Jawaban Skenario B Blok 17

download Jawaban Skenario B Blok 17

of 17

Transcript of Jawaban Skenario B Blok 17

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal? Sakit sedangJawab: tidak normal (normal tidak tampak sakit/ tampak sehat) Penilaian keadaan ini termasuk penilaian subjektif dari setiap dokter. Penderita yang menampakkan gejala sakit sedang biasanya menunjukkan beberapa tanda yang merupakan suatu usaha untuk mengurangi rasa sakitnya, misalnya bila mengalami nyeri abdomen, pasien mungkin akan memegang daerah yang sakit dan sedikit membungkuk. Mungkin juga terlihat wajah yang pucat, dan beberapa hal lainnya. Akan tetapi tingkat kesadarannya masih normal, masih bisa diajak bicara dan memberikan respon yang baik. Nadi,RR batas atas,SuhuJawab: Terjadi demam akibat dari adanya proses inflamasi dari obstruksi saluran empedu yang menyebabkan statis cairan empedu. Statis emepedu inilah yang akan menyebabkan terjadinya proses peradangan di saluran empedu berupa kolangitis. Suhu tubu yang meningkat akibat inflamasi ini akan menyebabkan peningkatan denyut nadi. BB, TBIMT = 80/(1,58)2 = 32,046 Kelebihan berat badan tingkat berat Faktor resiko kolelitiasis Sklera ikterikJawab: Interpretasi: Kuning pada sklera Sclera ikterik karena tersumbatnya duktus choledochus sehingga bilirubin direct tidak dapat mengalir ke dalam usus sehingga akan masuk ke sirkulasi sitemik dan menumpuk di jaringan elastik (sclera)-Murphy sign (+)Jawab: Adanya peradangan pada kandung empedu kolesistitis akan menimbulkan nyeri tekan (murphys sign)-Kandungempedu: sulitdinilai-Eksterimitas: Akral pucatJawab: Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total regurgitasi bilirubin menuju sirkulasi menuju kulit di ekstremitas (akral) akral kuning pucat

d.Bagaimana hubungan obesitas dengan penyakit pada kasus?Jawab: Salah satu faktor resiko terbentuknya batu kolelitiasis adalah obesitas. Obesitas biasanya identik dengan kadar kolesterol yang tinggi. Kadar kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis

Bagaimana hubungan antar keluhan dan hasil abnormal dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab dengan penyakit yang diderita Ny. W? (ini jawabnya di patofisiologi aja)

Analisis:a. Diagnosis bandingJawab:DiagnosisKlinikKoledokolitiasis, Kolangitis, KolesistisisPankreatitis AkutKoledokolitiasisCa Caput Pankreas

Sklera Ikterik(+)(-)(+)(+)

Nyeri perut(+), kanan atas(+), biasa di epigastrium(+)(+) di epigastrium, jika obstruksi parsial nyeri samar di abdomen kanan atas, obstruksi total nyeri seperti ikterus obstruktif

Demam(+)(+)

Nyeri Alih(+) di bawah scapula kanan(+) di punggung kanan(+)(+) di punggung kanan

Kulit Kuning(+)(-)(+)(+)

Murphy's Sign(+)(-)(+)(-)

BAK teh tua(+)(-)(+)(-)

BAB dempul(+)(-)(+)(-)

Leukosistosis(+)(+)(-)

LED(-)

BiirubinTotal dan direk Sedikit meningkatTotal dan direk Total dan direk

SGOT/SGPT(-)Normal

Amilase&LipaseNormalNormal

Nyeri Kolik(+)(-)(+)(-)

Gatal-gatal(+)(-)(+)

b. Diagnosis kerja (anamnesis, pemeriksaan penunjang)Jawab:Anamnesis: mual, muntah, demam, nyeri di abdomen kuadran kanan atas dan mid-epigastrium yang berat, menetap, dan menyebar sampai ke bahu kanan atas.Pemeriksaan fisik: nyeri tekan di abdomen kuadrah kanan atas, tanda Murphy positif, palpasi vesika felea bisa positif, pemeriksaan sklera dan dinding atas cavum oris. Evaluasi laboratorium: jumlah leukosit meningkat, bilirubin dan AP meningkat positif, amilase meningkat positif (bahkan tanpa adanya pankreatitis).Pemeriksaan penunjang: USG Abdomen atau CT Scan Abdomen untuk melihat adanya batu pada sistem hepatobilier, penebalan kandung empedu serta pelebaran saluran empedu.

Kesimpulan diagnosis kerja: Ikterus obstruktif e.c. Koledokolitiasis, kolangitis, kolesistisis

c. EtiologiJawab: 1. Empedu mengandung terlalu banyak kolesterol2. Empedu kurang mengandung garam empedu 3. Gangguan kontraksi pada kandung empedu 4. Infeksi bakteri dalam saluran empedu 5. Gangguan darah (anemia sel sabit). 6. Faktor hormonal yang dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu Kebanyakan batu empedu terbentuk dari kolesterol. Kolesterol cair biasa hadir di kandung empedu dan saluran empedu dalam kondisi normal. Namun, kolesterol cair tersebut dapat menjadi jenuh bila terlalu banyak kolesterol atau terlalu sendikit asam empedu. Hal itu memungkinkan kolesterol mengkristal dan menggumpal menjadi batu empedu. Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya. Faktor predisposisi yang penting adalah : - Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu - Statis empedu - Infeksi kandung empedu Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu . Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.

d. EpidemiologiJawab: Kolesistitis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, dan banyak terjadi setelah usia 40 tahun. Prevalensi meningkat seiring bertambah usia, prevalensi pada perempuan berkulit putih dua kali lebih besar dibandingkan laki laki. Pengaruh esterogen (kontrasepsi dan kehamilan ) meningkatkan penyerapan dan sintesis kolesterol dalam empedu sehingga meningkatkan angka terjadinya batu kandung empedu. Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20% orang dewasa ( 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 13 % kasus baru dan sekitar 13% nya dari penderita kandung empedu menimbulkan komplikasi . Kira kira 500.000 orang yang menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000 kematian per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan pula sekitar 20003000 kematian disebabkan oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum dapat diketahui.

e. Faktor RisikoJawab: Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain: 1) Obesitas Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi. Kadar kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.

2) Obat-obatan Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu.Obat-obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi empedu dan tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol empedu.Sedangkan obat-obat dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi pengosongan kandung empedu.

3) Kehamilan Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung empedu.

4) Kandung empedu statis Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan berat badan yang berlebihan.

5) Keturunan Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1 sampai 2 kali lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika keturunan Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu empedu mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik (yang diturunkan).

f. Patofisiologi (hubungan antar gejala)Jawab: Pada kasus ini kemungkinan terjadi pembentukkan batu empedu pada kandung empedu terlebih dahulu (batu sekunder) atau terjadi pembentukkan batu pada ductus intrahepatik (batu primer). Kemudian dua bulan yang lalu, batu empedu tersebut ikut mengalir bersama cairan empedu mengyumbat di ductus cysticus yang akan menyebabkan cholesistitis dan kemudian berakhir dengan menyumbat saluran empedu (duktus choleodocus), disebut juga choledocolithiasis. Keadaan ini menyebabkan munculnya rasa nyeri pada abdomen kuadran kanan atas dan semakin parah ketika memakan makanan berlemak (karena adanya sumbatan pada saluran empedu sehingga saat ada makanan berlemak dan terjadi kontraksi kantung empedu untuk mengeluarkan cairan empedu terjadilah peningkatan peristaltik saluran sebagai usaha untuk mengeluarkan sumbatan yang mengakibatkan rasa nyeri hilang timbul). Pada saat itu, kemungkinan sumbatannya masih parsial dan belum terjadi infeksi, sehingga pada saat itu belum terjadi demam, menggigil, mata dan badan kuning, perubahan pada feses dan urin. Pada saat tersebut, kemungkinan rasa sakit hanya ditimbulkan dari perangsangan peritoneum visceralis dan belum mencapai peritoneum parietalis (nyeri yang dan disertai nyeri alih). Kemudian tanpa adanya terapi, pada 1 minggu yang lalu terjadi obstruksi total (kuning pada mata dan kulit, BAB seperti dempul, gatal-gatal) dan mulai terjadi infeksi sekunder dari organisme pencernaan dan muncul reaksi peradangan, akan tetapi belum menjadi berat (demam datang hilang timbul). Selanjutnya, karena tetap tidak ada terapi, infeksi dan reaksi peradangannya menjadi lebih parah dan telah terjadi perangsangan saraf pada peritoneum parietal (nyeri perut yang hebat).

g. Manifestasi KlinisJawab:Warna kekuningan pada kulit atau mata adalah penanda penting secara fisik pada penyumbatan di empedu, disertai dengan nyeri perut kanan atas, mual, muntah dan panas. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan Murphy yang positif biasa ditemukan, sering teraba kandung empedu yang membesar, dan tanda-tanda peritonitis. Warna seperti dempul pada tinja juga dapat menaikkan kecurigaan pada koledokolitiasis atau pankreatitis. Jika gejala tersebut dibarengi dengan demam dan menggigil, dapat dipertimbangkan juga diagnosis kolangitis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan, pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan peningkatan bilirubin. 1. Asimptomatik Biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada saat medical check up melalui plain radiograf, sonogram abdomen atau CT scan. Berikut adalah gambaran batu empedu yang ditemukan melalui pemeriksaan ultrasonografi abdomen. 2. Simptomatik a. Kolik Bilier Terdapat nyeri kuadran kanan atas yang terjadi secara episodik, kadang menjalar ke daerah punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat obstuksi batu di daerah leher kandung empedu, atau duktus kistikus. Kolik bilier biasanya dipengaruhi oleh makanan berlemak dan dapat hilang dengan perubahan posisi tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi hati normal, kecuali bila disertai infeksi. b. Kolesistitis akut Kolesistitis merupakan suatu inflamasi akut pada kandung empedu. Hal ini disebabkan karena adanya obstruksi dari duktus sistikus. Keluhan nyeri sering dimulai secara progresif memberat. Nyeri sangat sering terjadi pada malam hari atau menjelang pagi. Nyeri ini biasanya terdapat pada kuadran kanan atas abdomen atau di epigastrium. Keluhan nyeri ini dapat disertai dengan demam. Pada kolesistitis akut dapat terjadi terjadi peningkatan sel darah putih dan MurphySign (nyeri perut kanan atas yang diraba saat inspirasi). c. Kolesistitis kronik Kolisistitis akut yang berulang mengarah pada inflamasi kandung empedu kronik. Biasanya tidak terdapat demam atau peningkatan sel darah putih. Keluhannya bisa berupa seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang hilang setelah bersendawa.d. Koledokolitiasis Koledokolitiasis sebagian besar berasal dari migrasi batu kandung empedu. Sedangkan batu koledokus dapat terbentuk di saluran empedu itu sendiri disebut koledolitiasis primer, biasanya batu ini terbentuk akibat stasis empedu dan infeksi seperti pada kasus striktur akibat trauma, kolangitis sklerosing atau kelainan bilier kongenital. e. Kolangitis Kolangitis merupakan infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam saluran empedu akibat obstruksi. Keluhan kolangitis digambarkan dengan Triad Charcot yaitu nyeri kuadran kanan atas, ikterik dan demam. Kolangitis dapat mengarah pada syok septik.

h. TatalaksanaJawab:a. Pengobatan umum seperti istirahat total, pemerian nutrisi parenteral (agar tidak terjadi gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotic penting untuk mencegah komplikasi. Golongan AB yang dapat digunakan seperti ampisilin, sefalosporin, dan metramidazol karena biasanya kuman-kuman penyebab adalah E. coli, s. faecalis, dan klebsiella,b. Kolesistektomi laparoskopi merupan teknik pembedahan invansif menimal didalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, system endokamera, dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Jika usaha ini tidak berhasil atau tidak memungkinkan dilakukan kolesistektomi laparoskopi maka dilakukan kolesistektomi terbuka.

c. Nutrisi 1. Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna. 2. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi. 3. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak. 4. Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

Penatalaksanaan batu saluran empedu ERCP terapeutik dengan melakukan sfinterotomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dilakukan tahun 1974. Sejak itu teknik ini telah berkembang pesat dan menjadi standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut beserta skopnya. 1. Konservatif -Dirawat,diberi cairan infus, istirahat baring -Analgesik untuk mengurangi nyeri : Meperidine , Hydrocodone , Oxycodone -Antibiotik pada fase awal untuk mencegah komplikasi. Golongan ampisilin,sefalosporin,dan metronidazol cukup sensitive utuk bakteri yang umumnya terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli,Streptococcus faecalis, dan Klebsiella. Ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus kasus yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. 2. Kolesistektomi (pengangkatan kandung empedu) Masih terdapat perdebatan apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau menunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan umum pasien membaik. Tindakan bedah pada fase akut akan menyebabkan penyebarn infeksi ke rongga peritoneum dan oprasi lebih sulit karena anatomi menjadi tidak jelas akibat proses inflamasi. Sedangkan apabila tindakan ditunda lebih lama dapat menyebabkan timbulkan ganggren dan komplikasi kegagalan tindakan konservatif lainnya. Teknik yang seing digunakan adalah koleksistektomi laparoskopik karena mempunyai kelebihan mengurangi nyeri pasca oprasi,secara kosmetika lebih baik,memperpendek lama perawatan dirumah sakit dan menurunkan angka kematian.

Pada awalnya sfingterotomi endoskopik hanya diperuntukkan untuk pasien usia lanjut yang mempunyai batu saluran empedu residif atau tertinggal pasca kolisistektomi atau mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami komplikasi operasi saluran empedu. Pada kebanyakan senter besar ekstraksi batu dapat dicapai pada 80-90% dengan komplikasi dini sebesar 7-10% dan mortalitas 1-2%. Komplikasi penting dari sfingterotomi dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut, perdarahan, dan perforasi. Keberhasilan sfingterotomi yang begitu mengesankan ini dan kehendak pasien yang kuat telah mendorong banyak senter untuk memperluas indikasi sfingterotomi endoskopik terhadap dewasa muda dan bahkan pasien dengan kandung empedu utuh dengan masalah klinis batu saluran empedu. Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, sfingterotomi endoskopik telah mulai dikerjakan pada tahun 1983., tetapi perkembangannya belum merata ke semua senter karena ERCP terapeutik ini membutuhkan keterampilan khusus dan jumlah pasien yang adekuat serta alaat fluoroskopi yang memadai untuk mendapatkan hasil foto yang baik.

i. Komplikasi Jawab:Ganggren - Perforasi - Empiema kandung empedu - Peritonitis - Hepatorenal syndrome - Pankreatitis - Severe sepsis sampai septic shock - Kolangitis - Kegagalan hati

j. PrognosisJawab: Quo ad vitam bonam (mengenai hidup matinya penderita, baik) Quo ad fungsionam bonam (ditinjau dari segi aktivitas fungsional, baik)k. SKDIJawab: Tingkat Kemampuan 3 3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

Learning IssueIkterus ObstruktifHambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif.

Patofisiologi jaundice obstruktif Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. Etiologi jaundice obstruktif Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier. Gambaran klinis jaundice obstruktif Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).

Pemeriksaan pada jaundice obstruktif 1. Hematologi Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan. Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal. Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya. 2. Pencitraan Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi) USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik). USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya. CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier. ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat. Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

Penatalaksanaan Jaundice ObstruktifPada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi. Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.

Sumber: Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.