Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi...

126
i Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora(M.Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta DisusunOleh : Resi Pramudita 156322004 ProgramMagister Ilmu ReligidanBudaya Universitas SanataDharma Yogyakarta 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi...

Page 1: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

i

Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa

Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora(M.Hum)

di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

DisusunOleh :

Resi Pramudita

156322004

ProgramMagister Ilmu ReligidanBudaya

Universitas SanataDharma Yogyakarta

2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

ii

Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa

Tesis

UntukMemenuhi Persyaratan Mendapat Gelar MagisterHumaniora(M.Hum)

di ProgramMagisterIlmuReligi dan Budaya UniversitasSanataDharma

Yogyakarta

DisusunOleh :

Resi Pramudita

156322004

ProgramMagister Ilmu ReligidanBudaya

Universitas SanataDharma Yogyakarta

2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

iii

Halaman Persetujuan Pembimbing

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

iv

Halaman Pengesahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

v

Pernyataan Keaslian Karya

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pergulatan Identitas

Kejawaan Gereja Kristen Jawa” merupakan hasil karya dan penelitian saya pribadi.

Di dalam tesis ini tidak terdapat karya peneliti lain yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi lain. Pemakaian dan

peminjaman karya dari peniliti lain adalah semata-mata untuk keperluan ilmiah

sebagaimana diacu secara tertulis dalam catatan kaki dan daftar pustaka.

Yogyakarta, 8 Februari 2019

Yang membuat pernyataan,

Resi Pramudita

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

vi

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk

Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Sanata Dharma

Yogyakarta

Nama : Resi Pramudita

No Mahasiswa : 156322004

Demi Pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul :

Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikanya di internet atau media

lain demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

8 Februari 2019

Yang menyatakan,

Resi Pramudita

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

vii

Kata Pengantar

Melihat kejawaan pada Gereja Kristen Jawa adalah hal yang menarik bagi

diri saya. Poin ini sudah saya kerjakan setidaknya dalam dua kesempatan, yang

pertama yaitu skripsi saya di fakultas teologi, dan yang kedua saya kerjakan dalam

tesis ini. Ada hal yang sangat berbeda di antara kedua peneilitian tersebut. Hal

tersebut mungkin terjadi karena sudut pandangan interdisipliner yang diajarkan

dalam Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma.

Terselesaikannya tesis ini bisa terwujud karena pengajaran dari segenap

dosen Ilmu Religi dan Budaya. Pertama kepada Romo Banar sebagai pembimbing

tesis, yang selanjutnya kepada mbak Katrin, Pak Tri, Pak Pratik, Bu Devi, Romo

Baskara, Romo Budi, atas segala bimbingannya. Tidak lupa terima kasih juga saya

sampaikan kepada Mbak Dita dan Mbak Desi yang senantiasa membantu proses

saya belajar di IRB. Ungkapan syukur juga saya ucapkan kepada teman-teman di IRB

sebagai kawan seperjalanan. Bertemu kalian semua adalah berkah bagi saya.

Terima kasih juga saya haturkan kepada kedua pasang orang tua saya. Saya

tahu betul betapa bapak ibu saya sudah mendukung saya dengan segenap tenaga

dengan berbagai wujud dukungannya. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan

kepada Maria Theofani, yang juga mendukung saya dengan berbagai caranya.

Terakhir, saya ucapkan terimakasih bagi Gereja Kristen Jawa. Semoga tesis

ini dapat diterima sebagai wujud cinta dari salah seorang anggotanya. Semoga GKJ

terus berbenah dan dapat mereformasi diri menjadi semakin baik lagi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

viii

Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa

Abstrak

Bagi Gereja Kristen Jawa (GKJ) pergulatan mengenai identitas kejawaan

merupakan sesuatu yang menarik untuk diamati. Ada aspek-aspek kejawaan yang

dahulu tidak diperkenankan dipakai di dalam kehidupan gerejawi kini tampak

begitu kuat. Bahkan GKJ memerankan diri seolah berada di garda terdepan apabila

berbicara tentang kejawaan. Di sisi lain, upaya melestarikan kejawaan ini juga

diiringi dengan tudingan pada orang muda telah meninggalkan kejawaan tersebut.

Hal-hal tersebut nampak dalam penggunaan bahasa. seni dan tradisi yang coba

dilestarikan oleh GKJ.

Tesis ini membedah hal-hal yang terjadi di dalam diri GKJ tersebut dengan

menggunakan pikiran Baudrilaard perihal simulasi. Pembahasan tesis ini dimulai

dengan mengaji upaya GKJ menghadirkan kejawaan dalam kehidupan bergerejanya

dalam logika simulasi. Melihat tanggapan dan pengalaman orang muda terlibat

dalam upaya membangun identitas kejawaan. Selanjutnya melihat bagaimana Tuhan

ditempatkan dalam pembicaraan mengenai identitas kejawaan . Hal yang tidak kalah

penting adalah melihat alasan GKJ membangun identitas ini. Setelah itu juga hendak

melihat kesempatan GKJ dalam membangun identitas dalam logika simulasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

ix

The Struggle of Javaneseness Identity of Javanese Christian Church

Abstract

In the perspective of Gereja Kristen Jawa (GKJ), the struggle for keeping the

Javanese identity is an interesting topic to be observed. There are Javanese aspects

which are not permitted to be used in church life in the past, now it is strongly

applied. In fact, GKJ had taken a role as the vanguard in dealing with the

javaneseness disscusion. However, the act of GKJ preserving the javaneseness

somehow is accompanied by the accusation to the youth. They are accused of

neglecting their javeneseness. The act of neglection might observed from the use of

the javanese language, traditional art, and custom which GKJ try to preserve.

Therefore, this thesis will breaking down the phenomena through the view of

Baudrilaard regarding simulation. The writer will begin the discussion by

researching the act of GKJ in presenting javaneseness in church life through the logic

of simulacra. The writer also take into account the youth responds and their

experiences after participating in building the javaneseness identity. After that, the

writer will observe how God is positioned in the discussion of Javaneseness identity.

As important as other, The writer will look into GKJ concern in building this identity.

Last but not least, the writer will observe the opportunity that GKJ have in building

the identity in the logic of simulation.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

1

Daftar Isi

Halaman Judul ...............................................................................................................................................i

Halaman Persetujuan Pembimbing .................................................................................................... iii

Halaman Pengesahan ............................................................................................................................... iv

Pernyataan Keaslian Karya ..................................................................................................................... v

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis.............. vi

Kata Pengantar .......................................................................................................................................... vii

Pergulatan Identitas Gereja Kristen Jawa: Abstrak ................................................................... viii

The Struggle of Javaneseness Identity of Javanese Christian Church: Abstract ................ ix

Daftar Isi ......................................................................................................................................................... 1

Bab 1 Pendahuluan .................................................................................................................................... 3

1. Latar Belakang ............................................................................................................................. 3

2. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 9

3. Tujuan Peneilitian ...................................................................................................................... 9

4. Manfaat Penelitian ....................................................................................................................... 9

5. Kajian Pustaka ........................................................................................................................... 10

A. Membicarakan Agama sebagai Lokus Penelitian Kajian Budaya ..................... 10

B. Persoalan Kebudayaan dan Antar Generasi di Gereja .......................................... 12

C. Kekhasan Relasi antara Kekristenan dan Kejawaan ............................................. 16

D. Upaya Menempatkan Kejawaan dalam Penelitian ........................................... 19

6. Kajian Teori................................................................................................................................. 23

7. Metode Penelitian ...................................................................................................................... 26

8. Sistematika Penulisan ............................................................................................................ 27

Bab2 : Gereja-Kristen-Jawa: Kaitkelindan Identitas ................................................................... 29

Pengantar ............................................................................................................................................ 29

1. Gereja : Sekilas Tentang Terbentuknya Gereja Kristen Jawa .................................. 29

2. Kristen :Calvinis Pietis ............................................................................................................ 34

3. Jawa : Jawa Kristen a la Sadrach ........................................................................................ 40

4. GKJ Berhadapan dengan Kejawaan ................................................................................... 45

5. Catatan .......................................................................................................................................... 51

Bab 3 : GKJ Membangun Identitas Kejawaan ................................................................................. 53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

2

Pengantar ............................................................................................................................................. 53

1. Upaya-upaya membangun identitas kejawaan dalam bahasa, seni dan tradisi 53

A. Membangun Penanda-Penanda Identitas .................................................................. 54

B. Orang Muda dalam Penanda Identitas ........................................................................ 64

2. Upaya Membangun Identitas Kejawaan dalam ranah Biblis ..................................... 77

3. Upaya Membangun Kejawaan dalam Konteks Pluralitas ........................................... 82

4. Catatan ............................................................................................................................................ 85

Bab 4 : Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa dalam Logika Simulasi ..... 86

Pengantar ............................................................................................................................................. 86

1. Agama dalam Pusaran Simulasi ............................................................................................ 86

2. Bahasa, Seni, Tradisi.................................................................................................................. 88

3. Tuhan dalam Logika Simulasi; Upaya Membangun Identitas dalam Ranah Biblis

........................................................................................................................................................... 97

4. Upaya Membangun Identitas Kejawaan dalam Konteks Pluralitas .................... 103

5. Kekosongan sebagai Harapan bagi Gereja ..................................................................... 106

Bab 5: Kesimpulan dan Penutup ...................................................................................................... 109

Lampiran 1 ............................................................................................................................................... 114

Daftar Pustaka......................................................................................................................................... 115

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

3

Bab1

Pendahuluan

1. Latar belakang

“GKJ adalah singkatan dari gereja kurang jelas”, begitu kelakar yang pernah

penulis dengar bila membicarakan perihal identitas GKJ. Kelakar itu tentulah tidak

muncul begitu saja. Pembicaraan yang lain ketika menyinggung persoalan identittas

GKJ yang muncul adalah keprihatinan bahkan kekuatiran pada generasi muda yang

dianggap tidak tertarik pada kejawaan. Para generasi muda ini dianggap lebih tertarik

pada budaya “Barat”. Hal ini rupanya menjadi masalah karena GKJ merupakan gereja

yang berbasis kesukuan Jawa. “Barat” vs “Timur” menjadi perbincangan yang tidak

dapat dielakkan ketika membicarakan kata kunci dari tulisan ini, yaitu pergulatan

identitas kejawaan, yang dialami oleh Gereja Kristen Jawa. Dalam kaitannya dengan

identitas kejawaan peneliti melihat kecenderungan bahwasanya orang muda selalu

menjadi pihak yang disoroti.

Untuk merunut persoalan yang telah disebutkan di atas jejak awal yang bisa

ditelusuri adalah pergumulan antara Kristen dan Jawa, sebagai aspek pembentuk GKJ.

Kristen yang dibawa oleh zending bernuansa “Barat” yang bertemu dengan orang

Jawa menghasilkan pergumulan tersendiri. Atau bila melihat pergumulan di atas, bisa

dianalogikan Kristen adalah “Barat” sedangkan “Jawa” dianggap mewakili “Timur”.

Lalu bagaimana dengan Gereja Kristen Jawa?Keresahan semacam ini bisa dilihat

dalam tulisan Sukoco yang menunjukan permasalahan dua kelompok dalam kaitannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

4

dengan sikap terhadap kejawaan di GKJ.1 Kelompok pertama ialah kelompok yang

mengatakan bahwa tidak ada gunanya membicarakan kejawaan di jaman sekarang ini

dengan alasan sudah ketinggalan jaman. Alasan yang lain ialah bahwasanya warga GKJ

sendiri sudah tidak njawani.2 Salah satu indikatornya ialah sedikitnya orang yang

beribadah di ibadah Minggu yang menggunakan bahasa pengantar bahasa jawa. Oleh

karena itu, menurut Sukoco, kelompok pertama mengatakan bahwa membicarakan

kejawaan merupakan hal yang sudah tidak relevan dan merupakan hal yang sia-sia.

Sementara kelompok yang kedua adalah kelompok yang setuju pada upaya untuk

mencari akar budaya kejawaan. Hal ini dilakukan dengan dasar bahwa 80% gereja GKJ

terdapat di pedesaaan3. Selain bahasa jawa mestinya ada juga perhatian terhadap

unsur-unsur yang lain, misalnya tradisi, kesenian, simbol, kesenian dan nilai filsafati.

Tulisan Sukocodipinjam dalam latar belakang ini hendak menunjukan ketegangan

bahwasanya ada dua gambaran kelompok, yang pertama adalah kelompok yang

merasa pembicaraan tentang kejawaan merupakan hal yang sia-sia, sementara

kelompok yang lain merasa bahwa harus mencari akar. Ada bagian kelompok yang

merasa perlu untuk mencari bagaimana “Jawa” yang “Timur” sekaligus Kristen yang

“Barat”. Penelitian ini juga tidak akan bergerak untuk mendukung kedua kelompok di

atas. Bagi penulis, kelompok-kelompok di atas, bukan satu-satunya kemungkinan

yang terjadi dalam menggeluti identitas kejawaan pada era sekarang ini. Kejawaan

1 Lukas Eko Sukoco, “Teologi Lokal Jawa Perlukah?, Pergumulan-pergumulan Teologis Seorang Pendeta

Gereja Kristen Jawa” dalam Ponco Rahardjo (ed), Sang Penjaga &Pengawal Budaya Jawa : Bunga Rampai Tulisan Tentang Budaya Jawa: Suatu Penghargaan Emiritasi untuk Prof.Dr.Dr. W.e. Soetomo Siswokaro, M.Pd. (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2007) hal 124-134. 2 Ibid hal 124.

3 Ibid hal 125.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

5

yang tidak bisa digenggam semakin membuka kemungkinan. Artinya tidak hanya ada

satu realitas saja. Ada berbagai macam hal yang bisa direproduksi sebagai “Jawa”.

Bagian dari reproduksi kejawaan yang dilakukan oleh GKJ ialah dengan

mengadakan Temu Budayawan Sinode.4Dalam pertemuan tersebut dipaparkan

sebuah makalah yang berisiseruan perihalcultural homeless (kemudian diartikan

sebagai gelandangan budaya).Seruan tersebutmenjadi peringatan yang muncul pada

saat temu budayawan sinode Gereja Kristen Jawa di Salatiga pada tahun 2015.5

Seruan tentang menjadi gelandangan budaya mengingatkan bahwa sekarang orang

sudah tidak lagi menganggap tradisi “Jawa” sebagai identitas yang perlu dilihat karena

dianggap terlalu rumit, sementara budaya “Barat” dianggap lebih baik. Maka para

gelandangan budaya tersebut meninggalkan rumah budayanya (Jawa) dan kemudian

tertarik pada budaya barat. Peringatan itu juga menyebutkan bahwa para

gelandangan budaya tersebut sebetulnya tidak dapat memasuki budaya barat yang

baru itu. Peringatan ini oleh pembicara juga dialamatkan pada GKJ, supaya GKJ jangan

sampai menjadi gelandangan budaya. Terlebih yang menjadi sorotan adalah orang-

orang mudanya. Orang muda (GKJ) jangan sampai menjadi gelandangan budaya. Hal

4 Pada tahun 2006 di GKJ Purworejo Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) membentuk Lembaga Kajian

Budaya Jawa (Lemkabuja), salah satu program kerja dari Lemkabuja adalah mengadakan acara “Temu Budayawan”. 5Konsep gelandangan budaya ini di dapatkan dari makalah yang dituliskan oleh Prof DR Sri Hartanto sebagai

pemateri temu budayawan sinode yang menyebutkan bahwa ada orang-orang yang tidak tercukup terididik

dalam budaya Jawa, kemudian enggan mempelajari malah menuduh budaya sebagai sesuatu yang rumit.

Namun mereka kemudian merasa silau dengan budaya barat sebagai budaya baru yang ditawarkan dan

lebih modern, tapi tidak bisa masuk ke sana. Mereka yang sudah tidak berada dalam kejawaan dan tidak

bisa masuk dalam budaya barat inilah yang disebut sebagai gelandangan budaya. Lih Sri Hastanto ,pemikiran

tentang Desain dan Strategi Kebudayaan untuk GKJ (Salatiga: tidak diterbitkan,2015) hal 3, selain itu juga

dari web http://www.gkj.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=1142diunduh pada 8 Januari 2016

pukul 12:53.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

6

ini terlihat jelas manakala dalam rapat kecil “Temu Budayawan” di Purworejo pada

tahun 2017, seorang bapak bertanya : “Apa yang terjadi di GKJ seandainya generasi

kita sudah tidak ada ?” Gambaran ini jelas menyatakan bahwa dalam benak bapak

tersebut bahwa orang muda tidak mengerti sama sekali tentang kejawaan sehingga

muncul ekspresi ketakutan semacam ini. Atau setidaknya ada anggapan pula bahwa

kejawaan yang dimengerti oleh sebuah generasi merupakan sebuah kebenaran

tunggal. Sayangnya sampai di sini eksistensi orang muda belum dilihat, apalagi secara

utuh.

Seruan ini menarik diperhatikan dalam penulisan tesis ini karena pada awalnya

manakala gereja masih dibina oleh zending, warga gereja dituntut untuk menjauhkan

diri dari tradisi lama.Tradisi lama ialah segala sesuatu yang dilakukan sebelum

memeluk agama Kristen, yang berkaitan dengan sistem kepercayaan.6 Namun

sekarang penulis melihat fenomena yang terjadi pada gereja justru sebaliknya,

sekarang gereja menjadi pihak yang paling getol untuk memerhatikan budaya Jawa.

Perubahan ini adalah hal tersendiri yang perlu dilihat dalam kaitanya dengan

kekuatiran orang tua terhadap fenomena orang muda yang dianggap tidak tertarik

pada budaya Jawa.

Pada tahun 2014 GKJ secara sinodal melalui Lembaga Kajian Budaya Jawa

(Lemkabuja) melakukan suatu upaya untuk mencari akar identitas budaya Jawa,

6Sebagai sebuah contoh ada aturan-aturan yang dikeluarkan Emde untuk mengatur orang-orang Jawa yang

memeluk agama Kristen: Potonglah rambutmu pendek-pendek; Jangan memakai ikat kepala di gereja; Jangan mendengarkan gamelan; Jangan menonton wayang; Jangan melakukan khitanan; Jangan menyelanggarakan selamatan; Jangan menyanyikan tembang; Jangan merawat pekuburan; Jangan menaburkan bunga di makam; Jangan membiarkan anakmu bermain-main. Lih C.Guillot, Kiai Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa, terj Grafiti Press (Jakarta : Grafiti Press, 1985) hal 25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

7

dengan cara memberi perhatian pada aspek adat, bahasa dan kesenian7. Tiga hal

tersebut menurut Lemkabuja merupakan hal-hal yang dirasa perlu diperhatikan oleh

GKJ. Adat, bahasa dan kesenian dianggap layak diperhatikan karena hal-hal tersebut

yang tampak dalam kehidupan bergereja.

Selain itu, ketiga hal tersebut termasuk aspek-aspek yang dianggap tidak dikuasai

oleh orang muda. Misalnya dari sisi bahasa acara ibadah yang menggunakan bahasa

pengantar bahasa Jawa kurang diminati orang muda8. Selain itu, dari sisi kesenian

tradisional (misalnya gamelan) orang muda yang mau belajar hanya sedikit, selain itu

orang muda tidak paham terhadap tradisi-tradisi yang sudah diserap dalam

kehidupan bergereja. GKJ sendiri telah menaruh perhatian pada tiga hal yang

dianggap merisaukan tersebut misalnya ibadah-ibadah yang dilayangkan dalam

rangka syukuran kehamilan (mitoni), pernikahan bahkan juga kematian. Dalam

gambaran di atas, apa yang digeluti oleh GKJ sebenarnya adalah kejawaan yang

terbatas pada ranah liturgis. Pemilihan penggunaan seni, bahasa, dan tradisi yang

hanya bisa masuk dalam ibadah di gereja. Artinya seni dikerucutkan sebagai kesenian

yang bisa diterima dan digunakan sebagai penunjang liturgi, demikian juga dengan

bahasa. Sementara tradisi adalah upacara adat yang sudah bisa diterima di gereja.

Pembicaraan mengenai identitas di atas, diwarnai dengan sisi-sisi yang beraneka

ragam. Sisi sejarah yang tidak bisa dilepaskan. Sementara itu juga sisi pendapat orang

tua juga merupakan hal yang penting. Terlebih apa yang sudah dipaparkan di atas,

diperjumpakan dengan sudut pandang kajian budaya dalam tulisan ini. Sebagaimana

7http://www.gkj.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=1142diunduh pada 8 Januari 2016 pukul 12:53.

8 Indikator yang biasanya digunakan adalah jumlah orang muda yang datang dalam ibadah berbahasa Jawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

8

semangat kajian budaya yang dipaparkan oleh Saukko, bahwa salah satu semangat

kajian budaya adalah menghadirkan keberagaman suara (polivokalitas)9. Banyaknya

suara yang muncul dimaksudkan agar tidak ada suara tunggal yang mendominasi

suara yang lain. Bila hanya terdengar suatu suara saja niscaya terjadi penindasan.

Oleh karena itu urgensi dari tulisan ini adalah mengangkat suara yang lain, yaitu dari

para orang muda. Mengangkat polivokalitas adalah hal yang sangat penting karena

pasti tidak ada realitas tunggal. Mengangkat polivokalitas ini bertujuan untuk

membuka suara yang berbeda dari kelompok yang lain. Penelitian ini memanfaatkan

tiga ranah yang diperhatikan oleh GKJ yaitu bahasa,tradisi dan kesenian sebagai

lingkup untuk melihat ekspresi-ekspresi yang digunakan oleh orang muda dalam

menggeluti kejawaanya.

Suara orang muda yang kemudian akan diperlihatkan dalam ekspresi-ekspresi

sebagaimana disinggung di atas patut diperjuangkan, karena kejawaan sendiri,

dengan meminjam pikiran Baudrilaard, adalah sebuah simulasi. Jawa sudah tidak bisa

dicari mana kejawaan yang asli dan mana Jawa yang merupakan bayangan dari yang

asli. Tidak pernah bisa lagi kejawaan dicari karena kejawaan kini merupakan sebuah

simulasi, kejawaan sudah tidak bisa dipisahkan lagi antara asli dan refleksinnya.

Kejawaan yang dikuatirkan hilang adalah sebuah simulasi, artinya kejawaan yang

demikian pula adalah merupakan hasil refleksi yang direproduksi. Terlebih

kekuatiran yang dihadirkan oleh orang tua ini merupakan gejala yang tidak terjadi

begitu saja, ada narasi yang lebih besar terkait dengan sejarah dan konteks lain ketika

9 Paulla Saukko, Doing research ini cultural Studies : An Introduction to Clasical and New Metdhological

Approaches. (California, sage Publications:2003) hal 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

9

membicarakan hal tersebut. Hal-hal tersebutlah yang akan dibahas dalam penelitian

ini.

2. Rumusan Permasalahan

A. Bagaimana warga GKJ membicarakan dan membangun identitas kejawaan?

B. Bagaimana pergulatan identitas GKJ itu ditanggapi oleh orang muda?

C. Bagaimana menempatkan pergulatan identitas GKJ di dalam konteks kajian

budaya?

3. Tujuan Penelitian

A. Melihat pola pikir warga GKJ perihal kekuatiran pada fenomena orang muda yang

dianggap tidak tertarik pada budaya kejawaan, dan bagaimana dampak fenomena

tersebut pada GKJ sebagai gereja dengan latar belakang budaya Jawa.

B. Memperdengarkan suara orang muda perihal pemaknaan dan pandangan tentang

kejawaan sebagai bagian dari GKJ.

C. Memperlihatkan bagaimana sebuah upaya membangun identitas dari lembaga

agama ditinjau dari segi kajian budaya.

4. Manfaat Penelitian

A. Manfaat penelitian ini bagi ilmu sosial, untuk menampakan gejala sosial, di mana

terjadi kekuatiran perihal identitas, kekuatiran ini juga disertai usaha-usaha untuk

membangun dan menjaga identitas tersebut..

B. Manfaat penelitian ini bagi gereja-gereja berlatar belakang kesukuan, memberikan

gambaran mengenai pembentukan identitas kesukuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

10

5. Kajian Pustaka

A. Membicarakan Agama sebagai Lokus Penelitian Kajian Budaya

Membicarakan agama (Kristen) dalam konteks kajian budaya di Indonesia

memiliki beragam dimensi yang mesti diperhitungkan. Dimensi pertama yang mesti

dilihat dalam agama ialah dimensi sui generis, yaitu keadaan di mana agama

merupakan sebuah kategori pokok atas dirinya sendiri.10 Pandangan yang semacam

ini melihat agama tidak mungkin direduksi. Oleh karena itu sebagai lokus kajian

budaya di sini agama tidak dipandang dengan cara yang demikian. Agama dilihat

dalam perannya sebagai disiplin ilmu beserta segala perkembanganya.

Perlu dicatat sebelumnya bahwa ketika agama didekati dan dipelajari, ada usaha-

usaha untuk medefinisikannya. Akan tetapi King mencatat bahwa hal ini tidak lepas

dari dampak dikotomi pasca-pencerahan, yaitu ruang publik dan ruang privat.11 Hal

inilah yang membuat agama sendiri tereduksi dalam ruang privat yang seolah

terpisah dari ranah yang lain (poilitik misalnya). Dalam membahas hal ini King

memberi contoh dengan apa yang terjadi pada mistisisme. Mistisme kerap dipandang

sebagai sesuatu yang misterius dan tak dapat diindrai. Mistik dimasukkan ke dalam

ranah privat sehingga takada kaitanya dengan dunia akademis. Malah lebih jauh kerap

mistik dihadap-hadapkan dengan filsafat. Seolah-olah sedang menghadapkan antara

yang rasional dan yang tidak. Lalu membangun narasi bahwa mistik itu milik Asia

10

Richard King. Agama,Orientalisme dan Poskolonialisme; Sebuah Kajian tentang Pertelingkahan antara Rasionalitas dan Mistik. Terj Agung Prihantoro. (Yogyakarta :Qalam Press, 1999) hal 22. 11

Ibid hal 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

11

sedang filsafat milik Eropa.12 Hal-hal semacam inilah contoh yang dilakukan King

untuk menunjukkan bahwa dalam pendekatan dan pendefinisian pada agama, sarat

dengan aspek kekuasaan. Agama bukan soal sui gerenis (semata-mata), namun juga

soal perjuangan dan aspek-aspek yang lebih luas, misalnya etika, isu sosial dan politik.

Dalam perkembangan kesejarahannya, agama (religio) menurut Cicero setidaknya

berasal dari relegere yang berarti melacak kembali atau membaca ulang.13 Hal ini

mementingkan tradisi-tradisi nenek moyang dan tidak perlu mempertanyakannya.

Hal ini berisi pengajaran dari generasi ke generasi (traditio). Sebagai contoh kasus,

orang-orang yang mempraktekkan konsep agama yang semacam ini adalah orang-

orang Romawi. Orang-orang Romawi percaya pada dewa-dewa nenek moyang,

bahkan juga menghormati dewa-dewa orang lain. Sedangkan orang Kristen awal tidak

demikian. Orang Kristen awal tidak mau menghormati dewa-dewa orang Romawi. Hal

ini karena Orang-orang Kristen menghayati agamanya dengan memaknai religo

dengan konsep dari Lactantius yaitu re-ligare yang dapat diartikan dengan mengikat

kebersamaan.14 Hal ini berkaitan dengan alasan-alasan seseorang memeluk suatu

agama. Ada sebuah kebenaran yang diyakini secara bersama-sama. Oleh karena itu

pendekatan semacam ini tidak ada hubunganya sama sekali dengan leluhur. Meskipun

demikian King melihat dalam kekristenan kedua hal di atas masih bisa dijumpai.

Buktinya tokoh-tokoh dalam masa lalu tetaplah penting. Hal yang patut dicatat ialah

bahwa klausul tentang alasan, tentang kebenaran menjadi sesuatu yang pokok dalam

12

Ibid hal 58. 13

Ibid hal 68. 14

Ibid hal 69.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

12

perkembangan studi agama. Hal ini juga berkaitan dengan sekularisme yang terjadi

sehingga pendekatan-pendekatan ilmu agama didekati juga dengan pendekatan ilmu

alam. Ada berbagai pendekatan yang diajukan oleh King yang dalam perjalanannya

bisa digunakan untuk mendekati agama. Namun sebuah catatan yang penting

diajukan King adalah bahwa peran studi keagamaan dalam konteks kajian budaya

ialah meletakkan keragaman pada posisi yang lebih kuat ketika melakukan penelitian

yang open-ended terhadap perspektif dan pandangan dunia nantinya.15 Maka hal yang

penting bagi pendekatan agama dalam kajian budaya adalah menghadirkan

polivokalitas pada keragaman realitas yang terjadi.

Sekalipun demikian King menempatkan agama dalam penelitian yang lebih luas

sebagaimana yang telah diajukkan oleh tesis ini, namun tesis ini berupaya melangkah

lebih jauh. Tidak hanya menempatkan agama sebagai sebuah lembaga yang bisa

diteliti tanpa takut pada dimensi sui generis. Tesis ini hendak melihat bahwa ada pula

aspek-aspek yang nampaknya sui generis namun ternyata digunakan sebagai klaim

untuk mendukung kepentingan tertentu.

B. Persoalan Kebudayaan dan Antar Generasi di Gereja

Bagian ini membahas pengalaman orang Ukraina yang sempat mendapatkan

penganiayaan oleh orang-orang Rusia pada abad ke-13 dan mesti pergi dari tanah

leluhurnya dan tinggal di Kanada sebagai imigran.16 Konteks yang demikian ini justru

menjadi masalah tersendiri ketika berbicara di ranah agama. Gereja di Kanada, baik

15

Ibid hal 103. 16

Amanda Eve Wigglesworth, “The Role of Language in Religion and Ethnic Identity A Study of Liturgical Language Use in the Ukrainian Orthodox Church of Canada” dalam The Canadian Journal of Orthodox Christianity, Volume III, No 2, Summer 2008 hal 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

13

itu Katolik maupun Ortodoks mempromosikan dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan

Perancis. Hal ini menjadi masalah bagi orang-orang Ukraina yang bergereja di Gereja

Ortodoks Ukraina. Hal ini juga terkait lekat dengan bahasa apa yang akan dipakai di

dalam gereja. Sementara di sisi lain, kebutuhan mempertahankan keukrainaan lekat

juga dengan impian bahwa suatu saat nanti akan pulang ke Ukraina yang bebas.

Untuk membahas persoalan ini Wigglesworth memberikan dua perbandingan.

Yang pertama adalah pengalaman religius orang Palestina pada abad pertama.

Sekalipun kitab orang-orang Yahudi berbahasa Ibrani, namun pengikutnya memiliki

bahasa yang beraneka ragam, ada yang berbahasa Aram, ada pula yang berbahasa

Koptik dan Yunani. Tradisi penggunaan bahasa Ibrani sebagai tradisi untuk membaca

Torah tetap dipertahankan, namun penjelasan atas Torah itu disesuaikan dengan

bahasa umat, supaya dapat dimengerti. Wigglesworth melihat adanya perbedaan

antara pengalaman religius orang Palestina dengan gereja ortodoks Ukraina di

Kanada. Bila umat yahudi di Palestina terlihat bisa mengapresiasi penggunaan yang

berbeda-beda, gereja di Ukraina justru hendak menegaskan penggunaan bahasa

Ukraina di dalam ibadah. Sementara di sisi lain ada realitas bahwa kemampuan

bahasa Ukraina memang sudah berkurang. Oleh karena itu pilihannya adalah

menambah ibadah berbahasa Inggris, atau membuat orang-orang Ukraina belajar lagi

tentang bahasa Ukraina.

Perbandingan yang lain adalah dengan orang-orang suku Aborigin di Amerika.

Sebagai korban atas orang-orang Amerika dari sisi bahasa rupanya juga ada resiko

akan punah. Penggunaan bahasa Inggris adalah usaha dari orang tua untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

14

menyiapkan anaknya bisa sukses di dunia sekarang karena menjadi bagian dari

mayoritas bisa menjanjikan. Bagaimanapun kehilangan bahasa hampir pasti tidak bisa

dipulihkan lagi.

Dengan dua perbandingan di atas Wigglesworth melihat studi kasus di jemaat.

Memang ada banyak faktor mengapa bahasa Ukraina mesti dipertimbangkan

penggunaanya. Salah satunya ialah orang-orang muda yang pergi ke kota untuk

bersekolah atau mencari pekerjaan memang lebih dekat dengan bahasa Inggris.Selain

bahasa Inggris memang menjadi tuntutan bagi pendidikan atau pekerjaan. Hal ini

merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri lagi sekalipun pada awal masa

kepindahan warga Ukraina di Kanada.

Untuk melihat realitas ini lebih dekat, Wigglesworth mengadakan penelitian di

sebuah gereja ortodoks Ukraina dari September 2006 sampai Juni 2007, dengan

menyebar 100 kuesioner, mewawancarai 20 sumber, dan melihat literatur yang ada.17

Hasil dari penelitian itu melihat ada banyak faktor mengapa bahasa Inggris diinginkan

dalam ibadah gereja ortodoks Ukraina. Pertama, bahwa semakin tidak diinginkanya

bahasa Ukraina karena memang orang muda lebih paham bahasa Inggris daripada

bahasa Ukraina. Selain itu pernikahan dengan orang yang tidak beretnis Ukraina juga

menyebabkan bahasa Inggris lebih diminati, demikian juga dengan anak-anak hasil

pernikahan ini. Penggunaan bahasa Inggris ini juga digunakan untuk menyasar orang-

orang muda yang tidak mengerti bahasa Ukraina dan memilih gereja lain, mau datang

kembali ke gereja ortodoks ini. Namun di sisi lain peneilitian itu juga menunjukan

17

Ibid hal 39.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

15

transmisi religius yang mengatakan bahwa apa yang dipercayai oleh gereja rupanya

juga melekat pada budaya Ukraina.

Maka implikasi dari penelitian tersebut adalah tetap menggunakan dua bahasa

secara seimbang, mengingat ada dua pihak yang berada di sana yang sama-sama

menginginkan bahasa Ukraina dan bahasa Inggris dipakai dengan segala

kepentinganya. Namun diskusi diantara keduanya tetap harus dijaga sebagai sebuah

kesatuan jemaat. Membuat salinan dari musik Inggris supaya dapat dimasukan dalam

gereja untuk memperkenalkan transmisi religius kepada golongan yang

menginginkan budaya Ukraina. Selanjutnya pendidikan tentang bahasa Ukraina juga

bisa diberikan pada istri maupun anak yang bukan orang Ukraina.

Penelitian di atas menunjukan sesuatu yang mirip dengan apa yang akan saya

soroti dalam tesis ini. Persoalan budaya seringkali diiringi munculnya persoalan

dalam ranah bahasa. Wiggelsworth memaparkan bagaimana komunitas Kristen

Ukraina yang berpindah ke Kanada, sehingga bahasa Ukraina mesti bersaing dengan

bahasa Inggris dan Perancis.Sementara itu dalam penelitian ini bahasa Jawa juga

dilihat bersaing dengan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Wigglesworth juga

memaparkan orang tua dan orang muda yang memiliki sisi yang berbeda. Orang tua

hendak mempertahankan bahasa Ukraina, sementara orang muda hendak memakai

bahasa Inggris. Ada perubahan yang dipotret di sini, perubahan itu tidak mungkin

dinafikkan di satu sisi, sementara di sisi lain Wigglesworth juga melihat bahayanya

kehilangan bahasa seperti orang-orang suku Aborigin. Ketegangan ini pula, menurut

pra paham penulis, ada dalam penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

16

C. Perjumpaan antara Kekristenan (Protestan) dan Kejawaan

Guna melihat lebih jauh tentang persinggungan antara Kekristenan dan Kejawaan

maka penting juga untuk melihat penelitian yang menyoroti tentang purifikasi (yang

melingkupi faktor pembentuk, tujuan ) di GKJ sehingga muncul anggapan bahwa

Kristen yang baik adalah Kristen yang tidak tercampuri oleh kepercayaan lama (dalam

hal ini slametan dan sunatan).

Pertanyaan yang dimunculkan terkait purifikasi ini mengupas sisi lain dari apa

yang akan diteliti. Bahwa dalam tubuh GKJ rupanya ada berbagai suara, dan

setidaknya melalui tulisan Nugroho ditunjukkan bahwa ada pendapat yang menolak

budaya tradisional Jawa, dan ada pula kekuatiran bahwa GKJ akan menjadi kehilangan

identitasnya sebagai gereja yang berlatar belakang budaya Jawa.

Fenomena purifikasi ini berasal dari pengalaman Nugroho berada di dua tempat

yaitu di Ngampel dan Kasimpar yang ia kunjungi pada tahun 2003. Nugroho

dikejutkan dengan sebuah pernyataan yang menyiratkan kebanggan bahwa orang

Kristen (terutama di Kasimpar) sudah tidak mempraktekan slametan (selamatan) dan

sunatan (khitanan) dengan anggapan bahwa dua hal tersebut bertentangan dengan

iman Kristen.

Di dua tempat itu terjadi permasalahan pada praktek slametan dan sunatan. Hal

tersebut dikarenakan persoalan identitas Kristen yang hendak ditegaskan oleh

Pendeta. Agaknya Pendeta ini menjadi bagian dari “Salatiga Zending” yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

17

mengutamakan purifikasi.18Akibatnya, di desa terjadi ketegangan antar pemeluk

agama karena orang Kristen diharapkan oleh Pendeta tidak melakukan selamatan

lagi. namun pada prakteknya warga masih menjalankan praktek tersebut.

Permasalahan ini menjadi hal yang dibahas manakala “Keristenan” pada awal

perjumpaanya dengan “Kejawaan”. Bagaimana menjadi “Kristen” yang baik adalah

menjadi seperti Belanda. Hal ini karena “Kristen” yang dimaksudkan Zending ialah

plantatio ecclesiae19, sehingga gereja yang ada di Jawa merupakan cangkokan dari

yang ada di Belanda. Akan tetapi konsep dari Zending ini gagal hal ini bisa dilihat

dalam tulisan Nugroho ini dipaparkan juga bahwa proses purifikasi ditentukan oleh

para elit desa yang memegang peranan penting.20 Karena mereka yang membawa

Kekristenan ke desa mereka, sekaligus nanti tetap mempertahankan praktek

selamatan. Pada akhirnya praktek selamatan tetap dijalankan sekalipun mungkin

dengan cara pandang yang berbeda.

Pada bagian akhir Nugroho menjelaskan kejadian di dua tempat yang sudah di atas

sebagai sebuah relasi antara orang-orang Kristen Jawa dan juga orang Kristen Belanda

dengan sudut pandang relasi kuasa. Gereja cangkokan yang hendak diwujudkan oleh

Salatiga Zending melalui pendeta, bukan hanya soal sumber ajaran yang berasal dari

gereja Belanda namun lebih kepada segala sesuatu yang dibutuhkan pendeta dicukupi

oleh zending.

18

Singgih Nugroho, “Tiyang Kristen ing Mriki Sampun Sae Agamanipun . Pendeta, Bekel dan Upaya membangun Identitas Agama” di Jawa dalam Retorik, vol 2 no 4, Oktober 2003, hal 175 19

Ibid hal 183. 20

Ibid hal 176-180.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

18

Sebagaimana dituliskan di atas, tulisan Nugroho di sini dipaparkan dalam rangka

melihat penelitian tentang ”Kejawaan” yang ada di GKJ. Meskipun pada tulisan

Nugroho memang membahas tentang relasi kuasa, namun di sisi lain ada aspek

“Barat” dan “Timur”. Bahwa isu tentang GKJ yang berhadapan dengan gereja Belanda

sebagai pengandaian “Barat” lawan “Timur” agaknya masih dihidupi hingga kini.

Penulis menduga pemikiran yang semacam ini yang mendasari ketakutan pada orang

muda yang dianggap tidak tertarik lagi pada “Jawa”. Hal ini sekaligus juga

menunjukkan ketakutan generasi tua pada “Barat”. Lalu generasi ini merasa gagal

untuk membentuk orang muda, dan mewariskan “Jawa” yang mereka kehendaki.

Apalagi realitas yang menunjukan bahwa GKJ pernah berjarak dengan kejawaan

bersamaan dengan konsep plantatio ecclesiae agaknya menjadikan “Barat” sebagai hal

yang terus diwaspadai. Apalagi dengan perkembangan jaman (terutama dalam

wilayah bahasa) orang muda dianggap lebih tertarik pada bahasa Inggris daripada

kepada bahasa Jawa.

Pertentangan “Barat” dan “Timur” bila dibicarakan terus menerus hanya akan

menghasilkan ketakutan. ketakutan menjadi “Barat” dan ketakutan sudah tidak

“Timur”. Lalu orang berlomba-lomba mencari-cari “Timur” sedemikian rupa dan ada

usaha mengeliminasi “Barat”. Dalam tesis ini penulis tidak akan menyajikan

pertentangan semacam itu, namun akan membingkai pertentangan-pertentangan

yang terjadi baik dalam penolakan ataupun usaha mendefiniskan diri dengan

pendekatan-pendekatan kajian budaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

19

D. Upaya Menempatkan Kejawaan dalam Penelitian

Tidak begitu mudah untuk melihat apakah kejawaan itu?, bagaiamanakah yang

dimaksud dengan kejawaan itu? Ada berbagai aspek yang mesti dilihat. Akan tetapi

yang menjadi sebuah titik pijak di sini adalah bahwa penghayatan soal kejawaan itu

tidak diam.

Kesulitan perihal menangkap apa itu Jawa, terkhusus siapa orang Jawa tersebut

terlontar juga di dalam penelitian Frans Magniz Suseno dalam bukunya “Etika Jawa”.21

Ia lebih jauh mengatakan bahwasanya tidak ada ciri-ciri khusus yang bisa ditangkap

oleh dirinya yang bisa mendefinisikan secara ideologis siapakah orang Jawa itu. Hal

ini pulalah yang membuatnya mendasarkan argumennya pada kejawaan berdasarkan

konstruksi teoretisnya sebagai seorang penulis.22 Hal ini dengan jelas dipilih oleh

Suseno dengan segala konsekuensinya. Keuntungannya ia memang tidak perlu

menjelaskan referensi Jawa yang ia maksudkan, baik itu soal waktu, tempat dan

karakter. Namun kekurangannya akan ada jarak dengan realitas sosial-empiris.23

Lebih jauh, setlah memberikan gambaran mengenai bagaimana “Jawa” dalam

berbagai seginya Suseno menjelaskan tentang kaidah kehidupan masyarakat di Jawa.

Beliau menekankan perihal dua nilai, yaitu rukun dan hormat.24 Kedua nilai inilah

yang dipakai dalam kehidupan orang Jawa. Sebagaimana judul buku yang ia tulis ia

menempatkan kejawaan dalam sisi filosofis.

21

Franz Magnis-Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama:1996) hal 3 22

Ibid hal 4. 23

Ibid hal 4. 24

Ibid hal 38-68.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

20

Tesis ini mencoba menyoroti lokus yang serupa, yaitu kejawaan. Di sisi-sisinya

juga memiliki kemiripan dengan apa yang dialami oleh Suseno. Hal ini dapat dilihat

dalam sulitnya menenentukan apa, bagaimana, dan siapa Jawa itu? Referensi

kejawaan yang sudah begitu sulit dirunut apalagi jika hendak menampilkan

kekhasannya. Apa yang terjadi terhadap GKJ dalam tesis ini juga demikian. Ada upaya

menghadirkan kejawaan namun tidak ada refernsi yang jelas. Oleh karena itu dalam

tesis ini tidak akan menyajikan kejawaan dalam referensi waktu maupun lokasi

tertentu namun melihatnya sebagai sesuatu yang dikonstruksi. Hanya saja tesis ini

tidak akan membawa konstruksi itu ke ranah filsosfis namun ke arah kajian budaya.

Maka akan memperlihatkan gejolak konstruksi kejawaan itu beserta perlawanan-

perlawanan yang muncul dalam pergulatan tersebut.

Sub bab ini juga meminjam tulisan G. Budi Subanar terutama dalam memotret

perubahan penghayatan dari keluarga keraton dalam memaknai kejawaan.25 Keraton

begitu penting untuk disoroti karena keraton acapkali dipandang sebagai pusat

kejawaan. Ada dua tokoh yang dihadap-hadapkan yang pertama adalah Sultan

Hamengku Buwono IX dan Sultan Hamengku Buwono X. Sisi yang hendak dilihat

adalah bagaimana keduanya, yang notabene adalah raja dan di dalamnya juga

terdapat citra kejawaan dalam memutuskan sebuah kebijakan.Sultan HB IX

merupakan sosok yang dilihat sebagai pembaharu dalam dunia keraton. Hal ini

25

G.Budi Subanar, “Manunggaling Kawula Gusti dalam Transisi : Potret Dunia Jawa dari Yogyakarta” dalam Sesudah Filsafat; Esai-esai untuk Franz Magnis Suseno, I Wibowo B Herry Priyono, ed. (Yogyakarta Kanisius:2006) hal 59-85.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

21

dikarenakan selain seorang sultan, Sultan HB IX adalah seorang pelaku bisnis.26 Sultan

tidak hanya memberi kebijakan pembangunan selokan mataram untuk melindungi

rakyatnya dari kerja paksa yang diwajibkan oleh Jepang. Sultan HB IX juga

membangun instrumen ekonomi.

Hal ini terlihat dari pembangunan pabrik gula Madukismo dan juga pembangunan

Hotel Ambarukmo. Pada pabrik gula tersebut Sultan HB IX memiliki 75% saham,

sementara sisanya dimiliki pemerintah Indonesia. Beliau juga menduduki posisi

sebagai presiden komisaris. Sementara Hotel Ambarukma didirikan demi pengelolaan

terhadap sendratari ramayana.27 Subanar melihat apa yang dilakukan oleh Sultan HB

IX dalam mendirikan pabrik gula dan juga mendirikan Hotel Ambarukma yang

diasosiasikan dengan sendratari ramayana merupakan sebuah upaya

mempertemukan dunia petani dan juga aspek kebudayaan yang dimasukkan dalam

bisnis modern. Hal ini juga merupakan sebuah perwujudan kejawaan Sultan HB IX.28

Setelah membahas bagaimana HB IX berkiprah, maka kini pembahasan diarahkan

pada Sultan HB X. Sultan HB X adalah juga sultan yang bergerak di aras bisnis,

sebagaimana sultan sebelumnya. Kendati demikian ada orientasi ekonomi yang

berubah. Contohnya adalah penggusuran SD yang berada di sekitar Hotel

Ambarukma, perusakan situs bangunan lama keraton dan yang paling kentara adalah

pembangunan hypermarket. Semula Hotel Ambarukma dibangun sebagai instrumen

ekonomi yang memberi kesempatan bagi masyarakat di sekitarnya, namun kini yang

26

Ibid hal 70. 27

Ibid hal 71. 28

Ibid hal 72.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

22

ada hanyalah pusat perbelanjaan besar yang pasti tidak dimiliki oleh penduduk

sekitar.

Orientasi pemimpin keraton yang acapkali menjadi simbol kejawaan ini mau tak

mau mesti dilihat dalam arus globaliasi dan kapitaliasi. Tidak dapat dielakkan bahwa

ada perubahan orientasi, yang tadinya menghiraukan sisi pertanian dan juga

kebudayaan kini berubah menjadi bisnis semata dengan segala alasan praktis

pragmatis. Ada sebuah kemungkinan bahwa penghayatan kejawaan yang

menghiraukan kepentingan bersama telah bergeser. Ada sebuah kemungkinan juga

bahwa konsep manunggalingkawula gusti telah bergeser menjadi manunggaling

kawula ing pasar.29

Keraton yang kerap dianggap sebagai pusat juga rupanya memiliki dinamika

dalam menggumulkan apa itu kejawaan. Di satu sisi kejawaan dimaknai dengan

keberpihakan pada rakyat sementara yang lain kejawaan adalah sebuah komoditas

semata yang disetir oleh kepentingan pasar. Citra pusat memang menarik bila

diperbincangkan apalagi bagi GKJ (sebagai objek penelitian dalam tesis ini)

Yogyakarta adalah salah satu pusatnya. Akan tetapi dalam tesis ini hendak

menampakkan bahwa klaim-klaim terhadap pusat nantinya juga merupakan sesuatu

yang kososng. Sebuah upaya menghadirkan referensi yang demikian sia-sia. Untuk

itulah kejawaan dalam sebuah konstruksi, namun tanpa referensi akan semakin

menarik dibicarakan

29

Ibid hal 85.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

23

6. Kajian Teori

Gereja Kristen Jawa nampak telah begitu tertarik dengan identitas kejawaan. Hal

itu nampak pada aspek-aspek seni budaya dan tradisi yang coba terus dibangun.

Bahkan dalam upaya membangun identitas kejawaan itu muncul sebuah kekuatiran

pada orang muda. Seolah-olah ada hal-hal yang sangat mendesak yang perlu segera

dilakukan. Di sisi lain, gereja terlihat bingung menentukan “Jawa” seperti apa yang

mesti diuri-uri (dilestarikan). Hal inilah yang akan coba dilihat dengan bantuan

Baudrilaard dan akan dikaitkan dengan teologi yang dalam hal menjadi ideologi

penggerak gereja. Aspek yang akan dilihat di sini ialah perihal simulasi. Ketika

menjelaskan hal ini Baudrilaard menjelaskan dengan contoh sebuah kerajaan yang

membuat sebuah Peta. Peta itu begitu detailnya sehingga sekalipun kerajaan itu telah

hancur peta itu tetap dapat menghadirkan keindahan dari kerajaan tersebut.

Peristiwa di mana keindahan kerajaan itu tetap dapat dihadirkan oleh peta

tersebut sekalipun kerajaan itu telah hilang adalah gambaran dari simulasi. Simulasi

adalah sebuah model dimana ada sesuatu yang real tanpa realitas itu sendiri.Di sana

tercipta hiperrealitas.30 Peta itu ada bukan karena adanya wilayah dari kerajaan itu,

namun petalah yang mengadakan kerajaan tersebut. Peta menjadi lebih real daripada

wilayah kerajaan itu sendiri. Dalam kondisi yang demikian itu simulasi dari peta

berada dalam dimensi hiperreral.

Ketika memasuki dimensi hiperrealitas Baudrilaard menjelaskan bahwa di sana

akan muncul hal-hal yang artifisial dari tanda. Kemunculan ini untuk menggantikan

30

Mark Poster(ed). Jean Baudrilaard; Selected Writing.(Stanford University Press, Stanford: 1988).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

24

tanda-tanda yang nyata dengan yang nyata itu sendiri.31 Sebagaimana Peta yang tadi

sudah disinggung di atas telah muncul dan menggantikan wilayah dari kerajaan.

Tanda-tanda yang artifisial itu akan mencegah yang real itu bereproduksi karena

hiperealitas memastikan tanda-tanda yang dangkal ini bereproduksi dalam simulasi.

Ada hal yang perlu diingat ketika membicarakan tentang simulasi, yaitu bahwa

simulasi bukanlah pura-pura. Simulasi sudah tidak membicarakan benar-salah,

ataupun yang nyata-imajiner. Sekalipun dalam simulasi tidak ada referensi, yang ada

dalam simulasi adalah gejala (symptom) yang benar.32 Simulasi juga bukan

merupakan sebuah representasi. Apabila representasi mengandaikan ada kesetaraan

antara yang nyata dan yang direpresentasikan, apabila simulasi tidak mengandaikan

ada yang nyata. Ia menyerap yang nyata itu dalam dirinya dalam sebuah

simulakrum.33

Sebagaimana sudah disinggung di atas, konsep ini hendak digunakan untuk

mengkaji salah satu fenomena dalam sebuah organisasi agama. Konsep simulasi ini

hendak menunjukkan bahwa segala sesuatu bisa menjadi simulasi. Bahkan Tuhan

sendiri bisa menjadi simulakrum.34 Sebagaimana yang telah dijelaskan, konsep

simulasi ini menghilangkan referensi. Maka Tuhan bisa menjadi simulasi bahkan yang

mahakuasa (omnipotence). Dalam kemahakuasaan itulah simulasinya menjadi sangat

luar biasa pengaruhnya. Tuhan tidak digantikan, namun menjadi sebuah simulakrum.

31

Ibid. 32

Ibid. 33

Ibid. 34

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

25

Hal itu sangat mungkin dilakukan oleh lembaga agama. Dengan simulasi (yang maha

kuasa) tersebut, lembaga agama bisa menimbulkan dampak yang besar.

Di sisi lain, ketika membicarakan sesuatu yang lampau atau yang menjadi asal-usul

(di sini ketika Baudrilaard mebicarakan mumi Ramses35) menghadirkan aspek yang

menarik. Rupanya hal yang penting juga untuk membicarakan hal-hal yang masa lalu

atau soal asal-usul. Ada usaha untuk mencitrakan bahwa ada sesuatu yang asli. Alih-

alih menjaga keasliannya, yang muncul juga merupakan simulasinya.

Manakala identitas dibicarakan oleh lembaga agama dalam konteks simulasi maka

di sana akan nampak tidak adanya referensi. Ada hal-hal pula yang muncul sebagai

tanda artifisial. Hal-hal tersbut muncul sebagai respon atas berbubahnya relasi agama

di dalam konteks simulasi.

Di dalam tesis ini teori tentang simulasi ini digunakan untuk melihat tentang

kejawaan yang dibangun oleh sebuah lembaga keagamaan (GKJ). Kejawaan yang kini

sudah demikian larut dibicarakan dengan begitu saja tanpa perlu merujuk pada

kejawaan apapun. Sekalipun tanpa referensi namun ada juga klaim-klaim yang

dibangun untuk membenarkan argumentasi tentang perlunya membangun identitas

kejawaan. Argumentasi inilah yang dilihat dalam logika simulasi sebagai menguatnya

tanda-tanda yang artifisial. Hal-hal artifisial yang menguat dalam ranah-ranah visual.

35

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

26

7. Metode Penelitian

Dalam hal metode penelitian ini hendak memakai dua cara. Pertama dengan studi

literatur,hal ini digunakan untuk melihat sejarah dan konteks GKJ. Sementara metode

yang kedua adalah dengan wawancara. Pihak yang diwawancara dalam tesis ini

adalah generasi tua dan orang muda perihal kejawaan. Orang tua diwawancarai

berkenaan dengan bagaimana kekuatiran tersebut ada di GKJ. Wawancara juga

ditujukan pada orang muda dengan maksud menangkap ekspresi-ekspresi orang

muda dalam menjalankan kejawaanya.

GKJ yang dipilih sebagai yang akan diteliti adalah GKJ Purworejo. Hal ini karena

dilihat sebagai gereja yang representatif untuk penelitian ini. Pemilihan ini didasarkan

pada tercatatnya GKJ Purworejo sebagai salah satu gereja tertua (diresmikan pada

tahun 1900).36 Di gereja ini pula seorang tokoh bernama Kiai Sadrach juga pernah

mengasuh jemaat ini. Sekalipun dalam perkembanganya kemudian lebih banyak

berkiprah di Karangjoso (berada di kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo).

Pengaruh Sadrach sebagai model beragama “Kristen-Jawa” juga coba disusuri lagi di

GKJ Purworejo. Selain dari aspek kesejarahan dan juga pengaruh ketokohan, GKJ

Purworejo juga dipilih karena banyak peristiwa yang terkait dengan sinode dalam

sikapnya terhadap budaya yang terjadi di Purworejo. Misalnya berdirinya Lemkabuja

(Lembaga Kajian Budaya Jawa) Sinode GKJ pada 13 Mei 2006 di Pendopo Kabupaten

Purworejo. Kegiatan yang baru saja dilaksanakan di GKJ Purworejo berkaitan dengan

Lemkabuja adalah “Temu Budayawan 3”, yang diadakan pada tanggal 21-22

36

M Suprihadi Sastrusupono dan Hadi Purnomo, (ed). Gereja-gereja Kristen Jawa; GKJ; Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa. (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen,1988).hal 39.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

27

September 2017. Selain itu GKJ Purworejo juga mengadakan ibadah dengan

memasukkan wayang sebagai sarana khotbah demikian juga dengan kethoprak dan

juga iringan liturgi gamelan remaja.

8. Sistematika Penulisan

A. Bab 1

Pada bagian ini berisi beberapa hal. Pertama ialahlatar belakang masalah, yaitu

merupakan bagian penting yang mendasari tesis ini. Bagian yang kedua ialah

pertanyaan penelitian, sebuah bagian untuk membangun arah bagi tesis ini.

Setelah pertanyaan penelitian bab 1 juga berisi tujuan dan manfaat penelitian.

Selain itu

batasan masalah, juga penting untuk melihat cakupan pekerjaan tesis ini. Pada

bagian berikutnya terdapat sub bab kajian pustaka guna menenmpatkan tesis ini

pada pekerjaan dengan tema serupa. Sub bab kajian teori juga terdapat dalam bab

ini guna melihat teori yang hendak dipakai. Hal yang tidak kalah pentingnya ialah

metode penelitian dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.

B. Bab 2

Bab ini akan berisi konteks sejarah GKJ secara umum. Serta perkembangan

pemikiran mengenai kejawaan dalam konteks sejarah tersebut

C. Bab 3

Menampilkan hasil pengamatan dan wawancara terkait dengan pergulatan

identitas GKJ. Bagaimana cara membangun identitas dan alasan-alasan

dibangunnya identitas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

28

D. Bab 4

Pada bab ini memperlihatkan analisis terhadap pergulatan identitas GKj

E. Bab 5

Bab ini akan berisi kesimpulan dan penutup dari proses yang telah dilakukan di

dalam bab-bab yang sebelumnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

29

Bab 2

Gereja-Kristen-Jawa : Kaitkelindan Identitas

Pengantar

Pada bab ini hendak menunjukkan bagian-bagian dari Gereja Kristen Jawa

yang berkaitan dengan konteks sejarah. Aspek tersebut dipaparkan dalam tesis ini

guna memberi gambaran singkat tentang GKJ serta latar belakangnya secara singkat.

Sekalipun berkaitan dengan aspek kesejarahan, bab ini tidak bermaksud menyajikan

sejarah yang kronikal. Aspek yang ditunjukkan di sini adalah bagaimana GKJ

terbentuk dan pengaruh apa saja yang berdampak pada GKJ. Kekristenan (teologi)

macam apa yang berkembang di GKJ. Di sini wilayah teologi dibahas sejauh melihat

pengaruhnya terhadap kejawaan. Dinamika menjadi “Kristen” dan sekaligus menjadi

“Kristen Jawa” seolah seperti kutub-kutub pada pendulum, sedangkan GKJ adalah

pendulum yang bergerak ke kanan dan kiri. Menjadi gereja Kristen Jawa berarti mesti

mendialogkan antara Kristen yang notabene berasal dari zending37 dan konteks

masyarakat Jawa.

1. Gereja : Sekilas tentang terbentuknya Gereja Kristen Jawa

Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) tidak saja tumbuh dan berkembang di dalam suatu masyarakat yang berlatar belakang sosial tertentu, yaitu masyarakat Jawa; bukan pula hanya tumbuh dan berkembang di dalam konteks sejarah tertentu (kolonial-nasional) atau sejarah gereja tertentu saja (gereja-gereja Belanda atau Jerman, juga tidak hanya dari sejarah badan zending tertentu (zending-zending-zending Belanda ataupun barat), melainkan merupakan “buah” pekerjaan badan zending,

37

“Zending” berasal dari bahasa Belanda yang artinya utusan, secara teologis kata ini mengacu pada Injil Matius 24: 14 tentang penyebaran Injil, yang kemudian dimaknai dengan menyebarkan agama Kristen ke berbagai penjuru dunia terutama dalam hal ini kepada daerah jajahan Belanda. Lih J.D Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1995) hal 1-3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

30

Gereja Barat, kaum awam asing maupun pribumi (asli) Jawa, dan juga “buah” dari pekerjaan Gereja-gereja Jawa sendiri (dengan atau tanpa kerja sama dengan gereja lain).38

Kutipan tersebut di atas hendak menunjukan bahwa terbentuknya GKJ yang kini

berkembang merupakan hasil andil dari berbagai pihak dan dalam situasi yang

beraneka ragam. Setidaknya ada 3 aspek yang berperan dalam proses yang

berlangsung, badan zending (utusan dari gereja Belanda), orang awam (bukan

rohaniwan), dan juga komunitas orang-orang Jawa yang bergama Kristen dalam GKJ.

Menurut S.H Soekotjo ada tiga jalur yang bisa digunakan untuk mengerti kutipan di

atas.39 Pertama yaitu jalur Utara yang berasal dari asuhan Salatiga zending, kedua dari

tradisi “Golongane Wong Kristen Kang Mardika” dengan pengaruh dari Sadrach, dan

yang ketiga ialah dari zending NGZV (Gereformeed). Sebagaimana sudah disinggung di

atas, bahwa sebetulnya keberadaan GKJ cukup berwarna dengan pertemuan antara

GKJTS dan GKJTU. Oleh karena itu jalur yang ditelusuri bukan hanya Selatan, namun

juga Utara.40 GKJ merupakan gabungan dari penyebaran agama Kristen dari wilayah

Jawa Tengah Utara dan Jawa Tengah bagian Selatan.

Pada jalur Utara ada komunitas Kristen yang telah diasuh oleh Salatiga zending,

yaitu sebuah lembaga yang berusaha memelihara komunitas Kristen dengan latar

belakang teologis yang bermacam-macam. Jadi sebenarnya Salatiga zending ini tidak

berdasar pada satu tradisi gereja saja. Sementara itu, penyebar agama Kristen 38

M Suprihadi Sastrusupono dan Hadi Purnomo, (ed). op.cit hal 13. 39

S.H Soekotjo, Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa Jilid 1 : Di bawah bayang-bayang zending 1858-1948, (Yogyakarta : Taman Pustakla Kristen, 2009) hal.117. 40

Perihal mengalirnya tradisi Utara dan Selatan menjadi hal yang penting untuk disoroti juga karena selama

ini yang lebih banyak diceritakan adalah tradisi dari Selatan. Bahkan yang dianggap ulang tahun GKJ adalah sidang sinode pada tahun 1931 yang merupakan sidang sinode Pasamoewan Gereformeerd Jawi Tengah.Ibid hal 393.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

31

(penginjil awam)41 “pribumi” sebenarnya juga ada di jalur Utara, beliau adalah Kiai

Tunggul Wulung. S.H Soekotjo mengatakan bahwa Kiai Tunggul Wulung kurang atau

bahkan tidak dikenal di lingkungan GKJ. Bahkan Soekotjo menggambarkan dengan

ekspresi : “.... sepertinya Kyai ini merupakan makhluk asing dari planet lain yang tidak

ada sangkut pautnya dengan GKJ”42 Padahal Kiai Tunggul Wulung telah menyebarkan

agama Kristen dengan cakupan yang luas, yaitu Jawa Timur (daerah Gunung Kelud),

ke Jawa Tengah daerah (Jepara) dan Jawa Barat. Meski kemudian beliau menetap di

sekitar Gunung Muria di daerah Jepara, namun peran Kiai tunggul Wulung dicatat

cukup besar bagi perkembangan komunitas Kristen di Banyumas dan Bagelen. Tidak

berlebihan disebut demikian karena Kiai Tunggul Wulung adalah salah satu pihak

(selain zending) yang dimintai pertolongan oleh Ny. Phillips ketika pengikutnya di

Purworejo sudah semakin banyak. Salah satu di antara murid yang diutus oleh Kiai

Tunggul Wulung adalah Kiai Sadrach, yang akan dibahas dalam bagian berikutnya.

Pada jalur Selatan, setidaknya ada dua pihak yang penting dibicarakan dalam

terbentuknya GKJ.Pertama adalah peran awam yang menyebarkan agama Kristen.

Selanjutnya setelah banyak anggotanya diserahkan kepada zending dan yang kedua

adalah peran dari Jemaat Sadrach dalam usahanya untuk membentuk Golongane

Wong Kristen kang Mardika. Peran dari awam, terutama di Jawa Tengah Selatan

cukup besar pengaruhnya. Setidaknya ada nama Ny. Van Oostrom Philips dan Ny.

41

Apa yang dimakasud awam di sini adalah tidak memiliki latar belakang pendidikan teologi, atau bukan atas utusan lembaga apapun. 42

S.H Soekotjo, op.cit hal 124.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

32

Christina Petronela yang masing-masing berada di Banyumas dan Purworejo.43

Kedua orang di kedua kota ini dianggap sebagai jalur utama, setidaknya demikian

menurut Soekotjo. Meskipun tidak banyak yang mengulas dengan lengkap tentang

dua tokoh awam di atas44, namun keduanya cukup memiliki banyak peran. Keduanya

hanya diceritakan secara singkat bahwa mereka adalah tokoh yang menyebarkan

agama Kristen dengan menjelaskan Kekristenan sejauh mereka pahami kepada para

pembantu (orang Jawa) di rumahnya. Jika Ny. Oostrom menyebarkan agama Kristen

kepada orang-orang yang membantunya berdagang batik; Ny Christina Petronella

menyebarkan agama Kristen di Purworejo pada para pembantunya. Awal dari

peristiwa inilah kemudian komunitas Kristen yang beranggotakan orang-orang Jawa

mulai semakin banyak anggotanya lalu diserahkan pengelolaannya pada zending.

Dalam komunitas Kristen yang disebarkan oleh kedua wanita tadi, terutama yang di

Purworejo tidak hanya mendapat perhatian dari satu pihak saja. Setidaknya ada

gereja Protestan Purworejo (Gereformeerd) yang meneruskan kiprah NGZV, dan juga

jaringan dari Tunggul Wulung, terutama dari gereja-gereja di Jawa Timur yang berarti

berasal dari zending NZG.

Tokoh lain yang tidak bisa diabaikan keberadaanya selain kedua tokoh wanita

tersebut ialah Sadrach. Sadrach merupakan utusan dari Kiai Tunggul Wulung untuk

membantu Ny Chrsitina Petronella. Ia juga menjadi tokoh yang cukup penting karena

43

ibid, hal 116. 44

Bisa dilihat dalam Woltrerbeek, Babad Zending di Pulau Jawa hal 34-36. Bandingkan dengan Guillot yang berpendapat bahwa kedua tokoh ini tidak bisa dikatakan sebagai tokoh penting dalam penyebaran agama Kristen di Jawa. C.Guillot. .Kiai Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa. terj Grafiti Press.(Jakarta : Grafiti Press,1985)hal 26-28.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

33

keberanianya bersitegang dengan zending. Meski Sadrach sebetulnya tidak lama

berada di kediaman Ny. Christina Petronella. Guillot mencatat setahun setelah

kedatanganya (1870), Sadrach pindah ke Karangjoso.45 Namun bukan berarti

pengaruhnya di Bagelen (Purworejo) hilang, karena setelah kematian Ny Christina, ia

bertanggung Jawab penuh pada orang-orang yang tadinya beribadah di rumah Ny

Christina.

Sadrach adalah seorang tokoh penting di GKJ berkenaan dengan cara beragamanya

yang unik.Guillot mencatat bahwa Sadrach mempertahankan posisinya sebagai orang

Jawa, namun lebih jauh ia berusaha mengristenkan upacara-upacara adat.46 Alasan ini

pulalah yang menjadikanSadrach model bagi GKJ ketika berbicara terkait relasi antara

“Kristen” dan “Kristen-Jawa”.

Selain itu, ada pihak yang tidak bisa diabaikan baik itu dari jalur Utara maupun

jalur Selatan yaitu pihak zending.Pada jalur Utara ada Salatiga Zending, yaitu lembaga

yang didirikan dengan latar belakang dari berbagai macam gereja (interdenominasi

gereja) oleh karena itu ajaran yang disampaikan bukanlah merupakan ajaran gereja

tertentu, namun pietisme sebagai semangat bersama yang menjadi gelombang pada

saat itu. Selain Salatiga Zending, lembaga yang juga berkarya di Jawa Tengah Utara

adalah Het Genootschaap voor In-en Uitwendige Zending yang didirikan di Jakarta.

Kelompok ini juga menganut pietisme dan tidak berasal dari gereja tertentu.

Zending yang berperan di Jawa Tengah Selatan dan terutama berhubungan dengan

wilayah Bagelen (Purworejo) ialah NGZV. Saat itu anggota yang beribadah di rumah

45

ibid hal 28. 46

Ibidhal 199.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

34

Ny Christina Petronella semakin banyak, sedangkan sebagai seorang yang tidak

berjabatan gerejawi (bukan pendeta), Ny Christina Petronella tidak diperkenankan

mengadakan sakramen perjamuan kudus dan baptisan. Oleh karena itu, beliau

meminta pertolongan seorang pendeta yang merupakan utusan zending NGZV.

Pendeta dari NGZV (Pdt Bieger yang diutus ke Bagelen pada tahun 1878) ini pulalah

yang bersitegang dengan Sadrach karena Pdt Bieger merasa lebih berkompeten dan

memaksa semua orang Jawa tunduk padanya.

2. Kristen :Calvinis Pietis

Sebagaimana telah disinggung di atas, GKJ sebagai gereja Kristen menerima

Kekristenannya dari tradisi Belanda. Hal tersebut memberikan konsekuensi tertentu

terkait pemahaman ajaran-ajaran yang diterima oleh GKJ. Salah satu ajaran tersebut

adalah Calvinis. Pembahasan ini tidak akan membahas sejarah Cavinisme secara

umum, namun hanya yang berkaitan dengan GKJ yaitu menyebarnya Calvinisme di

Indonesia.Pembahasan Calvinis-Pietis ini perlu dilakukan di sini karena meski ini

sebuah pikiran teologis, sementara pekerjaan tesis ini bukanlah pekerjaan teologis,

namun pandangan ini menentukan sikap, terutama sikap lembaga GKJ khususnya

terhadap kejawaan.

Datangnya pengaruh Calvinisme di Indonesia bermula dari orang-orang Belanda

yang berdagang di Indonesia dan kemudian membentuk Verenidge Oostindische

Compagnie (VOC) pada tahun 1602.47 VOC bisa menjadi penyebar pengaruh

Calvinisme karena manakala organisasi ini diberikan wewenang sebagaimana

47

Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme ?, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015) hal 30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

35

wewenang negara, mereka juga melakukan sesuai dengan pengakuan iman Belanda

pasal 36 : melindungi gereja dan memajukan agama yang benar, yaitu agama

Gereformeerd.48 Maka VOC bukan semata-mata usaha perdagangan, namun di dalam

usahanya mereka juga mempraktekkan bahkan kemudian menyebarkan Calvinisme

melalui Gereja Gereformeerd. Bahkan dalam prakteknya orang-orang yang sudah

memeluk Agama Kristen dipaksa menjadi anggota Gereformeerd. Tidak hanya sampai

di situ, para misionaris Katolik diusir dengan anggapan bahwa mereka adalah mata-

mata Spanyol dan Portugis.49 Bila melihat keterangan de Jonge tersebut, maka bisa

dilihat dalam pelaksanaan pasal 36 di atas berwarna represif. Hal tersebut diperparah

dengan anggapan gereja Gereformeerd di Indonesia merupakan tiruan dari Gereja di

Belanda. Jika di Belanda masih bisa melawan negara dengan dukungan rakyat; di

Indonesia hal tersebut tidak bisa dilakukan karena pengawasan negara pada agama

sungguh begitu ketat. Ikatan itu semakin diperjelas dengan ikatan pemberi dana dari

pemerintah Belanda melalui gereja di Belanda kepada gereja di Indonesia. Dengan

segala yang terjadi maka sudah jelas segala seluk beluk yang ada di Indonesia dari

pakaian ibadah hingga sistem pemerintahan gereja seluruhnya sama dengan yang

dipakai di Belanda.50

Mengingat hal di atas, maka tidak bisa dipisahkan antara gereja yang ada di

Indonesia dengan dinamika gereja yang ada di Belanda. Sebagaimana Gereja

48

Ibid hal 31. 49

Ibid hal 31. 50

Salah satu yang bisa ditarik benang merahnya ialah Katekismus Heidelberg, yaitu buku ajar yang digunakan untuk proses pendidikan warga gereja yang hendak mengaku dewasa, sebelum GKJ merumuskan Pokok-Pokok Ajaranya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

36

Hervomdsetidaknya sepanjang abad-19 di Belanda diatur oleh negara, maka gereja di

Indonesia juga gereja yang sepenuhnya diatur oleh negara (Belanda).51Ada dua

konsekuensi dari pengaturan negara terhadap agama. Pertama, penyebaran agama

Kristen yang ada di Indonesia tidak dilakukan oleh lembaga namun oleh pribadi-

pribadi.52 Sedangkan yang kedua, apa yang dimaksud Calvinisme tidak bisa serta

merta dianggap “murni” pikiran-pikiran Calvin yang diajarkan, namun merupakan

Calvinisme sejauh dipahami dan dipraktekan oleh pemerintah Belanda di Indonesia.

Selain itu gereja yang di Indonesia juga bukan merupakan gereja yang merdeka,

melainkan senantiasa diawasi oleh Negara dan juga di dalamanya terdapat

penggolongan-penggolongan. Hal itu berlangsung sejalan dengan dibentuknya GPI

(Gereja Protestan Indonesia) pada tahun 1844. GPI bukanlah sebuah nama organisasi

gereja melainkan sebuah perkumpulan dengan pengakuan yang sama53. Tujuan

utamanya bukanlah mencari anggota baru, namun lebih kepada membina yang telah

menjadi anggota, meskipun tidak juga menolak jika ada “pribumi” yang hendak

menjadi anggota. Itu semua kebijakan tentang negara sebagai pengontrol agama tidak

bisa diterima di negeri Belanda.

Setelah gereja dan negara sudah terpisah urusan administrasinya persekutuan-

persekutuan yang ada di gereja Belanda mulai memiliki keinginan untuk

menyebarkan agama ke Indonesia. Keinginan tersebut didorong dengan semakin

51

Christian de Jonge, op.cit hal 34 52

Dalam konteks GKJ hal ini bisa dilihat dengan munculnya nama Ny Van Oostrom-Phillips dan Ny. Christina Petronella Phillips lih S.H Soekotjo,op.cit hal 147- 159 53

Christian de Jonge,op.cit, hal 36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

37

kuatnya arus pietisme.54 Gerakan ini muncul sebagai kritik atas pertikaian sesama

Kristen yang berdebat tentang ajaran. Orang-orang atau yang kemudian berbentuk

komunitas maupun lembaga yang pergi ke daerah lain, hendak menyebarkan agama

Kristen (biasanya dari Eropa) memang disebut kritis pada kebiasaaan-kebiasaanya

sendiri dan menerapkan kesalehan total, namun hal itu tidak berarti mereka bisa

menghargai budaya lokal di mana mereka menyebarkan agama. Mereka menjadikan

dirinya sebagai contoh, yang artinya juga menjadikan budayanya (Eropa) seolah

menjadi lebih tinggi.55 Alih-alih mereka kritis pada budayanya sendiri, para penyebar

agama ini masih berakar pada paternalisme dan memantapkan kolonialisme.

Sebagaimana disebutkan di atas, yang pergi untuk menyebarkan agama Kristen

dengan semangat pietisme bukan hanya perseorangan namun juga lembaga. Soekotjo

mencatat setidaknya ada 7 badan zending yang terlibat penyebaran agama Kristen di

Jawa56. Pertama adalah NZG (Nederlands Zendelinggenootschap), meskipun sempat

juga menyebarkan Injil di Jawa Tengah (Semarang), namun karena ada kendala,

lembaga ini berpindah ke Jawa Timur. Kedua adalah Java Comitee juga menyebarkan

agama di Jawa Timur, terlebih di Madura. NZG dan Java Comitee menjadi bagian dari

terbentuknya Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Ketiga ialah DZV (Doopsggezinde

Zendingsvereneging) yaitu lembaga yang beraliran Mennonite yang menyebarkan

agama Kristen di Jawa Tengah bagian Utara. Lembaga ini menjadi bagian atas

terbentuknya gereja Gereja Kristen Muria di Indonesia (GKMI) dan Gereja Injili di

54

Pietisme adalah sebuah gerakan yang menekankan kesalehan pribadi dan penghayatan secara perseorangan pada keselamatan. Lih ibid hal 38. 55

Ibid hal 39. 56

Ibid hal 106-120.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

38

Tanah Jawa (GITJ). Keempat ialah Salatiga Zending menyebarkan agama Kristen dari

Salatiga Timur sampai Blora. Lembaga ini menjadi bagian atas terbentuknya Gereja

Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU). Kelima adalah NZV (Nederlandsche

Zendingsvereeniging) yang menyebarkan agama di Pasundan dan menjadi bagian dari

terbentuknya gereja GKP. Keenam adalah GIUZ (Het Genootschap voor In-en

Uitwendige Zending) lembaga yang didirikan di Jakarta dan bertujuan memelihara

anggota yang keluar dari gereja. Ketujuh adalah NGZV (Nederladnsche gereformeede

Zendingvereeniging) lembaga ini yang meneruskan penyebaran agama yang dilakukan

oleh GIUZ di Jawa Tengah. Lembaga ini yang banyak bergerak di Jawa Tengah bagian

Selatan dan menjadi bagian atas terbentuknya GKJ. Pada masa yang selanjutnya,

penyebaran yang dilakukan oleh NGZV kemudian mesti diteruskan oleh GKN

(Gereformeede Kerken in Nederland).57 Lembaga-lembaga di atas semuanya memiliki

tradisi Pietisme. Sehingga jelas bahwa calvinisme yang dimaksudkan di sini bukanlah

semata-mata pikiran-pikiran Calvin namun calvinisme yang bersamaan dengan

semangat pietisme.58 Sebagaimana lembaga yang membawa Kekristenan dan menjadi

akar GKJ adalah Calvinis yang sekaligus pietis maka ajaran yang ada di GKJ juga

memiliki akar Calvinis dan pietis. Tidak hanya ajaran, bahkan nama Gereformeed

sempat akan digunakan sebagai nama GKJ, namun karena dirasa gereja di Jawa

Tengah bagian Selatan itu belum pernah “reform” Maka disarankan menggunakan

nama Pasamoewan Kristen Djawi ing Djawi Tengah sisih Kidoel (Gereja Kristen Jawa

57

Gereja ini merupakan pecahan dari gereja Hervormd, yang karena revolusi Perancis membuat Hervormd diatur oleh negara. Maka Gereformeed memisahkan diri dengan tetap menekankan pietisme dan ajaran Calvinis yang ortodoksi, ibid hal 121. 58

Christian de Jonge, op.cit hal 40.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

39

Tengah Selatan). Sekali lagi, kata “gereformeed” menjadi bagian penting dari akar

sejarah GKJ. Kata itu juga yang menyatukan antara pietisme dan calvinisme

sebagaimana dituliskan di atas. Kata ini menimbulkan konsekuensi, salah satunya

ialah sikap terhadap budaya kejawaan.

Sesungguhnya sisi Calvinisme dalam diri orang Kristen Jawa tidak terlalu

dipermasalahkan. Hal ini terlihat dalam sebuah artikel yang menyebutkan tentang

betapa seseorang tidak terganggu, ketika pindah ke Jawa Timur dia berada di gereja

yang tidak menerapkan sistem presbiterial. Contoh yang lain, orang yang pindah ke

Pati, lalu mengikuti gereja yang beraliran Mennonite dan beranggapan bahwa

baptisan anak itu salah, kemudain pindah ke Yogya dan membaptiskan anaknya di

GKJ, dan ketika dia kembali ke Pati gerejanya juga tidak mendisiplinkan.59 Apa yang

disampaikan ini sesungguhnya menampilkan realitas sesungguhnya aliran gereja

tidak terlalu dipermasalahkan. Justru yang paling kuat ialah aspek pietismenya. Guna

memperjelas hal ini, Daldjoeni kembali menegaskan bahwa ada peringatan dari

zending yang diingat oleh pendeta Darmohatmojo pada tahun 1930 (satu tahun

sebelum GKJ berdiri sebagai sinode) bahwa gereja nantinya harus bisa mengatur diri

sebagai gereja dewasa, jangan sampai kemasukan pengaruh nasionalis, ajaran

komunis dan jangan sampai terpengaruh sinkretisme Sadrach.60 Peringatan tersebut

ditindaklanjuti dalam didikan pendeta utusan zending dalam isolasionisme.61 GKJ

dididik untuk murni, tidak terpengaruh dari ajaran sebagaimana telah disebutkan di

59

N. Daldjoeni, Profil Perkembangan GKJ, (Salatiga: Lembaga Studi Pengembangan,1995), hal 5. 60

Ibid, hal 3. 61

Ibid hal 11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

40

atas, yaitu nasionalisme, komunisme dan sinkretisme a la Sadrach. Orang kristen

harus menkhususkan diri sebagai sebuah komunitas yang terpisah dari masyarakat.

Hal ini betul-betul dijalani dengan membuat lapangan pekerjaan berupa juru rawat

dan guru sekolah. Jikalau ada lapangan pekerjaan yang lain bisa dipastikan induknya

pasti dari rumah sakit dan sekolahan Kristen. Pietisme yang kemudian dipraktekkan

dalam paham isolasinisme menjadi hal yang sangat kuat diingat oleh orang Kristen

Jawa. Hal ini bisa dilihat dalam sikap-sikap Gereja Kristen Jawa terhadap budaya Jawa

apapun itu bentuknya.

3. Jawa : Jawa Kristen a la Sadrach

Sebagaimana sudah disinggung di atas, berbicara tentang GKJ tidak bisa

dilepaskan dari Sadrcah. Sadrach adalah sebuah model bagaimana beragama Kristen

tanpa menjiplak begitu saja kekristenan “barat”. Meskipun demikian Sadrach bukan

menjadi rujukan ketika beragama di GKJ, bahkan di GKJ Purworejo. Sebuah jemaat di

mana Sadrach juga turut menjadi bagian di dalamnya.

Bagian ini hendak secara singkat menyoroti siapa Sadrach dan bagaimana

kiprahnya terutama berkaitan dengan GKJ, dan khusunya GKJ Purworejo. Sadrach,

lahir di Jepara pada tahun 1835 dengan nama kecilnya adalah Radin62. Pada masa

mudanya, ia suka mengembara ngelmu dan sebagaimana pemuda masa itu ia juga

suka mencari ilmu kejawen pada Sis Kanoman,namun kemudian ia memasuki dunia

Islam dengan masuk pondok pesantren di Jombang. Ajaran yang paling disukai oleh

62

Akhiran “in” dalam namanya menunjukan bahwa ia adalah seorang yang berasal dari desa. Lih.Soetarman Soedirman Partonadi. Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya.(Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.2001), hal 60.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

41

Sadrach adalah ilmu tassawuf ( ilmu yang bersifat mistik). Ia juga suka mempelajari

ramalan–ramalan Jayabaya terutama tentang datangnya Ratu Adil.

Saat di Jombang jugalah Sadrach melakukan kontak dengan agama Kristen,

namun hal ini belum membuatnya tertarik dengan agama Kristen. Ia kemudian

meneruskan ngelmu ke daerah Ponorogo. Setelah dari Ponorogo kemudian Ia bergaul

dengan para haji di Semarang lalu menambah namanya menjadi Radin Abas. Di sana

jugalah ia bertemu dengan mantan gurunya yaitu Sis Kanoman, yang telah memeluk

agama Kristen pengikut Tunggul Wulung. Radin Abas terkesan pada cara Tunggul

Wulung dalam menjelaskan kekristenan pada Sis Kanoman tersebut.

Setelah proses itulah Radin Abas mulai melakukan kontak dengan pendeta–

pendeta Belanda, namun Ia ternyata lebih cocok menjadi orang Kristen gaya Tunggul

Wulung daripada menjadi orang Kristen gaya Belanda. Pada Tahun 1865 Radin Abas

diajak Kyai Tunggul Wulung ke Batavia. Di Batavia inilah Radin Abas mulai belajar

bahasa Melayu. Saat di kota ini Radin Abas menerima baptis di Gereja Portugis

(sekarang GPIB Sion) oleh Pdt. Ader, dan Radin memilih nama babtis Sadrach63. Pada

pertengahan tahun 1967 Sadrach kembali ke Semarang dengan jalan kaki sambil

menyebarkan agama Kristen. Selanjutnya bersama Sis Kanoman, ia membangun desa

Kristen di Bondo, Jepara. Namun karena ada kekurangcocokan, pada 1869 ia pergi ke

Purworejo untuk membantu Ny. Philips. Ternyata selain dibantu oleh Sadrach dan

pengikut lain, Ny. Philips juga meminta bantuan dari NGZV. Perkumpulan inilah yang

menjadi cikal bakal GKJ Purworejo.

63

Nama ini dipilih bukan karena kebetulan belaka, Sadrach mengidentikkan dirinya dengan bangsa Israel pada Kitab Daniel 4. C. Guillot.Op.cit hal. 63.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

42

Sadrach kemudian muncul sebagai sosok yang besar dan dihargai di mata para

jemaat. Tentu hal ini tidak disukai oleh NGZV, bahkan ada seorang pendeta yang

bernama Pdt. Bieger menganggap Sadrach adalah seorang guru ngelmu yang sesat dan

akan membahayakan kehidupan Kekristenan, maka ia harus disingkirkan. Akan tetapi

Pdt Bieger juga tidak bisa melakukan apapun karena Sadrach menjadi tokoh

masyarakat dan tidak ada yang bisa dijadikan alasan untuk menundukkannya. J.D

Wolterbeek, penulis buku “Babad Zending ing Tanah Djawi”, menuliskan hal menarik

perihal pendapat pendeta Bieger terhadap Sadrach:

“Kyai Sadrach tidak menyadari bahwa ia masih kurang sekali pengetahuanya tentang Kitab Suci dan tidak menyadari pula bahwa agama Kristen yang diajarkanya itu tercampur dengan ngelmu Jawa yang bertentangan dengan Kitab Suci”64

Ketidakmauan Sadrach tunduk karena ketidaktahuan Sadrach akan kemampuannya.

Bahwa Sadrach merasa sudah bisa dan merasa tidak ada yang salah dengan yang

diajarkan, dengan demikian merasa tidak perlu tunduk kepada Pdt Bieger.

Keinginannya untuk mewujudkan “golongane wong Kristen kang Mardika” masih

sedemikian kuat.

Namun bukan berarti Sadrach menjadi anti “barat”.Hal ini dibuktikan dengan

relasinya dengan para penyebar agama Kristen utusan zending yang cukup

baik.Soekotjo mencatat bahwa Sadrach belajar agama Kristen dari orang Barat65.

Sadrach belajar dari Jellesma (seorang utusan NZG) di Mojowarno. Begitu pula saat ia

tiba di Semarang ia belajar dari Hoezoo. Sadrach juga memiliki rekan yang sedemikian

64

J.D Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, terj. Edi Trimodoroempoko (Yogyakarta :Taman Pustaka Kristen,1995) hal 76. 65

S.H Soekotjo. op.cit hal 183.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

43

akrab di Batavia yaitu Mr. Anthing. Bahkan Partonadi mengungkapkan bahwa

semangat pietistik Anthing inilah yang dinilai membekas dan mempengaruhi

Sadrach.66

Tak semua utusan zending memandang Sadrach dengan sebelah mata. Ada

seorang pendeta (Pdt. Wilhlem) yang malah membantu Sadrach, misalnya dalam

menyiapkan buku katekisasi dan melayani sakramen. Namun karena adanya laporan

yang simpang siur, pimpinan NGZV akhirnya mengirim utusan ke Jawa Tengah yaitu

Pdt. Lion Cachet. Akhirnya Pdt. Wilhem dan Pdt. Vermeer disalahkan karena telah

membantu Sadrach yang diputuskan sesat. Oleh karena itu, Sadrach dan pengikut–

pengikutnya harus lepas dari NGZV.

Pada tanggal 31 Mei 1894 NGZV menyerahkan pekerjaan zending di Jawa

Tengah Selatan pada Gereja Gereformeed di negeri Belanda. Hanya sedikit umat yang

memilih tinggal, sedangkan sebagian besar mengikuti jejak Sadrach. Pada tahun 1899

Sadrach menggabungkan diri dengan gereja Kerasulan. Ia kemudian ditahbiskan

sebagai Rasul Jawa pada salah satu Gereja di Batavia. Pada saat itu sekitar 70

kelompok dengan 7000 warga menyatakan bergabung dengan Sadrach. Sementara itu

jemaat Purworejo dengan 37 orang warga dan di jemaat Temon dengan 32 warga

tetap di bawah asuhan NGZV. Jadi komunitas Kristen di Purworejo tetap berada di

bawah zending setelah kepergian Sadrach.

Lalu tanggal 28 Januari 1900 Pdt. L. Adriaanse dalam kebaktian Minggu di

Pastori Plaosan mengumumkan dan menetapkan Jemaat Purworejo sebagai jemaat

66

Soetarman Partonadi.op.cit hal 261.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

44

yang mandiri di bawah asuhan gereja Gereformeed, maka pendetanya juga berasal

dari Belanda. Kemudian pada hari Kamis, 1 Februari 1900 ia mengundang Timotius

Reksadimurti, Yakobus Sapin, dan Hakim untuk membentuk majelis gereja. Majelis

Gereja tersebut diteguhkan dalam kebaktian Minggu pada tanggal 4 Februari 1900

yang juga ditetapkan sebagai hari lahir GKJ Purworejo.

Sadrach dijauhi justru karena memang tidak mau bergantung pada penginjil

utusan zending. Ia berusaha membentuk sebuah komunitas Kristen yang sesuai

dengan konteks jaman saat itu. Oleh karena itu ia berusaha membentuk komunitas

yang mirip dengan sistem paguron atau pesantren. Terutama yang tidak tunduk pada

cara beragama dengan gaya zending, sebuah komunitas Kristen yang merdeka. Hal ini

pulalah yang menjadikan dirinya berselisih paham dengan para utusan terutama dari

NGZV. Para zending, tentu saja mendukung setiap komunitas Kristen dipengaruhi

dengan ideologi Gereformeerd. Sadrach memilih mandiri, baik dari segi ideologi

maupun secara dana. Sebagaimana yang sudah disiggung di atas, yang terkenal dari

gaya Sadrach adalah mengristenkan setiap upacara, baik itu Jawa maupun Islam. Oleh

karena itu ia menggubah kebiasaan-kebiasaan mengucapkan mantra di Jawa dengan

mengucapkan doa-doa yang berupa tembang. Misalnya “Dasa Titah” dalam sekar

kinanthi, “Pengakuan Iman Rasuli” dalam sekar sinom, “Doa Bapa Kami” dalam sekar

pocung, doa sebelum menerima ajaran dalam sekar dhandhangula dan masih banyak

tembang yang lain yang digubah oleh Sadrach.67

67

ibid hal 296-302.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

45

Pada sisi lain, meskipun Sadrach demikian memperhatikan konteks, tetaplah

Sadrach tidak bisa lepas dari ambivalensi. Sadrach tetap tidak mengijinkan pagelaran

wayang kulit.68 Hal ini karena Sadrach juga terpengaruh pietisme yang umum

mengalir dalam Kekristenan kala itu. Pada saat tertentu Sadrach bisa menggabungkan

segala yang ia pelajari dan mengajarkannya dalam kerangka Kekristenan, namun di

sisi lain dia juga menolak bagian dari kesenian dan berpendapat bahwa kesenian

tersebut bagian dari kepercayaan lama yang tidak boleh dilakukan.

Seperti yang dituliskan di atas, setidaknya ada catatan bahwa Sadrach

terpengaruh oleh pietisme Anthing. Meskipun demikian, ia berusaha mencari sendiri

formulasi dari yang ia pelajari. Sadrach masih berusaha untuk beragama tanpa harus

tunduk pada dominasi zending.Apa yang dilakukan Sadrach ini mewarnai sebagian

ingatan yang ada di GKJ, meskipun dalam perkembanganya GKJ lebih banyak diwarnai

oleh warna Gereformeerd69.

4. GKJ berhadapan dengan kejawaan

Gereja Kristen Jawa sebagai sebuah gereja yang terbentuk dalam konteks seperti

yang dijelaskan di atas, punya dinamika yang patut diperhatikan ketika berhadapan

dengan kejawaan. Ini menjadi aspek yang perlu diperhatikan sebelum lebih jauh

masuk ke dalam tesis. Hal tersebut dapat menjadi gambaran apa yang terjadi pada GKJ

dalam perjalanan sejarah.

68

Ibid hal 182. 69

S.H Soekotjo Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa Jilid 2 : Merajut Usaha Kemandirian 1950-1985(Yogyakarta :Taman Pustaka Kristen,2010) hal 29.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

46

Pada sidang yang kedua Gereja Gereformeerd (GKJTS) pada tahun 1932,

utusan dari gereja Purbalingga menanyakan hal yang menarik, yaitu tentang sikap

terhadap orang Kristen yang nanggap wayang. Sidang pada saat itu sulit untuk

memutuskan, hal itu pula yang membuat pertanyaan ini tidak mendapat Jawaban

yang jelas. Hanya dikatakan tidak melarang, namun juga tidak mengizinkan,

keputusan yang digarisbawahi adalah jangan sampai jadi “sandungan” (kendala).70

Sikap terhadap kejawaan di GKJ nampak dalam sikap terhadap setidaknya seni, tradisi

dan bahasa. Sebagaimana dijelaskan di atas, permasalahan gereja adalah bagaimana

sebuah seni ini dipergumulkan oleh orang-orang yang sudah memeluk agama Kristen.

Pertanyaan yang hingga kini didengar peneliti ialah, “Jika melakukan a atau b apakah

boleh?” Orang-orang kejawaan yang memeluk agama Kristen ini seperti berada di

ambang pintu.Dia dengan takut-takut bolak-balik dari Kristen di satu sisi dan Jawa di

sisi yang lain. Dalam takut-takutnya tersebut orang-orang Jawa yang memeluk agama

Kristen (GKJ) ini makin diperparah dengan tudingan sinkretis dari lembaga agama

(orang-orang yang memiliki jabatan di gereja terutama pendeta dari Belanda).

Meminjam istilah dari Sastrokasmojo, umat menjadi blero (sumbang) dalam melihat

kejawaan.71

Lebih lanjut Sastrokasmojo juga menjelaskan bahwa suara blero itu terjadi

karena ada perjunpaan yang baru antara Kristen dan kejawaan. Orang-orang

70

Pradjarta Dirjosanjoto, Sumber-sumber tentang Sejarah Gereja Kristen Jawa 1896-1980, (Salatiga: Pusat Arsip Sinode GKJ,2008) hal 35. 71

Sastrokasmojo menjelaskan dengan gambaran Gendhing (Nyanyian Jawa), relasi antara gereja dengan budaya tidak jarang dinyanyikan dengan blero (tidak pas). Lih Padmono Sastrokasmojo, Gendhing Gerejawi: Perjumpaan Kekristenan dengan agama Islam dan Budaya Jawa (Yogyakarta: Duta Wacana University Press,2017) hal 27.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

47

(pendeta) Belanda yang datang untuk menyebarkan agama Kristen dari Belanda juga

baru bertemu orang-orang Jawa yang hendak memeluk agama Kristen, sementara

orang Jawa baru berjumpa dengan agama Kristen yang dibawa oleh orang-orang

Belanda. Proses perjumpaan itu tidak selalu berjalan mulus sehingga muncul gesekan.

Bahkan persoalanya bukan hanya persoalan teologis namun juga politis karena ada

anggapan orang-orang Jawa yang hendak dibaptis menginginkan posisi yang setara

dengan orang Belanda. Hal tersebut yang membuat kekristenan yang diajarkan kian

menjadi rumit. Soekotjo dengan nada ironi menuliskan : “Perlu diberi acungan jempol

kepada para pendeta-utusan zending yang telah sukses menjadi anti budaya bangsa

sendiri, sekaligus sukses memisahkan gereja Jawa dari budaya bangsanya sendiri.72

Pada awal pertumbuhan gereja GKJTS (sebagai salah satu jalur terbentuknya

GKJ), terutama gereja-gereja yang diasuh oleh Gereja Gerreformeerd Belanda ini

sempat merasa kebingungan perihal sikap terhadap budaya ini. Bahkan setelah sidang

sinode 1 pada tahun 1931, persoalan ini belum juga mendapatkan titik terang. Bahkan

pada sidang sinode ke-V pada tahun 1936, masih terdapat larangan untuk memainkan

gamelan di Gereja. Untuk memainkan gamelan di Gereja perlu dibuat terlebih dahulu

gendhing yang Kristen.73

Persoalan mengenai singgungan terhadap budaya ini baru dibahas lagi pada

tahun 1967. Hal tersebut berisi laporan dari Komisi Studi Kemasyarakatan bahwa

telah mempelajari dua diantaranya adalah upacara pernikahan secara Kejawen dan

72

lih S.H Soekotjo, op.cit hal 393. 73

Ibid hal 393.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

48

juga meninjau kebudayaan.74 Laporan itu berisi tentang penelitian terhadap tata cara

Jawa yang terdidi atas 38 lembar folio di mana halaman 16-34 berisi tentang tinjauan

terhadap tata cara pernikahan Jawa. Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa

pernikahan Jawa berlatar belakang masyrakat agraris, sehingga memang cocok di

pedesaan. Sementara di perkotaan “lambang harapan” belaka dan sudah luntur

artinya.75 Selain itu, dalam laporan tersebut mengatakan bahwa umat Kristen sudah

mulai menggunakan budaya asli untuk memuliakan nama Tuhan.76 Sastrokasmojo

menjelaskan apa yang dituliskan dalam data di atas, dengan menggunakan contoh

kasus dalam upacara midodareni. Rupanya ada orang Kristen yang memodifikasi

midodareni dalam tata cara pernikahan Jawa menjadi bidstonan. Sekalipun untuk

melakukan karawitan ataupun menggelar pertunjukan wayang kulit masih takut

karena dianggap dosa oleh gereja. Bukan hanya wayangan dan karawitan, larangan

juga muncul untuk menyelenggarakan maupun mengikuti kenduri. Apa yang

disarankan oleh gereja begitu memisahkan orang yang memeluk Kristen ini dari

kehidupan keseharianya. Soekotjo melihat hal ini terjadi karena zending menganggap

apa yang disebut sebagai budaya Kristen adalah budaya “Barat”, sehingga apa yang

bukan “Barat” dipandang sebagai bukan Kristen, dan yang bukan Kristen tidak

dibenarkan dipraktekan oleh Jemaat.77 Apa yang dikatakan oleh Soekotjo rasanya

memang tidak berlebihan, karena pertanyaan boleh atau tidak boleh masih

ditanyakan hingga sekarang ini. Ada ketakutan yang sedemikian besar dari warga

74

Pradjarta Dirdjosanjoto, op.cithal 280. 75

Ibid hal 280. 76

Ibid hal 280. 77

S.H Soekotjo, op.cithal 372.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

49

gereja untuk menyentuh hal-hal yang berbau kejawaan. Sementara itu buku yang lain

menyebutkan bahwa sikap Gereja-gereja Kristen Jawa memiliki sikap yang mendua.78

Ada yang pro dan ada yang kontra terhadap kesenian daerah. Bagi mereka yang

kontra, alasanya kurang lebih seperti yang dijelaskan oleh Soekotjo di atas, kesenian

masih memiliki sisa-sisa penghayatan kepercayaan lama. Sementara bagi mereka

yang setuju menganggap kesenian sebagai sebuah kesenian saja sehingga mungkin

digunakan untuk sarana “pekabaran Injil”. Dari sisi yang pro, ada upaya untuk

“mengristenkan” kesenian daerah tersebut. Upaya ini diwujudkan dengan mendirikan

Komisi Komunikasi Massa (Kokomas). Tujuan dibuatnya Kokomas adalah

mengadakan pelatihan dalang Kristen, sinden Kristen dan kethoprak Kristen.

Sebagaimana gereja selalu dalam ketegangan antara Jawa dan Kristen, pro kontra ini

juga masih berlangsung hingga kini.

Sedangkan dari sisi bahasa, bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa resmi GKJ

setidaknya hingga tahun 1962.Akta sidang sinode VIII masih menggunkan bahasa

Jawa79. Bahkan dicatat bahwa khotbah juga menggunakan bahasa Jawa. Sekalipun

bahasa Jawa yang digunakan mengalami pergantian. Pergantian ini terkait dengan

tingkatan-tingkatan dalam bahasa Jawa. Penggunaan bahasa ngoko dengan

berasosiasi dengan posisi pengkhotbah yang dianggap lebih tinggi dari umat, setelah

itu digunakan bahasa krama madya, dengan pengandaian bahwa pengkhotbah setara

dengan umat, lalu setelah itu digunakan bahasa pedhalangan untuk khotbah. Bahasa

78

M Suprihadi Sastrosupono dan Hadi Purnomo, (ed).op.cit hal 142 79

ibid hal 141.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

50

inilah yang menjadi standar dan bahkan dipakai hingga saat ini. Hal tersebut nampak

dalam sebuah kutipan:

“Agaknya bahasa inilah yang paling memenuhi syarat untuk terus dilanjutkan dan dipakai sebagai standar dan syarat mutlak, baik di daerah maupun di pusat, di desa mapun di kota, bagi siapapun yang mau menjadi pendeta di GKJ harus menguasai bahasa tingkat ini, terutama dalam berkhotbah. Tidak hanya di pusat budaya Jawa (Yogyakarta-Surakarta) tetapi juga di wilayah ngapakpun dipakailah bahasa krama madya dengan gaya pedhalangan hingga hari ini.”80

Kutipan di atas menunjukan sebetulnya bahasa yang digunakan dalam khotbah

bukanlah bahasa Jawa yang digunakan untuk keseharian. Bahasa tersebut

mengadopsi gaya pedhalangan. Bahasa yang rumit dengan kesusastraan yang

memang tidak bisa dimengerti oleh sembarang orang. Sementara itu pusat yang

dibayangkan adalah Yogya dan Surakarta. Pada kedua tempat tersebut terdapat

keraton yang dibayangkan sebagai pusat bahasa Jawa.

Akan tetapi bahasa yang demikian ini pula yang menimbulkan kesenjangan

antara generasi muda dan generasi tua. Kesenjangan ini terjadi karena orang tua

beranggapan bahasa Jawa dengan “pusat” di Yogya dan Solo ini sebagai sesuatu yang

tak terbayangkan bisa terganti. Sementara orang muda lebih menguasai bahasa Jawa

sehari-hari atau bahasa Jawa ngoko. Kesenjangan itu pula yang membuat bahasa

Indonesia dipakai dalam peribadatan. Bahasa Indonesia seolah-olah muncul sebagai

solusi untuk meredakan kesenjangan antara generasi muda dan generasi tua.81

80

Ibid hal 142. 81

Ibid hal 142.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

51

Pada sisi lain, menurut penuturan Daldjoeni setelah penggabungan Utara dan

Selatan, huruf “J” dalam GKJ dimaknai dalam artian gereja yang menggunakan bahasa

Jawa dalam khotbah.82 Dalam arti lain, ketika bahasa Indonesia juga dipakai dalam

khotbah, maka J memiliki arti lain yaitu arti kultural.83 Arti kultural yang dimaksud di

sini tetaplah dalam peristiwa liturgis, berada dalam rangkaian ibadah. Misalnya

penyebutan Gusti bagi Yesus dan Allah. Selain itu mempersembahkan “persembahan”

dengan tangan kanan.

5. Catatan

Pergulatan agaknya menjadi kata yang tepat bagi GKJ. Gereja Kristen Jawa, dalam

tegangannya menjadi sebuah gereja yang menerima Kekristenan dari tradisi Barat

dan juga masyarakat Jawa sebagai konteksnya. Warna calvinis-pietis yang dibawa

oleh Gereformeed tidak bisa dinafikan dalam GKJ. Pada sisi lain kehadiran Sadrach

memberikan warna lain yang juga menjadi acuan manakala GKJ berhadapan dengan

kejawaan. GKJ merasa perlu untuk memproduksi identitas kejawaanya, namun di saat

yang sama GKJ juga berusaha mereproduksi kekristenannya.

Pergulatan ini diharapkandapat memberi gambaran bahwa perhatian GKJ

terhadap keJawan, termasuk yang muncul dalam kekuatiran terhadap orang muda

bukanlah merupakan sebuah hal yang terjadi begitu saja. Ada sebuah latar belakang

bahwa warga GKJ begitu dijauhkan dari kebiasaan sehari-harinya. Di sisi lain GKJ juga

bergumul untuk membubuhkan aspek-aspek kejawaan dalam kehidupan

82

Daljoeni,op.cit hal 6. 83

Ibid hal 6.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

52

beragamanya. Maka GKJ berusaha memproduksi keJawan begitu rupa dalam

khasanah seni, bahasa dan tradisi. Hal ini tidak lepas dari masa lalu GKJ.

Proses reproduksi itu tidak berhenti pada masa lalu. Reproduksi kejawaan

dalam kehidupan GKJ masih berlanjut hingga kini. Hal inilah yang akan dilihat lebih

jauh pada bab selanjutnya. Bagaimana reproduksi perihal kejawaan itu berlangsung,

apa yang dianggap penghalang bagi reproduksi itu beserta alasan mengapa

reproduksi itu mesti dilakukan oleh GKJ.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

53

Bab 3

GKJ membangun Identitas Kejawaan

Pengantar

Kristen dan Jawa yang bertemu dalam Gereja Kristen Jawa menghadirkan

pengalaman sejarah yang sedemikian menarik. Dalam perjalanan sejarahnya GKJ

pernah begitu sumbang dalam menanggapi kejawaan. Ada larangan-larangan dan

serangkaian norma yang mengatur sebatas apa orang kristen Jawa boleh menghayati

kejawaanya sebagaimana telah dijelaskan pada bab 2. Namun di sisi lain, ada pula

arus yang berusaha menegaskan kembali kejawaan. Pada bab ini hendak dilihat

bagaimana kejawaan masih dibangun dan dibicarakan hingga saat ini. Oleh karena itu

bab 2 hendak menyajikan data terkait hal tersebut. Diawali dengan disajikannya hasil

pengamatan yang hendak menyoroti bagaimana identitas kejawaan itu dibangun dan

melihat instrumen-instrumen apa yang ada di dalamnya. Sementara hasil wawancara

akan melengkapi proses pengamatan beserta alasan mengapa membangun identitas

itu dilakukan. Selain itu, bab ini juga akan menyajikan tanggapan orang muda

terhadap membangun identitas kejawaan tersebut.

1. Upaya-upaya membangun identitas kejawaan dalam bahasa, seni dan

tradisi

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa dalam

perjumpaan antara Kristen dan Jawa kerap muncul konflik beserta penyebabnya. Oleh

karena itu apa yang hendak disampaikan dalam bab ini seyogyanya dimengerti dalam

konteks tersebut. Selain itu, sub bab ini juga hendak menyuguhkan bagaimana GKJ

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

54

menghadirkan hal-hal yang membuat bangunan identitas kejawaan GKJ menjadi tanda

yang kuat. Hal-hal itu ada dalam kesenian, bahasa, dan tradisi. Tanda itu coba

dibangun dalam relasi antara kekristenan dan kejawaan. Dalam melihat hal ini akan

diawali dengan pengamatan guna memperoleh gambaran, kemudian diperdalam

dengan wawancara terutama dengan terhadap orang muda yang ada di GKJ

Purworejo.

A. Membangun penanda-penanda identitas

Upaya menjalin keterkaitan antara kekristenan dan kejawaan di GKJ Purworejo

nampak pada sidang sinode di GKJ Purworejo pada tahun 1990. Pada momen tersebut

GKJ Purworejo membuat ibadah pembukaan sidang dengan menggunakan gamelan

sebagai pengiringnya, serta kotbah diganti dengan seni drama dan tari (sendratari).

Pada saat itulah kelompok gamelan juga kembali berdiri dan menjadi awal mula

melihat pentingnya identitas kejawaan pada sebuah komunitas Kristen yang memiliki

latar belakang kesukuan.

Hal tersebut semakin menguat manakala penokohan Kyai Sadrach kembali

dipaparkan dalam gereja, yaitu bahwasanya kekristenan mestinya tidak terpisahkan

dengan kejawaan. Ini terbukti dengan menggunakan hari Selasa Kliwon84 sebagai hari

sarasehan, sebagaimana kebiasaan Kyai Sadrach mengumpulkan muridnya. Dalam

sarasehan ini pulalah muncul perbincangan mengenai menguatnya kebutuhan untuk

membangun identitas. Setidaknya bisa dicatat bahwa Lemkabuja (Lembaga Kesenian

Budaya Jawa) yang telah disinggung pula dalam bab sebelumnya menjadi mungkin

84

Berdasarkan wawancara dgn LES, Pendeta di GKJ Purworejo pada tanggal 22 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

55

diresmikan di Purworejo. Arus gerakan kesadaran tentang pentingnya kejawaan di

Purworejo menjadi kian besar. Pertemuan-pertemuan Lemkabuja juga menjadi bagian

penting dalam kebijakan terkait kejawaan di GKJ Purworejo. Meskipun dua institusi

ini berlainan, namun karena orang-orang dari Lemkabuja dan Majelis GKJ Purworejo

ada yang sama oleh karena itu isu-isu di Lemkabuja bisa diangkat dalam kemajelisan.

Hal ini bisa dilihat dalam penggunaan bahasa, seni (kesenian), juga tradisi sebagai

poin penting dalam membangun identitas.

Tiga hal ini kemudian sangat berpengaruh dan membawa perubahan dalam

kegiatan bergereja. Misalnya dalam penggunaan bahasa pada jam ibadah anak dan

remaja di GKJ. Semula ibadah anak dan remaja dilakukan pagi hari menggunakan

pengantar bahasa Indonesia, diubah pelaksanaannya menjadi sore hari dengan

menggunakan pengantar bahasa Jawa dengan harapan anak dan remaja bisa

mempelajari bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan dalam ibadah pun bukan

bahasa Jawa keseharian, namun bahasa Jawa krama madya pedalangan yang dianggap

sebagai hal yang penting. Selain hal bahasa, dalam penggunaan kesenian di gereja pun

juga mengalami perubahan. Awal mula tercipta kelompok karawitan pada tahun

1990, kemudian pada tahun 2014 semakin berkembang dengan mulai ditemani oleh

grup remaja dan pada tahun 2018 bertambah pula grup anak-anak. Di samping itu,

muncul grup kesenian yang lain yaitu keroncong remaja. Kelompok-kelompok ini

semakin didorong oleh gereja terkait pentingya anggapan bahwa orang muda mesti

menguasai kesenian tradisional sebagai wujud keanggotaan identitas kejawaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

56

Berikutnya ialah tradisi, atau upacara adat yang ditarik menjadi bagian dari ibadah

gereja. Ada perubahan yang terjadi pada praktik perayaan unduh-unduh sebagai

tradisi yang coba dibangun oleh gereja (akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian

selanjutnya).

Pada poin tradisi ini, tampak bahwa segala sesuatu dibangun dengan dikaitkan

pada berbagai hal yang dianggap Jawa.Pada ranah bahasa, sebagaimana sudah

disinggung di atas, yang menjadi pergumulan sebenarnya adalah penggunaan bahasa

Jawa sebagai bahasa pengantar ibadah. Setidaknya, bila ada persoalan yang

menyinggung tentang anak muda dalam kaitanya dengan bahasa Jawa maka bahasa

yang dimaksud adalah bahasa pengantar ibadah. GKJ Purworejo menggunakan dua

bahasa pengantar ibadah, yang pertama ialah bahasa Indonesia, yang kedua adalah

bahasa Jawa. Bahasa Indonesia digunakan satu kali yaitu pada pukul 07.00 WIB.

Sedangkan bahasa Jawa digunakan dua kali, yaitu pada ibadah pukul 09.00 WIB dan

pada pukul 16.00 WIB. Dalam pengamatan tampak bahwa ibadah pada pukul 07.00

dengan bahasa pengantar ibadah bahasa Indonesia lebih ramai dan sebagian besar

orang muda mendatangi ibadah tersebut. Sedangkan orang-orang yang beribadah

siang dan sore dengan menggunakan bahasa pengantar ibadah bahasa Jawa lebih

sedikit dan mayoritas adalah orang-orang tua.

Kemudian ada perubahan sejak 2016, dikarenakan putusan majelis mengubah

jadwal ibadah anak dan remaja. Ibadah anak dibuat menjadi satu dengan ibadah jam

09.00 WIB. Sedangkan ibadah remaja disatukan dengan ibadah pada pukul 16.00 WIB.

Perubahan yang dilakukan ini semakin mempertegas bahwa bahasa Jawa menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

57

aspek yang demikian penting, bahkan orang muda diberi jatah beribadah dengan

bahasa pengantar bahasa Jawa.

Rupanya di GKJ persoalan bahasa menjadi hal yang paling kentara. Sayangnya di

kemudian hari ada kecenderungan bahwa yang dimaksudkan budaya adalah bahasa

saja. Persoalan ini menjadi hal yang menarik, sebab bila berbicara tentang sejarah

(sebagaimana telah disinggung dalam bab 2), persoalan bahasa selalu saja menempati

tempat yang begitu penting. Bahkan bahasa sudah menjadi tolak ukur apakah

seseorang itu mengerti tentang kejawaan atau tidak. Bila ada orang muda yang tidak

bisa bahasa Jawa dengan baik dan benar (misalnya mestinya menggunakan basa Jawa

krama) maka orang itu akan ditegur. Teguran itu tidak jarang disampaikan langsung

di depan umum. Peristiwa ini yang dipandang oleh narasumber sebagai kendala

berkembangnya budaya karena anak muda yang trauma akan menjadi enggan untuk

mendekatkan diri dan belajar pada seni tradisi dan bahasa.

Kekuatiran generasi tua ini semakin dipersempit pada ranah bahasa, khususnya

pada bahasa Jawa dan dipersempit lagi pada bahasa Jawa krama. Dalam bab 2 bahasa

yang dipakai ini disebut sebagai krama madya gaya pedhalangan (bahasa krama

madya dengan gaya yang dipakai oleh dalang wayang kulit). Gaya bahasa yang

digunakan dalam pementasan wayang kulit bukanlah bahasa Jawa yang digunakan

dalam perbincangan sehari-hari. Bahasa yang tidak digunakan sebagai bahasa

pergaulan sehari-hari dipakai sebagai bahasa pengantar ibadah dan bahkan menjadi

standar tanda bagi generasi tua. Absennya orang muda dalam ibadah yang

menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa tentu saja dianggap bermasalah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

58

Pada ranah kesenian GKJ Purworejo mengalami dinamika pula.Misalnya

penggunaan gamelan dalam gereja. Sebelum tahun 1990 tidak lazim gamelan

digunakan untuk mengiringi peribadatan di gereja. Demikian pula di GKJ Purworejo,

iringan ibadah Minggu menggunakan Gamelan pertama-tama sulit diterima. Tercatat

pertama kali gamelan dipakai dalam ibadah pada tahun 1990 pada saat sidang sinode

di Purworejo, bersamaan dengan itu muncul sebuah kelompok karawitan bernama

“Widodo Laras”. Latihan kelompok ini biasanya bekerja sama dengan kelompok

karawitan dari sekolah Pembangunan Negara 2 (kelompok Gulambang) karena belum

memiliki gamelan sendiri. Beberapa pemainnyapun berasal dari kelompok

Gulambang. Kelompok ini dalam perjalananya bertugas untuk mengiringi ibadah, baik

ibadah menggunakan wayang, ketoprak maupun iringan untuk nyanyian umat.

Namun saat ini GKJ Purworejo memiliki beberapa tim gamelan, diantaranya

adalah tim gamelan remaja dan tahun ini memiliki dua tim gamelan anak-anak. Tentu

hal ini patut dicermati, yang tadinya berkeberatan dengan adanya iringan gamelan di

dalam gereja namun kini malah memiliki beberapa tim gamelan diantaranya anak-

anak dan remaja. Hal lain yang berkaitan dengan memunculkan identitas kejawaan

yaitu pada format-format khotbah yang tadinya dengan gaya ceramah sejak tahun

2000 bisa diganti dengan adanya wayang kulit ataupun ketoprak sebagai pengganti

khotbah. Padahal dalam perjalanannya sempat ada larangan bagi orang Kristen untuk

menonton wayang, namun kini wayang sudah diterima di dalam liturgi menjadi

bagian dalam peribadatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

59

Tegangan untuk menjadi Kristen dan menjadi Jawa rupanya muncul dan berganti-

ganti setiap waktunya. Bila gamelan dan wayang kini tidak menjadi persoalan, lain

lagi dengan tari jaranan. Rupanya tidak semua tari bisa ditarikan dalam ibadah, tari

jaranan misalnya. Jangankan di dalam ibadah, di dalam komplek gereja saja ada warga

yang protes kepada majelis. Anggapan bahwa orang yang menarikan jaran kepang bisa

mendem dan kerasukan setan cukup mengganggu warga jemaat. Bagaimana mungkin

seseorang bisa kerasukan, sedangkan ia berada di komplek gereja? Pertanyaan lain

apakah bedanya warga yang beragama Kristen dengan orang yang beragama lain jika

masih mempercayai kekuatan selain kekuatan Tuhan? Ketegangan-ketegangan

tersebut terus menggelayut dan menjadi pergumulan GKJ.

Ketegangan itu muncul makin jelas dalam sebuah upacara yang disebut unduh-

unduh. Unduh-unduh biasanya dirayakan bersamaan dengan hari raya Pentakosta

(terutama dalam kebiasaan GKJ) dan biasa diperingati sebagai hari raya panen. Pada

perayaan tersebut jemaat membawa barang untuk diserahkan (dipersembahkan)

kepada gereja dan nantinya akan dilelang. Sebagaimana sistem lelang, hasil panen

(bisa berupa buah maupun sayuran dan juga hewan ternak) dibuka dengan harga

tertentu, kemudian warga gereja akan berlomba-lomba menaikan harga hingga

tercapai harga tertinggi. Hasil lelangan tadi juga diberikan pada gereja. Ibadah

dilakukan dalam gereja demikian juga dengan lelanganya dan diikuti oleh warga

gereja.

Sejak tahun 2012 Gereja Kristen Jawa Purworejo mengadakan ibadah unduh-

unduh dengan cara yang berbeda. Perbedaan yang pertama adalah dari waktu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

60

pelaksanaan. Tadinya diadakan bertepatan dengan ibadah Pentakosta, sementara

unduh-unduh di GKJ Purworejo dilaksanakan pada bulan Agustus mendekati momen

perayaan hari kemerdekaan. Arak-arakan ini selain diadakan di bulan Agustus, bentuk

yang dipakai juga sangat mirip dengan karnaval yang rutin diadakan di Kabupaten

Purworejo. Arak-arakan ini mengubah cara unduh-unduh dirayakan. Jika tadinya

hanya diadakan di gereja, kini diarak dari sebuah sekolah di dekat alun-alun menuju

ke gereja. Arak-arakan ini juga melibatkan pertunjukan, misalnya kesenian Rampag

Buta, Jaran Kepang, Drumband. Kesenian ini nantinya akan tampil satu-satu di depan

gereja secara bergantian. Selain itu warga gereja yang ikut dalam perarakan ini

menggunakan pakaian surjan, ibu-ibu memakai kebaya, ada juga yang berpakaian

seperti petani.

Perbedaan lainnya ialah menggantikan sistem lelang dengan menjual hasil panen

(dengan lebih murah dari harga pasar) kepada masyarakat umum di sekitar gereja.

Sebenarnya bukan merupakan rahasia bila unduh-unduh diidentikan dengan

pencarian dana. Hal ini terlihat dengan dipakainya sistem lelang, misalnya satu butir

kelapa yang biasa dijual lima ribu rupiah bisa terjual dengan harga berkali lipat.

Memang dengan sistem ini, uang yang masuk ke gereja menjadi banyak. Selain itu,

sistem lelang ini akan memberi kebanggaan tersendiri bagi yang mengikutinya. Akan

tetapi dalam perjalananya, GKJ Purworejo mendapati masalah akibat sistem lelang ini.

Tidak semua orang dapat mengikuti dan merayakan unduh-unduh terutama mereka

yang tidak mampu secara ekonomi. Oleh karena itu kemudian sistem lelang ini

digantikan dengan sistem lain. Sistem yang membuat semua orang tetap bisa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

61

mengikuti, yaitu dengan menjualnya kepada warga umum (bukan warga gereja saja)

dengan harga sama atau bahkan lebih murah dibandingkan harga pasar.

Berpijak dari realitas di atas, ditemukan hal-hal yang bisa diangkat kemudian

dimaknai untuk melihat unduh-unduh tidak sebatas gereja yang nguri-uri budaya

Jawa. GKJ Purworejo dalam unduh-unduh ini hendak menampilkan gereja yang

sedemikian rupa nJawani. Hal ini tentu menjadi menarik untuk diperhatikan, mulai

dari pengunaan kesenian yang dihadirkan untuk membangun suasana lokal Jawa,

pakaian-pakaiaan yang dianggap merepresentasikan petani hingga persembahan yang

dibeli dan dibentuk seperti gunungan semakin menampakkan kesan nJawani yang

hendak ditimbulkan.

Selain itu, yang patut untuk diperhatikan adalah penggunaan arak-arakan. Bila

dulu ibadah hanya dilakukan di dalam gedung gereja, namun dengan arak-arakan

ibadah dilakukan di luar gedung gereja dan melibatkan orang lain (yang bukan

anggota gereja), meskipun keterlibatanya hanya menjadi penonton. Bentuk arak-

arakannya pun sangat mirip dengan pawai yang diadakan oleh Kabupaten Purworejo

setiap bulan Agustus.

Arak-arakan dalam upacara unduh-unduh ini membuat kedatangan warga gereja

menjadi lebih ramai daripada ibadah-ibadah biasa. Bahkan bukan hanya anggota GKJ

Purworejo saja yang datang ke dalam upacara unduh-unduh, namun juga dari gereja

lain. Unduh-unduh juga dilakukan rutin setahun sekali, dengan pola yang kurang lebih

sama, menggunakan arak-arakan yang disertai nuansa budaya lokal kejawaan. Selama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

62

mengikuti upacara ini, selalu ada orang dari luar daerah Purworejo yang juga ikut

untuk melihat.

Cukup unik bahwasanya unduh-undhuh diambil alih sebagai salah satu tradisi yang

dirayakan. Hari raya panen yang dirayakan oleh orang-orang yang sebagian besar

bukan petani. Bahkan menurut survei yang dilakukan oleh GKJ Purworejo pada tahun

2009 profesi petani merupakan bagian dari 13% dari profesi lain-lain.85 Sementara itu

pada prakteknya, pada hari raya panen tidak sedikit pula yang membeli sayur , buah

dan atau barang apa saja yang diperlukan dan bisa “dipersembahkan”, baru kemudian

dibawa ke gereja.

Bila dilihat di atas ada beberapa hal yang bisa digarisbawahi dalam sub bab ini.

Pertama perihal Kyai Sadrach. Ia digunakan sebagai tanda bahwa GKJ mestinya bisa

mengolah Jawa dan Kristen. Untuk itu titik berat yang diceritakan adalah kisah hidup

Sadrach yang berupaya melakukan penyeimbangan itu. Penokohan Sadrach menjadi

penting untuk memberikan gambaran bahwa sesungguhnya GKJ Purworejo sebagai

gereja yang pernah menjadi bagian dari jemaat Sadrach pernah juga melakukan

pengolahan terhadap Kristen dan Jawa. Maka hal itu menimbulkan kesan bagi GKJ

Purworejo untuk menjadi Jawa sekaligus Kristen adalah keniscayaan.

Perhatian berikutnya bisa dilihat dalam ranah bahasa, kesenian dan tradisi. Baik

itu bahasa, kesenian, maupun tradisi yang menjadi perhatian GKJ merupakan hal-hal

yang bisa dengan mudah “dimasukkan” dalam ibadah di GKJ. Sebagaimana yang telah

disinggung pula di atas, ranah-ranah inilah yang rupanya diambil oleh GKJ sebagai

85

Lihat Lampiran 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

63

upaya tetap menjadi Kristen sekaligus menjadi Jawa. Di mana hal ini sebelumnya

dipandang sebagai sesuatu yang sulit dibayangkan untuk dilakukan.

Dari segi bahasa muncul kesan bahwa penting untuk memperdengarkan bahasa

Jawa dalam ibadah bagi anak dan remaja, sebab ketidakhadiran orang muda dalam

ibadah berbahasa Jawa cukup menjadi indikator keprihatinan. Maka ada upaya

penyejajaran antara bahasa Jawa yang dilakukan dalam khotbah dengan bahasa

sehari-hari dalam pemindahan jam ibadah bagi anak dan remaja. Rupanya sebagai

upaya untuk membangun Jawa agaknya mendapat tekanan yang penting, sekalipun

ada perbedaan antara bahasa yang diapakai dalam ibadah dan bahasa perbincangan

sehari-hari.

Dari segi kesenian dan tradisi yang sering dipertemukan dalam ibadah, GKJ

Purworejo juga acapkali menempatkan gamelan sebagai iringan dan juga kethoprak

dan wayang sebagai hal-hal yang mewakili Jawa dan ditempatkan sebagai khotbah.

Sementara khotbah sendiri merupakan sesuatu yang sangat penting terutama bagi

tradisi gereja Protestan. GKJ agaknya juga mau menunjukkan bahwa aspek-aspek

yang mewakili Jawa tadi tidak bertentangan dengan kekristenan. Hal ini semakin jauh

juga dibuktikan dengan adanya kesenian-kesenian tradisional yang bahkan ada

momen kesurupan sebagai bagian dari pertunjukan dipentaskan dalam rangkaian

ibadah unduh-unduh. Membenturkan batas antara identitas Jawa serta kekristenan

menjadi langkah untuk menegaskan bahwa Kristen dan Jawa itu bisa dinegosiasikan.

Bahkan langkah ini seperti hendak menegasi sejarah bahwa kekristenan pernah

begitu berjarak dengan kejawaan. Sebagaimana sudah dijelaskan dalam bab 2 bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

64

Hal lain yang menarik dalam peristiwa unduh-unduh bahwa pernak-pernik yang

dimaksudkan untuk berperan sebagai petani dan juga mencitrakan diri sebagai Jawa.

Petani beserta tanaman yang dibawanya berarti merupakan imajinasi yang muncul

dalam benak warga ketika membayangkan tentang Jawa.

B. Orang Muda dalam Penanda Identitas

Sebagaimana sudah disinggung di atas, persoalan bahasa Jawa merupakan salah

satu hal yang dibangun menjadi salah satu penanda oleh GKJ, terutama ditujukan

untuk “orang muda”. Pada bagian ini dipaparkan hasil wawancara terhadap

narasumber yang dituliskan dalam inisial-inisial. Inisial-inisial ini adalah nama-nama

narasumber. Keseluruhan narasumber merupakan warga GKJ Purworejo dalam

jenjang SMA dan aktif dalam kegitan berkesenian di GKJ Purworejo. Bagian pertama

dalam sub bab ini disajikan tanggapan orang muda terhadap bahasa Jawa, bagaimana

mereka menggunakan bahasa Jawa sehari-hari, juga bahasa yang dipakai dalam

peribadatan berbahasa Jawa. Hal tersebut nampak dalam petikan wawancara dengan

salah satu narasumber :

Dulu ketika di desa aku itu bahasa Jawanya bagus, tapi ketika aku ada di kota, karena lingkunganya nggak berbahasa ibu, terus lama-lama aku juga lupa. Di situ juga ada rasa sedihnya, karena jadi malu. Soalnya itu berhubungan ketika aku berkecimpung di dunia seni itu di sana orang-orangnya dewasa-dewasa, dan di sana itu orang Jawa di mana aku harus sopan sama mereka di mana aku harus bicara sama mereka jadinya aku malu. Tapi di situ kan lama-lama aku belajar bahasanya gini-gini, terus sopan santunya gini-gini. Selama ini sih masih belajar, selama ini masih pakai bahasa Indonesia kalau ngomong. Selama ini juga pernah ditegur sih, tapi kalau jaga amannya sih pakai bahasa Indonesia. Bahasa Jawa itu dulu gak penting karena bergaulnya dengan teman-teman sebaya tapi kan semakin gede tambahan pergaulanya kan kita semakin mengenal orang-orang dewasa. Lalu orang Jawa itu mesti dikenal tata santunnya nah tata santunnya kalau ngomong sama orang yang lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

65

tua ya pakai bahasa Jawa yang krama yang baik dan benar. Akhirnya bergaul sama orang yang lebih besar.(P)86

Dari petikan wawancara di atas, narasumber merasa bahwa lingkunganlah yang

membentuknya. Setidaknya ia membedakan antara dua lingkungan, yaitu yang ia

sebut desa dan kota. Apa yang dinamai kota dan desa rupanya merupakan faktor

dalam penggunaan bahasa atau dalam hal ini membangun identitas melalui bahasa.

Bahasa Jawa yang bertingkat menimbulkan kekikukkan karena di sana terdapat

aturan-aturan bagaimana mestinya berbicara dengan orang lain. Pada contoh di atas

yaitu bagaimana berbicara dengan orang yang lebih tua. Oleh karena itu narasumber

memilih untuk berbicara dengan bahasa Indonesia untuk menghindari kekikukkan

tersebut. Kekikukkan tersebut terjadi karena sebetulnya bahasa tersebut jarang

digunakan sebagaimana tergambar dalam petikan wawancara:

Dari teman-teman sebaya saya sebenarnya ada banyak yang tidak bisa bahasa Jawa. Akibatnya semisal sama orang tua ditanyain kromo terus jawabnya bahasa Indonesia dengernya kan kurang enak. Kalau ngomong sama orang tua kan sebaiknya ya pakai kromo. (I)87

Bagi narasumber persoalan bahasa ini menimbulkan sikap yang kikuk dan

kebingungan. Hal tersebut rupanya juga merupakan sesuatu yang lazim bagi generasi

mereka. Akan tetapi baginya yang ideal tetaplah menggunakan basa krama. Hal ini

muncul dalam petikan wawancara dengan narasumber yang lain:

Aku tuh masih mikir dan nggak bisa bedain mana krama mana ngoko, asal ngomong aja. Yuk kalau pelajaran bahasa Jawa tuh susah banget. Tapi sebenernya aku pengin belajar karena aku kan kalau ngomong sama orang tua yang hidup di Jawa, kalau sama orang tua kan sebaiknya basa. Kalau basa (krama) kan biar sopan. Dan itu sangat mengganggu

86

Wawancara dengan P pada tanggal 21 Januari 2018. 87

Wawancara dengan I, pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

66

kalau papasan sama orang itu bingung pake bahasa Indonesia apa bahasa Jawa akhirnya cuman senyum aja. (AM)88

Tidak peduli bagaimana mereka berada dalam kikuknya bahasa. Hal yang lagi-lagi

perlu mendapat perhatian adalah kemauan untuk belajar. Seperti yang sudah

diungkapkan sebenarnya realitas bahwa orang muda kesulitan menggunakan bahasa

krama adalah sesuatu yang lazim namun masih ada upaya untuk belajar. Maka

sesungguhnya orang muda sendiri mengonsumsi pemahaman bahwa mereka harus

bisa seideal mungkin dalam berbahasa.

Selain pengalaman orang muda berbahasa Jawa dalam kesehariannya, peneliti

menanyakan juga bagaimana pengalaman mereka membaca Alkitab berbahasa Jawa.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, ibadah untuk mereka yang menginjak usia SMP

dan SMA yang tadinya diletakkan dalam ibadah bahasa Indonesia diubah dalam

ibadah yang berbahasa Jawa. Maka pengalaman membaca Alkitab bahasa Jawa

merupakan hal yang menarik untuk ditanyakan:

Selama ini kalau membaca Alkitab bahasa Jawa ya masih kesulitan karena ada kata-kata yang asing. Mungkin bahasa Jawanya di Alkitab gak perlu diterjemahkan ulang, kitanya aja yang perlu mempelajari. Soalnya kita perlu belajar aja. Supaya bisa tahu. Kan jadi tahu ternyata bahasa Jawa ternyata ini. Dan menurut saya khotbah bahasa Jawa itu penting untuk mengenalkan sama anak muda tentang budaya Jawa ini. (I)89

Hal serupa yang dikatakan narasumber di atas bisa dilihat keinginan untuk

mempelajari bagaimana bahasa Jawa, sekalipun nampak ada kendala-kendala.

Kesulitan ini juga dialami oleh seluruh narasumber. Pengalamannya ada berbagai

88

Wawancara dengan AM, pada tanggal 21 Januari 2018. 89

Wawancara dengan I pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

67

macam, sebagaimana yang sudah dituliskan di atas, di antaranya karena kosa katanya

asing bagi mereka. Orang muda tidak pernah memakai kata itu di dalam

kesehariannya. Sementara narasumber yang lain mengatakan : “Kalau baca kitab suci

bahasa Jawa ya tau artinya tapi gak bisa mengungkapkanya”(Wi).90 Sementara

narasumber (Wu)91 mengatakan bahwa kalau membaca kitab suci itu kesan yang

ditimbulkan itu lelet; membacanya harus dengan intonasi yang berat dan lambat.

Lebih lanjut peneliti menanyakan bagaimana tanggapan terhadap bahasa Jawa ini, ada

dari mereka yang berpendapat bahwa yang ada di Alkitab tidak perlu diganti. Tapi

pendapat yang lain mengatakan perlu diganti : “Harus ada terjemahan Alkitab baru,

karena aku nggak mudheng sementara teman sendiri juga nggak ngerti. (P)”.

Perbedaan yang muncul hanya ada pada sikap antara perlunya terjemahan baru dan

tidak. Sementara esensinya adalah mempelajari bahasa Jawa.

Pada sisi lain ditanyakan pula bagaimana pengalaman orang muda dalam

bernyanyi dengan lagu-lagu berbahasa Jawa. Bagi narasumber lagu-lagu yang

dinyanyikan manakala ibadah berbahasa Jawa sebetulnya asyik, tapi kesannya lelet.

Lagu-lagu itu bagi narasumber terasa tidak semnagat karena lambat dan mendayu-

dayu, mestinya penggarapan lagu ini melibatkan orang muda sehingga lagunya tidak

lelet. Hal yang serupa juga muncul dari (I)92 “ Kalau lagu-lagunya asik soalnya nambah

kosa kata. Tapi kadang bingung sama maknanya. Kadang merasa kurang semangat”.

Hal ini pulalah yang membuat I bertekad untuk membuat lagu-lagu ibadah bahasa

90

Wawancara dengan Wi pada tanggal 21 Januari 2018. 91

Wawancara dengan Wu pada tanggal 21 Januari 2018. 92

Wawancara dengan I pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

68

Jawa yang semangat “Kepikiran juga buat lagu yang baru yang lebih semangat, buat

lagu rohani anak muda yang bahasa Jawa.(I)93” Adanya keinginan untuk membuat

lagu beserta apa yang sudah dipaparkan sebelumnya merupakan bukti bahwa

memang dalam hal ini para narasumber masih tertarik terhadap kejawaan dan

membangun identitas menggunakan penanda-penanda tersebut. Bahkan sebagai

orang muda ia bahkan juga merasa perlu untuk dikenalkan. Ada upaya untuk meraih

kejawaan dengan belajar bahasa Jawa.

Hal yang tidak kalah pentingnya, ialah pengalaman orang muda mendengarkan

khotbah dalam bahasa Jawa. Hal ini penting karena sebagaimana telah dijelaskan di

atas, tujuan jam ibadah orang muda diletakkan dalam ibadah berbahasa Jawa supaya

orang muda terbiasa dengan itu. Mendengarkan khotbah bahasa Jawa rupanya juga

menghadirkan pengalaman yang kurang lebih mirip dengan pengalaman membaca

Kitab suci berbahasa Jawa:

Kalau di gereja ibadah bahasa Jawa sih sedikit-sedikit paham. Ada kata-kata tertentu yang tidak paham. Tapi ibadah bahasa Jawa itu harus tetap ada supaya aku belajar bahasa Jawa. Kalau nggak tahu ya tanya teman sebelah, kalau teman sebelah nggak tahu, ya udah nggak ngerti. Di ibadah basa Jawa itu biar ngerti ya sebaiknya ada bahasa Indonesianya. Tapi kalau ibadah ya lebih baik pakai bahasa ngoko kan biar terlihat Jawanya ya pakai ngoko. (AM)94

Pengalaman narasumber dalam mendengarkan khotbah bahasa Jawa rupanya juga

mengalami kesulitan. Ia juga mengharapkan ibadah bahasa Jawa ini tetap ada supaya

ia tetap bisa belajar. Selain itu hal yang perlu diperhatikan terkait anggapanya bahwa

ibadah berbahasa Jawa terutama yang melibatkan orang muda mestinya

93

Ibid. 94

Wawancara dengan AM pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

69

menggunakan bahasa ngoko. Bahasa ngoko lebih baik digunakan sebagai bahasa

pengantar supaya “rasa” Jawanya tetap bisa dirasakan dan di sisi lain orang muda

tetap bisa mengerti. Dalam hal ini ngoko lebih mewakili kejawaan baginya.

Pengalaman yang senada juga dapat dicermati dalam petikan wawancara:

Ibadah basa Jawa aku ngerti sedikit-sedikit. Kalau mendengar itu ngerti tapi nggak bisa menjawab. Bahasa Jawanya itu ada ada kata-kata yang tidak umum diperbincangkan masyarakat. Kalau pendeta ngobrol biasa masih mudheng tapi kalau lagu dan nyanyi kadang bingung. Menurutku sebaiknya ya kalau baca ayat pakai bahasa Jawa terus ditranslatekan ke bahasa Indonesia. Tapi kan nggak semua pendeta kayak gitu, biasanya kan ya lempeng-lempeng aja kalau bahasa Jawa ya semua bahasa Jawa. Ada pendeta juga yang menjelaskan pake bahasa Indonesia juga. Kalau khotbah sih sebaiknya ya dicampur bahasa Indonesia, karena nggak enak kalau pakai ngoko. Tapi ibadah bahasa Jawa tetap penting, karena awalnya kan yang pemuda ibadahanya tidak ditaruh di bahasa Jawa kan nah pertama kali kita ikut tuh oh “Puji mring Allah Pangeran” tuh “Sungguh Kerajaan Allah” atau ohh ohh... kan lama-lama bisa belajar dan menafsirkan sendiri. Saya mau belajar itu ya soal identitas, kan gimana,masak ibadah pakai bahasa sendiri masak bingung. (P)95

Pengalaman narasumber dalam mendengarkan khotbah dalam bahasa Jawa tidak

jauh seperti membaca Kitab Suci. Ada bagian-bagian yang bisa dimengerti namun ada

juga yang tidak. Hal itu dirasakan karena bahasanya bukan merupakan bahasa Jawa

yang digunakan sehari-hari. Dengan pengalaman yang demikian narasumber

berharap khotbah mestinya dicampur bahasa Indonesia karena menurutnya tidak

baik kalau khotbah dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Alasan

yang serupa disampaikan (Wi) juga terlihat dalam petikan wawancara :

Kalau khotbah di gereja itu ada yang tau ada yang nggak. Nah kalau firman kan bukan bahasa Jawa sehari-hari. Kalau di gereja khotbah itu kan bahasa Jawa nah langsung dicampur bahasa Indonesia. Lebih baik dicampur bahasa Indonesia daripada ngoko karena biar lebih sopan.

95

Wawancara dengan P pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

70

Kalau ngoko kan ada yang kasar juga, jadi lebih sopan pakai bahasa Indonesia. (Wi)

Pencampuran yang dilakukan ini dimaksudkan supaya apabila dalam bahasa Jawa

ngoko ada kata-kata yang dirasa kasar bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

sehingga kesan kasar bisa terhindarkan. Hal serupa disampaikan (I) “Khotbah bahasa

Jawa sebaiknya dicampur bahasa Indonesia karena ada banyak anak Jawa yang tidak

tau bahasa ngoko”. Sekalipun pendapatnya mirip, namun alasanya berbeda, bagi (I)

ada banyak orang muda yang sama sekali tidak tahu bahasa Jawa termasuk bahasa

Jawa ngoko. Meskipun demikian dalam petikan wawancara dengan narasumber (P)

bisa terlihat kalau orang muda bisa melihat perbedaan antara bahasa Jawa dan bahasa

Indonesia lalu membandingkannya. Seperti ketika ia mencontohkan sebuah lagu. Ada

lagu yang melodinya sama persis hanya ada dua versi bahasa (ketika P mengatakan

kesamaan antara lagu “Sungguh Kerajaan Allah” dan lagu Puji Mring Allah Pangeran).

Lalu di akhir petikan wawancara di atas (P) juga menambahkan persoalan identitas.

Bahwa bahasa sebagai salah satu penanda identitas merupakan salah satu hal yang

penting.

Apa yang sudah diperlihatkan dalam pemaparan di atas merupakan sebuah upaya

yang dilakukan oleh gereja guna membangun sebuah identitas. Upaya-upaya di atas

dilakukan oleh warga gereja yang mayoritas merupakan generasi tua. Acapkali dalam

upaya membangun identitas tersebut tudingan terhadap generasi muda mencuat. Ada

anggapan bahwa orang muda sudah meninggalkan identitas kejawaan dengan

indikator bahwa mereka sudah tidak bisa berbahasa Jawa, meninggalkan kesenian

dan juga tradisi kejawaan. Oleh karena itu tesis ini juga mengangkat pendapat mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

71

tentang hal tersebut. Hasil wawancara terkait keterlibatan mereka terutama dalam

aras kesenian, bahasa dan tradisi.

Bagi orang muda pertama-tama keterlibatan teman sebaya merupakan hal yang

penting. Mereka mau melakukan dan terlibat dalam reproduksi identitas terutama

dalam hal ini mengikuti kegiatan gamelan karena ajakan dari teman. Hal ini muncul

dalam proses wawancara:

Aku ikut karawitan di gereja tapi yang di sekolah aku nggak ikut. Aku gak tertarik di sekolah. Kalau di sekolah tuh susah aja. Aku susah si kalau nggak sama teman dekat. Soalnya di karawitan gak punya teman. Waktu pertama kali ikut waktu di Mas Win tuh aku cuma nyanyi, gak berani main. Tapi waktu lihat teman-teman main, kepo terus ikut main. Sekarang di gereja jadi ikut main. Sebenernya sihpengen lebih berkembang malahan sekarang aku pengin ikut di sekolah. Sedih banget, pengin ikut, tapi aku uda ada (ekstrakurikuler) yang lain di paduan suara barang. Terus yang di gereja aja. Sebenernya tertarik sama kesenian tradisional ya cuma tertarik aja. Nggak mikir itu tradisional atau modern atau apa. (AM96)

Relasi pertemanan merupakan langkah awal keterlibatan orang muda. Hal ini

begitu jelas terlihat dalam petikan wawancara di atas. Bahkan yang patut menjadi

perhatian ada dalam kalimat terakhir di atas. Keterlibatan orang muda dalam kegiatan

berkesenian bukan serta merta merupakan upaya untuk meneguhkan identitas

kejawaan. Narasumber tidak memperhatikan apakah itu modern atau tradisional.

Namun apabila lingkaran pertemanannya ada di sana maka iapun berada di sana.

Pendapat ini senada dengan petikan wawancara dengan narasumber yang lain :

Pertamaneki (Pertamanya) memang karena diajak dan memang pure (murni) karena asik yuk akhire (lalu akhirnya) semakin ke sini terus ngerti tembang-tembang, terus ngerti semakin jeru (dalam) yuk (lalu)

96

Wawancara dengan AM pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

72

eh iya mosok aku ra iso (tidak bisa). Baru setelah ndelok dari sekian banyak orang ora kabeh wong isa (tidak semua orang bisa). (A)97 Langkah awal yang sama dijelaskan di atas, yaitu ajakan dari teman. Namun

setelah masuk dan belajar dalam berkesenian gamelan rasa ingin tahu menjadi

semakin besar. Dari rasa ingin tahu yang besar itu membuatnya memiliki kemampuan

yang lebih dari teman sebayanya. Kemampuan tersebutlah yang membawanya pada

kesadaran rupanya keahlian yang ia kuasai ini menjadi pembeda bagi dirinya.

Ketika main gamelan itu tradisi itu kan di anak-anak muda kayak kita kan justru malah jarang. Padahal kita sendiri orang Jawa. Bahkan satu kelas itu yang bisa cuma berdua, aku sama Anin. Tapi mereka pun kalau lihat kami tuh juga kepingin kayak kami. Ih keren deh kalian bisa main alat musik Jawa. Mereka juga merasa bahwa aku orang Jawa kok aku gak bisa, tapi entah gak ada kesempatan dan gak ada wadahnya. Di sekolah ada tapi kan cuma diperkenalkan sekilas jadi nggak sampai bener-bener bisa. Kalau aku sih beruntung karena ada fasilitatornya, jadi ketika pengen maka sekarang aku iso. Aku bertahan karena tidak akan merasa puas, selalu ada yang lebih dan selalu ingin untuk dipelajari. Dan aku lihat temen-temenku ada rasa kepingin kayak aku, dalam hatiku aku juga pengin ngajari mereka, supaya mereka bisa tahu. Tapi kapasitasku belum bisa ngajari mereka. Dan aku masih belajar. Aku nggak cuma belajar gamelan aja sebenernya tapi belajar yang lain juga. Cuma kalau gamelan kan ada sisi uniknya. Karena anak seusiaku kan banyak yang nggak bisa. Dan memang gamelan kan semacam kayak kalah pamor daripada Korea atau yang lain.(P)98

Pembeda yang sudah diulas oleh narasumber sebelumnya rupanya juga dirasakan

oleh narasumber P. Dalam petikan wawancara di atas narasumber tergabung dalam

kelompok tersendiri sementara teman-temannya yang tidak bisa bermain gamelan

menjadi kelompok tersendiri pula. Manakala bisa memainkan gamelan, narasumber

ini rupanya sudah menjadi anggota dari sesuatu yang ia sebut sebagai Jawa. Hal

97

Wawancara dengan A pada tanggal 21 Januari 2018. 98

Wawancara dengan P pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

73

tersebut membanggakan karena Jawa ini dianggap sebagai identitasnya. Pada momen

ini rupanya bermain gamelan bukan hanya sekedar sebuah kegiatan dalam lingkaran

pertemanan, bukan juga sekedar kemampuan dalam memainkan alat musik

tradisional namun sudah berkelindan dengan upaya untuk membangun identitas

kejawaan. Hal ini pula yang menimbulkan kebanggaan sekalipun dengan sadar

narasumber mengatakan gamelan itu kalah pamor dengan musik Kpop.

Ternyata meskipun cuma kaya ngono (seperti itu) sih berguna. Aku melayani nganggo karawitan (pakai karawitan/gamelan), mungkin nek nganggo sing durung ndemek (bagi yang belum memainkan gamelan) mungkin ora penting, tapi nggo aku sing wes ndemek (yang sudah memainkan) ternyata ki penting karena selain aku iso (bisa), dan ini lho aku masih bisa melestarikan budaya Jawa dan puji Tuhan aku pakai itu dipelayanan. (A)99

Narasumber tidak hanya bisa memainkan gamelan saja, namun hal itu semakin

bermakna dan menjadi kebanggaan ketika narasumber melakukannya demi sesuatu

yang religius. Ruang untuk memupuk kebanggaan itu adalah gereja (GKJ).

Kalau di GKJ sendiri bagusnya adalah khususnya untuk karawitan itu sudah lestari. Ada angkatanku SMA dan SMP, terus sekarang ada SD. Jadi ada penerusnya dan harapannya ada ketertarikan akan kesenian khususnya gamelan akan tetep besar. Seringnya dipakai di kebaktian-kebaktian kan orang tuanya juga seneng. Terus nanti kalau ada orang tua lain kan minta anaknya diajari. Bahkan ibu-ibunya juga pengin bisa. Harapanku ini karena ya sebagai hal yang paling sederhana, wong ya Gereja Kristen Jawa mosok tidak melestarikan karawitan. (P)100

Dalam petikan-petikan wawancara di atas tergambarkan bahwa yang tadinya hanya

sekedar pengisi waktu luang, kegiatan berkesenian gamelan kian berkembang. Setelah

dikonsumsi lebih jauh kemampuan bermain gamelan menghadirkan pembedaan. Ada

99

Wawancara dengan A pada tanggal 21 Januari 2018. 100

Wawancara dengan P pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

74

kelompok yang bisa dan yang tidak bisa memainkan gamelan. Pada kelompok yang

bisa, ia menjadi bagian pada upaya membangun identitas kejawaan. Pada saat yang

bersamaan hal itulah yang juga dibangun oleh GKJ. Pada titik ini orang muda memiliki

pendapat yang senada dengan yang dibuat oleh GKJ.

Gereja dalam upayanya membangun identitas kejawaan mencoba membawa

tradisi Jawa ke dalam ranah ibadah. Oleh karenanya peneliti di sini mencoba

menanyakan beberapa pertanyaan pada orang muda terkait bagaimana pengalaman

mereka mengenal tradisi Jawa, baik itu dalam gereja maupun di luar gereja. Setelah

itu bagaimana pemaknaan mereka terhadap kejawaan itu sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari apa yang dimaksud tradisi langsung dikaitkan

dengan upacara-upacara adat. Oleh karena itu sub bab ini akan banyak bersinggungan

dengan tanggapan orang muda terhadap upacara adat yang mereka mengerti.

Upacara adat mungkin tedhak siten101 ya, manten kalau tradisi kejawen saya tidak begitu tahu. Dan tahunya dari pelajaran sekolah. Detailnya dari sekolahan garis besarnya dari TV dan masyarakat. Soal makna upacara itu ya saya tahu dari sekolah, terutama yang tedhak siten. Soalnya masyarakat di sekitar sendiri jarang yang melakukan. Bahkan anak-anak di sekitar rumah saya juga tidak mengerti.(K)102

Seperti yang telah disinggung di atas, tradisi yang dimengerti oleh narasumber lebih

dekat kepada upacara adat. Pengetahuan itupun diperoleh narasumber dari sekolah,

TV dan masyarakat. Artinya ia mengetahui sejauh masyarakat melaksanakan dan

sejauh televisi menampilkan upacara adat semacam itu. Dalam kehidupan keseharian,

apa yang diketahui orang muda ditentukan juga oleh sekitarnya. Pada ranah bahasa

101

http://www.jogjasiana.net/index.php/site/adat_tradisi/custom_tradition-3, diunduh pada 3 januari pukul 13.00. 102

Wawancara dengan K pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

75

hal ini rupanya telah disinggung juga manakala narasumber mengatakan bahwa

dirinya lebih bisa berbahasa Jawa di lingkungan yang ia sebut desa, dan

kemampuanya berbahasa Jawa berkurang manakala ia datang ke Purworejo ‘kota’.

Melalui narasumber bisa dilihat bahwa sesungguhnya lingkunganpun sudah tidak

melaksanakan upacara adat itu sendiri. Dalam keadaan yang seperti itu, berbeda

dengan ranah kesenian (gamelan) dan juga bahasa di mana gereja hadir memberi

ruang dan membangun identitas lewat hal tersebut.

Pada ranah tradisi gereja tidak hadir dengan mengajarkan tradisi-tradisi

tedhak siten dan semacamnya. Gereja justru hadir dengan membuat sebuah tradisi

yaitu unduh-unduh. Dalam hal tampak bahwa gereja justru tidak hadir dan

mengajarkan kejawaan dalam ranah siklus hidup. Namun lebih tertarik untuk

membuat sebuah upacara yang mencoba menarik aspek-aspek alam, khususnya

pertanian. Maka terlihat bahwa unduh-unduh dengan segala aspek pertaniannya

merupakan model yang penting bagi GKJ. Pada bagian ini hendak melihat tanggapan

dari orang muda :

Kalau tradisi di gereja unduh-unduh adalah ucapan syukur kita pada hasil panen yang sudah diberikan. Ucapan syukur dari berkat masing-masing. Tapi saya tidak tahu siapa petani di gereja kita. Ya kayak gitu ya masalah sih. Masak kita merayakan hasil panen tapi kita tidak tahu siapa petani di gereja kita. Usulan terhadap unduh-unduh saya pikir sudah meriah sih. Bisa berdampak ke masyarakat. Upaya gereja yang dilakuan itu menurut saya efektif sih, tapi kalau unduh-unduh masih kurang tertarik karena anggapanya itu cuma arak-arakan dan isinya orang-orang tua. Menurut saya faktor utamanya karena gak ada yang membuat mereka tertarik, kan itu arak-arakan, dan prosesinya gitu, jadi mereka itu oh yaa cuma gitu. Kemarin kan sempet anak-anak muda terlibat dan membuat tampilan. Nah kemarin itu lumayan rame, kemarin banyak yang ikut. Dan di jalanan juga jadi pusat perhatian. Tapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

76

sebenarnya masih kurang partisipasi juga. Kalau unduh-unduh gak ada pasti sepi. (I)103

Upaya gereja menanamkan bahwa tradisi unduh-unduh ini sebagai sebuah

ejawantah dari rasa syukur agaknya berhasil. Namun tidak dengan proses

pembentukkannya. Narasumber tidak bisa menangkap bagaimana bisa unduh-unduh

bisa dirayakan sebagai rasa syukur. Bahkan perpindahan yang tadinya diadakan di

hari besar Kristen (Pentakosta) menjadi berdekatan dengan hari kemerdekaan

Republik Indonesia juga tidak disadari. Namun sepertinya tanpa tahu proses

pembentukkan unduh-unduh menjadi sebuah upacara yang dirayakan gereja sudah

cukup dicitrakan sebagai tradisi. Hal itu dikonsumsi oleh orang muda juga dalam

semangat untuk mempertahankan budaya Jawa.

Bahwa memang ada orang-orang yang kurang memahami budaya Jawa. Ada sisi dalam diri saya sepakat bahwa ada orang yang memang meninggalkan dan di sisi lain, kita harus belajar gamelan batik dan lain-lain. Harus pintar-pintar menggunakan globalisasi ini, seperti rapper yang dari Yogya yang ngerap pakai bahasa Jawa. Dan itu adalah inovasi baru. Sebagai orang muda saya suka dampak globalisasi seperti IT dan pengetahuan baru, dan kalau ada yang berdampak negatif harus mempertahankan budaya Jawa. Tapi jangan ketinggalan globalisasi. Tidak harus menekuni sekolah bahasa atau gamelan tapi setidaknya tahu dan menurunkan ke generasi selanjutnya. (K)104

Globalisasi menjadi sesuatu yang membuat segala kesulitan yang dialami orang

muda yang menjadi narasumber tetap mau berkecimpung dalam penanda-penanda

kejawaan. Bahkan kalau diamati dalam beberapa petikan wawancara di atas,

narasumber juga meggunakan bahasa Jawa dalam menjelaskan argumennya. Orang

muda sadar bahwa ada dampak yang menurut narasumber negatif. Hal-hal negatif itu

103

Wawancara dengan I pada tanggal 21 Januari 2018. 104

Wawancara dengan K pada tanggal 21 Januari 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

77

bisa ditanggulangi dengan membangun kejawaan meskipun tampilannya berbeda dari

yang sudah ada. Yogya Hiphop Foundation yang memadukan antara rap dan bahasa

Jawa sebagai contoh bagi narasumber bahwa ia selalu bisa menemukan cara

bernegosiasi dengan globalisasi sembari waspada jika saja ada hal yang negatif.

2. Upaya Membangun Identitas Kejawaan dalam Ranah Biblis

Hal-hal yang dilakukan di atas sebagai upaya untuk membangun kejawaan tidak

akan berhasil jika tidak dilandasi dengan dasar-dasar ideologis. Dalam gereja ranah-

ranah ideologis memakai ayat dan mengutip Tuhan dalam penjelasannya. Memakai

ayat Alkitab serta menyebut nama Tuhan untuk mengajukan argumentasi merupakan

hal yang tidak bisa dielakkan di dalam perbincangan di wilayah gereja. Demikian juga

untuk menekankan bahwa gereja perlu memperhatikan identitas akar budayanya

maupun menolak hal tersebut. Pada bab 2 gerakan pietisme merupakan sebuah

paham teologi dan ia juga berangkat dari ayat-ayat Alkitab. Gerakan tersebut rupanya

juga menjadi semakin kuat manakala didasari oleh ayat Alkitab. Petikan wawancara di

bawah ini juga menunjukkan hal tersebut.

Mungkin masih ada orang-orang tua yang berpikiran kolot karena sudah dididik zending begitu lama. Tapi mari kita kembali kepada ajaran Alkitab. Kita melihat pada Yesus. Yesus tidak meniadakan satupun dari hukum taurat. Yesus tidak menolak dan menentang tapi menyempurnakan. Begitu pula dengan kita, budaya Jawa sudah ada sebelum zending datang, maka sebaiknya kita mengikuti apa yang dilakukan Yesus. Dan kita punya tokoh yang berakar dengan budaya yaitu Tunggul Wulung dan Sadrach. Mereka membuat penghayatan bagi orang Jawa yang Kristen dan orang Kristen yang nJawani (MasLeg)105

105

Wawancara dengan Masleg, seorang Majelis di GKJ Purworejo pada tanggal 16 Oktober 2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

78

Dalam petikan wawancara di atas, bisa dilihat bahwa pertama-tama ada sebuah

anggapan ketika pemahaman Alkitab yang dipakai dalam mengaji hubungan antara

gereja dan budaya adalah sudut pandang yang dipakai dan diajarkan oleh zending

akan terjadi benturan antara gereja dan budaya. Dalam pemahaman ini sesungguhnya

nampak usaha membangun identitas kejawaan bukan hanya dalam ranah seni, bahasa

dan tradisi, namun juga dalam aspek ideologis. Oleh karena itu secara implisit

narasumber menunjukkan perbedaan dengan pemahaman Alkitab yang diwariskan

oleh zending, sedangkan perilaku membangun identitas kejawaan merupakan

perilaku yang sudah dilakukan oleh para tokoh terdahulu yaitu Sadrach dan Tunggul

Wulung. Penyebutan Sadrach dan Tunggul Wulung sekalipun tidak dimengerti secara

keseluruhan bagaimana pengajarannya namun ia menjadi penanda dari bagaimana

GKJ mesti menghiraukan kejawaan, bukan hanya kekristenan. Sementara Tunggul

Wulung adalah tokoh yang relatif baru disebut. Pada bab 2 disebutkan bahwa tokoh

ini sebelumnya tidak dikenal oleh GKJ. Namun sekarang ia merupakan tokoh yang

penting, yaitu memerankan tanda yang sama dengan Sadrach. Hal yang lebih penting

daripada itu perilaku ini senada dengan yang dilakukan oleh Yesus. Pada posisi ini

Yesus tak ubahnya Sadrach dan Tunggul Wulung, yakni digunakan pula sebagai tanda.

Hal senada juga muncul dari narasumber yang lain:

Termasuk yang namanya tradisi kenduri itu ditolak, kenapa kenduri di Pituruh mau dihidupkan? Saya berguru pada Yesus yang setiap berkumpul selalu memecah-mecah roti lalu dibagikan. Kalau di sana kan adanya roti dan anggur. Jadi yang digunakan ya itu. Di sini ada berkatan, dan nasi kan jadi pakainya ya itu. Sudah dua tahun ini kenduri dipimpin oleh pemuka agama Islam, karena masyarakat banyak muslim supaya sah maka harus dipimpin oleh kyai. Dan kami nyaman-nyaman. Tapi kalau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

79

kita sendiri tidak berani. Kalau bicara soal tradisi budaya adat, Yesus tidak pernah mengubah, namun menyempurnakan.(KiAA)106

Proses membangun identitas yang tercermin dalam petikan wawancara di atas

memberikan sebuah fenomena yang menarik. Gereja (GKJ) menarik peristiwa makan

yang diadakan oleh Yesus (merujuk pada perjamuan terakhir) dirayakan oleh gereja

(GKJ) sebagai sebuah upacara agama (merujuk: Lukas 22:19-20) ditafsirkan dengan

lebih luas dengan peristiwa kenduri. Di sini adanya penyejajaran antara peristiwa

perjamuan yang dilakukan Yesus dan kenduri yang dilakukan dalam hidup keseharian

masyarakat. Proses penyejajaran ini penting guna membangun identitas Jawa menjadi

semakin sahih untuk dilakukan. Hal menarik lainnya yang perlu dicatat ialah bahwa

sekalipun disebut juga Sadrach, namun tidak serta merta apa yang dilakukan

narasumber berniat menarik orang-orang lain ke dalam agama Kristen.

Yang saya takutkan itu justru dilihat dari pelayanan Yesus. Pertanyaannya begini : para leluhur itu belajar dari Yesus atau Yesus yang belajar dari para leluhur? Karena hampir semua karyanya ada kesamaan, tapi bukan hanya di Jawa, namun di setiap suku. Karena kita lahir di Jawa ya itu yang menjadi dasar. Lahir di Jawa itu kan bukan kebetulan. Tetapi memang kehendak Allah. Kalau Allah punya kehendak berarti kita ya harus bertanggung jawab terhadap Jawa. Itu ada hubungannya dengan “mengucap syukurlah dengan segala hal”. Nah, halnya itu apa? Kalau saya halnya itu ya tradisi, budaya, bahasa. Nah itu semacam begitu. (KiAA)107

Di sini narasumber memandang bahwa Yesus saja belajar dari para leluhurnya,

mestinya GKJ juga demikian. Kalimat ini hendak menegaskan bahwa jika GKJ masih

berkiblat pada Yesus ya mestinya GKJ sudah seharusnya menautkan diri dan belajar

dari leluhurnya dan itu merupakan kejawaan. Maka memembangun kejawaan

106

Wawancara dengan KiAA seorang pendeta di wilayah Klasis Purworejo pada tanggal 18 Oktober 2018. 107

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

80

merupakan sesuatu yang begitu penting dan mestinya tidak bisa ditinggalkan, karena

Yesus pun belajar dari leluhurnya.

Alasan kedua mengapa kejawaan mesti dibangun oleh GKJ ialah bahwa ada

keyakinan bahwa Tuhan telah menempatkan seseorang untuk lahir di Jawa. Bahwa

kemudian orang tersebut memeluk agama Kristen dan tergabung dalam komunitas

Kristen GKJ. Hal tersebut semestinya tidak menghalangi seseorang untuk tetap

mempelajari atau dalam hal ini membangun Jawa. Hal tersebut terjadi karena menjadi

kejawaan itu ketetapan Tuhan. Maka mau tidak mau orang Kristen yang tergabung

dalam komunitas Kristen GKJ mestinya mempelajarinya. Hal senada juga disampaikan

oleh narasumber yang lain :

Yang ditakutkan apabila Jawa hilang di GKJ itu penting atau tidak itu sebenarnya seberapa penting atau tidak Jawa bagi GKJ. Bagi saya sendiri Jawa bukan bahasa tetapi lebih kepada budaya lebih kepada filosofi. Jadi bagi saya orang Jawa memang sudah sepantasnya hidup tumbuh dan berakar dengan budayanya sendiri sehingga ibarat pohon, dia bisa tumbuh dengan baik karena tumbuh di habitatnya. Seandainya tidak, kita bisa melihat bahwa sebuah benda memang harus melekat dengan sumbernya. Apabila kita mencabut pohon dari tanah maka tidak usah dibunuh dia akan mati sendiri. Keluarkan ikan dari air, tidak usah dibunuh biarkan saja lambat laun mesti mati. Demikian juga ketika kita melupakan akar budaya kita maka kita akar budaya inilah yang menghidupi kita. Karena hidup di Jawa ini bukan pilihan namun sebagai kodrat. Tugas kita adalah hadir dengan potensi yang ada.(MasLeg)108

Analaogi-analogi yang berbeda-beda digunakan untuk menjelaskan betapa penting

untuk memembangun kejawaan sebagaimana telah disinggung di atas. Apa yang

disampaikan oleh narasumber ini memiliki kemiripan dengan narasumber yang

sebelumnya. Hanya saja penyampaian analoginya yang berbeda. Bagi narasumber

108

Wawancara dengan Masleg seorang Majelis Jemaat GKJ Purworejo pada tanggal 16 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

81

kejawaan dilihat sebagai habitat sedangkan orang-orang (terutama GKJ) adalah orang

yang dikodratkan untuk hidup di sana. Orang Jawa (khususnya GKJ) mesti menghidupi

kodrat itu dengan berbagai potensi yang ada. Dengan demikian niscaya orang Jawa

mesti memembangun kejawaan.

Selain dari keniscayaan dan kodrat. Membangun kejawaan adalah sebuah bentuk

rasa syukur.

Karena itu adalah anugerah Tuhan, identitas itu, maka sebagai orang yang bersyukur kepada Tuhan. Kita kan tidak milih sebagai orang Jawa. Nah kami menghayati nek identitas itu hilang kami tidak merawat anugerah Tuhan, itu permasalahan teologisnya. (LES)109

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwasanya kejawaan merupakan anugerah

bahkan menjadi kodrat. Maka orang-orang Jawa (GKJ) ini mesti menerima. Tapi

rupanya bukan hanya menerima, namun membangun kejawaan itu. Petikan

wawancara di atas menyiratkan bahwa membangun identitas itu merupakan wujud

rasa syukur. Sebuah ungkapan terima kasih kepada Tuhan.

Narasumber yang lain menjelaskan bahwasanya kejawaan itu sesungguhnya

sudah ada di GKJ. Hal tersebut khususnya sudah ada dalam simbol GKJ.

GKJ merumuskan tidak menggunakan salib karena simbol yang dipakai adalah burung dara turun, itu kasih karunia Allah, lalu di atas ada tangan orang berdoa, itu jawab kita pada Allah, itu urusan vertikal, lalu ada gunungan itu khas Jawa itu aspek horisontal. Jadi orang Jawa GKJ merumuskan kehidupan bergerejanya sebagai salib tapi ora ketok melok. Vertikal dan horisontal. Itu ketok banget dan masih bisa dirasakan kalau kita masih pakai identitas Jawa. Dan itu menjadi berkat buat orang lain. Orang tidak akan tersinggung kalau kita pakai pin itu. Kalau kita pakai pin salib meskipun dari emas orang bisa tersinggung karena membuat batas. Tapi kalau kita memakai pin itu, simbol itu (simbol GKJ) orang lain akan damai-damai saja. Hal ini karena lihat gunungan itu malah seneng itu. Jadi

109

Wawancarad dengan LES seorang Pendeta di GKJ Purworejo pada tanggal 2 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

82

persoalan sosialnya itu muncul nanti identitas yang hilang membuat kita tidak hanya kehilangan identitas secara personal tapi kita juga kehilangan relasi. (LES)110

Bagi orang Kristen, salib adalah simbol yang penting. Namun GKJ tidak

menggunakan simbol tersebut secara terang-terangan. Menurut narasumber salib

yang ada dimaknai dalam hubungan vertikal dan horisontal sebagaimana telah

dituliskan dalam petikan wawancara di atas. Simbol-simbol yang ada di atas dianggap

sudah mewakili keberadaan GKJ tanpa menebalkan garis batas di antara GKJ dengan

konteks keberagaman yang ada di masyarakat. Dalam proses wawancara itu juga

disebutkan bahwa Jawa itu inklusif. Dengan demikian diharapkan GKJ tidak

menebalkan batas identitas sekaligus mau merangkul perbedaan yang ada di

masyarakat.

3. Upaya Membangun Kejawaan dalam Konteks Pluralitas

Alasan dibangunnya identitas yang muncul dari ketiga narasumber adalah dengan

kejawaanlah orang-orang Kristen bisa membina relasi dengan lingkungan sekitarnya

apalagi dihadapkan dengan konteks pluralitas yang ada di pulau Jawa. Pada saat

peneliti menanyakan mengapa kejawaan mesti dibangun. Salah satu aspek yang

tercatat di sini kejawaan bisa meredam aksi radikalisme.

NekJawane itu asli bisa. Nek carane ajaran, Jawane iku lagi ning tataran syariat, iku gegeran. Nah sing dimaksud njenengan sampai di sana itu di makrifat. Itu terjadi entah itu Jawa, entah itu Kristen entah itu muslim gegeran itu di syariat. Terus biasane sing dienggo dasar, lha biasane, pokoke nek ora ngene kuwi biasane. Itu karena tatarane di syariat. Nah boro-boro di makrifat tataran tarekate weae durung. Ya setahu saya “J” (pada GKJ) ki“Jawa” bukan sebatas lokasi bukan sebatas nama. Nah

110

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

83

kalau sekarang di GKJ masih di syariat. Nah itu bisa menimbulkan perpecahan. Tapi untuk mengubah hal itu bukan hal yang mudah, karena untuk mengubah hal yang mendarah daging semacam itu memang susah. Nah contoh konkret. Kenapa kula(saya) dan gereja begitu diterima di lingkungan ? Menange ning Jawane mas (menang di Jawanya mas). Nek kami tetep kekeh dengan teologi yang saya pelajari mungkin gegerane wis wingi-wingi (sejak lama kami sudah bertengkar). Lha saiki kok ngasi pedukuhan njaluk aku ngisi suronan? (Sekarang kok bisa pedukuhan meminta saya mengisi di acara malam satu sura?) Aku ra ngerti masalah suronan (saya tidak tahu masalah suronan) kok pas satu suro disuruh membawakan renungan. Dan mereka semua tahu kalau saya Kristen , kalau saya pendeta (KiAA).111

Petikan wawancara di atas menggambarkan bahwa ada sebuah manfaat dari

membangun kejawaan. Hal itu adalah mereduksi radikalisme, terutama dalam

kekristenan. Pendapat ini bisa dilihat dari diksi yang dipakai oleh narasumber. Di sini

dipakai diksi dalam ranah agama Islam, bahkan tanpa penjelasan, mengandaikan ini

merupakan sebuah pengetahuan umum. Diksi tersebut juga ditujukan pada

pendengar yang beragama Kristen. Maka jelas diksi ini dipakai bukan untuk mengajak

orang berkonversi ke agama Kristen. Hal tersebut digambarkan oleh narasumber

bahwa kejawaan yang dibangun GKJ mesti meninggalkan tataran syariat. Dalam

pengertian yang lain yang juga muncul dalam perbincangan, kejawaan yang ada

mestinya sudah melampaui aturan-aturan dan sudah berada dalam tataran filosofis.

Menurut narasumber jikalau kejawaan yang dikembangan dan dibangun oleh GKJ

hanya pada tataran aturan-aturan maka hal tersebut justru bisa menghadirkan

perpecahan dan tidak memberi dampak apapun terhadap radikalisme.

111

Wawancara dengan KiAA seorang pendeta di wilayah Klasis Purworejo pada tanggal 18 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

84

Narasumber juga mengatakan bahwa kejawaan dan juga kekristenan yang

dikembangkan pada tataran filosofis akan bisa digunakan untuk menjalin relasi

dengan masyarakat dalam konteks keberagaman. Contoh yang diberikan ialah pada

saat narasumber diminta oleh pedukuhan menjadi pembicara pada acara peringatan

satu suro (tahun baru Jawa). Bagi narasumber hal ini dimungkinkan karena ia dan

gereja mengembangkan kejawaan. Padahal masyarakat padukuhan juga mengetahui

kalau ia merupakan seorang pendeta.

Penulis menanyakan pertanyaan serupa terhadap narasumber yang lain. Baginya

kejawaan justru bisa dimasukkan ke dalam ranah peribadatan di gereja. Sehingga

peribadatan bisa dilakukan sebagaimana telah dilakukan oleh Sadrach, yaitu dengan

menggunakan model pengajaran sebagaimana guru mengajar murid di padepokan.

Hal ini dimaksudkan untuk memangkas jarak yang tercipta sebagai dampak

peribadatan seperti yang dilakukan sekarang. Jarak yang terpangkas tersebut

menciptakan kedekatan ke dalam. Kedekatan ke dalam itu juga akan dimiliki oleh

pendeta :

Kalau kita sudah membiasakan diri dengan situasi yang dekat, maka dengan diluar pun bisa mendekatkan diri dengan sesama. Tidak menganggap diri eksklusif. Kita lihat saja selama ini pendeta itu berbaur dengan masyarakatnya kurang. Di manapun ia berada itu seperti eksklusif Dan itu ditiru oleh jemaatnya. Entah merasa minoritas atau apa, padahal di mana kita ada, kita harus hadir kan ? (MasLeg)112

Bagi narasumber membangun kejawaan bisa membuat pendeta bahkan orang

Kristen tidak eksklusif. Pendeta mestinya bisa berbaur dengan masyarakat. Salah

satunya menggunakan kejawaan yang dibangun tersebut.

112

Wawancara dengan MasLeg seorang pendeta di wilayah Klasis Purworejo pada tanggal 16 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

85

Catatan

Ada sebuah gelombang yang dilawan oleh GKJ yaitu radikalisme. Hal itulah yang

coba ditangkal melalui kejawaan yang dihadirkan. Akan tetapi rupanya GKJ

(Purworejo) kesulitan untuk mencari referensi pada Jawa yang akan digunakan. Oleh

karena itulah Jawa dihadirkan dalam penanda-penanda, baik itu berupa bahasa, seni

dan tradisi, maupun juga dalam tokoh-tokoh seperti Sadrach, Tunggul Wulung bahkan

Yesus sendiri. Itu semua diperlukan guna membangun Jawa yang ramah terhadap

konteks pluralitas.

GKJ hendak membangun diri sebagai gereja yang menjunjung diri pluralitas.

Sebagai gereja yang menghendaki diri tidak eksklusif, GKJ menaruh perhatian pada

kehidupan orang muda. Perhatian ini kadang juga berupa kekuatiran bahwa GKJ akan

meninggalkan kejawaan. Atau dalam bahasa yang lain, orang muda akan

meninggalkan kehidupan yang pluralis dan menuju kehidupan yang ekslusif. Namun

dari hasil wawancara di atas dapat dilihat pula bahwa orang muda juga menyadari

ada gelombang globalisasi dengan berbagai konsekuensinya. Oleh karena itulah orang

muda mau bersusah payah untuk mempelajari kejawaan dengan segala penanda yang

dihadirkan oleh gereja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

86

Bab 4

Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa dalam Logika Simulasi

Pengantar

Pada bab ini berisi analisis pada data-data yang telah ditunjukkan oleh bab 3.

Teori yang digunakan sebagai kacamata pada bab ini ialah tulisan-tulisan dari

Baudrilaard, terutama mengenai simulasi. Pada bagian pertama hendak melihat

bagaimana agama di dalam simulasi beserta segala kompleksitasnya. Pada bagian

yang kedua kejawaan yang dihadirkan melalui bahasa, seni dan tradisi. Bagaimana

usaha-usaha menghadirkan kejawaan dibangun sedemikian rupa, beserta tanggapan

dari orang muda terhadap hal tersebut. Pada bagian ketiga akan dikaji perihal upaya-

upaya di dalam gereja untuk membangun identitas kejawaan dalam ranah biblis. Pada

bagian keempat akan dihadirkan alasan dari upaya membangun identitas ini, yaitu

menghadirkan kekristanan yang menghiraukan konteks pluralitas. Pada bagian

terakhir akan disajikan peluang-peluang yang bisa didapatkan gereja ketika

melakukan simulasi identitas kejawaan ini.

1. Agama di Dalam Pusaran Simulasi

Unable tocopewith thechallenges ofacomplex and profoundlysecularized society,many seeksolace inidealized, nostalgicabstractions

ofreligiousidentityandhavesoughttoundo reformsthat areperceivedtohavecompromisedauthenticfaith.113

Pembicaraan perihal identititas ini dibangun sedemikian rupa, maka bab ini

hendak melihat bagaimana sebenarnya pembicaraaan mengenai identitas ini menjadi

113

James Walter, op.cit. hal 84.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

87

sesuatu yang begitu pentingnya bagi GKJ. Bahkan dengan konteks sejarah yang pernah

berbenturan dengan kejawaan. Kini GKJ seperti berada pada garda terdepan

pelestarian kejawaan. Apalagi kini GKJ masuk dalam konteks global, di mana pola

relasi dalam agama sendiri berubah. Dalam konteks yang semacam ini GKJ tidak bisa

berlindung pada aspek agama yang terberi. Hal ini perlu dilakukan karena pada

konteknya kini kekristenan yang dialami dan dijalani oleh GKJ adalah keristenan yang

terpengaruh konteks globalisasi.Sebuah konteks di mana bukan hanya proses

ekonomi yang berubah, yaitu pasar yang lebih besar; akses ekspor yang lebih besar,

impor yang lebih murah dan arus kapital yang lebih mudah dijumpai.114 Perubahan

bukan hanya persoalan perekonomian namun globalisasi sudah merembes ke arah

pola relasi, juga dalam beragama. Pengaruh yang paling nampak ialah ketika

membicarakan tentang sistem pertukaran. Logika pertukaran pasar membuat relasi

menjadi begitu transaksional dan relasi-relasi dikomodifikasi. Hal yang demikian

inilah yang membuat pemaknaan pada agama menjadi berubah.115 Ada pendangkalan

pada aspek-aspek agama ketika yang semula bermakna nilai-guna (use value) berubah

menjadi nilai tanda (sign value). Di bawah arus kapitalisme yang dibawa oleh

globalisasi ini segala sesuatu menjadi tanda, dan nantinya tanda-tanda itu nantinya

akan jatuh menjadi simulasi.116

Pada sisi yang lain, konservatisme agama bangkit dan semakin mempertegas

identitasnya. Hal ini terjadi karena dalam logika simulasi manusia telah kehilangan

114

Jennifer Reid (ed). Religion, Postcolonialism, and Globalization; A Sourcebook. Bloomsbury Academic (London: 2015) hal 2. 115

Ibid hal 7 116

James Walter,op.cit. hal 27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

88

kematian. Baudrilaard menjelaskan bahwa dalam logika simulasi hubungan manusia

telah berubah ke arah yang serba terbuka. Hal ini dapat terjadi karena relasi manusia

telah menjadi digital, bahkan waktu dan ruang menjadi tidak berarti lagi. Ada begitu

banyak informasi yang diterima dalam dunia digital, ini membuat jalannya sejarah

menjadi begitu cepat.117 Di sisi lain sejarah membutuhkan sebuah perjalanan yang

lambat guna mengristalisasi segala sesuatu yang terjadi di dalamnya. Manusia

dibombardir berita yang tak kunjung habis, dan setiap beritanya seolah memiliki

urgensi untuk diperhatikan.118 Sekalipun ada juga inersia di dalam perlambatan

sejarah itu. Namun yang perlu dicatat adalah sejarah tidak akan pernah berakhir dan

di titik itu ada sebuah penyangkalan bagi finalitas manusia. Pada konteks munculnya

gerakan konservatif dan fundamentalisme ini, terorisme hadir sebagai sebuah solusi

untuk mengakhiri sejarah.119

2. Bahasa, seni dan tradisi

We are still in the same boat: no society knows how to mourn the real, power, the social itself, which is implicated in the same loss.And it is through an artificial

revitalization of all this that we try to escape this fact120

Bahasa, seni dan tradisi adalah aspek-aspek bagi Gereja Kristen Jawa membangun

dirinya sebagai lembaga yang menjaga budaya “Jawa”. Ketiga aspek ini digunakan

untuk mewakili Jawa. Kemampuan tiga aspek ini mewakili kejawaan karena kejawaan

telah menjadi dangkal dalam simulasi. Tapi di sisi lain ketiga aspek ini sebagai yang

117

Ibid hal 82. 118

Ibid hal 83 119

Ibid hal 87 120

Mark Poster, op.cit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

89

artifisial ditujukan untuk menghindarkan kesedihan akibat hilangnya yang real.

Pengoperasian ketiga aspek tersebut nampak dalam perubahan-perubahan yang

dihadirkan GKJ. Perubahan yang semula menghadirkan kisah-kisah pelarangan

penggunaan segala sesuatu yang bernuansa budaya Jawa. Kini berusaha

menghadirkan dalam kehidupan bergerejanya. Kini bahasa, seni dan tradisi

dimainkan dalam logika komoditas, guna menghadirkan keuntungan bagi GKJ.121

Orang muda yang menjadi narasumber menceritakan pengalaman mereka baik

dalam kehidupan bergereja maupun keseharian secara umum dalam ranah seni,

bahasa dan tradisi. Dalam ketiga aspek ini muncul keterasingan, sebagai dampak atas

beroperasinya nilai tanda.122 Keterasingan muncul karena memang ketiga aspek ini

hadir bukan sebagai yang real namun sebagai yang artifisial. Selain daripada

keterasingan, nilai tanda juga hadir untuk membentuk pembeda.123 Hal tersebut bisa

dilihat secara detail pada proses wawancara di atas.

Pada sisi bahasa hendak diperhadapkan antara kebijakan-kebijakan yang

dilakukan oleh gereja dengan pengalaman orang muda. Pada sisi tersebut dibagi

menjadi dua bagian besar dalam berbahasa. Satu bagian menghadirkan pengalaman

berbahasa dalam keseharian dan bagian kedua menghadirkan pengalaman berbahasa

dalam kehidupan bergereja. Narasumber mengatakan bahwa dalam kehidupan

keseharian mereka sekarang sudah jarang menggunakan bahasa Jawa. Entah itu yang

disebut sebagai bagian perpindahan dari desa ke kota maupun obrolan dengan teman

121

Ibid. 122

Ibid. 123

Haryatmoko. Membongkar Rezim Kepastian ; Pemikiran Kritis Post-Strukturalis. Kanisius (Yogyakarta : 2016) hal 66.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

90

sebaya. Mereka begitu canggung menggunakan bahasa Jawa. Terutama bila berurusan

dengan bahasa yang bertingkat, setidaknya antara yang krama alus dan ngoko. Dalam

petikan wawancara disebutkan cara mengatasi keterasingan itu adalah dengan

menggunakan bahasa Indonesia, bahkan dengan tersenyum saja ketika bicara. Namun

pada sisi lain, mereka tetap memproduksi pengetahuan bahwa sebagai orang “Jawa”

sebaiknya bisa bahasa Jawa yang bertingkat itu. Dalam titik inilah bahasa Jawa sebagai

sebuah tanda mereka mainkan dalam kehidupan keseharian.

Pada pengalaman berbahasa di gereja mereka dihadapkan pada kebijakan gereja

yang membuat mereka beribadah dengan pengantar bahasa Jawa. Peristiwa ini

menghadirkan kejadian yang juga hampir serupa dengan apa yang orang muda hadapi

dalam kehidupan sehari-hari. Ada kesulitan manakala mereka membaca Kitab Suci,

menyanyikan nyanyian bahasa Jawa, maupun dalam mendengar khotbah. Pada bagian

ini ada tanggapan yang berlainan dalam membaca Kitab Suci berbahasa Jawa. Ada

yang merasa kesulitan dan mengharapkan supaya ada terjemahan yang baru yang

lebih mudah dipahami. Namun ada juga yang mengatakan bahwa terjemahan itu

tidak perlu diubah, biarkan orang muda saja yang mempelajari dan menyesuaikan.

Tanggapan juga beragam ketika mendengarkan khotbah. Ada yang mengatakan

bahwa khotbah semestinya dicampur dengan bahasa Indonesia karena banyak juga

orang muda yang tidak mengerti bahasa Jawa, bahkan yang ngoko. Menurut

pengalaman narasumber, jika ada kata-kata yang sulit yang didengarkan dalam

bahasa Jawa,mereka akan bertanya pada teman di sebelahnya. Tapi apabila teman di

sebelahnya tidak tahu, mereka akan berhenti bertanya. Tidak mencari tahu lebih jauh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

91

lagi. Pada sisi yang lain, ada pendapat bahwa ibadah itu mestinya menggunakan

bahasa ngoko supaya sekalipun kasar tapi masih dalam koridor bahasa Jawa. Tidak

mencampurnya dengan bahasa Indonesia. Pada titik ini terlihat bahwa kesan Jawa

menjadi lebih penting ketimbang bahasa Jawa itu sendiri. Hal ini juga menunjukkan

bahwa simulasi Jawa juga dimainkan di sini.

Ada sisi yang sesungguhnya tidak terlalu mendesak bagi orang muda namun demi

identitas kejawaan hal itu direproduksi dan hadir sebagai sebuah simulasi. Misalnya

saja saat muncul pengalaman merasakan keterasingan, mereka bertanya pada teman

di sebelah jika tidak mengerti, namun berhenti mencari saat tidak mendapatkan

jawabannya. Meski bahasa Jawa dirasa bukan menjadi sesuatu yang mendesak bagi

mereka, namun ada upaya untuk tetap mempelajarinya. Bahkan didukung oleh

pendapat mereka yang menyebutkan bahasa Jawa tidak perlu berubah, yang perlu

belajar adalah orang muda.

Upaya-upaya menghadirkan kejawaan selanjutnya bisa dilihat dalam aspek

keseniaan. Sebagaimana sudah disinggung juga di atas, bahwa kata seni yang

dimaksudkan oleh GKJ dimengerti dalam kesenian dan dalam hal ini tampak pada

karawitan atau gamelan.Penyempitan ini bisa dilihat bahwa gamelan atau kesenian

sejenisnya sudah bisa mewakili yang diklasifkasikan sebagai seni dalam

menghadirkan kejawaan bagi GKJ.

Penggunaan gamelan di GKJ pada tahun 1990 sesungguhnya bukan sesuatu yang

lazim dipakai. Ini juga sebagai contoh bahwasanya gamelan dan kehidupan

peribadahan di GKJ cukup berjarak pada saat itu. Penggunaan gamelan pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

92

peribadatan pada masa itu sangatlah dibatasi. Namun seiring berjalannya waktu,

gamelan memegang peranan penting bagi hadirnya kejawaan dalam diri GKJ. Malahan

GKJ (Purworejo) sudah memiliki beberapa tim gamelan yang bergantian mengiringi

ibadah di gereja. Bisa dilihat bahwa gamelan ataupun karawitan di GKJ (Purworejo)

bukanlah sesuatu yang sudah lama dipakai. Tentulah gamelan ini direproduksi

kembali karena sebuah alasan: menghadirkan kejawaan dalam kehidupan bergereja

di GKJ.

Pertama-tama alasan yang membuat orang muda yang menjadi narasumber mau

bergabung justru karena ajakan teman. Bahkan dalam data wawancara disebutkan

salah satu narasumber hanya ingin berada bersama teman-temannya. Tidak ada

pikiran dia akan memainkan alat musik tradisional atau modern. Memainkan gamelan

pertama-tama bukanlah sebuah kebutuhan bagi orang muda, apalagi demi

memproduksi identitas kejawaan. Mereka ada dalam lingkungan kesenian semata

karena lingkaran teman sepermainan. Perbedaan baru terjadi ketika orang muda

menguasai cara memainkan gamelan. Ketika mereka mengonsumsi gamelan, ada

sebuah operasi nilai tanda yang terjadi, yaitu sebagai pembeda. Ketika gamelan belum

dikonsumsi tidak ada dampak bagi orang muda. Namun setelah dikonsumsi mereka

jadi tergabung dalam kelompok tertentu. Mereka kini seolah menjadi lebih “Jawa”

ketimbang teman-temannya. Kini bukan lagi pertemanan alasan mereka dalam

lingkaran kesenian, tapi isu soal identitas. Keahlian bermain gamelan menjadi sesuatu

yang membanggakan karena hal itu menghadirkan identitas Jawa bagi dirinya.

Narasumber seolah kini berada dalam kelompok yang bisa disebut “Jawa”. Pikiran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

93

yang semacam ini rupanya bukan hanya dimiliki oleh narasumber melainkan juga

oleh teman-temanya. Ada yang merasa dirinya sebagai orang Jawa tapi tidak bisa

memainkan gamelan. Lalu apa yang dilakukan oleh narasumber menjadi sebuah

perilaku yang ideal bagi “orang Jawa”. Bahkan perilaku belajar dan memiliki keahlian

dalam memainkan gamelan juga merupakan sesuatu yang membanggakan sekalipun

menurut narasumber hal itu kalah pamor dari musik-musik Korea. Ada sisi yang patut

dicermati di sini dalam posisi gamelan kalah pamor dengan musik Korea, namun hal

itu tetap saja membanggakan. Fungsi pembeda dalam nilai tanda inilah yang membuat

mereka bangga pada kemampuan mereka.

Ruang yang semacam inilah yang diciptakan oleh GKJ (Purworejo). GKJ Purworejo

menciptakan ruang bagi orang muda supaya dapat menguasai gamelan. Sekalipun

pada awalnya mengandalkan relasi pertemanan namun setelah gamelan dikuasai, ada

keahlian yang membedakan orang muda (diferensiasi) dalam upaya membangun

kejawaan. Itu semua dilakukan dalam rangka membangun identitas kejawaan. Ruang

itu juga dijaga lewat dipakainya gamelan dalam ibadah. Rupanya dipakainya gamelan

dalam ibadah menambah kebanggaan bagi narasumber. Narasumber kini bukan

hanya berada dalam sebuah kelompok “Jawa”, tapi juga “gereja Jawa”. Ruang yang

diciptakan oleh GKJ bukan hanya berdampak bagi narasumber tapi bagi gereja juga.

Fungsi pembeda bukan hanya berlaku bagi orang muda, namun bagi GKJ juga. GKJ

sebagai gereja yang mampu mereproduksi gamelan sebagai salah satu tanda dalam

menghadirkan kejawaan. GKJ menjadi seolah sahih dalam memberikan makna bahwa

dirinya adalah gereja dengan kebudayaan Jawa yang melekat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

94

Dalam membangun identitas kejawaan, GKJ juga menekankan pentingnya tradisi.

Tradisi yang dimaksud juga tidak mengacu pada tradisi secara umum namun lebih

pada upacara adat. Bila yang dimaksud GKJ ialah tradisi yang dilakukan komunitas

Kristen Jawa sebagaimana yang dilakukan Sadrach, hal itu hanya bisa ditunjukkan

dengan penggunaan hari yang sama untuk sarasehan (pada hari Selasa Kliwon). Di

satu sisi ada penekanan bahwa salah satu instrumen untuk membangun kejawaan

bagi GKJ adalah tradisi, di sisi lain tak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud

dengan tradisi itu sendiri. Pada titik ini jelas bahwa kejawaan yang dibangun adalah

sebuah kejawaan tanpa referensi. Tidak ada “Jawa” secara khusus yang dijadikan

acuan. Memang hal tersebutlah yang menjadi ciri dari sebuah simulasi.

Dengan keadaan yang demikian, di sini akan dimulai dengan apa yang dipahami

orang muda perihal tradisi. Tradisi bagi narasumber lebih dekat kepada upacara-

upacara adat. Upacara adat yang terlintas bagi narasumber adalah tedhak siten, yaitu

sebuah upacara di mana bayi menginjak tanah pertama kali dan kemudian ada

serangkaian upacara yang mengikutinya. Upacara inipun diketahui narasumber dari

pelajaran bahasa Jawa di sekolah. Narasumber menegaskan bahwa apa yang ia

ketahui tentang upacara adat detailnya justru didapat dari sekolah, sementara garis

besarnya dari masyarakat. Ini terjadi karena menurut narasumber, masyarakat

sendiri sudah tidak melakukan upacara adat ini. Bila yang dimaksud sebagai tradisi

adalah upacara adat, maka terlihat bahwa masyarakat sendiri sudah jarang yang

melakukannya, sehingga wajar bila orang muda bila tidak mengetahui perihal upacara

adat yang diasosiasikan dengan tradisi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

95

Berbeda dari aspek bahasa dan kesenian di mana gereja memberikan ruang untuk

orang muda belajar, gereja tidak mengajarkan tradisi Jawa. Agaknya bahasa dan

kesenian lebih bisa dimasukkan dalam konsep peribadahan dalam gereja. Ada

peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan bagian dari upacara adat yang

bisadimasukkan dalam peribadahan misalnya upacara kematian, pernikahan maupun

kehamilan. Namun Gereja juga tidak mengajarkan tentang bagaimana ibadah yang

menyangkut upacara adat, misalnya pernikahan dan tedhak siten. Bila ada

peribadahan yang menyinggung upacara adat biasanya hanya berbentuk doa syukur;

bentuk ibadah yang sama sekalipun berbeda kepentingannya.

GKJ (Purworejo) memilih untuk membangun sebuah upacara adat sendiri yang

disebut unduh-unduh. Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya

upacara ini mengalami perubahan. Perubahannya dari sisi pelaksanaan; jika yang

tadinya upacara unduh-unduh hanya dilaksanakan di dalam gereja dan menggunakan

sistem lelang. Kini pelaksanaan unduh-unduh menggunakan arak-arakan serta sudah

meninggalkan sistem lelang, diganti dengan menjual barang di bawah harga pasar

bagi masyarakat umum. Perubahan ini didasarkan pada alasan supaya pelaksanaan

unduh-unduh lebih berkeadilan.

Pada sisi yang lain dalam perubahan sistem arak-arakan yang perlu menjadi

sorotan selain dari bahasa dan kesenian yaitu pada pakaian. Ada upaya menghadirkan

model (simulasi) kejawaan melalui pakaian. Ada yang menggunakan busana

tradisional Jawa (Yogya) yaitu baju surjan dengan jarik lengkap beserta kerisnya.

Sedangkan yang lain banyak juga yang mengenakan caping, mengenakan kebaya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

96

dengan ditalikan di depan membawa keranjang bambu yang berisi buah, sayur atau

umbi-umbian bagi yang perempuan. Sementara bagi yang laki-laki tetap memakai

surjan lurik tanpa dikancingkan, celana panjang hitam dan memakai caping.

Dalam unduh-unduh ada sebuah model yang coba ditampilkan, selain daripada

kejawaan yang merujuk pada Yogyakarta, model lain adalah petani. Ada usaha untuk

menghadirkan kejawaan dalam unduh-unduh itu sendiri maupun dalam pernik-pernik

di dalamnya. Kejawaan dihadirkan melalui pakaian, baik yang berbuasana surjan

maupun yang berbusana petani. Namun itu semua kosong karena memang apa yang

real dari Jawa sudah tidak bisa ditemukan lagi dalam dunia hiperreal.

Bagi orang muda upaya-upaya yang dilakukan gereja dalam membangun

kejawaan dengan upacara undhuh-undhuh ini diikuti. Ide dasarnya bahwa upacara ini

diadakan sebagai rasa syukur juga dipahami oleh orang muda. Namun rupanya proses

pembentukan upacara adat yang dibuat oleh gereja (unduh-unduh) ini tidak diketahui.

Itu semua tertutup sebuah paham perihal mempertahankan kejawaan. Apalagi salah

satu narasumber juga menyebutkan bahwa upaya untuk mempertahankan identitas

ini tepat terutama di era globalisasi. Ada dampak negatif dari globalisasi yang

membuat gereja harus mempertahankan itu, sekalipun tidak perlu menolak

globalisasi secara mentah-mentah. Orang muda mestinya bersiasat dalam globalisasi

seperti yang dilakukan oleh grup musik Jogja Hiphop Foundation, yang mampu

memadukan musik rap dengan bahasa Jawa.

Dari ketiga aspek di atas, melalui bahasa, kesenian dan tradisi yang coba

dilakukan gereja, ketiganya menampilkan upaya-upaya untuk menghadirkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

97

kejawaan di dalam GKJ. Proses ini berjalan seolah tanpa diperlukan referensi Jawa

macam apa yang digunakan. Apa yang coba dihadirkan GKJ adalah upaya

menghadirkan hal-hal yang artifisial. Itu semua dilakukan karena di dalam simulasi

yang real telah hilang. Kejawaan yang dihadirkan tanpa referensi. Orang muda

merupakan awak di dalam kapal yang sama yaitu GKJ, sehingga sekalipun ada banyak

perbedaan pada detail-detail dalam menghadirkan kejawaan, mereka ada dalam

keprihatinan bersama. Representasi kejawaan kini hilang digantikan dengan simulasi,

tanda-tanda itu bertumpuk menjadi simulakra dan bisa bermakna ketika saling

berkaitan antara tanda yang satu dengan tanda yang lain.124Hal ini pula yang bisa

menjelaskan mengapa dalam seni (kesenian), bahasa dan tradisi kejawaan coba

dibangun. Ada berbagai tanda yang meskipun artifisal dan seolah tidak berhubungan

satu dengan yang lain, namun ketika dikaitkan dalam satu payung simulakra

kejawaan, maka seni, bahasa dan tradisi akan terhubung.

3. Tuhan dalam logika simulasi; Upaya Membangun Identitas dalam Ranah

Biblis

This is precisely because they predicted this omnipotence of simulacra, the faculty simulacra have of effacing God fromthe conscience of man, and the destructive,

annihilating truth that they allow to appear - that deep down God never existed, that only the simulacrumever existed, even that God himself was never anything but his

own simulacrum- fromthis came their urge to destroy the images.125

Logika simulasi ini rupanya juga tidak bisa dilepaskan dalam melihat klaim-klaim

dalam agama. Proses pertukaran nilai tanda telah merembes ke dalam agama dan

membuat pemaknaan menjadi berbeda. Tuhan bisa juga berada dalam posisi menjadi

124

James walter, opcithal 29. 125

Mark Poster, op.cit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

98

simulakrum. Terdapat sebuah kemungkinan bahwa Tuhan akan digantikan dengan

simulakrumnya. Tuhan yang kini dilihat oleh orang-orang beragama adalah Tuhan

tanpa referensi. Hanya saja simulakra yang dihasilkan adalah simulakra yang

mahakuasa.126 Ketika gereja membicarakan tentang identitas, gereja biasa

menggunakan ayat-ayat ataupun mencari sosok-sosok religius yang bisa digunakan

untuk mendukung pendapatnya. Namun hal itu bisa membuat yang dihadirkan adalah

simulakra Tuhan.

Pada sisi lain kepercayaan yang telah dipengaruhi oleh logika simulasi juga

mengalami pendangkalan.127 Kehidupan beragamanya lebih mementingkan sesuatu

yang artifisial. Misalnya dalam kekristenan orang akan lebih mementingkan

penggunaan simbol salib di tempat-tempat umum sebagai sebuah identitas. Sekalipun

pada masa sebelumnya tidak diperlukan untuk menunjukkan identitas keagamaan

semacam itu.

Pemaknaan itu akan dilihat satu per satu di dalam proses wawancara yang telah

dilakukan. Pada proses tersebut tampak bahwa agama menghadirkan Tuhan sebagai

sebuah simulasi. Narasumber mengatakan bahwa gereja mestinya melihat kepada

Yesus, namun Yesus hanya dilihat sejauh itu mendukungnya dalam mereproduksi

identitas kejawaan.

Di dalam petikan wawancara bab 3 perihal membangun identitas dalam ranah

ideologis, narasumber menjelaskan bahwa ketika membicarakan identitas pertama-

tama melihat dari tokoh-tokoh lokal yaitu Sadrach dan Tunggul Wulung. Padahal

126

James walterop,cit hal37. 127

Ibid hal 39.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

99

Tunggul Wulung cukup asing bagi sejarah GKJ, karena ia lebih banyak berkarya di

Jawa sebelah Utara. Sementara Sadrach dilihat sebagai sosok yang mampu

memadukan antara kekristenan dan kejawaan dalam kehidupan beragamanya.

Sementara apa yang mereka ajarkan sesungguhnya tidak pernah dipelajari atau

bahkan diajarkan dalam gereja GKJ (di Purworejo). Referensi bagi Sadrach maupun

Tunggul Wulung menjadi tidak penting lagi selama kedua tokoh ini bisa menjadi

model bagi kebutuhan GKJ dalam membangun identitas kejawaan. Simulasi terhadap

Sadrach dan Tunggul Wulung lebih penting ketimbang sosok dan ajaran kedua tokoh

ini.

Apa yang terjadi pada Tunggul Wulung dan Sadrach ini rupanya bisa juga terjadi

pada sosok Yesus. Memang sepertinya nampak wajar saja menyebut ayat Kitab Suci

maupun menyebut sosok Yesus sebagai sebuah rujukan. Namun bukankah di dalam

proses simulasi, Yesus dihadirkan sebagai sebuah model yang hanya dicuplik

berdasar kebutuhan tertentu. Yesus direduksi sedemikian rupa sehingga yang hadir di

sana adalah model simulasinya. Hal itu juga membuat sistem pertukaran nilai tanda di

dalamnya menjadi berbeda. Ada pembedaaan dalam kehadiran simulasi Yesus di

dalam tubuh GKJ. Ada usaha membedakan diri (diferensiasi) dengan kelompok yang

lain. Hal ini tergambar jelas ketika narasumber mengatakan bahwa kekristenan GKJ

mestinya berbeda dengan kekristenan yang diajarkan oleh zending. Narasumber

menghadirkan simulasi Yesus untuk menunjukkan perbedaan dirinya sebagai warga

GKJ memiliki pandangan dan tergabung dengan kelompok yang berbeda dengan GKJ

waktu dibina oleh zending.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

100

Misalnya ketika Yesus disebutkan bahwa ia tidak mengubah apapun dalam hukum

Taurat (merujuk pada Matius 5:18). Yesus sendiri sedang ditempatkan sebagai

simulasi untuk mendukung bahwa Yesus saja masih mempertahankan

keyahudiannya, masakan GKJ hendak menghilangkan kejawaannya? Pada titik ini

sekalipun digunakan sebagai rujukan ayat, tidak menghilangkan posisinya sebagai

sebuah model.

Tidak hanya sosok Yesus yang dijadikan simulasi namun juga Allah sendiri. Dalam

penjelasan narasumber alasannya untuk menghadirkan identitas kejawaan bagi GKJ

ialah bahwa Allah sendiri telah menciptakannya sebagai orang Jawa. Maka ia seolah

tidak memiliki pilihan lain untuk tetap menjadi orang Jawa. Bahkan simulasi ini

berlanjut bahwasanya sumber atau pokok bagi GKJ adalah kejawaan, maka ketika

kejawaan dilepaskan dari GKJ adalah seperti pohon yang tidak menempel pada tanah,

dan hal ini membuat GKJ menjadi mati.

Allah yang dihadirkan pada simulasi sebelumnya, merupakan Allah yang

dihadirkan tanpa referensi. Bagaimana real Allah yang sesungguhnya bukan

merupakan sesuatu yang penting lagi. Akan tetapi posisi simulasi Allah menempati

posisi sebagai simulakra yang mahakuasa (omnipotence of simulacra). Dengan

posisinya yang demikian ini penggunaan simulasi Allah dapat membuat dampak

seolah-olah tidak memiliki pilihan lain. Membuat orang mesti berpikir bahwa dirinya

tidak mengindahkan apa yang digariskan oleh Allah maka dirinya melawan Allah.

Maka di satu titik dapat dilihat bahwa ada usaha untuk menghadirkan suasana bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

101

membangun identitas kejawaan adalah satu-satunya pilihan yang sesuai dengan

kehendak Allah.

Dampak dari logika simulasi Allah ada pada sebuah pendapat bahwa membangun

identitas kejawaan merupakan sebuah rasa syukur. Atau yang kemudian termaktub

dalam usaha melestarikan seni, bahasa, dan tradisi di atas adalah wujud rasa syukur

kepada Allah karena ia telah menciptakan GKJ di “Jawa”. Logika simulasi ini semakin

jelas bahwa arah yang dituju adalah terbentuknya paham yang melihat bahwa

membangun identitas kejawaan merupakan sebuah keniscayaan.

Pada bagian berikutnya narasumber menunjuk pada sebuah simbol GKJ.

Sebetulnya apa yang ditunjuk sebagai simbol adalah logo GKJ.128 Logo yang tidak

terdapat gambar salib. Padahal salib merupakan gambar yang sangat penting bagi

pemeluk agama Kristen. Gambar salib juga terbiasa terdapat pada logo gereja-gereja,

namun tidak dengan logo GKJ.

GKJ rupanya memilih gambar-gambar yang lain seperti yang disinggung oleh

narasumber. Gambar burung dara yang melambangkan kasih Tuhan. Gambar tangan

menyembah sebagai wujud respon manusia pada Tuhan. Kedua gambar itu dimaknai

sebagai sisi vertikal. Sementara gambar gunungan dimaknai sebagai sisi horisontal

yang melambangkan GKJ yang hidup dalam segala kejawaannya. Ketika berbagai

gambar ini disatukan sebagai logo GKJ maka logo ini sudah menunjukkan sisi vertikal

dan horisontal yang ada pada salib. Maka menurut narasumber logo GKJ adalah salib.

128

logo/lo·go/ n huruf atau lambang yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama perusahaan dan sebagainya. https://kbbi.web.id/logo diunduh pada 29 Desember 2018 pukul 14:29 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

102

Logo ini hendak dihadirkan sebagai sarana membangun identitas kejawaan yang

ramah terhadap konteks Indonesia yang plural. Narasumber mengatakan jika logo ini

dijadikan pin/bros tidak akan membuat orang lain terganggu. Berbeda jika

mengenakan pin/bros salib. Pin salib itu membuat batas identitas yang jelas dan ini

dirasakan sebagai hal yang buruk bagi relasi antar umat beragama dalam konteks

plural. Dampak penggunaan pin salib dan gunungan berbeda. Menurut narasumber

mengenakan pin gunungan justru menegaskan aspek kejawaan yang tidak akan

mengganggu orang lain. Maka logo ini dipertahankan dan dihadirkan bukan hanya

untuk menegaskan identitas kejawaan namun juga menjaga relasi.

Dalam tataran simulasi segala sesuatu direduksi menjadi sesuatu yang artifisial.

Logo GKJ juga bisa berada di sana hanya dipakai sebagai tanda yang berfungsi sebagai

pembeda. Tapi di sisi lain narasumber telah menyebutkan bahwa logo itu adalah

simbol. Walter menjelaskan prinsip Baudrilaard bahwa memang ada bedanya antara

tanda dan simbol. Contohnya adalah cincin, ada perbedaan antara cincin perhiasan

dengan cincin kawin. Cincin perhiasan hanya akan menghasilkan nilai tanda. Misalnya

yang mengenakan tergolong dalam strata sosial seperti apa. Sedangkan cincin kawin

adalah sebuah ekspresi dari komitmen yang melibatkan seluruh perasaan untuk

mengikat sebuah hubungan.129 Logopun bisa digunakan sebagai simbol bagi GKJ

untuk menghadirkan kejawaan yang menghiraukan konteks pluralitas.

Ada hal yang perlu diperhatikan sebagai dampak atas dijadikannya Tuhan dan

Kitab Suci sebagai simulakrum. Sebagaimana telah dijelaskan dalam kutipan paling

129

James Walter, op.cit hal 69.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

103

atas dalam sub bab ini, bahwa ada kemungkinan tersingkir dari kehidupan manusia

yang beragama dan yang tinggal hanyalah simulakrumnya. Ketika itu terjadi

kehidupan agama hanya akan menjadi klaim-klaim kosong dengan penanda

simulakrum yang mahakuasa. Dengan demikian simulakrum ini menjadi rentan sekali

untuk disalahgunakan, apalagi Baudrilaard memberi gelar mahakuasa (omnipotence).

Maka sekalipun klaim-klaim yang ada dalam wawancara berpotensi menjadikan

Tuhan sebagai simulakrum kiranya GKJ juga memperhatikan dan menempatkan

klaim-klaim tersebut bukan sebagai tanda, namun sebagai simbol.

4. Upaya Membangun Identitas Kejawaan dalam Konteks Pluralitas

Kecenderungan konteks agama yang semakin lama semakin dangkal serta

semakin fundamental rupanya dirasakan pula oleh GKJ. Ketika membicarakan alasan

membangun identitas sebagai sebuah upaya untuk menangkal radikalisme

narasumber merujuk pada Jawa yang asli. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas,

bila merujuk pada Jawa “asli” dalam logika simulasi mustahil ditemukan karena sudah

tidak ada lagi referensi terhadap realitas.130 Maka kemudian narasumber dalam logika

simulasi menghadirkan Jawa yang tidak lagi berada dalam tataran syariat.

Penggunaan diksi syariat, tarekat dan makrifat cukup menarik perhatian. Diksi-diksi

tersebut digunakan dalam perbincangan diantara orang beragama Kristen dan untuk

menjelaskan posisi kejawaan di dalam gereja (GKJ). Diksi-diksi tersebut juga tidak

digunakan untuk mengristenkan orang beragama lain. Namun upaya untuk

membangun identitas dalam konteks plural rupanya bukan hanya menggunakan

130

ibid hal 29.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

104

penanda Jawa tetapi juga diksi dari agama Islam. Menurut narasumber tataran syariat

merujuk pada kejawaan yang berada di tataran pertama yang mementingkan aturan-

aturan yang baku. Sementara itu tarekat dimaknai narasumber telah sampai pada

tataran menghormati jalan-jalan yang selain yang diyakini. Makrifat dimaknai

narasumber dalam tataran filosofis.

Narasumber mengharapkan Jawa dalam logika simulasi yang dibangun bukan

pada tataran yang syariat, yaitu yang terikat pada aturan-aturan baku. Jika kejawaan

yang ditampilkan dalam simulasi adalah kejawaan yang syariat akan menimbulkan

perpecahan. Narasumber merasa bahwa saat ini simulasi kejawaan yang dihadirkan

GKJ berada dalam tataran syariat. Ini terkait dorongan logika pertukaran tanda dalam

simulasi. Segala sesuatu yang disimulasikan bukan hanya terlepas dari yang real,

namun akan menjadi artifisial. Salah satu penyebabnya adalah dorongan supaya

identitas jelas dalam ranah visual. Latar belakang yang semacam itu membuat

narasumber juga tahu untuk mengubah kebiasaan sesuatu yang syariat, menjadi

kejawaan dalam tataran makrifat, apalagi pada konteks simulasi bukan sesuatu yang

mudah.

Narasumber memberi contoh bahwa dirinya pada tahun 2018 ini diminta untuk

mengisi acara “Malam Satu Suro”. Sebuah upacara yang bermaksud mengadakan

perayaan tahun baru Jawa yang biasanya diasosiasikan juga dengan tahun baru Islam.

Sebuah acara tahun baru Jawa (biasanya bersamaan dengan tahun baru Hijriyah) ini

justru meminta pendeta sebagai penceramah. Hal ini membuat narasumber bingung

sekaligus berefleksi. Itu semua bisa terjadi kalau kejawaan yang ditampilkan bukanlah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

105

kejawaan dalam tataran syariat, namun dalam tataran makrifat. Ada sebuah kajian

filosofis yang bisa dimaknai bersama tanpa harus tersekat pada agama tertentu.

Simulasi yang diusulkan supaya dipakai GKJ adalah model padepokan pengajaran

Sadrach yang juga diletakkan pada logika simulasi. Tidak ada penjelasan bagaimana

Sadrach melakukan pengajaran agama Kristen. Namun seolah-olah memang Sadrach

melakukan dengan berdiskusi sebagaimana dihadirkan narasumber dalam simulasi.

Hal ini digunakan untuk mengusulkan sebuah model ibadah yang baru yang mestinya

dicoba oleh GKJ dalam simulasi identitas kejawaan. Narasumber merasa bahwa

dengan gaya pengajaran Sadarch akan membangun kedekatan. Bukan hanya diantara

para warga jemaat namun juga warga jemaat dan pendeta. Kedekatan semacam ini

dinilai narasumber bisa mempengaruhi kedekatan antara GKJ dengan lingkungannya

(termasuk di dalamnya relasi dengan orang beragama lain). Narasumber mengatakan

bahwa pola relasi semacam itu bisa menghindarkan orang Kristen (GKJ) dari rasa

eksklusif dan berperan bagi lingkungan sekitarnya. Dimulai dengan relasi pendeta

dengan lingkungannya sebagai teladan pada warga jemaat.

Menghadirkan Sadrach dalam logika simulasi sebagai sebuah model kejawaan bagi

kekristenan GKJ adalah sebuah upaya membangun identitas dalam konteks pluralitas.

Simulasi identitas bisa digunakan untuk menghadirkan kejawaan yang membuat GKJ

menjadi lebih inklusif, baik itu pendetanya maupun warga jemaatnya.

Dari sub bab ini para narasumber hendak mengaskan bahwa ada sebuah konteks

yang perlu disadari, yaitu pluralitas. Para narasumber memperlihatkan upaya

menggunakan kejawaan dalam menyikapi konteks tersebut. Entah itu namanya Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

106

yang tidak syariat, sampaiKristen yang tidak terang-terangan dipakai dalam rangka

menghadapi konteks tersebut. Jawa di sini juga dijadikan pembeda dengan segala

penandanya. Bahwa GKJ merupakan gereja yang hendak mempertahankan hubungan

baik dengan umat beragama lain dengan kejawaan yang diusung. Ketika kejawaan

dimainkan sebagai sebuah simbol sebagaimana telah disinggung dalam sub bab

sebelumnya,

5. Kekosongan sebagai Harapan bagi Gereja

But one of the core arguments of this book is that Baudrillard’s nihilism frequently takes on an apophatic character that makes room for a new kind of

believing, a new kind of excess.131

Kekristenan telah sejak lama tertarik pada soal kepercayaan yang menekankan

kepatuhan pada doktrin sebagai indikasi ketaatan dan teks suci sebagai rujukan benar

salah bagi pemeluknya.132 Kecenderungan semacam ini juga ada di dalam tubuh GKJ

dan dampaknya ada pelarangan-pelarangan dalam mempraktekkan hal-hal yang

berkaitan dengan kejawaan.

Hal inilah yang membuat kedatangan agama Kristen ke Jawa dan bersinggungan

dengan kejawaan menimbulkan banyak gesekan. Adanya aturan-aturan yang

melarang secara jelas terhadap perilaku yang berkaitan dengan kejawaan. Bahkan

kebingungan itu masih berlangsung sampai sekarang lewat pertanyaan “boleh-tidak

boleh”.

Pada sisi lain, kini segala sesuatu terserap dalam sistem operasi simulasi, agama

kian bergerak ke arah artifisial. Manusia beragama hanya demi menegaskan identitas

131

Ibid hal 79. 132

Richard King. Agama , op.cithal 74.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

107

beragamanya secara visual. Sedangkan agama yang semakin artifisial ini justru

menampakkan kecenderungan semakin fundamental. Demikian juga kekristenan

tidak luput dari arus tersebut.

GKJ sebagai salah satu bagian dalam kekristenan mereproduksi sebuah identitas

kejawaan dalam dua konteks di atas. Tradisi ortodoksi yang menuntut kepatuhan

sedemikian kuat serta dorongan penegasan identitas agama yang semakin dangkal

dalam logika simulasi. Upaya-upaya untuk mereproduksi identitas kejawaan menjadi

begitu menghadirkan keterasingan. Keterasingan itu dalam tulisan ini diwakili oleh

pengalaman orang muda, baik dalam segi bahasa, seni maupun tradisi.

Keterasingan sebagai dampak dari simulasi di mana kejawaan yang dihadirkan di

GKJ merupakan sebuah model. Kejawaan yang dihadirkan di GKJ adalah kejawaan

tanpa refensi. Secara historis GKJ memang telah terpisah begitu lama sebagai dampak

dari pendidikan kekristenan yang dilakukan Belanda. Sementara dalam logika

simulasi, yang real itu memang sudah tidak dapat dijumpai kembali digantikan

dengan simulasi.

Keterasingan itu semakin hilang manakala segala sesuatu yang dihadirkan dalam

nilai tanda bukan hanya membuat artifisial bahasa, seni dan tradisi namun juga

menghadirkan diferensiasi. GKJ yang berusaha membedakan diri dari gereja bahkan

kekristenan yang lain. Ada sebuah perjuangan dalam simulasi kejawaan ini yang

mencoba melawan tarikan agama yang semakin fundamental.

Hal inilah yang membuat simulasi kejawaan GKJ bukan hanya menghadirkan

kejawaan, namun juga sebuah perlawanan pada fundamentalisme dan bahkan juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

108

pada terorisme. Seperti yang ada dalam kutipan di awal sub bab ini, simulasi dalam

nihilisme Baudrilaard justru menjadi kesempatan bagi GKJ untuk bisa membuat

kekristenan jenis baru yang tidak tunduk pada ortodoksi lama, apalagi dalam konteks

kolonial. GKJ bisa dengan bebas memainkan model-model untuk bereaksi kepada

tantangan jaman.

Akan tetapi hal ini bisa dilakukan jika menggunakan logika simulasi dengan sadar

dan tidak terhisap di dalamnya. Artinya logika ini memang dipilih menjadi sebuah

strategi guna memerdekakan diri dari segala kungkungan ortodoksi yang membuat

manusia beragama secara buta. Simulasi bisa membawa manusia dalam aras

fundamentalisme yang semakin kuat namun bisa membawa manusia dalam praktek

beragama yang baru yang lebih memerdekakan manusia. Dalam logika simulasi ini

GKJ dimungkinkan untuk membentuk sebuah kejawaan baru yang melawan segala

praktik beragama yang kian artifisial dan fundamental. GKJ tidak memerlukan

referensi darimana kejawaan yang dipakai dalam gereja. GKJ bisa membentuk dan

membuat strategi untuk GKJ yang sadar pada perkembangan dan sadar bagaimana

mesti melawan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

109

Bab 5

Kesimpulan dan Penutup

Gereja Kristen Jawa, seolah wajar saja apabila lembaga ini membicarakan tentang

identitasnya sebagai orang Jawa. Seolah menjadi tanpa masalah juga apabila “Jawa”

lalu dibicarakan dalam bingkai tertentu oleh GKJ. Namun dalam pembicaraan

terhadap kejawaan itu muncul hal-hal yang perlu ditelusuri lebih lanjut. Seperti yang

sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, GKJ sebagai gereja punya pergumulan

sendiri tentang unsur kekristenannya. Kekristenan GKJ didapatnya dari lembaga

penyebar agam Kristen (zending) yang berasal dari Belanda. Kekristenan yang di

dalamnya dipenuhi semangat pietisme, sebuah paham yang menuntut pengikutnya

mementingkan kesalehan pribadi dan juga kemurnian diri (puritanisme). Dalam

pemahaman yang semacam ini tidak ada tempat bagi budaya lokal (kejawaan).

Bahkan dengan jelas ada sebuah larangan untuk melakukan praktik-praktik yang

dianggap masih berkaitan dengan kepercayaan sebelum memeluk agama Kristen.

Sementara di sisi lain sekalipun kejawaan ditolak dalam tataran ortopraksi namun

nyatanya itu tidak bisa dilepaskan. Hal itu pula yang membuat GKJ mengarahkan

pandangan pada Sadrach sebagai sosok yang menghadirkan kejawaan di aras

ortodoksi. Tarik-menarik antara keduanya berpotensi terjatuh pada dualitas menjadi

Kristen atau menjadi Jawa. Sementara keduanya bukanlah sesuatu yang bisa utuh

digenggam. Upaya untuk menggenggam Jawa dilakukan sedemikian rupa

sebagaimana tergambar dalam wawancara. Ada upaya dari gereja untuk

menggenggam kejawaan dengan menggunakan aspek kesenian, bahasa dan juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

110

tradisi. Aspek-aspek tersebut diarahkan pada orang muda. Perhatian tersebut

diarahkan dengan cara mengubah jam ibadah, memberi ruang bagi orang muda

belajar bahasa dan kesenian. Tidak jarang perhatian itu juga berupa kekuatiran,

bahwa orang muda akan meninggalkan kejawaan dan beralih pada hal lain, pada

kekristenan jenis lain yang tidak melibatkan kejawaan di sana. Oleh karena itu

pendapat orang muda juga mendapat porsi dalam proses wawancara. Bukan hanya

untuk mengetahui bagaimana pendeta dan majelis beserta orang tua membicarakan

soal identittas ini, namun suara orang muda juga diperdengarkan sebagai sebuah

polivokalitas. Suara orang muda rupanya sering luput dalam penentuan langkah

strategis gereja. Orang muda juga punya pendapatnya dalam kesadaran akan

pergulatan identitas kejawaan bagi dirinya selaku warga Gereja Kristen Jawa.

Bahkan dari suara orang mudalah nampak bahwa ada banyak keterasingan yang

terjadi di dalam reproduksi identitas kejawaan. Keterasingan yang membuktikan

bahwa segala yang dilakukan oleh GKJ selama ini adalah sebuah simulasi. Aspek-aspek

yang dihadirkan di dalamnya termasuk kejawaan itu sendiri adalah sebuah model.

Model yang juga memiliki sisi dimensi diferensiasi bagi GKJ.

Pada bagian lain, bagi kekristenan menempatkan klaim tentang Tuhan dan ayat-

ayat kitab suci memiliki dampak yang kuat sekali. Apalagi bagi kekristenan yang

memang menuntut pengikutnya taat pada doktrin yang merujuk pada ayat-ayat suci.

Penggunaan ayat suci dan penggunaan klaim tentang Yesus bisa memiliki ekses

politik. Oleh karena itu pendekatan logika simulasi dari Baudrilaard ini bisa

membantu untuk melihat bahwa sisi-sisi berketuhanan memang bisa dijadikan model.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

111

Bahkan Tuhan sendiri adalah sebuah simulakrum. Pendekatan semacam ini bisa

menjadi peluang bagi agama (terutama bagi GKJ) untuk waspada pada ketaatan buta

terhadap siapa saja yang bisa menggunakan klaim ayat dan mengutip Tuhan di dalam

pendapatnya.

Klaim-klaim yang dapat dilihat dalam wawancara bukan hanya bentuk

kewaspadaan terhadap ketaatan buta, namun juga untuk membangun perlawanan.

Kecenderungan sifat agama yang dimunculkan oleh logika simulasi adalah

fundamentalisme. Bentuk lain dari fundamentalisme bisa dilihat dalam terorisme.

Fundamentalisme dan terorisme sebagai dampak simulasi ini dilawan oleh GKJ

menggunakan simulasi kejawaan.

Perlawanan ini bisa dilihat dalam hasil wawancara. Dalam ranah kejawaan,

bahasa, seni dan tradisi dipraktikkan begitu rupa di dalam gereja guna

memperjuangkan kehidupan beragama yang menghiraukan pluralitas. Lalu mengapa

orang muda yang menjadi perhatian? Atau dalam ekspresi GKJ diperlihatkan dalam

kekuatiran? Hal ini karena orang muda yang akan banyak bersinggungan dengan

fundamentalisme sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Di ranah ideologis usaha-usaha untuk melawan fundamentatalisme dihadirkan

dalam memaknai kejawaan dengan lebih filsosofis. Narasumber menandaskan bahwa

untuk melawan fundamentalisme dan lebih menghargai pluralitas perlu

mengembangkan kejawaan dalam tataran makrifat. Bila kejawaan yang semacam ini

yang dikembangkan niscaya kerukunan akan terjadi. Hal ini dicontohkan dengan

dijadikannya pendeta sebagai penceramah di dalam acara malam satu suro.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

112

Menghadirkan simulasi pengajaran Sadrach juga usaha untuk melawan

fundamentalisme. Bayangan kehidupan pengajaran di padepokan yang bahkan belum

tentu dialami oleh narasumber menjadi usulan sistem peribadahan di GKJ. Dengan

kedekatan (tidak eksklusif) yang dibangun dalam sistem padepokan tersebut dapat

dilakukan baik ke dalam warga gereja maupun ke luar dengan umat beragama lain.

Logo GKJ juga diberi pemaknaan sedemikian rupa untuk melawan

fundamentalisme. Logo GKJ yang tidak menggunakan gambar salib dimaknai sudah

menyiratkan salib secara lebih ideologis. Logo itu bila digunakan sebagai pin maupun

dalam bentuk yang lain yang tidak akan membuat batasan dengan orang beragama

lain. Diharapkan sekalipun ada sisi identitas pada diri GKJ namun tidak membangun

batas-batas yang mengarahkan pada fundamentalisme.

Simulasi merupakan kesempatan bagi GKJ dalam upayanya membangun identitas

adalah guna memperjuangkan lembaga agama yang menghargai konteks pluralitas.

Simulasi ini jugalah yang membuat GKJ bisa terus memainkan model-model kejawaan

dengan luwes dan sesuai kebutuhan. Simulasi ini pulalah yang memberi kesempatan

bagi GKJ untuk tidak terikat doktrin dan juga tidak menjadikan model-model yang

diciptakan dalam perlawanannya menjadi doktrin yang kaku dalam versi baru.

Akan tetapi simulasi bisa menjadi strategi apabila ada kesadaran dalam

menggunakannya. Hal inilah yang menjadi harapan di tengah citra Baudrilaard

yang nihilistik. Sekalipun dalam logika simulasi segala kesadaran seolah terserap,

dan menjadi tanda yang artifisial, ternyata tidak begitu yang terjadi di GKJ. Ada

upaya dari GKJ dalam simulasinya untuk meraih sesuatu yang lebih filosofis, ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

113

upaya menjadikan tanda-tanda pada satu sisi,meskipun pada sisi lain

kecenderungan menjadi artifisial terjadi juga. Oleh karena itulah penulis masih

memiliki optimisme sekalipun dalam logika simulasi, bahwaada kemungkinan

dalam simulasi digunakan untuk melakukan perlawanan bagi simulasi yang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

114

Lampiran 1

HASIL BERDASARKAN PEKERJAAN

Jumlah; PNS; 101; 21%

Jumlah; TNI / POLRI; 14; 3%

Jumlah; Pegawai

Swasta; 111; 23%

Jumlah; Wiraswasta / Pedagang; 74;

15%

Pensiunan 22%

Jumlah; Lain - lain; 62; 13%

Jumlah; Tidak Bekerja; 13; 3%

Prosentase Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah

PNS 101

TNI / POLRI 14

Pegawai Swasta 111

Wiraswasta / Pedagang 74

Pensiunan 103

Lain – lain 62

Tidak Bekerja 13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

115

Daftar Pustaka

Daldjoeni,N. 1995. Profil Perkembangan GKJ. Salatiga: Lembaga Studi Pengembangan.

De Jonge,Christian. 2015. Apa itu Calvinisme ?, Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Dirjosanjoto,Pradjarta. 2008. Sumber-sumber tentang Sejarah Gereja Kristen Jawa 1896-

1980. Salatiga: Pusat Arsip Sinode GKJ.

Guillot, C.1985. Kiai Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa. terj Grafiti Press. Jakarta :

Grafiti Press.

Haryatmoko.2016. Membongkar Rezim Kepastian ; Pemikiran Kritis Post-Strukturalis.

Kanisius: Yogyakarta

Hastanto,Sri. 2015. Pemikiran tentang Desain dan Strategi Kebudayaan untuk GKJ.

Salatiga: Tidak Diterbitkan.

Jennifer Reid (ed). 2015. Religion, Postcolonialism, and Globalization; A Sourcebook.

Bloomsbury Academic. London: Bloomsburry.

King,Richard. 1999. Agama,Orientalisme dan Poskolonialisme; Sebuah Kajian tentang

Pertelingkahan antara Rasionalitas dan Mistik. Terj Agung Prihantoro.

Yogyakarta :Qalam Press.

Nugroho, Singgih. 2003. Tiyang Kristen ing Mriki Sampun Sae Agamanipun ; Pendeta,

Bekel dan Upaya membangun Identitas Agama di Jawa, Retorik, vol 2 no 4,

Oktober. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya

Universitas Sanata Dharma.

Partonadi, Soetarman S. 2001. Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya

.Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.

Poster, Mark, ed. 1988. Jean Baudrilaard; Selected Writing. Stanford University Press:

Stanford.

Saukko, Paulla. 2003. Doing Research ini Cultural Studies : An Introduction to Clasical

and New Metdhological Approaches. California:Sage Publications.

Sastrokasmojo, Padmono. 2017. Gendhing Gerejawi: Perjumpaan Kekristenan dengan

agama Islam dan Budaya Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

116

Sastrosupono, M Suprihadi dan Hadi Purnomo, ed. 1988. Gereja-gereja Kristen Jawa;

GKJ; Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa. Yogyakarta: Taman

Pustaka Kristen.

Soekotjo,S.H. 2009. Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa Jilid 1 : Di Bawah Bayang-bayang

Zending 1858-1948. Yogyakarta : Taman Pustaka Kristen

______________. 2010. Sejarah Gereja-gereja Kristen Jawa Jilid 2 : Merajut Usaha

Kemandirian 1950-1985. Yogyakarta :Taman Pustaka Kristen.

Subanar, G. Budi. 2006. “Manunggaling Kawula Gusti dalam Transisi : Potret Dunia

Jawa dari Yogyakarta” dalam Sesudah Filsafat; Esai-esai untuk Franz Magnis

Suseno, I Wibowo B Herry Priyono, ed. Yogyakarta :Kanisius

Sukoco,Lukas Eko. 2007.Teologi Lokal Jawa Perlukah?, Pergumulan-pergumulan

Teologis Seorang Pendeta Gereja Kristen Jawa, Sang Penjaga &Pengawal

Budaya Jawa dalam Bunga Rampai Tulisan Tentang Budaya Jawa: Suatu

Penghargaan Emiritasi untuk Prof.Dr.Dr. W.e. Soetomo Siswokaro, M.Pd,Ponco

Raharjo.ed.Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.

Walter,James.2012. Baudrilaard and Theology. London:T&T Clark.

Wigglesworth,Amanda Eve. 2008. The Role of Language in Religion and Ethnic Identity

A Study of Liturgical Language Use in the Ukrainian Orthodox Church of

Canada,dalam The Canadian Journal of Orthodox Christianity, Volume III, No 2,

Summer.Manitoba: St Arseny Orthodox Christian Theological

InstituteWinnipeg.

Wolterbeek,J.D.1995. Babad Zending di Pulau Jawa,terj Edi

Trimodoroempoko.Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawarepository.usd.ac.id/33225/2/156322004_full.pdfi Pergulatan Identitas Kejawaan Gereja Kristen Jawa Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan

117

Sumber Daring : https://kbbi.web.id/logo diunduh pada 29 Desember 2018 pukul 14:29 WIB http://www.gkj.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=1142 diunduh pada 8

Januari 2016 pukul 12:53 http://www.jogjasiana.net/index.php/site/adat_tradisi/custom_tradition

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI