KARAKTERISTIK TABLET DAN KAPSUL TERIPANG PASIR … · This study aimed to characterize capsule and...

39
KARAKTERISTIK TABLET DAN KAPSUL TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) VIRJEAN PRICILLIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of KARAKTERISTIK TABLET DAN KAPSUL TERIPANG PASIR … · This study aimed to characterize capsule and...

KARAKTERISTIK TABLET DAN KAPSUL TERIPANG

PASIR (Holothuria scabra)

VIRJEAN PRICILLIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Tablet

dan Kapsul Teripang Pasir (Holothuria scabra) adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Virjean Pricillia

NIM C34090081

ABSTRAK

VIRJEAN PRICILLIA. Karakteristik Tablet dan Kapsul Teripang Pasir

(Holothuria scabra). Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan YUSRO

NURI FAWZYA

Teripang atau yang dikenal dengan timun laut (sea cucumber) memiliki

banyak manfaat dalam bidang kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat

sediaan kapsul dan tablet yang memanfaatkan teripang pasir (Holothuria scabra)

sebagai bahan aktif serta mengetahui karakteristik dan kestabilannya selama

penyimpanan pada suhu yang berbeda. Sediaan yang memiliki karakteristik

terbaik (keseragaman, kekerasan dan keregesan) adalah tablet formulasi F2 dan F6

serta kapsul. Tablet teripang yang dihasilkan mengandung protein yang tinggi

yang masing-masing berkisar antara 20,15 - 45,26 % (bb). Uji stabilitas tablet dan

kapsul teripang yang disimpan pada suhu 30 °C dan 50 °C menunjukkan hasil

yang tidak jauh berbeda antar formulasi, dimana produk memiliki kisaran pH

antara 6,47 sampai 6,97. Nilai aw tablet dan kapsul teripang berkisar antara

0,61 - 0,74. Selama penyimpanan 30 hari terjadi peningkatan jumlah bakteri dari

4,23 log cfu/g menjadi 6,78 log cfu/g dan jumlah kapang dari 4,51 log cfu/g

menjadi 6,6 log cfu/g .

Kata kunci : Holothuria scabra, kapsul, stabilitas, tablet

ABSTRACT

VIRJEAN PRICILLIA. The Characteristics of Tablet and Capsule of Sandfish

(Holothuria scabra). Supervised by KUSTIARIYAH TARMAN and YUSRO

NURI FAWZYA.

Sandfish gives a lot of benefits in healthcare, it’s potentially to be used as a

drug material. This study aimed to characterize capsule and tablet prepared from

sandfish (Holothuria scabra) and to determine stability of the products during

storage at different temperature. The result showed that the best formulas were F2

and F6 of tablets and the capsule. Sandfish tablets contained high protein, ranging

between 20.15 – 45.26 % (wb). The stability test of sandfish tablets and capsules

which stored at 30 °C and 50 °C was not different between the formulations, pH

of the product was 6,47 to 6.97. The aw value of sandfish tablets and capsules

ranged from 0.61 – 0.74. During the storage period in 30 days the number of

bacteria was from 4.2 log cfu/g to 6.78 log cfu/g and number of fungi was from

4.51 log cfu/g to 6.6 log cfu/g .

Keywords : Holothuria scabra, capsules, stability, tablets

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada

Departemen Terknologi Hasil Perairan

KARAKTERISTIK TABLET DAN KAPSUL DARI TERIPANG

PASIR (Holothuria scabra)

VIRJEAN PRICILLIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi :Karakteristik Tablet dan Kapsul Teripang Pasir

(Holothuria scabra)

Nama :Virjean Pricillia

NIM : C34090081

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si

Pembimbing I

Ir. Yusro Nuri Fawzya, M.Si

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, M.Si

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi :Karakteristik Tablet dan Kapsul dari Teripang Pasir (Holothuria Scabra)

Nama :Virjean Pricillia NIM :C34090081 Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si Jr. Yusro Nuri Fawzya, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat

dan anugerah-NYA penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul

Pemanfaatan Teripang Pasir (Holothuria scabra) dalam Sediaan Tablet dan

Kapsul. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian bagian kerjasama antara

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan (BBP4B) dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan

Lautan (PKSPL)-IPB dan pendanaan berasal dari BBP4KP (APBN.TA 2013).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si dan Ir. Yusro Nuri Fawzya, M.Si

selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang

diberikan kepada penulis,

2 Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan,

3 Seluruh dosen dan staf Departemen Teknologi Hasil Perairan atas

bimbingan dan bantuannya,

4 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4B) dan Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL)-IPB atas kerjasamanya dan

bantuannya,

5 Orang tua dan keluarga atas doa, bantuan, dan semangatnya,

6 Fiska Puspita Praditya dan Isyi Farah Fadilah atas dukungan dan doanya,

7 Iqra Bismi Rabika, Rizaldi Febrian, Wa Ode Radlia, Chitta Putri Noviani,

Puteri Diyoni Oktaviani, Juliana Nurrakhmi, Casti Hasan Sanapi dan Nur

Syafiqoh atas dukungan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis,

8 Pak Didik beserta staf di Laboratorium Farmasi TNI-AL atas bantuan yang

telah diberikan

9 Teman seperjuangan THP 46 atas bantuan, kerjasama dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk

perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukannya.

Bogor, Februari 2014

Virjean Pricillia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

Latar Belakang..................................................................................................... 1

Tujuan Penelitian ................................................................................................. 1

Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2

Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 2

METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2

Bahan ................................................................................................................... 2

Alat ...................................................................................................................... 2

Prosedur Penelitian .............................................................................................. 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9

Rendemen dan Komposisi Kimia Teripang Pasir (Holothuria scabra) .............. 9

Karakteristik Sediaan Tablet dan Kapsul Teripang ........................................... 10

Komposisi Kimia Tablet Teripang .................................................................... 14

Stabilitas Tablet dan Kapsul Teripang Terpilih................................................. 14

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 17

Kesimpulan ........................................................................................................ 17

Saran .................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

LAMPIRAN .......................................................................................................... 20

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 24

DAFTAR TABEL

1 Formulasi sediaan tablet ................................................................................... 5

2 Batas penyimpangan bobot rata-rata tablet ...................................................... 7

3 Batas penyimpangan bobot rata-rata kapsul ..................................................... 7

4 Rendemen teripang pasir sebelum dan sesudah pengeringan........................... 9

5 Hasil analisis proksimat teripang pasir (Holothuria scabra) ......................... 10

6 Keseragaman bobot tablet dan kapsul teripang pasir ..................................... 11

7 Hasil analisis proksimat tablet ........................................................................ 14

DAFTAR GAMBAR

1 Prosedur penelitian ........................................................................................... 3

2 Kenampakan tablet dan kapsul teripang pasir ................................................ 11

3 Nilai rataan kekerasan sediaan tablet tablet (formula F1, formula F2,

formula F3, formula F4, formula F5 dan formula F6) ................................... 12

4 Nilai keregesan sediaan tablet (formula F1, formula F2, formula F3,

formula F4, formula F5 dan formula F6) ....................................................... 13

5 Waktu hancur sediaan tablet (formula F1, formula F2, formula F3,

formula F4, formula F5, formula F6 dan kapsul) .......................................... 13

6 Derajat keasaman (pH) tablet dan kapsul teripang selama penyimpanan

pada suhu 30 °C dan 50 °C (formula F2-30, formula F2-50, formula

F6-30, formula F6-50, formula K-30 dan formula K-50) .............................. 15

7 Aktivitas air (aw) tablet dan kapsul teripang selama penyimpanan pada

suhu 30 °C dan 50 °C (formula F2-30, formula F2-50, formula F6-30,

formula F6-50, formula K-30 dan formula K-50) .......................................... 16

8 Jumlah mikroba tablet dan kapsul teripang selama penyimpanan pada

suhu 30 °C dan 50 °C pada media NA (formula F2-30, formula F2-50,

formula F6-30, formula F6-50, formula K-30 dan formula K-50) ................ 17

9 Jumlah mikroba tablet dan kapsul teripang selama penyimpanan pada

suhu 30 °C dan 50 °C pada media PDA (formula F2-30, formula F2-50,

formula F6-30, formula F6-50, formula K-30 dan formula K-50) ................ 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi pelaksanaan penelitian ............................................................. 22

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini kesadaran masyarakat akan kesehatan sudah semakin baik.

Memburuknya kondisi lingkungan dan tingginya biaya pengobatan mendorong

masyarakat mulai meminati produk-produk kesehatan guna menjaga kondisi

tubuh agar tetap sehat dan bugar. Teknologi industri farmasi yang sudah canggih

saat ini telah menghasilkan berbagai jenis dan bentuk produk-produk kesehatan

dari bahan alami yang beredar di pasaran. Teripang merupakan salah satu biota

perairan yang jumlahnya melimpah di perairan Indonesia. Data produksi

teripang menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 sebesar

4.599 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi sebesar

5.768 ton (SIDATIK 2014). Tingginya eksploitasi teripang ini menunjukkan

bahwa minat masyarakat untuk mengkonsumsi teripang cukup tinggi.

Teripang atau dikenal timun laut (sea cucumber) memiliki banyak

dimanfaatkan dalam bidang kesehatan seperti sebagai anti-angiogenik

(Tian et al. 2005), antikanker (Roginsky et al. 2004), antikoagulan

(Nagase et al. 1995), antihipertensi (Hamaguchi et al. 2010), antiinflamasi

(Collin 2004), antimikroba (Beauregard et al. 2001), antioksidan (Althunibat et

al. 2009), antithrombotic (Pacheco et al. 2000), antitumor (Tong et al. 2005) dan

penyembuh luka (San Miguel-Ruiz 2007). Selain itu, menurut hasil penelitian

Kustiariyah (2006) dan Nurjanah (2008) teripang memiliki kandungan steroid

yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai aprodisiaka alami yaitu testosteron

yang aktivitasnya telah diujikan secara in vivo pada anak ayam jantan dan

mencit. Aprodisiaka merupakan bahan yang mengandung hormon steroid

terutama testosteron yang dapat meningkatkan vitalitas laki-laki. Hormon ini

juga dapat dijadikan sebagai terapi hormon pengganti pada kondisi kekurangan

hormon (hormone deficiency) (Craig dan Stitzel 1997). Hasil penelitian

Kustiariyah (2006) menunjukkan bahwa hasil ekstraksi 1 kg daging teripang

basah diperoleh ekstrak steroid kasar sebesar 12,96 g (1,30 %) dan pada tepung

daging teripang sebesar 8,16 g (0,82 %). Dengan demikian, teripang pasir

memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat dengan berbagai

khasiat, termasuk sebagai aprodisiaka. Agar daya tarik konsumsi masyarakat

semakin meningkat, biota ini perlu diolah dalam bentuk baru. Oleh sebab itu,

penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan kapsul dan tablet yang

memanfaatkan teripang pasir (Holothuria scabra) sebagai bahan aktif serta

mengetahui karakteristik dan kestabilannya selama penyimpanan pada suhu

yang berbeda.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sediaan padat berupa tablet

dan kapsul dengan memanfaatkan tepung teripang pasir (Holothuria scabra)

sebagai bahan aktif serta menentukan karakteristik, kandungan kimia dan

kestabilannya selama penyimpanan pada suhu yang berbeda.

2

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai

karakteristik, kandungan kimia dan kestabilan dari sediaan padat tablet dan

kapsul yang dibuat dengan memanfaatkan biota teripang pasir (Holothuria

scabra) sebagai bahan aktif yang memiliki fungsi sebagai aprodisiaka alami.

Ruang Lingkup Penelitian

Pembuatan tablet dan kapsul memanfaatkan teripang pasir

(Holothuria scabra) dan bahan-bahan tambahan tablet antara lain: avicel,

Hydroxypropyl Methycellulose (HPMC), magnesium stearat, talk dan primogel.

Tahapan penelitian dimulai dari pembuatan tepung teripang pasir yang

dilanjutkan dengan analisis kimianya. Selanjutnya dilakukan formulasi tablet

teripang pasir dan pencetakan tablet serta pembuatan sediaan kapsul teripang

pasir. Tablet dan kapsul teripang pasir kemudian dianalisis karakter fisik dan

kimianya. Tablet dan kapsul dengan formula terbaik selanjutnya diuji

kestabilannya terhadap penyimpanan selama 30 hari pada suhu 30 °C dan 50 °C.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Desember 2013 di

Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Pusat

Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian

Bogor, Laboratorium Fisik Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor dan Lembaga Farmasi Angkatan Laut (LAFIAL).

Bahan

Bahan–bahan pada penelitian ini adalah teripang pasir (Holothuria scabra)

yang berasal dari teluk Lampung, akuades, selenium, H2SO4, NaOH, HCl, asam

borat (H3BO3) dan pelarut heksana, avicel, Hydroxypropyl methylcellulose

(HPMC), talk, magnesium stearat, cangkang kapsul, Nutrient Agar (NA), Potato

Dextrose Agar (PDA), garam fisiologi, aseton dan metanol.

Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, talenan dan

timbangan oven, loyang, blender, alat pencetak tablet (KOASCA PRD),

timbangan digital, hardness tester (Erweka-Apparatebau type 1BT), friabilator

timer model (Vanderkamp), alat uji waktu hancur (Erweka Apparatebau type

ZT3), inkubator (Emmert), pH meter dan aw meter (SHIBAURA WA-360).

3

Prosedur Penelitian

Teripang pasir (Holothuria scabra) yang diperoleh dalam kondisi segar

dari perairan Teluk Lampung dibawa ke Bogor dalam kondisi dingin, kemudian

disimpan dalam kondisi beku sampai sampel digunakan. Teripang pasir yang

akan digunakan di-thawing terlebih dahulu sehingga dapat dipreparasi dan

dibersihkan dari kotoran. Teripang pasir yang digunakan berukuran 20-30 cm.

Selanjutnya dilakukan proses penepungan dan pembuatan sediaan dalam bentuk

tablet dan kapsul. Sediaan yang dihasilkan selanjutnya dianalisis karakter fisik,

kandungan kimia serta kestabilannya. Prosedur kerja penelitian ini dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1 Prosedur penelitian

Formulasi sediaan tablet dan kapsul

Perlakuan :

1. Daging teripang

dengan kulit

2. Daging teripang

tanpa kulit

Teripang pasir

Pembersihan dari kotoran dan

pembuangan bagian dalam

Pengeringan dengan oven

suhu 40-50 °C

Pengayakan dengan ayakan

berukuran 60 mesh

Penepungan

Tepung teripang Analisis proksimat (Kadar

air, abu, protein dan

lemak) dan rendemen

Sediaan tablet dan

kapsul

Analisis karakter fisik

(Keseragaman bobot,

kekerasan, keregesan

dan waktu hancur)

Analisis proksimat

(Kadar air, labu,

lemak dan protein)

Analisis kestabilan selama

penyimpanan 30 hari pada

suhu 30 °C dan 50 °C (pH,

aw dan mikrobiologi)

4

Preparasi Sampel dan Proses Penepungan

Teripang dibersihkan dari kotoran dan bagian dalamnya dipisahkan hingga

bersih. Sebagian teripang dibersihkan dari bagian kulitnya. Kemudian teripang

dipotong-potong untuk memperkecil ukurannya. Selanjutnya teripang yang telah

diperkecil ukurannya diletakkan pada loyang dan dikeringkan kedalam oven

bersuhu 40-50 ᵒC selama 4 hari. Setelah kering selanjutnya dihancurkan dengan

menggunakan blender dan diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh hingga

dihasilkan tepung teripang. Daging teripang segar (dengan kulit dan tanpa kulit)

serta tepung teripang selanjutnya dianalisis proksimatnya diantaranya kadar air,

abu, lemak dan protein.

Pembuatan Sediaan Tablet dan Kapsul

Pembuatan sediaan tablet dengan bahan aktif teripang ini dilakukan

dengan menggunakan 5 formula. Jumlah tepung teripang pasir yang digunakan

dalam formulasi mengacu pada Nurjanah (2008). Hasil penelitian

Nurjanah (2008) menunjukkan bahwa pemberian tepung teripang dengan dosis

steroid 10 µg/100 g bobot badan mencit merupakan perlakuan yang paling

efektif sebagai aprodisiaka. Dosis tersebut setara dengan produk tepung teripang

sebanyak 1,20 gram. Menurut Dermnet (2013) dosis terendah steroid yang baik

dikonsumsi perhari adalah 10mg/hari. Formulasi tablet teripang pasir

(Holothuria scabra) dapat dilihat pada Tabel 1.

Pembuatan sediaan tablet ini menggunakan metode kempa langsung

dimana tepung teripang sebagai bahan aktif dicampur dengan bahan-bahan

tambahan. Bahan-bahan tambahan yang digunakan adalah avicel sebagai bahan

pengisi, Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) sebagai bahan pengikat, talk

dan magnesium stearat sebagai bahan pelincir,pelicin dan anti lekat, serta

primogel sebagai bahan penghancur. Bahan-bahan tersebut dimasukkan dalam

plastik kemudian dikocok-kocok hingga tercampur. Selanjutnya campuran bahan

tersebut dimasukkan ke dalam alat pengempa tablet untuk dikempa menjadi

bentuk kaplet yang bobotnya 800 mg. Tablet yang dihasilkan kemudian

dianalisis karakter fisiknya antara lain keseragaman bobot, kekerasan, keregesan

dan waktu hancur. Selain itu, tablet juga dianalisis kandungan kimianya seperti

kadar air, abu, lemak dan protein.

Formulasi sediaan kapsul dibuat tanpa menggunakan bahan tambahan.

Sebanyak 0,65 gram serbuk teripang dimasukkan dalam cangkang kapsul

dengan spesifikasi ukuran cangkang 00 bervolume 0,95 mL dan perkiraan

jumlah serbuk antara 0,39 - 1,3 gram. Kapsul yang dihasilkan kemudian

dianalisis karakter fisiknya yaitu keseragaman bobot dan waktu hancur. Tablet

dan kapsul yang memiliki karakteristik terbaik (keseragaman bobot, kekerasan

dan keregesan) selanjutnya dianalisis kestabilannya dengan mengamati

parameter derajat keasaman (pH), aktivitas air (aw) dan mikrobiologi selama

penyimpanan 30 hari pada suhu 30 °C dan 50 °C dengan interval waktu

pengamatan 10 hari.

5

Tabel 1 Formulasi sediaan tablet

Bahan Utuh Daging

F1 (%) F2 (%) F3 (%) F4 (%) F5 (%) F6 (%)

Tepung

teripang*

75 72,75 75 60 75 60

Avicel 15 15 20 33 20 33

Talk 5 3,125 1 1 1 1

HPMC 5 5 - - - -

Mg Stearat - 1 1 1 1 1

Primogel - 3,125 3 5 3 5

Bobot 800 mg Sumber : * Nurjanah (2008)

Analisis Kadar Air (AOAC 2005) Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah

mengeringkan cawan porselen ke dalam oven pada suhu 102-105 °C. Cawan

tersebut diletakkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian

ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan.

Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven 102-105 °C selama 6

jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai

dingin kemudian ditimbang. Kadar air pada sampel dihitung sebagai berikut.

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)

Cawan porselen dengan sampel yang telah dikeringkan kemudian

dipanaskan ke dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan porselen

tersebut dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600 °C selama 6 jam. Cawan

porselen didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar

abu pada sampel dihitung sebagai berikut.

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap

yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan

metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian

% Kadar air = 𝐵−𝐶

𝐵−𝐴 𝑥 100 %

% Kadar abu = 𝐶−𝐴

𝐵−𝐴 𝑥 100 %

6

dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan selenium dan

H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih 1 jam

sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl

ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan

proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam

labu erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2%

dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah

muda. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan,

maka proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N

sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.

Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein pada sampel dihitung

sebagai berikut.

Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam kertas saring yang disumbat

dengan kapas dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak kemudian

dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang dan disambungkan

dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang

ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi

dipasang pada alat destilasi soxhlet dan dipanaskan pada suhu 40 °C dengan

menggunakan pemanas selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak

didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi pelarut akan

tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke

dalam labu lemak selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu

105 °C. Kemudian labu didinginkan dalam desikator. Kadar lemak pada sampel

dihitung sebagai berikut.

Keterangan: W1 = Berat sampel sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

Uji Keseragaman Bobot Tablet (Depkes RI 1995)

Keseragaman bobot tablet diukur dengan cara menimbang 20 tablet satu

per satu, menghitung bobot rata-rata, kemudian membandingkan bobot tiap

tablet dengan bobot rata-rata. Tablet yang memenuhi syarat bila tidak lebih dari

2 tablet yang beratnya menyimpang dari batas penyimpangan bobot rata-rata

pada kolom A, serta tidak satu pun tablet yang beratnya menyimpang dari batas

penyimpangan bobot rata-rata yang terdapat di kolom B. Batas penyimpangan

bobot rata-rata dapat dilihat pada Tabel 2.

%Nitrogen =(mL HCl sampel – mL HCl blanko ) x 0,1 N HCl x 14 x 100%

mg sampel

% Kadar protein = % Nitrogen x 6,25

% Kadar lemak = 𝑊3−𝑊2

𝑊1 𝑥 100 %

7

Keregesan tablet = 𝑊1−𝑊2

𝑊1 𝑥 100%

Tabel 2 Batas penyimpangan bobot rata-rata tablet

Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata (%)

A B

25 mg atau kurang 15 30

26 mg sampai 150 mg 10 20

151 mg sampai 300 mg 7,5 15

Lebih dari 300 mg 5 10

Uji Kekerasan Tablet (Lachman et al. 1994)

Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat hardness tester. Cara

kerja alat ini adalah tablet diletakkan vertikal diantara dua logam penjepit pada

alat. Kemudian untuk memulai proses pengukuran, tombol start ditekan

sehingga logam penjepit bergerak dan tablet akan tertekan dan pecah. Hasil

pengukuran kekerasan tablet dapat dilihat pada layar digital pada alat. Kekerasan

tablet dinilai dalam satuan kg/cm2 atau kilo Pascal (kP).

Uji Keregesan Tablet (Lachman et al. 1994)

Sebanyak 20 tablet yang sudah dibebasdebukan ditimbang, kemudian

dimasukkan kedalam alat uji keregesan tablet. Alat diatur dengan kecepatan 25

rpm selama 4 menit. Setelah itu tablet dikeluarkan dan dibebas debukan kembali.

Tablet yang sudah dibebas debukan ditimbang kembali untuk mengetahui

perbedaan berat sebelum dan sesudah uji, kemudian dihitung persentasinya.

Persentase nilai keregesan tablet dapat dihitung dengan menggunakan rumus

seperti berikut.

Keterangan : W1= Bobot tablet sebelum diuji

W2= Bobot tablet setelah diuji

Uji Keseragaman Bobot Kapsul (Depkes RI 1995)

Sebanyak 20 kapsul ditimbang sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu

isi tiap kapsul. Kemudian seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut

ditimbang. Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul.

Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak

boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul

tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B.

Tabel 3 Batas penyimpangan bobot rata-rata kapsul

Bobot rata-rata Perbedaan bobot isi kapsul (%)

A B

120 mg 10 20

120 mg atau lebih 7,5 15

8

Uji Waktu Hancur (Lachman et al 1994)

Sebanyak 6 tablet dimasukkan satu per satu ke dalam 6 tabung gelas pada

keranjang alat uji daya hancur tablet. Kemudian keranjang tersebut diletakkan

dalam gelas beaker yang berisi 800 mL air dengan suhu 37 °C. Keranjang

tersebut akan bergerak naik-turun yang gerakannya diatur oleh sebuah motor

dengan frekuensi gerak 28-32 kali per menit. Syarat lulus uji ini yaitu tablet

harus hancur dan semua partikel harus dapat menembus sarungan mesh-10

dalam waktu yang sudah ditentukan. Bila terdapat sisa yang tertinggal, sisa

tersebut harus memiliki massa yang lunak dan tidak ada inti tablet yang tumpah.

Uji Stabilitas terhadap Masa Simpan Sediaan Tablet dan Kapsul Sediaan tablet dengan karakterisasi terbaik selanjutnya diuji stabilitasnya

terhadap waktu. Pengujian masa simpan dilakukan dengan percepatan waktu

atau model akselerasi menggunakan metode Arrhenius. Selama masa

penyimpanan, produk disimpan dalam botol kaca gelap pada dua kondisi suhu

yang berbeda, yaitu suhu 30 °C dan 50 °C. Pengamatan dilakukan setiap 10 hari

sekali dengan mengamati parameter uji total mikroba/kapang, uji aktivitas air

(aw) dan pH (derajat keasaman).

a. Pengujian Mikrobiologi (Maturin dan Peeler 2001)

Sebanyak 1 gram sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 mL larutan

pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan dengan vortex hingga homogen.

Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-5

. Tiap-

tiap pengenceran dipipet secara asseptis sebanyak 1 mL untuk dimasukkan ke

dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media

Nutrient Agar (NA) steril pada cawan uji jumlah total bakteri atau media Potato

Dextrose Agar (PDA) pada cawan uji kapang/khamir sebanyak 15-20 mL.

Setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati

agar sampel menyebar secara merata. Setelah medium mengeras cawan petri

diinkubasi pada suhu 37 °C untuk media NA dan suhu 30 °C untuk media PDA

selama 2 hari (48 jam).

b. Uji Aktivitas Air (aw)

Pengukuran aktivitas air dilakukan menggunakan aw meter SHIBAURA

WA-360. Sebelum digunakan dilakukan kalibrasi alat dengan larutan garam

jenuh. Sampel dimasukkan ke dalam cawan sensor kemudian penutup cawan

sensor dikatupkan dan tombol start ditekan untuk memulai pengukuran.

c. Derajat Keasaman (pH)

Setiap sediaan diukur derajat keasamannya dengan menggunakan pH-

meter. Sebelum pengukuran pH-meter dikalibrasi menggunakan bufer standar

pH 4 dan pH 7.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen dan Komposisi Kimia Teripang Pasir (Holothuria scabra)

Teripang pasir (Holothuria scabra) yang digunakan merupakan teripang

yang diperoleh dari tempat pembesaran di perairan teluk Lampung yang berusia

antara 6 bulan sampai 1 tahun. Teripang ini dapat dikategorikan sebagai teripang

dewasa dan matang gonad karena rata-rata usia teripang dewasa yaitu 6,5 - 8

bulan dengan ukuran panjang tubuh 20 - 35 cm dan bobot tubuh 200 - 500 gram

(Fechter 1969). Teripang yang telah matang gonad sudah dapat menghasilkan

senyawa steroid untuk aktivitas reproduksinya (Nurjanah 2008). Hasil

perhitungan rendemen teripang sebelum dan sesudah dikeringkan disajikan pada

Tabel 4.

Tabel 4 Rendemen teripang pasir sebelum dan sesudah pengeringan

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase rendemen tepung teripang pasir

menunjukkan nilai yang rendah. Hasil penelitian Wibowo et al. (1997)

menunjukkan kandungan tertinggi teripang pasir adalah air yaitu sebesar

86,73 % sehingga setelah pengeringan bobotnya mengalami penurunan yang

signifikan karena sebagian besar air telah menguap. Hal ini juga didukung dari

hasil pengujian kadar air pada penelitian ini yang disajikan pada Tabel 5.

Hasil analisis proksimat bahan baku menunjukkan bahwa sebagian besar

kandungan teripang pasir segar adalah air, dimana kadar air teripang utuh dan

daging teripang segar masing-masing sebesar 80,36 % dan 86,95 %, setelah

dikeringkan kadarnya menurun menjadi 7,06 % dan 9,51 %. Komposisi kimia

tepung teripang pasir tertinggi adalah kadar abu dan protein. Tepung teripang

utuh memiliki kadar abu dan protein masing-masing sebesar 38,63 % dan

33,20 %, sedangkan pada tepung daging teripang masing-masing kadarnya

sebesar 13,91 % dan 61,30 %. Menurut Fechter (1969) tingginya kadar abu

dikarenakan pada tepung teripang utuh masih terdapat kulit yang diselimuti oleh

duri-duri halus berukuran mikroskopis yang merupakan butir-butir kapur.

Tingginya kadar protein pada daging teripang dikarenakan pada tubuh teripang

sebagian besar tersusun dari kolagen yang berada pada jaringan otot sebesar

70%. Protein teripang pada daging diketahui kaya akan glisin, asam glutamat

dan arginin (Bordbar et al. 2011).

Bahan

Sebelum

pengeringan

(gram)

Setelah

pengeringan

(gram)

Setelah

penepungan

(gram)

Persentase

tepung

teripang (%)

Teripang utuh 2221 295,88 264 11,89

Daging

teripang 958,91 101,95 66,35 6,92

10

Tabel 5 Hasil analisis proksimat teripang pasir (Holothuria scabra)

Bahan Air (% bb) Abu (% bb) Lemak (% bb) Protein (% bb)

Teripang segar

utuh 80,36±0,52 6,52±0,99 0,42±0,12 8,69±0,09

Daging teripang

segar 86,95±0,01 1,97±0,19 0,550,33 11,55±0,01

Tepung teripang

utuh 7,06±0,24 38,63±0,95 0,96±0,07 33,2±0,07

Tepung daging

teripang 9,51±0,32 13,91±0,45 0,83±0,51 61,3±1,93

Daging teripang

pasir segar1

80,72±0,22 9,18±0,50 0,87±0,01 8,37±0,77

Teripang pasir

segar 2

88,99 3,46 0,46 4,29

Sumber : 1 Kustiariyah (2006);

2 Dewi (2008)

Karakteristik Sediaan Tablet dan Kapsul Teripang

Kenampakan tablet dan kapsul yang dihasilkan dapat dilihat pada

Gambar 2. Pengamatan visual tablet menunjukkan bahwa tablet F1, F2, F3 dan

F4 memiliki kenampakan warna keabu-abuan, sedangkan tablet F5 dan F6

memiliki warna putih pucat. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan jenis tepung

teripang sebagai bahan baku, dimana tablet F1, F2, F3 dan F4 pada formulasinya

menggunakan bahan aktif tepung teripang utuh (dengan kulit), sedangkan tablet

F5 dan F6 menggunakan bahan aktif tepung daging teripang (tanpa kulit). Kulit

teripang pasir memiliki warna abu-abu atau kehitaman dengan bintik putih atau

kuning. Oleh sebab itu, kulit teripang akan mempengaruhi warna dari sediaan

tablet yang dihasilkan. Tablet yang dihasilkan juga memiliki bau amis (fishy)

spesifik teripang yang mengganggu, namun pada sediaan kapsul bau tersebut

tidak dijumpai. Menurut Lachman et al. (1994) keuntungan utama sediaan

kapsul adalah kemampuannya untuk menutupi bau dan menghalangi isinya dari

penglihatan.

Keseragaman bobot tablet merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi dalam pembuatan sediaan tablet untuk mengetahui variasi bobot dari

tablet yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan tablet dengan bobot yang seragam

akan memiliki jumlah kandungan zat aktif yang sama. Tablet yang dihasilkan

pada penelitian ini adalah tablet dengan bobot 800 mg. Hasil analisis

keseragaman bobot tablet dapat dilihat pada Tabel 6.

11

Kapsul F1 F2 F3

F4 F5 F6

Gambar 2 Kenampakan tablet dan kapsul teripang pasir

Syarat keseragaman bobot tablet menurut ketentuan Menkes RI (1994)

yaitu tablet dengan bobot lebih dari 300 mg, tidak boleh terdapat lebih dari dua

tablet yang penyimpangan bobotnya melebihi ± 5% dari bobot rata-ratanya dan

tidak boleh ada satupun tablet yang penyimpangan bobotnya melebihi ± 10%

dari bobot rata-ratanya. Rata-rata bobot tablet yang dihasilkan dari F1, F2, F3,

F4, F5 dan F6 masing-masing adalah 0,7675 g, 0,7850 g, 0,8099 g, 0,7944 g,

0,7910 g dan 0,7948 g. Semua tablet yang dihasilkan telah memenuhi

persyaratan keseragaman bobot karena tidak ditemukan adanya penyimpangan

bobot tablet yang melebihi persyaratan.

Keseragaman isi pada kapsul juga telah memenuhi syarat keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994) bahwa dari 20 kapsul yang diuji,

tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot

rata-ratanya lebih besar dari 7,5% dan tidak satu kapsul pun yang bobotnya

menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 15%. Bobot rata-rata isi

kapsul pada penelitian ini adalah 0,6076 gram. Hasil pengukuran keseragaman

bobot tablet dan kapsul dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 6 Keseragaman bobot tablet dan kapsul teripang pasir

Formulasi Bobot rata-rata (gram)

F1 0,7675 ± 0,02

F2 0,7850 ± 0,01

F3 0,8099 ± 0,02

F4 0,7944 ± 0,01

F5 0,7910 ± 0,02

F6 0,7948 ± 0,01

Kapsul 0,6076 ± 0,01

Kekerasan tablet merupakan besarnya kekuatan/gaya yang diperlukan

untuk menghancurkan tablet. Kekerasan tablet ini erat hubungannya dengan

daya hancur dan kecepatan larut obat yang merupakan faktor yang sangat

12

penting. Kekerasan tablet dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah

ukuran tablet, bobot tablet, tekanan pada pencetakan serta kemampuan ikat dari

bahan pengikat (Lachman et al. 1994). Syarat kekerasan tablet 800 mg adalah

4 - 8 kg/cm2 atau 4 - 8 kP (Depkes RI 1995). Hasil pengukuran kekerasan tablet

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Nilai rataan kekerasan sediaan tablet (formula F1 ( ), formula F2

( ), formula F3 ( ), formula F4 ( ), formula F5 ( ) dan

formula F6 ( ))

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata kekerasan tablet yang

sesuai dengan syarat adalah tablet F2 dan F6 sebesar 6,65 kg/cm2 dan

4,50 kg/cm2. Kekerasan tablet dapat dipengaruhi oleh besarnya tenaga kompresi

dan juga penggunaan pelincir (Lachman et al. 1994). Selain itu, penggunaan

jenis tepung teripang yang berbeda sebagai bahan aktif juga mempengaruhi

kekerasan tablet dimana penggunaan tepung teripang utuh sebagai bahan aktif

cenderung memiliki kekerasan yang tinggi karena pada tepung teripang utuh

mengandung butir-butir kapur yang berukuran mikro.

Friabilitas atau keregesan tablet ini merupakan cara lain untuk mengukur

kekuatan tablet. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih dan pecah-pecah

pada saat penanganan akan mempengaruhi penampakannya sehingga akan

menurunkan minat konsumen untuk mengkonsumsinya, selain itu dapat juga

menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet

(Lachman et al. 1994). Semakin tinggi keregesan tablet menunjukkan bahwa

kualitas tablet semakin buruk. Menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (1995), tablet yang baik memiliki nilai keregesan < 1%. Nilai rata-rata

keregesan tablet dapat dilihat pada Gambar 4.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tablet F1, F2 dan F6 telah sesuai

dengan syarat keregesan tablet dimana nilai rata-rata keregesan tablet tersebut <

1%. Penyimpangan ditemukan pada tablet F3, F4 dan F5 yang memiliki nilai

rata-rata keregesan tablet >1%. Penyimpangan dapat terjadi karena penggunaan

bahan pengikat yang kurang baik sehingga menghasilkan nilai keregesan yang

tinggi. penggunaan avicel pada konsentrasi >20% dapat berfungsi sebagai

pengisi, penghancur dan pengikat (Rowe 2006). Penggunaan avicel dengan

konsentrasi tinggi pada formulasi tablet F3, F4 dan F5 tidak menghasilkan daya

ikat yang baik. Sedangkan, penggunaan HPMC pada formulasi F1 dan F2 telah

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Kek

era

san

(k

g/c

m2)

Formula

13

menunjukkan daya ikat yang sangat baik sehingga tablet yang dihasilkan

memiliki nilai keregesan yang rendah.

Gambar 4 Nilai keregesan sediaan tablet (formula F1 ( ), formula F2 ( ),

formula F3 ( ), formula F4 ( ), formula F5 ( ) dan formula

F6 ( ))

Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sediaan untuk pecah menjadi

partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorbsi. Data hasil

analisis waktu hancur pada sediaan tablet dan kapsul dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil analisis menunjukkan bahwa tablet formulasi F1 dan F2 memiliki waktu

hancur lebih dari 20 menit, sedangkan tablet F3, F4, F5, F6 dan kapsul memiliki

waktu hancur kurang dari 20 menit, dimana sediaan dengan waktu hancur

tercepat yaitu tablet F5 selama 6 menit dan kapsul selama 5 menit 42 detik. Hal

ini disebabkan tablet F5 memiliki friabilitas yang sangat tinggi sehingga tablet

F5 memiliki waktu hancur yang cepat. Menurut ketentuan

Menteri kesehatan Republik Indinesia (1994) waktu hancur tablet tidak bersalut

tidak lebih dari 20 menit, sedangkan pada sediaan kapsul waktu hancurnya tidal

boleh lebih dari 15 menit. Hasil pengukuran karakteristik tablet juga

menunjukkan bahwa penggunaan jenis bahan aktif yang berbeda tidak terlalu

mempengaruhi karakteristik tablet yang dihasilkan.

Gambar 5 Waktu hancur sediaan tablet (formula F1 ( ), formula F2 ( ),

formula F3 ( ), formula F4 ( ), formula F5 ( ), formula F6

( ) dan kapsul ( ))

0,02 0,17

54,62

1,52

32,96

0,520

10

20

30

40

50

60

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Ker

eges

an

(%

)

Formula

55,0860,8

14,47

6,02

15,4317,97

5,7

0

10

20

30

40

50

60

70

F1 F2 F3 F4 F5 F6 Kapsul

Wak

tu (

men

it)

Formula

14

Komposisi Kimia Tablet Teripang

Komposisi kimia tablet yang terdiri dari kadar air, abu, protein dan lemak

dapat dilihat pada Tabel 7. Tablet F1, F2, F3 dan F4 memiliki kadar abu yang

tinggi dibandingkan tablet F5 dan F6, sedangkan pada tablet F5 dan F6 memiliki

kadar protein yang lebih tinggi. Perbedaan ini dapat disebabkan karena pada

tablet F1, F2, F3 dan F4 menggunakan bahan aktif tepung teripang utuh yang

menurut hasil analisis proksimat bahan baku sebelumnya diketahui memiliki

kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung daging teripang yang

merupakan bahan aktif dari tablet F4 dan F5, sedangkan tepung daging teripang

memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan tepung teripang

utuh. Selain itu, penggunaan bahan-bahan tambahan tablet yang merupakan

bahan organik dengan jumlah persentase yang berbeda-beda dapat

mempengaruhi komposisi proksimat tablet pada masing-masing formula.

Tabel 7 Hasil analisis proksimat tablet

Kode tablet Air (% bb) Abu (% bb) Lemak (% bb) Protein (% bb)

F1 8,29±0,13 29,22±1,71 0,61±0,21 24,51±0,27

F2 8,09±0,25 26,65±1,32 1,55±0,33 24,99±0,01

F3 5,91±0,04 26,96±0,25 1,22±0,01 21,25±0,32

F4 6,21±0,15 21,77±1,15 1,13±0,40 20,15±0,60

F5 8,39±0,04 7,58±0,23 1,16±0,45 45,26±0,05

F6 7,07±0,06 5,55±0,50 1,43±0,06 36,13±0,45

Hasil analisis proksimat tablet menunjukkan bahwa formula tablet yang

memiliki kandungan kimia terbaik adalah tablet F5. Tablet F5 memiliki

kandungan protein tertinggi diantara formula tablet lainnya. Hal ini dikarenakan

pada formula tablet F5 digunakan tepung daging teripang sebagai bahan aktif

dengan persentasi yang tinggi yaitu sebesar 75% (600 mg). Protein pada teripang

mempunyai asam amino yang lengkap, baik asam amino esensial maupun asam

amino non esensial. Asam amino sangat berguna dalam sintesa protein pada

pembentukan otot dan dalam pembentukan hormon androgen, yaitu testosteron

yang berperan dalam reproduksi dan untuk meningkatkan libido maupun

pembentukan spermatozoa (Dewi 2008).

Stabilitas Tablet dan Kapsul Teripang Terpilih

Hasil analisis karakteristik fisik tablet dan kapsul diketahui bahwa tablet

F2, F6 dan kapsul merupakan sediaan yang memiliki karakteristik terbaik

(keseragaman, kekerasan dan keregesan). Selanjutnya sediaan tersebut diuji

kestabilannya dengan perlakuan suhu dan waktu simpan selama 30 hari.

Indikator yang digunakan yaitu derajat keasaman (pH), aktivitas air (aw) dan

Total Plate Count (TPC).

Derajat Keasaman (pH)

Pengujian derajat keasaman (pH) bertujuan untuk mengetahui perubahan

kadar keasaman produk selama penyimpanan. Derajat keasaman tablet dan

15

kapsul teripang yang disimpan pada suhu 30 °C dan 50 °C selama 30 hari

disajikan pada Gambar 6. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pH tablet dan

kapsul teripang mengalami kenaikan selama masa penyimpanan pada suhu

30 °C dan 50 °C dengan kisaran pH antara 6,47 - 6,97. Menurut Fardiaz (1989)

mikroorganisme umumnya tumbuh pada kisaran pH 3 sampai 6, dimana bakteri

tumbuh optimum pada pH 6,5 - 7,5, sedangkan kapang dapat tumbuh pada pH

3 - 8,5. Oleh sebab itu, produk tablet dan kapsul teripang ini berpotensi untuk

ditumbuhi oleh bakteri dan kapang. Kenaikan pH selama masa penyimpanan

dapat disebabkan oleh tumbuhnya kapang yang dapat memecah asam

(Astarina 2008).

Gambar 6 Derajat keasaman (pH) tablet dan kapsul teripang selama

penyimpanan pada suhu 30 °C dan 50 °C (formula F2-30 ( ),

formula F2-50 ( ), formula F6-30 ( ), formula F6-50 ( ),

formula K-30 ( ) dan formula K-50 ( ))

Aktivitas Air (aw)

Kadar air dalam bahan pangan berkaitan erat dengan daya awet produk.

Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, serta pertumbuhan bakteri dan

kapang. Pada umumnya semakin tinggi aw maka semakin banyak bakteri yang

dapat tumbuh (Christian 1980). Umumnya mikroorganisme dapat tumbuh

dengan baik pada aw minimum yaitu untuk bakteri 0,91, khamir 0,87−0,91, dan

kapang 0,80−0,87 (Buckle et al. 1987). Hasil pengukuran aktivitas air (aw) tablet

dan kapsul teripang disajikan pada Gambar 7.

Hasil pengukuran aktivitas air (aw) pada sampel tablet dan kapsul teripang

yang disimpan pada suhu 30 °C dan 50 °C menunjukkan terjadi peningkatan

nilai aw selama masa penyimpanan. Nilai aw pada tablet teripang formula F2

berkisar antara 0,62 - 0,74, nilai aw tablet teripang formula F6 berkisar antara

0,61 - 0,74 dan kisaran nilai aw pada kapsul teripang yaitu 0,63 - 0,74.

Penyimpanan pada dua suhu yang berbeda tidak terlalu mempengaruhi nilai aw

pada tablet dan kapsul teripang. Selain itu, nilai aw baik pada sediaan tablet

maupun kapsul juga tidak berbeda. Naiknya nilai aw selama masa penyimpanan

dapat dikarenakan oleh sifat bahan yang higroskopis sehingga kandungan air

dalam bahan meningkat. Nilai aw yang tinggi akan berpengaruh pada jumlah

mikroba pada bahan. Hal ini berati jumlah air yang dapat dimanfaatkan oleh

mikroba untuk tumbuh banyak sehingga mikroba akan tumbuh dengan baik.

Rahayu dan Nurwitri (2012) menyatakan bahwa tablet F2 dan F6 serta kapsul

012345678

10 20 30

Nil

ai

pH

Lama penyimpanan (hari)

16

memiliki rentang aw yang ideal untuk pertumbuhan kapang seperti kapang

xerofilik dan khamir osmofilik. Labuza (1982) menyatakan bahwa produk

makanan kering masih aman untuk dikonsumsi bila memiliki nilai aw yang

berkisar antara 0,7 - 0,75. Bila nilai aw produk diatas selang tersebut dapat

menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme berbahaya dapat tumbuh sehingga

menyebabkan produk menjadi beracun.

Gambar 7 Aktivitas air (aw) tablet dan kapsul teripang selama penyimpanan

pada suhu 30 °C dan 50 °C (formula F2-30 ( ), formula F2-50

( ), formula F6-30 ( ), formula F6-50 ( ),formula K-30

( ) dan formula K-50 ( ))

Total Plate Count (TPC) dan Kapang

Pengujian mikroorganisme merupakan salah satu parameter penting untuk

menentukan mutu produk pangan. Pengujian mikrobiologi dapat digunakan

untuk menduga daya tahan makanan dan sebagai indikator sanitasi dan

keamanan pangan. Jumlah mikroba pada tablet dan kapsul teripang yang

disimpan pada suhu 30 °C dan 50 °C dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah mikroba pada

setiap suhu penyimpanan selama masa penyimpanan 30 hari. Hal ini dapat

dikarenakan terjadi peningkatan kadar air produk yang berpengaruh pada

aktivitas air (aw) produk. Peningkatan mikroba paling tinggi terjadi pada

penyimpanan pada suhu 50 °C. Hal ini dapat disebabkan karena selama

penanganan produk telah terkontaminasi oleh mikroba yang tahan panas.

Ketahanan panas mikroorganisme cenderung meningkat ketika suhu inkubasi

meningkat, khususnya mikroorganisme pembentuk spora (Fardiaz 1989).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994) menetapkan persyaratan

obat tradisional dalam sediaan tablet dan kapsul memiliki angka lempeng total

bakteri tidak lebih dari 104

cfu/mL, sedangkan kapang dan khamir tidak lebih

dari 103

cfu/mL. Jumlah bakteri pada tablet teripang pasir berkisar antara 4,23 -

6,78 log cfu/g dan jumlah kapang berkisar antara 4,26 - 6,92 log cfu/g. Hal ini

menunjukkan bahwa tablet dan kapsul teripang ini belum memenuhi persyaratan

batas aman cemaran mikroba.

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

10 20 30

Wa

ter

act

ivit

y (

aw)

Lama penyimpanan (hari)

17

Gambar 8 Jumlah mikroba tablet dan kapsul teripang selama penyimpanan

pada suhu 30 °C dan 50 °C pada media NA (formula F2-30 ( ),

formula F2-50 ( ), formula F6-30 ( ), formula F6-50 ( ),

formula K-30 ( ) dan formula K-50 ( ))

Gambar 9 Jumlah mikroba tablet dan kapsul teripang selama penyimpanan

pada suhu 30 °C dan 50 °C pada media PDA (formula F2-30 ( ),

formula F2-50 ( ), formula F6-30 ( ), formula F6-50 ( ),

formula K-30 ( ) dan formula K-50 ( ))

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Teripang memiliki kadar air yang tinggi sehingga setelah dilakukan proses

pengeringan mengalami penyusutan bobot yang signifikan. Tablet teripang yang

memiliki karakteristik terbaik adalah formulasi F2 dan F6 dilihat dari sifat

keseragaman bobot, kekerasan dan keregesan yang sesuai dengan syarat.

Persentase protein dan abu pada tablet teripang cukup tinggi yaitu masing-

masing berkisar antara 20,15-45,26 % (bb) dan 5,55-29,22 % (bb). Stabilitas

tablet dan kapsul teripang yang disimpan pada suhu 30 °C dan 50 °C

menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda pada tiap formulasi, dimana produk

memiliki kisaran pH antara 6,47 sampai 6,97 dan nilai aw berkisar antara

0

1

2

3

4

5

6

7

8

10 20 30

log c

fu/g

Lama penyimpanan (hari)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

10 20 30

log c

fu/g

Lama penyimpanan (hari)

18

0,61-0,74. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan jumlah mikroba,

dimana peningkatan tertinggi terjadi pada suhu penyimpanan 50 °C.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jenis bahan

tambahan yang berbeda untuk memperoleh karakteristik tablet yang lebih baik

dan penggunaan bahan tambahan sebagai penghilang bau atau untuk menutupi

bau amis yang menggangu dari tablet teripang. Selain itu, tablet yang dihasilkan

pada penelitian ini perlu dilakukan pengujian lebih lanjut seperti organoleptik,

disolusi dan bioavaibilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Althunibat OY, Ridzwan BH, Taher M, Jamaludin MD, Ikeda MA, Zali, BI.

2009. In vitro antioxidant and antiproliferative activities of three Malaysian

sea cucumber species. Eur. J. Sci. Res. 37: 376–387.

[AOAC] Association of official Analytical Chemist. 2005. Official Method of

Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (US):

Published by The Association of Analytical Chemist, inc.

Astarina R. 2006. Pengaruh konsentrasi larutan asap cair terhadap mutu belut

(Monopterus albus) asap yang disimpan pada suhu kamar [skripsi]. Bogor :

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Beauregard KA, Truong NT, Zhang H, Lin W, Beck G. 2001. The detection and

isolation of a novel antimicrobial peptide from the echinoderm, Cucumaria

frondosa. Adv. Exp. Med. Biol. 484: 55–62.

Bordbar S, Anwar F, Saari N. 2011. High-value components and bioactives from

sea cucumbers for functional foods—a review. Marine Drugs. 9: 1761-1805.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo

H, Adiono, penerjemah; Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Christian, J.H.B. 1980. Reduced water activity. p. 79−90. In J.H. Silliker, R.P.

Elliot, A.C. Baird-Parker, F.L. Brian, J.H.B. Christian, D.S. Clark, J.C. Olson

Jr., and T.A. Roberts (Eds.). Microbial Ecology of Foods. Academic Press,

New York.

Collin PD. 2004. Peptides having anti-cancer and anti-inflammatory activity.

United State Patent 6,767,890, 27 July 2004.

Craig CR, Stitzel RE. 1997. Modern Pharmacology with Clinical Applications.

Boston: Little Brown and Company.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope

Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Dermnet. 2013. Systemic Steroids. www.dermnetnz.org [24 Februari 2014].

Dewi, KH. Kajian ekstraksi steroid teripang pasir (Holothuria scabra) sebagai

sumber testosteron alami [disertasi]. 2008. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

19

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

Fechter H. 1969. The Sea Cucumber. Grzimek B, editor. Grzimek’s Animal Life

Encyclopedia. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Hamaguchi P, Geirsdottir M, Vrac A, Kristinsson HG, Sveinsdottir H,

Fridjonsson OH, Hreggvidsson GO. 2010. In vitro antioxidant and

antihypertensive properties of Icelandic sea cucumber (Cucumaria frondosa).

Presented at IFT 10 Annual Meeting & Food Expo, Chicago, IL, USA, 17–20

July 2010; presentation no. 282-04.

Kustiariyah, T. 2006. Isolasi dan uji aktivitas biologis senyawa steroid dari

teripang sebagai aprodisiaka alami [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana.

Institut Pertanian Bogor.

Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Westport : Food and Nutrition

Press Inc., Connecticut.

Lachman L, Lieberman H.A, Kanig J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi

Industri Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Maturin L, Peeler JT. 2001. Aerobic plate count. Di dalam : Bacteriological

Analytical Manual Online. Center for Food Safety and Applied Nutrition.

USA : US Food and Drud Administration.

[Menkes RI] Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Keputusan menteri

kesehatan Republik Indonesia Nomor: 661/menkes/sk/vii/1994 tentang

persyaratan obat tradisional. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Nagase H, Enjyoji K, Minamiguchi K, Kitazato KT, Kitazato K, Saito H, Kato H.

1995. Depolymerized holothurian glycosaminoglycan with novel

anticoagulant actions: Antithrombin III and heparin cofactor II-independent

inhibition of factor X activation by factor IXa-factor VIII a complex and

heparin cofactor II-dependent inhibition of thrombin. Blood. 85: 1527–1534.

Nurjanah S. 2008. Identifikasi steroid teripang pasir (Holothuria scabra) dan

pemanfaatannya sebagai sumber steroid alami [disertasi]. Bogor: Sekolah

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Pacheco RG, Vicente CP, Zancan P, Mourão PAS. 2000. Different

antithrombotic mechanisms among glycosaminoglycans revealed with a new

fucosylated chondroitin sulfate from an echinoderm. Blood Coagul.

Fibrinolysis.11: 563–573.

Rahayu WP, Nurwitri CC. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor : PT Penerbit IPB

Press.

Roginsky A, Singh B, Ding XZ, Collin P, Woodward C, Talamonti MS, Bell RH,

Adrian TE. 2004. Frondanol(R)-A5p from the sea cucumber, Cucumaria

frondosa induces cell cycle arrest and apoptosis in pancreatic cancer cells.

Pancreas. 29 :335.

Rowe RC, Paul JS, Owen SC. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient

Fifth. London dan Chichago: P-Press.

[SIDATIK] Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan.

2014. Volume produksi perikanan tangkap di laut menurut jenis ikan, 2011-

2014. [terhubung berkala]. www.statistik.kkp.go.id [22 Februari 2014]

San Miguel-Ruiz JE, García-Arrarás JE. 2007. Common cellular events occur

during wound healing and organ regeneration in the sea cucumber Holothuria

glaberrima. BMC Dev. Biol. 7: 1–19.

20

Tian F, Zhang X, Tong Y, Yi Y, Zhang S, Li L, Sun P, Lin L, Ding J. 2005. PE,

a new sulfated saponin from sea cucumber, exhibits anti-angiogenic and anti-

tumor activities in vitro and in vivo. Cancer Biol. Ther. 4: 874–882.

Tong Y, Zhang X, Tian F, Yi Y, Xu Q, Li L, Tong L, Lin L, Ding J. 2005.

Philinopside A, a novel marine-derived compound possessing dual anti-

angiogenic and anti-tumor effects. Int. J. Cancer. 114: 843–853.

Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, erlina MD, Tazwir. 1997. Teknologi

Penanganan dan Pengolahan Teripang Pasir (Holothuridae). Jakarta : Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

21

LAMPIRAN

22

Lampiran 1 Dokumentasi pelaksanaan penelitian

Pengeringan teripang pasir dengan oven

Penyaringan tepung teripang

23

Pengukuran kekerasan tablet dengan hardness tester

Tablet dan kapsul teripang dalam inkubator selama pengujian kestabilan

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31

Mei 1991 sebagai anak kedua dari pasangan Fauzul

Hamdi Darwis dan Pupu Fauzia. Penulis

menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun

2009 di SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikannya di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur UTM-IPB (Ujian Talenta

Mandiri IPB).

Selama masa perkuliahan penulis aktif diberbagai

organisasi seperti Gentra Kaheman, BEM-FPIK

kabinet Ekspedisi Biru (2010-2011) dan Biru Bersatu

(2011-2012), FPC (Fisheries Processing Club), serta serta aktif dalam kegiatan

kepanitiaan yang diadakan di lingkungan Institut Pertanian Bogor, khususnya

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selain itu, penulis juga aktif sebagai

asisten praktikum mata kuliah Avertebrata Air, Teknologi Pengolahan Hasil

Perairan, desain alat. Penulis juga sempat meraih prestasi pada PIMNAS XXVI

tahun 2013 dengan meraih Juara 1 kelas PKMP-1.