kandidiasis

11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Kandidiasis oral Kandidiasis oral atau dikenal juga dengan thrush adalah infeksi oportunistik umum pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari spesies Candida. Penyakit ini kerap terjadi pada pasien HIV/AIDS yang jumlah CD4+ dibawah 200sel/mm 3 Kira-kira 40% dari populasi mempunyai spesies Candida di dalam mulut dalam jumlah kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral, dengan berbagai hal mikroflora oral normal ini bisa menjadi pathogen pada keadaan: imunokompromise, obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid), chemotherapy, diabetes mellitus, produksi saliva yang menurun, dan protese (Lewis Michael AO, 1998; Suhonen RE, 1999). (Akpan A, 2008; Gabler IG et al, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS di India sekitar 43,2%, di Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil sekitar 50%, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung sekitar 27%, RSUP H Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis oral dari tahun 2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7% (Gabler IG, et al. 2008; Sudjana P, 2009; VCT- Pusyansus RSUP. HAM Medan, 2009). 2.2. Pembagian kandidiasis oral berdasarkan bentuk lesi klinis 2.2.1. Kandidiasis pseudomembran akut Universitas Sumatera Utara

Transcript of kandidiasis

Page 1: kandidiasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Kandidiasis oral

Kandidiasis oral atau dikenal juga dengan thrush adalah infeksi oportunistik umum

pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari spesies Candida.

Penyakit ini kerap terjadi pada pasien HIV/AIDS yang jumlah CD4+ dibawah 200sel/mm3

Kira-kira 40% dari populasi mempunyai spesies Candida di dalam mulut dalam jumlah

kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral, dengan berbagai hal mikroflora oral

normal ini bisa menjadi pathogen pada keadaan: imunokompromise, obat-obatan (antibiotik,

kortikosteroid), chemotherapy, diabetes mellitus, produksi saliva yang menurun, dan protese

(Lewis Michael AO, 1998; Suhonen RE, 1999).

(Akpan A, 2008; Gabler IG et al, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada pasien

HIV/AIDS di India sekitar 43,2%, di Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil sekitar 50%,

di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin

Bandung sekitar 27%, RSUP H Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis oral dari tahun

2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7% (Gabler IG, et al. 2008; Sudjana P, 2009; VCT-

Pusyansus RSUP. HAM Medan, 2009).

2.2. Pembagian kandidiasis oral berdasarkan bentuk lesi klinis

2.2.1. Kandidiasis pseudomembran akut

Universitas Sumatera Utara

Page 2: kandidiasis

Disebut juga Oral thrush, kandidiasis pseudomembran akut. Tampak plak /

pseudomembran, putih seperti sari susu, mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral

lainnya. Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri,

sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Bila plak diangkat tampak dasar mukosa

eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa nyeri sekali (Ross PW, 1989; Suhonen RE,

1999; Jacob LS, 2001; Unandar BK et al,2004).

2.2.2. Kandidiasis atrofi akut

Disebut juga midline glossitis, kandidiasis antibiotik, glossodynia, antibiotic tongue,

kandidiasis eritematosa akut mungkin merupakan kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut

akibat menumpuknya pseudomembran. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi

eritematosa, simetris, tepi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering

hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran minimal dan ada rasa nyeri.

Sering berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid sistemik,

inhalasi maupun topikal (Lewis Michael AO, 1998; Unandar BK et al, 2004; Rossie K, 2005).

2.2.3. Kandidiasis atrofi kronis

Disebut juga denture stomatitis. Bentuk tersering pada pemakai protese (1

diantara 4 pemakai) dan 60% diatas usia 65 tahun, wanita lebih sering terkena. Gambaran khas

berupa eritema kronis dan edema disebagian palatum di bawah prostesis maksilaris. Ada tiga

Universitas Sumatera Utara

Page 3: kandidiasis

stadium yang berawal dari lesi bintik-bintik (pinpoint) yang hiperemia, terbatas pada asal

duktus kelenjar mukosa palatum. Kemudian dapat meluas sampai hiperemia generalisata dan

peradangan seluruh area yang menggunakan protese. Bila tidak diobati pada tahap selanjutnya

terjadi hiperplasia papilar granularis (Akpan A, 2008; Gayford JJ, 1993; Rossie K, 2005).

Pada kandidiasis atrofi kronis sering disertai kheilitis angularis, tidak menunjukkan

gejala atau hanya gejala ringan. Candida albicans lebih sering ditemukan pada permukaan

gigi palsu daripada di permukaan mukosa. Bila ada gejala umumnya pada penderita dengan

peradangan granular atau generalisata, keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri

ringan sampai berat (Unandar BK et al, 2004; Jacob LS, 2001; Rossie K, 2005).

2.2.4. Kandidiasis hiperplastik kronis

Disebut juga leukoplakia kandida. Gejala bervariasi dan bercak putih, yang hampir tidak

teraba sampai plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan

umumnya rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena. Tidak seperti kandidiasis

pseudomembran, plak disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral

oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok dan keganasan. Terbanyak pada pria,

umumnya diatas 30 tahun dan perokok (Gayford JJ, 1993; Midgley G, 1999; Unandar BK et

al, 2004).

2.2.5. Glositis rhomboid median

Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian tengah

permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla (Akpan A, 2008; Midgley G, 1999; Unandar BK

et al, 2004).

2.2.6. Kheilosis kandida

Universitas Sumatera Utara

Page 4: kandidiasis

Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Khas ditandai eritema, fisura,

maserasi dan pedih pada sudut mulut. Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan

menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada komisura mulut.

Juga karena hilangnya dimensi vertical pada 1/3 bawah muka karena hilangnya susunan gigi

atau pemasangan gigi palsu yang jelek dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan dengan

kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian protese (Akpan A, 2008; Midgley G, 1999; Ross

PW, 1989; Suhonen RE,1999; Unandar BK et al, 2004).

2.2.7. Black Hairy tongue

Ditandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi sekunder Candida

albicans dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum lidah (Unandar BK et al, 2004;

Rippon JW, 1988; Rossie K, 2005).

2.3. Differensial Diagnosis Kandidiasis oral

1. Difteria

2. Leukoplakia karena sebab lain (merokok atau keganasan)

3. Kheilitis.

2.4. Beberapa spesies ragi genus Candida penyebab kandidiasis oral

1. Candida albicans

2. Candida tropicalis

3. Candida glabrata

Universitas Sumatera Utara

Page 5: kandidiasis

4. Candida krusei

5. Candida guilliermondii

6. Candida parapsilosis

7. Candida dubliniensis

8. Candida stellatoidea

9. Candida lusitaniae.

Dari sembilan spesies Candida diatas 80% penyebab tersering untuk kandidiasis oral

adalah: Candida albicans, Candida glabrata, dan Candida tropicalis, dari hasil isolasi (A

Akpan, 2008; Suhonen RE, 1999; Dismukus WE et al, 2003).

2.5. Patogenesis

Secara alamiah Candida ditemukan di permukaan tubuh manusia (mukokutan), bila

terjadi suatu perubahan pada inang, jamur penyebab atau keduanya maka terjadi infeksi.

Beberapa factor virulensi Candida albicans antara lain: kemampuan adhesi, kemampuan

mengubah diri secara cepat dari ragi kehifa, memproduksi enzim hidrolitik (proteinase asam

dan fosfolipase) perubahan fenotip dan ketidakstabilan kromosom, variasi antigenik, mimikri,

dan produksi toksin.

Faktor inang yang menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasive oleh Candida.

Pemakaian antibiotika menyebabkan proporsi jamur meningkat, kapasitas imun inang

menurun akibat lekopenia dan pemberian kortikosteroid, pada AIDS fungsi sel T yang

terganggu karena intervensi virus HIV melalui kulit dan mukosa yang dimungkinkan karena

peran lektin yang spesifik pada sel dendrite, DC-SIGN sehingga mampu berikatan dengan

virus HIV meskipun tidak mampu mengantarkan masuk kedalam sel, tetapi memudahkan

transport HIV oleh dendrite ke organ limfoid dan menambah jumlah limfosit T yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: kandidiasis

terinfeksi. Munculnya lesi pada mukosa akibat intervensi HIV yang diperantarai peran lektin

dan DC-SIGN yang mengakibatkan infeksi jamur pada mukosa mulut dan mukosa lain

ditubuh, mengawali munculnya infeksi sekunder pada mulut penderita. Hifa Candida albicans

memiliki kemampuan untuk menempel erat pada epitel manusia dengan perantara protein

dinding hifa, hal ini dimungkinkan karena protein ini memiliki susunan asam amino mirip

dengan substrat transaminase keratinosit mamalia sehingga diikat dan menempel pada sel

epithelial. Selain itu pada jamur ini terdapat mannoprotein yang mirip integrin vertebrata

sehingga jamur ini mampu menempel ke matriks ekstraseluler seperti fibronektin kolagen, dan

laminin. Selain itu hifa juga mengeluarkan proteinase dan fosfolipase yang mencerna sel epitel

inang sehingga invasi lebih mudah terjadi (Kenneth M et al, 2008; Nasronudin, 2007; Sudjana

P, 2008).

2.6. Diagnosis Kandidiasis oral

2.6.1. Gambaran Klinis

Pada rongga mulut (oral) tampak infeksi yaitu sariawan, terutama terjadi pada selaput

mukosa pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebahagian besar terdiri atas

pseudomeselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat erosi minimal pada selaput

(Jawetz, 2005; Jagdish C, 2002).

2.6.2. Pemeriksaan Laboratorium

2.6.2.1. Bahan:

Terdiri atas usapan / swab dari permukaan Lesi

2.6.2.2. Pemeriksaan Langsung / Mikroskopis :

Universitas Sumatera Utara

Page 7: kandidiasis

Usapan mukokutan diperiksa dengan sediaan apus yang diwarnai dengan Gram, untuk

mencari pseudohifa dan sel-sel bertunas (Arayu S et al, 2008; Winn Jr, et al, 2006 ; Jawetz,

2005).

2.6.2.3. Pemeriksaan Biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam Sabaroud’ s Dextrosa Agar (SDA) pada

suhu 37O

c dalam Inkubator selama 24 – 48 jam. Koloni tumbuh berupa Yeast Like

Form (Jawetz, 2005).

2.6.2.4. Serologi

Ekstrak karbohidrat Candida kelompok A memberikan reaksi presipitin yang positif

dengan serum pada 50% orang normal dan pada 70% orang dengan kandidiasis

mukokutan ( Jagdish C, 2002).

2.6.2.5. Tes kulit (Skin Test)

Tes Candida pada orang dewasa normal hampir selalu positif. Tes tersebut digunakan

sebagai indikator kompetensi imunitas seluler ( Jagdish C, 2002).

2.7. Pengobatan Kandidiasis oral

2.7.1. Umum

Universitas Sumatera Utara

Page 8: kandidiasis

- Mengurangi dan mengobati faktor predisposisi, bila karena pemakaian protese perlu

melepas protese setiap hari, terutama pada malam hari saat tidur dan mencuci dengan

antiseptik seperti khlorheksidin.

- Selama pengobatan tidak dianjurkan merokok, karena akan menghambat reaksi adekuat

terhadap pengobatan ( Unandar BK et al, 2004 ).

2.7.2. Topikal

1. Nistatin suspensi oral:

- Dosis: 4-6 ml (400.000-600.000μ), 4 x / hari sesudah makan

- Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan

- Dosis untuk bayi 2 ml ( 200.000μ), 4 x / hari

- Perlu 10 – 14 hari untuk kasus akut atau beberapa bulan untuk yang kronis (Blignaut

E, 2007; Unandar BK et al, 2004).

2. Amfoterisin B:

Bekerja melalui pengikatan pada sterol dalam membran sel jamur dan mengubah

permeabilitas membran sel, tidak diserap pada saluran pencernaan sehingga dianjurkan

pemberian secara topikal. Sediaan :

- Suspensi oral 100 mg / ml

- Salep 3%

- Lozenge 10 mg (Akpan A, 2008; Unandar BK et al, 2004).

3. Mikonazol.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: kandidiasis

Ini sejenis Imidazole dapat digunakan sebagai aplikasi lokal dalam mulut, akan tetapi

pemakaian dengan cara ini terbatas karena efek samping seperti muntah dan diare. Obat lain

yang termasuk kelompok ini klotrimazol dan ketokonazol.

Sediaan: Gel oral 25mg/ml, krem 2%, tablet 250 mg. Pengobatan diteruskan sampai 2 hari

sesudah gejala tidak tampak.

4. Solusio gentian violet 1 – 2% :

Masih sangat berguna, tetapi memberi warna biru yang tidak menarik. Dapat

dipertimbangkan untuk kasus sulit dan kekambuhan. Dioleskan 2 x / hari selama 3 hari (

Akpan A, 2008; Michael A O Lewis, 1998; Unandar BK, et al. 2004 ).

2.7.3. Sistemik

1. Ketokonazol 200mg – 400 mg / hari selama 2 – 4 minggu, untuk infeksi kronis perlu 3

– 5 minggu

2. Itrakonazol 100 – 200 mg / hari selama 4 minggu

3. Flukonazol 50 – 200 mg / hari selama 1- 2 minggu

4. Vorikonazol Adalah triazole yang memiliki struktur kimia seperti flukonazol, menjadi

salah satu pilihan bila kurang sensitive terhadap flukonazol

(Kwon Chung KJ,1992; Unandar BK, et al. 2004; Depkes RI Dirjen Pengendalian

PPPL, 2009; Dismukes WE et al, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: kandidiasis

2.7.4. Flukonazol

Adalah antifungal bis-triazole fluorinated bistriazole yang sering dipakai dalam

pengobatan kandidiasis Bekerja sebagai penghambat enzim sitokrom P450(CYP3A4 dan

CYP2C9) C-14 alfa demetilase yang berperan dalam sintesis ergosterol yang merupakan

bagian penting membrane sel jamur. Flukonazol diserap secara sempurna melalui saluran

cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan atau keasaman lambung. Sembilan puluh persen

obat dieliminasi lewat ginjal dan waktu paruhnya antara 25-30 jam. Efek samping yang terjadi

seperti : mual, muntah, sakit kepala, ruam kulit, nyeri perut, diare, sedikit peningkatan

transaminase serum dan hipokalemi. Flukonazol efektif terhadap banyak spesies Candida,

terutama Candida albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis dan beberapa spesies

yang bukan albicans, tetapi kurang efektif terhadap Candida glabrata dan Candida krusei.

Penelitian artemisk disk menunjukkan bahwa flukonazol masih efektif pada Candida

albicans sekitar (97,9%), Candida tropicalis (90,4%), Candida parapsilosis 93,3%, namun

hanya (9,2%) pada Candida krusei. Penelitian di India melaporkan (87,8%) Flukonazol efektif

pada Candida albicans, dan sekitar (68,9%) pada Candida yang bukan albicans efektif

terhadap flukonazol. Kandidiasis oro-faringeal pada penderita HIV yang disebabkan oleh

Candida albicans (84,5%), Candida glabrata (6,8%), Candida krusei(3,4%), dimana (84,7%)

dari isolasi efektif terhadap flukonazol serta ada (9,7%) yang susceptible dose dependent

(SDD). Ketiga penelitian tersebut memberi bahwa flukonazol masih menjadi pilihan utama

dalam upaya mengobati kandidiasis.

Dosis yang dianjurkan: 100-200mg p.o , 200mg ( 1x / hari ) dilanjutkan dengan 100mg

selama 5-10 hari. Hasil suatu penelitian cara pemberian flukonazol 750mg (dosis tunggal)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: kandidiasis

sama efektifnya dengan pemberian 150mg/hari selama 2 minggu pada penderita kandidiasis

oro-faringeal, flukonazol adalah pilihan utama pada penderita HIV dengan kandidiasis oral

(Akpan A, 2008; Blignaut E, 2007; Sudjana P, 2009; Barchiesi F et al, 2008; Dismukes WE et

al, 2003).

Universitas Sumatera Utara