Karsinoma laring
-
Upload
nathania-longkutoy -
Category
Education
-
view
3.851 -
download
5
Transcript of Karsinoma laring
KARSINOMA LARING
Nathania Longkutoy
110111032
PENDAHULUAN
Tumor ganas laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT. Sebagai gambaran,
diluar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di
bidang THT, sedangkan di RSCM (Indonesia) menempati urutan ketiga setelah karsinoma
nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.
Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan
perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang
berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif,
polusi udara radiasi leher dan asbestosis.
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini
disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada
stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil
pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor
ganas laring ialah diagnosa dini.
1
ISI
A. ANATOMI LARING
Struktur penyangga
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan
beberapa kartilago yang berpasangan ataupun tidak .
Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang
berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat
mulut pada dinding faring lateral. Meluas dari masing –
masing sisi bagian tengah atau os atau korpus hioideum
adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah
ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke
superior.tendon dan otot – otot lidah, mandibula , dan kranium, melekat pada permukaan
superior korpus kedua prosesus. Saat menelan kontraksi otot – otot ini mengangkat laring .
Namun bila laring dalam keadaan stabil, maka otot – otot tersebut akan membuka mulut dan
akan berperan dalam gerakan lidah. Di bawah os hioideum dan menggantung pada
ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai). Ke dua alae
menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk
“jakun” (Adam apple). Pada tepi masing – masing alae, terdapat kornu superior dan inferior.
Artikulasio kornu inferius dan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau
pergerakan antara kartilago tiroidea dan krikodea.5
Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba dibawah kulit, melekat pada kartilago tiroidea
lewat ligamentum krikotiroideum. Tidak seperti struktur penyokong lainnya dari jalan
pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu mengembang.
Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini tampak seperti
signet ring. Intubasi endotrakea yang lama sering kali merusak lapisan mukosa cincin dan
dapat menyebabkan stenosis subglotis, didapat disebelah inferior, kartilago trakealis pertama
melekat pada krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa.5
Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea masing – masing
berbentuk sepertipiramid berisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada
artikulasio krikoatenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan
rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus , prosesus vokalis anterior dan
prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dan masing – masing
2
prosesus vokalis dan berisensi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus
membentuk dua perlima bagian belakang dari korda vokalis. Sementara ligamentum vokalis
membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan
permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Bagian laring diatasnya disebut
supraglotis dan dibawahnya subglotis. Terdapat dua
pasang kartilago kecil didalam laring yang tidak
memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam
jaringan diatas menutupi aritenoid. Disebelah
lateralnya, yaitu didalam plika ariepiglotika terletak
kartilago kuneiformis.5
Kartilago epi glotika merupakan struktur garis tengah
tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan
atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat diatas
korda vokalis, sementara bagian racquet meluas keatas dibelakang korpus hioideum ke dalam
lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring. Epiglotis dewasa umumnya sedikit
cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis jelas
melengkung dan disebut epiglottis omega atau juvenilis. Fungsi epiglottis sebagai lunas yang
mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan napas laring. Selain itu, laring juga
disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada ke dua sisi laring terdapat membran
kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilgo
aritenoidea. Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus
piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepiglotika. Jaringan pasangan elastik
lainnya adalah konus elastikus ( membrana krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat
daripada membran kuadrangularis, dan meluas keatas dan medial dari arkus kartilaginis
krikoidea untuk bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing – masing sisi. Jadi konus
elaktikus terletak dibawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati.5
Otot – otot laring
Otot – otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok. Otot ekstrinsik yang terutama bekerja
pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan antara struktur
– struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya. Otot depresor
atau otot- otot leher ( omohioideus, sternotyroideus, sternohyoideus ) berasal dari bagian
inferior. Otot elevator ( milohyoideus, geniohyoideus, genioglosus, hyoglosus, digastrikus
dan stilohyoideus ) meluas dari os hyoideum ke mandibula, lidah dan prosessus stiloideus
pada kranium. Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot – otot leher, terutama
3
berfungsi sebagai elevator. Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago
tiroidea adalah otot konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring disebelah
posterior dan berfungsi pada saat menelan. Serat – serat paling bawah dari otot konstriktor
inferior berasal dari krikoid, membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai
sfingter esophagus superior.5
Anatomi otot – otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan mangaitkan fungsinya.
Serat – serat otot interaritenoideus ( aritenoideus ) tranversus dan oblikus meluas antara
kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan bergeser kearah
garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus posterior meluas dari
permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi kedalam procesus muskularis
aritenoidea; otot ini menyebabakan rotasi aritenoid kearah luar dan mengaduksi korda
vokalis. Antagonis utama otot ini, yaitu otot krikoaritenoideus lateralis berorigo pada arkus
krikoidea lateralis; insersinya juga pada prosesus muskularis dan menyebabakan rotasi
aritenoid ke medial, menimbulkan aduksi. Yang membentuk tonjolan korda vokalis adalah
otot vokalis dan dan tiroaritenoideus yang hampir tidak dapat dipisahkan; kedua otot ini ikut
berperan dalam membentuk tegangan korda vokalis. Pada individu lanjut usia, tonus otot
vokalis dan tiroaritenoideus agak berkurang; korda vokalis tampak membusur keluar dan
suara menjadi lemah dan serak. Otot – otot laring utama lainnya adalah pasangan otot
krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk kipas berasal dari arkus krikoidea disebelah anterior
dan berinsersi pada permukaan lateral alae tiroid yang luas. Kontraksi otot ini menarik
kartrilago tiroidea kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis. Kontraksi ini secara
pasif juga memutar aritenoid ke medial, sehingga otot krikotiroideus juga dianggap sebagai
otot abduktor. Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga aduktor
dan tiga otot tensor seperti yang diberikan berikut ini :
4
Persarafaan, Perdarahan dan Drainase limfatik
Dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik. Dua saraf
laringeus superior dan dan dua inferior atau laringeus rekurens saraf laringeus merupakan
cabang – cabang saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat
dibawah ganglion nodusum melengkung ke anterior dan medial dibawah arteri karotis
eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang
motorik eksterna. Cabang interna menembus membrana tirohioidea untuk mengurus
persarafan sensorik valekula, epiglottis, sinus piriformis dan seluruh mukosa laring superior
interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing – masing cabang eksterna merupakan suplai
motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Disebelah inferior, saraf rekurens
berjalan naik dalam alur diantara trakea dan esofagus, masuk kedalam laring tepat dibelakang
artikulasio krikotiroideus, dan mengurus persarafan motorik semua otot interinsik laring
kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan dibawah korda vokalis
sejati ( regio subglotis ) dan trakea superior.5
Karena perjalan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka
saraf ini lebih rentan cedera dibanding saraf kanan.5
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan vena
laringea superior merupakan cabang – cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya
bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus
neurovaskuler superious. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea
inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.5
Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi kanker.
Terdapat dua system drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis pemisah adalah
korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Disebelah
superor, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan
nodi limfatisis superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase
subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales ( satu kelenjar terletak tepat
didepan krikoid dan disebut nodi Delphian ), kelenjar getah bening servikalis profunda
inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior.5
Struktur Laring Dalam
Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal sebagai epitel
respiratorius. Namun, bagian – bagian laring yang terpapar aliran udara yang terbesar,
misalnya permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan
5
permukaan superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih
keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius.5
Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglottis. Tiga pita
mukosa ( satu pita glosoepiglotika mediana dan dua plika glosoepiglotika lateralis ) meluas
dari epiglottis ke lidah. Diantara pita median dan setiap pita lateral terdapat suatu kantong
kecil, yaitu valekula. Dibawah tepi bebas epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua
gundukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing –
masing aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari epiglottis adalah plika
ariepiglotika, merupakan suatu membran kuadragularis yang dilapisi mukosa. Dilateral plika
ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis. Struktur ini bila dilihat dari atas,
merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding posterior.
Dinding medialnya dibagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan dibagian bawah
kartilago aritenoidea dengan otot – otot lateral yang melekat padanya, dan dinding lateral
adalah permukaan dalam alae tiroid. Disebelah posterior sinus piriformis berlanjut sebagai
hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus
esofagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat.5
Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid dan
berinsersi kedalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior adalah korda vokalis palsu
atau pita ventricular, dan lateral terhadap kda vokalis sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat
di inferior tepi bebas membrane kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati ( plika vokalis )
adalah batas superior konus elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa
dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa
akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek. Korda
vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior ventrikel meluas
ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus laringis, dimana
terdapat sejumlah kelenjar mucus yang diduga melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus
secara klinis dikenal sebagai laringokel.5
Struktur disekitarnya
Disebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup beberapa cincin trakea
pertama, sementara lobus tiroid terletak diatas dinding lateral trakea dan dapat meluas hingga
ke alae tiroid. Ismus perlu diangkat dan terkadang diinsisi saat melakukan trakeostomi
menembus cincin kartilaginus trakealis yang ketiga. Otot – otot leher menutup laring dan
kelenjar tiroid, kecuali digaris dimana raphe median menyebabkan struktur – struktur laring
terletak dalam posisi subkutan. Membrana krikotiroidea mudah dipalpasi dan dalam keadaan
6
darurat, dapat dengan cepat diinsisi unutk membuat jalan napas, arteri inominata tidak jarang
melewati didepan trakea servikalis, sehingga perlu dilakukan palpasi yang cermat dalam
pelaksanaan trakeostomi. Dilateral dan posterior terhadap laring adalah selubung karotis yang
masing – masing berisi arteri karotis, vena jugularis dan saraf vagus.5
B. HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat
difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu berdiferensiasi baik, sedang dan berdiferensiasi buruk.3
Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan
kondrosarkoma.
Karsinoma Verukosa.2
Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas.
Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita
dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat
menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh.
Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi.
Prognosanya sangat baik.
Adenokarsinoma.2
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering dari kelenjar mukus
supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan
hepar. two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi
radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.
Kondrosarkoma.2
Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid
10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.
7
C. EPIDEMIOLOGI
Kebanyakan (70 – 90 %) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe glotik
merupakan 60 – 65 %, supraglotik 30 – 35 %, dan infraglotik hanya 5 %. Merokok
merupakan penyebab utama.4
D. ETIOLOGI
Asap rokok dan alcohol
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa
perokok dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi
karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan beberapa hal yang diduga
menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat adalah rokok, alcohol dan terpajan oleh
sinar radioaktif.3
Karsinogen lingkungan
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar (pabrik),
serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik, lingkungan), vinil klorida
(pabrik), dan nitrosamin (makanan yang diawetkan, ikan asin).2
Infeksi laring kronis
Kuman, rangsangan terus menerus (asap) menyebabkan radang kronis mukosa laring
selanjutnya terjadi hiperplasia, hiperkeratosis, leukoplakia, eritroplakia, sel atipik dan
akhirnya menjadi sel kanker.2
Human papilloma virus (HPV)
Predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma)
kemudian terjadi perubahan maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous carcinoma).2
Genetik
Interaksi faktor etiologi & host berbeda-beda tiap individu. Aktivasi pra karsinogen &
inaktivasi karsinogen amat bervariasi individual.2
8
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi Tumor Ganas Laring ( AJCC dan UICC 1988 ):3
Tumor primer ( T )
Supraglotis
Tis : karsinoma insitu
T1 : tumor terdapat pada satu sisi suara / pita suara palsu ( gerakan masih baik ).
T2 : Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih bisa bergerak (
tidak terfiksir ).
T3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah ke krikod bagian
belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah rongga preepiglotis.
T4 : Tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher
atau sudah merusak tulang rawan tiroid.
Glotis
Tis : karsinoma insitu.
T1 : Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau
tumor sudah terdapat pada kommisura anterior atau posterior.
T2 : Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksir ( impaired mobility ).
T3 : Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.
Subglotis
Tis : Karsinoma insitu.
T1 : Tumor terbatas pada daerah subglotis.
T2 : Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.
T3 : Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua –
duanya.
Penjalaran ke kelenjar limfe ( N )
Nx : Kelenjar limfe tidak teraba.
N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba.
N1 : Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.
N2 : Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6 cm.
N2a : Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.
N2b : Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
9
N2c : Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.
Metastasis jauh ( M )
Mx : Tidak terdapat / terdeteksi.
M0 : Tidak ada metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.
Staging (Stadium)
ST1 : T1 N0 M0
ST II : T2 N0 M0
ST III : T3 N0 M0 atau T1/T2/T3 N1 M0
ST IV : T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2T3/T4 N1/N2/N3 M1
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini
disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh
besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan
ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang
menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran
kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar,
mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni
karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara serak dengan
tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara
asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel
laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan
timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala
akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan
subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor
hipofaring jarang menimbulkan serak kecuali tumornya eksentif.3
10
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam.
3. Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada
tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor,
penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik
dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan
dapat dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang
kurang baik.3
4. Nyeri tenggorok: keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang
tajam.3
5. Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas
postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan adanya tumor ganas
lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.3
6. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul
dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis
sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.3
7. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor
yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.3
G. DIAGNOSIS
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup lama,
tidak bersifat hilang - timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin lama menjadi
berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat yang juga kadang – kadang adalah
seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan salah ( vocal abuse ), peminum
alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah
diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang – kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa
tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan
dari sosial - ekonomi yang lemah.6
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni supraglotis,
glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai dengan lokasi tumor tersebut.
11
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar, terutama
pada stadium dini / permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar limfe leher,
terlihat perubahan kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring.6
Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun
langsung dengan menggunakan laringoskop unutk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor
yang terlihat ( field of cancerisation ), dan kemudian melakukan biopsi.3
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor jinak laring2
Dasar menyokong: suara parau, sesak napas dan stridor
Dasar penolakkan: Terdapat metastase ke kelenjar getah bening regional.
2. Nodul vocal2
Dasar menyokong: suara serak dan batuk
Dasar penolakkan: Tidak didapatkan nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil
yang berwarna putih.
3. Tuberkulosis Laring2
Dasar penyokong: suara parau, sesak napas, nyeri telan, kadang menyerupai lesi non spesifik
dan bentukan tumor
Dasar penolakan: dengan pemeriksaan laringoskopi serat optic tidak ditemukan lesi pada
daerah laring
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga
pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru , ada atau
tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak ( soft tissue ) leher dari
lateral kadang – kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya cukup besar.
Apabila memungkinkan, CT scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring
lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis
serta metastase kelenjar getah bening leher.3
12
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari bahan biopsi laring,
dan biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar limf dileher. Dari hasil patologi anatomik
yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.3
J. PENATALAKSANAAN
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan
sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.
1. PEMBEDAHAN
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:
A. LARINGEKTOMI1-3
Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak
memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os
hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
B. DISEKSI LEHER RADIKAL
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan metastase ke
kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis
stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu
dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat
metastase jauh.2
2. RADIOTERAPI
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil
yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak
cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad
perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.2
3. KEMOTERAPI
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif. Obat yang
diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2.2
Rehabilitasi Suara
13
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat
pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita-suara yang ada
dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanent di
leher.3
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien
dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi
suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga
berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu
suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan
suara yang dihasilkan dari esophagus (eso-phageal speech) melalui proses belajar. Banyak
faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan
menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.3
Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah perkumpulan guna
menghimpun pasien-pasien tuna-laring guna menyokong aspek psikis dalam lingkup yang
luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah operasi.3
.
K. PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.
Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 – 98%
stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke
kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.2
PENUTUP
14
KESIMPULAN
Gejala dini Karsinoma laring adalah suara parau. Suara parau lebih dari 4 minggu harus
dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor, rasa nyeri di
tenggorok dan batuk/batuk darah.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan klinis, radiologi dan
biopsy.
Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa laringektomi parsial atau
total dg atau tanpa diseksi leher, radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Dengan prognosis
tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.
DAFTAR PUSTAKA
15
1) Adam, GL. Tumor-tumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam: Adam GL, Boies LR Jr,
Higler PA editors. Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia, Alih
bahasa Wijaya C. Jakarta EGC.1997: 430-52.
2) http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20hajar.pdf
3) Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala & leher. Edisi 6. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2008: h. 194-98.
4) Wim de Jong, Sjamsuhidayat R, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hal : 461 – 463.
5) Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR Jr, Higler PA
editors. Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia, Alih bahasa Wijaya
C. Jakarta EGC.1997: 369-77.
6) http://medlinux.blogspot.com/2012/02/tumor-laring.html
16