KBK

16
 1 © 2005 Prg. MM UKRIDA 3 July, 2005 Makalah Kelompok 4 Filsafat Sains, t.a. 2004/2005 Program MM, Pasca Sarjana Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Dosen: : Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng TINJAUAN SISTEM PENILAIAN KURIKULUM 2004 DI TINGKAT SMA Oleh: Kelompok 4: Debora Kana, Elika Dwi Murwani, Duma Hutahaean, dan Ferry Allan Purba BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dilaksanakan secara nasional di seluruh Indonesia mulai Tahun Pelajaran 2004-2005, sesuai dengan arahan kebijakan dari Pemerintah Pusat.  Namun kesiapan sekolah melaksanakan Kurikulum 2004 ini masih perlu dipertanyakan, karena mengganti kurikulum tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setelah Kurikulum 2004 mulai dijalankan, timbul berbagai masalah dari kalangan para pendidik maupun pihak sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2004 ini. Pendidik sangat disibukkan dengan tuntutan-tuntutan akibat perubahan kurikulum ini khususnya pada sistem penilaian yang lebih kompleks dari kurikulum 1994, sehingga beban administrasi guru menjadi lebih berat. Bukan hanya guru dan pihak sekolah saja yang resah, siswa dan orang tua siswa juga mengalami hal yang sama, demikian pula pemerintah daerah.

Transcript of KBK

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 1/15

 

 

1

© 2005 Prg. MM UKRIDA 3 July, 2005Makalah Kelompok 4Filsafat Sains, t.a. 2004/2005Program MM, Pasca SarjanaUniversitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.

Dosen: : Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

TINJAUAN SISTEM PENILAIAN KURIKULUM 2004

DI TINGKAT SMA

Oleh:

Kelompok 4:

Debora Kana, Elika Dwi Murwani,Duma Hutahaean, dan Ferry Allan Purba 

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dilaksanakan secara

nasional di seluruh Indonesia mulai Tahun Pelajaran 2004-2005, sesuai dengan arahan

kebijakan dari Pemerintah Pusat.

  Namun kesiapan sekolah melaksanakan Kurikulum 2004 ini masih perlu

dipertanyakan, karena mengganti kurikulum tidak semudah membalikkan telapak 

tangan.

Setelah Kurikulum 2004 mulai dijalankan, timbul berbagai masalah dari

kalangan para pendidik maupun pihak sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2004

ini. Pendidik sangat disibukkan dengan tuntutan-tuntutan akibat perubahan kurikulum

ini khususnya pada sistem penilaian yang lebih kompleks dari kurikulum 1994,

sehingga beban administrasi guru menjadi lebih berat. Bukan hanya guru dan pihak 

sekolah saja yang resah, siswa dan orang tua siswa juga mengalami hal yang sama,

demikian pula pemerintah daerah.

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 2/15

 

 

2

Pada dasarnya penyempurnaan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004 ini

  bertujuan baik, karena untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan

menyesuaikan diri dengan perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta seni dan budaya.

Hal ini terlihat dari perbedaan antara Kurikulum 1994 dengan Kurikulum 2004,

sebagai berikut :

Aspek Kurikulum 1994 Kurikulum 2004

Pengambilan

keputusan.

Semua aspek kurikulum

ditentukan olehDepartemen.

Pembagian wewenang

dalam menentukankurikulum.

Model Sosialisasi Tidak diawali kegiatan

ujicoba.

Didahului dengan kegiatan

uji coba.

Pendekatan

Pembelajaran

Berbasis konten (isi) Berbasis Kompetensi

Proses Pembelajaran Kurikulum sebagai subyek 

dan guru serta siswa sebagai

obyek 

Siswa sebagai subyek dan

guru sebagai fasilitator 

Kompetensi Lulusan Kognitif Kognitif, Afektif dan

Psikomotor 

Sistem Penilaian Acuan Norma (menentukan

 posisi seseorang terhadap

kelompoknya)

Acuan Kriteria (hampir 

semua orang bisa belajar 

apa saja, namun waktunya

 berbeda) Konsekuensi

acuan ini, adanya program

remedial dan pengayaan.

Irama Belajar Ketuntasan belajar klasikal Ketuntasan belajar individual

Di tengah keresahan dan kesibukan menjalankan Kurikulum 2004 ini, terjadi

  perubahan kebijakan khususnya dalam sistem penilaian berbasis kompetensi,

diantaranya penilaian ranah Kognitif (Pengetahuan dan Pemahaman Konsep), ranah

Afektif (Sikap) dan Psikomotor (Ketrampilan) serta kriteria kenaikan kelas yang

menimbulkan ambiguitas terhadap KBK itu sendiri.

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 3/15

 

 

3

Oleh karena itu dalam makalah ini kami ingin meninjau lebih jauh tentang

sistem penilaian Kurikulum 2004 di tingkat SMA.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dalam makalah ini kami rumuskan

masalah yaitu : Bagaimana sistem penilaian Kurikulum 2004 di tingkat SMA ? 

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS

Kurikulum yang mulai berlaku secara resmi tahun 2004, dikembangkan dari

Kurikulum 1994 dan Suplemennya, dan disebut Kurikulum 2004 (Kurikulum

Berbasis Kompetensi = KBK).

Menurut Depdiknas pada KERANGKA DASAR kurikulum 2004, Kurikulum 

adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Sesuai dengan pengertian tersebut, Kurikulum 2004 berisi seperangkat rencana dan

 pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai Tujuan Nasional dan

cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah serta

sekolah.

Pengertian kompetensi dalam Kurikulum 2004 adalah kemampuan yang dapat

dilakukan peserta didik yang mencakup pengetahuan (kognitif), ketrampilan

(psikomotor), sikap dan nilai-nilai (perilaku/afektif) yang diwujudkan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak. Jika kebiasaan berpikir dan bertindak berdasarkan

kognitif, afektif dan psikomotor tersebut dilakukan seseorang secara konsisten dan

terus menerus, dapat menjadikan orang tersebut kompeten dalam bidang tertentu.

Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat

diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang

dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 4/15

 

 

4

Standar adalah arahan atau acuan bagi pendidik tentang kemampuan dan

ketrampilan yang menjadi fokus pembelajaran dan penilaian. (Harris, Guthrie, Hobart

& Lundberg. 1997).

Jadi Standar Kompetensi adalah batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan

dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata

 pelajaran tertentu.

Kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-

Kanak, kelas I sampai dengan kelas XII yang menggambarkan suatu rangkaian

kemampuan yang bertahap, berkelanjutan dan konsisten seiring dengan

 perkembangan psikologis peserta didik.

Pendidikan usia dini berlangsung sejak anak lahir sampai dengan usia 6 tahun,

Pendidikan Dasar berlangsung selama 9 tahun, yaitu mulai dari kelas I hingga kelas

IX dan Pendidikan Menengah berlangsung selama 3 tahun, yaitu mulai kelas X

sampai dengan kelas XII.

Pendidikan Dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan

 bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mengembangkan potensi  peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan

demokratis dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sedangkan penyelenggaraan

Pendidikan Menengah, beberapa tujuan sama dengan Pendidikan Dasar dan ditambah

dengan menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki etos

dan budaya kerja. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan psikologis peserta didik.

Karena kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah berbeda, kami membatasi

 pembahasan hanya pada kompetensi tingkat SMA.

Menurut Wilson (2001), paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup

kurikulum, pedagogi dan penilaian yang menekankan pada standar atau hasil.

Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses

  pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi 

yang mencakup strategi atau metode mengajar.

Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik, dapat dilihat pada hasil

 belajar, yang dapat diketahui melalui proses penilaian baik berupa test maupun non

test.

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 5/15

 

 

5

Penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh informasi tentang

kemajuan dan hasil belajar dalam ketuntasan penguasaan kompetensi.

Penilaian di sekolah digunakan untuk penentuan remedial (perbaikan), pengayaan

dan penentuan kenaikan kelas. 

BAB III

PEMBAHASAN

Pendidikan Berbasis Kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada

kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Pendidikan

  berbasis kompetensi ini diselenggarakan untuk menyiapkan lulusannya menguasai

seperangkat kompetensi yang dapat mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.

Undang-Undang R.I. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II

Pasal 3 menyebutkan bahwa “Pendidikan Nasional  berfungsi  mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang 

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Kompetensi lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global,

karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia.

Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan

menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional dan

global. Tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal

menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan

masyarakat.

Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan

silabus dan sistem penilaian berbasis kompetensi.

Silabus adalah acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran,

yang merupakan penjabaran kompetensi dan tujuan ke dalam rincian kegiatan serta

strategi pembelajaran, penilaian, alokasi waktu per mata pelajaran per satuan

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 6/15

 

 

6

 pendidikan tiap kelas, sedangkan sistem penilaian berbasis kompetensi diperlukan

untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi.

Dalam makalah ini, pembahasan kami batasi pada sistem penilaian berbasis

kompetensi (sistem penilaian berkelanjutan).

3.1.  SISTEM PENILAIAN BERKELANJUTAN (BERBASIS KOMPETENSI)

Sistem penilaian berbasis kompetensi disusun berdasarkan prinsip yang

  berorientasi pada perencanaan kompetensi/kemampuan ranah kognitif, afektif dan

 psikomotor.

Kemampuan ranah kognitif adalah kemampuan berpikir, yaitu yang menurut

taksonomi Bloom (Sax, 1980), secara hierarkhis terdiri dari pengetahuan,

 pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan

saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah

dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu prinsip atau konsep.Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep

dalam suatu situasi yang baru.

Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam

  beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat dan

menemukan hubungan sebab akibat.

Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut menghasilkan suatu cerita, komposisi,

hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuan.

Pada tingkat evaluasi peserta didik mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah,

editorial, teori-teori dan termasuk di dalamnya melakukan judgement terhadap hasil

analisis untuk membuat kebijakan.

Kemampuan ranah psikomotor dalam bentuk gerak adaptif atau gerak terlatih,

  baik ketrampilan adaptif sederhana seperti pemakaian peralatan laboratorium,

ketrampilan adaptif gabungan, ketrampilan adaptif kompleks maupun ketrampilan

komunikasi berkesinambungan yaitu baik gerak ekspresif maupun gerak 

interpretative, seperti dalam mata pelajaran Pendidikan Kesenian dan Pendidikan

Jasmani.

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 7/15

 

 

7

Kemampuan ranah afektif  merupakan aspek sikap dan minat terhadap mata

  pelajaran, konsep diri dan nilai. Kondisi afektif peserta didik tidak dapat dideteksi

dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui wawancara, inventori atau pengamatan

yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan mengikuti suatu

  prosedur tertentu, sedang berkelanjutan memiliki arti pengukuran dan penilaian

dilakukan secara terus menerus.

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN SISTEM PENILAIAN meliputi :

1.  Perumusan Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar 

2.  Penjabaran Kompetensi Dasar menjadi Indikator 

3.  Penjabaran Indikator ke dalam Instrument Penilaian

Sesuai dengan kewenangannya, Depdiknas telah merumuskan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar (kemampuan minimum) untuk setiap mata

  pelajaran. Meskipun demikian Kompetensi Dasar dapat diperkaya oleh pihak 

sekolah/pendidik sesuai kemampuan lokal atau kekhasan yang ingin dicapai.

Indikator merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikanukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran.

Indikator dijabarkan lebih lanjut ke dalam instrument penilaian yang meliputi jenis 

tagihan dan bentuk instrumen penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif dan

  psikomotor. Tugas pendidik menerjemahkan Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar ke dalam indikator dan instrument penilaian.

Jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain : Kuis, pertanyaan lisan di kelas,

ulangan harian, ulangan blok, tugas individu, tugas kelompok, laporan kerja praktik,

respons (ujian praktik). 

Untuk  ranah kognitif  jenis tagihan yang digunakan adalah kuis, pertanyaan lisan,

ulangan harian, ulangan blok, tugas individu dan tugas kelompok.

Sedangkan untuk ranah psikomotor digunakan response (ujian praktik) dan laporan

kerja praktik.

Tiap mata pelajaran dalam menggunakan tagihan-tagihan ini, disesuaikan dengan

karakteristik masing-masing mata pelajaran.

Bentuk instrumen dapat dikategorikan menjadi dua yaitu tes dan non tes. 

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 8/15

 

 

8

Bentuk instrumen tes meliputi :   pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif 

(uraian bebas), jawaban/isian singkat, menjodohkan, benar salah, unjuk kerja

(peformans) dan portfolio. 

Sedangkan bentuk instrument non tes meliputi : wawancara, inventori dan

 pengamatan. 

Untuk  ranah kognitif  bentuk instrument yang digunakan adalah; pilihan ganda,

uraian obyektif, uraian non obyektif (uraian bebas), jawaban singkat/isian singkat,

menjodohkan, benar salah.

Untuk  ranah psikomotor bentuk instrument yang digunakan: unjuk kerja

(peformans) dan portfolio.

Sedangkan untuk  ranah afektif  bentuk instrument yang digunakan : wawancara,

inventori dan pengamatan.

Pemilihan bentuk instrumen akan ditentukan oleh tujuan, jumlah peserta, waktu

yang tersedia untuk memeriksa, cakupan materi dan karakteristik mata pelajaran yang

diujikan. Para pendidik diharapkan menggunakan instrument penilaian yang

  bervariasi agar diperoleh data tentang pencapaian belajar peserta didik yang akurat

dalam semua ranah, baik kognitif, afektif maupun psikomotor.

Sebelum instrumen penilaian digunakan, sebaiknya instrumen di analisis

(ditelaah dan uji coba) terlebih dahulu. Setelah instrumen ini digunakan dalam proses

 pembelajaran, pendidik harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan

standar keberhasilan.

Evaluasi terhadap hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui ketuntasan

siswa dalam menguasai kompetensi dasar yang bermanfaat bagi pendidik untuk 

menentukan tindakan perbaikan (remedial) atau pengayaan.

Jika semua peserta didik sudah menguasai suatu kompetensi dasar, maka pelajaran

dapat dilanjutkan dengan materi berikutnya. Jika peserta didik belum menguasai suatu

kompetensi dasar seperti yang disyaratkan, mereka harus belajar lagi (remedial)

sampai  kemampuannya mencapai kriteria atau standar yang ditetapkan. Bagi

mereka yang telah mencapai standar diberi pelajaran tambahan (pengayaan). Jadi

irama belajar pada pendidikan berbasis kompetensi adalah individual, yang cepat

diberi pengayaan dan yang lambat diberi remedial.

Program remedial dan pengayaan ini seakan-akan menjadi ciri khas dari penggunaan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004).

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 9/15

 

 

9

 

Sistem penilaian berbasis kompetensi yang direncanakan ini adalah sistem 

penilaian berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya

dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum

untuk tindakan selanjutnya. Hal ini sangat berbeda dengan Kurikulum 1994, dimana

yang penting adalah konten (isi) pelajaran selesai, tidak memperdulikan apakah siswa

sudah menguasai materi ajar atau belum.

Dengan melihat begitu rumit dan beratnya administrasi yang harus dilakukan

oleh pendidik dalam sistem penilaian berkelanjutan ini, dimana mereka harus

memfasilitasi peserta didik secara individual, yang cepat diberi pengayaan dan yang

lambat diberi remedial, sedangkan waktu belajar terbatas dengan menggunakan sistem

semester, agar mereka dapat bekerja dengan baik, efektif, kreatif dan inovatif,

sebaiknya beban yang berat ini dapat diimbangi dengan penyesuaian jumlah jam tatap

muka yang harus diembannya serta rasio pendidik dengan peserta didik cukup ideal.

Akan lebih baik lagi jika peserta didik telah dijuruskan di awal tahun pelajaran

kelas X atau bahkan ketika mereka memasuki kelas IX di pendidikan dasar. Karena  penjurusan membuat pembelajaran menjadi homogen, tentunya jumlah siswa yang

harus remedial tidak akan sebanyak jika kelas tersebut heterogen.

3.2. PENENTUAN STANDAR KETUNTASAN BELAJAR MINIMAL (SKBM)

Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) tingkat Nasional adalah 75

dengan SKBM ideal 100.

Pada tingkat Nasional, tuntas belajar/lulus dengan menggunakan Kurikulum 2004 ini,

memiliki makna bahwa peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi dasar atau

minimal 75 % dari kompetensi dasar yang harus dicapainya dan dapat

dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut.

Sekolah dapat menentukan SKBM tiap mata pelajaran sesuai dengan kondisi

sekolahnya masing-masing dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :

1.  Gambaran umum kemampuan rata-rata siswa.

Kemampuan rata-rata untuk kelas X, dilihat dari rata-rata Nilai Ujian Nasional

SLTP. Untuk kelas XI dilihat dari kemampuan rata-rata LHBS semester genap

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 10/15

 

 

10

ketika di kelas X dan untuk kelas XII dilihat dari kemampuan rata-rata LHBS

semester genap ketika di kelas XI.

2.  Ketersediaan sumber daya pendukung, diantaranya : sarana/prasarana, media

 pembelajaran dan sumber belajar/referensi.

3.  Tingkat esensial dan kompleksitas setiap Kompetensi Dasar (KD).

  KD yang esensial standar ketuntasannya harus tinggi, sedangkan KD yang

sifatnya pendukung standar ketuntasannya boleh 75.

  KD yang tingkat kesulitannya rendah, Standar ketuntasannya harus tinggi,

sedangkan KD yang tingkat kesulitannya rendah, standar ketuntasannya lebih

rendah.

Dari kebijakan pemerintah ini dapat disimpulkan bahwa SKBM tiap mata

  pelajaran di satu tingkat kelas dapat berbeda-beda, bahkan dengan tingkat kelas

lainnya.

 Namun kenyataannya saat ini banyak sekolah menentukan SKBM untuk seluruh mata

 pelajaran di tiap tingkat kelas sama, misalnya SKBM : 60; 65; 70 atau 75.

3.3. KRITERIA KENAIKAN KELAS

Jika kita melihat Pedoman Umum Pengembangan Penilaian yang diterbitkanDirjen Dikdasmen, khususnya tentang Kriteria Kenaikan Kelas yang salah satunya

menyebutkan : “Siswa dinyatakan naik kelas, apabila memiliki nilai kurang (nilai

dibawah SKBM) paling banyak pada tiga mata pelajaran, yang bukan merupakan

mata pelajaran yang menjadi ciri khas program/jurusan yang akan/sedang 

diambil/diikuti. Dengan demikian, mata pelajaran - mata pelajaran yang menjadi ciri

khas jurusan harus mencapai nilai minimum ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah

 yang bersangkutan”. 

Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa peserta didik dapat lanjut ke

tingkat lebih tinggi (kompetensi lebih lanjut), meskipun mereka tidak tuntas dalam 3

mata pelajaran yang bukan menjadi ciri khas jurusan.

Misalnya peserta didik kelas X tidak tuntas pada mata pelajaran Geografi,

Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, sedangkan di tingkat lebih tinggi

  peserta didik tetap melakukan proses pembelajaran untuk ketiga mata pelajaran

tersebut di tingkat kompetensi lanjutan (kelas XI).

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 11/15

 

 

11

Hal ini menimbulkan ketidak konsistenan pelaksanaan KBK itu sendiri, karena

  peserta didik yang belum tuntas/lulus seharusnya diberi remedial sampai

kemampuannya mencapai SKBM, tetapi mungkin karena keterbatasan waktu (sistem

semester), hal ini tidak mungkin dilakukan.

Atau mungkin mata pelajaran yang bukan menjadi ciri khas program/jurusan, bukan

merupakan mata pelajaran yang dominan/penting, sehingga jika tidak lulus/tuntas

tidak menjadi masalah. Jika demikian, mengapa jumlah mata pelajaran pokok tidak 

hanya mata pelajaran yang menjadi ciri khas program/jurusan saja dan mata pelajaran

yang lain menjadi mata pelajaran pilihan, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih

fokus, efektif dan efisien.

Oleh karena itu sistem pendidikan dengan Sistem Kredit Semester (SKS) seperti

yang dilaksanakan di tingkat Perguruan Tinggi tentunya akan lebih efektif dari pada

menggunakan sistem pendidikan Kurikulum 2004 saat ini. Jika SKS diberlakukan di

tingkat SMA, akan lebih meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan,

terutama berkaitan dengan pembiayaan dan waktu belajar peserta didik serta

meringankan beban pendidik dalam memfasilitasi peserta didik.

Sistem Kredit Semester memungkinkan peserta didik yang cepat (cerdas dan

tekun) untuk mengambil lebih banyak Kredit Semester dari yang ditetapkan sebagaiStandar. Karena itu peserta didik yang mengambil banyak Kredit Semester dalam tiap

semesternya (peserta didik cerdas dan tekun), akan lulus lebih cepat (bisa 2 tahun) dan

yang kurang cepat (kurang cerdas dan tekun) akan lulus lebih lama, bisa lebih dari 3

tahun.

Sistem pendidikan dengan KBK ini, baik siswa yang cerdas dan tekun maupun

yang kurang cerdas dan tekun waktu kelulusannya akan bersama-sama, karena yang

kurang cerdas dan tekun harus difasilitasi secara individual sampai kemampuannya

mencapai SKBM.

Jadi dengan menerapkan SKS dan penjurusan lebih awal dalam sistem

 pendidikan di tingkat SMA jauh lebih efisien dalam pembiayaan dan waktu belajar 

serta efektif bagi pendidik dan peserta didik, meskipun siswa yang kurang cerdas dan

tekun menjadi lebih lambat lulusnya.

Kendati demikian, dalam menerapkan SKS dan penjurusan lebih awal,

diperlukan kesiapan pihak sekolah dalam memfasilitasi tenaga pendidik yang

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 12/15

 

 

12

  professional yang sesuai dengan jumlah mata pelajaran pokok/mayor maupun mata

  pelajaran pilihan/minor, sarana prasarana yang memadai karena akan terjadi kelas

  berjalan serta hal-hal lain yang secara teknis akan berbeda dengan proses

 pembelajaran saat ini.

3.4. PANDUAN PENILAIAN LAPORAN HASIL BELAJAR SISWA (LHBS)

Dalam kurikulum 1994, kompetensi lulusan hanya dititik beratkan pada ranah

kognitif saja, yang ternyata baru sebagian dari kompetensi.

Dalam kurikulum 2004, kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan

yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Pedoman Umum Pengembangan Penilaian serta Pedoman Khusus

Pengembangan Silabus dan Penilaian yang disusun oleh Dirjen Dikdasmen tentang

Panduan Pengisian Laporan Hasil Belajar Siswa (LHBS), tidak dijelaskan secara

terperinci apakah ranah kognitif, afektif dan psikomotor merupakan ranah yangdominan untuk dinilai secara mandiri oleh semua mata pelajaran.

Akibat ketidak jelasan ini, ada yang menyimpulkan ranah psikomotor pada mata

  pelajarannya, tingkat pencapaian kompetensi kurang dominan untuk dinilai secara

mandiri dan ada pula yang menganggap ranah kognitifnya yang kurang dominan.

Akhirnya diputuskan oleh banyak sekolah diawal pelaksanaan Kurikulum 2004,

 bahwa semua mata pelajaran harus memetik kompetensi untuk ranah kognitif, afektif 

maupun psikomotor serta dilaporkan dalam LHBS.

Pada pertengahan bulan November 2004, dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen

tentang Panduan Penilaian LHBS yang menyatakan bahwa sesuai dengan karakteristik 

mata pelajaran masing-masing, maka :

Mata pelajaran : Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris,

Fisika, Kimia, Biologi dan Teknologi Informatika Komunikasi,

dilakukan penilaian untuk seluruh ranah kompetensi kognitif,

afektif dan psikomotor pada LHBS, karena ketiga ranah tersebut

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 13/15

 

 

13

tingkat pencapaian kompetensinya dominan untuk dinilai secara

mandiri.

Mata pelajaran : Kewarganegaraan, Matematika, Sejarah, Geografi, Sosiologi,

Antropologi dan Ekonomi/Akuntansi, dilakukan penilaian untuk 

ranah kognitif dan afektif saja di LHBS, karena ranah

  psikomotor, tingkat pencapaian kompetensinya tidak dominan

untuk dinilai secara mandiri melalui tes dan non tes, sehingga

  penilaian pencapaian kompetensinya dilakukan secara

terintegrasi dalam ranah kognitif.

Mata pelajaran: Kesenian dan Pendidikan Jasmani, terjadi sebaliknya yaitu

dilakukan penilaian untuk ranah psikomotor dan afektif saja di

LHBS, sedangkan ranah kognitif penilaian kompetensinya

terintergrasi dalam ranah psikomotor.

Kebijakan yang datang terlambat ini tentunya sangat meresahkan kami pihak 

sekolah maupun pendidik. Pada prinsipnya jiwa dari Kurikulum 2004 ini baik, tetapi

masih perlu penyempurnaan di berbagai aspek agar siap untuk dijalankan.

Sistem penilaian berbasis kompetensi ini akan berdampak juga pada perubahan

 paradigma siswa, yaitu :1.  Siswa lebih berani mengungkapkan pendapat dan kreatif, karena KBK menekankan

 pada aspek afektif atau sikap siswa/atensi siswa terhadap pelajaran tersebut. Selain

itu siswa diberi banyak kesempatan untuk menampilkan diri/berpendapat lewat

 presentasi.

2.  Siswa dipacu untuk mengupayakan dirinya agar menguasai kompetensi dasar yang

ditetapkan dengan bantuan dari pendidik sebagai fasilitator. Dahulu hal ini tidak 

  jelas karena ukuran keberhasilan adalah pendidik dapat menyelesaikan materi dan

hasil yang diperoleh, bukan individual.

3.  Siswa belajar untuk memilih secara bertanggung jawab.

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 14/15

 

 

14

 

BAB IV

P E N U T U P

4.1.  Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan kami, dapat disimpulkan :

1. Sistem penilaian berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria yaitu hampir 

semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya berbeda. Konsekuensi acuan

ini ada program remedial dan pengayaan.

2. Sistem penilaian berbasis kompetensi merupakan sistem yang berkelanjutan,sehingga memerlukan konsistensi dari pelaksanaannya.

3.  Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik meliputi 3 ranah yaitu kognitif,

afektif dan psikomotor. Hal ini menyebabkan pendidik harus cermat dalam

 pemetikan nilai sehingga memerlukan waktu dan administrasi yang banyak.

4.  Kebijakan Dirjen Dikdasmen tentang Kriteria Kenaikan Kelas tidak konsisten

dengan jiwa KBK.

5.  Penentuan SKBM oleh pihak sekolah tidak sesuai dengan anjuran Pemerintah.

Hal ini disebabkan paradigma yang belum sama antara sekolah dan pihak 

 pemerintah.

4.2. Saran

Saran kami untuk Penyempurnaan Kurikulum 2004, yaitu :

1.  Ujian Nasional yang berfungsi untuk menentukan lulus/tidak lulusnya peserta

didik ke jenjang yang lebih tinggi, ditiadakan.

2.  Rasio pendidik dan peserta didik 1 : 30

3.  Jumlah jam tatap muka pendidik maksimum tiap minggu antara 18-20 jam

 pelajaran

5/7/2018 KBK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kbk5571fbbf497959916995b528 15/15

 

 

15

4.  Untuk memfasilitasi siswa sesuai dengan kemampuannya, sebaiknya :

4.1. Penjurusan/pemilihan program dimulai pada semester I kelas X atau pada

semester I kelas IX.

4.2. Sistem pendidikan menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS)

5.  Jumlah mata pelajaran perlu dikurangi, cukup mata pelajaran yang menjadi ciri

khas program saja dan beberapa mata pelajaran pilihan.

D A F T A R P U S T A K A

1.  Departeman Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2003. Kurikulum 2004, Kerangka 

 Dasar. 

2.  Ghofur Abdul. DR, Mardapi Djemari. Prof. Ph.d. 2003. Pedoman Umum 

 Pengembangan Penilaian, Kurikulum 2004 SMA. Dirjen Dikdasmen.

3.  Dirjen Dikdasmen, Depdiknas. 2004. Peraturan tentang Bentuk dan Spesifikasi Buku 

 Laporan Perkembangan Anak Didik dan Buku Laporan Hasil Belajar Siswa Kurikulum 

2004. Sub.Dis SMA Propinsi DKI Jakarta.

4.  Dirjen Dikdasmen. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus 

 Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran. 

5.  Dirjen Dikdasmen, P&K. 1994. Kurikulum SMA, Petunjuk Pelaksanaan Penilaian.

6.  Sukabdiyah Sri. Dra. MM. 2004. Manajemen Pembelajaran Aplikasi Kurikulum 2004 

 Berbasis Kompetensi. Jakarta.

7.  Undang-Undang RI No. 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional . Jakarta.