Kasus Varisella Zoster

30
BAB I PENDAHULUAN Varisella zoster, yang juga dikenal sebagai cacar air atau chickenpox, merupakan penyakit menular akibat infeksi oleh virus varisella zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, dan berlokasi terutama di bagian sentral tubuh. 1 Varisella merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Di negara 4 musim, epidemik varisella terjadi pada musim dingin dan musim semi. Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras. Penyakit ini sangat menular dengan attack rate ± 90% terhadap orang yang rentan. Insidensinya berkisar antara 65-86% dengan masa penularan 24-48 jam sebelum lesi kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul. Varisella menyerang terutama anak-anak, namun dapat pula menyerang orang dewasa. Sekitar 90% terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahun, dan 15% terjadi pada usia lebih dari 15 tahun. Pada anak-anak di Amerika Serikat, angka mortalitasnya 1 per 50,000 kasus dan 65,000 pasien yang dirawat inap per tahun. Sedangkan pada dewasa angka mortalitasnya 15 per 50,000 kasus dengan kasus rawat inap sebesar 11.000. Di Indonesia, belum ada penelitian mengenai data pasti angka kejadian kasus varisella secara nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemik varisella pada daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan 1

description

Varisella Zoster

Transcript of Kasus Varisella Zoster

Page 1: Kasus Varisella Zoster

BAB I

PENDAHULUAN

Varisella zoster, yang juga dikenal sebagai cacar air atau chickenpox, merupakan

penyakit menular akibat infeksi oleh virus varisella zoster yang menyerang kulit dan mukosa.

Secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, dan berlokasi terutama di

bagian sentral tubuh.1

Varisella merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Di negara 4 musim,

epidemik varisella terjadi pada musim dingin dan musim semi. Tidak terdapat perbedaan jenis

kelamin maupun ras. Penyakit ini sangat menular dengan attack rate ± 90% terhadap orang

yang rentan. Insidensinya berkisar antara 65-86% dengan masa penularan 24-48 jam sebelum

lesi kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul. Varisella menyerang terutama anak-anak,

namun dapat pula menyerang orang dewasa. Sekitar 90% terjadi pada anak-anak berusia

kurang dari 10 tahun, dan 15% terjadi pada usia lebih dari 15 tahun. Pada anak-anak di

Amerika Serikat, angka mortalitasnya 1 per 50,000 kasus dan 65,000 pasien yang dirawat inap

per tahun. Sedangkan pada dewasa angka mortalitasnya 15 per 50,000 kasus dengan kasus

rawat inap sebesar 11.000. Di Indonesia, belum ada penelitian mengenai data pasti angka

kejadian kasus varisella secara nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemik varisella

pada daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Kabupaten Banyumas menyebutkan, selama periode Januari hingga

November 2007, sedikitnya 691 warga terkena penyakit varisella. Jumlah tersebut menurun

dibandingkan tahun 2006, yaitu tercatat penderita varisella sebanyak 1,771 orang.2,3,4,5

Penyebab varisella adalah infeksi oleh virus varisella zoster (varicella zoster

virus/VZV). Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini

menyebabkan penyakit varisella, sedangkan reaktivasinya menyebabkan herpes zoster. Virus

ini pertama kali ditemukan pada tahun 1956 dengan manusia sebagai satu-satunya reservoir.

VZV merupakan suatu virus yang tergolong dalam famili herpesviridae dan sangat mirip

dengan herpes simplex virus. Virus ini mempunyai amplop, berbentuk ikosahedral, dan

memiliki DNA berantai ganda yang mengkode lebih dari 70 macam protein.1,2,4,6

VZV diperkirakan masuk melalui mukosa saluran pernafasan atas dan orofaring, diikuti

dengan replikasi lokal dan viremia primer; VZV lalu bereplikasi di sel sistem

1

Page 2: Kasus Varisella Zoster

retikuloendotelial dan menyebabkan viremia sekunder, sehingga menyebar ke kulit dan

membran mukosa. Ruam biasanya dimulai di wajah dan kulit kepala, lalu menyebar dengan

cepat ke badan dan anggota gerak. Lesi biasanya lebih menyebar ketimbang berkelompok,

sangat gatal, dan berkembang mulai dari papul kemerahan menjadi vesikel, pustul, dan krusta.

Pada varisella, semua efloresensi stadium-stadium tersebut bisa ditemukan di tubuh pada

waktu bersamaan. Selama perjalanan klinis varisella, VZV menyebar dari lesi kulit menuju ke

saraf sensoris, hingga sampai ke ganglia sensoris, dan mengakibatkan infeksi laten.2,3

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai pembelajaran dalam mendiagnosa serta

menentukan penatalaksanaan yang tepat untuk kasus varisella zoster, mengingat tingginya

angka kejadian penyakit ini. Berikut dilaporkan kasus varisella pada seorang anak perempuan

berusia 11 tahun yang datang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Tk. II dr. A.K. Gani

Palembang pada Selasa, 20 Januari 2015.

2

Page 3: Kasus Varisella Zoster

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NP

Usia : 11 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Alamat : Palembang

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada Selasa, 20 Januari

2015 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Tk. II dr. A.K. Gani Palembang.

KELUHAN UTAMA

Bintil-bintil berair di tangan, kaki, dan perut sejak 4 hari yang lalu.

KELUHAN TAMBAHAN

Demam, sakit kepala, gatal dan perih di daerah bintil berair.

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Sejak 6 hari yang lalu, pasien demam, namun dirasakan tidak terlalu tinggi. Selain itu,

pasien juga sakit kepala. Pasien sudah minum obat penurun panas berupa tablet putih,

dan keluhan demam serta sakit kepala dirasakan mereda, namun beberapa saat muncul

kembali. Pasien menyangkal adanya keluhan badan lemah maupun nyeri otot dan

tulang.

Sejak 4 hari yang lalu, terdapat bintil berair yang pertama kali timbul di kedua tangan.

Beberapa jam kemudian, timbul bintil-bintil berair lain di sekitarnya. Selain itu, bintil

berair juga mulai timbul di kaki dan perut. Bintil berair berukuran sebesar biji jagung,

terpisah antara yang satu dengan yang lain serta tidak membentuk pola berkelompok.

3

Page 4: Kasus Varisella Zoster

Pasien juga mengeluh adanya rasa gatal pada daerah yang terdapat bintil. Pasien

menggaruk daerah tersebut, sehingga bintil pecah membentuk koleret. Pada daerah

koleret dirasakan perih oleh pasien. Pasien belum mengobati keluhan bintil berairnya.

Pasien menyangkal adanya kelainan kulit di bagian tubuh yang lain, termasuk di

daerah ketiak ataupun di dalam mulut. Pasien menyangkal adanya timbul bintil baru

pada hari pasien berobat.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat cacar air sebelumnya disangkal. Riwayat alergi, asma, bersin/hidung

tersumbat di pagi hari, maupun kaligata disangkal. Menurut ibu pasien, pasien sudah

mendapat imunisasi cacar air.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Anggota keluarga pasien ada yang lebih dahulu mengalami keluhan seperti pasien

yaitu adik pasien. Adik pasien mengalami keluhan seperti ini sejak 2 minggu yang lalu.

Selain itu, ibu pasien juga mengalami keluhan seperti ini sejak 5 hari yang lalu.

Riwayat alergi, asma, bersin/hidung tersumbat di pagi hari, maupun kaligata pada

anggota keluarga pasien disangkal.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Saat ini pasien merupakan pelajar SMP.

RIWAYAT HIGIENITAS

Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan sabun batang. Sumber air mandi berasal dari

air PDAM. Pasien tinggal di lingkungan yang memiliki sanitasi cukup baik. Pasien

selalu mengganti pakaian tiap setelah mandi. Pasien tidur di tempat tidur dan

mengganti seprai tiap 1 minggu sekali.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

4

Page 5: Kasus Varisella Zoster

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Laju Respirasi : 16 x/menit

Suhu : 38 ºC

Status gizi : normoweight (BB: 43 kg)

Kepala : normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

THT : sekret hidung (-), sekret telinga (-), arcus faring hiperemis (-),

tonsil T1-T1 tenang

Leher : pembesaran KGB (-)

Thoraks : suara nafas vesikuler +/+ normal, rhonkhi (-), wheezing (-),

bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

Status Dermatologikus

Gambar 1. Regio abdomen: vesikel yang telah memecah, multipel, diskret, berdiameter 0.5 cm,

permukaan ditutupi krusta coklat kehitaman.

5

Page 6: Kasus Varisella Zoster

Gambar 2. Regio dorsum manus dextra et sinistra: vesikel dengan dasar eritematosa, multipel, diskret,

berdiameter 0.5 cm.

Gambar 3. Regio ankle: vesikel yang telah memecah, tunggal, diskret, berdiameter 0,5 cm.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Tzanck: bahan diambil dari kerokan dasar vesikel pada regio dorsum

manus dan ditemukan sel datia berinti banyak.

Pewarnaan Gram: tidak ditemukan bakteri kokus Gram positif.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis banding

Varisella zoster

6

Page 7: Kasus Varisella Zoster

Impetigo vesikobulosa

Herpes zoster

Hand-foot-and-mouth disease

Diagnosis kerja

Varisella zoster

VI. PENATALAKSANAAN

Umum

Edukasi untuk menjaga kebersihan tubuh (rutin mandi dan mengganti pakaian)

Edukasi untuk mencegah daerah yang gatal digaruk

Edukasi untuk menjaga agar bintil tidak pecah sebelum mengering sendiri

Khusus

1. Topikal

Bedak salicyl talc (pada bintil yang belum pecah)

Kompres NaCl 0.9% (pada bintil yang sudah pecah)

Salap gentamisin (dioleskan pada bintil yang sudah pecah) 2 kali sehari

2. Sistemik

Paracetamol 3 x 500 mg (bila demam) PO

Cetirizine 1 x 5 mg (bila gatal) PO

Vitamin B1 100 mg, B6 200 mg, dan B12 200 mcg (sohobion) 1 x tab 1 PO

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia

7

Page 8: Kasus Varisella Zoster

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

VARISELLA ZOSTER

I. DEFINISI

Varisella zoster (chickenpox) merupakan suatu infeksi akut primer oleh virus

varisella zoster (varicella zoster virus/VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. VZV

dapat menyebabkan infeksi primer, laten, dan rekuren. Infeksi primer bermanifestasi

sebagai varisella zoster; reaktivasi infeksi laten menyebabkan herpes zoster. Penyakit

ini sangat menular, didahului gejala prodromal, dengan karakteristik lesi berupa

vesikel-vesikel yang gatal dan berevolusi menjadi pustul, krusta, dan nantinya menjadi

jaringan parut. Lesinya terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1,2,7

II. EPIDEMIOLOGI

Varisella terdistribusi di seluruh dunia. Epidemik varisella terjadi saat musim

dingin dan musim semi. Di Eropa dan Amerika Utara, 90% kasus terjadi pada onset

usia anak-anak kurang dari 10 tahun, dan kurang dari 5% terjadi pada individu berusia

lebih dari 15 tahun. Dengan imunisasi, insidensi ini secara signifikan berkurang. Risiko

kematian lebih sering terjadi pada bayi dan dewasa, dibandingkan pada anak-anak.

Sebelum ditemukannya imunisasi VZV, di Amerika Serikat, pada anak-anak angka

mortalitasnya 1 per 50,000 kasus dengan insidensi per tahunnya 3-4 juta kasus, serta

terdapat 65,000 pasien varisella yang dirawat inap setiap tahunnya; pada dewasa angka

mortalitasnya 15 per 50,000 kasus. Pada negara tropis dan subtropis, kerentanan

dewasa terhadap infeksi primer VZV secara signifikan lebih tinggi dibandingkan di

negara 4 musim. Di Indonesia, belum ada penelitian yang mencatat angka kejadian

varisella zoster secara nasional, namun insidensi penyakit ini diperkirakan cukup

tinggi.1,2,8

Varisella merupakan penyakit yang sangat menular. Lebih dari 95% kasus

varisella jelas secara klinis, walaupun terkadang eksantema yang muncul tidak terlalu

jelas dan dapat menghilang sebelum diketahui. Pasien dapat menularkan penyakitnya

1-2 hari (terkadang, 3-4 hari) sebelum eksantema muncul hingga 7 hari dihitung dari

8

Page 9: Kasus Varisella Zoster

timbulnya gejala kulit. Pada pasien imunokompromis, yang mengalami periode

eksantema selama 1 minggu atau lebih, memiliki masa penularan lebih lama. Masa

inkubasi varisella adalah 14-15 hari, dengan rentang waktu 10-23 hari. Masa ini

biasanya memanjang pada pasien yang mengalami varisella setelah mendapat

imunisasi pasif varicellazoster immune globulin (VZIG) atau zoster immune plasma,

atau imunisasi aktif vaksin varisella Oka strain hidup yang dilemahkan.8

Jalur transmisi utama varisella diduga adalah traktus respiratorius, namun infeksi

juga dapat menyebar secara kontak langsung; sedangkan kontak tidak langsung jarang

terjadi. Vesikelnya sangat infeksius, namun tidak dengan krustanya.2,8

III. ETIOLOGI

Varisella disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV). Penamaan virus ini

memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit varisella,

sedangkan reaktivasinya menyebabkan herpes zoster. VZV termasuk dalam kelompok

herpesvirus. Strukturnya sama dengan herpesvirus lainnya: amplop lipid menyelubungi

nukleokapsid dengan bentuk ikosahedral simetris. Garis tengahnya sekitar 150-200 nm,

dengan untaian DNA ganda terletak di tengah. Berat molekulnya sekitar 80 juta.1,2

IV. PATOGENESIS

VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul.

Virus ini diperkirakan masuk melalui jalur respirasi, diikuti dengan replikasi lokal dan

viremia primer, serta menimbulkan lesi pada orofaring. Lesi inilah yang memfasilitasi

penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi

melalui droplet kepada membran mukosa orang sehat, misalnya saluran pernafasan dan

konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar

ke kelenjar limfe, kemudian bereplikasi di sel sistem retikuloendotelial dan sel-sel

mononuklear, menyebabkan viremia sekunder. VZV yang ada dalam sel mononuklear

mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada penderita

imunokompromis, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya

ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan

kulit dan membran mukosa, menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta.

9

Page 10: Kasus Varisella Zoster

Lokalisasi VZV di lapisan sel basal menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel

membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik

intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa “ballooning”,

yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi oleh

cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya protein ORF47

kinase yang berguna pada proses replikasi virus. VZV dapat menyebabkan terjadinya

infeksi disseminata yang biasanya berhubungan dengan rendahnya sistem imun dari

penderita. Selama perjalanan klinis varisella, VZV menyebar dari lesi kulit menuju ke

saraf sensoris, hingga sampai ke ganglia sensoris, dan mengakibatkan infeksi

laten.2,9,10,11,12,13,14,15,16

V. GEJALA KLINIS

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 hari (dengan rentang waktu 10-23

hari). Gejala klinis diawali dengan gejala prodromal ringan, yang lebih sering terjadi

pada dewasa dibandingkan anak-anak, yaitu demam yang tidak terlalu tinggi, malaise,

nyeri kepala dan nyeri di seluruh badan. Eksantema timbul 2-3 hari kemudian, yaitu

lesi inisial berupa papul (biasanya tidak dapat diamati) eritematosa yang dalam waktu

beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun

(tear drops), superfisial dengan dinding tipis dan dasar eritema. Vesikel ini akan

berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta dalam 8-12 jam. Krusta akan

menghilang dalam 1-3 minggu, dan menyisakan dasar lekukan merah muda. Dapat

terjadi skar permanen. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel

yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfik. Penyakit ini biasanya disertai

rasa gatal. 1,2,7

Lesi awal biasanya terdapat di wajah dan kulit kepala, lalu menyebar ke arah

inferior, yaitu badan dan ekstremitas. Paling banyak terdapat di daerah yang jarang

terpapar tekanan, yaitu punggung, panggul, poplitea, dan fossa antecubiti. Lesi lebih

padat pada badan dan wajah dibandingkan pada ekstremitas. Selain itu juga dapat

menyerang membran mukosa hidung, konjungtiva, faring, laring, trakea, traktus GI,

traktus urinarius, dan vagina; efloresensi berupa vesikel disertai erosi dangkal (2-3

mm).1,2,7

10

Page 11: Kasus Varisella Zoster

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Deteksi antigen atau asam nukleat VZV

Cairan vesikel atau kerokan dasar ulserasi dibuat apusan pada object glass. Uji

direct fluorescent antibody (DFA) mendeteksi antigen spesifik-VZV, sedangkan

asam nukleat VZV dapat teridentifikasi dengan metode polymerase chain reaction

(PCR). Metode ini sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi lesi terinfeksi

VZV. Hasil lebih baik daripada biakan VZV dan dapat digunakan sebagai

diagnosis definitif.2,8

Biakan viral

Selain dengan deteksi antigen VZV, diagnosis definitif juga dapat ditegakkan

dengan isolasi virus. Isolasi virus pada biakan viral (human fibroblast monolayers)

dapat berasal dari lesi kulit vesikuler, spesimen biopsi, kerokan kornea, dan cairan

serebrospinal. Efek sitopatik yang nyata muncul dalam 3-10 hari.2

Apusan Tzanck

Bahan diambil dari dasar vesikel awal, dibuat sediaan apusan di object glass,

difiksasi dengan aseton atau methanol, lalu dilakukan pewarnaan menggunakan

hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau Paragon. Pemeriksaan di bawah

mikroskop dengan perbesaran 100x menunjukkan multinucleated giant

acantholytic epidermal cell dan sel epitel mengandung badan inklusi asidofilik

intranuklear.1,2,8

Serologi

Serokonversi, dengan adanya peningkatan titer VZV hingga 4 kali lipat.2

Dermatopatologi

Pada kulit yang berlesi atau spesimen biopsi viseral menunjukkan multinucleated

giant epithelial cell mengindikasikan infeksi HSV-1, HSV-2, atau VZV.

11

Page 12: Kasus Varisella Zoster

Pewarnaan immunoperoksidase spesifik antigen HSV-1, HSV-2, atau VZV dapat

mengidentifikasi herpesvirus spesifik.2

Biakan bakteri

Menyingkirkan adanya superinfeksi S. aureus atau streptokokus grup A.2

VII. DIAGNOSIS BANDING

Infeksi herpes simpleks generalisata: vesikel biasanya berkelompok, lokasi sekitar

mukosa, bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan immunofluoresensi atau biakan.2,7

Hand, foot, and mouth disease: pola penyebaran lebih akral, mukosa lebih banyak

terkena, sel Tzanck tidak ditemukan.7

Reaksi vesikuler terhadap gigitan serangga: seringkali berkelompok, pola

penyebaran akral, berupa urtikaria papular dengan titik di tengahnya.7

Erupsi obat variseliformis: sel Tzanck tidak ditemukan.7

Variola: gambaran monomorf, penyebaran dimulai dari bagian akral tubuh, yakni

telapak tangan dan telapak kaki.1,2

Lain-lain: dermatitis herpetiformis, pitiriasis likenoides et varioliformis akut,

skabies impetigenisata, moluskus kontagiosum, dan impetigo.7

VIII. PENATALAKSANAAN

Terapi simptomatik

Pengobatan bersifat simptomatik dapat diberikan antipiretik dan analgesik. Untuk

mengurangi gejala pruritus dapat diberikan bedak/lotion yang ditambah zat anti

gatal (mentol 2%, camphora) yang dapat langsung diaplikasikan ke lesi kulit,

ataupun pemberian antihistamin oral yang memiliki efek sedatif.1,2,7

Agen antiviral

Pemberian agen antiviral dalam 24 jam setelah onset varisella terbukti

menurunkan derajat keparahan varisella. Agen antiviral yang dapat diberikan pada

dewasa antara lain acyclovir 5 x 800 mg PO selama 5-7 hari, valacyclovir 3 x 1000

mg PO selama 7 hari, dan famciclovir 3 x 500 mg PO selama 7 hari. Dosis

12

Page 13: Kasus Varisella Zoster

acyclovir untuk anak-anak adalah 4 x 20-40 mg/kgBB (maks. 800 mg/hari) selama

5-7 hari. Pada pasien dengan status immunokompromis dapat diberikan acyclovir

10 mg/kgBB IV tiap 8 jam selama 7 hari atau foscarnet (pada resisten acyclovir)

40 mg/kgBB IV tiap 8 jam selama 7 hari.2,7

Terapi superinfeksi bakteri

Pada infeksi S. aureus atau streptokokus grup A dapat diberikan salap mupirocin

dan antibiotik oral. Pada vesikel yang sudah pecah atau adanya krusta juga dapat

diberikan antiseptik atau salap antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.2,7

IX. KOMPLIKASI

Pada anak-anak berusia <5 tahun, komplikasi yang paling sering terjadi adalah

superinfeksi bakteri MSSA, MRSA, atau GAS, yang menyebabkan impetigo, furunkel,

selulitis, atau gangren. Sedangkan, komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak

berusia 5-11 tahun adalah ensefalitis varisella dan sindrom Reye.2

Pneumonia varisella primer sering terjadi pada dewasa, terutama pada individu

yang immunokompromis dan ibu hamil. Enam belas persen dewasa menunjukkan

gambaran x-ray pneumonitis (infiltrate lobular interstitial difus), namun hanya 4%

yang memiliki gejala pneumonitis. Terjadi pada 1-6 hari setelah timbulnya ruam.

Ensefalitis VZV juga dapat terjadi pada dewasa. Komplikasi-komplikasi lain yang

jarang terjadi meliputi arthritis viral, uveitis, konjungtivitis, karditis, inappropriate

ADH syndrome, glomerulonefritis, hepatitis, otitis, dan orkitis.1,2

Varisella maternal selama trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan

sindrom fetal varisella (insidensi 2%), yaitu berupa hipoplasia anggota gerak,

kerusakan mata dan otak, serta lesi kulit).2

X. VAKSINASI

Vaksinasi VZV (Varivax) terbukti 80% efektif mencegah infeksi VZV primer

simptomatik. Individu yang berisiko tinggi terkena varisella perlu divaksinasi, yaitu

orang dewasa normal, anak-anak dengan leukemia, dan pasien immunokompromis

13

Page 14: Kasus Varisella Zoster

(mendapat terapi immunosupresif, terinfeksi HIV, menderita kanker). Vaksin VZV

menghasilkan imunitas diperantarai-sel dan produksi antibodi melawan virus.2

XI. PROGNOSIS

Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higienitas memberi prognosis

yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1

14

Page 15: Kasus Varisella Zoster

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis varisella zoster ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

Pasien adalah seorang anak perempuan berusia 11 tahun. Pasien datang dengan keluhan

bintil-bintil berair di tangan, kaki, dan perut sejak 4 hari yang lalu. Sebelumnya, pasien juga

mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi, serta keluhan sakit kepala. Demam dan sakit

kepala merupakan beberapa gejala prodromal sistemik yang biasanya mendahului gejala-

gejala dari infeksi virus. Timbulnya bintil berair yang didahului gejala prodromal, dapat

mengarah ke hipotesis varisella zoster, herpes zoster, dan hand-foot-and-mouth disease

(HFMD). Selain itu, adanya bintil berair juga dapat mengarah ke hipotesis impetigo

vesikobulosa. Varisella zoster adalah suatu infeksi akut primer oleh virus varisella zoster

(varicella zoster virus/VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, sedangkan herpes zoster

merupakan penyakit akibat reaktivasi VZV tersebut setelah adanya infeksi primer. HFMD

adalah infeksi coxsackie virus A16 yang menyerang kulit dan mukosa, terutama di tangan,

kaki, dan mukosa mulut. Impetigo vesikobulosa merupakan infeksi pada epidermis yang

disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus. Berdasarkan kepustakaan, 90% kasus

varisella zoster terjadi pada onset usia anak-anak <10 tahun, dan <5% terjadi pada usia >15

tahun. Sedangkan, herpes zoster sebagian besar terjadi pada usia >50 tahun (66%), dan

sebagian kecil terjadi pada anak-anak usia <15 tahun (5%). HFMD seringkali terjadi pada

anak berusia <10 tahun, remaja, dan dewasa usia pertengahan. Impetigo vesikobulosa dapat

terjadi pada anak-anak dan dewasa. Data-data ini berarti turut mendukung hipotesis varisella

zoster, herpes zoster, HFMD, dan impetigo vesikobulosa.1,2,7

Pada pasien, bintil berair pertama kali timbul di tangan, lalu beberapa jam kemudian

bintil berair juga timbul di kaki dan perut. Hal ini mungkin dapat melemahkan hipotesis

varisella dan impetigo vesikobulosa, karena pada varisella penyebaran lesinya secara

sentrifugal yaitu diawali di wajah dan kulit kepala, lalu menyebar ke badan dan anggota gerak,

sedangkan pada impetigo vesikobulosa predileksinya di dada, punggung, dan daerah lipatan

kulit seperti ketiak. Hipotesis herpes zoster dapat disingkirkan, karena pada herpes zoster lesi

berdistribusi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai persarafan. Begitu juga dengan

15

Page 16: Kasus Varisella Zoster

hipotesis HFMD dapat disingkirkan karena pasien menyangkal adanya kelainan kulit di

tempat lain, termasuk di dalam mulut; HFMD memiliki predileksi khas di mukosa mulut,

telapak tangan, dan telapak kaki.1,2,7

Pasien mengaku pola bintil berair yang dialaminya terpisah antara yang satu dengan

yang lain serta tidak membentuk pola berkelompok. Ini sesuai dengan lokalisasi lesi varisella

dimana ditemukan lesi diskret, serta juga dapat mendukung hipotesis impetigo

vesikobulosa.1,2,7

Pasien juga mengeluh adanya rasa gatal pada daerah yang terdapat bintil. Pasien

menggaruk daerah tersebut, sehingga bintil pecah membentuk koleret. Pada daerah koleret

dirasakan perih oleh pasien. Pada varisella zoster, keluhan gatal dan nyeri sering menyertai

keluhan bintil berair. Pecahnya bintil akibat garukan oleh pasien dapat menyebabkan

terjadinya infeksi sekunder oleh flora di kulit.1,2

Selain itu dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat kontak dengan penderita cacar

air sebelumnya, yaitu adik pasien. Hal ini mendukung hipotesis varisella zoster, dimana

penularan varisella paling sering terjadi melalui droplet aerogen dan kontak langsung. Seorang

penderita varisella dapat menularkan penyakitnya sejak beberapa hari sebelum timbulnya

erupsi kulit hingga 7 hari pasca gejala kulit pertama kali muncul.2

Pemeriksaan status dermatologikus pada regio abdomen didapatkan efloresensi vesikel

yang telah memecah, multipel, diskret, berdiameter 0.5 cm, permukaan ditutupi krusta coklat

kehitaman. Pada regio dorsum manus dextra et sinistra, didapatkan efloresensi vesikel dengan

dasar eritematosa, multipel, diskret, berdiameter 0.5 cm. Pada regio ankle, didapatkan

efloresensi vesikel yang telah memecah, tunggal, diskret, berdiameter 0.5 cm. Efloresensi ini

sesuai dengan gejala klinis varisella zoster, yaitu adanya kelainan kulit polimorf, dapat berupa

papul, vesikel, pustul, dan krusta. Selain itu, juga sesuai dengan lesi pada impetigo, yaitu

kelainan kulit berupa vesikel dan bula dengan eritema di sekitarnya, yang dapat pecah

membentuk koleret dan krusta.1,2,7

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk menegakkan diagnosis dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan Tzanck dilakukan dengan cara mengambil

bahan dari kerokan dasar vesikel pada regio dorsum manus dan dibuat sediaan apus serta

diwarnai dengan pewarnaan Giemsa. Pada pengamatan mikroskop perbesaran 100x

didapatkan adanya sel datia berinti banyak yang berarti menegakkan diagnosis varisella zoster.

16

Page 17: Kasus Varisella Zoster

Selain itu, dilakukan juga pewarnaan Gram dengan sebelumnya dibuat preparat dari biakan

bakteri pada medium agar. Pada pengamatan mikroskop perbesaran 100x tidak ditemukan

adanya bakteri kokus Gram positif yang berarti menyingkirkan hipotesis impetigo

vesikobulosa.1,2

Penatalaksanaan varisella zoster mencakup penatalaksanaan umum dan penatalaksanaan

khusus. Penatalaksanaan umum yaitu edukasi ke pasien untuk menjaga kebersihan tubuh

dengan rutin mandi dan mengganti pakaian, serta mencegah daerah yang gatal digaruk agar

bintil tidak pecah sebelum mengering sendiri. Pada penatalaksanaan khusus, secara topikal

diberikan salap antibiotik yaitu salap gentamicin dioleskan pada vesikel yang sudah pecah

dengan didahului kompres NaCl, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Mekanisme kerja gentamicin adalah menghambat sintesis protein bakteri dengan berikatan

pada subunit ribosom 30S dan 50S. Pada vesikel yang belum pecah dapat diberikan bedak

salicyl talc sebagai proteksi mencegah pecahnya vesikel. Penatalaksaan sistemik bersifat

simptomatik, yaitu pada pasien ini diberikan paracetamol 3 x 500 mg sebagai antipiretik, serta

cetirizine 1 x 10 mg sebagai antipruritus. Paracetamol bekerja dengan cara menghambat

sintesis prostaglandin, sedangkan cetirizine bekerja sebagai antagonis reseptor H1. Pada pasien

ini tidak diberikan antiviral (biasanya acyclovir) karena pasien datang berobat sudah hari ke-4

setelah lesi pertama kali muncul dan sudah tidak ada lagi lesi yang baru timbul pada hari

pasien berobat. Berdasarkan kepustakaan, antiviral diberikan tidak lebih dari 24 jam pertama

sejak lesi muncul.1,2,7

Prognosis pasien umumnya baik dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan

higienitas sehingga jaringan parut yang timbul sangat sedikit. Varisella zoster dapat berulang

dengan manifestasi herpes zoster akibat reaktivasi VZV pada orang-orang yang daya tahan

tubuhnya menurun.1,2

17

Page 18: Kasus Varisella Zoster

BAB V

KESIMPULAN

Varisella zoster merupakan infeksi akut primer oleh virus varisella zoster (varicella

zoster virus/VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi,

kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di sentral tubuh. Penyakit ini menyerang terutama

anak-anak, dengan onset paling sering terjadi pada usia kurang dari 10 tahun. Penularannya

terjadi secara droplet aerogen maupun kontak langsung. Masa penularannya terjadi 1-2 hari

sebelum timbulnya gejala kulit hingga 7 hari sejak lesi kulit muncul.1,2

Masa inkubasi varisella zoster berlangsung selama 14 hari, dengan rentang waktu 10-23

hari. Gejala klinis diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,

malaise, dan nyeri kepala. Dua hingga tiga hari kemudian muncul erupsi kulit berupa papul

eritematosa yang dalam beberapa jam menjadi vesikel, lalu menjadi pustul, dan nantinya

menjadi krusta. Penyebaran lesinya berawal dari wajah dan kulit kepala, lalu menyebar ke

badan dan anggota gerak.1,2

Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis varisella zoster dapat

ditunjang dengan melakukan pemeriksaan Tzanck. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel,

lalu dibuat sediaan apusan dengan pewarnaan Giemsa. Di bawah mikroskop dengan

perbesaran 100x akan didapatkan sel datia berinti banyak. Selain itu, sebagai diagnosis

definitif infeksi VZV dapat dilakukan dengan isolasi virus dari biakan sel yang diinokulasi

dari cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal, atau jaringan yang terinfeksi, atau dengan

identifikasi langsung antigen VZV atau asam nukleatnya dari spesimen tersebut.1,8

Penatalaksanaan varisella zoster berupa terapi antiviral, simptomatik, serta pencegahan

infeksi sekunder. Salah satu antiviral yang dapat diberikan pada dewasa adalah acyclovir 5 x

800 mg PO selama 5-7 hari, sedangkan dosisnya untuk anak-anak adalah 4 x 20-40 mg/kgBB

selama 5-7 hari. Terapi simptomatik mencakup pemberian antipiretik, yaitu paracetamol, dan

antihistamin oral, seperti cetirizine. Pencegahan infeksi sekunder pada vesikel-vesikel yang

sudah pecah diberikan antibiotik topikal berupa salap gentamicin.2

18

Page 19: Kasus Varisella Zoster

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Hamzah, M., dan Aisah S. (2010) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. 6,

Jakarta: Balai Penerbit FKUI

2. Wolff, K. dan Johnson R.A. (2009) Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology, 6th ed., San Franscisco: The McGraw-Hill Companies

3. Soedarmo, S.S.P., Garna H., dan Hadinegoro S.R.S. (2002) Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak Infeksi dan Penyakit Tropis, Ed. 1, Jakarta: Balai Penerbit FKUI

4. Kliegman R.M., Marcdante K.J., Jenson H.B., dan Behrman R.E. (2006) Nelson

Essentials of Pediatrics, 5th ed., Philadelphia: Elseviers Saunders

5. Behrman R.E., Kliegman R.M., dan Jenson H.B. (2004) Nelson Textbook of Pediatrics,

17th ed., Philadelphia: Elseviers Saunders

6. Hambleton S. dan Gershon A.A. (2005) ‘Preventing Varicella-Zoster Disease’, Clinical

Microbiology Reviews, vol. 18, p. 70-80

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) (2011)

Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Jakarta: PP PERDOSKI

8. Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., dan Leffell, D.J.

(2008) Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th ed., San Franscisco: The

McGraw-Hill Companies

9. Parker S.P., Quinlivan M., Taha Y., dan Breuer J. (2006) ‘Genotyping of Varicella-Zoster

Virus and The Discrimination of Oka Vaccine Strains by TaqMan Real-Time PCR’,

Journal of Clinical Microbiology, vol. 44, p. 3911-3914

10. Warenham D.W. dan Breuer J. (2007) ‘Herpes Zoster’, BMJ, vol. 334, p. 1211-1215

11. Murray P.R., Rosenthal K.S., Kobayashi G.S., dan Pfaller M.A. (1998) Medical

Microbiology, 3rd ed., St. Louis: Mosby

12. Grose C. (1998) ‘Variation on a Theme by Fenner: The Pathogenesis of Chickenpox’,

Pediatrics, vol. 68, p. 735–737

13. Joklik W.K., Willet H.P., Amos D.B., dan Willfert C.M. (1992) Zinsser Microbiology,

20th ed., Connecticut: Appleton & Lange

19

Page 20: Kasus Varisella Zoster

14. Gilden D.H., Demasters B.K.K., Laguardia J.J., Mahalingam R., dan Cohrs R.J. (2000)

‘Neurologic Complications of The Reactivation of Varicella-Zoster Virus’, The New

England Journal of Medicine, vol. 342, p. 635-645

15. Johnson R.W. (2001) ‘Herpes Zoster-Predicting and Minimizing the Impact of

Postherpetic Neuralgia’, Journal of Antimicrobial Chemotheraphy, vol. 47, p. 1-8

16. Johnson C.E., Stancin T., Fattlar D., Rome L.P., dan Kumar M.L. (1997) ‘A Long-Term

Prospective Study of Varicella Vaccine in Healthy Children’, Pediatrics, vol. 100, p. 761-

766

20