Jurnal Pneumonia

61
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK BLOK BRAIN AND MIND SISTEM SEMESTER VI NAMA : AIDA NIM : 070100155 KELAS TUTORIAL : A-9 FASILITATOR : dr. SOFYAN LUBIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

description

tee33afagababahagaga

Transcript of Jurnal Pneumonia

Page 1: Jurnal Pneumonia

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

BLOK BRAIN AND MIND SISTEM

SEMESTER VI

NAMA : AIDA

NIM : 070100155

KELAS TUTORIAL : A-9

FASILITATOR : dr. SOFYAN LUBIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010

Page 2: Jurnal Pneumonia

DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN

I. Pendahuluan………………………………..………….…………………………………………………………..…………….…….3

II. Pemicu…………………………………………………………………………………………………………………………………...…4

III. Daftar pertanyaan.……………………………………………………………………………………………..…………………….6

IV. Isi………………………………………………………………………………………………………………………………………………7

V. Ulasan……………………………………………………………………………………………………………………………………..42

VI. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………………..42

VII. Daftar Pustaka………………………………………………………………………………............................................43

2

Page 3: Jurnal Pneumonia

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek tentang

skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai suatu sindrom,

pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan aspek

psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain

Lima tahun terakhir telah membawa kemajuan besar tentang skizofrenia dalam tiga

bidang. Pertama, kemajuan teknik pencitraan otak, khususnya pencitraan resonansi

magnetic(MRI) dan penghalusan teknik neuropatologi telah memusatkan banyak minat

pada system libmik sebagai pusat patofisiologi skizofrenia. Daerah otak tertentu yang

diperhatikan adalah :amigdala, hipokampus dan girus parahipokampus. Fokus pada daerah

otak tersebut tidak menghilangkan minat pada daerah otak lain tetapi meningkatkan

timbulnya hipottesis yang dapat diuji sebagai dasar pengetahuan tentang skizofrenia.

Kedua, setelah pengenalan clozapine, suatu antipsikotik atipikal dengan efek

samping neurologis yang minimal terdapat sejumlah besar penelitian tentang obat anti

psikoti atipikal lainnya, khususnya risperidon dan remoxipride. Obat tersebut dan obat

atipikal lainnya yang akan diperkenalkan diseparuh bagian kedua tahun 1990-an akan lebih

efektif dalam menurunkan gejala negative dalam skizofreniadan dapat dihubngkan dengan

rendahnya insidensi efek samping neurologis.

Ketiga, saat terapi obat mengalami kemajuan dan saat dasr biologis yang kuat untuk

skizofrenia semakin dikenal luas, terdapat peningkatan minat pada factor psikososial yang

mempengaruhi skizofrenia, termasuk yang mepengaruhi onset, relaps dan hasil terapi.

3

Page 4: Jurnal Pneumonia

PEMICU

Pemicu :

A, 28 tahun, pria belum menikah, diantar polisi ke rs kerana mengamuk dan

memukul seorang pria 60 thn yg x dikenalinya di jalan.Ketika perawat menanyakan

siapa namanya, A membentak perawat dan mengatakan,“ kamu tidak tahu siapa

saya? betapa bodohnya…sayakan walikota Medan yg baru saja dilantik mgg lalu,

apakah kamu tidak Membaca koran? tanpa bicarapun semua orang dapat mengenal

siapa saya dan mengetahui apa yang ada dalam pikiran saya. Saat dilakukan

wawancara dan pemeriksn psikatri, A terlihat sibuk berbicara sendiri dan memaki-

maki. Ketika ditanya dengan siapa berbicara, A mengatakan ia sedang berkomunikasi

dengan staf ahlinya yg bodoh dan tidak punya inisiatif.Mereka bisa berkomunikasi

melalui telepati, setelah secara tiba-tiba ada kekuatan ghaib yg memasukkan pikiran

asing ke pikirannya, sejak saat itu A mengatakan ia menjadi lebih pintar dan bisa

mengobati orang. Segala pikiran dan perbuatan yg dilakukan A kini dikendalikan oleh

kekuatan ghaib tersebut.Namun byk orang yang cemburu dgn kehebatannya

sehingga coba berusaha utk mencelaka kan dan mengunai-gunai A, salah satunya

pria 60 thn yang dipukulnya tadi.A yakin bahwa pria tersebut berniat utk

membunuhnya.

Gejala-gejala apa yang diperlihatkan oleh A?

More Info I :

Tidak lama kemudian ibu A datang ke rumah sakit dan memberikan keterangan

bahwa A sudah menunjukkan perubahan perilaku sejak 6 bulan lalu. A yang semula

rajin bekrja menjadi malas keluar rumah, malas mandi dan malas bertemu siapa

saja. Satu bulan terakhir ini, A mulai bicara-bicara sendiri dan marah-marah tanpa

sebab. Sebelumnya A dikenal sebagai anak yang baik, rajin dan tidak banyak

berbicara. A tidak mempunyai pacar dan tidak mempunyai teman yang dekat.

Sehari-hari sepulang dari kantor, A lebih suka menghabiskan waktu di kamar sendiri,

4

Page 5: Jurnal Pneumonia

dengan saudara-saudaranya A tidak begitu dekat. A tidak terlalu peduli dengan

pujian dan kritikan orang, sehingga terkesan A sangat dingin.

Riwayat trauma pd kepala dan zat adiktif tidak dijumpai.

Hasil pemeriksaan:

Status presens sensorium:compos mentis

TD:120/80mmHg

Pernafasan:16x/menit

Pols:80x/menit

Suhu tubuh normal

Pemeriksaan neurologis dalam batas normal

Pemeriksaan lab:urine/darah rutin:dalam batas normal

Berdasarkan hasil pemeriksaan yg dilakukan, dokter menganjurkan A untuk rawat

inap dan memberikan suntikan haloperidol intramuskular.

More Info II :

Keesokan harinya, saat kunjungan pagi, dokter menjumpai A dalam keadaan mata

mendelik ke atas, lidah tertarik ke dalam.

Apa yg terjadi pada A?

5

Page 6: Jurnal Pneumonia

DAFTAR PERTANYAAN

Mekanisme pertahanan ego

Simptomatologi

Skizofrenia

Definisi dan epidemiologi

Etiologi dan faktor resiko

Klassifikasi

Patofisiologi

Gejala klinis

Diagnosis

Diferensial diagnosis

Penataklaksanaan

• Farmakologi-mekanisme kerja obat dan efek samping

• Non farmakologi

• Prognosis,komplikasi dan indikasi merujuk

6

Page 7: Jurnal Pneumonia

ISI

Tema blok :

Brain and Mind System,

Tentang Skizoprenia.

Tutor :

dr. Sofyan Lubis

Data pelaksanaan :

a. Tanggal tutorial : Maret 2010, dan Maret 2010

b. Pemicu I, pemicu II, dan pleno pakar

c. Pukul : 13.00-15.30 WIB, 14.00-16.30 WIB dan 13.00-15.00 WIB

d. Ruangan : ruang diskusi tutorial-9

Pemicu :

A, 28 tahun, pria belum menikah, diantar polisi ke rs kerana mengamuk dan memukul

seorang pria 60 thn yg x dikenalinya di jalan.Ketika perawat menanyakan siapa

namanya, A membentak perawat dan mengatakan,“ kamu tidak tahu siapa saya?

betapa bodohnya…sayakan walikota Medan yg baru saja dilantik mgg lalu, apakah

kamu tidak Membaca koran? tanpa bicarapun semua orang dapat mengenal siapa saya

dan mengetahui apa yang ada dalam pikiran saya. Saat dilakukan wawancara dan

pemeriksn psikatri, A terlihat sibuk berbicara sendiri dan memaki-maki. Ketika ditanya

dengan siapa berbicara, A mengatakan ia sedang berkomunikasi dengan staf ahlinya yg

bodoh dan tidak punya inisiatif.Mereka bisa berkomunikasi melalui telepati, setelah

secara tiba-tiba ada kekuatan ghaib yg memasukkan pikiran asing ke pikirannya, sejak

saat itu A mengatakan ia menjadi lebih pintar dan bisa mengobati orang. Segala pikiran

dan perbuatan yg dilakukan A kini dikendalikan oleh kekuatan ghaib tersebut.Namun

byk orang yang cemburu dgn kehebatannya sehingga coba berusaha utk mencelaka

7

Page 8: Jurnal Pneumonia

kan dan mengunai-gunai A, salah satunya pria 60 thn yang dipukulnya tadi.A yakin

bahwa pria tersebut berniat utk membunuhnya.

Gejala-gejala apa yang diperlihatkan oleh A?

More Info I :

Tidak lama kemudian ibu A datang ke rumah sakit dan memberikan keterangan bahwa

A sudah menunjukkan perubahan perilaku sejak 6 bulan lalu. A yang semula rajin

bekrja menjadi malas keluar rumah, malas mandi dan malas bertemu siapa saja. Satu

bulan terakhir ini, A mulai bicara-bicara sendiri dan marah-marah tanpa sebab.

Sebelumnya A dikenal sebagai anak yang baik, rajin dan tidak banyak berbicara. A

tidak mempunyai pacar dan tidak mempunyai teman yang dekat. Sehari-hari sepulang

dari kantor, A lebih suka menghabiskan waktu di kamar sendiri, dengan saudara-

saudaranya A tidak begitu dekat. A tidak terlalu peduli dengan pujian dan kritikan

orang, sehingga terkesan A sangat dingin.

Riwayat trauma pd kepala dan zat adiktif tidak dijumpai.

Hasil pemeriksaan:

Status presens sensorium:compos mentisTD:120/80mmHgPernafasan:16x/menit Pols:80x/menit Suhu tubuh normalPemeriksaan neurologis dalam batas normalPemeriksaan lab:urine/darah rutin:dalam batas normalBerdasarkan hasil pemeriksaan yg dilakukan, dokter menganjurkan A untuk rawat inap

dan memberikan suntikan haloperidol intramuskular.

More Info II :

Keesokan harinya,saat kunjungan pagi,dokter menjumpai A dalam keadaan mata

mendelik ke atas,lidah tertarik ke dalam.

Apa yg terjadi pada A ?

8

Page 9: Jurnal Pneumonia

Tujuan pembelajaran :

A. Memahami Mekanisme Pertahanan Ego.

B. Memahami Gangguan Kepribadian.

C. Memahami Gangguan Simptomatologi.

D. Memahami Skizofrenia.

E. Memahami farmakologi Antipsikotik drugs.

Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat :

Mekanisme pertahanan ego

Simptomatologi

Skizofrenia

Definisi dan epidemiologi

Etiologi dan faktor resiko

Klassifikasi

Patofisiologi

Gejala klinis

Diagnosis

Diferensial diagnosis

Penataklaksanaan

Farmakologi-mekanisme kerja obat dan efek samping

Non farmakologi

Prognosis,komplikasi dan indikasi merujuk

9

Page 10: Jurnal Pneumonia

JAWABAN ATAS PERTANYAAN

A. MEKANISME PERTAHANAN EGO

1. Fantasi : Memuaskan keinginan yang terhalang dengan prestasi dalam khayalan.

2. Penyangkalan : Melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tiak

menyenangkan, dengan menolak menghadapi hal itu, sering dengan cara melarikan

diri seperti menjadi sakit atau kesibukan dengan hal-hal lain.

3. Rasionalisasi : Berusaha membuktikan bahwa perilakunya itu masuk akal (rasional)

dan dapat dibenarkan sehingga dia disetujui oleh diri sendiri dan masyarakat.

4. Identifikasi : Menambah rasa harga diri dengan menyamakan dirinya dengan orang

atau institusi yang mempunyai nama.

5. Introyeksi : Menyatukan nilaki dan norma luar dengan struktur egonya sehingga

individu tidak tergantung pada belas kasihan yang dirasakan sebagai ancaman luar.

6. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau berbahaya mesuk ke alam sadar.

7. Regresi : Mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan respon yang

kurang matang dan biadanya dengan aspirasi yang kurang.

8. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya dan keingginannya yang

tidak baik.

9. Penyusun reaksi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan

melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan mengunakannya sebagai

rintangan.

10. Sublimasi : Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan sexual dalam kegiatan

non sexual.

11. Kompensasi : Menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang diinginkan atau

pemuasan secara berlebihan dalam satu bidang karena mengalami frustasi dalam

bidang lain.

12. Diplacement : Melepaskan perasann yang terkekang, biasanya permusuhan pada

objek yang tidak berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi itu.

13. Pelepasan/penebusan : Menebus dan dengan demikian keinginan atau tindakan

yang tidak bermoral.

14. Penyekatan Emosional (Emotional insulation) : Mengurangi keterlibatan ego dan

menarik diri menjadi pasif untuk melindungi diri sendiri dari kesakitan.

10

Page 11: Jurnal Pneumonia

15. Simpatisme : Berusaha memperoleh simpati dari orang lain dan dengan demikian

menyokong rasa harga diri meskipun gagal.

16. Pemeranan (acting out) : Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh keinginan

yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya.

B. GANGGUAN KEPRIBADIAN

Menurut Klasifikasi Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-1 (PPDGJ-1)

sebagai berikut :

1. Paranoid : Agresif, sifat curiga, bersikap sebagai pemberontak dan angkuh, suka

melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, merasa orang lain tidak adil dan

bersikap bermusuhan

2. Afektif atau siklotimik

Afek yang berubah antara depresi dan efona, dapat menarik banyak teman, sifatnya

ramah tamah, hangat dan gembira. Orangnya tidak dapat diramalkan

3. Skhizoid

Pemalu, suka menyendiri, perasa, pendiam, menghindari hubungan jangka panjang

dengan orang lain. Menarik diri, mengasingkan diri dan sering aneh ( eksentrik ),

pemikiran otistik, melamun berlebihan dan ketidakmampuan menyatakan rasa

permusuhan.

4. Explosive

Marah yang meledak – ledak, pada waktu itu tidak dapat menguasai dirinya. Hal ini

mungkin karena ledakan afektif itu terjadi disorganisasi pada persepsi, penilaian dan

pemikirannya.

5. Anankastik atau obsesif – konvulsif

Perfeksionisme dan keteraturan ( ketertiban, kerapian ), kaku, pemalu dan

pengawasan diri yang tinggi, patuh secara berlebihan, sangat hati – hati dan benci,

menangguhkan pernikahan karena tuntutan yang berlebihan mengenai calon istri /

suami, ragu – ragu dalam mengambil keputusan.

6. Histerik

11

Page 12: Jurnal Pneumonia

Sombong, egosentrik, tidak stabil emosinya, menarik perhatian dengan efek yang

labil, lekas tersinggung, tetapi dangkal. Perilakunya dramatis dan menarik perhatian.

Ia tdak dapat menyatakan perasaan secara tepat dan menggunakan gerakan

badaniah dalam komunikasi.

7. Astenik

Tidak terdapat gairah hidup, merasa lelah, lesu, tidaak bertenaga dan lemah untuk

memulai sesuatu. Terdapat abulla ( kekurangan kemauan ) dan anhedomia

( kekurangan kemampuan menikmati sesuatu ), tidak sanggup menahan stress,

libido kurang, vitalitas, emosionalitas dan motilitasnya sangat kurang.

8. Antisosial

Tidak punya loyalitas terhadap kelompoknya, egosentrik, tidak bertanggung jawab,

impulsive, tidak mampu mengubah diri, menyalahkan orang lain. Muncul pada masa

anak, sebelum umur 12 – 15 tahun.

9. Pasif – Agresif

Pasif dependent

Berpikir, bertindak dan merasa bahwa kebutuhannya akan ketergantungan itu akan

dipenuhi secara menakjubkan

Pasif – agresif

Merasa bahwa kebutuhannya akan ketergantungan tidak pernah dipenuhi, sikap

keras.

10. Inadequate

Penilaian penderita ini sering kurang, tidak dapat membuat rancangan jangka

panjang dan tidak mampu melaksanakan tugas.

C. GANGGUAN PROSES BERPIKIR

Bentuk pikiran

Arus pikiran

Isi pikiran

12

Page 13: Jurnal Pneumonia

Gangguan bentuk pikiran

Penyimpangan dari pemikiran rasional, logic dan terarah kepada tujuan.

1. Dereisme atau pikiran dereistik

Proses mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika atau

pengalaman.

2. Pikiran otistik

Dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, halusinasi

Cara berpikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tidak terpenuhi

tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya, hidup dalam alam pikirannya sendiri

3. Pikiran non realistik

Bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasarkan kenyataan ( merupakan gejala

skizofrenia hebephrenic ). Contoh : mengambil kesimpulan yang aneh serta tidak masuk

akal.

Gangguan pada arus pikiran

Tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran.

1. Perseverasi

Berulang – ulang menceritakan suatu idea, pikiran atau tema secara berlebihan

2. Asosiasi Longgar

Mengatakan hal – hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain

Contoh : saya mau makan. Semua orang dapat berjalan.

3. Inkoherensi

Gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sukar ditangkap atau

diikuti maksudnya

4. Kecepatan bicara

Untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat cepat

5. Benturan ( Blocking )

Jalan pikiran tiba – tiba berhenti atau berhenti di sebuah kalimat

6. Logore

Banyak bicara, kata – kata dikeluarkan bertubi – tubi tanpa control.

13

Page 14: Jurnal Pneumonia

7. Pikiran melayang ( Flight of ideas )

Perubahan yang mendadak lagi cepat dalam pembicaraan, sehingga suatu idea yang

belum selesai diceritakan sudah disusul oleh idea yang lain.

8. Asosiasi bunyi ( clang association )

Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi

9. Neologisme

Membentuk kata – kata baru yang tidak dipahami oleh umum

10. Irelevansi

Isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau dengan hal

yang sedang dibicarakan.

11. Pikiran berputar – putar ( circum stantialty )

Menuju secara tidak langsung kepada idea pokok dengan menambahkan banyak hal

yang remeh yang menjemukan dan yang tidak relevan.

12. Main – main dengan kata

Mengajak / membuat sajak ssecara tidak wajar

13. Afasia

Mungkin sensorik ( tidak atau sukar mengerti bicara orang lain ) atau motorik ( tidak

dapat atau sukar berbicara ), sering kedua – duanya sekaligus dan terjadi karena

kerusakan otak.

Gangguan isi pikiran

1. Ektasi atau kegembiraan yang luar biasa

Semua mengatakan bahwa isi pikiran mereka tidak dapat diceritakan

2. Fantasi

Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan atau diinginkan, tetapi

dikenal sebagai tidak nyata.

3. Fobia

Rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat

dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional

adanya.

14

Page 15: Jurnal Pneumonia

Contoh :

Agorafobi : terhadap ruang yang luas

Ailurofobi : terhadap kucing

Akrofobi : terhadap tempat yang tinggi

Algofobi : terhadap perasaan nyeri

Astrafobi : terhadap badai, Guntur, kilat

Bakteriofobi : terhadap kuman

Eritrofobi : terhadap mukanya akan menjadi merah

Hematofobi : terhadap darah

Kankerofobi : terhadap kanker

Klaustrofobi : terhadap ruangan yang tertutup

Misofobi : terhadap kotoran dan kuman

Monofobi : terhadap keadaan ssendirian

Niktofobi : terhadap keadaan gelap

Okholfobi : terhadap keadaan ramai dengan banyak orang

Panfobi : terhadap segala sesuatu

Patofobi ; terhadap penyakit

Pirofobi : terhadap api

Sifilofobi : terhadap penyakit sifilis

Xenofobi : terhadap orang lain

Zoofobi : terhadap binatang

4. Obsesi

Isi pikiran yang kukuh timbul, biarpun tidak dikehendakinya dan diketahuinya bahwa hal

itu tidak wajar atau tidak mungkin.

5. Preokupasi

Pikiran terpaku hanya pada sebuah idea saja, yang biasanya berhubungan dengan

keadaan yang bernada emosional yang kuat.

6. Pikiran yang tak memadai ( inadequate )

Pikiran yang eksentrik, tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan

pekerjaan seseorang.

7. Pikiran bunuh diri ( suicidal thoughts / ideation )

15

Page 16: Jurnal Pneumonia

Mulai dari kadang – kadanf memikirkan hal bunuh diri sampai terus menerus

memikirkan akan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya.

8. Pikiran hubungan ( ideas of reference )

Pembicaraan orang lain, benda – benda atau sesuatu kejadian dihubungkan dengan

dirinya

9. Rasa terasing ( allenasi )

Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda, asing, umpamanya heran siapa dia

itu sebenarnya.

10. Pikiran isoolasi social ( social isolation )

Rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat

11. Pikiran rendah diri

Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan dirinya tentang suatu hal

yang pernah atau tidak pernah dilakukannya.

12. Merasa dirugikan oleh orang lain

Mengira atau menyangka ada orang lain yang telah merugikannya, sedang mengambil

keuntungan dari dirinya atau sedang mencelakakannya

13. Merasa dingin dalam bidang sexsual

Acuh tak acuh tentang hal sexual, hiposexualitas ( gairah sex berkurang )

14. Rasa salah

Sering mengatakan bahwa ia telah bersalah

15. Pesimisme

Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal dalam hidupnya

16. Sering curiga

Mengutarakan ketidakpercayaanya kepada orang lain

17. Waham

Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau tidak

cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya.

Waham kejaran. Contoh : merasa ada orang yang menganggunya.

Waham somatic / hipokondrik. Contoh : merasa otaknya sudah cair, ususnya sudah

busuk

Waham kebesaran. Contoh : dialah Ratu adil, dapat membaca pikiran orang lain

Waham keagamaan

16

Page 17: Jurnal Pneumonia

Waham dosa. Contoh : ia yakin bahwa telah berbuat dosa

Waham pengaruh. Contoh : merasa pikiran dan perbuatannya dipengaruhi oleh

orang lain

Waham nihilistik. Contoh : merasa dia atau orang lain sudah mati, merasa dunia

sudah hancur.

Tingkah laku yang dipengaruhi oleh waham

18. Kekhawatiran yang tidak wajar tentang kesehatan fisiknya

Takut kalau kesehatan fisiknya tidak sesuai dengan keadaan badannya yang sebenarnya.

D. SKIZOFRENIA

1. Defenisi

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental

berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi

sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya

gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada

Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan

perawatan diri yang buruk. Ini adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel

syaraf pada otak manusia.

Umumnya ada dua macam penyakit yang biasa disebut gila ini, yaitu neurosa dan

psikosa. Skizofrenia termasuk psikosa. Penyebabnya sampai kini belum diketahui secara

pasti, namun disebutkan faktor keturunan bisa menjadi salah satu penyebab.

Bahkan, faktor genetik tampaknya sangat dominan. Menurut penelitian, apabila saudara

ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak memiliki potensi sebesar 3% untuk mengidap

skizofrenia. Apabila ada salah satu saudara sekandung yang menderita, maka anak

berpotensi menderita skizofrenia sebesar 5%-10%.

17

Page 18: Jurnal Pneumonia

2. Etiologi

Model diatesis -stress

Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini

berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan

lebih mudah menjadi skizofrenia.

Faktor Biologi

Komplikasi Kelahiran

Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia,

hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

Infeksi

Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada

orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada

trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Hipotesis-Dopamin

Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala

skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat

reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka

gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala

gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

Hipotesis Serotonin

Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD)

yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini

menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin berperan

pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine

yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi

dibandingkan reseptordopamin D2.57

18

Page 19: Jurnal Pneumonia

Struktur

1. Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis.

Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel

teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun

penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan jaringan otak ditemukan

sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak

ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

2. Genetika

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi

umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti

orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang

mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu

dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65%

berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang

tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit

ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala

serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia

mempunyai kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat

dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya penyakit, probandnya. Penelitian

Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-

perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola

yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping

(BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita

skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area

tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan

patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.

19

Page 20: Jurnal Pneumonia

3. Faktor Resiko

Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia. Skizofrenia terjadi

pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada

masa remaja atau awal dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang lebih awal

daripada wanita

Faktor resiko penyakit ini termasuk :

1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau

impulsivitas.

3. Stress lingkungan

4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat kecil.

5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena

dideritanya gangguan ini.

4. Epidemiologi dan Prevalensi

Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi

penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada

usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap

kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan

lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.Pengenalan dan

intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak

diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin

kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater

dan Psikolog.

Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1

sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis

kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan

20

Page 21: Jurnal Pneumonia

perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35

tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita.

Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita

penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian

diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali

seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya

gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%,

kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan

hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat

menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada

penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs

25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi

karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan

parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada

orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah

memberikan proteksi terhadap Skizofrenia

5. Patofisiologi

Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa psikosis fungsional paling berat, dan lazim

yang menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien

tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.

Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kea rah kronisitas, tetapi sekali-kali

bisa menimbulkan serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan

jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak. Keadaan ini pertama

kali digambarkan oleh Kraepelin pada tahun 1896 berdasarkan gejala dan riwayat

alamiahnya. Kraepelin menakannya dementia prekoks. Pada tahun 1911, Bleuler

menciptakan nama skizofrenia untuk menandai putusnya fungsi psikis, yang menentukan

sifat penyakit ini. Secara garis besar skizofrenia dapat digolongkan kepada beberapa tipe

yaitu, skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak

21

Page 22: Jurnal Pneumonia

terinci, depresi pasca skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia yang

lain-lain dan skizofrenia yang tak tergolongkan.

Unsur patogenesis skizofrenia belum dapat diketahui . Dugaan adanya unsur genetik

telah dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi gangguan psikosis, sebagian besar

karena hasil penelitian yang distimulasi oleh ditemukannya obat-obat antipsikosis. Pada

tingkat tertentu, asumsi ini banyak didukung dengan ditemukannya kasus- kasus skizofrenia

yang disebabkan oleh keturunan. Pembuktian yang actual tentang adanya keterkaitan

kromosom dengan menggunakan teknik genetik molekuler sulit dilakukan secara psati, baik

karena kejadian yang spesifik tidak dapat disamakan maupun karena adanya banyak gen

yang terlibat di dalamnya.

HIPOTESIS DOPAMINE

Hipotesis dopamine pada skizofrenia adalah yang paling berkembag dari berbagai

hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Beberapa bukti yang

terkait menunjukkan bahwa aktifitas dopaminergik yang berlebihan dapat mempengaruhi

penyakit tersebut : (1) kebanyakan obat-obat antipsikosis menyakat reseptor D2 pascasinaps

di dalam sistem saraf pusat, terutama disistem mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang

meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precursor), amphetamine

(perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamine langsung), baik yang

dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien; (3) densitas reseptor

dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien skizofrenia yang belum

pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron emission tomography (PET)

menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia yang

dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada

orang yang tidak menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien

skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit

dopamine, di cairan serebrospinal, plasma, dan urine.

Bagaimanapun juga, hipotesis dopamine ini masih jauh dari sempurna. Apabila,

ketidaknormalan fisiologis dopamine sepenuhnya mempengaruhi patogenesis skizofrenia,

obat-obat antipsikosis akan lebih bermanfaat dalam pengobatan pasien- tetapi obat-obat

22

Page 23: Jurnal Pneumonia

tersebut tidak begitu efektif bagi kebanyakan pasien dan tidak efektif sama sekali bagi

beberapa pasien. Bahkan, antagonis reseptor NMDA seperti phencyclidine pada saat

diberikan kepada orang-orang yang non-psikosis, dapat menimbulkan gejala-gejala “mirip

skizofrenia” daripada agonis dopamine. Adanya pengklonaan (cloning) terbaru dan

karakteristik tipe multiple reseptor dopamine memungkinkan diadakannya uji langsung

terhadap hipotesis dopamine yaitu mengembangkan obat-obat yang selektif terhadap tiap-

tiap tipe reseptor. Antipsikosis tradisional dapat mengikat D2 50 kali lebih kuat daripada

reseptor D1 atau D3. sampai sekarang, usaha utama pengembangan obat adalah untuk

menemukan obat yang lebih poten dan lebih selektif dalam menyakat reseptor D2. Fakta

yang menunjukkan bahwa beberapa obat antipsikosis mempunyai dampak lebih sedikit

terhadap reseptor D2 dan belum efekti dalam terapi untuk skizofrenia, perhatian dialihkan

ke peranan reseptor dopamine yang lain dan kepada reseptor non-dopamine khusunya

subtype reseptor serotonin yang dapat memediasi efek-efek sinergistik atau melindungi dari

konsekuensi ekstrapiramidal dari antagonisme D2. Sebagai hasil pertimbangan ini, arah

penelitian telah berubah ke focus yang lebih besar tentang komponen yang mungkin aktif

bekerja pada beberapa sistem reseptor-transmitter. Harapan yang terbesar yaitu untuk

menghasilkan obat-obatan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dan sedikit

menimbulkan efek yang tak diinginkan, khususnya toksisitas ekstrapiramidal.

FAKTOR GENETIK PADA SKRIZOFRENI

Ada dua pertanyaan kontradiktif yang sering muncul pada keluarga penderita

skizofrenia meski keduanya menyangkut peran gen sebagai faktor keturunan. Pertama

adalah apakah skizofrenia penyakit keturunan? Kebetulan di dalam keluarga penanya itu

ada paman, sepupu, dan kakek penderita yang juga sakit. Kedua, kenapa anaknya bisa sakit

padahal dari keturunan ayah dan ibunya tidak ada yang sakit jiwa.

Gejala-gejala skizofrenia, seperti mendengar suara-suara (halusinasi), isi pikir yang

berbeda (waham/delusi), emosi yang labil, serta perilaku yang menyimpang, terjadi karena

pada otak penderita terjadi gangguan dalam proses pikir, persepsi (panca indra),

pengendalian emosi dan tingkah laku. Dalam keadaan berat penderita tampak aneh dan

sangat tidak wajar sehingga masyarakat sering menganggap "hilang ingatan". Istilah itu

23

Page 24: Jurnal Pneumonia

keliru mengingat hanya sebagian ingatan penderita yang menyimpang. Sebagian besar

penderita masih dapat memfungsikan ingatan (mind) yang lain.

Penyimpangan proses pikir, persepsi, dan perilaku ini dipercaya akibat dari

ketidakseimbangan neurokimia di otak yang sangat mungkin terjadi karena penyimpangan

genetik. Petunjuk adanya peran genetik pertama kali didapat dari penelitian keluarga.

Jumlah penderita dalam keluarga lebih banyak dibandingkan dengan penderita pada

populasi umum. Satu dari 100 orang dalam populasi umum pernah menderita skizofrenia

dalam periode hidupnya, sementara dari 100 saudara kandung penderita dijumpai 13 orang

juga skizofrenia.

GEN DAN LINGKUNGAN

Hubungan antara gen dan skizofrenia lebih kompleks dari yang diperkirakan. Kini,

meski telah puluhan tahun, ada keyakinan tentang faktor etiologi genetik pada skizofrenia

dan telah ribuan penelitian dilakukan, gen utama yang berhubungan langsung dengan

skizofrenia tidak berhasil diidentifikasi. Penemuan-penemuan sporadik sering bermunculan,

tetapi tidak berhasil dibuktikan ulang.

Kini sangat dipercaya, seperti penyakit kompleks lainnya (diabetus melitus, asma,

dan kanker) pada skizofrenia terdapat lebih dari satu gen yang berperan. Namun, tidak ada

yang bisa memastikan jumlahnya. Dari sekitar 30.000 gen yang berhubungan dengan

reseptor di otak, seluruhnya bisa menjadi kandidat gen skizofrenia.

Selain itu, dipercaya bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Faktor lingkungan

bisa mempengaruhi perkembangan otak individu sejak bayi hingga dewasa muda,

karenanya bisa sangat berperan dalam tiap kasus skizofrenia. Misalnya, infeksi virus selama

kehamilan, trauma persalinan, trauma psikologis saat tumbuh kembang, atau faktor

penyalahgunaan zat pada remaja. Karena itu, faktor lingkungan tetap diperhitungkan dalam

etiologi skizofrenia.

Teori yang dipercaya saat ini adalah adanya perbedaan peranan gen pada tiap

penderita. Seorang yang memiliki faktor genetika kuat bisa menderita skizofrenia tanpa

24

Page 25: Jurnal Pneumonia

perlu faktor lingkungan. Adapun seorang dengan faktor genetika yang tidak terlalu kuat

memerlukan tambahan faktor-faktor lingkungan untuk mencetuskan gangguan.

Teori di atas didukung dengan adanya variasi manifestasi gejala klinik yang luas.

Penderita gangguan ini ada yang dapat hidup normal seperti biasa, tanpa pengurangan

fungsi sosialnya, dan ada yang sangat berat sehingga memerlukan perawatan psikiatri yang

terus-menerus.

TEORI BIOLOGI

Para peneliti kini berjuang menemukan markah-markah biologik dari skizofrenia

sebagai fenotip (penampakan klinik dan gen) yang lebih spesifik, dan mencari gen-gen yang

berhubungan dengan markah biologi itu. Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa

skizofrenia mungkin bukan satu penyakit, tetapi beberapa macam penyakit yang timbul

bersamaan, atau beberapa penyakit yang terpisah, tetapi membentuk pola gejala yang

sama. Berdasarkan pendapat ini beberapa ahli mungkin akan memberikan catatan-catatan

dalam klasifikasi diagnosis mendatang, yaitu Diagnostic Statitical Manual of Mental

Disorder, fifth edition (DSM V).

Beberapa markah biologik telah ditemukan, misalnya startle reflex, gelombang P50

di otak, test neuro kognitif dan eye movement. Dengan menggunakan markah-markah

biologi sebagai fenotip, hubungan skizofrenia dengan gen terbukti semakin kuat. Sulitnya

yang berhubungan dengan gen adalah markah biologik dan bukan penyakitnya. Artinya, ada

individu, saudara atau orangtua penderita yang mengalami gangguan pada tes P50, tetapi

tidak menderita skizofrenia. Juga tidak semua penderita skizofrenia mengalami gangguan

P50. Jadi, mungkin ada subtipe tertentu dari skizofrenia yang berhubungan dengan faktor

risiko gangguan pada P50 atau pada markah biologi yang lain.

25

Page 26: Jurnal Pneumonia

6. Diagnosa

Gejala Klinis

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif

dan fase residual.

o Fase prodromal

Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa

minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.

Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan

waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu

individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini

tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.

o Fase aktif

Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,

inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang

berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat

hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.

o Fase residual

Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase

prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala

yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan

kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan

eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial)

26

Page 27: Jurnal Pneumonia

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:

1. Gejala-gejala Positif

Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif

karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.

2. Gejala-gejala Negatif

Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas

atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu

menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan

untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya

kemampuan bicara (alogia).

Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang

lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan

kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan

gangguan stres post-traumatik. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia

pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau

psikolog yang bersangkutan.

Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor

predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan,

menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi

dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri.

Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek

sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi

pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar,

penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam

pembicaraan yang aneh dan inkoheren.

Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi

skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya

27

Page 28: Jurnal Pneumonia

stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita

skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa

jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat

menimbulkan gejala-gejala psikosis.

Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu

menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan

dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting

dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik

yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.

Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pedoman yang digunakan untuk suatu proses diagnostik menurut Pedoman

Diagnostik PPDGJ-lll meliputi :

Gejala utama dibawah ini minimal ada satu, jika gejala utama tampil secara jelas, atau

minimal dua (atau lebih) apabila gejala utama kurang tajam (kurang jelas).

Isi pikiran yang tidak memadai

Isi pikiran tentang “dirinya sendiri” yang bergema/berulang-ulang muncul (thought

of echo; tidak keras), dan isi pikiran ulangan, dengan isi yang sama namun berbeda

kualitas. Dapat juga suatu proses berpikir dengan isi pikiran yang asing dari luar

masuk kedalam pikirannya (thought insertion), atau sebaliknya, isi pikiran diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (thought withdrawl). Pada penderita mungkin

saja terjadi “thought broadcasting”, isi pikirannya tersiar keluar, sehingga orang lu-

ar/umum mengetahui.

Waham

Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau

tidak cocok dengan inteligensi dan latar belakang kebudayaannya meskipun sudah

dibuktikan hal itu mustahil. Keyakinan tentang dirinya yang dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar (delusion of control). Waham yang lain dapat berupa

28

Page 29: Jurnal Pneumonia

waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu kekuatan tetentu dari luar

(delusion of influence), waham tentang dirinya yang tidak berdaya dan pasrah pada

kekuatan tertentu dari luar (delusion of passivity), dapat pula berupa “delusional

perception” suatu pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas

bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. Tentang “dirinya”, hal ini dimak-

sudkan bahwasanya secara jelas hal tersebut merujuk ke pergerakan tubuh/anggota

gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus.

Halusinasi auditorik

Suatu pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada pancaindera pendengaran ,

yang terjadi dalam keadaan sadar (terjaga). Dapat berupa suara halusinasi yang

berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan

perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara),

atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mus-tahil, misalnya perihal keyakinan agama atau

politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia

lain).

Gejala tambahan paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan

afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang

menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-

bulan terus-menerus;

Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang

berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh

tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

29

Page 30: Jurnal Pneumonia

Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap yang sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respons emosional yang menupul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas

bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi

neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu

satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

(overall quality) dari beberapa aspek perilaku (personal behaviour), bermanifestasi

sebagai hilangnya minat, hidup tidak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut

dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Pada penyakit ini harus ada suatu perubah yang konsisten dan bermakna dalam mutu ke-

seluruhan aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tidak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, penarikan diri secara sosial.

Pedoman Kriteria Diagnosa:

1. Harus ada sedikitnya 1 gangguan utama yang sangat jelas (biasanya 2 gejala/lebih

kurang tajam /jelas).

2. Paling sedikit 2 gangguan lain harus selalu ada secara jelas.

3. Adanya gejala-gejala yang khas berlangsung selama 1 bulan/lebih(tidak berlaku

untuk setiap fase non psikotik prodormal.

Klasifikasi Skizofreni Berdasarkan Diagnosa

1. Skizofrenia Paranoid

Gejala utama:

Halusinasi/waham menonjol seperti mengancam pasien/memberi perintah tanpa

bentuk verbal berupa bunyi peluit, mendengung atau bunyi tawa. Gangguan afektif,

dorongan kehendak dan pembicaraan,gejala katatonik relative tidak nyata/tidak menonjol.

30

Page 31: Jurnal Pneumonia

Gejala tambahan:

Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan.

Keadaan paranoid involusional.

Paranoid

Pedoman diagnostik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ditambah gangguan utama.

2. Skizofrenia Hebefrenik

Gejala utama :

Perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, manerisme, me-

nyendiri, hampa tujuan atau perasaan.

Afek dangkal dan tidakwajar, perasaan puas, senyum sendiri,tinggi hati ungkapan

kata yang diulang dan disertai oleh cekikikan.

Proses pikir mengalami disorganisasi, pembicaraan tidak menentu serta inkoheren

Gejala tambahan :

Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan proses pikir menonjol.

Halusinasi dan waham ada tapi tidak menonjol.

Adanya preokupasi dangkal yang bersifat dibuat-buat terutama yang bersifat abstrak

Diagnosa Hebefrenik pertama kali diberikan pada usia remaja/dewasa muda (biasa usia 15-

25 tahun)Kepribadian premorbid menunjukan ciri khas :pemalu dan senang menyendiri,

namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.

3. Skizofrenia Katatonik

Gejala utama :

31

Page 32: Jurnal Pneumonia

Memiliki gambaran klinis stupor, gaduh-gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu

dan mempertahankannya negatifisme, rigiditas, fleksibilitas cerea serta “command

automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah) dan pengulangan kata

serta kalimat.

Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik atau

alkohol dan obat-obatan serta dapat terjadi pada gangguan afektif.

Pedoman Diagnostik :

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia dan terdapat 1/lebih dari gangguan

utama.Pada pasien yang tidak komunikatif, diagnosis skizofrenia harus di tunda sampai di-

peroleh bukti yang memadai tentang gejala lain.

4. Skizofrenia Tak Terinci

Pedoman diagnostik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk

diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik. Tidak memenuhi untuk skizofrenia residu-

al/depresi pasca skizofrenia

5. Depresi Pasca Skizofrenia

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresi

Pedoman Diagnostik :

Pasien memenuhi kriteria skizofrenia selama 12 bulan terakhir ini.

Beberapa gejala skizofren tetap ada tetapi tidak lagi mendominasi gambaran

klinisnya.

Gejala gejala depresi menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit criteria

episode depresif dalam kuru waktu paling sedikit 2 minggu

6. Skizofrenia Residual

32

Page 33: Jurnal Pneumonia

Pedoman diagnostik :

Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya: perlambatan psiko-

motorik dan aktifitas menurun.

Ada riwayat episode psikotik yang jelas dimasa lampau.

Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu 1 tahun dimana intensitas dan frekuensi

telah sangat berkurang .

Tidak terdapat demensia /gangguan otak organik lain.

7. Skizofrenia Simpleks

Gejala utama :

Kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia lainnya

Pedoman diagnostik :

Diagnosisnya tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan

progresif dari :

Gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusina-

si,,waham,atau manifestasi lain dari episode psikotik. Disertai perubahan-perubahan pe-

rilaku pribadi yang bermakna, kehilangan minat yang mencolok ,tidak berbuat sesuatu,

tanpa tujuan hidup dan menarik diri secara sosial.

7. Penatalaksanaan

Farmakologi

Pemilihan obat

Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama

pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi,

otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis

yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen.

33

Page 34: Jurnal Pneumonia

Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah

optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain

(sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat

penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya

ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif

lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila

gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu

juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal.

Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu

antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I

bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan

tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian

lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive

dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual /

peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I

menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur

gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila

dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine,

fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom

psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi.

Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan

thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan

sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau

antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur

dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat

efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine,

olanzapine, quetiapine dan rispendon.

Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

34

Page 35: Jurnal Pneumonia

o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu. Onset efek sekunder (efek

samping) : 2-6 jam

o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)

o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak

mengganggu kualitas hidup penderita.

o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau

haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien

yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.

Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran

dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda),

dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian

dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu (dosis

maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-

2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4ininggu) lalustop. Untuk

pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling

sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada

umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan

sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian

mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual,

muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian

anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet

trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.

Non Farmakologi

Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan

menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk

mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik

pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga

35

Page 36: Jurnal Pneumonia

hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan,

atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.

Tujuannya adalah :

1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.

2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita

memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.

3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya.

Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.

4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.

Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.

5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya

dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan bagi

individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi individual

menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi

kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks hubungan

terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas.

Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-

ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.

8. Differensial Diagnosa

1. Gangguan Waham

Pedoman Diagnostik

Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinik atau gejala yang paling

mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem

waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi

(personal) dan bukan budaya setempat.

36

Page 37: Jurnal Pneumonia

Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap I “full-

blown”, mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham

tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.

Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak

Tidak boleh ada halusinasi auditonk atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat

sementara

Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran,

penumpulan afek, dsb)

2. Gangguan Psikotlk Akut dan Sementara

Pedoman Diagnostik

Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang diberikan

untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas yang dipakai ialah:

a. Onset yang akut (dalam masa 2ininggu atau kurang = jangka waktu gejala-

gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek

kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodromal

yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas yang menentukan seluruh

kelompok;

b. Adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka ragam dan

berubah cepat, atau “schizophrenia-like” = gejala skizofrnik yang khas);

c. Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu ada)

d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung

Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria

episode manik atau episode depresif, walaupun perubahan emosional

dan gejalagejala afektif individual dapat menonjol dan waktu ke

waktu

37

Page 38: Jurnal Pneumonia

Tidak ada penyebab organic, seperti trauma kapitis, delirium, atau

demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol

atau obat-obatan.

3. Gangguan Skizoafektif

Pedoman Diagnostik

1. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejal-gejala definitive adanya

skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan

(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu

episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode

penyakit tidak memenuhi kritena baik skizofrenia maupun episode manik atau

depresif

2. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan

gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda

3. Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami

suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia).

Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis

manik maupun depresif atau campuran dari keduanya. Pasien lain mengalami satu

atau dua episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif.

4. Delirium

Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada dementia. Delirium

juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan

memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara

dementia menununjukkan gejala yang relatif lebih stabil. Gangguan kognitif yang

bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada dementia.

5. Retardasi Mental

Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata, yang

diiringi oleh gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18 tahun.

38

Page 39: Jurnal Pneumonia

6. Depresi

Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir

dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh.

Terkadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status

mental dan neuropsikologi.

1. Prognosis dan Komplikasi

Fase residual sering mengikuti remisi gejala psikotik yang tampil penuh, terutama

selama tahun-tahun awal gangguan ini. Gejala dan tanda selama fase ini mirip dengan

gejala dan tanda pada fase prodromal; gejala-gejala psikotik ringan menetap pada sekitar

separuh penderita. Penyembuhan total yang berlangsung sekurang-kurangnya tiga tahun

terjadi pada 10% pasien, sedangkan perbaikan yang bermakna terjadi pada sekitar dua per

tiga kasus. Banyak penderita skizofrenia mengalami eksaserbasi intermitten, terutama

sebagai respon terhadap situasi lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami

perjalanan gangguan yang lebih berat dibanding wanita. Sepuluh persen penderita

skizofrenia meninggal karena bunuh diri.

Prognosis baik berhubungan dengan tidak adanya gangguan perilaku prodromal,

pencetus lingkungan yang jelas, awitan mendadak, awitan pada usia pertengahan, adanya

konfusi, riwayat untuk gangguan afek, dan system dukungan yang tidak kritis dan tidak

terlalu intrusive. Skizofrenia Tipe I tidak selalu mempunyai prognosis yang lebih baik

disbanding Skizofrenia Tipe II. Sekitar 70% penderita skizofrenia yang berada dalam remisi

mengalami relaps dalam satu tahun. Untuk itu, terapi selamanya diwajibkan pada

kebanyakan kasus.

E. FARMAKOLOGI RISPERIDON

Risperidone adalah atypical antipsychotic obat yang digunakan terutama untuk

merawat psychotic disorders yaiitu skizofrenia sejak 1993. Risperidone, seperti kedua

atypical antipsychotics, juga digunakan untuk merawat dan dicampur Manic fase bipolar

disorder. Pada tahun 2007 telah disetujui risperidone di AS sebagai satu-satunya obat

untuk perawatan skizofrenia pada anak-anak berusia 13-18 tahun, telah disetujui untuk

perawatan secara bersamaan dari bipolar disorder pada anak-anak muda berusia 10-18

39

Page 40: Jurnal Pneumonia

dengan lithium. Risperidone berisi kelompok fungsional dan benzisoxazol piperidine

sebagai bagian dari struktur molekular.

Risperidone adalah sebagai dopamine blocker (antagonist) yang menghambat fungsi

postsynaptic dopamine receptors. Risperidone juga muncul sebagai 5-HT 2A antagonist dan

dapat digunakan dengan cepat dan efektif memblokir efek dari 5-HT 2A agonist agen seperti

LSD. Namun, penggunaan antipsychotics dalam efek LSD dilaporkan menjadi sangat parah.

Risperidone mencapai puncak plasma tingkat cepat tanpa memperhatikan apakah

itu dalam bentuk larutan atau tablet. Yang kuat dopamine-blocking Tanggapan dikenal

untuk membuat beberapa orang merasa mual jika mereka melakukan hal-hal yang biasanya

memicu dopamine respon yang baik untuk makan makan atau mengalami orgas

Risperidone di metabolisme cukup banyak, sehingga potensi untuk mual biasanya hilang

dalam waktu dua sampai tiga jam.

Efek Samping

Efek samping Risperidon adalah akatisi, kegelisahan, insomnia, rendahnya tekanan

darah, otot kaku, nyeri otot, kelelahan, getaran dan meningkatkan hal keluar air liur. Hal ini

juga diketahui menyebabkan seksual disorders.

Laktasi pada laki-laki dan perempuan dapat terjadi. Banyak antipsychotics diketahui

meningkatkan prolactin karena menghalangi dopamine. Risperidone diketahui

meningkatkan prolactin lebih dari antipsychotics yang lain, Seperti antipsychotics,

risperidone berpotensi menyebabkan tardive dyskinesia (TD), extrapyramidal efek samping

(EPS) dan sindrom neuroleptic ganas (NMS), walaupun resiko umumnya lebih rendah

dibandingkan khas antipsychotics. Semua atypical antipsychotics risperidone dapat memicu

diabetes dan lebih serius pada kondisi metabolisme glukosa, termasuk ketoacidosis dan

koma hyperosmolärt.

Efek Obat antipsikotik:

1. Hipotensi Postural melalui Blokade adrenoreseptor

2. Blokade Reseptor Muskarinik

40

Page 41: Jurnal Pneumonia

3. Blokade Reseptor Histamin dan Serotonin

4. Blokade Reseptor Dopamin D2 yang memberi efek:

Tuburoinfundibular ke Kelenjar Hipofise sehingga Prolaktin meningkat. Efek

endokrin nya adalah ginekomastia,galaktore, menstruasi tidak teratur,

Impotensi, Berat badan naik.

Mesolimbik system ke Korteeks system limbik yang menyebabkan efek

psikologi yaitu gangguan kesadaran.

Niegra striatal ke ganglia basalis yang menyebabkan gangguan pergerakan

Pada skizofrenia terdapat lebih banyak reseptor Dopamin D2 yang ditempati (stimulasi

dopaminergik). Pemberian neuroleptik akan memblok efek tersebut sehingga terjadi

peningkatan prolaktin.

Bila terjadi peningkatan Prolaktin maka:

Akan menghambat sintesis Progesteron dalam folikel de Graaf

Terjadi reaksi umpan balik terhadap hipotalamus yang akan membentuk Dopamin

sehingga terjadi peningkatan dopamin yang akan menghambat pelepasan hormon

GnRH yang akan menyebabkan LH dan FSH serum menurun. Efek LH dan FSH

menurun yaitu pematangan folikel, ovulasi, pembentukan korpus luteum dan

sintesis steroid seks.

41

Page 42: Jurnal Pneumonia

ULASAN

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang

yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial,

fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-

gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia

Tipe II ditemukan gejala-gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri

yang buruk. Ini adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak

manusia

KESIMPULAN

Berdasarkan Anamnese dan diagnose, Noni mengalam skizofrenia. Serta mengalami efek

samping dari obat haloperidol.

42

Page 43: Jurnal Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization Collaborating Centre for Mental Health and Substance

Abuse, Schizophrenia : General lmformation, Australia, 1997.

2. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in: Kaplan

and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: lippincott

Williams and wilkins :2000: 1096-1109.

3. Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam PPDGJ III,

Jakarta, 1998 :46-57.

4. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1, 1997

: 685-729.

43

Page 44: Jurnal Pneumonia

5. American Psychiatric Association, Schizophrenia and other psychotic disorders, in

diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed, Washington, DC,

1994:273-286.

6. National Institute of Mental Health, National Institutes of Health, www.nimh.nih.gov,

what is schizophrenia?

7. Norquist GS, Narrow WE, Schizophrenia : Epidemiology, in : Kaplan and Sadock

Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia : Lippincott Williams and

wilkins, 2000:1110-1117. Gur RE, Gur RC, Schizophrenia: Brain structure and function

in: Kaplan and Sadock Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia :

Lippincott Williams and wilkins, 2000:1117-1129

8. Kendler KS, Schizophrenia : Genetics, in : Kaplan and Sadock Comprehensive textbook

of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins, 2000: 1147-1169

9. Maramis WF, Skizofrenia, dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa, ed 7, Surabaya,

1998 :215-235.

10. Sinaga BR, Skizofrenia dan Diagnosis banding, Jakarta 2007:12-137.

11. Maslim R, Penggunaan kllnis obat psikotropik, ed 2, Jakarta, 2001 : 14-22.

44