Kasus ckd 2
-
Upload
apunk-gumiwa -
Category
Documents
-
view
59 -
download
3
Transcript of Kasus ckd 2
PENYAKIT GINJAL KRONIK (CKD)
Pendahuluan
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.1
Penelitian epidemiologi multi negara oleh The ESRD incidense Study Group
menunjukkan bahwa insiden ESRD di negara-negara Asia dan negara berkembang
lainnya adalah lebih tinggi dibandingkan negara di Eropa, meskipun lebih rendah
dibandingkan dengan insidensi ESRD di Australia dan New Zealand. Gambaran Age-
and sex standardized incidense rates (ASR) ESDR di Malaysia pada berbagai
kelompok yaitu kelompok umur 0 -14 tahun adalah 96 tiap 1 juta penduduk, 15-29
tahun adalah 26 tiap 1 juta penduduk, 30-44 tahun adalah 77 tiap 1 juta penduduk
dan 45-64 tahun adalah 306 tiap 1 juta penduduk (The ESRD Incidense Study Group,
2006).2
Sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya, insidensi gagal ginjal
kronik di Indonesia juga cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi
Indonesia (Perneftri) 2004, diperkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal di
Indonesia, namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari
mereka yang menjalani cuci darah (hemodialisis) hanya sekitar empat ribu sampai
lima ribu saja. 2
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Pelaporan dan Pencatatan
Rumah Sakit (SP2RS), diperoleh gambaran bahwa penyakit gagal ginjal menduduki
peringkat ke empat dari sepuluh penyakit tidak menular yang menjadi penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia dengan PMR sebesar 3,16% (3047
angka kematian).1 Sedangkan menurut data Profil Kesehatan Indonesia (2006), gagal
ginjal menempati urutan ke 6 sebagai penyebab kematian pasien yang dirawat di RS
di seluruh Indonesia, dengan PMR 2,99%.2,3
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Sebaliknya, penyakit ginjal kronik yang berat dapat menyebabkan hipertensi atau ikut
berperan dalam hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta dari
pengaruh vasopressor dari sistem renin angiotensin.1,3
Kasus
Nama: Tn. S
Umur: 36 tahun
Pekerjaan: TNI
Ruang: ASOKA
Tanggal MRS: 23-07-2012
Seorang pasien umur 36 tahun di rawat di RS tingkat II Pelamonia, Makassar dengan
keluhan mual (+), muntah (+), pusing (+), lemas (+), nafsu makan menurun (+), dan
nyeri pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD:
150/90 mmHg, nadi: 90 kali/menit, suhu: 37,8 C, dan pernapasan: 24 kali/menit.
Pemeriksaan Laboratorium; Ureum : 211 mg/dl; Kreatinin : 8.75 mg/dl ; RBC :
3.31x103/mm3; HGB : 9.4 g/dl ; HCT : 28.3g/dl ; WBC : 28.31 x 103/mm3 ; asam
urat : 7.39 mg/dl.
Riwayat pengobatan ceftriakson 10 gr/8 jam, ranitidin 1A/8 jam, PCT 3x1,
amlodipine 10 gr: 0-0-1 , meropenem/ 12 jam, dan merobat 2x1.
Selama perawatan keadaan pasien cukup menunjukkan perbaikan yang signifikan
meskipun pasien setiap hari masih sering mengeluh mual (+), muntah (+), perasaan
lemah, nafsu makan berkurang, dan nyeri perut. Pada pemeriksaan USG abdomen
didapatkan ginjal kanan mengarah ke PNC dan ginjal kiri mengalami swelling
dengan tanda-tanda hidronefrosis sinistra. setelah dirawat kurang lebih 3 minggu,
kadar ureum dan kreatinin pasien mengalami penurunan meskipun tidak pernah
mencapai nilai normal. Sehingga pasien pernah disarankan untuk hemodialisa. Tapi
keluarga pasien menolak karena alasan keluarga, penderita pulang dalam keadaan
yang cukup stabil yaitu dengan tekanan darah 120/90 mmHg pada tanggal 13 agustus
2012.
Rencana : D/ Pantau darah lengkap
Pantau kadar Ureum Creatinin
Pantau kadar asam urat
Pemeriksaan creatinin clearence
Pemeriksaan kadar albumin urin
T/ Furosemid 2x40 mg/hari
Alopurinol 100-200 mg/hari
CCB
E/ Diet rendah garam, rendah protein, diet rendah purin
Retriksi cairan
Berhenti merokok
Pada kasus diatas, masalah yang ditemukan yaitu tekanan darah yang cukup
tinggi pada pasien selain itu dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil yang berarti yaitu meningkatnya kadar ureum dan kreatinin. Berdasarkan hal
tersebut pasien di diagnosis dengan CKD.
Berdasarkan klasifikasi hipertensi menurut JNC-7, tekanan darah yang
mencapai 150/90 mmHg sudah dikategorikan sebagai hipertensi derajat 1 dan hal ini
perlu penanganan segera terutama jika disertai dengan adanya gangguan ginjal.1
Hipertensi dapat mempercepat progrefitas dari CKD melalui peningkatan ekskresi
protein akibat dari tingginya tekanan darah sistolik. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa dengan mengobati hipertensi pada CKD, dapat menghambat
laju penurunan GFR pada CKD.1,2
Penanganan hipertensi pada CKD difokuskan agar dapat mencegah
progrefitas dari CKD itu sendiri dan sebagai pencegahan komplikasi kardiovaskuler.
Oleh karena dalam hal ini, direkomendasikan obat pilhan pertama dalam penanganan
hipertensi pada CKD berupa ACEI dan ARB. Pertimbangan obat awal berupa
kombinasi ACEI dan ARB dengan thiazide pada stage CKD awal, dan dengan loop
diuretika pada stage CKD yang lebih lanjut. Bahkan pada stage lanjut dapat
digunakan sampai 4 jenis obat antihipertensi termasuk ACEI dan ARB.2
Rekomendasi penatalaksanaan hipertensi pemilihan obat anti hipertensi pada CKD
berdasarkan.8
NKF-K/DOQI (2004), JNC-7 (2003), ADA (2004)
Clinical
assessment of
kidney disease
Blood pressure
target
Preffered agents
for CKD, with or
without
hypertension
Other agent to
reduced CVD
risk, target BP
BP > 130/80
mmHg and spot
urine total protein
to creatinin ratio >
200 mg/g
<130/80 ACE inhibitor or
ARB
Diuretic preffered
then BB or CCB
BP >130/80 mmHg
and spot urine total
protein to creatinin
ratio <200 mg/g
<130/80 No preffered Diuretic, BB, or
CCB
BP ,130/80 mmHg
and spot urine total
protein to creatinin
ratio >200 mg/g
<130/80 ACE inhibitor or
ARB
Diuretic preffered
then BB or CCB
Kidney disease in
the transplant
<130/80 None preffered CCB, diuretic, BB,
recipient. ACEI, ARB
Dalam sebuah penelitian observasional yang dilakukan pada tahun 2010,
didapatkan bahwa hubungan antara tekanan darah dengan kejadian gagal ginjal
kronik meningkat secara progresif.3:7,9
Menurut National Kidney fondation, hipertensi dapat menyebabkan penyakit
ginjal kronik, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat pula menyebabkan hipertensi.
Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit
ginjal kronik. 4:11
Empat penyebab utama gagal ginjal kronik adalah diabetes (34%), hipertensi
(21%), glomerulonefritis (17%), dan penyakit polikistik ginjal (3,5%). Meskipun
pengobatan gagal ginjal kronik telah maju sejak 40 tahun yang lalu, tetapi mortalitas
tinggi karena prevalensi penyakit penyebab gagal ginjal seperti diabetes dan penyakit
kardiovaskular. Penyakit ginjal adalah penyebab kematian nomor delapan di Amerika
Serikat pada tahun 1998 (U.S Renal Data System, 2000). Oleh karena itu, pada setiap
penderita dengan hipertensi lama, fungsi ginjal harus selalu di pantau.5,10
Disebut gagal ginjal apabila memenuhi beberapa kriteria dibawah in6:
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1.73 m2 selama 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
Peningkatan kadar ureum kreatinin darah pada kasus ini semakin menguatkan
dugaan adanya gangguan fungsi ginjal. Menurut NKF, ada tiga pemeriksaan
sederhana untuk mendeteksi adanya penyakit ginjal kronik yaitu pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan albumin urine, dan pemeriksaan ureum kreatinin. Selain itu,
pemeriksaan creatinin clearence juga dapat dilakukan untuk menilai LFG sehingga
membantu untuk menentukan derajat penyakit ginjal kronik.6,7
Adapun Prinsip pengobatan pada penyakit ginjal kronik dengan penyulit
hipertensi yaitu1 :
1. dasar paling tepat dilakukan pada saat sebelun terjadi penurunan
LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid. Misalnya terapi
apabila terjadi hipertensi yang tidak terkontrol
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal dengan pembatasan asupan
protein dan pemberian obat antihipertensi. Pembatasan dapat dilakukan
pada LPG ≤ 60 ml/menit,. Protein diberikan 0.6-0.8 kg/bb/hari. ACE
inhibitor masih menjadi pilihan utama untuk antihipertensi dan
proteinuria. Target tekanan darah yang diperbolehkan untuk pasien
hipertensi dengan penyakit ginjal kronik diabetes dan non-diabetes
tanpa melihat ada tidaknya proteinuria, Sesuai panduan KDOQI
(2003), target tekanan darah pasien penyakit ginjal adalah < 130/80
mmHg.15
4. Pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular perlu dilakukan sebab
40-45 % kematian pada gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular.
5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus seorang pasien yang di duga menderita penyakit ginjal
kronik (CKD), yang disertai dengan tekanan darah yang cukup tinggi (150/90
mmHg). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan laboratorium yang ditemukan kadar ureum dan kreatinin meningkat.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis penyakit ginjal kronik pada kasus ini yaitu; USG abdomen, Pemeriksaan
creatinin clearence, Pemeriksaan kadar albumin urin.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini yaitu dengan mengatasi
hipertensi yang dialami serta dengan mengatasi penyakit dasar yang menyebabkannya
yaitu penyakit ginjal kronik.
Daftar pustaka
1. Yogiantoro,mohammad. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.jilid II. Ed.V. 2009. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK
UI.
2. Ritz E. Kidney in hypertension. 3rd Asian Forum of Chronic Kidney Disease
Initiative. 2009: 18-9.
3. Lawrence, J. Appel et.al. Intensive Blood-Pressure Control in Hypertensive
Chronic Kidney Disease. 2010. N Eng J Med. Diunduh dari : www.nejm.org.
4. National Kidney fondation : Chronic Kidney disease at
http://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd.cfm
5. Price, A. Sylvia. Konsep klinis proses-proses penyakit. Vol. 2. Ed. 6. 2006.
Jakarta : Penerbit EGC.
6. Suwitra, Ketut. Penyakit Ginjal Kronik dalam Buku Ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Ed. IV. 2006. Jakarta : Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam
FK UI.
7. Article:Creatinine–bloodat
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003475.htm
8. K/DOQI. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation,
classification, and stratification. Kidney Disease Outcome Quality Initiative.
Am J Kidney Dis 2004;45(Supp 1):1- 268. Dalam Usaha Memperlambat
Perburukan Penyakit Ginjal Kronik ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir oleh M.
Adi Firmansyah. Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_176Usahaperburukanpgk.pdf/
07_176Usahaperburukanpgk.pdf
9. Hopkins, Christy. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine; 2011.
Available in : http://emedicine.medscape.com/article/1952052-overview
10. Umri, Maddal . 2010. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik yang
Dirawat Inap di RSU. Dr. Pirngadi Medan. Diunduh dari :
repository.usu.ac.id