orang Jawa selalu ingin mengetahui

bibit kawit (asal mula), atau wiji (biji). Pemahaman ini melahirkan lakon wayang

yang cukup terkenal, yaitu Dewa Ruci. Sebuah lakon wayang yang

menggambarkan tercapainya kebahagiaan sejati dengan cara menunggalnya

kawula (Bima) dengan Gusti (Dewaruci). Lebih dalam lagi, Magnis (1988:116-

117) memberi penafsiran, bahwa Dewaruci yang kerdil dan mirip dengan Bima

tiada lain adalah “batin Bima sendiri”. Oleh karena itu, sesudah memasuki

batinnya sendiri, Bima teringat bahwa pada hakikatnya ia berasal dari unsur

Illahi. Dalam hal itu, ia kembali menghayati kesatuan hakikinya dengan asal-

usulnya itu, kesatuan hamba dan Tuhan (kawula Gusti). Melalui kesatuan itu

manusia mencapai apa yang oleh orang Jawa disebut kawruh sangkan paraning

dumadi: pengetahuan (kawruh) tentang asal (sangkan) dan tujuan (paran) segala

apa yang diciptakan (dumadi). Oleh sebab itu, ritus kejadian desa yang sering

dikaitkan dengan sejarah desa atau bersih desa merupakan tindakan introspeksi

akan asal kehidupan manusia, yang didalamnya terkandung rasa syukur dan

harapan bagi masa depan. Rasa syukur atas asal mula kehidupan melalui leluhur

atau cikal bakal desa mereka. (Hidajat, 2006)

Manusia Jawa dalam perilakunya untuk mengetahui asal mula dan akhir

kehidupannya selalu dilakukan dengan berbagai cara. Tidak hanya berhenti pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

32

sebuah tradisi bersih desa saja, namun mencoba mencari lebih mendalam sejarah

leluhur mereka. Usaha inilah yang dilakukan oleh masayarakat Desa Banyubiru,

usaha untuk mempertahankan identitas kejawaannya melalui rasa hormat pada

leluhur mereka, usaha untuk mengetahui leluhur mereka. Oleh sebab itu,

sebelum sampai pada tradisi bersih desa dan juga tradisi ziarah kubur, penting

pula mengetahui sejarah Banyubiru sebagai Bumi Perdikan, karena dengan

Bumi Perdikan ini ada usaha untuk mempertahankan identitasnya sebagai

manusia Jawa.

Berdasarkan cerita rakyat atau cerita babad, Banyubiru merupakan salah

satu daerah yang memiliki sebutan daerah “Bumi Perdikan”. Meskipun saat ini

sebenarnya sebutan tersebut secara resmi dalam pemerintahan sudah tidak

dipakai, namun Banyubiru masih mempertahankan identitas tersebut, seperti

yang tertulis di Gapura Desa Banyubiru dengan tulisan Bumi Perdikan

Banyubiru. Usaha mempertahankan identitas tersebut sebagai wujud hormat

bakti kepada leluhur di Banyubiru, masyarakat menyadari bahwa Bumi Perdikan

merupakan penghargaan atas jasa leluhur mereka.7

Bumi Perdikan sendiri pada waktu itu merupakan daerah yang

dibebaskan atau tidak perlu membayar pajak atau asok gelondong pengareng-

areng kepada kerajaan penguasa sebagai suatu kewajiban. Pembebasan ini

karena beberapa alasan, yang pertama karena Banyubiru sering terkena bencana

banjir bandang. Bencana banjir ini terjadi karena di desa Banyubiru pada saat itu

dilalui sungai yang cukup besar dengan sebutan Klegung atau Kali Agung.

7 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sri Anggoro (Kepala Desa Banyubiru) tanggal 2 Maret

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

33

Sungai itu saat ini masih ada namun sudah tidak sebesar dahulu. Banjir bandang

ini membuat masyarakat menderita, sehingga sudah selayaknya jika tidak

dikenakan wajib pajak. Kedua, warga Desa Banyubiru ikut menjaga tempat-

tempat suci. Beberapa tempat suci tersebut diantaranya adalah Candi yang

terletak di sekitar Rawa Pening. Candi ini bernama Candi Dukuh yaitu sesuai

dengan nama lokasi candi ini berada. Menurut penduduk sekitar, candi ini adalah

peninggalan Prabu Brawijaya V sehingga kadang candi ini disebut juga dengan

Candi Brawijaya. Namun saat ini kondisi candi hanya tinggal reruntuhan saja

dan tidak diketahui bagaimana bentuk dari candi ini sebelumnya.8

Selain candi, masih banyak tempat suci lainnya yang dilindungi namun

keberadaannya sudah tidak bisa dilacak karena tidak ada peninggalan yang pasti.

Namun, berdasarkan nama seperti Dusun Lembu, diyakini masyarakat sekitar

dahulu ditemukan candi berupa lembu. Selain itu, Dusun Pundan diyakini

merupakan tempat pepunden atau boleh dikatakan tempat pemujaan. Semua

daerah tersebut berada di Banyubiru.9

Penyebutan atau pemberian status bahwa Banyubiru sebagai Bumi

Perdiakan ini berdasarkan penemuan candi yang diperkirakan sejak jaman

Majapahit. Meskipun sulit memastikan, namun ini didasarkan dari keberadaan

Candi Gedong Songo yang bercorak Hindu. Banyak peninggalan Sejarah

8 Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Ki Adi Samidi (sesepuh Desa Banyubiru & Pelaku

kebatinan Jawa) tanggal 14 Februari 2013 9 Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Ki Adi Samidi (sesepuh Desa Banyubiru & Pelaku

kebatinan Jawa) tanggal 14 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

34

Banyubiru yang tidak bisa dilepaskan dari Candi Gedong Songo yaitu situs-situs

Hindu.10

Masyarakat Desa Banyubiru dalam usahanya mempertahankan identitas

Bumi Perdikan ternyata muncul sebuah permasalahan. Beberapa Ulama Islam di

Desa Banyubiru tidak sepakat bila Desa Banyubiru masih mempertahankan

identitasnya sebagai Bumi Perdikan. Beberapa alasannya adalah, sudah tidak

tepat untuk mengatakan Banyubiru sebagai Bumi perdikan, yang kedua mereka

berpendapat bahwa pemberian tanah perdikan merupakan sesuatu gambaran

daerah yang tidak baik, karena dianggap sebagai daerah yang tidak berbakti pada

tanah air.11

Para Ulama Islam menganggap bahwa bukan saatnya lagi berbicara

tentang masa lalu, saat ini yang terpenting menjadi manusia beragama. Seperti

apa yang diungkapkan oleh Bapak H. Basuki berikut:

“Jangan sebut lagi Banyubiru sebagai Bumi perdikan, karena itu

masa lalu yang tidak baik. Dibebaskan pajak berarti kita tidak setia

pada Tanah air kita. Yang terpenting saat ini adalah beribadah dan

menyembah Allah. Sehingga saya tidak sepakat bila Bersih Desa di

Banyubiru menggunakan nama Sedekah Bumi Perdikan”.

Perbedaan akan pemaknaan Bumi Perdikan menjadi sebuah perdebatan

yang tidak terselesaikan. Namun, dipihak lain identitas Bumi Perdikan tetap

dipertahankan. Sampai saat ini nama Bumi Perdikan tetap digunakan, bahkan

dalam acara bersih desa menggunakan sebutan Sedekah Bumi Perdikan

10

idem 11

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak H. Basuki (Ulama Desa Banyubiru) tanggal 30

Maret 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

35

Banyubiru. Beberapa faktor yang mempengaruhi tetap digunakannya istilah ini

karena Kepala Desa Banyubiru saat ini lebih nasionalis atau bukan dari golongan

ulama dan ingin menunjukan identitasnya sebagai orang Jawa.

Wacana kebenaran tentang Sejarah Banyubiru sebagai Bumi Perdikan

menjadi pertarungan. Meskipun setiap wacana sebenarnya bukanlah kebenaran

mutlak, bukan representasi dari realitas sesungguhnya, melainkan reaksi

manusia terhadap apa yang terjadi padanya, sebagai reaksi manusia terhadap

kekuasaan yang mengekangnya. Wacana tentang kebenaran akan sejarah Bumi

Perdikan Banyubiru mampu menjadi kekuatan dalam pembentukan identitas

manusia jawa, namun disisi lain juga bisa berakibat sebaliknya yaitu

menghancurkan. Ini sesuai dengan ungkapan Foucault “Wacana menghasilkan

kekuatan yang memperkuat, tetapi juga bisa menghancurkan, membuat rapuh

dan memungkinkan untuk menggagalkan” (Foucault, 1978: 101).

Wacana yang hadir melalui cerita akan Bumi Perdikan terkonstruksikan

di dalam masyarakat melalui cerita-cerita yang hadir secara turun menurun dari

leluhur mereka dan masih menjadi perdebatan yang panjang untuk mencari

kebenarannya. Kekuasaan mempunyai kekuatan untuk menentukan kebenaran

tersebut. Wacana kebenaran tentang Bumi perdikan pada akhirnya tetap

dipertahankan hingga saat ini. Berbagai usaha dilakukan, selain pemasangan

tulisan Gapura Bumi Perdikan juga acara Sedekah Bumi Perdikan Banyubiru.

Di lain pihak, beberapa Ulama yang tidak sepakat dengan Bumi Perdikan

hanya berhenti pada tataran ketidaksetujuannya tanpa tindakan yang konkret.

Usahanya untuk mempengaruhi masyarakat tidak berhasil. Justru sebaliknya,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

36

Kepala Desa Banyubiru dan beberapa tokoh Masyarakat bahkan mencoba untuk

mencari cerita tentang leluhur di Banyubiru sebagai Bumi Perdikan. Usaha

pencarian identitas ini tidak lain ingin memperkuat identitas masyarakat

Banyubiru sebagai masyarakat Jawa yang dalam sejarahnya pernah tinggal para

tokoh-tokoh besar dalam sejarah kerajaan-kerajaan Jawa.

Daerah Bumi Perdikan Banyubiru tidak bisa dilepaskan dari para leluluhr

atau tokoh-tokoh besar yang berjasa atau pernah singgah di Banyubiru. Tokoh

tersebut salah satunya adalah Laksamana Sora Dipoyono. Dia adalah seorang

panglima perang dibawah sultan Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor pada

waktu perang Malaka mengusir penjajah Portugis. Pada waktu itu jatuhnya

Malaka ke tangan orang Portugis dalam tahun 1511, Demak justru mencapai

kejayaannya. Daerah-daerah pesisir di Jawa Tengah dan Jawa Timur mengakui

kedaulatan Demak dan mengibarkan panji-panjinya. Pati Unus sangat giat

memperkuat dan memperluas kedudukan Kerajaan Demak sebagai Kerajaan

Islam. Tahun 1513 Kerajaan Demak bahkan memberanikan diri mengusir

Portugis. Sayang bahwa usaha ini gagal, karena Portugis ternyata lebih unggul

(Efendy, 1987; Purwadi, 2005).

Laksamana Sora Dipoyono berdasarkan cerita masyarakat diyakini

sebagai salah satu panglima parang penyerangan tersebut. Namun, karena di

dalam Kerajaan Demak terjadi pertengkaran dalam tubuh keluarga Keraton

maka Sora Dipoyono mengasingkan diri atau menyepi di daerah Banyubiru.

Beberapa Masyarakat meyakini bahwa Sora Dipoyono meninggal di Banyubiru

dan dimakamkan di daerah Banyubiru. Meskipun petilasan makam tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

37

sudah tidak ada, namun ada sebuah gumuk dimana masyarakat meyakini di situ

dimakamkan Sora Dipoyono yaitu Gumuk Bolodewo.12

Selain Sora Dipoyono yang hadir pada waktu kerajaan Demak, tokoh lain

adalah Kyai Joyoproyo yang keberadaannya saat perang Diponegoro atau perang

Jawa. Kyai Joyoproyo adalah nama sesinglon atau samaran, nama sesungguhnya

adalah Pangeran Tejokusumo.13

Dia adalah salah satu pengikut setia pangeran

Diponegoro. Ketika pangeran Diponegoro ditangkap, para pengikutnya

melarikan diri, salah satunya Pangeran Tejokusumo yang mengasingkan diri Ke

Banyubiru. Masyarakat meyakini bahwa Kyai Joyoproyo ikut membangun

Banyubiru dan wafat di Banyubiru. Sebagai wujud penghormatan, di Desa

Banyubiru terdapat makam Kyai Joyoproyo. Pemakaman tersebut tidak seperti

pemakaman yang lainnya karena pemakaman tersebut berada di suatu

pemukiman penduduk dan dibangun cungkup14

.

Perang Diponegoro, yang disebut Belanda sebagai Perang Jawa (1825-

1830) menjadi salah satu peristiwa yang menentukan sejarah Pulau Jawa. Perang

Diponegoro dianggap Belanda sebagai perang yang mengesahkan kedudukan

mereka di Jawa. Sebaliknya orang Indonesia memandang perang ini sebagai

perlawanan besar yang terakhir seorang pangeran terhadap kekuasaan Belanda.

12

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Ki Adi Samidi (sesepuh Desa Banyubiru & Pelaku

kebatinan Jawa) tanggal 14 Februari 2013 13

Sejarah ini diketahui dari wawancara dengan Ki Adi Samidi yang menceritakan berdasarkan

buku tentang sejarah Banyubiru yang menggunakan tulisan jawa gagrak alas jadi bukan tulisan

jawa kuno yang bisa membaca hanya beberapa orang. Dalam buku tersebut diceritakan tentang

Pepunden Banyubiru yaitu Mbah Joyoproyo dahulu trah Ngayogyokatro yang bernama Pangeran

Tejokusumo pengikut Pangeran Diponegoro.

14 Cungkup merupakan sebuah bangunan diatas makam bisa berupa rumah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

38

Baru kelak dalam abad ke-20, dengan munculnya pergerakan-pergerakan yang

disebut nasionalisme, kekuasaan Belanda sekali lagi ditentang dalam skala

nasional (Carey, 1986:7).

Desa Banyubiru merupakan daerah yang sangat strategis yang digunakan

Belanda untuk Benteng pertahanan di mana di Banyubiru dibangun Asrama

Kaveleri Belanda dan masyarakat Banyubiru juga andil pada perjuangan

melawan penjajah Belanda, setelah perang kemerdekaan Desa Banyubiru seperti

desa – desa di sekitarnya yang diakui secara yuridis.15

Sehingga mulai pada saat

itu telah melakukan penataan dan pembangunan di segala bidang sampai saat ini,

dan perlu diketahui bahwa di Desa Banyubiru pernah dipimpin Kepala Desa atau

sebutan lain seperti Demang atau Lurah atau sebutan lainnya.

Banyubiru sebagai Bumi Perdikan selalu dimaknai berbeda di setiap

periode kepemimpinan. Setelah Masa Kemerdekaan ketika Banyubiru dipimpin

oleh Dasono Soemaryadi tradisi bersih desa sudah dilakukan dengan menggelar

wayang kulit. Begitu pula pada waktu kepemimpinan Sunyoto tradisi tersebut

tetap dilakukan. Namun, tradisi bersih desa tahun 2000-2007 berhenti, yaitu

pada waktu kepemimpinan Suwandi. Baru tahun 2008 masa kepemimpinan Sri

Anggoro mencoba mengembalikan tradisi yang sudah ada sebelumnya.16

Bahkan

usaha menghargai leluhur sebagai Sejarah akan Desa Banyubiru mencoba untuk

15

Dibawah Pemerintahan Republik Indonesia yang secara umum termuat dalam Undang –

undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah – daerah Kabupaten dalam lingkup

Propinsi Jawa Tengah dan Undang – undang Nomor 67 tahun 1958 tentang Pembentukan

Wilayah Kotapraja Salatiga Dan Daerah Swatantra Tingkat II semarang.

16 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sri Anggoro (Kepala Desa Banyubiru) tanggal 2 Maret

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

39

di angkat sebegai identitas kejawaannya melalui Sedekah Bumi Perdikan yang

dalam kegiatan tersebut muncul slametan, ziarah kubur masal, dan juga

wayangan. Bapak Sri Anggoro mencoba mengangkat kembali tradisi dan ritual-

ritual ini dengan harapan kembalinya jati diri manusia Jawa, yang saat ini mulai

tergerus kehidupan yang modern. Selain itu juga ada harapan desanya akan

selalu mendapat berkah dan kemakmuran dengan menjalankan tradisi-tradisi

leluhurnya.

2. Kondisi Geografis Desa Banyubiru

Secara geografis Desa Banyubiru merupakan salah satu dari 10 Desa

yang berada di wilayah Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Propinsi

Jawa Tengah yang berpenduduk 8496 jiwa dengan luas wilayah Desa : 677.087

Ha. Kondisi wilayah Desa Banyubiru mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 –

3.250 mm/tahun dan berada di 450 ASL ( atau 450 M dari permukaan air Laut )

dan koordinat kantor Desa 7º17’30.06” S - 110º24’16.02” E.

Penghayatan masyarakat Desa Banyubiru berkaitan dengan Kejawaan,

sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis. Desa Banyubiru sendiri merupakan

daerah pedesaan yang terdiri daerah persawahan, pegunungan, rawa, dan juga

dataran biasa sebagai daerah pemukiman. Kondisi geografis ini mempengaruhi

matapencaharian penduduk di Desa Banyubiru, yaitu sebagai petani di

persawahan, petani di daerah pegunungan atau ladang, dan juga nelayan.

Meskipun banyak pula warga juga bekerja sebagai buruh pabrik, pegawai negri

sipil, dan lain-lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

40

Kehidupan warga masyarakat di Desa Banyubiru masih sangat

tergantung dengan alam, baik di daerah pegunungan maupun di sekitar rawa. Di

daerah pegunungan mereka menanam cengkeh, aren, pohon sengon, dan hasil

perkebunan lainnya. Mereka bertahan hidup dari hasil bumi di daerah

pegunungan. Sedangkan daerah rawa para warga mencari ikan, enceng gondok

untuk kerajinan, atau hasil-hasil rawa lainnya.

Kesinambungan hidup yang bergantung dari alam menuntut masyarakat

untuk selalu mensyukuri dan memohon kesuburan akan hasil bumi. Sikap

tersebut kemudian menimbulkan kebiasaan masyarakat di Desa Banyubiru untuk

menyatakan syukur dan terima kasih dengan menyelenggarakan kegiatan bersih

desa. Penyatuan diri dengan alam ini dibarengi dengan sikap menghormati

leluhur, agar mudah ditolong dalam berbagai kesulitan hidup.

Hal demikian, sejalan dengan pendapat Bratasiswara (2000:123) bahwa

bersih desa adalah kegiatan bersama masyarakat desa untuk menghormat,

mengenang, dan memelihara desanya setahun sekali seusai panen. Bagi

masyarakat yang bermata pencaharian bercocok tanam, musim panen menjadi

suatu harapan yang didambakan. Oleh karena itu, pada setiap musim panen

mereka merasa menerima kebahagiaan tahunan, sehingga menimbulkan gerakan

hati untuk mengenang dan menghormat desa yang telah berjasa menjadi tempat

hunian dan tumpuan hidup.

3. Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk sangat berpengaruh pada pemaknaan akan Kejawaan.

Mulai dari usia, mata pencaharian, tingkat pendidikan, dan juga agama. Keadaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

41

penduduk di Desa Banyubiru berdasarkan usia di masing-masing kelompok

umur hampir merata. Berkaitan dengan identitas Kejawaan, masa remaja sering

merupakan suatu titik pencarian akan identitasnya, meskipun ini klise karena

pencarian identitas tidak akan pernah berhenti. Berdasarkan data di atas, usia

remaja di Desa Banyubiru (usia 16-20 th) yaitu 9,84 % dan juga usia peralihan

(usia 21-25th) yaitu 9,93% pada usia inilah pencrian identitas akan entiitas

pertama kali terjadi. Walaupun anak-anak sadar akan beberapa perbedaan etnis

dan kebudayaan, kebanyakan secara sadar menghadapi etnisitas untuk pertama

kalinya pada usia remaja. Berbeda dengan anak-anak, remaja memiliki

kemampuan untuk meginterpretasikan informasi etnis dan kebudayaan, untuk

merefleksikan masa lalu, dan berspekulasi tentang masa depan (Harter, 1990

dalam Santrock, 2002:60).

Dalam penelitian ini, masa Dewasa dan usia lanjut (26 tahun ke atas)

menjadi subyek penelitian. Hal ini dikarenakan, pada usia tersebuut manusia

sudah bisa memaknai akan realitas kehidupannya. Beradasarkan data di atas,

masyarakat di Desa Banyubiru yang berusia di atas 26 tahun berjumlah sekitar

50,96 % dari seluruh jumlah penduduk.17

Identitas Kejawaan selain dipengaruhi oleh usia, juga dipengaruhi oleh

mata pencaharian. Seperti telah disinggung di bagian sebelumnya, mata

pencaharian menjadi suatu bagian dari sebuah pola hidup dalam masyarakat,

salah satunnya seperti pertanian yang membuat masyarakat menghayatinya

melalui tradisi bersih desa.

17

Sumber berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Desa Banyubiru Tahun 2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

42

Desa Banyubiru secara geografis sebagian besar berupa daerah pertanian

dan juga daerah rawa, namun berdasarkan data di atas mata pencaharian yang

bergantung pada alam dan berprofesi sebagai petani berjumlah 4,9%, Peternak

berjumlah 0,43%, Buruh tani berjumlah 4,13%, Nelayan berjumlah 1,31% lebih

kecil dibanding dengan buruh Pegawai Swasta yang berjumlah 19,06% dan juga

Buruh Industri berjumlah 25, 13%.18

Banyak faktor yang mempengaruhi jenis

pekerjaan ini, salah satunya usia dan juga jenjang pendidikan. Seperti yang

diungkapkan Bapak Supri Daryono sebagai berikut

“Saat ini, hanya sedikit yang mau mengoleh lahan pertanian.

Sekian banyak petani hanya beberapa orang yang anak muda,

mereka yang berpendidikan minimal SMA jarang atau bahkan

tidak ada yang mau turun ke sawah, meskipun sebenarnya tanah

di Banyubiru ini adalah tanah pertanian yang sangat subur.

Namun tidak hanya itu saja, faktor lain adalah tanah pertanian di

Banyubiru bukan semua milik warga tetapi juga milik TNI AD.

”19

Tingkat Pendidikan sangat mempengaruhi jenis pekerjaan di Desa

Banyubiru, sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada pemaknaan akan

tradisi bersih desa atau pemaknaan hidup mereka sebagai orang Jawa.

Masyarakat Desa Banyubiru masih banyak yang tidak pernah berada di bangku

sekolah yaitu berjumlah 12,9 % sedangkan yang menyelesaikan pendidikan pada

tingkat SLTA berjumlah 10,69%, tamat Akademi/Diploma berjumlah 9,06%,

18

Idem.

19 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Supri Daryono tanggal 9 April 2013 (Kadus dan

Ketua Kelompok Tani Dusun Kampung Rapet Desa Banyubiru)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

43

Sarjana ke atas berjumlah 8,61%. Dari prosentase tersebut terlihat bahwa di

Desa Banyubiru masih banyak warga yang tidak mengenyam pendidikan.20

Faktor lain yang sangat mempengaruhi identitas Kejawaan adalah agama.

Bila mendengar agama, banyak pemikiran yang muncul dengan gambaran yang

berbeda-beda. Ada yang menganggap agama sebagai jalan dan cara hidup,

agama adalah kepercayaan pada hal atau realitas yang lebih luhur dari pada

manusia, agama adalah rangkaian tindakan khas seperti doa, ibadat, dan upacara.

Agama juga dianggap sebagai perasaan tergantung secara mutlak pada suatu

realitas yang mengatasi dirinya. (Hardjana 2005:50)

Orang Jawa sendiri dalam memandang agamanya menurut Mulyana

(2006) terdiri dari tiga aspek, yang pada gilirannya telah melahirkan paling tidak

tiga kelompok besar: beragama secara murni, beragama campuran atau hibrid,

dan beragama kejawen asli. Kelompok pertama selalu mencoba menghayati

agamanya secara murni yaitu mengamalkan sesuai dengan ajaran agamanya,

biasanya tidak memberi ruang bagi amalan yang berbau takhayul atau

sejenisnya. Kelompok kedua, mereka yang melaksanakan agamanya atau

bercampur dengan keyakinan-keyakinan Jawa atau agama lain. Kelompok

ketiga, yaitu orang-orang Jawa yang benar-benar meyakini agama Jawa semdiri.

Inilah agama Jawa asli yang disebut agama Kebatinan atau Kejawen.

Meskipun demikian, secara yuridis-formal orang Jawa memiliki dan

mengakui keyakinan agama tertentu. Masyarakat Desa Banyubiru sebagian besar

20

Sumber berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Desa Banyubiru Tahun

2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

44

memeluk agama Islam yakni sebesar 88,06%.21

Pemeluk Islam di Desa

Banyubiru juga “terpecah” menjadi dua, yakni Nahdhatul Ulama (NU) yang

disebut-sebut sebagai kelompok Islam yang bisa mengakomodasi agama dengan

tradisi Jawa. Sementara Muhammadiyah berjuang demi tegaknya kemurnian

Islam. Meskipun demikan, secara kuantitatif di Desa Banyubiru lebih banyak

Islam “campuran” yang masih memberikan ruang pada tradisi Jawa, bahkan

menjadikan sesuatu yang cukup penting, terlihat adanya tradisi slametan, bersih

desa, dan tradisi-tradisi Jawa lainnya.22

Penduduk Desa Banyubiru yang memeluk agama Katholik 8,36%23

cenderung lebih bisa mengakomodasi tradisi Jawa. Keterbukaan tersebut terlihat

dari berbagai kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan tradisi Jawa, yaitu

adanya ibadah dalam upacara pernikahan baik prosesi sebelum pernikahan

ataupun saat pernikahan. Seperti pada malam midodareni24

, biasanya diadakan

sembahyangan atau doa bersama yang dipimpin oleh pemuka agama atau

prodiakon.

Agama Kristen di Desa Banyubiru sebesar 3,46%25

terbagi kedalam dua

kelompok, yaitu Gereja Kristen Jawa dan Gereja Betel. Desa Banyubiru yang

21

Sumber berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Desa Banyubiru Tahun

2011 22

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yusup soleh (Modin Dusun Kmapung Rapet Desa

Banyubiru) tanggal 5 April 2013 23

Sumber berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Desa Banyubiru Tahun

2011

24 Midodareni adalah malam hari sebelum upacara perkawinan dilangsungkan keluarga pihak

mempelai perempuan mengadakan tirakatan semalam suntuk. 25

Sumber berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Desa Banyubiru Tahun

2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

45

terletak tidak jauh dari Salatiga mempengaruhi perkembangan umat atau jemaat.

Salatiga merepukan salah satu tanah misi Kristenisasi yang sering disebut

dengan Salatiga zending.

Menjadi persoalan, munculnya titik perbedaan antara ajaran Kristen

dengan tradisi Jawa. Pemaknaan yang berbeda akan peristiwa kematian. Bagi

orang Jawa peristiwa kematian dimaknai tidak hilang begitu saja, namun ada

ritual dan tradisi-tradisi yang menyertaunya, salah satunya ziarah kubur. Bagi

Jemaat Kristen, berbagai ritual tentang kematian seperti ziarah kubur tidak perlu,

karena orang meninggal tidak butuh doa. Sehingga di sini terlihat jemaat Kristen

memiliki titik keberatan akan tradisi Jawa dalam soal ziarah kubur dan menjadi

menarik untuk diteliti bagaimana negosiasi identitas mereka.

II. Kondisi Sosial dan Budaya

1. Kehidupan Sosial Ekonomi Mayarakat Desa Banyubiru

Memayu hayuning bawana (berperilaku selaras demi keindahan dunia),

menjadi konsep atau motto hidup orang Jawa yang cukup penting. Orang Jawa

lebih merasa nyaman dengan perilaku dunia yang serba baik, kepada alam

maupun kepada sesama manusia. Memayu hayuning bawana menjadi nilai

kearifan dalam menanggapi dunia terkecil dalam lingkaran pengaruh masyarakat

(Amrih, 2008:74). Konsep hidup ini membawa warga Desa Banyubiru sebagai

orang Jawa secara komunal menghargai sesamanya.

Desa Banyubiru dalam kehidupan bermasyarakat masih sangat

menghargai sesama warga. Sebagai contoh ketika ada orang meninggal, mulai

dari perawatan jenasah dan penggalian makam dilakukan oleh warga dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

46

sukarela. Ibu-ibu berkumpul untuk menyiapkan makan sedangkan bapak-bapak

dan juga remaja menggali makam bersama.26

Tradisi semacam ini menuntut warga masyarakat untuk hidup secara

komunal, hidup di tengah masyarakat. Hukum sosial dalam masyarakat masih

sangat berlaku, seperti yang diungkapkan Bapak Supri Daryono berikut:

“Di sini warga takut untuk tidak hidup bersosial di tengah

masyarakat. Mereka takut kalau nanti mengalami kesusahan tidak

akan dibantu, karena warga selalu niteni atau mengingat-ingat siapa

yang tidak pernah hidup bersosial atau membantu warga lain.” 27

Hukum sosial menjadi suatu pengontrol bagi dirinya, manusia selalu

merasa diawasi ketika hidup bersosial di tengah masyarakat. Inilah menurut

Foucault menjadi panoptik, yaitu sebagai alat pendisiplinan yang memberikan

efek kepatuhan bagi kehidupan sosial masyarakat. Menurut Foucault “Panoptik

bisa berfungsi sebagai usaha menciptakan penyeragaman dalam hubungan

dengan orang di tengah kehidupan sehari-hari” (Foucault, 1995: 205). Disadari

atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari muncul ketakutan ketika tidak bersosial

di tengah masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Cahyo berikut28

:

“Saya takut kalau tidak ikut membuat makam, nanti kalau ada

keluarga saya yang meninggal tidak ada yang membantu yang

susah akhirnya ya saya sendiri. Lebih baik semacam ini saling

membantu, ini bagi saya sudah aturan hidup bermasyarakat.”

Aturan hidup bermasyarakat menjadi usaha pengontrolan dan

penyeragaman perilaku sosial masyarakat Desa Banyubiru. Muncul perasaan

26

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Supri Daryono (perangkat Desa Banyubiru) tanggal

16 Februari 2013 27

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Supri Daryono (perangkat Desa Banyubiru) tanggal

16 Februari 2013 28

Berdasarkan hasil wawancara dengan Cahyo (Warga Banyubiru) tanggal 15 April 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

47

takut ketika tidak hidup bersosial di tengah masyarakat. Selain itu kehidupan

secara komunal tampak dalam gotong royong atau kerja bakti. Dalam sebuah

pembangunan Desa, warga masyarakat bersama-sama bekerja dengan sukarela.

Begitu pula ketika salah satu warga membangun rumah. Ketika pekerjaan itu

cukup berat maka dilakukan sambatan yaitu dengan meminta bantuan pada

seluruh warga untuk melakukan pekerjaan tersebut.29

Tradisi semacam ini tidak muncul dengan sendirinya begitu saja, namun

terkonstruksikan sejak jaman leluhurnya dahulu. Sehingga ada usaha untuk tetap

melestarikan dan menjaga kehidupan sosial masyarakat tersebut. Kelanggengan

kehidupan sosial masyarakat ini juga dipengaruhi oleh mata pencaharian dan

kehidupan ekonomi mayarakat Desa Banyubiru.

Mata pencaharian dan keadaan ekonomi ini menimbulkan keinginan

untuk saling membantu sesama warga. Untuk iuran pembangunan desa

misalnya, secara nominal tidak disama ratakan tetapi disesuaikan dengan kondisi

ekonomi. Begitu pula ketika ada yang perlu dibantu secara ekonomi warga akan

bersama-sama suka rela membantu.30

Secara Ekonomi masyarakat di desa Banyubiru masih banyak yang

berkekurangan. Masih banyak warga yang menerima bantuan dari pemerintah.

Berikut data keluarga yang menerima bantuan social dari pemerintah31

:

a. Penerima Raskin : 543 KK32

29

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Supri Daryono (perangkat Desa Banyubiru) tanggal

16 Februari 2013 30

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Supri Daryono (perangkat Desa Banyubiru) tanggal

16 Februari 2013 31

Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Desa Banyubiru Tahun 2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

48

b. Penerima Jamkesma data tahun 2011 : 944 orang

c. Penerima Program Keluarga Harapan : 30 orang

Memayu hayuning bawana (berperilaku selaras demi keselamatan dunia)

sebagai nilai kearifan lokal membawa warga Desa Banyubiru untuk meciptakan

kesejahteraan bagi sesamanya. Saling membantu baik secara sosial maupun

ekonomi menjadi kewajiban bagi dirinya. Hukum sosial seperti pengucilan

menjadi alat kekuasaan yang produktif, bagi pihak yang merasa diuntungkan,

baik itu instansi maupun pribadi.

2. Tradisi Sedekah Bumi di Desa Banyubiru

Desa Banyubiru merupakan daerah agraris, sehingga masih memiliki

ketergantungan alam yang cukup besar. Sebagai ungkapan syukur atas alam

sekitar yang telah memberikan kesinambungan terhadap kehidupan masyarakat,

mereka mengungkapkannya melalui sebuah tradisi bersih desa. Bersih desa

biasanya juga disebut merti desa, artinya memelihara desa secara batiniah dan

lahiriah. Secara batiniah, menjalankan ritual mistik, baik berupa slametan

maupun pertunjukan seni. Secara lahiriah, mereka juga membersihkan makam

dan tempat-tempat khusus yang dianggrap sakral. Tempat-tempat tersebut

dianggap sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. Tempat yang sakral

itu dianggap memiliki tuah dan daya tertentu, karenanya harus diberi sesaji pada

saat bersih desa. Tradisi semacam ini dikatakan sebagai wujud pengorbanan

anak cucu kepada para leluhur yang telah sumare (meninggal).

32

Kepala Keluarga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

49

Banyubiru mengadakan tradisi bersih desa tersebut dengan istilah

Sedekah Bumi Perdikan Banyubiru. Tradisi ini menjadi hajatan besar Desa

Banyubiru. Hajatan dilakukan secara kolektif, dengan biaya ditanggung

bersama. Kegiatan dilakukan oleh seluruh warga desa, tua-muda, pria-wanita,

bersama pamong dan sesepuh desa. Kegiatan bersih desa ini dilakukan dengan

sasaran fisik maupun spiritual, secara fisik bersih-bersih desa, secara spiritual

slametan, wayangan, dan juga ziarah kubur sebagai ungkapan penghormatan

pada leluhur mereka.

Tradisi Sedekah Bumi Perdikan Banyubiru dilakukan masyarakat di

Desa Banyubiru belum lama. Namun, sebelumnya setiap Dusun di Desa

Banyubiru melakukan tradisi bersih desa tersebut dengan istilah masing-masing,

mulai dari nyadaran, merti dusun, ataupun sedekah dusun. Dalam tradisi

tersebut masyarakat berkumpul bersama, mereka membersihkan sendang atau

mata air dan juga membersihkan lingkungan mereka. Hal ini diharapkan sebagai

pralambang bahwa warga masyarakat ingin membersihkan kehidupan fisik dan

juga batinnya. Puncaknya adalah Selametan.33

Dusun Kampung Rapet sebagai bagian dari desa Banyubiru rutin

melakukan tradisi tersebut secara turun menurun. Selametan dilakukan dengan

menggunakan tumpeng nasi kuning sebagai ungkapan syukur dan juga tumpeng

putih sebagai permohonan. Selain kedua sarana tadi ada berbagai sarana lain,

seperti ingkung, nasi gudangan, air kopi dan air putih. Semua sarana ini sebagai

33

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Supri Daryono (perangkat Desa Banyubiru) tanggal

16 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

50

simbol, karena manusia membutuhkan perantara untuk mengekspresikan sesuatu

yang melampui dirinya. Erwin Goodenough dalam telaah panjang lebar, Jewish

Symbols in Graeco-Roman Period, mendefinisikan simbol sebagai barang atau

pola yang apapun sebabnya bekerja pada manusia, dan berpengaruh pada

manusia, melampui pengakuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara

harafiah dalam bentuk yang diberikan (Dillistone, 2002 : 19).

Berbagai sarana dalam ritual tersebut hadir sebagai usaha untuk

menggerakan cara berpikir dan juga perilaku warga masyarakat. Selain itu dari

ritual yang memuat sesaji yang dilaksanakan bersamaan (serentak) berarti ada

keyakinan akan makna dan fungsi tertentu bagi keselamatan hidupnya.

Makna dan fungsi tersebut hadir dengan ungkapan yang berbeda, antara

lain kegiatan bersih desa untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, meningkatkan

kecintaan masyarakat kepada daerahnya, mempererat persauadaraan antar warga

desa, wujud hormat dan terimakasih pada leluhur mereka.

Masyarakat Desa Banyubiru merasa takut jika tidak menjalankan tradisi

bersih desa, berharap agar mendapat keselamatan. Fenomena gagal panen yang

pernah terjadi di Banyubiru membuat masyarakat semakin menghayati perlu

tidaknya melakukan bersih desa. Mulai tahun 2000 sampai sekarang, Desa

Banyubiru sering gagal panen karena hama tikus, bahkan di tahun 2011

mengalami gagal panen yang luar biasa, hampir 90% sawah di Desa Banyubiru

tidak panen.34

34

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sri Anggoro (Kepala Desa Banyubiru) tanggal 2 Maret

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

51

Kegagalan ini dikaitkan oleh masyarakat karena tidak lagi melakukan

tradisi bersih desa di tingkat Desa Banyubiru. Seperti yang diungkapkan oleh

Bapak Hartanto berikut :

“Bersih desa tidak hanya wayangan dan berdoa, tetapi ada unsur

bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan, baik itu tanah, udara,

maupun air. Maka bagi saya kegagalan panen yang luar biasa yang

terjadi di Banyubiru karena di desa sudah tidak lagi ada merti desa,

tidak ada rasa syukur yang diwujud nyatakan dan penghormatan

pada leluhur kita, jadi ya jangan kaget kalau bumi juga tidak

memberikan sesuatu yang baik kepada kita.” 35

Fenomena ini mengantar masyarakat Desa Banyubiru dibawah

kepemimpinan Kepala Desa Bapak Sri Anggoro Siswaji untuk kembali

mengadakan tradisi bersih desa. Mereka memiliki harapan selain untuk

ungkapan syukur dan keselamatan hidupnya, ada harapan kehidupan sosial

masyarakat antar dusun di Desa Banyubiru semakin guyub rukun, sehingga

dengan tradisi bersih desa masyarakat semakin menyadari bahwa manusia hidup

diantara alam dan sesama manusia.36

Konflik antar dusun tidak terjadi lagi,

seperti yang terjadi pada waktu pemilihan Kepala Desa Banyubiru tahun 1999.

Pemicu konflik yang berakibat pada perkelahian tersebut adalah ketidakpuasan

warga Dusun Demakan yang tidak menerima kekalahan calon Kepala Desa dari

daerahnya.

Kegiatan bersih desa dilakukan oleh banyak desa di Jawa, dengan cara

dan nama yang tidak selalu sama. Ada yang menyebutnya sedekah desa, karena

di dalam acara tersebut diadakan sedekah massal. Ada pula yang menyebut

35

Berdasarkan hasil wawancara Bapak FX. Hartanto (ketua Panitia Sedekah Bumi 2012 & 2013)

tanggal 27 Februari 2013 36

idem

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

52

rasulan, karena dalam kendurinya disajikan selamatan rasulan (nasi gurih dan

lauk ingkung ayam). Ada lagi yang menyebutnya memetri desa, karena dalam

kegiatannya dilakukan pembenahan dan pemeliharaan desa, baik mengenai

semangat maupun acara kegiatannya. Dari sekian ragam istilah bersih desa,

esensinya merupakan fenomena untuk mencari keselamatan hidup.

Waktu penyelenggaraan bersih desa pun bisa berbeda-beda. Perbedaan

ini didasarkan atas pemaknaan konsep ruang dan waktu. Hal ini dapat dipahami,

namun satu-satunya kesamaan dalam bersih desa adalah waktu pelaksanaanya

satu tahun sekali, biasanya sesudah musim panen. Sedangkan bulan, hari

tanggal, dan cara pelaksanaannya tidak selalu sama antara satu desa dengan desa

lainnya. Setiap desa tentu memiliki waktu pilihan, kegiatan pilihan, sesuai

dengan kegiatan setempat, misalnya bersih desa dijatuhkan pada hari dimulainya

pemukiman di desa tersebut, atau dilaksanakan pada hari lahir atau

meninggalnya cikal bakal desa.

Masyarakat Banyubiru sendiri melakukan sedekah bumi setahun sekali.

Pemilihan istilah sedekah bumi perdikan Banyubiru memiliki harapan bahwa

masyarakat lebih mudah memaknai rasa syukur atas bumi tempat mereka

tinggal. Sedekah bumi juga sebagai wujud hormat dan penghargaan bagi leluhur

di Banyubiru seperti mbah Joyoproyo maupun Suro Dipoyono.37

Tradisi sedekah bumi perdikan Banyubiru ini, di samping memiliki

makna spiritualitas bagi kesejahteraan masyarakat, sebenarnya secara sosial

menjadi sarana solidaritas. Sebelum puncak acara wayang kulit ada berbagai

37

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sri Anggoro (Kepala Desa Banyubiru) tanggal 2 Maret

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

53

macam kegiatan, mulai dari gotong royong membersihkan lingkungan tempat

tinggal masing-masing hingga jalan sehat massal.

Rangkaian Sedekah Bumi diawali dengan kegiatan gropyokan tikus,

dimana warga bersama-sama berburu tikus di sawah, karena telah menjadi hama.

Banyaknya tikus membuat para petani di Banyubiru merugi, sehingga dengan

berbagai cara warga menangkap tikus bersama-sama pada hari dan jam yang

ditentukan.

Kegiatan berikutnya adalah ziarah kubur massal. Seluruh warga, tanpa

memandang keyakinan agama tertentu bersama-sama berziarah kubur di makam

leluhur mereka masing-masing. Pemakaman yang biasa menjadi tempat

berziarah adalah pemakaman silanceng yang berada di Desa Banyubiru. Setelah

berziarah pada leluhur mereka masing-masing, warga masyarakat berkumpul di

makam pepunden Kyai Joyoproyo. Di tempat itu mereka mengadakan

selamatan, yaitu berdoa bersama.

Ziarah kubur merupakan cara pandang beberapa masyarakat di Desa

Banyubiru sebagai wujud bakti dan hormat pada leluhur mereka, seperti yang

diungkapkan oleh Bapak Martoyo berikut:

“Nyekar (ziarah kubur) itu menandakan kalau yang dimakamkan

ada yang ngopeni (merawat), karena orang tua saya sudah

meninggal saya mendoakan didepan makam tersebut, njaloke

ngapuro tinebihno seko siksa neraka dicaketke karo Gusti Allah

(memintakan maaf atas dosa dan dijauhkan dari neraka, didekatkan

pada Gusti Allah). Dan pasti nanti leluhur kita akan juga

mendoakan dan melindungi kita yang masih hidup” 38

38

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Martoyo (Juru Kunci Makam Kyai Joyoproyo)

tanggal 15 Februari 2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

54

Ziarah kubur menjadi cara pandang yang kuat bagi masyarakat Jawa

seperti di Desa Banyubiru. Dengan ziarah kubur ini masyarakat memiliki

keyakinan, arwah tersebut memang pantas dimintai berkah agar membantu anak

cucu. Roh leluhur dianggap yang menjadi penjaga bagi kehidupannya.

Kegiatan lain selain ziarah kubur adalah, jalan sehat. Sasaran kegiatan

tersebut adalah seluruh warga yang menggunakan bumi Banyubiru. Berbagai

tujuan diharapkan dari kegiatan tersebut, yaitu selain menjadi hiburan bagi

masyarakat juga menjadi sarana pemersatu.

Puncak Sedekah Bumi ini adalah pertunjukan wayang kulit. Sebagai

bentuk simbolis, kehadiran wayang kulit dalam tradisi Sedekah Bumi

mengandung suatu maksud di balik bentuk atau wujudnya, yaitu ekspresi

penghormatan kepada Tuhan maupun leluhurnya. Wayang Kulit sebagai simbol

kehidupan mengandung nilai-nilai yang berharga bagi masyarakat. Dalam hal

ini, sikap dan tindakan pada dasarnya mencermikan perilaku bijaksana.

Kebijaksanaan hidup manusia yang dimaksud merupakan cara ataupun sarana

untuk menciptakan kehidupan yang selaras dan harmonis, sehingga tercipta

kesejahteraan hidup. Dalam hal ini wayang kulit secara simbolis memberi

konstribusi pada pembentukan sikap hidup manusia dalam upaya mencapai

kehidupan yang selaras dengan lingkungannya.

Wayang kulit menjadi berarti dan memiliki makna yang lebih ketika

menjadi satu kesatuan yaitu di dalam suatu pertunjukan atau pementasan.

Pertunjukan di sini ketika wayang diberi suara, iringan (gamelan), cerita, dan

faktor lainnya seperti rasa, peristiwa, dan juga karakter yang dipertunjukan oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

55

dalang (Mrázek, 2005:16). Penikmat wayang selalu terhanyut ke dalam sebuah

rangkaian kesatuan pertunjukan wayang kulit. Bagi mereka, wayang kulit

membawa hiburan yang memiliki nilai seni tinggi. Seperti apa yang

diungkapkan oleh Bapak Agung berikut:39

“Saya itu kalau melihat wayang, tidak tahu kenapa bisa merasa

nyaman, ayem tentrem, ning ati iso adem (dihati merasa dingin).

Bagi saya menonton wayang tidak hanya sekedar nonton seperti

nonton dangdut, tetapi lebih dari itu dibutuhkan hati dan pikiran

untuk merasakan dan memahami pertunjukan wayang tersebut”

Hal tersebut senada dengan Amir (1991:77) yang mengatakan bahwa

wayang sebagai teater memberikan santapan-santapan yang bersifat psikologis,

intelektual, religius, filosofis, estetis, dan etis. Suatu pertunjukan wayang adalah

suatu package deal yang lengkap dari seluruh aspek-aspek itu. Wayang

memberikan hiburan yang sehat bagi para penonton. Unsur-unsur tragedi,

komedi, dan tragikomedi ada dalam wayang.

Meskipun asal usul wayang sendiri, belum dapat ditentukan dengan

pasti, namun penulis-penulis Indonesia cenderung mengikuti teori Hazeau yang

mengatakan wayang berasal dari suatu upacara keagamaan untuk memuja

arwah nenek moyang yang disebut Hyang. Selain itu, Kats (1923:37-38 dalam

Amir 1991:28) juga mempunyai teori yang menyerupai teori Hazeu, Kats

mengatakan bahwa wayang merupakan suatu kebudayaan yang amat tua,

wayang memiliki hubungan erat dengan praktik keagamaan, wayang juga

digunakan dalam upacara-upacara tertentu yang erat hubungannya dengan

39

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agung (penikmat wayang kulit) tanggal 10 April

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

56

penyembahan terhadap nenek moyang. Pemahaman ini mengantar pada sebuah

pertunjukan wayang kulit sebagai tradisi bersih desa diberbagai tempat.

Pertunjukan wayang kulit dalam puncak sedekah bumi perdikan di

Desa Banyubiru merupakan representasi simbolik dari kesadaran atau

ketaksadaran warga. Berbagai harapan dan mimpi tentang keselamatan dan

juga kesejahteraan hidup dalam kaitannya hasil panen, mereka lukiskan melalui

pertunjukan. Seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Hartanto berikut:

“Bagi saya kalau merti desa tapi tidak wayangan belum sempurna,

karena tidak ada puncak harapan akan doa-doa selama ini. Wayang

kulit tidak hanya sekedar tontonan tetapi juga tuntunan. Dengan

wayangan bisa merubah cara pandang atau cara pikir, merubah

rasa, dan juga bagaimana menghargai leluhur kita. Menghargai

wayang kulit berarti juga mengahargai dan menghormati leluhur

atau nenek moyang kita”40

Ketika pertunjukan wayang kulit dijadikan sebuah harapan dan panutan

dalam kehidupan manusia, maka setiap lakon juga sangat memiliki peran

penting. Tema-tema pokok dalam lakon wayang itu menggariskan masalah-

masalah utama yang dihadapi manusia. Tema bahwa manusia dilahirkan dengan

kodrat kebinatangan dan kemalaikatan menggariskan masalah utama manusia

sebagai makhluk pribadi. Sebagai pribadi masalah yang paling utama adalah

bagaiamana menyempurnakan hidup pribadinya, sehingga dengan demikian bisa

menguasai fitrah kebinatangannya dan mengembangkan kodrat

kemalaikatannya. Sedangkan secara sosial manusia memiliki tugas

“mempercantik” negara, bangsa, dan kemanusiaan pada umumnya, yang

40

Berdasarkan hasil wawancara Bapak FX. Hartanto (ketua Panitia Sedekah Bumi 2012 & 2013)

tanggal 27 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

57

menurut wayang digariskan dalam ajaran memayu hayuning praja, memayu

hayuning bangsa, dan memayu hayuning bawana. Paling utama dalam ajaran

pewayangan adalah memberantas kejahatan dengan ajaran sura dira jayaningrat

lebur dening pangastuti. (Amir, 1991: 67)

Setiap lakon memiliki harapan masing-masing yang berkaitan dengan

kehidupan manusia. Hal ini sejalan dengan gagasan Redfield (Coote dan

Shelton, 1992:15-16), bahwa seni sebagai sebuah pengalaman yang diperluas.

Dengan kata lain seni memiliki makna yang tidak terbatas. Di dalamnya ada

pemaknaan yang begitu luas. Seperti dalam pertunjukan wayang kulit, untuk

bersih desa berbeda dengan untuk pertunjukan biasa. Seni pertunjukan wayang

kulit dalam bersih desa biasanya melukiskan tema spiritual yang mengarah pada

keselamatan dan anugerah rejeki.

Keselarasan manusia dengan lingkungan dirasakan oleh masyarakat

Banyubiru. Setelah pertunjukan wayang kulit dalam puncak Sedekah Bumi,

tikus yang jumlahnya begitu banyak dan menjadi hama di Sawah hilang

seketika.41

Fenomena ini menjadi cara pandang tersendiri bagi masyarakat di

Banyubiru. Tradisi Sedekah Bumi ternyata menjadi sesuatu yang penting

sebagai ungkapan syukur dan permohonan akan hasil panen dan juga kehidupan

mereka.

Pertunjukan Wayang Kulit ternyata secara sosial diyakini sebagai sarana

mempererat persaudaraan warga desa tetangga. Oleh karena tidak sedikit warga

desa lain yang berbondong-bondong, menonton, berjualan, dan bahkan ada yang

41

Berdasarkan hasil wawancara Bapak FX. Hartanto (ketua Panitia Sedekah Bumi 2012 & 2013)

tanggal 27 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

58

hadir untuk “berjudi Klutuhuk”, di sekitar arena pertunjukan. Tidak ada sekat

perbedaan di antara warga masyarakat, yang ada hanyalah adanya sebuah

pertunjukan bagi dirinya.42

Sesuai dengan teori Turner (1988:74-75) sebenarnya

pertunjukan ritual memiliki fungsi hiburan bagi audiensnya. Hiburan bisa hadir

dalam bentuk apapun, tidak hanya dalam pentas wayang itu saja, namun juga

hiburan lain yang hadir di situ. Bahkan ada kebutuhan interaktif antarwarga

masyarakat sebagai kebutuhan sosial dapat terpenuhi. Sedekah Bumi Perdikan

Banyubiru menjadi sebuah tradisi yang mencoba untuk terus dipertahankan,

tidak hanya berhenti sebagai hiburan dalam kebutuhan sosial, namun juga seni

spiritual sebagai manusia Jawa. Ziarah kubur ke makam pepunden atau leluhur

mereka, serta pertunjukan wayang kulit merupakan usaha warga Desa Banyubiru

untuk menunjukan atau mempertahankan identitasnya sebagai manusia Jawa.

3. Tradisi Ziarah kubur di Desa Banyubiru

Orang Jawa seperti halnya orang-orang dari kebudayaan lain

membedakan alam kehidupan sebelum dan sesudah mati secara tegas (Lehman

dan Myers, 1985: 284-287; Zoetmoelder 1991:207; Subagya 2005-87). Alam

kehidupan sebelum mati disebut alam wadag, tempat manusia dilahirkan dan

menjalani hidup hingga masa kematiannya. Sedangkan alam sesudah mati

disebut akhirat atau alam kelanggengan. Alam wadag dihuni manusia dalam

ujud fisiknya yang nyata dan dipandang sebagai dunia kasar yang penuh nafsu

dan dosa. Sementara alam kelanggengan merupakan alam halus tempat para roh

yang suci.

42

Idem

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

59

Bagi orang Jawa peristiwa kematian menjadi suatu peristiwa

berpindahnya alam wadag menjadi alam kelanggengan atau kekal. Karena itu

bagi orang jawa peristiwa kematian itu tidak musnah, yang musnah hanyalah

raganya namun jiwa atau sukmanya masih hidup. Ini sesuai dengan pandangan

mereka bahwa setelah meninggal tiga hari masih di dalam rumah, tujuh hari di

sekitar lingkungan, empat puluh hari sudah jalan di desanya, dan seratus hari

sudah menjauh.43

Selepas seratus hari ada ritual seribu hari atau ngentek, biasanya selain

mengadakan genduren atau selametan, keluarga yang sering disebut ahli waris

membangun nisan atau ngijing, kemudian mereka sering melakukan ziarah

kubur atau yang sering disebut tilik kubur atau nyekar. Bagi orang Jawa yang

berhak atau bisa ngijing untuk leluhurnya adalah keturunan yang sudah

mengawinkan atau pernah melakukan hajat pernikahan anaknya. Tidak ada

alasan yang logis mengapa ini bisa terjadi, namun ini didasarkan atas wacana

dan juga fenomena yang terjadi. Apabila melanggar biasanya terjadi musibah

bagi dirinya atau keluarganya, seperti apa yang diungkapkan oleh bapak FX.

Hartanto berikut44

:

“Miturut cerita mbah-mbahe dewe (menurut leluhur kita), yang

boleh ngijing atau membangun nisan untuk keluarga yang sudah

meninggal adalah yang sudah pernah menikahkan anaknya, saya

tidak tau alasannya, ini sudah menjadi cerita bahkan keyakinan

secara umum. Banyak kejadian yang terjadi ketika melanggar ini

biasane mati rejekine (hilang rejekinya), atau mungkin mati

badannya.”

43

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko Nur (Pelaku spiritual jawa atau kejawen) tanggal 16 Februari 2013 44

Berdasarkan hasil wawancara Bapak FX. Hartanto (ketua Panitia Sedekah Bumi 2012 & 2013)

tanggal 27 Februari 201

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

60

Wacana merupakan sekelompok pernyataan yang menyediakan bahasa

untuk membuat pernyataan. Wacana dilihat sebagai produksi pengetahuan

melalui bahasa, dan bahasa lebih dalam kaitannya dengan praksis sosial. Karena

praksis sosial memerlukan makna dan makna mempertajam serta mempengaruhi

apa yang kita lakukan, maka semua praktik sosial mengandung dimensi wacana

(Haryatmoko, 2010:10). Warga masyarakat di Banyubiru menjadikan cerita

tentang larangan membangun nisan bagi yang belum menikah menjadi sebuah

wacana yang hadir melalui bahasa. Wacana larangan ini menjadi praktik dalam

kehidupan Orang Jawa.

Berbagai keyakinan hadir dalam masyarakat Jawa selain membangun

nisan pada makam leluhurnya, mereka yakin dengan mengirim doa dan menabur

bunga, hidupnya senantiasa akan beroleh keselamatan. Orang yang sudah

meninggal dikenang sebagai leluhur yang memiliki Alam kelanggengan dan

memiliki status lebih tinggi dibanding alam wadag, seperti yang diungkapkan

Cahyo berikut:45

“Saya sebagai orang Jawa sudah menjadi kewajiban kalau harus

nyekar (ziarah kubur) yaitu dengan berdoa di depan makam dan

menabur bunga, apalagi ketika menghadapi kesulitan hidup, saya

pasti nyekar supaya diberi kelancaran. Tradisi ini sudah tertanam

sejak orangtua saya, untuk selalu diajarkan hormat pada leluhur.

Ada suatu keyakinan kalau kita melupakan leluhur kita (tidak

nyekar) bisa kualat atau sering sial, tetapi sebaliknya kalau kita

sering nyekar akan selalu mendapat keselamatan dan

keberuntungan”

45

Berdasarkan hasil wawancara dengan Cahyo (Warga Banyubiru) tanggal 15 April 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

61

Keselamatan dan keberuntungan mengacu pada usaha mengatasi

kesulitan hidup sehari-hari seperti agar lancar dalam perolehan rejeki, sukses

menempuh ujian, mendapatkan jodoh, mohon restu sebelum menikah, dan

sebagainya. Mereka menaruh hormat saat nyekar, yaitu dengan membersihkan

makam dan memanjatkan doa, bahkan ketika doa itu dalam bahasa Jawa

diucapkan dengan bahasa Jawa krama.

Tradisi ziarah kubur tidak hanya berziarah pada makam leluhur mereka

masing-masing, namun juga pada makam pepunden. Orang-orang yang

menjalankan ziarah kubur tidak hanya mendoakan leluhur mereka yang

dimakamkan disitu namun juga menyelipkan harapan bahwa kesulitan hidupnya

sehari-hari dapat terbantu oleh rahmat atau berkah pangestu yang memberi

kekuatan dan menjanjikan kesejahteraan serta keselamatan dari segalanya (

Subagyo, 2004: 146). Demikian pula yang terjadi pada orang-orang di Desa

Banyubiru. Mereka melakukan ziarah pada makam pepunden mereka yaitu Kyai

Joyoproyo, Kebo Ijo ataupun Ki Sora Dipoyono dan juga leluhur mereka

masing-masing. Seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Martoyo berikut46

“Orang berziarah ke Mbah Joyoproyo dari berbagai tempat, tidak

hanya warga Banyubiru saja, biasanya mereka ngoyak barokah,

sing dagang gen laris, ono sing nggayuh mulya (mencari berkah,

yang dagang supaya laku, ada yang mencari kesuksesan)”

Makam Kyai Joyoproyo atau Pangeran Tejokusuma menjadi tempat

ziarah ataupun menjadi tempat untuk tirakat bagi beberapa orang. Peziarah yang

hadir tidak hanya dari daerah Banyubiru dan sekitarnya, namun juga dari luar

46

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Martoyo (Juru Kunci Makam Kyai Joyoproyo)

tanggal 15 Februari 2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

62

kota misalnya Solo, Demak, Kudus, Surabaya, dll. Para Peziarah ini biasanya

bertirakat sampai dua atau tiga hari, mereka yang berziarah di tempat itu adalah

para pedagang, pengusaha, atau wiraswasta. Berziarah dimakam Kyai Joyoproyo

dilakukan karena sebagai ucapan syukur atau mohon kelancaran dalam

usahanya.47

Masyarakat di Desa Banyubiru meyakini bahwa Kyai Joyoproyo menjadi

pepunden bagi daerah mereka. Sehingga ketika merti desa, mereka berkumpul

dan melakukan selametan ditempat itu. Tidak ada perbedaan satatus sosial

mapun keyakinan pada waktu mengadakan selametan. Mereka berkumpul

bersama dalam sebuah upacara yang dipimpin oleh seorang modin. Sebagaimana

dekripsi Andrew Beatty tentang masalah slametan di Banyuwangi, Beatty

menemukan sebuah realitas yang di dalamnya terdapat berbagai latar belakang

golongan sosio-kultural dan ideologi yang berbeda. Mereka ternyata dapat

bersatu di dalam satu tradisi yang disebut selametan (Beatty, 2001: 43).

Kyai Joyoproyo diyakini menjadi lantaran bagi doa-doa mereka karena

diyakini sebagai orang yang memiliki kelebihan atau linuwih dalam hal kebaikan

selama hidupnya.48

Mereka memiliki harapan bahwa daerahnya bisa makmur

gemah ripah loh jinawi. Selain memiliki harapan-harapan warga di Desa

Banyubiru berziarah di tempat itu sebagai wujud hormat atau bakti mereka,

47

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Bina (Warga di sekitar makam Kyai Joyoproyo)

tanggal 14 Februari 2013 48

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Ki Adi Samidi (sesepuh Desa Banyubiru & Pelaku

kebatinan Jawa) tanggal 14 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

63

karena diyakini Kyai Joyoproyo ketika masa hidupnya banyak berjasa bagi

kehidupan sekitar.49

Wujud Hormat dan Bakti pada Kyai Joyoproyo hadir dalam cara

pandang mereka. Warga di sekitar Makam Kyai Joyoproyo tidak berani untuk

membangun rumah susun atau bertingkat. Mereka meyakini akan mendapatkan

musibah atau bahkan pagebluk.50

Cara pandang ini semakin nyata bagi mereka,

ketika ada orang yang membangun rumah susun seketika terjadi malapetaka

yaitu usahanya bangkrut dan juga terkena musibah kecelakaan hingga meninggal

dunia. Selain itu ada peristiwa lain ketika membangun rumah susun menderita

lumpuh dan juga warga sekitar mengalami gagal panen.51

Sulit membuktikan

apakah kejadian ini akibat dari rumah susun yang di bangun di sekitar makam

Kyai Joyoproyo, namun ini semakin menguatkan cara pandang warga

masyarakat sekitar. Sehingga sampai saat ini tidak dijumpai rumah susun di

sekitar makam Kyai Joyoproyo. Rumah susun dianggap tidak menghormati

karena posisinya lebih tinggi.

Selain makam Kyai Joyoproyo, makam pepunden yang ada di Banyubiru

adalah makam Suro Dipoyono. Namun yang berziarah dimakam ini tidak begitu

ramai karena hanya beberapa orang saja yang meyakini keberadaan makam

49

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Martoyo (Juru Kunci Makam Kyai Joyoproyo)

tanggal 15 Februari 2014 50

Pagebluk adalah bencana (disaster) dalam skala luas dan serius, tingkatan terberat yang

dikenal masyarakat desa. Pagebluk bisa menjungkirkan suatu peradaban ke titik nol. 51

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Martoyo (Juru Kunci Makam Kyai Joyoproyo)

tanggal 15 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

64

tersebut. Beberapa orang meyakini bahwa makam Surodipoyono berada di

gumuk Bolodewo.52

Para pelaku spiritualitas Jawa atau kejawen di sekitar Banyubiru

meyakini bahwa selain dua makam tersebut ada makam pepunden lain yaitu

Kebo Ijo. Mereka meyakini bahwa Kebo Ijo adalah Kebo Kenanga, yaitu

pangeran Hadayaningrat seorang adipati pengging atau ayah dari Jaka Tingkir.53

Berdasarkan catatan sejarah Kebo Kenanga adalah penganut agama Hindu. Ada

benarnya jika makam itu adalah makam Kebo Kenanga karena makam yang ada

di situ bercorak Hindu.

Masyarakat yang bertirakat atau berziarah di situ tidak banyak, karena

tempatnya yang berada di dataran tinggi sehingga untuk menjangkau tempat itu

harus berjalan kaki. Tidak mengherankan jika yang berziarah di situ adalah

mereka yang memiliki niat untuk laku prihatin secara sungguh-sungguh. Seperti

yang diungkapkan oleh Bapak Supridaryono berikut54

:

“Yang saya rasakan pada waktu berziarah di Kebo Ijo secara

batinah lebih tentrem. Biasanya yang ke sana tergantung dari

tingkatan yang berziarah. Pada tataran awal memekakan rasa

batiniah, tataran selanjutnya ada yang mempunyai keyakinan

mengambil pusaka, mereka memiliki harapan yang berbeda-beda.”

Orang Jawa nyekar atau berziarah kubur tentu memiliki harapan-harapan

tersendiri pada orang yang dimakamkan atau sumare dimakam tersebut. Harapan

tersbut tentu berbeda, tergantung pada siapa yang dimakamkan disitu.

52

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Ki Adi Samidi (sesepuh Desa Banyubiru & Pelaku

kebatinan Jawa) tanggal 20 Februari 2013 53

Idem 54

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Supri Daryono (Pamong Desa Banyubiru) tanggal 15 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

65

Masyarakat Banyubiru juga meyakini hal tersebut, seperti yang diungkapkan

oleh Bapak Supridaryono berikut55

:

“Kalau ingin usaha dagang atau rejeki lancar ya nyekar di makam

Mbah Joyoproyo, kalau ingin drajat pangkat (kedudukan jabatan)

ya ke makam Kebo Ijo. Tapi kalu ingin keselamatan hidup menurut

saya ya kemakam leluhur kita masing-masing”

Selain harapan-harapan tersebut, ziarah kubur bagi orang Jawa

mengingatkan akan peristiwa kematian itu sendiri, dengan kata lain selalu ingat

dengan sang maha kuasa atau Eling Sangkan Paraning Dumadi.56

Secara

harafiah Eling Sangkan Paraning Dumadi bisa diartikan untuk ingat terhadap

sesuatu yang menyebabkan semua ini terjadi, sebuah kearifan bagi manusia

untuk selalu ingat Tuhan, sang pencipta manusia ini. Kearifan ini juga membawa

pada logika berpikir bahwa semua hal berawal dari Tuhan dan semua juga akan

berakhir kepada Tuhan. (Amrih, 2008: 50) Dalam filosofi permenungan

kejawen, manusia Jawa tidak pernah melupakan leluhurnya. Sehingga setiap

doa biasanya mengucapkan dumateng Gusti Ingkang Murbehing Dumadi

nyuwun berkah pangestu lantaran kemudian menyebut leluhur orang yang

berdoa atau didoakan.

Dalam tradisi ziarah kubur, orang Jawa melakukan beberapa ritual. Mulai

dari menabur bunga, membakar kemenyan, dan juga memberikan air. Bunga

yang ditabur saat berziarah kubur bagi orang Jawa dimaknai sebagai lambang

sesuatu yang baik. Sehingga bunga yang digunakan adalah bunga yang beraroma

55

idem 56

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Ki Adi Samidi (sesepuh Desa Banyubiru & Pelaku kebatinan Jawa) tanggal 14 Februari 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

66

harum seperti mawar, kenanga, kantil, dll. Hal ini merupakan simbol bahwa

mereka menghormati orang yang dimakamkan di situ.57

Batas-batas sosial rupanya dihadirkan pula di suatu pemakaman. Hal itu

terlihat dari berbagai tanda kubur yang ada di pemakaman Banyubiru. Perbedaan

nisan tidak hanya menunjukan perbedaan agama, seperti Islam menggunakan

maejan, sedangkan Katolik dan Kristen ditandai dengan salib. Namun lebih dari

itu, muncul pembedaan dari segi bahan untuk membuatnya. Ada yang terbuat

dari kayu, porselin, semen, dan bahkan ada yang terbuat dari marmer.

Pembedaan ini berdasarkan dari status sosial ekonomi semasa hidupnya,

seperti yang diungkapkan juru kunci pemakaman umum di Banyubiru berikut58

“Bentuk makam itu berdasarkan sugih lan orane uwong kuwi (kaya

dan tidaknya orang itu). Nek sing sugih kuburane terbuat dari

keramik atau marmer, tapi nek uwong ora duwe (tidak punya) ya

hanya diberi maejan (nisan) biasa dari kayu. Bahkan kalau orang

itu terpandang, biasanya dibuatkan cungkup yaitu bangunan yang

ada atapnnya, kalau disini ya seperti makamnya Kyai Bachrodin.”

Kuburan-kuburan yang terawat cenderung bertahan lebih lama.

Masyarakat tidak berani menggusur kuburan tersebut karena dirasa masih ada

ahli waris yang melakukan penghormatan terhadap orang yang dimakamkan di

situ, apalagi pemakaman yang ada cungkupnya seperti yang diungkapkan oleh

juru kunci makam tersebut.

Berbeda dengan kuburan yang sudah tidak terawat, masyarakat melihat

bahwa kuburan ini sudah tidak pernah dikunjungi oleh keluarganya atau bahkan

57

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko Nur (Pelaku spiritual jawa atau kejawen) tanggal 16 Februari 2013 58

Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Martoyo (Juru Kunci Makam Kyai Joyoproyo)

tanggal 15 Februari 2014

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

67

sudah terlupakan. Kuburan yang tidak terawat biasanya digantikan dengan

kuburan yang baru, karena luas pemakaman tidak bertambah namun jumlah

yang dimakamkan semakin bertambah. Hal ini memperlihatkan bahwa

implementasi ziarah kubur tidak hanya berhubungan dengan arwah leluhur atau

pepunden, namun juga secara sosial.

Masyarakat Banyubiru memandang bahwa dirinya sebagai orang Jawa

memiliki kewajiban melakukan penghormatan pada leluhur, tidak hanya ketika

masih hidup tetapi juga ketika sudah meninggal. Maka, ketika ada ahli waris

yang tidak merawat makam leluhurnya atau saudaranya yang sudah meninggal

dia dianggap bukanlah orang Jawa, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Cahyo

berikut59

“Kalau ada orang yang tidak pernah merawat kuburan leluhur atau

saudaranya, baik itu bersih-bersih makam ataupun mendoakan

berarti dia bukan orang Jawa. Bagi saya orang Jawa itu mempunyai

keyakinan bahwa orang meninggal yang meninggal hanya raganya

sedangkan sukmanya masih ada, maka ya tetap perlu dihormati

dengan cara mendoakan dan juga bersih-bersih makamnya.”

Identitas Kejawaan tergambar dalam tradisi ziarah kubur atau nyekar,

bahkan muncul pembedaan antara yang Jawa dan juga “orang Jawa kehilangan

Kejawaannya” ketika tidak berziarah kubur. Ketika lebih mendalam mengetahui

bagaimana pemahaman ini terbentuk, mereka mengungkapkan pengetahuan ini

berdasar atas keyakinan nenek moyang mereka, seperti yang diungkapkan oleh

Bapak Cahyo berikut :

“Pemahaman tentang kematian dan juga nyekar tersebut saya dapat

ya dari mbah-mbahku mbiyen (Nenek moyangku), Masalah

59

Berdasarkan hasil wawancara dengan Cahyo (Warga Banyubiru) tanggal 15 April 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

68

kebenarannya ya saya yakin, karena semuanya ke arah yang lebih

baik. Bagi saya ya seperti itulah orang Jawa memandang sebuah

misteri kematian, yaitu seperti tadi tidak musnah setelah mati jadi

kita masih perlu menghormati, kalau orang sudah tidak nyekar

berarti uwong jawa sing ilang jawane (orang Jawa yang hilang

Jawanya).”60

Pemahaman tentang misteri kematian dan tradisi ziarah kubur menjadi

sebuah pengetahuan akan kebenaran yang dibentuk melalui wacana. Menurut

Foucault “wacana merupakan kekuasaan dan pengetahuan yang bergabung

bersama” (Foucault, 1978:100 ). Dalam hal ini pemaknaan dan pengetahuan

berkaitan dengan berbagai simbol, mulai dari nyekar atau ziarah kubur, sedekah

bumi, selametan, dan juga pertunjukan wayang kulit tidak bisa dilepaskan dari

kekuasaan yang mengelilinginya yaitu cerita leluhur atau nenek moyang mereka.

Identitas Kejawaan terbentuk dari konstruksi wacana dalam masyarakat.

Kehidupan sosial dalam masyarakat tidak bisa dilepaskan oleh sebuah

wacana. Wacana tentang berbagai macam pemaknaan misteri kematian dan

berbagai tradisi yang menyertainya. Wacana dilihat sebagai produksi

pengetahuan melalui bahasa, dan bahasa lebih dalam kaitannya dengan praksis

sosial. Karena praksis sosial memerlukan makna dan makna mempertajam serta

mempengaruhi apa yang kita lakukan, maka semua praktik sosial mengandung

dimensi wacana (Haryatmoko, 2010:10).

Kekuasaan yang ada di sekitar masyarakat Desa Banyubiru, baik itu

leluhur, cerita-cerita, dan juga tradisi mengantar pada pembentukan identitas

Kejawaan. Muncul rasa bangga akan identitasnya yang menumbuhkan suatu

60

Berdasarkan hasil wawancara dengan Cahyo (Warga Banyubiru) tanggal 15 April 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

69

kekuatan, pemicu pembangunan suatu komunitas, meneguhkan atau sebaliknya

mencerai beraikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

70

BAB III

KEKRISTENAN DI JAWA:

WACANA AJARAN KRISTEN SEBAGAI KEKUATAN

AGAMA DALAM MEMBENTUK IDENTITAS

Ada tiga jalan menuju ke

kepercayaan akan Tuhan: akal,

kebiasaan, dan wahyu.

(Blaise Pascal)61

Pada bab sebelumnya telah diperlihatkan bagaimana identitas Kejawaan

terbentuk dalam sebuah masyarakat. Wilayah Banyubiru sebagai masyarakat Jawa

masih meletakkan tradisi Jawa (ziarah kubur), sedekah bumi perdikan, dan

pertunjukan wayang kulit sebagai suatu kebenaran yang terkonstruksi secara turun

menurun. Keyakinan akan tradisi jawa (tradisi ziarah kubur) berdampak pada cara

hidup mayarakat, baik secara pribadi mapun komunal. Bab ini lebih menjelaskan

tentang Kekristenan di Jawa: Bagaimana Kristen hadir sebagai kekuatan dalam

membentuk identitas. Muncul berbagai “kekuasaan” yang menyelimuti setiap

pengikutnya. Kekuasaan yang tidak hanya bersifat konkret: raja dan rakyat atau

pendeta dan jemaat, namun lebih kekuasaan yang produktif, baik berupa

pengetahuan atau praktik-praktik lain. Kekuasaan ini memunculkan tarik ulur

akan identitasnya sebagai manusia Kristen atau Jawa.

Bagian pertama akan menjelaskan sejarah Kristenisasi di Jawa, bagaimana

proses muncul atau hadirnya ajaran Kristen yang tidak bisa dilepaskan dari

61 Hardjana, Agus M. 2005. Religiositas, Agama, dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius, hlm 47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

71

kolonialisme, dan juga perkembangannya hingga terbentuk Gereja Kristen Jawa di

Jawa Tengah hingga merambah di Salatiga dan juga Desa Banyubiru. Pada bagian

ini akan terlihat bagaimana proses perkembangan ajaran dan jumlah jemaat

Kristen menjadi sebuah fenomena perkembangan agama. Muncul dinamika

pertarungan wacana yang mengantar pada pembentukan identitas biner, antara

Kristen Jawa dengan Kristen “landa”. Sejarah menjadi hal penting, karena dari

awal terlihat bagaimana terjadi perbedaan atau pertentangan antara Jawa dan

Kristen. Ini mempengaruhi pola pembentukan identitas Kekristenan saat ini, tidak

terkecuali GKJ di Banyubiru. Perbedaan cara pandang ini mempengaruhi

perpecahan di dalam jemaat GKJ Banyubiru sendiri. Mereka mempertahankan

kebenarannya masing-masing, sehingga beberapa jemaat memutuskan untuk

pindah dari GKJ Banyubiru ke GKJ Ngampin Ambarawa, dalam berbagai

kegiatan seperti pendalaman Alkitab maupun ibadat mingguan.

Bagian kedua menjelaskan tentang pengaruh dan proses pembentukan

identitas Kristen Jawa: bagaimana hadirnya Gereja Kristen Jawa di Banyubiru

tidak ada unsur kekerasan dan pemaksaan. Ajaran Kristen Jawa hadir melalui

peran para penyebar ajaran, cara penyebaran, dan juga keadaan umat yang ada.

Sehingga nanti dapat dilihat bagaimana Kekristenan menjadi cara pandang, baik

peran Gereja Kristen dalam pembentukan diri maupun pemahaman diri sebagai

orang Kristen Jawa dalam memandang segala hal baik di dalam diri maupun di

luar dirinya. Semuanya menjadi kekuatan sebuah agama dalam mengatur,

memberikan kepatuhan, atau menyeragamkan perilaku dan cara pikir seseorang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

72

Bagaimana agama menjadi mekanisme yang produktif dalam membentuk

pengetahuan dan kepatuhan bagi para pengikutnya.

I. Munculnya Gereja Kristen Jawa

1. Sejarah Kristenisasi di Jawa : Berawal dari kolonialisme

Awal munculnya ajaran Kristen di Nusantara tidak bisa dilepaskan

dari kolonialisme. Usaha Kristenisasi dilakukan oleh orang Portugis, terutama

di daerah Maluku pada abad XVI. Pada abad XVII, saat Belanda berhasil

menghalau Portugis dari wilayah tersebut, maka mengembangkan Calvinisme

di antara orang-orang Maluku yang ketika itu sudah beragama Katolik.

Banyak orang Maluku yang bergama Kristen supaya tercatat, mereka

menjadi serdadu yang diperbantukan pada pasukan Belanda. Mereka dikirim

ke kawasan militer Belanda yang utama, seperti Batavia, Semarang, dan

Surabaya. Berarti merekalah yang pertama-tama membentuk jemaah Kristen

pribumi di Pulau Jawa. Akhir abad XVIII, jumlah mereka mencapai 5000

jiwa, walaupun menurut laporan para misionaris hanya 8 % yang mengikuti

kebaktian di Gereja-gereja (Müller-Krüger, 1959; Guillot, 1985: 4)

Meskipun hasilnya minim, tidak dapat dikatakan bahwa tidak ada

kegiatan dalam bidang agama pada zaman VOC. Selama berkuasa dua ratus

tahun di Nusantara, Belanda telah mengirim 245 pendeta ke Hindia Belanda,

terutama ke daerah bekas koloni Portugis dan Spanyol di Maluku, Minahasa,

dan lain-lain. Dari Jumlah yang cukup berarti ini, beberapa orang

ditempatkan di Jawa pada kota-kota yang didiami orang-orang Eropa, seperti

Batavia, Semarang, dan Surabaya. Tugas mereka pertama-tama melayani

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

73

orang-orang Eropa di samping orang-orang pribumi yang masuk Kristen.

Minimnya hasil Kristenisasi di jawa dapat diterangkan dengan berbagai

alasan. Berbeda dengan Portugis yang mencantumkan propaganda agama

sebagai salah satu ekspansi mereka. Orang-orang Belanda terutama VOC

mempunyai tujuan yang lebih bersifat duniawi. Jawa bagi VOC bukanlah

penghasil rempah-rempah, sehingga tidak begitu penting dibanding daerah-

daerah lain. Selain itu kesulitan yang dihadapi para pendeta adalah kondisi

yang sulit dan bahkan kadang-kadang sangat buruk, tidak berdaya mengatasi

suasana ketamakan dan keinginan hidup gampang di tempat itu (Guillot,

1985:4). Meskipun demikian usaha Kristenisasi terus dilakukan dengan

mengirim misionaris baik dari Belanda ataupun asli orang Jawa. Ada banyak

misonaris yang hadir di Jawa, namun hanya beberapa tokoh yang banyak

berperan yang akan dijelaskan di bagian berikutnya.

1.1. Kristen “Jawa” dan “Landa”

Gereja Kristen Jawa berkembang pertama kali di Jawa Timur. Para

penginjil awam seperti Coenard Laurens Coolen (lahir tahun 1773), Yohanes

Emde (lahir tahun 1774), dan Kyai Ibrahim Tunggul Wulung (1885)

melakukan pekabaran Injil di Jawa Timur. Pada awal mulanya terjadi

ketegangan antara Kristen “Jawa” dan juga Kristen “Landa” (Soekotjo,

2009: 100).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

74

Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh penginjil atau misionaris yang

membawa ajaran tersebut. Pada tahun 1827 Coenraad Laurens Coolen62

adalah penginjil yang mendapat izin dari pemerintah kolonial63

untuk

membuka lahan hutan Ngoro di kawasan Wirosobo seluas 2000 bau sebagai

persil. Bersama keluarganya Coolen melakukan pekbaran Injil di daerah

tersebut dengan merubah daerah tersebut yang awalnya banyak pencuri,

perampok, penyamun, pembunuh menjadi daerah penuh ketenangan.

Coolen menyebut ajarannya sebagai Kristen “Jawa” bukan Kristen

“Landa”. Dalam ajaran ini Kekristenannya sangat kental dengan kejawaan,

tembang, wayang, dan rapal, bahkan dengan yang berbau Islam seperti dzikir.

Kekristenan tidak membuang unsur-unsur Jawa dari para pengikutnya, oleh

sebab itu sakramen yang dianggap menjadi unsur Kristen Landa tidak

diberikan kepada pengikutnya supaya jemaatnya tidak terhanyut menyamakan

diri dengan orang Belanda dan meninggalkan cara hidup kejawaannya

sendiri. Prinsipnya, sebagai orang Kristen, orang Jawa itu harus tetap Jawa.

Di daerah tersebut kebudayaan Jawa-Hindu masih banyak tersisa.

Terdapat gunung keramat, seperti Kawi dan Kelud di selatan. Peninggalan

arkeologi banyak dijumpai, karena di daerah ini terletak di dekat ibu kota

62

C. L. Coelen lahir di ungaran pada tahun 1773 dari ayah seorang Rusia dengan ibu putri

keturunan Pangeran Kajoran. C.L. Coolen berpendidikan ELS, masuk dinas militer, dan dipercaya

membuat peta Jawa. Terakhir ditugaskan dibagian artileri di Surabaya dan menikah dengan

seorang perempuan Indo, memproleh lima orang anak. Dari Surabaya ia pindah pekerjaan

sebagai Bos Opzichter (sinder blandong) di Wirosobo (Mojoagung). Di sini dia menikah lagi

dengan Sadiyah, pelayannya, dan mendapat tiga orang anak. 63

Coolen beberapa waktu bersekolah di Semarang, beberapa tahun kemudian bekerja sebagai

pelukis yang diperbantukan pada kantor pemerintahan. Kemudian Coolen masuk tentara dan

bertugas sebagai pengawas hutan di daerah terpencil. Sehingg dia perlu ijin untuk membuka

sebidang persil (Guillot,1985:31)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

75

bekas kerajaan Majapahit. Tidak mengherankan jika masyarakat di daerah

tersebut masih kental dengan budaya Jawa. Sebagai misionaris awal, tentu

Coolen berupaya untuk mengembangkan ajarannya dengan tetap

memasukkan ajaran sebelumnya, supaya ajaran Kristen bisa di terima.

Dari sebidang lahan perizinan tersebut tidak ditanami nila, tebu, kopi,

dan tanaman lain jenis ekspor sebagaimana dianjurkan pemerintah Belanda.

Coolen justru menanam padi seperti yang dilakukan orang Jawa. Inilah salah

satu alasan juga Coolen masuk sebagai golongan orang Jawa. Bahkan pada

paruh terakhir usianya, dia memutuskan untuk memilih suatu kebudayaan:

hidup seperti orang Jawa, di antara orang Jawa tanpa melupakan status

Belanda-nya yang merupakan pertanda kehebatannya.

Coolen menjadi kepala desa di daerah tersebut, dan terpanggil untuk

mengkristenkan orang-orang di daerahnya. Diajarkannyalah agama Kristen

dengan mengambil contoh-contoh yang terdapat dalam wayang atau legenda

setempat. Dia membangun Gereja, di sana dia memimpin kebaktian,

membaca dan menjelaskan kitab suci. Pada masyarakat kecil yang teokratis

ini, Coolen mengeluarkan larangan untuk bekerja hari minggu dan

mempunyai beberapa istri. Setiap orang beragama Krsiten atau Islam, di desa

tersebut harus mematuhi aturan. Coolen juga menghormati kebebasan

beragama. Secara pribadi dia pun mengawasi supaya kaum muslimin di desa

tersebut menjalankan kewajiban ibadat agama Islam. Coolen boleh dikatakan

dikelilingi oleh pemuka Islam dan Kristen bagaikan raja Majapahit yang di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

76

dampingi oleh pemuka Hindu dan Budha. Jellesma64

menggambarkan Coolen

sebagai “raja tanpa mahkota” (Guillot, 1985: 33)

Puncak dari pengarahan ini Coolen mengadakan kebaktian Minggu.

Di situ Coolen bercerita tentang Tuhan Yesus serta isi Kitab Suci, dan

mengajak berdoa bersama. Bahkan Coolen juga membuka pedebatan,

sehingga ketika tidak seorang pun mampu mengalahkan argumentasi Coolen,

maka ngelmu bab Gusti Yesus akhirnya diakui sebagai ngelmu tertinggi yang

patut mereka ikuti, meskipun masih diperbolehkan untuk melakukan tradisi

Jawa seperti wayangan, tetembangan, dan rapal (Soekotjo, 2009: 101)

Percampuan antara Kristen, Islam dan Jawa dalam rapal dan juga

tembang tampak dalam beberapa ajarannya. Salah satunya ajaran syahadat

Kristen: La ilah illa Allah, Yesus Kristus yo Roh Allah (Tiada Tuhan selain

Allah, Yesus itu Roh Allah). Teknik dakwah ini memperlihatkan bagaimana

Coolen mencoba memasukan ajaran yang sudah ada sebelumnya, baik itu

Islam maupun Jawa. Selain itu Coolen juga mengajarkan beberapa tembang,

yang di dapat dari kalimat-kalimat injil, seperti tembang berikut ini.

O, Gunung Semeru, Kau tertinggi di tanah Jawa, kepada

engkau ditujukan lagu pujaan ini.

Berkatilah hasil karya tangan kami ini. Berkatilah mata

bajak yang menggemburkan tanah yang patut disebari

benih dan menyebarlah benih. Berkatilah garu penghalus

tanah ini. Di tanah inilah Dewi Sri akan bersuka hati, dewi

padi yang memberi kami kemakmuran. Dan di atas

segalanya, kami mendambakan kasih dan kekuatan dari

Yesus yang maha kuasa.

64

Jellema adalah misionaris perintis, tugasnya boleh dikatakan memelihara dan mempertebal

akidah orang-orang Kristen daripada mengkristenkan orang. Dia menjadi misionaris di daerah

sidokare dan wiung (selatan Surabaya) dan Mojowarno.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

77

Tidak hanya berhenti pada tembang atau lagu saja, Coolen juga

melukis. Semua lukisannya mempunyai satu tema: Coolen membawa

kebajikan bagi orang Jawa. Salah satu lukisannya itu menggambarkan dia di

belakang bajak yang ditarik oleh dua ekor kerbau. Dia memakai topi jerami,

pantalon tetapi tanpa sepatu. Tangannya yang satu memegang ujung bajak

dan lain menunjuk kelangit. Pada kiri kanan kerbau berdiri para petani

(Guillot, 1985: 34).

Baik dalam soal persil maupun dalam masalah agama Coolen terlihat

memainkan peran ganda, sebagai orang Belanda dan orang Jawa. Cara-cara

Coolen baik berdakwah maupun mengajarkan ajaran Kristen dapat diterima

dengan baik oleh jemaatnya.

Jemaat tanpa sakramen ini akhirnya harus menghadapi kenyataan

yang lain ketika bertemu dengan kelompok jemaat Johannes Emde, mereka

harus mau menerima baptisan. Akibatnya, beberapa orang pengikut Coolen

seperti Singotaruno, Tosari, Kunto, dan Anip mencari dan mendapatkan

sakramen baptis. Kejadian ini memicu kemarahan Coolen, yang berhujung

pengusiran terhadap para pengikutnya. Pengusiran ini justru membuat ajaran

Kristen berkembang ke beberapa daerah, seperti Kyai Jakobus Singotaruna

dan Paulus Tosari tinggal di Sidokare dekat Sidoarjo. Abisai Ditotaruna

membuka pemukiman di Mojowarno dan menjadi lurahnya.

Johanes Emde lahir tahun 1774 di Jerman dari keluarga petani. Pada

saat pemerintahan Daendels dia masuk tentara, ketika Raffles memerintah dia

mengundurkan diri dari dinas militer. Sejak saat itu dia tinggal di Surabaya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

78

dan menikah dengan gadis Jawa dari kalangan ningrat, yang berasal dari

kraton Solo. Mulai saat itu, bersama keluarganya Emde menyebarkan ajaran

Kristen dengan menyebarkan brosur. Dalam kalimat awal bertuliskan

“wiwitaning Injile Yesus Kristus Putrane Allah...” (permulaan Injil Yesus

Kristus, Putra Allah..). Beberapa orang menerima brosur bertanya-tanya

bagaimana Tuhan bisa punya anak. Salah satunya seorang Modin yang

bernama Pak Dasimah. Pada tahun 1838 Pak Dasimah berdasarkan informasi

yang dia peroleh bersama dengan sembilan orang lainnya justru menemui

Coolen. Dari Coolen dia mendapatkan dasar-dasar agama Kristen seperti

Syahadat, Bapa Kami, dan Sepuluh Firman Tuhan (Guillot, 1985: 23).

Akhirnya beberapa tahun kemudian Dasimah memperoleh

kesempatan bertemu dengan Emde. Darisitulah Emde tahu bahwa ternyata

sudah ada Jemaat Kristen di daerah Ngoro. Akhirnya Emde mengunjungi

desa tersebut pada tahun 1842.

Orang-orang pengikut Coolen mengerti bahwa agama yang diajarkan

Emde berbeda dengan yang diterangkan Coolen. Lebih berbau barat, tidak

bercampur Dewi Sri dan Semeru dengan Yesus. Akhirnya melalui Emde,

mengetahui bahwa Coolen seolah-olah telah mengelabuhi mereka dengan

tidak mengatakan bahwa perlu dipermandikan untuk menjadi pemeluk

Kristen sepenuhnya seperti orang-orang Belanda. Pada tanggal 12 Desember

1843 di Gereja Belanda Surabaya terdiri dari 35 orang, 18 lelaki, 5

perempuan, dan 5 anak-anak. Lahirlah jemaat “betul-betul” Kristen yang

pertama. Diberitahukan pula bahwa kemudian, beberapa santri di daerah itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

79

juga masuk Kristen, tetapi ada juga orang Islam yang mengejek orang-orang

Kristen itu dengan sebutan “Belanda tanpa sepatu” atau “Belanda minus

Topi” (Guillot, 1985: 24)

Johannes Emde sebagai penginjil sangat mempengaruhi ajaran Kristen

di Jawa. Berbeda dengan Coolen yang tidak bersedia membuang budaya Jawa

dari kekristenan pengikutnya, Johannes Emde justru sebaliknya. Mereka patut

disebut jemaat “Kristen Landa” karena perilaku budaya mereka diatur

menurut budaya orang Belanda. Mereka diharuskan berambut pendek,

dilarang memakai ikat kepala saat ke Gereja, jangan mendengarkan gamelan,

jangan menonton wayang, jangan melakukan khitanan, jangan

menyelenggarakan selamatan, jangan menyanyikan tembang (Jawa), jangan

merawat pekuburan, dan dilarang menabur bunga di makam. Oleh sebab itu,

sangat sesuai jika mereka dijuluki sebagai “Kristen Landa”.

Terbentuknya sebuah praktik dengan demikian sangat dipengaruhi

oleh kekuasaan. Berbagai wacana hadir dalam pembentukan identitas, baik

Kristen Jawa maupun Kristen Landa. Semua kembali bagaimana dogma

tentang larangan maupun keharusan yang hadir sebagai sebuah wacana itu

menjadi cara pandang mereka. Hal ini sesuai dengan pandangan Foucault

pada gagasan antara kekuasaan-pengetahuan, suatu pasangan yang secara

dramatis mengekspresikan terikatnya wacana secara erat pada relasi antara

kekuatan dan kekuasaan, maupun mengekspresikan kapasitas produktif

kekuasaan untuk menciptakan wacana (Beilharz, 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

80

Ajaran Kristen Jawa maupun Kristen Landa, tidak bisa dilepaskan

begitu saja dengan misionaris dan agenda tujuan yang dibawanya. Kristen

Jawa yang dibawa oleh Coolen yang mencoba memadukan budaya Jawa

dengan tujuan supaya manusia Jawa tidak hilang kejawaannya, maupun

ajaran Kristen Landa yang dibawa oleh Emde yang mencoba melepaskan

budaya Jawa, kesemuanya menjadi sebuah cara pendang mereka yang

terbentuk secara produktif. Coolen memanfaatkan kepercayaan Jawa yang di

belokan ke agama Kristen. Cara ini bukan untuk menghilangkan tetapi malah

sesuai dengan mentalitas petani yang dipengaruhi oleh kehidupan

berhubungan dengan alam. Meskipun orang Belanda namun melarang

jemaatnya untuk dibaptis dengan alasan supaya tidak menjadi orang Belanda.

Muncul kontradiksi adanya kekuatan dua pengaruh ini. Saat itu orang-orang

memilih meninggalkan Ngoro serta ajaran Coolen dan bergabung dengan

Emde. Mereka ingin meninggalkan dunia tradisional untuk masuk ke sistem

baru yang dikelola orang Belanda. Coolen ingin bersikap seperti orang Jawa

tatkala orang Jawa sendiri ingin menjadi “orang Belanda”.

Tanpa disadari identitas ini terbentuk karena wacana yang saat itu

berkembang. Ajaran Coolen dianggap tradisional dan perlu ditinggalkan.

Justru sebaliknya identitas asing dianggap lebih kuat,ini karena tidak terlepas

dari kedudukan Belanda yang lebih tinggi dibanding penduduk pribumi.

Awal kontradiksi ini justru melahirkan banyak penyebar ajaran

Kristen. Mereka merasa terpanggil menjadi penginjil dan penyebar ajaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

81

Kristen. Inilah nantinya yang memunculkan perkembangan Agama Kristen

kususnya di Jawa.

1.2. Usaha Kristenisasi di Jawa Tengah

Awal pertumbuhan jemaat Kristen di Jawa tidak bisa dilepaskan dari

perjuangan para misionaris baik Belanda maupun pribumi. Para misionaris

ini memiliki peran yang begitu besar dalam usaha Kristenisasi di dalam

masyarakat Jawa. Beberapa diantaranya adalah Kyai Tunggul Wulung (1885)

yang menumbuh kembangkan jemaat-jemaat Kristen di Bondo, Banyutowo,

Tegalombo, dan Salatiga. Johannes Vrede dan Laban menumbuhkan jemaat

Muara Tuwa Tegal. Nyonya Philips Stevens melahirkan jemaat Tuksongo.

Nyonya Oostrom membangun jemaat di Banyumas, dan yang paling

spektakuler adalah Kyai Sadrach yang menumbuhkan jemaat Karangjoso dan

sekian puluh jemaat lainnya. Merekalah para penginjil yang melahirkan

jemaat-jemaat Kristen di Jawa Tengah yang nantinya berkembang menjadi

Gereja Kristen Jawa. (Soekotjo, 2009: 105)

Kyai Sadrach (1835-1924) menjadi catatan penting dalam

perkembangan ajaran Kristen di Jawa Tengah. Meskipun dia bukan orang

pertama yang mengajarkan ajaran Kristen di Jawa Tengah. Menjadi catatan

penting bukan hanya pengikutnya yang banyak namun cara penyebaran yang

dilakukan oleh Sadrach.

Seperti apa yang diungkapkan Guillot cara penyebaran agama Kristen

yang dilakukan Sadrach adalah sebagai berikut: dia selalu berjalan ke mana-

mana dan mengunjungi guru-guru yang terkemuka di daerah itu serta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

82

berusaha meyakinkan mereka akan kepercayaan Kristen. Jika tidak berhasil,

maka dilancarkan tantangan untuk mengadakan perang tanding di depan

umum, untuk mengetahui siapa diantara mereka yang lebih hebat ilmunya.

Kadang-kadang perdebatan itu bersifat dramatis, kedua tokoh tersebut

berhadapan, murid-murid duduk beberapa langkah di belakang sang guru.

Sebelum dimulai ditetapkan aturan permainannya. Sadrach berjanji andai kata

kalah, ia akan kembali masuk Islam. Jika ia menang, ia menuntut lawannya

agar masuk Kristen dan tunduk kepadanya. Karena Sadrach memiliki ngelmu

Jawa dan pernah sedikit belajar paling sedikit pada dua pesantren, lagi pula

sudah menerima “ilmu baru” yakni ajaran Kristen, tambahan lagi ia sama

sekali tidak bodoh, maka sedikitpun tidak ada yang ditakutinya. Begitu kalah,

sang lawan langsung mengucapkan semacam pangakuan takluk kulo merguru

(saya berguru). Para murid Kyai yang kalah bersama sang guru mengikuti

ajaran Kristen. Demikianlah cara Sadrach mengkristenkan beberapa Kiai65

dalam tempo beberapa tahun.

Dalam usaha penyebaran ajaran Kristen, Sadrach kelihatan

memelihara tradisi Jawa sebaik mungkin sejauh tradisi Jawa itu dapat di

Kristenkan. Seperti contohnya ketika Sadrach menyebutkan bahwa Yesus itu

Ratu Adil. Dia menyembuhkan orang sakit dengan membacakan mantra

sambil memberikan kepada mereka air suci, bahkan air seninya sebagai obat.

Kemenyan dibakar dalam upacara. Dia menggunakan air yang

65

Beberapa Kyai yang menurut Guillot dapat dikristenkan oleh Sadracah : Ibrahim,

Kanmentaram, Coyontani, dan Ronokusuma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

83

dipermukaannya mengapung daun-daun bunga. Bahkan dia juga membagi-

bagikan keris kepada murid-muridnya, namun terlebih dahulu keris itu

diberkatinya.

Mengenai apa yang mendorong Sadrach “mengkristenkan” tradisi

Jawa tersebut, dapat diketengahkan beberapa alasan. Guillot menyebutkan

beberapa alasannya antara lain pengkristenan upacara merupakan jalan paling

mudah meskipun resikonya besar namun efektif untuk memasukkan ajaran-

ajaran baru yang masih asing bagi penduduk. Sadrach juga berusaha sebisa

mungkin tidak mengasingkan pengikutnya. Pada dasarnya, dibalik semua itu

ada keinginan untuk tetap men-Jawa. Seperti kalimat yang banyak

diungkapkan oleh Sadrach: penyebutan Kristen Jawa atau Pasamuan Kristen

Jawa Mardika, serta ucapan Sadrach “adatipun tiyang Jawi kedah dipun

lampahi” (tradisi jawa harus dilakukan).

Identitas Kristen Jawa terbentuk pada zaman itu karena kekuasaan

yang terus berkembang dimasyarakat, kekuasaan yang sangat dipengaruhi

Kyai Sadarch. Ia berusaha memberikan pengetahuan baru dengan strategi

tidak menghilangkan tradisi lama. Pengetahuan ajaran Kristen yang dibalut

dalam tradisi Jawa. Usaha Sadrach ternyata cukup berhasil, ribuan jemaat

mengikuti ajaran Kristen. Ini sesuai dengan pandangan Foucault tentang

kekukasaan yang tidak terlepas dari pengetahuan. Menurut Foucault

“Kekuasaan dan ilmu pengetahuan bergabung bersama” (Foucault, 1978:

100). Dalam hal ini, pengetahuan yang di tanamkan oleh Sadrach dan juga

misionaris lain menjadi kekuasaan yang produktif. Banyak orang bersedia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

84

dibaptis dan menjadikan dirinya sebagai pemeluk Kristen. Tanpa disadari

mereka di kuasai oleh pengetahuan yang mereka dapat. Mereka menjadi

orang Kristen seperti apa yang digambarkan atau diinginkan oleh Kyai

Sadrach.

Penyebaran Gereja Kristin Jawa tidak bisa dilepaskan dari pengaruh

Belanda dan juga tokoh pribumi bahkan dari kalangan santri. Muncul tarik

ulur akan kekuasaan yang mengelilingi penyebaran ajaran Kristen.

Banyaknya bentuk ajaran dan juga wilayah penyebaran berakibat pada

munculnya dinamika tarik ulur akan kekuasaan, pengetahuan dan kebenaran.

Kristen sebagai agama hadir sebagai hasil kekuasaan dan kebenaran.

Seperti apa yang diungkapkan Foucault (Haryatmoko, 2010:99) bahwa

lembaga produksi kekuasaan-pengetahuan yang dahsyat adalah agama.

Agama tidak bisa dipisahkan dari mekanisme dan teknik kekuasaan normatif

dan disipliner. Agama mengatur individu dan masyarakat melalui teknik

penyeragaman baik perilaku, bahasa, pakaian, maupun ritus. Dengan teknik

itu akan dihasilkan identitas, yang akan memudahkan untuk mendapatkan

kepatuhan dari pemeluknya.

Seperti penjelasan sebelumnya pembentukan identitas Gereja Kristen

Jawa memiliki perjalanan yang panjang. Mulai tarik ulur antara “Kristen

Jawa” dengan “Kristen Landa” yang akhirnya mengarah pada kekuasaan

zending baik itu atara Salatiga Zending di Jawa Tengah Utara (Gereja Kristen

Djawa Tengah Utara-Parepatan Agung (GKJTU-PA), Gereja Jawa hasil

pekerjaan Doopgezinde Zendingsvereninging di sekitar Muria (kini GITJ),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

85

atau gereja Jawa di Jawa Timur hasil penginjilan Nederlands

Zendelinggenootschap (Gereja Kristen Jawi Wetan), yang berakhir pada

pembentukan jati diri Gereja Kristen Jawa yang beraliran Gereformeerd.

2. Muncul dan Berkembangnya Gereja Kristen Jawa di Banyubiru

“Kekuasaan berasal dari manapun, bukan karena kekuasaan mencakup

segala sesuatu, tetapi karena kekuasaan berasal dari manapun” (Foucault,

1978: 93). Bagi Foucault kekuasaan bisa datang dari manapun, begitu pula

hadir dan berkembangnya Gereja Kristen di Jawa karena pengaruh kekuasaan

yang ada disekitar Banyubiru. Perkembangan Gereja Kristen Jawa Banyubiru

tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Salatiga dan juga instansi seperti SPN

dan juga Yon Zipur. Salatiga dan instansi di Banyubiru memiliki kekuasaan

yang mempengaruhi berkembangnya ajaran Kristen di Banyubiru, karena

Salatiga adalah basis kristenisasi di Jawa, bahkan keberadaan Sinode Gereja

Kristen Jawa yang berada di Salatiga memiliki pengaruh cukup besar bagi

daerah-daerah sekitar. Selain itu, di Salatiga juga berdiri Universitas Kristen

Satya Wacana yang didalamnya terdapat Fakultas Teologi sehingga cukup

berpengaruh terhadap perkembangan dan penyebaran ajaran Kristen.

Banyubiru adalah salah satu daerah yang tidak jauh dari Salatiga,

hanya dipisahkan oleh Rawa Pening. Dari Salatiga Membutuhkan jarak waktu

15 menit untuk sampai di Banyubiru. Posisi Geografis ini membuat daerah

Banyubiru tidak bisa dilepaskan dari ajaran Kristen, kususnya Gereja Kristen

Jawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

86

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Banyubiru berdiri tanggal 22 Desember

1987. Meskipun sebenarnya tahun 1975 perhimpunan orang-orang Kristen

Jawa sudah ada di Banyubiru seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak

Siswantoro berikut:

“GKJ Banyubiru adalah pepantan atau bagian dari GKJ

Ambarawa. Pada waktu itu Banyubiru belum ada bangunan

Gereja sehingga berada di rumah salah satu tokoh GKJ yaitu

Pak Witono sekitar tahun 1975 dengan jumlah kepala keluarga

sekitar 10 orang”66

Perhimpunan atau kelompok ini awalnya hanyalah kelompok doa.

Berkembangnya waktu mereka memiliki inisiatif untuk membeli tanah di

Dusun Randusari Desa Banyubiru untuk didirikan bangunan gereja di tahun

1987. Salah satu tokoh yamg memperjuangkan adalah pendeta GKJ

Ambarawa Bapak Pdt Pinoejadi.

Saat ini keberadaan GKJ Banyubiru cukup berkembang dibanding

awal-awal berdiri. Ini karena pengaruh Salatiga dan juga banyaknya

pendatang dari asrama SPN dan juga Yon Zipur. Ibadat mingguan selalu

dilakukan pada hari Minggu, dengan mendatangkan pendeta dari Ambarawa

atau daerah lainnya. Selain ibadat mingguan juga diadakan pendalaman

Alkitab dari rumah ke rumah setiap hari Kamis. Pendalaman Alkitab tersebut

66

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Siswantoro (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 22

Maret 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

87

mencoba menafsirkan bacaan Alkitab dengan berbagi pendapat sesama

jemaat, jadi di sini tidak ada pendeta yag memimpin.67

Selain kegiatan pendalaman Alkitab, kegiatan pemuda GKJ

Banyubiru cukup berkembang. Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari

keberadaan Universitas Kristen Satya Wacana. Banyak kaum muda dari

Salatiga baik itu mahasiswa atau jemaat lain yang melakukan anjangsana atau

kunjunganke daerah Banyubiru.

“Kami sering berkunjung ke desa-desa untuk melakukan

kegiatan, salah satunya Desa Banyubiru. Tidak bisa ditentukan

waktunya kapan, yang penting kami sering melakukan kegiatan

bersama. Baik itu Futsal atau olahraga lain antar Gereja, atau

melakukan ibadat bersama. Harapannya supaya kaum muda di

daerah-daerah juga memiliki kegiatan dan bisa berkembang

dalam kehidupan menggerejanya.”68

Dengan demikian muncul dan berkembangnya GKJ Banyubiru yang

mengarah pada pembentukan identitas Kristen Jawa tidak semata-mata

begitu saja. Ada berbagai macam pengaruh baik dari Salatiga ataupun

misionaris yang membawa ajaran tersebut. Dalam bagian berikutnya akan

lebih diperjelas bagaimana misionaris tersebut berkarya dan ajaran apa yang

dibawa bagi pembentukan jemaat GKJ Banyubiru. Sehingga terbentuk

penyeragaman perilaku dan cara pandang tersendiri bagi jemaatnya baik itu

dalam memandang tradisi Jawa maupun hal-hal lainnya.

67

Berdasrkan hasil wawancara dengan Bapak Sudarman (Majelis GKJ Banyubiru) tanggal 20

Maret 2013

68 Berdasarkan hasil wawancara dengan Valerian (Jemaat Muda GKJ Salatiga) tanggal 5 April 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

88

II. Pengaruh dan Proses Pembentukan Identitas Kristen Jawa

1. Hadirnya Gereja Kristen Jawa di Banyubiru

Perkembangan Gereja Kristen Banyubiru dipengaruhi oleh berbagai

macam faktor. Tidak hanya letaknya yang berdekatan dengan Salatiga

sebagai basis perkembangan ajaran Kristen, namun juga karena faktor-

faktor lain. Berbagai faktor tersebut mencakup Misonaris dan cara

penyebaran. Kedua faktor ini menjadi kekuasaan yang tidak mendominasi,

namun lebih menjadi kekuasaan yang produktif dalam menciptakan

pengetahuan.

Foucault memandang bahwa “Dalam kekuasaan tidak ada unsur

penaklukan dalam bentuk kekerasan atau aturan” (Foucault, 1978: 92).

Pengaruh dan proses pembentukan identitas Kristen Jawa hadir tanpa

adanya proses pemaksaan maupun kekerasan. Namun penaklukan

kekuasaan ini hadir melalui dogma yang dibawa oleh para penyebar ajaran

Kristen.

Di bawah ini akan dibahas bagaimana peran misionaris dalam

menciptakan identitas bagi Jemaat GKJ di Banyubiru. Peran misionaris

ataupun penyebar ajaran agama dan juga cara penyebaran sangat

mempengaruhi keadaan jemaat. Misionaris atau penyebar ajaran Kristen di

sini tidak hanya hadir dari kalangan pendeta namun juga kaum awam.

Semuanya menjadi kekuasaan yang mempengaruhi pengetahuan jemaat

GKJ di Banyubiru, tanpa ada unsur kekerasan dan pemaksaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

89

1.1. Peran Penyebar Ajaran Kristen

GKJ Banyubiru sebagai Gereja pepantan yang menginduk pada GKJ

Ambarawa, tentu sangat tergantung dari peran para tokoh GKJ Ambarawa,

baik itu pendeta maupun kaum awam. Sekitar tahun 1970an GKJ Banyubiru

belum mempunyai bangunan Gereja, pada waktu itu hanya berkumpul di

rumah Bapak Witono69

. Sebagai orang awam pak Witono bersama istri

cukup memiliki peran besar dalam membangun jemaat di GKJ Banyubiru.

Sebagai seorang jemaat biasa Pak Witono merelakan sebagian rumahnya

untuk “gereja”, bahkan untuk mempersiapkan tempat dan persiapan lainnya

dilakukan sendiri.

Bapak Witono bersama istrinya memiliki peran cukup besar dalam

memberi semangat kepada jemaat yang lain. GKJ Banyubiru pada waktu itu

hanya memiliki sekitar 20 jemaat, namun berkat kegigihan Bapak Witono

tahun 1987 GKJ Banyubiru bisa memiliki tanah dan membangun Gereja di

Dusun Randusari Desa Banyubiru.

Berdirinya bangunan Gereja tidak terlepas dari peran jemaat yang

memiliki semangat untuk membangun sebuah tempat untuk beribadah.

Berbagai tantangan dihadapi oleh jemaat terutama Bapak Witono. Dalam

mendirikan Gereja mengalami berbagai permasalahan, namun karena

69

Bapak Witono adalah salah satu tokoh pendiri Gereja Kristen Jawa di Banyubiru. Dia adalah

seorang Mantri Kesehatan, lahir di daerah Jogjakarta dan meninggal di Banyubiru sekitar tahun

1983. Dia memiliki pandangan yang teguh terhadap iman Kristen, bahkan cenderung memliki

pandangan tertutup terhadap tradisi Jawa yang bertentangan dengan ajaran Kristen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

90

berbagai pihak yang membantu semua bisa teratasi, terutama usaha yang

dilakukan oleh keluarga Bapak Witono. Seperti apa yang diungkapkan oleh

salah satu jemaat di Banyubiru berikut:

“Bu dan Pak Witono ki sing golek donatur (yang mencari

penyumbang dana), saudara-saudaranya dimintai dana. Bagi

saya keluarga pak Witono ya aktifis Gereja awal berdirinya GKJ

di Banyubiru.”70

Selain Bapak Witono sebagai kaum awam yang berperan dalam

berdirinya GKJ di Banyubiru, hadir seorang Pendeta GKJ Ambarawa yaitu

Bapak Pdt Pinoejadi. Warna ajaran GKJ Banyubiru sangat dipengaruhi oleh

Bapak Pdt Pinoejadi. Hadirnya pendeta di Banyubiru cukup mempengaruhi

perkembangan dan juga cara pandang jemaat akan pemaknaan Kekristenan.

Pembentukan identitas sangat dipengaruhi oleh rezim pengetahuan.

Penafsiran Bapak Pdt Pinoejadi tentang ajaran Kristen memunculkan cara

pandang bagi jemaat di Banyubiru. Agama yang kongkrit adalah yang

dihayati oleh pemeluknya dengan sistem ajaran, norma moral, institusi,

ritus, simbol, dan para pemukanya. Penghayatan Kekristenan jemaat di

Banyubiru sangat di pengaruhi hasil penafsiran teks-teks Alkitab oleh Bapak

Pdt Pinoejadi, yang menurut para jemaat, tafsiran Bapak Pdt Pinoejadi lebih

bersifat dogmatis atau selalu berdasarkan Kitab Suci tanpa dikontekskan

dalam kehidupan masyarakat.71

Bapak Pdt Pinoejadi bertugas menjadi Pendeta di Ambarawa dalam

periode waktu yang cukup lama, yaitu sekitar tahun 1970 samapai 1997.

70

Berdasarkan wawancara dengan Bu Giyati (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 10 Juni 2013

71 Idem

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

91

Bagi para jemaat beliau terkenal sangat kaku, kolot, dan juga sangat disiplin

dalam pemahaman akan ajaran Kristen. Hal yang paling ditekankan adalah

larangan untuk melakukan tradisi-tradisi lokal, seperti ziarah kubur,

memperingati meninggalnya saudara (3 hari, 7 hari, 40 hari, dan juga 1000

hari), dan juga larangan untuk melakukan hajatan besar untuk syukuran

sunatan. Ini semua di dasarkan atas ajaran Alkitab bahwa Allah telah

menyelamatkan semua yang mengikutinya.

Kekakuan ini memunculkan perpecahan bagi jemaat di Banyubiru,

sehingga beberapa jemaat yang berusia lanjut memutuskan untuk bergabung

dengan GKJ Ngampin dalam berbagai kegiatan dan juga ibadah. Perpecahan

ini ini dipicu karena perbedaan pandangan secara teologis antara Bapak Pdt

Pinoejadi dengan Bapak Margotono. Perbedaan teologi semacam ini kurang

bisa dimengerti oleh beberapa jemaat, namun beberapa jemaat

mengungkapkan bahwa Pdt Pinoejadi ini memiliki sifat keras kepala.

Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Giyati tentang karakter Bapak Pdt

Pinoejadi berikut “Nek ngunekne umate ki rodo keras, kolot, nek sing ra

cocok yo pindah, tapi Pak Witono dan Bu Witono tetap bertahan.”72

Berkat perjuangan dan ketaatan Bapak Witono GKJ Banyubiru tetap

berdiri dan tetap mengembangkan ajaran Kristen dan mencoba

mempertahankan keutuhan GKJ di Banyubiru. Bapak Witono tetap bertahan

karena memiliki cara pandang yang sama dengan Bapak Pendeta Pinoejadi,

memiliki iman Kristen yang teguh. Dalam artian, tidak memberi ruang bagi

72

Berdasarkan wawancara dengan Bu Giyati (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 10 Juni 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

92

tradisi Jawa yang bertentangan dengan ajaran Kristen. Salah satu contoh

yang diungkapkan jemaat GKJ bahwa “Pak Witono tidak pernah

mengadakan genduren, baik pada waktu nyunatke atau peringatan kematian

saudaranya”73

Saat ini GKJ Banyubiru dibawah GKJ Ambarawa dipimpin oleh

Bapak Pdt Setyo Utomo74

. Usianya yang muda, lebih bisa menerima tradisi-

tradisi lokal. Ini karena secara teologis sudah memiliki cara pandang yang

berbeda. Inilah alasan mengapa ajaran yang dibawanya berbeda, dibanding

pendeta angkatan sebelumnya:

“Dahulu para pendeta menjaga pemurnian, itu karena masih

pertumbuhan atau rintisan jadi harus dijaga dan didoktrinasi

dengan kuat. Dalam konteks sekarang tidak bisa harus dianggap

dewasa jadi sudah bisa mengambil keputusan etis sendiri.”75

Berangkat dari situ, maka corak Gereja dahulu dengan sekarang

berbeda. Gereja yang dewasa di era saat ini seharusnya bisa menerima

tradisi lokal yang ada. Maka peran pemuka agama menjadi sangat penting

dalam membentuk sebuah tradisi baik sebagai suatu cara pandang pribadi

maupun secara hidup bermasyarakat. Gereja yang dewasa menurut Bapak

Pdt Setyo Utomo ini tidaklah mudah, kenyataannya dalam diri jemaat tetap

73

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sisiwantoro (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 18 Oktober

2013

74 Bapak Setyo Utomo lahir di Tuban, Jawa Timur tahun 1968. Ketertarikannya pada bidang

Teologi membuat Pak Setyo memutuskan untuk belajar di Universitas Kristen Duta Wacana,

menyelesaikan pendidikan Teologinya pada tahun 1994. Berkarya di GKJ Ambarawa sejak tahun

1996, sedangkan menjadi pendeta tahun 1997 sampai sekarang.

75 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Setyo Utomo (pdt GKJ Ambarawa) tanggal 6 Juni 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

93

muncul sebuah tarik ulur akan identitas. Pengetahuan yang berbeda antara

Kekristenan dan Kejawaan pada akhirnya tetap membuat jemaat GKJ

menegosiasikan identitasnya.

1.2. Cara penyebaran

Pembentukan identitas Kristenan Jawa di Banyubiru selain

dipengaruhi oleh peran para penyebar ajaran juga cara penyebaran. Cara

penyebaran di sini berkaitan dengan bagaimana caranya ajaran Kristen bisa

hadir dan berkembang di tengah Desa Banyubiru. Secara garis besar ada

dua cara yaitu berdasarkan dogma melalui Alkitab yang ditafsirkan Pendeta

dan juga berbagai kegiatan dari daerah sekitar Banyubiru.

Pembentukan dan perkembangan Kekristenan hadir melalui

pendalaman Alkitab. Setiap hari Kamis jemaat GKJ Banyubiru berkumpul

bersama dengan berpindah-pindah tempat untuk mengadakan pendalaman

Alkitab. Kegiatan tersebut diharapkan dapat membentuk jati dirinya sebagai

orang Kristen dengan mencoba menafsirkan teks-teks Alkitab. Inilah salah

satu ungkapan jemaat GKJ yang rutin mengikuti pendalaman Alkitab:

“Pendalaman Alkitab semakin bisa menunjukan bagaimana

orang Kristen yang benar berdasarkan ajaran Alkitab, dengan

cara bertukar pengalaman berdasar atas firman Tuhan, kalau ada

kesulitan baru tanya Bapak Pendeta.” 76

Penunjukan kebenaran akan identitas Kekristenannya selain di

hadirkan melalui peran Pendeta ataupun misionaris, ternyata juga atas

76

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suratno (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

94

tafsiran Alkitab yang dilakukan oleh jemaat sendiri. Tafsiran teks Alkitab

menjadi kekuatan cara pandang mereka dalam hidup di tengah msayarakat.

Tafsiran teks Alkitab menjadi pembenaran yang berfungsi tidak hanya

sekedar berfungsi sebagai aturan hidup, namun menjadi cara hidup dan

perjuangan hidup, singkat kata hidup demi Tuhan. Permasalahan dalam

kehidupan masyarakat sering dibicarakan dalam Pendalaman Alkitab

dengan dicari kebenarannya berdasar atas Alkitab. Mereka menjadikan

Alkitab sebagai panutan atau kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti apa yang diungkapan oleh Jemaat GKJ berikut:

“Ada dua kegiatan yaitu pendalaman Alkitab dan sarasehan,

bedanya kalau pendalaman Alkitab sumbernya dari Alkitab

tetapi dihubungkan dengan dunia, kalau sarasehan sumbernya

dari luar dihubungkan dari Alkitab. Jadi dari pengalaman jemaat

terus dicari di Alkitab bersama-sama.”77

Tafsiran teks Alkitab ini akan memiliki pembenaran yang lebih kuat

ketika ditafsirkan oleh seorang Pendeta. Dengan demikian ketika diskusi

sesama jemaat mengalami kebuntuan, tafsiran Bapak Pendeta yang memiliki

kekuatan penuh akan kebenaran. Hal ini karena seorang pendeta diyakini

memiliki pemahaman teologis yang lebih dibanding dengan kaum awam.

Ajaran Kristen di Banyubiru juga tidak bisa dilepaskan dari

keberadaan Sinode GKJ di Salatiga. Jarak yang dekat antara Salatiga dengan

Banyubiru membuat banyak kegiatan di Banyubiru yang dilakukan oleh

jemaat dari Salatiga. Misalnya kaum muda sering mengadakan kunjungan

dan juga berbagai macam kegiatan di daerah Banyubiru. Dari kegiatan

77

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Darman (Majelis GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

95

tersebut kaum muda merasa memiliki semangat untuk hidup dalam

komunitas GKJ

“Kegiatan anjangsana selain untuk meningkatkan iman, bagi

saya juga menjadi suatu wadah atau tempat bertemunya kaum

muda, bisa bertambah teman atau mungkin ketemu pasangan

hidup.”78

Kegiatan kaum muda ini memperlihatkan bagaimana

mempertahankan identitas Kekristenannya. Jemaat muda merasa nyaman

dan bangga menjadi orang Kristen, dan juga memiliki harapan yang besar

untuk kelangsungan masa depannya. Seperti harapan memiliki banyak

teman dan juga menemukan pasangan hidup.

Cara penyebaran ajaran Kristen di sini bukan hanya berkaitan

dengan perkembangan atau sejarah penyebaran GKJ, namun lebih pada

ajaran akan kekristenan sendiri yang membuat jemaat semakin menghayati

keberadaan dirinya sebagai orang Kristen maupun komunitas Kristen.

2. Kekristenan sebagai Cara Pandang

Peran misionaris dengan misinya mengantar pada pembentukan

identitas Kekristenan. Hal ini karena pengetahuan dan pemahaman yang

mereka peroleh. Dengan demikian Kekristenan akhirnya menjadi cara

pandang mereka dalam memandang segala sesuatu yang berkaitan dengan

kehiupan para jemaat. Jemaat GKJ di Banyubiru tidak lagi menjadi dirinya

secara pribadi, namun sudah dipengaruhi oleh ajaran Kristen yang mereka

terima.

78

Berdasarkan wawancara dengan Daniel (Kaum Muda GKJ Banyubiru) tanggal 1 Juni 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

96

Pembentukan cara pandang ini tidak bisa terlepas dari peran Gereja,

baik peran misionaris atau kegiatan dalam Gereja tersebut. Pembentukan

diri ini menjadi kekuatan bagi komunitas Gereja Kristen Jawa, karena

adanya keyakinan dan ajaran yang menyatu menjadi tindakan.

Keyakinan dan ajaran yang telah diterima melalui ajaran seorang

misionaris ataupun penafsiran Alkitab merupakan sebuah wacana yang tentu

mempunyai klaim kebenaran. Keyakinan dan ajaran ini menjadi kekuasaan

yang selalu berimplikasi pada pengetahuan. Begitupun sebaliknya, tidak ada

pengetahuan yang tidak berkorelasi dengan kekuasaan (Foucault, 1995: 27).

Foucault ingin menegaskan bahwa penguasaan kekuasaan menciptakan

objek-objek baru pengetahuan dan sistem informasi. Pengetahuan ketika

digunakan sebagai suatu kebenaran yang akhirnya membatasi, mengatur,

dan bahkan mendisiplinkan, maka secara tidak langsung akan menjadi cara

pandang seseorang. Seperti salah satu cara pandang jemaat GKJ demikian:

“Nek wis yakin ki yo kudu diugemi (kalau sudah yakin ya

dipercaya). Saya yakin kalau ajaran Alkitab menjadi kebenaran

bagi jalan hidup saya, karena bagi saya Alkitab tidak hanya

sekedar tulisan, melainkan lebih menjadi sabda yang hidup.

Makanya ya menjadi panutan dalam hidup saya atau boleh

dikata dadi sarana uripku (menjadi sarana hidup).”79

Di sini terlihat bagaimana fungsi ideologis agama berperan sebagai

pembenaran hidupnya, baik hidup dalam keluarga maupun bermasyarakat.

Mayarakat yang terdiri dari berbagai keyakinan dan pandangan yang

79

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suratno (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

97

berbeda menjadikan jemaat GKJ memiliki cara pandang hidup yang

berbeda, dalam meyakini peristiwa kematian dalam tradisi Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

98

BAB IV

TARIK ULUR IDENTITAS:

KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN

DI SEKITAR TRADISI ZIARAH KUBUR

Keterbatasan cara pandang

menganjurkan kita untuk tidak

hanya percaya pada hal-hal yang

terlihat, tetapi kita biasanya juga

hanya melihat apa yang sudah kita

percayai.80

Desa Banyubiru sebagai wilayah perjumpaan antara Kejawaan dan

Kekristenan menyajikan sebuah fenomena tarik ulur akan identitas. Kehidupan

masyarakat Desa Banyubiru yang penuh kebersamaan, baik dengan sesama

manusia maupun dengan alam, ini menjadi sebuah gambaran yang kuat berkaitan

dengan tradisi Jawa. Berbagai tradisi masih dijalankan, misalnya sedekah bumi,

pertunjukan wayang kulit, dan juga ziarah kubur.

Ziarah kubur dan sedekah bumi perdikan tetap berkembang di tengah

masyarakat Banyubiru, karena adanya keterkaitan fungsi dan makna dalam suatu

sistem sosial budaya. Hal demikian terlihat dari kesinambungan antar warga satu

dengan yang lainnya. Kesinambungan ini secara sosial merupakan forum

interaktif antarwarga masyarakat yang pada gilirannya akan membangun

solidaritas sosial. Hal demikian meneguhkan pendapat Radcliffe Brown (1979:

157) bahwa ritual dan adat istiadat dapat berlangsung terus menerus karena

memiliki fungsi sosial. Ritual merupakan pernyataan simbolik yang teratur.

80

Donald W. Thomas, Semiotics, Communication, Codes & Culture (Lexington Massachusetts:

Ginn Custom, 1982), hlm 179

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

99

Tradisi ini memiliki fungsi sosial yang tetap, apabila ritual itu memiliki kesan

dalam mengatur, mengekalkan, dan menurunkan masyarakat dari generasi ke

generasi.

Di sisi lain, ajaran Kristen juga menjadi usaha untuk mengatur dan

diturunkan kepada jemaat generasi berikutnya. Usaha ini dilanggengkan melalui

ajaran sebagai suatu wacana dan juga sistem panoptik. Hal ini mengarah pada

usaha purifikasi atau pemurnian, yaitu adanya usaha untuk menjalankan ajaran

agama secara murni, terlepas dari berbagai tradisi lokal dan sesuai dengan ajaran

Alkitab.

Permasalahan bukan hanya terletak pada percampuran atau pertentangan

antara budaya Jawa dengan ajaran Kristen, melainkan bagaimana tarik ulur

identitas para pengikutnya, karena orang Kristen Jawa selain orang Kristen, juga

orang Jawa dengan berbagai karakteristik ajaran yang berbeda seperti dijelaskan

pada bagian sebelumnya.

Keterbatasan cara pandang membuat manusia hanya percaya apa yang

terlihat dan juga apa yang sudah dipercayai. Cara pandang ini yang membuat

manusia memiliki kebenaran-kebenaran yang berbeda, kebenaran akan

pengetahuan yang terbentuk karena kekuatan-kekuatan yang telah tertanam dalam

dirinya yang berasal dari luar. Karena itu bab ini akan lebih melihat bagaimana

tarik ulur identitas yang terbentuk ketika ada kekuatan-kekuatan akan

pengetahuan di luar dirinya, yaitu kekuatan Kekristenan dan Kejawaan.

Pada bagian pertama melihat bagaimana bentuk tarik ulur identitas jemaat

GKJ Banyubiru ketika usaha pemurnian atau purifikasi Agama berbenturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

100

dengan tradisi Jawa. Dalam hal ini, berkaitan dengan pemaknaan tradisi Jawa

slametan (tradisi ziarah kubur) dan wacana kematian. Bagian kedua berbicara

tentang usaha melanggengkan identitas dengan menghadirkan sistem panoptik:

sistem pengawasan yang mempunyai daya mengatur. Dalam hal ini, ajaran

Kristen dengan tafsiran Alkitab yang menghadirkan Tuhan, surga, dan dosa.

Namun, disisi lain adanya penghalang dalam diri jemaat GKJ yang diselimuti

aturan-aturan tradisi lokal (kosmologi Jawa).

I. Konsepsi ajaran Kristen yang hadir dalam usaha purifikasi

Konsepsi ajaran Kristen mengantar pada perubahan hidup. Muncul

kesadaran yang mendorong untuk merubah hidupnya. Dorongan itu di alami

sebagai sesuatu dorongan yang bukan berasal dalam dirinya sendiri,

melainkan juga berasal dari luar dirinya, yaitu seperti ajaran-ajaran Kristen

yang hadir melalui dogma atau teks-teks Alkitab.

Perubahan ini mengarah pada usaha purifikasi atau pemurnian, yaitu

adanya usaha untuk menjalankan ajaran agama secara murni yang tidak

terpengaruh ajaran lain baik itu tradisi lokal ataupun ajaran-ajaran lain.

Menurut Bruno Latour purifikasi adalah sebuah usaha yang total untuk

membuat pemisahan manusia dari nonhumans seperti alam dan juga benda-

benda yang memiliki kaitan dengan subjek transenden (Keane, 2007: 23).

Purifikasi ini merupakan usaha untuk menjadi manusia yang lebih

baik di hadapan Tuhan sesuai dengan ajaran-ajaran yang diterimanya.

Lonergan (Prasetya (1993: 76) menjelaskan Agama adalah salah satu bentuk

cinta yang radikal dan total kepada Tuhan. Kemampuan untuk memilih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

101

Tuhan secara radikal, entah dalam taraf akal budi, moral dan cinta ini

digerakkan oleh kebebasannya untuk memilih apa yang paling bernilai, dan

oleh kehendak untuk mewujudkan nilai tertinggi tersebut dalam hidupnya.

Usaha purifikasi hadir dalam Kristen Calvinis yang datang bersama

dengan para penjajah Belanda. Bagi Calvinisime, praktek purifikasi agama

berjalan seiring dengan rasionalisme. Beragama yang baik berarti perlu

rasional. Dia perlu menjauhkan diri dari tahayul dan juga pemberhalaan atas

benda. Sejauh ini, Kekristenan menjadi panduan dan juga ekspresi purifikasi

atau pemurnian (Keane, 2007: 77)

Bagian ini ingin memperlihatkan bagaimana usaha pemurnian ajaran

yang diterima oleh jemaat GKJ Banyubiru baik secara radikal, entah dalam

taraf akal budi, moral dan cinta yang berkaitan dengan tradisi-tradisi Jawa,

mulai dari slametan, penghormatan pada leluhur (ziarah kubur), dan juga

tradisi-tradisi lainnya. Selain itu juga pemaknaan akan kematian.

Kesemuanya mengarah pada tarik ulur sikap penentuan identitas Jemaat GKJ,

antara Kejawaan dan Kekristenan.

1. Pemaknaan akan Tradisi Jawa dalam Persoalan di Sekitar Ziarah

Kubur

1.1 Slametan

Tradisi ziarah kubur tidak bisa dilepaskan dari peristiwa

kematian. Ziarah kubur dilakukan untuk menghormati orang yang telah

meninggal. Bagi orang Jawa peristiwa kematian dan juga peristiwa-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

102

peristiwa yang menyertai kematian dari waktu ke waktu selama tiga

tahun atau seribu hari selalu dikaitkan dengan slametan.

Slametan dalam tradisi Jawa tidak bisa begitu saja dilepaskan

dari ajaran Islam. Slametan merupakan sebuah contoh yang oleh Beatty

merupakan "ambiguitas yang teratur" di mana unsur-unsur

multivokalnya tidak hanya tindakan atau simbol-simbol material, tetapi

kata-kata yang hanya akan bermakna apabila diucapkan selama upacara

berlangsung. Orang-orang dengan orientasi yang berbeda secara

bersama-sama mendatangi suatu ritual dan merajut kesepahaman.

Signifikansi ritual ini bergantung pada apa dan bagaimana peserta

slametan menggunakan konsep-konsep kunci yang sebagian berasal

dari Islam (seperti pembacaan ayat al-Qur'an dan pemujaan atau

Shalawat pada Nabi Saw) (Beatty, 2001: 38).

Implikasi adanya ajaran Islam dalam tradisi Jawa tampak di

Desa Banyubiru. Orang berkumpul dari berbagai agama atau

kepercayaan, namun doa yang dilakukan menggunakan ajaran Islam

(Tahlil dan pembacaan ayat al-Quran). Doa ini dipimpin oleh modin di

Desa Banyubiru, dan diikuti oleh warga yang beragama Islam,

sedangkan yang beragama lain berdoa dalam hati menurut

keyakinannya masing-masing.

Manusia Jawa menjadikan Slametan sebagai sesuatu tradisi

yang penuh makna. Tradisi ini hadir karena adanya sifat manusia yang

memiliki ketergantungan terhadap sesuatu yang gaib, alam dan sesama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

103

manusia. Sifat ketergantungan ini membawa konsekuensi logis dalam

diri manusia Jawa untuk senantiasa melakukan slametan atau “laku

ritual” (Harsapandi, 2005:13). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Geertz (1981:17) berkaitan dengan makna slametan. Menurut Geertz

karena orang melakukan slametan, arwah setempat tidak akan

mengganggu, membuat orang merasa sakit, sedih atau bingung.

Keadaan yang digambarkan slamet (selamat), yang oleh orang Jawa

didefinisikan sebagai “gak ana apa-apa” (tidak ada apa-apa), atau

lebih tepat “tidak akan ada sesuatu yang akan menimpa seseorang.”

Setiap kejadian yang dialami di dunia selalu dihubungkan dengan roh-

roh gaib (leluhur). Pemikiran masyarakat Jawa tersebut turut mendasari

perilaku masyarakat sehari-hari, sehingga masyarakat Jawa senantiasa

berusaha agar roh-roh leluhur selalu berkenan dengan manusia. Oleh

karena itu, slametan menjadi ritual menjaga keselarasan dan

keharmonisan hubungan dengan roh gaib (leluhur) (Wisnumurti, 2012:

150).

Pemaknaan akan tradisi lokal bagi Jemaat GKJ di Banyubiru

memiliki perbedaan ketika dipimpin oleh Bapak Pdt Pinoejadi dengan

Bpk Pdt Utomo. Pebedaan ini tampak dari kelunakan dan juga

pemahaman terhadap berbagai tradisi lokal yang berkaitan dengan

slametan, seperti hajatan nyunatke, nyadaran, genduren, dan juga

slametan memperingati meninggalnya saudara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

104

Pada saat GKJ dipimpin oleh Bapak pdt Pinoejadi kekakuan

sangat dirasakan, tidak ada kelenturan untuk menjalankan tradisi lokal.

Bahkan laku prihatin dalam tradisi Jawa seperti berpuasa Senin Kamis

dilarang. Larangan ini didasarkan atas teks Alkitab dalam usaha

purifikasi. Inilah salah satu ajaran yang diungkapkan oleh Bapak Pdt

Pinoejadi :

“Bagi keluarga Kristen tidak perlu untuk berpuasa karena

sudah diwakili Tuhan Yesus yang berpuasa 40 hari lamanya.

Jadi kita cukup bertekun dan memohon pada Tuhan Yesus.”81

Pernyataan ini memperlihatkan adanya kekakuan terhadap

tradisi lokal. Teks Alkitab menjadi lebih kuat bagi para Jemaat ketika

ditafsirkan oleh pendeta. Tidak mengherankan jika Jemaat pada saat itu

tidak pernah melakukan puasa seperti dalam tradisi Jawa. Selain itu

juga larangan untuk melakukan hajatan ketika sunatan. Menurut Pdt

Pinoejadi yang terpenting bukan hajatan sunatannya tetapi sunatan

karena faktor kesehatan. Tidak ada unsur slametan dalam bentuk

genduren seperti yang dilakukan oleh warga Banyubiru secara umum.

Begitu juga peringatan leluhur mereka, baik 3 hari, 7 hari, 40

hari, dan seterusnya tidak diperkenankan. Hanya dilakukan doa

penghiburan, karena semua telah diselamatkan Tuhan bagi yang

percaya.82

Dogma semacam ini menghadirkan sebuah tradisi yang

berbeda dari tradisi Jawa yang menganggap sesuatu penghormatan dan

81

Berdasarkan wawancara dengan Bu Giyati (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 10 Juni 2013

82 Berdasarkan wawancara dengan Bu Giyati (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 10 Juni 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

105

mendoakan leluhur menjadi sesuatu yang penting. Bagi orang Jawa

dalam ritual slametan ada unsur tolong menolong dan bekerjasama

antara yang hidup dan leluhur yang telah meninggal. Seperti hasil

penelitian Geertz berkaitan dengan slametan:

“Slametan adalah versi Jawa dari apa yang barangkali

merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia;

ia melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang

ikut serta di dalamnya. Handai taulan, tetangga, rekan

sekerja, sanak keluarga, arwah setempat, nenek moyang yang

sudah mati, dan dewa-dewa yang terlupakan, semuanya

duduk bersama menngelilingi satu meja dan karena itu terikat

ke dalam satu kelompok sosial tertentu yang diwajibkan

untuk tolong-menolong dan bekerja sama” (Geertz, 1981:

13).

Ini memperlihatkan bagaimana leluhur memiliki peran penting

dalam masyarakat Jawa. Di sisi lain Bapak Pendeta Pinoejadi memiliki

ajaran yang berbeda dalam menyikapi wacana ini. Tidak ada unsur

pentingnya leluhur. Tuhan menjadi jalan utama bagi diri mereka. Ini

sesuai dengan pusat dari teologi Calvin, yang memusatkan semua

kehidupan pada Allah bukan manusia (Lukito, 2009:26)

Perbedaan dirasakan oleh Jemaat GKJ Banyubiru di bawah Pdt

Setyo Utomo. Ada kelenturan akan tradisi lokal, yaitu dengan

meletakan tradisi lokal sebagai sebuah kehidupan sosial masyarakat.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Ratno berikut :

“Pak Setyo Utomo lebih modern, lebih lunak dibanding

dengan pak Pinoejadi yang ditaktor meskipun sama-sama

sarjana teologi. Kalau Pak Setyo Utomo memperbolehkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

106

dan bahkan mau dipanggil untuk berdoa ketika ada hajatan 40

hari, 100 hari atau hajatan-hajatan lainnya.”83

Meskipun dalam tingkat pemaknaan tidak sama dengan penganut

tradisi Jawa. Perbedaan ini tampak dari penghayatan slametan dalam

ritual Jawa. Ini sesuai dengan pandangan Beatty, setiap orang akan

memaknai slametan secara berbeda. Slametan mencerminkan suatu

fungsi kritis dari simbolisme dalam tatanan yang secara ideologis

beranekaragam, dan mendorong kesadaran kolektif menuju satu kesatu

an, sehingga symbol multivokal dengan sendirinya menjadi sarana bagi

sinkretisme (Beatty, 2001: 38). Inilah pemaknaan Bapak Setyo sebagai

seorang pendeta memperbolehkan jemaatnya mengikuti slametan:

“Jadi segala sesuatu menurut saya baik, entah bentuk ritual

apapun dalam ritual Jawa. Saya katakan baik karena semata-

mata menghormati, karena kosmologi ini dibangun dalam

proses yang lama. Di satu sisi saya mempunyai kepentingan

agamawi, kosmologi Jawa sedikit demi sedikit diganti

dengan ajaran Kristen.”84

Di balik kelenturan dalam menjalankan tradisi lokal ternyata ada

makna atau tujuan yang berbeda. Muncul unsur menggantikan

pemahaman akan tradisi Jawa menjadi ajaran Kristen. Konsep agency

tetap berbeda dari pandangan Jawa: kekuatan roh dan kosomologi Jawa

tetap tidak diakui. Meskipun demikian mengapa harus sesuai dengan

ritual Jawa, mengapa harus ada peringatan orang meninggal. Inilah

ungkapan dari Bapak Setyo berkaitan dengan peringatan kematian:

83

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suratno (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei

2013

84 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Pdt Setyo Utomo tanggal 9 September 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

107

“Mengapa harus sesuai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan

1000 hari, ya karena manusia Jawa. Menjaga rasa was

sumelangnya (kekawatiran) tetap harus kita hargai. Di satu

sisi kita yang penting tidak menggunakan kosmologi Jawa

lagi, tetapi perasaan-perasaan seperti itu harus kita jaga.

Seolah-olah memang terkesan mengikuti kosmologi Jawa,

sebenarnya tidak.” 85

Strategi menempatkan identitas antara Jawa dan Kristen tampak

dalam perilaku peringatan kematian ini. Tetap menjalankan ritual

slametan sesuai dengan ritual Jawa, namun dimaknai secara berbeda.

Bagi jemaat GKJ tidak ada unsur arwah leluhur, yang didoakan justru

yang masih hidup atau yang ditinggalkan. Seperti apa yang diungkapan

salah satu jemaat GKJ Banyubiru berikut:

“Ada kegiatan mengenang dan mengucap syukur, yang juga

diikutkan dalam tradisi Jawa, misal 40 hari, 100 hari, dan

bahkan 1000 hari. Intinya di sana hanya ngumpul dari jemaat,

diungkapkan ucapan syukur karena masih diperbolehkan

untuk mengenang segala kebaikannya. Kita tidak mendoakan

arwah yang meninggal tapi berdoa untuk yang ditinggalkan

supaya diberi kekuatan dan penghiburan.”86

Inilah bentuk negosiasi identitasnya, jemaat GKJ masih

menyadari bahwa mereka adalah orang Jawa namun disisi lain dia juga

orang Kristen. Sehingga dalam tradisi slametan, mereka tetap

melakukan namun merubah maknanya. Orang dari luar akan tetap

melihat bahwa mereka menjalankan ritual dalam tradisi Jawa seperti

kelompok masyarakat Jawa yang lain.

85

idem

86 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sisiwantoro (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 22 Maret

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

108

Jemaat GKJ saat mengadakan slametan (genduren) secara

umum memiliki kesamaan seperti warga masyarakat lainnya. Mereka

berkumpul bersama, mengundang tetangga satu rukun tetangga (RT),

atau mungkin satu rukun warga (RW). Keluarga yang mempunyai hajat

menyiapkan sejumlah makanan untuk dibagikan, biasanya dimasukan

ke dalam keranjang yang dibungkus dengan plastik. Satu kepala

keluarga akan mendapatkan satu bagian.

Perbedaan terletak dari ujub doa dan pemimpin doa. Jika yang

mempunyai hajat warga beragama Islam maka dipimpin oleh seorang

modin, Katolik dipimpin oleh prodiakon, Kristen oleh pendeta. Ujub

doa yang diungkapkanpun berbeda, orang Islam dan Katolik selalu

memohon ampun atas dosa dan juga mohon ketenangan arwah bagi

yang telah meninggal. Warga yang beragama Kristen justru tidak

pernah mendoakan orang yang telah meninggal tersebut, namun dalam

doanya mohon keselamatan dan penghiburan bagi keluarga yang

ditinggalkan.

Setelah slametan atau genduren biasanya keluarga yang

memiliki hajat akan melanjutkan dengan kelompok seagamanya.

Sebagai contoh untuk upacara mengenang kematian, warga muslim

akan mengadakan pengajian, Katolik dengan sembahyangan,

sedangkan Kristen doa penghiburan atau biston. Mereka memiliki ujub

masing-masing, yang intinya berdoa bersama dalam satu imannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

109

Wujud slametan lain yang diadakan di Banyubiru adalah Merti

Desa. Slametan tersebut diadakan satu tahun sekali dengan nama

Sedekah Bumi Perdikan Banyubiru. Jemaat Kristen juga menerima

tradisi tersebut. Ini terlihat dari keterlibatan beberapa Jemaat GKJ,

mulai dari kegiatan ziarah Kubur bersama, slametan, bahkan

menghadiri saat pertunjukan wayang kulit. Keterlibatan ini karena

adanya keinginan Jemaat untuk terlibat dalam lingkungan sosial

masyarakat. Namun, disisi lain mereka meyakini bahwa keselamtan

datang dari Tuhan bukan melalui leluhur mereka, jadi yang mereka

lakukan hanya datang dalam ritual tersebut sebagai wujud tanggung

jawabnya sebagai warga masyarakat. 87

1.2 Penghormatan Leluhur dalam Tradisi Ziarah Kubur

Masyarakat Jawa mencoba menghormati dan mendoakan

leluhur mereka dengan berbagai cara, salah satunya melalui tradisi

ziarah kubur. Berbagai sesaji dihadirkan saat ziarah kubur, mulai dari

bunga, air, dan juga kemenyan. Tradisi semacam ini boleh dikatakan

sebagai wujud pengorbanan anak-cucu kepada para leluhur yang telah

sumare (meninggal) (Endraswara, 2006). Bahkan lebih dari sekedar

sebuah penghormatan dan pengorbanan bagi leluhur mereka,

masyarakat Jawa meyakini bahwa para leluhur yang telah meninggal

pantas dimintai berkah agar membantu anak cucu yang masih hidup di

dunia (Darusuprapta 1998:48).

87

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Darman (Majelis GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

110

Konsep ini berbeda dari pemahaman Krsiten tentang

penghormatan pada leluhur. Meskipun pada dasarnya Jemaat GKJ juga

melakukan penghormatan kepada leluhur mereka namun hanya sebatas

mengenang segala kebaikan mereka, tanpa ada unsur mendoakan

leluhur mereka. Seperti apa yang diungkapkan oleh salah satu jemaat

GKJ berikut:

“Ke kuburan bagi orang Kristen, khususnya Kristen Jawa itu

tidak tabu. Bukan juga karena rikuh (sungkan) dengan

tetangga, tetapi biasanya memiliki motivasi tersendiri, yaitu

ingin mengenang kebaikan orang yang dimakamkan, tetapi

tidak mendoakan yang dimakamkan disitu. Kita hanya nguri-

nguri (melestarikan) budaya saja, tetapi kita mendoakan

hanya keluarga yang ditinggalkan, karena kalau arwah sudah

di tangan Tuhan.”88

Jemaat GKJ nguri-nguri (melestarikan) budaya Jawa, ini

memperlihatkan adanya usaha untuk menunjukkan diri mereka sebagai

manusia Jawa. Negosiasi identitas Jawa dan Krsiten terlihat dari ritual

ziarah kubur. Meskipun mereka memakanai kegiatan ini secara berbeda

dari tradisi Jawa, namun tetap melakukan ziarah kubur. Inilah makna

ritual ziarah kubur bagi jemaat GKJ di Banyubiru:

“Dilaksanakan tidak apa-apa tapi hanya untuk mengingat

saja, mengingat kembali peristiwa dalam keluarga itu, doanya

ya tetap kepada yang di atas. yang terpenting tertuju pada

Tuhan, jangan sampai terpusat justru pada upacara adatnya”89

88

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sisiwantoro (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 22 Maret

2013

89 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suratno (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

111

Penghormatan ini memperlihatkan konsep yang berbeda dengan

pemaknaan masyarakat Jawa. Bagi orang Jawa mendoakan leluhur

memiliki esensi yang penting, bahkan memohonkan ampun atas

kesalahan orang yang telah meninggal tersebut dan juga memohon

pangestu untuk anak-cucu yang masih hidup.

Penghormatan juga diwujudkan melalui simbol-simbol tertentu,

misal tabur bunga. Jemaat GKJ menjadikan bunga yang ditabur saat

nyekar sebagai wujud kasih mereka, terlepas dari ungkapan-ungkapan

lain seperti doa atau bahkan pangestu. Seperti apa yang diungkapkan

oleh salah satu jemaat GKJ berikut:

“Tabur bunga menurut saya wujud katresnane (cinta) pada

orang yang dimakamkan, kita memberikan sesuatu pada yang

meninggal disimbolkan melalui bunga, ya intinya

mewujudkan rasa kasih.”90

Bunga menjadi pralambang wujud cintanya kepada orang yang

dimakamkan di situ. Tidak ada unsur permohonan atau mendoakan orang

yang dimakamkan. Saat menabur bunga tidak ada harapan yang

didambakan atau orang Jawa sering mengatakan mohon pangestu.

Ritual menabur Bunga ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari

tradisi Jawa. Jemaat GKJ menabur bunga juga ingin menunjukan bahwa

mereka juga manusia Jawa. Meskipun esensinya berbeda dari tradisi

Jawa. Seperti apa yang diungkapkan oleh salah satu jemaat GKJ berikut:

90

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suratno (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

112

“(Jemaat GKJ) kalau ke makam tetap membawa dan menabur

bunga, secara pribadi saya memberikan penghormatan pada orang

yang meninggal. Tetapi tidak memohon pada yang meninggal

misalnya pangestu semacam itu”91

Ungkapan ini memperlihatkan bagaimana jemaat GKJ di satu sisi

masih melakukan ziarah kubur namun memiliki esensi yang berbeda.

Tradisi menabur bunga hanya sebagai wujud penghormatan tanpa ada

makna yang tertuju pada roh leluhur, seperti pangestu dan mendoakan

leluhur mereka.

Sikap ini dilakukan tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan yang

mereka dapatkan. Pengetahuan yang diperoleh dari berbagai kekuasaan

di sekeliling mereka. Kekuasaan di sini tidak datang dari perorangan atau

kelompok pemimpin. Menurut Foucault “Kekuasaan bukan sesuatu

dominasi baik perorangan atau kelompok, seperti penguasa ataupun raja.

Kekuasaan ada di mana-mana dan juga datang dari manapun” (Foucault,

1998: 63). Kekuasaan lebih bersifat produktif, baik berupa pengetahuan

atau praktik-praktik yang mereka yakini sebagai kebenaran. Jemaat GKJ

Banyubiru sebagai orang Kristen dan juga orang Jawa, dalam menyikapi

soal ziarah kubur dan juga tradisi Jawa lainnya memunculkan berbagai

macam strategi. Pengetahuan yang mereka peroleh mengantar pada

pilihan identitas antara Jawa dan Kristen.

Ziarah Kubur dan juga tradisi slametan tidak bisa dilepaskan dari

pemahaman akan peristiwa kematian atau setelah kematian. maka pada

91

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sisiwantoro (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 22 Maret

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

113

bagian selanjutnya akan lebih menjelaskan bagaimana knsepsi ajaran

akan kematian yang dihadirkan di jemaat GKJ Banyubiru. Dari ajaran

tersebut dapat dilihat bagaimana implikasinya dalam kehidupan nyata di

masyarakat (tradisi Jawa).

3. Wacana akan Kematian

Setiap manusia mengalami peristiwa kematian. Tidak ada yang

tahu kapan kematian itu datang dan apa yang terjadi setelah kematian.

Singkat kata kematian berada diluar pengalaman manusia. Hampir semua

kebudayaan menyikapi kematian dengan ritual, walaupun wujud ritual

tersebut berbeda-beda. Dalam berbagai tradisi, kematian juga tidak

dianggap sebagai bentuk akhir atau titik lenyap dari kehidupan. Peristiwa

kematian ditangkap dengan sudut pandang dan pengertian yang berbeda-

beda oleh setiap orang, baik dengan ketakutan, kecemasan, pasrah,

maupun keikhlasan.

Agama-agama semitic yakni Yahudi, Kristen, Katolik, dan Islam,

selalu menekankan ajaran bahwa setelah kematian ada kehidupan lagi

(Wisnumurti, 2012: 64). Ajaran yang memberi gambaran setelah

kematian ini bukanlah sebuah kenyataan karena berada di luar

pengalaman manusia, maka segala dogma yang ada merupakan sebuah

wacana. Setiap wacana bukanlah kebenaran mutlak, bukan representasi

dari realitas sesungguhnya, melainkan reaksi manusia terhadap apa yang

terjadi padanya, sebagai reaksi manusia terhadap kekuasaan yang

mengekangnya (Foucault, 1981; Hawkes, 1996).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

114

Wacana tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan, di sini bagaimana

kekuatan agama sebagai kekuasaan menciptakan pengetahuan tentang

kematian. Semua agama memiliki gambaran setelah kematian, salah

satunya ajaran Kristen.

Ajaran Kristen meletakkan teks Alkitab sebagai dasar gambaran

setelah kematian. “Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-

sama dengan aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:39-43). Teks lain ada

yang tertulis “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu

malaikat berseru dan sangkakala berbunyi, maka Tuhan sendiri akan

turun dari surga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu

bangkit. Sesudah itu kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat

bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di

angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan

Tuhan.” (I Tes 4:16-17). Dua ayat ini menjadi contoh bagi jemaat GKJ

untuk memahami bahwa orang yang meninggal dalam Kristus

memperoleh kehidupan kekal bersama Tuhan.

Dengan demikian dalam tradisi Ziarah Kubur Jemaat GKJ

memiliki keyakinan untuk tidak mendoakan orang yang sudah

meninggal. Salah satu jemaat GKJ memiliki gambaran akan kematian

demikian:

“Bagi keyakinan Kristen orang yang sudah meninggal sudah

berada digenggaman Tuhan, jadi yang kita doakan bukan

orang yang meninggal tetapi keluarga yang meninggal.”92

92

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suratno (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

115

Dogma ini tentu tidak muncul begitu saja, tetapi ada proses dan

juga sarana. Pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan. Dalam

hal ini adalah peran pendeta sebagai pembawa firman menjadi sangat

penting, karena ajaran-ajaran ini diperoleh dari peran pendeta yang

didasarkan dari teks Alkitab.

“Ada beberapa ayat rujukan tentang kematian. Misalnya

peristiwa penyaliban “Sesungguhnya hari ini juga engkau akan

ada bersama-sama dengan aku di dalam Firdaus (Lukas 23:39-

43)”, dan masih banyak rujukan yang lain. Pada intinya menuju

pada keselamatan.”93

Wacana yang hadir melalui ajaran ini menjadi kekuatan bagi

agama untuk membentuk identitas. Ini terlihat dari strategi jemaat GKJ

dalam menyikapi persoalan tentang kematian. Dari keyakinan itulah

maka muncul praktik-praktik yang mungkin berbeda secara komunal.

Keyakinan ini berbeda dari masyarakat Jawa.

Masyarakat Jawa meyakini bahwa arwah orang meninggal

masih perlu didoakan, baik saat berziarah kubur maupun Slametan

mulai dari 3 hari bahkan sampai 1000 hari, yang tujuannya untuk

mengirim doa atau mohon pangestu bagi anak cucu yang masih hidup.

Maka ketika berziarah kubur, orang Jawa tidak hanya membersihkan

makam dan juga melakukan penghormatan, namun juga mengirim doa

yang di hayati melalui genduren atau slametan.

93

idem

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

116

Orang Jawa meyakini, upacara slametan memiliki makna yang

terkait dengan kepergian roh orang yang meninggal dunia. Orang Jawa

memaknai upacara slametan tersebut berkaitan dengan upaya

penyempurnaan roh dan jasad manusia. Ngesur tanah bermakna bahwa

jenasah yang dikebumikan telah berpindah dari alam fana ke alam baka.

Manusia berasal dari tanah, selanjutnya kembali ke tanah. Kemudian

diadakan slametan nelung dina (tiga hari) yang bertujuan untuk

memberi penghormatan kepada roh orang yang meninggal dunia.

Masyarakat Jawa berkeyakinan bahwa roh tersebut masih berada di

dalam rumah, namun sudah mulai berkeliaran mencari jalan untuk

meninggalkan rumah. Pada hari ketujuh, diadakan upacara slametan

mitung dina (tujuh hari) untuk menghormati roh yang mulai keluar

rumah. Setelah itu, pada hari keempat puluh kematian, diadakan

upacara slametan matang puluh dina yang bertujuan untuk memberi

penghormatan kepada roh yang sudah keluar dari pekarangan rumah.

Kemudian, upacara slametan nyatus dina dilaksanakan untuk

menghormati yang sudah berada di alam kubur. Pada hari keseribu,

juga diadakan slametan nyewu. Di samping itu, biasanya setiap tahun

diadakan slametan (Wisnumurti, 2012: 144).

Orang Kristen memiliki keyakinan yang berbeda, menurut

mereka orang yang meninggal sudah terselamatkan, sehingga tidak

perlu mengirim doa bagi arwah saudara atau orang yang sudah

meninggal. Seperti apa yang diungkapkan oleh Pendeta GKJ berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

117

“Orang yang sudah meninggal dimuliakan, otomatis sudah

dibangkitkan, jadi disitulah akhir kebebasan manusia. Sehingga

ketika dimaknai sebagai akhir kebebasan manusia, maka orang

Kristen meyakini bahwa sudah tidak ada lagi kesempatan untuk

mendoakan atau menyucikan, memuliakan, karena sudah

terselematkan.”94

Pada dasarnya ajaran Kristen hanya menggunakan wadahnya

untuk melakukan ziarah kubur namun memiliki tujuan dan pemaknaan

yang berbeda. Dari sini terlihat sebagai sebuah tradisi yang berbeda

dari tradisi Jawa. Tarik ulur akan idetitas tidak bisa dilepaskan dari

segala ajaran yang selalu menjadi pengontrol. Jemaat GKJ meletakkan

ajara Kristen sebagai cara pandang dalam hidup ditengah masyarakat.

Namun, disisi lain secara komunal dalam masyarakat Jawa sudah

memiliki tradisi secara turun menurun. Maka pada bagian selanjutnya

akan menjelaskan, bagaimana mekanisme tarik ulur identitas.

Kekristenan dengan Alkitab yang menghadirkan “Tuhan” sebagai

panotiknya, di satu sisi jemaat GKJ juga hidup ditengah masyarakat

Jawa yang lekat dengan kosmologi Jawa. Kekuatan panotik ini

memberikan kepatuhan yang akan membawa Jemaat GKJ pada dua

kebenaran yang berbeda

II. Kekristenan dan Kejawaan: Usaha Memberikan Kepatuhan

Salah satu usaha memberikan kepatuhan adalah dengan

menggunakan mekanisme panoptik. Panopticon adalah sistem penjara

yang dikembangkan oleh Bentham, berbentuk lingkaran, dimana ditengah

94

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Setyo Utomo (Pendeta GKJ Ambrawa) tanggal 6

Juni 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

118

berdiri menara pengawas. Dari menara tersebut di desain supaya pengawas

dapat melihat tahanan dengan jelas, namun tahanan tidak bisa melihat

pengawas. Sehingga sistem panoptik ini menstimulasi tahanan secara

sadar dan permanen untuk selalu terawasi (Foucault, 1995 :200-201).

Panopticon ini menjadi mekanisme pengawasan yang sangat

efektif, secara otomatis ada kekuatan untuk mengontrol tubuh, perilaku,

dan berbagai kegiatan. Setiap orang dapat menggunakan mekanisme ini

dalam kehidupan seperti dalam perusahaan, keluarga, masyarakat, dan

juga sekolah. Pada dasarnya panoptikon memiliki kekuatan dalam usaha

memberikan kepatuhan dan penyeragaman (Faucault, 1995: 202).

Jemaat GKJ dalam melakukan negosiasi identitas Kejawaan dan

Kekristenan yang telah terlihat pada bagian sebelumnya sangat

dipengaruhi oleh berbagai usaha penyeragaman atau kepatuhan, dan juga

pendisiplinan seperti dalam mekanisme panoptik. Ajaran Alkitab yang

menghadirkan “Tuhan” dan berbagai ajaran dogmatis menjadi pengawasan

mereka dalam hidup sehari-hari. Dalam hal ini keterkaitannya memandang

kematian dan berbagai ritual kematian dalam tradisi di sekitar ziarah

kubur. Hal ini sesuai dengan pandangan Foucault bahwa “Panopticon

adalah sebuah mekanisme luar biasa yang digunakan untuk meletakkan

atau menghasilkan kekuasaan yang homogen” (Foucalut, 1995:202).

Jemaat GKJ dalam menegosiasikan identitasnya, tidak hanya

Alkitab sebagai ajaran Kristen yang menjadi panoptik dalam dirinya,

namun juga aturan komunal dalam masyarakat juga menjadi panoptik bagi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

119

dirinya. Ada usaha untuk memberi kepatuhan secara komunal. Ada

berbagai pemahaman kosmologi Jawa dan juga aturan dengan berbagai

hukuman yang tidak tertulis di tengah masyarakat Banyubiru.

Dalam hal ini analisis Foucault tentang panopticon bersifat terbatas

ketika diterapkan dalam kasus Banyubiru, karena ada dua panoptik yang

muncul untuk di negosiasikan. Namun analisa Panoptik Foucault tetap

digunakan untuk membidik mekanisme negosiasi yang khas dari jemaat

GKJ Banyubiru.

1. “Alkitab” Sebagai Panoptik

Dalam ajaran Kristen, jemaat didorong untuk bersikap baik dan

mengikuti ajaran Alkitab supaya terhindar dari “hukuman” Tuhan. Mereka

juga menjamin perdamaian atau kehidupan abadi di surga setelah

kematian. Gagasan ini sesuai dengan mekanisme panoptikon yang dibahas

oleh Foucault. Orang-orang dalam penjara dengan sistem panopticon takut

akan hukuman yang setiap saat diberikan karena para tahanan tidak bisa

melihat ketika penjaga sedang mengawasi. Hal ini karena, menara tersebut

di desain supaya pengawas dapat melihat tahanan dengan jelas, namun

tahanan tidak bisa melihat pengawas (Foucault, 1995: 201). Sistem

panoptik ini menstimulasi tahanan secara sadar dan permanen untuk selalu

merasa terawasi. Tuhan yang dihadirkan melalui Alkitab sama dengan

penjaga, memiliki kekuatan yang selalu mengawasi para tahanan. Para

tahanan dengan demikian akan menjadi pengikut agama yang selalu

merasa terawasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

120

Ajaran Kristen meletakkan Alkitab dengan menghadirkan “Tuhan”

sebagai usaha atau teknik mengatur individu. Ajaran Alkitab memberikan

aturan-aturan yang melekat pada individu atau terinternalisasi oleh

individu. Teks Alkitab bahkan semakin memiliki kekuatan ketika

ditafsirkan oleh pendeta. Ajaran yang didapat oleh Jemaat GKJ melalui

Alkitab ataupun tafsiran pendeta melekat dalam kehidupan sehari-hari,

salah satunya dalam menyikapi dimensi kematian, dalam hal ini soal

tradisi ziarah kubur.

Menurut Foucault “Panoptikon berfungsi sebagai semacam

laboratorium kekuasaan. Berkat mekanisme pengamatannya, panoptikon

memiliki efisiensi dan kemampuan untuk masuk ke dalam perilaku

manusia; ilmu pengetahuan bergerak sejalan dengan kekuasaan,

menemukan objek-objek pengetahuan baru di permukaan tempat

kekuasaan dipergunakan” (Foucault, 1995: 204). Tuhan dihadirkan sebagai

panoptik dalam menciptakan penyeragaman baik perilaku, ritus, dan juga

keyakinan. Jemaat Kristen menyadari bahwa Tuhan selalu hadir di tengah

kehidupan mereka, karena kuasa Tuhan yang maha kuasa. Ajaran bahwa

Tuhan adalah satu-satunya tujuan hidup baik dunia maupun setelah

kematian, memunculkan pengetahuan dan keyakinan bahwa setelah

kematian seseorang sudah ada bersama Tuhan. Keyakinan inilah yang

memunculkan pengetahuan baru akan larangan untuk mendoakan orang

yang sudah meninggal dan bahkan mohon pangestu, seperti dalam tradisi

Jawa. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu jemaat GKJ demikian :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

121

“Ajaran semacam ini didapat dari penafsiran Alkitab, intinya

berbahagialah orang yang ikut Tuhan sampai akhir. Jadi akhir di sini

barang tentu sampai mati sudah ikut Tuhan, yang punya kuasa itu kan

Tuhan, kita orang ya semestinya harus percaya dan itu pasti.”95

Agama dalam perannya membentuk dan mempertahankan identitas

menghadirkan Tuhan. Hadirnya Tuhan yang memiliki segala “kuasa”

menjadikan Jemaat merasa didampingi dalam hidupnya. Dalam diri

manusia muncul kegembiraan ketika menjalankan ajaran dalam hal ini

“surga”.

Inilah yang menjadikan agama sebagai sebuah identitas memiliki

praktik dan juga keyakinan. Agama sendiri tidak bisa dilepaskan dari

mekanisme dan teknik kekuasaan normatif dan disipliner. Agama

mengatur individu dan masyarakat melalui berbagai teknik, salah satunya

dengan penyeragaman baik perilaku, bahasa, pakaian, maupun ritus

(Haryatmoko, 2010: 101). Sehingga kehidupan komunal disini memiliki

karakteristiknya tersendiri. Maka dari itu, fungsi agama sebagai pengatur

hidup manusia dengan menghadirkan Tuhan sebagai panoptik bagi

penganutnya mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi. Masyarakat

bertekun dalam identitasnya sebagai kaum beragama. Ini semakin

memperlihatkan bagaimana agama menjadi kekuatan dalam membentuk

identitas seseorang.

95

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suratno (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 20 Mei

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

122

2. Aturan komunal masyarakat Jawa

Kalau agama Kristen meletakan Alkitab sebagai teks sucinya

dalam aturan hidup sehari-hari, orang Jawa mengambil dunia sehari-hari

sebagai teks kunci dan tubuh manusia sebagai kitab sucinya (Beatty, 2001:

219). Ini memberikan gambaran bahwa aturan hidup manusia Jawa lebih

didasarkan atas kehidupan sehari-hari (ajaran dari para leluhur) dibanding

dengan teks tertulis.

Di Desa Banyubiru, mayoritas penduduknya beragama Islam

namun masih meyakini tradisi Jawa. Di antara penduduk Muslim ini hanya

sedikit orang yang pandai melafalkan Al-Quran ataupun ajaran-ajaran

Islam. Dengan demikian boleh dikatakan Islam di Banyubiru adalah Islam

Jawa.

Menurut Woodward keunikan Islam Jawa bukan karena ia

mempertahankan aspek-aspek kebudayaan agama pra-Islam, tetapi karena

konsep-konsep sufi menganai kewalian, jalan mistik, dan kesempurnaan

manusia diterapkan dalam suatu formasi kultus kraton (imperial cult).

Islam Jawa itu merupakan suatu model konsepsi Jawa tradisional

mengenai aturan sosial, ritual, dan bahkan aspek-aspek kehidupan sosial

seperti bentuk-bentuk kepribadian, hati dan penyakit (Woodward , 2006:

364). Seperti misalnya sifat manusia berdasarkan hari weton, ataupun

adanya berbagai ritual untuk menyembuhkan penyakit yang kadang

diyakini sebagai sengkala.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

123

Pemaknaan masyarakat Banyubiru terhadap tradisi ziarah kubur,

sedekah bumi, dan juga penghormatan pepunden seperti pada penjelasan

bab sebelumnya, memperlihatkan bahwa Banyubiru masih menjadikan

ritual dan tradisi Jawa sebagai hal yang penting. Seperti misalnya dalam

tradisi ziarah kubur, masyarakat di Desa Banyubiru meletakan tradisi ini

menjadi sesuatu yang sangat penting, ada berbagai ritual untuk mendoakan

dan menghormati leluhur mereka. Ini sesuai dengan gambaran bahwa

orang Jawa menjadikan tradisi ziarah kubur menegaskan bahwa kematian

tidak berarti kepunahan melainkan kesuburan. Orang-orang yang

menjalankan ziarah kubur menyelipkan harapan bahwa kesulitan hidupnya

sehari-hari dapat terbantu oleh rahmat atau berkah pangestu yang memberi

kekuatan dan menjanjikan kesejahteraan serta keselamatan dari segalanya.

(Subagyo, 2004: 146).

Pengetahuan yang didapat secara turun temurun ini menjadikan

pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ini menjadi sistem

panoptik karena masyarakat Jawa merasa terkontrol oleh pengetahuan ini.

Menurut Foucault “Panoptik bisa berfungsi sebagai usaha menciptakan

penyeragaman dalam hubungan dengan orang di tengah kehidupan sehari-

hari” (Foucault, 1995: 205). Pengetahuan di sekitar ziarah kubur

mengontrol perilaku masyarakat dalam kesehariannya, mereka memiliki

rasa bersalah ketika tidak melakukan ziarah kubur. Rasa bersalah ini

muncul karena tidak mengirim doa dan mohon pangestu pada roh leluhur.

Tidak terkecuali Jemaat GKJ, sebagai manusia Jawa juga merasa terawasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

124

dengan pemahaman ini. Mereka masih melakukan slametan sesuai dengan

hitungan atau petungan Jawa. Seperti apa yang diungkapkan oleh Pdt

Setyo Utomo “Mengapa harus sesuai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan

1000 hari, ya karena manusia Jawa. Menjaga rasa was sumelangnya

(kekawatiran) tetap harus kita hargai.”96

Ungkapan ini memperlihatkan,

ternyata jemaatnya (GKJ Banyubiru) masih ada rasa was sumelang

(ketakutan) ketika tidak sesuai atau melanggar tradisi Jawa. Secara tidak

langsung memperlihatkan bahwa pemahaman akan tradisi Jawa berkaitan

dengan tradisi ziarah kubur atau penghormatan leluhur sudah tertanam

dalam diri jemaat GKJ.

Slametan kematian ataupun ziarah kubur dalam tradisi Jawa, selain

petungan hari, juga harus ada uburampe. Hal ini berkaitan dengan

pralambang atau simbol yang digunakan oleh masyarakat Jawa. Misalnya

uburampe yang harus ada saat genduren memperingati arwah adalah

pisang dan juga kue apem. Orang Jawa meyakini pisang menjadi

pralambang tongkat, sedangkan apem adalah payung. Tongkat payung ini

akan digunakan leluhur yang telah meninggal sebagai sarana perjalanan

mereka setelah kematian.

Jemaat GKJ dalam ritual genduren ternyata juga menggunakan

sarana tersebut, namun dengan pemaknaan yang berbeda. Seperti apa yang

diungkapkan salah satu jemaat GKJ berikut:

96

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Pdt Setyo Utomo tanggal 9 September 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

125

Uburampe dalam slametan saya maknai hanya sebagai simbol saja,

dengan simbol orang bisa lebih mendekat. Kita sebagai orang Kristen

bisa juga menerima budaya atau tradisi di daerah itu. Hanya menerima

dengan makna yang berbeda karena bagaimanapun orang Kristen

hidup di tengah masyarakat. Dengan kata lain jaga rasa dengan warga

lain.97

Jemaat GKJ menggunakan uburampe dalam tradisi jawa karena

ingin menjaga perasaan dengan warga lain. Mereka masih memiliki

ketakutan untuk begitu saja meninggalkan tradisi Jawa. Ada ketakutan

yang muncul di tengah masyarakat, sehingga ada usaha untuk tetap

menjalankan tradisi Jawa sebagai usaha jaga rasa, namun dilakukan

dengan pemaknaan yang berbeda dari keyakinan dalam tradisi Jawa.

Dua kekuatan pengetahuan antara “kebenaran” akan Alkitab dan

juga aturan komunal masyarakat Jawa ini menjadi pertarungan untuk

menegosiasikan identitas Jemaat GKJ. Pada akhirnya Jemaat GKJ harus

mengambil sikap tetap menjadi orang Jawa namun tetap meyakini ajaran

Kristen. Tetap menjadi orang Jawa, meskipun tidak semua pemahaman

dan keyakinan Jawa tradisional menjadi cara pandang mereka. Dalam

persoalan ziarah kubur dan juga slametan tetap dilakukan dengan esensi

dan pemaknaan yang berbeda.

97

Berdasarkan wawancara dengan bapak siswantoro (Jemaat GKJ Banyubiru) tanggal 12

September 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

126

BAB V

PENUTUP

I. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini dibagi dalam tiga bagian yang saling

berkaitan. Bagian pertama menyimpulkan pemahaman masyarakat Banyubiru

berkaitan dengan tradisi Jawa (ziarah kubur). Bagaimana identitas kejawaan

terbentuk di tengah masyarakat? Bagian kedua lebih melihat ajaran Kristen

sebagai usaha purifikasi yang hadir di tengah masyarakat Banyubiru yang

bertabrakan dengan tradisi Jawa dan ikut membentuk identitas seseorang.

Bagian ketiga melihat negosiasi identitas jemaat GKJ dalam menyikapi

tradisi di sekitar ziarah kubur. Berikut uraian kesimpulan penelitian ini:

Pertama, Desa Banyubiru memiliki identitas Kejawaan yang begitu

kuat. Ini terlihat dari berbagai tradisi dan pemaknaan akan sejarah Banyubiru

sendiri. Meskipun kebenaran akan sejarah Banyubiru sebagai bumi perdikan

masih menjadi perdebatan, namun masyarakat Banyubiru menjadikan wacana

tentang bumi perdikan menjadi suatu kekuatan atau gambaran dirinya sebagai

manusia Jawa. Berbagai ritual ditunjukan mulai dari sedekah bumi, slametan,

pertunjukan wayang kulit, dan juga tradisi ziarah kubur, ini semua sebagai

ungkapan penghormatan dan juga permohonan kepada leluhur mereka.

Sedekah Bumi Perdikan Banyubiru menjadi suatu usaha untuk

mencari realitas dan menjalin hubungan dengan leluhurnya. Usaha mencari

kebenaran leluhur ini menjadi wacana yang hadir di tengah masyarakat

Banyubiru. Wacana tentang sejarah dan juga keberadaan para tokoh yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

127

menjadi pepunden seperti Sora Dipoyono, Kyai Joyoproyo, dan juga Kebo

Kenanga. Para tokoh ini semakin memperkuat identitas Kejawaan masyarakat

Banyubiru karena semasa hidupnya menjadi pahlawan bagi kerajaan-kerajaan

di Jawa, bahkan sampai saat ini diyakini oleh masyarakat Banyubiru masih

memiliki kekuatan untuk membantu atau menjaga keadaan Desa Banyubiru

seperti semasa hidupnya. Keyakinan ini mengantar pada ritual slametan dan

ziarah kubur yang senantiasa hadir sebagai wujud penghormatan baik

dilakukan secara individu maupun komunal.

Penghayatan masyarakat Desa Banyubiru berkaitan dengan kejawaan

juga dipengaruhi oleh kondisi geografis. Desa Banyubiru sendiri merupakan

daerah pedesaan yang terdiri dari daerah persawahan, pegunungan, rawa, dan

juga dataran biasa. Kondisi alam ini membuat sebagian besar masyarakat

Banyubiru menggantungkan hidupnya pada alam. Kesinambungan hidup

yang bergantung dari alam menuntut masyarakat untuk selalu mensyukuri

dan memohon kesuburan akan hasil bumi. Penyatuan diri dengan alam ini

dibarengi dengan sikap menghormati leluhur, agar mudah ditolong dalam

berbagai kesulitan hidup.

Perbedaan agama di tengah masyarakat tidak menjadi permasalahan.

Mereka ternyata bisa bersatu dalam tradisi slametan, meskipun dalam tradisi

ini doa yang dilafalkan dalam ajaran Islam namun tidak menghalangi

keterlibatan pemeluk agama lain. Ini sesuai dengan penelitian Beatty yang

melihat realitas slametan sebagai sebuah hubungan antara sinkretisme

sebagai proses sosial, multivokal ritual, dan hubungan antara Islam dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

128

tradisi lokal (Beatty, 2001:43). Tradisi Islam tidak bisa dilepaskan dari tradisi

slametan. Unsur Islam tetap hadir dalam tradisi lokal, kemenyan, tumpeng,

ingkung, dan bunga hadir sebagai simbol lokalitas namun doa yang dilafalkan

dalam ajaran Islam.

Masyarakat di Desa Banyubiru sebagai manusia Jawa tidak hanya

meletakkan slametan sebagai satu-satunya wujud penghormatan, doa, dan

harapan dari leluhur mereka, akan tetapi juga dalam tradisi ziarah kubur.

Adanya praktik ritual atau ziarah kubur yang khas dalam budaya Jawa

merupakan struktur mendasar yang menyusun sistem spiritualitas masyarakat

Jawa. Meskipun terminologi ziarah kubur sendiri berasal dari bahasa Arab,

ziarah berasal dari kata ziyara yang berarti mendatangi atau mengunjungi,

sedangkan kubur berasal dari kata qubr. Jadi ziarah kubur artinya mendatangi

atau mengunjungi pekuburuan.98

Praktik tersebut seolah-olah telah

dirumuskan dalam “busana” Hindu, Buddha, atau Islam, tetapi sesungguhnya

tetap berstruktur nalar kosmologi dan spiritualitas Jawa.

Masyarakat Jawa memandang kematian bukan akhir dari segala-

galanya. Peristiwa kematian menjadi suatu peristiwa berpindahnya alam

wadag menjadi alam kelanggengan atau perjalanan kembali ke asal mula

keradaan (sangkan paraning dumadi). Oleh karena itu dalam masyarakat

Jawa setelah kematian diadakan genduren saat tiga hari, empat puluh hari,

seratus hari, dan juga seribu hari sebagai usaha mendoakan perjalanan roh

leluhur mereka.

98

Kamus besar Bahasa Indonesia, 1982:1155.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

129

Berdasarkan penelitian ini, pemahaman peristiwa kematian ini di

dapat secara turun temurun melalui cerita di masayarakat sekitar atau orang-

orang terdahulu. Wacana kematian semacam ini menjadikan praktik ziarah

kubur menjadi sesuatu yang sangat penting bahkan menjadi suatu kewajiban.

Mereka menjadikan ziarah kubur memiliki kebenaran yang kuat dan harus

dijalankan. Bahkan muncul ketakutan ketika tidak melakukan ziarah kubur,

baik ketakutan karena terasing secara komunal ataupun akan menerima

pagebluk. Kekuatan wacana ziarah kubur sebagai wujud penghormatan juga

nampak dalam simbol yang dihadirkan seperti bunga, kemenyan, dan juga

bentuk maejan (nisan).

Masyarakat Banyubiru tidak hanya berhenti berziarah pada leluhur

mereka masig-masing, namun juga berziarah pada makam pepunden. Mereka

meyakini para pepunden menjadi lantaran atau perantara harapan-harapan

mereka. Dalam pandangan masyarakat yang sering melakukan ziarah kubur

di makam pepunden, meyakini bahwa roh orang suci itu memiliki daya

melindungi manusia maupun alam. Orang suci yang meninggal, arwahnya

tetap memiliki daya sakti, yaitu dapat memberikan pertolongan kepada orang

yang masih hidup, sehingga anak cucu yang masih hidup senantiasa berusaha

untuk tetap berhubungan dan memujanya.

Kedua, di tengah masyarakat Banyubiru muncul usaha purifikasi

melalui ajaran Gereja Kristen Jawa yang bertentangan dengan tradisi lokal

(ziarah kubur dan slametan) tersebut. Penyebutan Jawa dalam Gereja Kristen

ini ternyata bertentangan dengan tradisi Jawa sendiri, dalam hal ini persoalan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

130

di sekitar tradisi ziarah kubur. Jemaat GKJ tidak mengenal tradisi ziarah

kubur. Jemaat GKJ memiliki keyakinan bahwa roh leluhur orang yang

meninggal sudah langsung berada di surga, tidak perlu ada usaha mendoakan

atau bahkan mohon pangestu seperti yang dikenal dalam tradisi Jawa.

Perbedaan pandangan ajaran Kristen terhadap lokalitas sudah terjadi

sejak pertama kali ajaran Kristen mulai hadir di tanah Jawa. Perbedaan antara

Kristen “Jawa” dan Kristen “landa” sudah terlihat. Kristen “Jawa” dengan

tokoh seperti Coolen, Kyai Sadrach, Tunggul Wulung memberi kelonggaran

pada tradisi Jawa, salah satunya ziarah kubur. Hal ini berbeda dari Kristen

“Landa” yang tidak memberi ruang terhadap tradisi Jawa. Di Banyubiru

sendiri perkembangan Gereja Kristen Jawa berkaitan dengan tradisi ziarah

kubur sangat dipengaruhi peran pemimpin Gereja.

Pengaruh dan proses pembentukan identitas Gereja Kristen Jawa hadir

di Banyubiru tanpa adanya proses pemaksaan. Menurut Foucault kekuasaan

hadir dari manapun dan tidak ada unsur kekerasan dan pemaksaan.

Penaklukan kekuasaan ini lebih produktif dengan hadir melalui ajaran yang

dibawa oleh para penyebar ajaran Kristen. Para penyebar ini terdiri dari

pendeta, misionaris, dan juga keterlibatan jemaat GKJ dari Salatiga.

Cara penyebaran hadir melalui pendalaman Alkitab. Ajaran Alkitab

ditafsirkan Jemaat GKJ sebagai jalan kebenaran dalam kehidupan. Tafsiran

ini semakin memiliki kekuatan ketika disampaikan oleh pendeta, bagi jemaat

GKJ pendeta memiliki pengetahuan akan tafsiran Alkitab yang melebihi

kaum awam. Ajaran atau dogma yang hadir melalui teks Alkitab ini menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

131

pedoman dalam menyikapi tradisi di sekitar ziarah kubur, dengan kata lain

menjadi cara pandang hidup mereka.

Tidak ada unsur kekerasan atau pemaksaan dalam menyeragamkan

perilaku jemaat Krsiten. Ajaran Kristen Jawa sebagai sebuah agama mengatur

individu dan masyarakat melalui teknik penyeragaman baik perilaku, bahasa,

pakaian, maupun ritus. Dengan teknik itu akan dihasilkan identitas, yang akan

memudahkan untuk mendapatkan kepatuhan dari pemeluknya. Jemaat GKJ

bertekun dan patuh dalam ajaran Kristen yang didasarkan atas teks Alkitab.

Ketiga, usaha Gereja Kristen Jawa dalam menciptakan identitas

Kekristenan sebagai usaha purifikasi ternyata tidak berhasil secara total. Hal

ini sesuai dengan pandangan Bruno Latour bahwa purifikasi tidak pernah

berhasil (Latour, 1993; Keane, 2007:80). Usaha purifikasi yang hadir dalam

Kristen Calvinis yang datang bersama dengan para penjajah Belanda tidak

bisa sepenuhnya dilaksanakan di Desa Banyubiru. Menurut pandangan

Calvinis, beragama yang baik berarti perlu menjauhkan diri dari tahayul dan

juga pemberhalaan atas benda. Harapan jemaat GKJ untuk bertekun dan

patuh dalam ajaran Kristen yang didasarkan atas teks alkitab tidak sesuai

harapan.

Kegagalan purifikasi ini disebabkan karena pengetahuan jemaat GKJ

yang dipengaruhi oleh kekuasaan di sekitarnya. Pengetahuan dalam

menyikapi persoalan berkaitan dengan tradisi Jawa (ziarah kubur) tidak bisa

dilepaskan dari peristiwa kematian. Bagi orang Jawa peristiwa kematian

bukan suatu akhir dari segalanya, mereka memiliki keyakinan bahwa arwah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

132

orang yang meninggal masih perlu didoakan. Hal ini berbeda dengan

pandangan Kristen yang meyakini setelah kematian otomatis arwah sudah

berada bersama Tuhan di surga.

Muncul tarik ulur identitas antara Kejawaan dan Kekristenan. Jemaat

GKJ meletakkan ajaran Kristen sebagai cara pandang dalam kehidupan di

tengah masyarakat. Namun disisi lain, secara komunal dalam masyarakat

Jawa sudah memiliki tradisi Jawa (ziarah kubur) secara turun menurun.

Berdasarkan penelitian ini muncul strategi dalam menyikapi persoalan ziarah

kubur. Pada dasarnya jemaat GKJ hanya menggunakan wadahnya untuk

melakukan ziarah kubur namun memiliki tujuan dan pemaknaan yang

berbeda. Tidak ada unsur mendoakan, penghayatan, serta pemaknaan seperti

dalam tradisi Jawa.

Tarik ulur akan identitas tidak bisa dilepaskan dari segala ajaran yang

selalu menjadi pengontrol seperti dalam mekanisme panoptik. Jemaat GKJ

menjadikan ajaran Alkitab yang menghadirkan “Tuhan” dan berbagai ajaran

dogmatis menjadi pengawasan mereka dalam hidup sehari-hari. Namun, di

sisi lain ada aturan komunal dalam masyarakat yang juga menjadi panoptik

bagi jemaat GKJ.

Berdasarkan penelitian ini terlihat jemaat GKJ memiliki keraguan

untuk begitu saja meninggalkan tradisi Jawa, sehingga ada usaha untuk tetap

menjalankan ziarah kubur, di sini terlihat adanya bentuk perlawanan terhadap

wacana purifikasi. Pada kenyataannya Purifikasi agama tidak berhasil secara

total. Jemaat GKJ dalam menegosiasikan identitasnya, tetap menjalankan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

133

tradisi Jawa dengan pemaknaan yang berbeda. Negosiasi identitas jemaat

GKJ bersifat kreatif. Secara personal mereka menggunakan bentuk tradisi

ziarah kubur sebagai wujud hormat bakti pada leluhurnya, sedangkan secara

komunal ziarah kubur tetap dilakukan sebagai usaha penerimaan identitasnya

sebagai manusia Jawa. Pada dasarnya jemaat GKJ tetap tidak mendoakan

leluhur atau mohon pangestu seperti yang terjadi dalam tradisi Jawa. Ziarah

kubur hanya digunakan bentuknya saja, untuk menjaga identitasnya sebagai

manusia Jawa.

II. Signifikansi Penelitian

Banyak penelitian yang berkaitan dengan tradisi ziarah kubur.

Penelitian ini lebih menitik beratkan pada proses pembentukan identitas

dalam memaknai tradisi di sekitar ziarah kubur. Meskipun penelitian ini

dalam studi kajian budaya, namun tidak menghilangkan penelitian dari aspek

antropologi dan juga sejarah. Wacana sebagai suatu kebenaran dilihat

berdasarkan sejarah dan pemaknaan subjek. Tanpa melihat sejarah dan

pemaknaan subjek, kita tidak akan sampai pada negosiasi identitas itu sendiri.

Arti penting penelitian ini bagi masyarakat adalah untuk melihat

proses pembentukan identitas yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

satu faktor yang kuat adalah wacana. Melalui wacana, masyarakat merasa

memiliki pengetahuan akan kebenaran secara mutlak. Seperti pada awal

penelitian telah disinggung pentingnya penelitian ini dilakukan supaya

masyarakat melihat adanya perbedaan bukan menjadi suatu kehancuran, atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

134

tidak berpikir akan kebenaran mutlak. Di luar kebenaran yang diyakininya

masih ada kebenaran-kebenaran lain yang perlu dilihat.

Kebenaran tidak muncul begitu saja. Kebenaran dibentuk melalui

kekuasaan yang ada di sekitarnya. Bahkan ada usaha untuk tetap menjaga

kebenaran itu melalui sistem panoptik. Dalam kasus negosiasi ini, sistem

panoptik ternyata tidak hanya bersifat tunggal. Pengawasan tidak hanya hadir

dalam satu titik saja, namun ada pengawasan lain yang ikut mempengaruhi

pembentukan identitas atau menjadikan subjek merasa terawasi.

Teori Foucault tentang panoptikon perlu diperluas. Dalam kajian ini

terlihat, ternyata pengawasan dalam menciptakan kepatuhan tidak hanya

datang dari satu titik saja, begitupula yang terjadi dalam proses pendisiplinan,

baik di penjara, rumah sakit, institusi militer, maupun sekolah tidak hanya

satu subjek atau satu titik saja yang mengawasi seperti yang digambarkan

dalam sistem panopticon. Ada faktor lain yang turut mengawasi dan ikut

menciptakan pola hidup seseorang dalam sistem pendisiplinan tersebut.

Pentingnya penelitian ini juga mengungkapkan bahwa ternyata

masyarakat bisa kreatif dalam menegosiasikan identitasnya. Ketika harus

tarik ulur karena kekuatan kekuasaan, seseorang dapat menentukan strategi

yang nyaman dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang tidak harus menjadi

terasing karena identitasnya.

Di Indonesia saat ini, kita sangat mudah menemukan usaha purifiksai

yang mengantar pada pemilihan identitas. Salah satu contoh adalah fenomena

kewajiban memakai hijab dan juga sholat Jumat di daerah tertentu, seperti di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

135

daerah Aceh. Pada kenyataannya purifikasi ini menuai pro dan juga kontra,

tidak bisa berjalan dengan lancar. Pada akhirnya masyarakat harus memilih,

menjadi Islam sesuai aturan atau muncul usaha lainnya.

Dalam penelitian ini melihat bahwa kebenaran yang diciptakan tidak

bisa dilepaskan dari kekuasaan yang menciptakan wacana tersebut. Menutup

tulisan ini, ada kisah semacam ini:

“Seorang kepala suku mempunyai kebiasaan membawa seekor

kera saat rapat. Kera itu diikat di bawah meja rapat. Setelah kepala suku

itu meninggal, kera itu tetap diikat di bawah meja saat rapat berlangsung,

sebagai usaha mengenang kepala suku tersebut. Setelah kera itu mati,

kebiasaan itu digantikan kera lain. Setelah beberapa generasi, kera

menjadi syarat adanya rapat. Bahkan pada generasi berikutnya, kera itu

yang menentukan hasil rapat.”

Sebagai manusia kita sering mengagungkan sebuah tradisi atau

kebiasaan-kebiasaan sebagai kebenaran mutlak, meskipun tidak tahu sejarah

dan makna dibalik ritus tersebut. Harapan penelitian ini, semoga dalam

menjalankan tradisi atau beribadah tidak merasa diri paling benar, yang

terpenting menemukan makna dalam ritus tersebut, bukan hanya melengkapi

aturan atau ajaran yang harus terpenuhi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

Sumber Pustaka

Abdilah, S. 2002. Politik Identitas Etnis; pergulatan Tanda Tanpa Identitas.

Magelang: Indonesiatera

Amir, Hazim. 1991. Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan

Amrih, Pitoyo. 2008. Ilmu Kearifan Jawa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Astiyanto, Heniy. 2006. Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal.

Yogyakarta: Warta Pustaka

Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi,

(terj). Achmad Fedyani Saefuddin, dari judul Asli, Varieties of Javanese

Religion, Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada

Beilharz, P. 2005. Teori-teori Sosial. Yogyarkata: Pustaka Pelajar

Bertens, K. 2006. Filsafat Barat Kontemporer Perancis. Jakarta: Gramedia

Bratasiswara, Harmanta, R. 2000. Bauwana Adat Tatacara Jawa. Jakarta:

Yayasan Sumirat

Boelaars, H. 2005. Indonesianisasi: dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi

Gereja Katolik Indonesia. Yogyakarta: Kanisius

Carrette, Jeremy R. 1999. Agama, Seksualitas, Kebudayaan, Esai, Kuliah, dan

Wawancara Terpilih Michel Foucault. Yogyakarta: Jalasutra

Carey, Peter. 1986. Asal-usul Perang Jawa. Jakarta: Putaka Azet

Coote, Jermy dan Anthony Shelton. 1992. Anthropology Art and Aesthetic.

Oxford: Clarendon Press

Darusuprapta. 1988. Sarasehan Kebudayaan Jawi dalam Yatmana, Tuntutan

Kagem Pranatacara Tuwin Pamedhar Sabda. Semarang: Aneka Ilmu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

Dillistone, F.W. 2002. The Power Of Symbol. Yogyakarta: Kanisius

Endraswara, Suwardi. Mistisme dalam Seni Spiritual Bersih Desa di Kalangan

Penghayat Kepercayaan. Yogyakarta: Jurnal Kebudayaan Jawa Kejawen,

Vol. 1, No. 2., Agustus 2006. Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fak.

Bahasa Seni UNY & Narasi Yogyakarta

Foucault, Michel. 1978. The history of Sexulity: Volume I An Introduction, New

York: Pantheon Books

Foucault, Michel . 1995. Discipline & Punish: The Birth of the Prison (New

York: Vintage Books) translated from the French by Alan Sheridan

Foucault, Michel. 1984. The Foucault reader, edited by Paul Rabinow. New

York;Pantheon Books

Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi, dalam Masyarakat Jawa (terj),

Aswab Mahasin, dari judul asli, The Religion of Java. Jakarta: Dunia

Pustaka Jaya

Guillot, C. 1985. Kiai Sadrach; Riwayat Kristenisasi di Jawa. Jakarta: Temprint

Hardjana, Agus M. 2005. Religiositas, Agama, dan Spiritualitas. Yogyakarta:

Kanisius

Hardjowirogo, Marbangun. 1989. Orang Jawa. Jakarta: Haji Masagung

Harsapandi. 2005 Suran: Antara Kuasa Tradisi dan Ekspresi Seni. Yogyakarta:

Pustaka Marwa

Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat akar kekerasan dan Diskriminasi.

Jakarta : Gramedia

James, William. 2003. The Verieties of Religious Experience. Alih bahasa Luthfi

Anshari. Yogyakarta: Jendela

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

Keane, Webb. 2007. Christian Moderns: Freedom and Fetish in the mission

encounter. Los Angels: University of California Press

Kusumohaimdjojo. 2009. Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia.

Yogyakarta: Jalasutra

Lechte, John. 2001. 50 Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme sampai

Postmodernitas. Yogyakarta: Kanisius

Lukito, Lucas. 2009. 500 Tahun Yohanes Calvin: Pengetahuan Tentang Allah

adalah Testing Ground untuk Mengenal Manusia. Veritas-Jurnal Teologi

dan Pelayanan, SAAT Malang

Mangunwijaya, Y.B. 1988. Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Kanisius

McNeill, John T. 1954. The History and Character of Calvinism. United States

of America: Oxford University Press

Mrázek, Jan. 2005. Phenomenology of A Puppet Theatre. Leiden: KITLV Press

Mulyana. Spiritualisme Jawa: Meraba Dimensi dan Religiusitas Orang Jawa.

Yogyakarta: Jurnal Kebudayaan Jawa Kejawen, Vol. 1, No. 2., Agustus

2006. Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fak. Bahasa Seni UNY &

Narasi Yogyakarta

Pemberton, J. 1989. The Appearance of Order: A Politics of Cultural in Colonial

and Postcolonial Java. Ithaca: Cornell University

Pokok-Pokok ajaran Gereja Kristen Jawa edisi 2005. Salatiga: Sinode GKJ

Prasetya, F. Mardi. 1993. Psikologi Hidup Rohani 1. Yogyakarta: Kanisius

Radcliffe-Brown, A.R. 1979. Structure and Function in Primitive Society:

Essays and Adresses. London dan Henley: Routledge & Kegan Paul

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: KEJAWAAN DAN KEKRISTENAN : NEGOSIASI · PDF filePemahaman ini didasarkan atas teks ... Untuk melihat mekanisme negosiasi identitas, kajian ini menggunakan pendekatan Foucault tentang

Saukko, Paula. 2003. Doing Research in Culturas Studies: An Introduction to

Classical and New Methodological Approaches. London: Sage

Publications

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development (terj. Juda Damanik). Jakarta:

Erlangga

Sinaga, M. 2004. Identitas Poskolonial “Gereja Suku” dalam Masyarakat Sipil.

Yogyakarta: LkiS

Soekotjo, S.H. 2009. Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa (GKJ) Jilid 1: Di

Bawah Bayang-Bayang Zending (1868-1948). Yogyakarta: Taman

Pustaka Kristen

Soekotjo, S.H. 2010. Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa (GKJ) Jilid 2:

Merajut Usaha Kemandirian (1950-1985) Yogyakarta: Taman Pustaka

Kristen

Subagya, T.L. 2004. Menemui Ajal; Etnografi Jawa tentang Kematian.

Yogyakarta: KEPEL Press

Suseno, Franz Magnis.1988. Etika Jawa: Sebuah analisa falsafi tentang

kebijaksanaan hidup Jawa. Jakarta: Gramedia

Takwin, Bagus. 2003. Akar-akar Kajian Konsep Ideologi dari Plato hingga

Bourdieu. Yogyakarta: Jalasutra

Turner, Victor. 1988. The Anthropology of Performance. New York: PAJ

Publications

Wisnumurti, Rangkai. 2012. Sangkan Paraning Dumadi: Konsep Kelahiran dan

Kematian Orang Jawa. Yogyakarta: Diva Press

Woodward, Mark R. 2006. Islam Jawa: Kesalehan normatif Versus Kebatinan,

(terj), Hairus Salim. Dari judul asli, Islam in Java; Normative Pietu and

Misticism. Yogyakarta: LkiS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI