KBK
-
Upload
reza-somara -
Category
Documents
-
view
157 -
download
0
Transcript of KBK
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 1/15
1
© 2005 Prg. MM UKRIDA 3 July, 2005Makalah Kelompok 4Filsafat Sains, t.a. 2004/2005Program MM, Pasca SarjanaUniversitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.
Dosen: : Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
TINJAUAN SISTEM PENILAIAN KURIKULUM 2004
DI TINGKAT SMA
Oleh:
Kelompok 4:
Debora Kana, Elika Dwi Murwani,Duma Hutahaean, dan Ferry Allan Purba
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dilaksanakan secara
nasional di seluruh Indonesia mulai Tahun Pelajaran 2004-2005, sesuai dengan arahan
kebijakan dari Pemerintah Pusat.
Namun kesiapan sekolah melaksanakan Kurikulum 2004 ini masih perlu
dipertanyakan, karena mengganti kurikulum tidak semudah membalikkan telapak
tangan.
Setelah Kurikulum 2004 mulai dijalankan, timbul berbagai masalah dari
kalangan para pendidik maupun pihak sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2004
ini. Pendidik sangat disibukkan dengan tuntutan-tuntutan akibat perubahan kurikulum
ini khususnya pada sistem penilaian yang lebih kompleks dari kurikulum 1994,
sehingga beban administrasi guru menjadi lebih berat. Bukan hanya guru dan pihak
sekolah saja yang resah, siswa dan orang tua siswa juga mengalami hal yang sama,
demikian pula pemerintah daerah.
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 2/15
2
Pada dasarnya penyempurnaan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004 ini
bertujuan baik, karena untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan
menyesuaikan diri dengan perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta seni dan budaya.
Hal ini terlihat dari perbedaan antara Kurikulum 1994 dengan Kurikulum 2004,
sebagai berikut :
Aspek Kurikulum 1994 Kurikulum 2004
Pengambilan
keputusan.
Semua aspek kurikulum
ditentukan olehDepartemen.
Pembagian wewenang
dalam menentukankurikulum.
Model Sosialisasi Tidak diawali kegiatan
ujicoba.
Didahului dengan kegiatan
uji coba.
Pendekatan
Pembelajaran
Berbasis konten (isi) Berbasis Kompetensi
Proses Pembelajaran Kurikulum sebagai subyek
dan guru serta siswa sebagai
obyek
Siswa sebagai subyek dan
guru sebagai fasilitator
Kompetensi Lulusan Kognitif Kognitif, Afektif dan
Psikomotor
Sistem Penilaian Acuan Norma (menentukan
posisi seseorang terhadap
kelompoknya)
Acuan Kriteria (hampir
semua orang bisa belajar
apa saja, namun waktunya
berbeda) Konsekuensi
acuan ini, adanya program
remedial dan pengayaan.
Irama Belajar Ketuntasan belajar klasikal Ketuntasan belajar individual
Di tengah keresahan dan kesibukan menjalankan Kurikulum 2004 ini, terjadi
perubahan kebijakan khususnya dalam sistem penilaian berbasis kompetensi,
diantaranya penilaian ranah Kognitif (Pengetahuan dan Pemahaman Konsep), ranah
Afektif (Sikap) dan Psikomotor (Ketrampilan) serta kriteria kenaikan kelas yang
menimbulkan ambiguitas terhadap KBK itu sendiri.
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 3/15
3
Oleh karena itu dalam makalah ini kami ingin meninjau lebih jauh tentang
sistem penilaian Kurikulum 2004 di tingkat SMA.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dalam makalah ini kami rumuskan
masalah yaitu : Bagaimana sistem penilaian Kurikulum 2004 di tingkat SMA ?
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS
Kurikulum yang mulai berlaku secara resmi tahun 2004, dikembangkan dari
Kurikulum 1994 dan Suplemennya, dan disebut Kurikulum 2004 (Kurikulum
Berbasis Kompetensi = KBK).
Menurut Depdiknas pada KERANGKA DASAR kurikulum 2004, Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Sesuai dengan pengertian tersebut, Kurikulum 2004 berisi seperangkat rencana dan
pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai Tujuan Nasional dan
cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah serta
sekolah.
Pengertian kompetensi dalam Kurikulum 2004 adalah kemampuan yang dapat
dilakukan peserta didik yang mencakup pengetahuan (kognitif), ketrampilan
(psikomotor), sikap dan nilai-nilai (perilaku/afektif) yang diwujudkan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Jika kebiasaan berpikir dan bertindak berdasarkan
kognitif, afektif dan psikomotor tersebut dilakukan seseorang secara konsisten dan
terus menerus, dapat menjadikan orang tersebut kompeten dalam bidang tertentu.
Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat
diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang
dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 4/15
4
Standar adalah arahan atau acuan bagi pendidik tentang kemampuan dan
ketrampilan yang menjadi fokus pembelajaran dan penilaian. (Harris, Guthrie, Hobart
& Lundberg. 1997).
Jadi Standar Kompetensi adalah batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan
dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata
pelajaran tertentu.
Kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-
Kanak, kelas I sampai dengan kelas XII yang menggambarkan suatu rangkaian
kemampuan yang bertahap, berkelanjutan dan konsisten seiring dengan
perkembangan psikologis peserta didik.
Pendidikan usia dini berlangsung sejak anak lahir sampai dengan usia 6 tahun,
Pendidikan Dasar berlangsung selama 9 tahun, yaitu mulai dari kelas I hingga kelas
IX dan Pendidikan Menengah berlangsung selama 3 tahun, yaitu mulai kelas X
sampai dengan kelas XII.
Pendidikan Dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan
demokratis dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sedangkan penyelenggaraan
Pendidikan Menengah, beberapa tujuan sama dengan Pendidikan Dasar dan ditambah
dengan menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki etos
dan budaya kerja. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan psikologis peserta didik.
Karena kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah berbeda, kami membatasi
pembahasan hanya pada kompetensi tingkat SMA.
Menurut Wilson (2001), paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup
kurikulum, pedagogi dan penilaian yang menekankan pada standar atau hasil.
Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses
pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi
yang mencakup strategi atau metode mengajar.
Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik, dapat dilihat pada hasil
belajar, yang dapat diketahui melalui proses penilaian baik berupa test maupun non
test.
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 5/15
5
Penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh informasi tentang
kemajuan dan hasil belajar dalam ketuntasan penguasaan kompetensi.
Penilaian di sekolah digunakan untuk penentuan remedial (perbaikan), pengayaan
dan penentuan kenaikan kelas.
BAB III
PEMBAHASAN
Pendidikan Berbasis Kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Pendidikan
berbasis kompetensi ini diselenggarakan untuk menyiapkan lulusannya menguasai
seperangkat kompetensi yang dapat mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.
Undang-Undang R.I. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II
Pasal 3 menyebutkan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Kompetensi lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global,
karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia.
Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional dan
global. Tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal
menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan
masyarakat.
Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan
silabus dan sistem penilaian berbasis kompetensi.
Silabus adalah acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran,
yang merupakan penjabaran kompetensi dan tujuan ke dalam rincian kegiatan serta
strategi pembelajaran, penilaian, alokasi waktu per mata pelajaran per satuan
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 6/15
6
pendidikan tiap kelas, sedangkan sistem penilaian berbasis kompetensi diperlukan
untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi.
Dalam makalah ini, pembahasan kami batasi pada sistem penilaian berbasis
kompetensi (sistem penilaian berkelanjutan).
3.1. SISTEM PENILAIAN BERKELANJUTAN (BERBASIS KOMPETENSI)
Sistem penilaian berbasis kompetensi disusun berdasarkan prinsip yang
berorientasi pada perencanaan kompetensi/kemampuan ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.
Kemampuan ranah kognitif adalah kemampuan berpikir, yaitu yang menurut
taksonomi Bloom (Sax, 1980), secara hierarkhis terdiri dari pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan
saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah
dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu prinsip atau konsep.Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep
dalam suatu situasi yang baru.
Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam
beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat dan
menemukan hubungan sebab akibat.
Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut menghasilkan suatu cerita, komposisi,
hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuan.
Pada tingkat evaluasi peserta didik mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah,
editorial, teori-teori dan termasuk di dalamnya melakukan judgement terhadap hasil
analisis untuk membuat kebijakan.
Kemampuan ranah psikomotor dalam bentuk gerak adaptif atau gerak terlatih,
baik ketrampilan adaptif sederhana seperti pemakaian peralatan laboratorium,
ketrampilan adaptif gabungan, ketrampilan adaptif kompleks maupun ketrampilan
komunikasi berkesinambungan yaitu baik gerak ekspresif maupun gerak
interpretative, seperti dalam mata pelajaran Pendidikan Kesenian dan Pendidikan
Jasmani.
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 7/15
7
Kemampuan ranah afektif merupakan aspek sikap dan minat terhadap mata
pelajaran, konsep diri dan nilai. Kondisi afektif peserta didik tidak dapat dideteksi
dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui wawancara, inventori atau pengamatan
yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan mengikuti suatu
prosedur tertentu, sedang berkelanjutan memiliki arti pengukuran dan penilaian
dilakukan secara terus menerus.
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN SISTEM PENILAIAN meliputi :
1. Perumusan Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar
2. Penjabaran Kompetensi Dasar menjadi Indikator
3. Penjabaran Indikator ke dalam Instrument Penilaian
Sesuai dengan kewenangannya, Depdiknas telah merumuskan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar (kemampuan minimum) untuk setiap mata
pelajaran. Meskipun demikian Kompetensi Dasar dapat diperkaya oleh pihak
sekolah/pendidik sesuai kemampuan lokal atau kekhasan yang ingin dicapai.
Indikator merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikanukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran.
Indikator dijabarkan lebih lanjut ke dalam instrument penilaian yang meliputi jenis
tagihan dan bentuk instrumen penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Tugas pendidik menerjemahkan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar ke dalam indikator dan instrument penilaian.
Jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain : Kuis, pertanyaan lisan di kelas,
ulangan harian, ulangan blok, tugas individu, tugas kelompok, laporan kerja praktik,
respons (ujian praktik).
Untuk ranah kognitif jenis tagihan yang digunakan adalah kuis, pertanyaan lisan,
ulangan harian, ulangan blok, tugas individu dan tugas kelompok.
Sedangkan untuk ranah psikomotor digunakan response (ujian praktik) dan laporan
kerja praktik.
Tiap mata pelajaran dalam menggunakan tagihan-tagihan ini, disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing mata pelajaran.
Bentuk instrumen dapat dikategorikan menjadi dua yaitu tes dan non tes.
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 8/15
8
Bentuk instrumen tes meliputi : pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif
(uraian bebas), jawaban/isian singkat, menjodohkan, benar salah, unjuk kerja
(peformans) dan portfolio.
Sedangkan bentuk instrument non tes meliputi : wawancara, inventori dan
pengamatan.
Untuk ranah kognitif bentuk instrument yang digunakan adalah; pilihan ganda,
uraian obyektif, uraian non obyektif (uraian bebas), jawaban singkat/isian singkat,
menjodohkan, benar salah.
Untuk ranah psikomotor bentuk instrument yang digunakan: unjuk kerja
(peformans) dan portfolio.
Sedangkan untuk ranah afektif bentuk instrument yang digunakan : wawancara,
inventori dan pengamatan.
Pemilihan bentuk instrumen akan ditentukan oleh tujuan, jumlah peserta, waktu
yang tersedia untuk memeriksa, cakupan materi dan karakteristik mata pelajaran yang
diujikan. Para pendidik diharapkan menggunakan instrument penilaian yang
bervariasi agar diperoleh data tentang pencapaian belajar peserta didik yang akurat
dalam semua ranah, baik kognitif, afektif maupun psikomotor.
Sebelum instrumen penilaian digunakan, sebaiknya instrumen di analisis
(ditelaah dan uji coba) terlebih dahulu. Setelah instrumen ini digunakan dalam proses
pembelajaran, pendidik harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan
standar keberhasilan.
Evaluasi terhadap hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui ketuntasan
siswa dalam menguasai kompetensi dasar yang bermanfaat bagi pendidik untuk
menentukan tindakan perbaikan (remedial) atau pengayaan.
Jika semua peserta didik sudah menguasai suatu kompetensi dasar, maka pelajaran
dapat dilanjutkan dengan materi berikutnya. Jika peserta didik belum menguasai suatu
kompetensi dasar seperti yang disyaratkan, mereka harus belajar lagi (remedial)
sampai kemampuannya mencapai kriteria atau standar yang ditetapkan. Bagi
mereka yang telah mencapai standar diberi pelajaran tambahan (pengayaan). Jadi
irama belajar pada pendidikan berbasis kompetensi adalah individual, yang cepat
diberi pengayaan dan yang lambat diberi remedial.
Program remedial dan pengayaan ini seakan-akan menjadi ciri khas dari penggunaan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004).
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 9/15
9
Sistem penilaian berbasis kompetensi yang direncanakan ini adalah sistem
penilaian berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya
dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum
untuk tindakan selanjutnya. Hal ini sangat berbeda dengan Kurikulum 1994, dimana
yang penting adalah konten (isi) pelajaran selesai, tidak memperdulikan apakah siswa
sudah menguasai materi ajar atau belum.
Dengan melihat begitu rumit dan beratnya administrasi yang harus dilakukan
oleh pendidik dalam sistem penilaian berkelanjutan ini, dimana mereka harus
memfasilitasi peserta didik secara individual, yang cepat diberi pengayaan dan yang
lambat diberi remedial, sedangkan waktu belajar terbatas dengan menggunakan sistem
semester, agar mereka dapat bekerja dengan baik, efektif, kreatif dan inovatif,
sebaiknya beban yang berat ini dapat diimbangi dengan penyesuaian jumlah jam tatap
muka yang harus diembannya serta rasio pendidik dengan peserta didik cukup ideal.
Akan lebih baik lagi jika peserta didik telah dijuruskan di awal tahun pelajaran
kelas X atau bahkan ketika mereka memasuki kelas IX di pendidikan dasar. Karena penjurusan membuat pembelajaran menjadi homogen, tentunya jumlah siswa yang
harus remedial tidak akan sebanyak jika kelas tersebut heterogen.
3.2. PENENTUAN STANDAR KETUNTASAN BELAJAR MINIMAL (SKBM)
Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) tingkat Nasional adalah 75
dengan SKBM ideal 100.
Pada tingkat Nasional, tuntas belajar/lulus dengan menggunakan Kurikulum 2004 ini,
memiliki makna bahwa peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi dasar atau
minimal 75 % dari kompetensi dasar yang harus dicapainya dan dapat
dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut.
Sekolah dapat menentukan SKBM tiap mata pelajaran sesuai dengan kondisi
sekolahnya masing-masing dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Gambaran umum kemampuan rata-rata siswa.
Kemampuan rata-rata untuk kelas X, dilihat dari rata-rata Nilai Ujian Nasional
SLTP. Untuk kelas XI dilihat dari kemampuan rata-rata LHBS semester genap
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 10/15
10
ketika di kelas X dan untuk kelas XII dilihat dari kemampuan rata-rata LHBS
semester genap ketika di kelas XI.
2. Ketersediaan sumber daya pendukung, diantaranya : sarana/prasarana, media
pembelajaran dan sumber belajar/referensi.
3. Tingkat esensial dan kompleksitas setiap Kompetensi Dasar (KD).
KD yang esensial standar ketuntasannya harus tinggi, sedangkan KD yang
sifatnya pendukung standar ketuntasannya boleh 75.
KD yang tingkat kesulitannya rendah, Standar ketuntasannya harus tinggi,
sedangkan KD yang tingkat kesulitannya rendah, standar ketuntasannya lebih
rendah.
Dari kebijakan pemerintah ini dapat disimpulkan bahwa SKBM tiap mata
pelajaran di satu tingkat kelas dapat berbeda-beda, bahkan dengan tingkat kelas
lainnya.
Namun kenyataannya saat ini banyak sekolah menentukan SKBM untuk seluruh mata
pelajaran di tiap tingkat kelas sama, misalnya SKBM : 60; 65; 70 atau 75.
3.3. KRITERIA KENAIKAN KELAS
Jika kita melihat Pedoman Umum Pengembangan Penilaian yang diterbitkanDirjen Dikdasmen, khususnya tentang Kriteria Kenaikan Kelas yang salah satunya
menyebutkan : “Siswa dinyatakan naik kelas, apabila memiliki nilai kurang (nilai
dibawah SKBM) paling banyak pada tiga mata pelajaran, yang bukan merupakan
mata pelajaran yang menjadi ciri khas program/jurusan yang akan/sedang
diambil/diikuti. Dengan demikian, mata pelajaran - mata pelajaran yang menjadi ciri
khas jurusan harus mencapai nilai minimum ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah
yang bersangkutan”.
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa peserta didik dapat lanjut ke
tingkat lebih tinggi (kompetensi lebih lanjut), meskipun mereka tidak tuntas dalam 3
mata pelajaran yang bukan menjadi ciri khas jurusan.
Misalnya peserta didik kelas X tidak tuntas pada mata pelajaran Geografi,
Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, sedangkan di tingkat lebih tinggi
peserta didik tetap melakukan proses pembelajaran untuk ketiga mata pelajaran
tersebut di tingkat kompetensi lanjutan (kelas XI).
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 11/15
11
Hal ini menimbulkan ketidak konsistenan pelaksanaan KBK itu sendiri, karena
peserta didik yang belum tuntas/lulus seharusnya diberi remedial sampai
kemampuannya mencapai SKBM, tetapi mungkin karena keterbatasan waktu (sistem
semester), hal ini tidak mungkin dilakukan.
Atau mungkin mata pelajaran yang bukan menjadi ciri khas program/jurusan, bukan
merupakan mata pelajaran yang dominan/penting, sehingga jika tidak lulus/tuntas
tidak menjadi masalah. Jika demikian, mengapa jumlah mata pelajaran pokok tidak
hanya mata pelajaran yang menjadi ciri khas program/jurusan saja dan mata pelajaran
yang lain menjadi mata pelajaran pilihan, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih
fokus, efektif dan efisien.
Oleh karena itu sistem pendidikan dengan Sistem Kredit Semester (SKS) seperti
yang dilaksanakan di tingkat Perguruan Tinggi tentunya akan lebih efektif dari pada
menggunakan sistem pendidikan Kurikulum 2004 saat ini. Jika SKS diberlakukan di
tingkat SMA, akan lebih meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan,
terutama berkaitan dengan pembiayaan dan waktu belajar peserta didik serta
meringankan beban pendidik dalam memfasilitasi peserta didik.
Sistem Kredit Semester memungkinkan peserta didik yang cepat (cerdas dan
tekun) untuk mengambil lebih banyak Kredit Semester dari yang ditetapkan sebagaiStandar. Karena itu peserta didik yang mengambil banyak Kredit Semester dalam tiap
semesternya (peserta didik cerdas dan tekun), akan lulus lebih cepat (bisa 2 tahun) dan
yang kurang cepat (kurang cerdas dan tekun) akan lulus lebih lama, bisa lebih dari 3
tahun.
Sistem pendidikan dengan KBK ini, baik siswa yang cerdas dan tekun maupun
yang kurang cerdas dan tekun waktu kelulusannya akan bersama-sama, karena yang
kurang cerdas dan tekun harus difasilitasi secara individual sampai kemampuannya
mencapai SKBM.
Jadi dengan menerapkan SKS dan penjurusan lebih awal dalam sistem
pendidikan di tingkat SMA jauh lebih efisien dalam pembiayaan dan waktu belajar
serta efektif bagi pendidik dan peserta didik, meskipun siswa yang kurang cerdas dan
tekun menjadi lebih lambat lulusnya.
Kendati demikian, dalam menerapkan SKS dan penjurusan lebih awal,
diperlukan kesiapan pihak sekolah dalam memfasilitasi tenaga pendidik yang
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 12/15
12
professional yang sesuai dengan jumlah mata pelajaran pokok/mayor maupun mata
pelajaran pilihan/minor, sarana prasarana yang memadai karena akan terjadi kelas
berjalan serta hal-hal lain yang secara teknis akan berbeda dengan proses
pembelajaran saat ini.
3.4. PANDUAN PENILAIAN LAPORAN HASIL BELAJAR SISWA (LHBS)
Dalam kurikulum 1994, kompetensi lulusan hanya dititik beratkan pada ranah
kognitif saja, yang ternyata baru sebagian dari kompetensi.
Dalam kurikulum 2004, kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Pedoman Umum Pengembangan Penilaian serta Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian yang disusun oleh Dirjen Dikdasmen tentang
Panduan Pengisian Laporan Hasil Belajar Siswa (LHBS), tidak dijelaskan secara
terperinci apakah ranah kognitif, afektif dan psikomotor merupakan ranah yangdominan untuk dinilai secara mandiri oleh semua mata pelajaran.
Akibat ketidak jelasan ini, ada yang menyimpulkan ranah psikomotor pada mata
pelajarannya, tingkat pencapaian kompetensi kurang dominan untuk dinilai secara
mandiri dan ada pula yang menganggap ranah kognitifnya yang kurang dominan.
Akhirnya diputuskan oleh banyak sekolah diawal pelaksanaan Kurikulum 2004,
bahwa semua mata pelajaran harus memetik kompetensi untuk ranah kognitif, afektif
maupun psikomotor serta dilaporkan dalam LHBS.
Pada pertengahan bulan November 2004, dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen
tentang Panduan Penilaian LHBS yang menyatakan bahwa sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran masing-masing, maka :
Mata pelajaran : Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris,
Fisika, Kimia, Biologi dan Teknologi Informatika Komunikasi,
dilakukan penilaian untuk seluruh ranah kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotor pada LHBS, karena ketiga ranah tersebut
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 13/15
13
tingkat pencapaian kompetensinya dominan untuk dinilai secara
mandiri.
Mata pelajaran : Kewarganegaraan, Matematika, Sejarah, Geografi, Sosiologi,
Antropologi dan Ekonomi/Akuntansi, dilakukan penilaian untuk
ranah kognitif dan afektif saja di LHBS, karena ranah
psikomotor, tingkat pencapaian kompetensinya tidak dominan
untuk dinilai secara mandiri melalui tes dan non tes, sehingga
penilaian pencapaian kompetensinya dilakukan secara
terintegrasi dalam ranah kognitif.
Mata pelajaran: Kesenian dan Pendidikan Jasmani, terjadi sebaliknya yaitu
dilakukan penilaian untuk ranah psikomotor dan afektif saja di
LHBS, sedangkan ranah kognitif penilaian kompetensinya
terintergrasi dalam ranah psikomotor.
Kebijakan yang datang terlambat ini tentunya sangat meresahkan kami pihak
sekolah maupun pendidik. Pada prinsipnya jiwa dari Kurikulum 2004 ini baik, tetapi
masih perlu penyempurnaan di berbagai aspek agar siap untuk dijalankan.
Sistem penilaian berbasis kompetensi ini akan berdampak juga pada perubahan
paradigma siswa, yaitu :1. Siswa lebih berani mengungkapkan pendapat dan kreatif, karena KBK menekankan
pada aspek afektif atau sikap siswa/atensi siswa terhadap pelajaran tersebut. Selain
itu siswa diberi banyak kesempatan untuk menampilkan diri/berpendapat lewat
presentasi.
2. Siswa dipacu untuk mengupayakan dirinya agar menguasai kompetensi dasar yang
ditetapkan dengan bantuan dari pendidik sebagai fasilitator. Dahulu hal ini tidak
jelas karena ukuran keberhasilan adalah pendidik dapat menyelesaikan materi dan
hasil yang diperoleh, bukan individual.
3. Siswa belajar untuk memilih secara bertanggung jawab.
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 14/15
14
BAB IV
P E N U T U P
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan kami, dapat disimpulkan :
1. Sistem penilaian berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria yaitu hampir
semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya berbeda. Konsekuensi acuan
ini ada program remedial dan pengayaan.
2. Sistem penilaian berbasis kompetensi merupakan sistem yang berkelanjutan,sehingga memerlukan konsistensi dari pelaksanaannya.
3. Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik meliputi 3 ranah yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor. Hal ini menyebabkan pendidik harus cermat dalam
pemetikan nilai sehingga memerlukan waktu dan administrasi yang banyak.
4. Kebijakan Dirjen Dikdasmen tentang Kriteria Kenaikan Kelas tidak konsisten
dengan jiwa KBK.
5. Penentuan SKBM oleh pihak sekolah tidak sesuai dengan anjuran Pemerintah.
Hal ini disebabkan paradigma yang belum sama antara sekolah dan pihak
pemerintah.
4.2. Saran
Saran kami untuk Penyempurnaan Kurikulum 2004, yaitu :
1. Ujian Nasional yang berfungsi untuk menentukan lulus/tidak lulusnya peserta
didik ke jenjang yang lebih tinggi, ditiadakan.
2. Rasio pendidik dan peserta didik 1 : 30
3. Jumlah jam tatap muka pendidik maksimum tiap minggu antara 18-20 jam
pelajaran
5/7/2018 KBK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 15/15
15
4. Untuk memfasilitasi siswa sesuai dengan kemampuannya, sebaiknya :
4.1. Penjurusan/pemilihan program dimulai pada semester I kelas X atau pada
semester I kelas IX.
4.2. Sistem pendidikan menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS)
5. Jumlah mata pelajaran perlu dikurangi, cukup mata pelajaran yang menjadi ciri
khas program saja dan beberapa mata pelajaran pilihan.
D A F T A R P U S T A K A
1. Departeman Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2003. Kurikulum 2004, Kerangka
Dasar.
2. Ghofur Abdul. DR, Mardapi Djemari. Prof. Ph.d. 2003. Pedoman Umum
Pengembangan Penilaian, Kurikulum 2004 SMA. Dirjen Dikdasmen.
3. Dirjen Dikdasmen, Depdiknas. 2004. Peraturan tentang Bentuk dan Spesifikasi Buku
Laporan Perkembangan Anak Didik dan Buku Laporan Hasil Belajar Siswa Kurikulum
2004. Sub.Dis SMA Propinsi DKI Jakarta.
4. Dirjen Dikdasmen. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran.
5. Dirjen Dikdasmen, P&K. 1994. Kurikulum SMA, Petunjuk Pelaksanaan Penilaian.
6. Sukabdiyah Sri. Dra. MM. 2004. Manajemen Pembelajaran Aplikasi Kurikulum 2004
Berbasis Kompetensi. Jakarta.
7. Undang-Undang RI No. 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional . Jakarta.