Jelaskan Perbedaan Tipikal Dan Atipikal Pada Obat Psikotik

34
TUGAS REMIDI (TAKE HOME) KEPERAWATAN JIWA II Di Susun Oleh : EKA KURNIA PUTRA DJAELANI 201310201156 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

Jelaskan Perbedaan Tipikal Dan Atipikal Pada Obat Psikotik

Transcript of Jelaskan Perbedaan Tipikal Dan Atipikal Pada Obat Psikotik

TUGAS REMIDI (TAKE HOME) KEPERAWATAN JIWA II

Di Susun Oleh :EKA KURNIA PUTRA DJAELANI201310201156

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAHYOGYAKARTA2015

1. Jelaskan peran dopamine dan serotonin pada proses terjadinya gangguan jiwa (patofisiologi gangguan jiwa)!Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar amanusia, dan sebagainya. Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniah seorang berkurang sehingga mengalami keradangan tenggorokan ataun seorang dengan mania mendapat kecelakaan.Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain ialah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, keradangan dan sebagainya) kemudian menadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi.Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :a. Faktor-faktor somatik (somatogenik) Neroanatomi Nerofisiologi Nerokimia Tingkat kematangan dan perkembangan organik Faktor-faktor pre dan peri - natalb. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) : Interaksi ibu anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan) Peranan ayah Persaingan antara saudara kandung Inteligensi Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu Keterampilan, bakat dan kreativitas Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya Tingkat perkembangan emosic. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) Kestabilan keluarga Pola mengasuh anak Tingkat ekonomi Perumahan : perkotaan lawan pedesaan Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai Pengaruh rasial dan keagamaan Nilai-nilaid. Faktor keturunane. Faktor Konstitusif. Cacat Kongenitalg. Perkembangan Psikologik yang salahh. Deprivasi dinii. Pola keluarga yang petagonikj. Masa remajak. Faktor sosiologik dalam perkembangan yang salah dihadapinya.l. Genetikam. Neurobiologicaln. Biokimiawi tubuho. Neurobehavioralp. Stress :q. Penyalah gunaan obat-obatan r. Psikodinamik s. Sebab Biologikt. Sebab Psikologiku. Sebab sosio cultural (Maramis, 1990).2. Apa maksudnya penegakkandiagnosa gangguan jiwa menggunakan system diagnose multiaxial pada PPDGJ?Gangguan jiwa (DSM-IV) = Mental disorder is a conceptualised asclinically significant behavioural or psychological syndrome or patternthat occurs in an individual and that is associated with presentdistress(e.g., a painful symptom) ordisability(i.e., impairment in one or more important areas of functioning) or with significant increased risk of suffering death, pain, disability, or an important loss of freedom.a. Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III menggunakan pendekatan ateoretik dan deskriptif. Urutan hierarki blok diagnosis (berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan gejala yang semakin luas) (Departemen Kesehatan, 1993):1) F00-09 dan F10-192) F20-293) F30-394) F40-495) F50-596) F60-697) F70-798) F80-899) F90-9810) Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis (kode Z)b. Klasifikasi Gangguan Jiwa1) F0Gangguan MentalOrganik, termasuk Gangguan MentalSimtomatikGangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan mental simtomatik = pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder penyakit/gangguuan sistemik di luar otak.Gambaran utama: Gangguan fungsi kongnitif. Gangguan sensorium kesadaran, perhatian. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikir (waham), mood dan emosi.2) FlGangguan Mental dan Perilaku Akibat PenggunaanAlkoholdan Zat Psikoaktif Lainnya.3) F2Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan WahamSkizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian.4) F3Gangguan Suasana Perasaan(Mood [Afektif])Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain adalah sekunder terhadap perubahan itu.5) F4Gangguan Neurotik, GangguanSomatoform dan GangguanTerkait Stres.6) F5Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan GangguanFisiologis dan Faktor Fisik.7) F6Gangguan Kepribadian danPerilaku MasadewasaKondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi pola hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.8) F7Retardasi MentalKeadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lain. Hendaya perilaku adaptif selalu ada.9) F8Gangguan PerkembanganPsikologisGambaran umum Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak. Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis susunan saraf pusat. Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa. Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruji termasuk bahasa, ketrampilan visuo-spasial, koordinasi motorik. Yang khas adalah hendaknya berkurang secara progresif denganbertambahnyausia.10) F9Gangguan Perilakudan Emosional dengan Onset BiasanyaPada Masa Kanak dan RemajaDiagnosis Multiaksiala) Aksis IGangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89, F90-98, F99).Kondisi Lain yang Menjadi Focus Perhatian Klinis (tidak ada diagnosis Z03.2, diagnosis tertunda R69).b) Aksis IIGangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptive, mekanisme defensi maladaptif).Retardasi Mental (F70-79) (tidak ada diagnosis Z03.2, diagnosis tertunda R46.8).c) Aksis IIIKondisi Medik Umumd) Aksis IVMasalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan social, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial)e) Aksis VPenilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale) 100-91gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi. 90-81gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa. 80-71gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial. 70-61beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik. 60-51gejala dan disabilitas sedang. 50-41gejala dan disabilitas berat. 40-31beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi 30-21disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam hampir semua bidang. 20-11bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri. 10-01persisten dan lebih serius. 0informasi tidak adekuatTujuan diagnosis multiaksial Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan meramalkan outcome. Format mudah dan sistematik sehingga membantu menata dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan heterogenitas individu dengan diagnosis yang sama. Penggunaan model bio-psiko-sosial (Maslim,2001). Jelaskan perbedaan tipikal dan atipikal pada obat psikotik! 3. Bagaimana perjalanan obat antipsikotik bisa mengurangi gejala pada gangguan jiwa? Untuk obat antipsikotik atipikal, yaitu Antipsikotik Atipikal(AAP), yang juga dikenal sebagai antipsikotik generasi kedua, adalah kelompok obat penenang antipsikotik digunakan untuk mengobati kondisi jiwa. Beberapa antipsikotik atipikal yang disetujui FDA untuk digunakan dalam pengobatan skizofrenia. Beberapa disetujui FDA untuk indikasi mania akut, depresi bipolar, agitasi psikotik, pemeliharaan bipolar, dan indikasi lainnya. Kedua generasi obat cenderung untuk memblokir reseptor dalam jalur dopamin otak.Mekanisme kerja dari antipsikotik atipikal sangat berbeda tiap obatnya. Antipsikotik mengikat reseptor secara bervariasi, sehingga antipsikotik hanya memiliki kesamaan efek antipsikotik, efek sampingnya sangat bervariasi. Tidak jelas mekanisme di belakang aksi antipsikotik atipikal. Semua antipsikotik bekerja pada sistem dopamine, tapi semua bervariasi dalam hal afinitas ke reseptor dopamin.Ada 5 jenis reseptor dopamin pada manusia. Kelompok "D1-like" contohnya tipe 1 dan 5, mirip dalam struktur dan sensitivitas obat.Kelompok "D2-like" termasuk reseptor dopamin 2, 3 dan 4 dan memiliki struktur yang sangat serupa tetapi sensitivitas sangat berbeda.Reseptor (Seeman, 2002). "D1-like" telah ditemukan bahwa tidak secara klinis relevan dalam tindakan terapeutik (Jones PB, Barnes TR, Davies L, et al. 2006).Jika reseptor D1 merupakan komponen penting dari mekanisme AAP, memblokir reseptor D1 hanya akan meningkatkan gejala psikiatri yang tampak. Jika reseptor D1 mengikat komponen penting dari antipsikotik, reseptor D1 perlu ada dalam pemeliharaan dosis. Ini tidak terlihat. D-1 tidak ada atau mungkin ada dalam jumlah rendah atau dapat diabaikan, bahkan tidak mempertahankan penghapusan gejala yang terlihat (Seeman, 2002).Kelompok reseptor dopamin "D2-like" diklasifikasikan berdasarkan strukturnya, bukan berdasarkan sensitivitas obat. Telah ditunjukkan bahwa blokade reseptor D2 diperlukan untuk tindakan. Semua antipsikotik mengeblok reseptor D2 sampai taraf tertentu, tetapi afinitas antipsikotik bervariasi antar obat. Afinitas yang bervariasi menyebabkan perubahan pada efektivitas (Horacek, J., Bubenikova-Valeova, V., Kopecek, M., Palenicek, T., Dockery, C., Mohr, P. & Hschl, C. 2006).Satu teori bagaimana antipsikotik atipikal bekerja adalah teori "cepat-off". AAP memiliki afinitas rendah untuk reseptor D2 dan hanya mengikat pada reseptor secara longgar dan cepat dilepaskan.6AAP secara cepat mengikat dan memisahkan dirinya pada reseptor D2 untuk memungkinkan transmisi dopamin normal.6Mekanisme pengikat sementara ini membuat tingkat prolaktin normal, kognisi tidak terpengaruh, dan menyingkirkan EPS (Hschl, 2006).Dari sudut pandang historis telah ada penelitian terhadap peran serotonin dan pengobatan dengan menggunakan antipsikotik. Pengalaman dengan LSD menunjukkan bahwa blokade reseptor 5-HT2A mungkin merupakan cara yang menjanjikan untuk mengobati skizofrenia. Satu masalah dengan hal ini adalah kenyataan bahwa gejala psikotik yang disebabkan oleh agonis reseptor 5-HT2 berbeda secara substansial dari gejala-gejala psikosis skizofrenia. Salah satu faktor yang menjanjikan ini adalah tempat reseptor 5-HT2A terletak di otak. Mereka terlokalisasi pada sel-sel hipokampus dan korteks piramidal dan memiliki kepadatan yang tinggi di lapisan neokorteks lima, tempat masukan dari berbagai daerah otak kortikal dan subkortikal terintegrasi (Horacek, J., Bubenikova-Valeova, V., Kopecek, M., Palenicek, T., Dockery, C., Mohr, P. & Hschl, C. 2006).Pemblokiran reseptor area ini menarik mengingat daerah-daerah di otak yang menarik dalam pengembangan skizofrenia (Kabinoff, G.S., Toalson, P.A., Masur Healey, K., McGuire, H.C. & Hay, D.P. 2003).Bukti menunjukkan fakta bahwa serotonin tidak cukup untuk menghasilkan efek antipsikotik tetapi aktivitas serotonergik dalam kombinasinya dengan blokade reseptor D2 mungkin untuk menghasilkan efek antipsikotik.Terlepas dari neurotransmiter, AAP memiliki efek pada obat-obatan antipsikotik muncul untuk bekerja dengan menginduksi restrukturisasi jaringan saraf.Mereka mampu mendorong perubahan-perubahan struktur (Horacek, J., Bubenikova-Valeova, V., Kopecek, M., Palenicek, T., Dockery, C., Mohr, P. & Hschl, C. 2006).

Sedangkan untuk obat antipsikotik tipikal, yaitu cenderung dapat menyebabkan gangguan ekstrapiramidal pada pasien, yang meliputi penyakit gerakan Parkinsonisme, kekakuan tubuh dan tremor tak terkontrol. Gerakan-gerakan tubuh yang abnormal bisa menjadi permanen obat bahkan setelah antipsikotik dihentikan (Culpepper, 2007). Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat resepor dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang lemah terhadap dopamin 2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin 4, serotonin, histamin, reseptor muskarinik, dan reseptor alfa adrenergik. Golongan antipsikotik atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala negatif (miskin kata-kata, afek yang datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pasien skizofrenia. Golongan antipsikotik tipikal umumnya hanya berespon untuk gejala positif. 4. Jelaskan siklus terjadi amuk!Perilaku kekerasan/amuk adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustrasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain. Tanda gejala yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatakn melalui pengkajian meiputi, muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,berdebat, dan sering juga tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memuul jika tidak senang (Keliat, 2004).Untuk menegskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bias disebabkan adanya harga diri : harga diri rendah. Sehingga berakibat klien denga perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahayaatau mencederai dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dll. Dengan tanda dan gejala: memperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut. Mendekati orang laindengan ancaman, member kata-kata ancaman, menyentuh orang lain dengan cara menakutkan, dan rencana melukai diri sendiri dan orang lain.5. Lakukan Analisis mengapa pasien jiwa mengalami kekambuhan? Bagaimana mencegah kekambuhan?Beberapa prediktor terjadinya kekambuhan antara lain: pemberian neuroleptik, onset dan previous course (akut/kronis, manifestasi awal, upaya bunuh diri, dan faktor presipitasi), psikopatologi (tipe residual, gejala afektif, sindrom paranoid, halusinasi, gejala negatif), pengalaman hidup (pengalaman traumatik, gangguan psikiatrik dan perkembangan saat anak), social adjustment (status perkawinan, pekerjaan, pengalaman seksual, dan tingkat pendidikan), kepribadian premorbid, situasi emosi keluarga (ekspresi emosi keluarga yang tinggi/rendah), faktor biologi (genetik, pria/ wanita, dan umur) dari penderita. Terdapat penelitian yang juga menyebutkan salah satu faktor risiko tinggi terjadinya kekambuhan adalah adanya riwayat keluarga yang kuat dari skizofrenia (Barlow-Stewart, 2007). Secara genetik seseorang yang mempunyai riwayat keluarga dengan gangguan jiwa maka dia mempunyai vulnerabilitas terhadap gangguan jiwa.Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 4, Desember 2009 l 177 Riwayat Gangguan Jiwa pada Keluarga, Ratna Dewi, dkk. Gangguan tidak selalu muncul, hanya muncul bila terdapat trigger factor yang biasanya merupakan gabungan dari interaksi gen dan faktor lain seperti: trauma psikologis dan stresor lingkungan sehingga seseorang yang punya kerentanan dapat muncul gejalanya. Peranan gen dalam tiap individu berbeda-beda. Beberapa individu memiliki factor genetika yang kuat sehingga dapat memunculkan gejala walaupun tanpa trigger lingkungan, tetapi ada juga yang memiliki faktor genetika lemah, yang perlu adanya trigger lingkungan agar gejalanya muncul (Irwansyah, 2007).6. Jelaskan kasus-kasus pelangaran etik dan hukum pada pasien gangguan jiwa! Berikan contoh!Mengenai perlakuan terhadap orang yang memiliki gangguan jiwa/orang gila dengan cara dikurung atau dipasung dapat dianggap sebagai perbuatan pelanggaran hak asasi manusia. Pada dasarnya, setiap manusia berhak untuk hidup bebas dari penyiksaan sebagaimana yang termaktub dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di bawah ini:a. Pasal 28G ayat (2)Undang-Undang Dasar 1945(UUD 1945)Setiap orang berhak untukbebas dari penyiksaanatau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.b. Pasal 28I ayat (1) UUD 1945Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.c. Pasal 9Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia(UU HAM)1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.3) Setiap orang berhak ataslingkungan hidup yang baik dan sehat.Dari bunyi pasal-pasal di atas jelas kiranya diketahui bahwa hak untuk hidup bebas merupakan hak asasi manusia.Selain itu, bagi penderita cacat mental, diatur hak-haknya dalamPasal 42 UU HAMyang berbunyi:Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan ataucacat mentalberhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjaminkehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya,meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Orang gila dapat dikatakan cacat mental. Ini karena berdasarkanKamus Besar Bahasa Indonesia, cacat berarti kekurangan yg menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yg terdapat pd badan, benda, batin, atau akhlak), sedangkan mental adalah bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga. Kemudian jika kita melihat arti dari gila, yaitu sakit ingatan (kurang beres ingatannya); sakit jiwa (sarafnya terganggu atau pikirannya tidak normal). Ini berarti gila dapat berarti cacat mental karena adanya kekurangan pada batin atau jiwanya (yang berhubungan dengan pikiran).Dari pasal di atas dapat kita ketahui bahwa orang gila yang memiliki gangguan mental/kejiwaan pun dilindungi oleh undang-undang untuk memperoleh perawatan dan kehidupan layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Tidak sepantasnya keluarganya memperlakukan orang gila tersebut dengan cara mengurung atau memasungnya.Mengenai hak-hak penderita gangguan jiwa juga dirumuskan dalamPasal 148 ayat (1)danPasal 149Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(UU Kesehatan)yang berbunyi:Pasal 148 ayat (1) UU Kesehatan:Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.Pasal 149 UU Kesehatan:Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain,dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.Pengurungan atau pemasungan orang gila, sekalipun dilakukan oleh keluarganya dengan tujuan keamanan untuk dirinya sendiri dan orang-orang sekitar, menurut hemat kami merupakan perbuatan yang dikategorikan sebagai perampasan hak untuk hidup secara layak, yang berarti melanggar hak asasi manusia. Di samping itu, mengacu pada pasal di atas, hal yang dapat dilakukan oleh keluarganya demi tercapainya kehidupan layak bagi orang gila tersebut adalah dengan melakukan upaya kesehatan jiwa, yakni mengupayakan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.Selain melanggar hak asasi manusia, keluarga yang melakukan pengurungan atau pemasungan dapat terjeratPasal 333Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP):1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan.MenurutS.R. Sianturi, S.H., dalam bukunya yang berjudulTindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya(hal. 547), yang dimaksud dengan merampas kemerdekaan adalah meniadakan atau membatasi kebebasan seseorang bergerak meninggalkan suatu tempat untuk pergi ke tempat lainnya yang dia inginkan. Perampasan kemerdekaan itu dapat terjadi dengan mengurung seseorang di suatu ruangan tertutup, dengan mengikat kaki atau anggota tubuh lainnya dari seseorang sehingga tidak dapat memindahkan diri, menempatkan seseorang di suatu tempat di mana ia tidak mungkin pergi dari tempat itu, dan mungkin juga dengan cara psychis (hipotis) sehingga ia kehilangan kemampuan untuk pergi dari suatu tempat dan lain-lain.Walaupun tidak boleh dikurung atau dipasung, akan tetapi bukan berarti keluarga dapat membiarkan orang gila tersebut berkeliaran secara bebas. Karena jika keluarga membiarkan orang gila tersebut berkeliaran secara bebas, keluarga dapat juga dijerat denganPasal 491 butir 1 KUHP:Diancam dengan pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah barang siapa diwajibkan menjaga orang gila yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain, membiarkan orang itu berkeliaran tanpa dijaga.Menurut S.R. Sianturi, S.H. (Ibid, hal 390), walaupun pada Pasal 10 Reglemen tentang orang gila Stb 97/54, 4 Februari 1897 di Indonesia diatur ada kewenangan keluarga dekat dari seorang gila untuk memohon kepada ketua pengadilan negeri agar orang gila itu dirawat di lembaga perawatan orang gila demi ketentraman dan ketertiban umum atau demi penyembuhan orang gila itu sendiri, namun dalam prakteknya sulit dapat diharapkan kemampuan pemerintah untuk merawat semua orang gila.Karenanya, tetaplah merupakan kewajiban moril dan moral dari keluarga yang bersangkutan untuk merawat keluarganya yang sakit sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi, mengingat keterbatasan kemampuan warga pada umumnya,maka dapat disaksikan adanya orang gila berkeliaran tanpa penjagaan. Tetapi hal ini masih lebih manusiawi dibandingkan dengan jika mereka dipasung. Karenanya, dalam praktik sehari-hari pasal ini tidak lebih dari suatu ketentuan yang mati.Oleh karena itu, akan lebih baik jika orang gila tersebut dimasukkan ke rumah sakit jiwa untuk mendapat perawatan yang semestinya dan agar tidak mengganggu masyarakat sekitar.Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.Dasar hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.7. Tuliskan ayat Al-Quran yang berkaitan dengan kesehatan jiwa dan jelaskan maknanya!Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bias menyesuaikan diri dikatakan ksehatan mentalnya terganggu atau diragukan (Abdul Aziz El Quusiy terjemahan Dzakia Drajat, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, 1974. hal 10).Contoh penyesuaian diri yang wajar tersebut adalah seseorang yang menghindarkan dirinya dari situasi yang membahayakan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri yang tidak wajar misalnya seseorang yang takut terhadap binatang yang biasa seperti kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari kesehatan mentalnya.Kesehatan jasmani adalah keserasian yang sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani disertai dengan kemampuan untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan, disamping secara positif merasa gesit, kuat dan semangat.Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi (Yahya Jaya, Kesehatan Mental, 2002. hlm 68).Kenapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya karena kesehatan mental tersebut menyangkut segala aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sosial, politik, agama serta sampai pada bidang pekerjaaan dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni (estetika). Sedangkan sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asma ulhusna. Salah satunya adalah agama. Agama adalah jalan utama menuju kesehatan mental, karena dalam agama ada kebuutuhan-kebutuhan jiwa manusia, kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta sampai kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa dampak psikologis yang negative (Yahya Jaya, Kesehatan Mental. 2002).Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai akhlak yang mulia. Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan menurut islam yang dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari neurosis (al-amhradh al-ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.Di dalam Al-Quran sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah: Artinya:Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.(Q.S. 3: 164) Artinya:Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.Dalam hadits Rasulullah dijelaskan juga, yaitu:Artinya:Sesungguhnya aku diutus oleh Allah adalah bertugas untuk menyempurnakan kemulian Akhlak manusia.Dengan kejelasan ayat Al-Quran dan hadits diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Quran berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mujizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan dalam ayat berikut: Artinya :Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan,menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar. Keimanan, katqwaan, amal saleh, berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar faktor yang penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental. Artinya:Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Fath: 4) Artinya : Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Artinya:Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mumin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Q.S. Al-Isra: 9) Artinya:Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.(Q.S. Al-Isra: 82) Artinya:Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit- penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S. Yunus: 57)Berdasarkan kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Quran diatas, maka dapat dikatakan bahwa semua misi dan tujuan dari ajaran Al-Quran (islam) yang berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalata adalah bertujuan dan berperan bagi pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berbahagia.Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam.Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa yang dapat dijelaskan sebagai berikut:Prinsip dan filsafat tentang maksud dan tujuan manusia dan alam jagad dijadikan oleh Allah SWT.Diantara maksud dan tujuan manusia dijadikan Allah adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di bumi.Prinsip dan filsafat tentang keadaan sifat Allah dan hubungannya dengan sifat manusia.Dalam keyakinan islam Allah SWT memiliki sifat dan nama-nama yang agung, yakni asmaul husna yang jumlahnya ada 99 nama atau sifat.Prinsip dan filsafat tentang keadaan amanah dan fungsi manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi.Manusia dijadikan Allah berfungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah membekali manusia dengan dua kualitas (kemampuan), yakniibadahdansiyadahatau imtak dan ipteks, agar manusia itu berhasil dalam mengelola bumi.Prinsip dan filsafat tentang perjanjian (mistaq) antara manusia dan Allah sewaktu manusia masih berada dalam kandungan ibunya masing-masing.Allah menjadikan manusia dalam bentuk kejadian yang sebaik-baiknya, dan kemudian menyempurnakan kejadian dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya (basyar), sehingga membuat para malaikat menaruh hormat yang tinggi kepada manusia.Prinsip dan filsafat tentang manusia dan pendidikannya.Manusia dalam pandangan islam adalah makhluk multidimensional dan multipotensial.Prinsip dan filsafat tentang hakikat manusiaDalam pandangan islam hakikat dari manusia itu adalah jiwanya, karena jiwa itu berasal dari Tuhan dan menjadi sumber kehidupan.Berdasarkan pandangan dan pemikiran diatas, maka dapat dikemukakan pengertian kesehatan jiwa/mental dalam islam sebagai berikut. Kesehatan jiwa menurut islam tidak lain adalah ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi dan potensi yang dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian kepada Allah yang diikuti dengan perasaan amanah, tanggung jawab serta kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan ajaran agama-Nya, sehingga dengan demikian terwujud nafsu muthmainnah atau jiwa sakinah. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental. 2002).

DAFTAR PUSTAKA1. Culpepper, L. (2007) A Roadmap to Key Pharmacologic Principles in Using Antipsychotics, Primary Care Companion To The Journal of Association of Medicine and Psychiatry 9(6) 444-454 Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2139919/. Diakses 24 Januari 2015.2. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993.3. Horacek, J., Bubenikova-Valeova, V., Kopecek, M., Palenicek, T., Dockery, C., Mohr, P. & Hschl, C. (2006) Mechanism of Action of Atypical Antipsychotic Drugs and the Neurobiology of Schizophrenia, CNS Drugs 20(5) 389-405 Retrieved from Psychology and Behavioral Sciences Collection database.4. Jones PB, Barnes TR, Davies L, et al. (2006). "Randomized controlled trial of the effect on Quality of Life of second- vs first-generation antipsychotic drugs in schizophrenia: Cost Utility of the Latest Antipsychotic Drugs in Schizophrenia Study (CUtLASS 1)". Arch. Gen. Psychiatry63 (10): 107987. doi:10.1001/archpsyc.63.10.1079. PMID 17015810.5. Kabinoff, G.S., Toalson, P.A., Masur Healey, K., McGuire, H.C. & Hay, D.P. (2003) Metabolic Issues with Atypical Antipsychotics in Primary Care: Dispelling the Myths, Primary Care Companion To The Journal of Association of Medicine and Psychiatry 5(1) 6-14 Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC353028/6. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001.7. S.R. Sianturi, S.H. 1983. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya. Alumni AHM-PTHM: Jakarta.8. Seeman P (February 2002). "Atypical antipsychotics: mechanism of action". Can J Psychiatry47 (1): 2738. PMID 11873706.9. Vaughn, C, Snyder, K, et al, Family factor in schizophrenic relapse a replication. Rehabilitation research and training center in mental illness, Brentwood Medical Center Los Angeles. Schizophrenia Bulletin Brady N. and McCain GC, Living with Schizophrenia: a Family Perspective, Journal of Issues in Nursing, 2005;8(2) 10 (issue 1).10. Barlow-Stewart K, Mental illness and inherited predisposition. The Australasian Genetics Resource Book. 2007.11. Curtis, J, Romito, K, Schizophrenia. 2008. www.aolhealth.com/conditions/schizophrenia/12. Ross, MG Norman, Ashok, K. Malla Prodromal Symptoms of relapse in Schizophrenia: a review. Victoria Hospital Ontario Canada. 1995.13. Maziade, M, et al, Heredity and Genetics of Schizophrenia, American Journal of medical Genetics Princenton University Press, Princeton. 1997;73(3):311-6.14. Irmansyah, Psikiater Sebagai Pelaku dan Korban Masalah Etik. Kumpulan Makalah Menanti Empati terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan. Departemen Psikiatri FK UI, Jakarta. 2002.15. Abdul Aziz El Quusiy terjemahan Dzakia Drajat, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, 1974. hal 10.16. Yahya Jaya, Kesehatan Mental, 2002. hlm 68