Jalan RAYA

120
A. Bagian yang lagsung berguna untuk lalau lintas dan fasilitas pendukung jalan. 1. Jalur lalu lintas 2. Lajur lalu lintas 3.Bahu jalan 4.Trotoar 5.Median jalan 6.Marka jalan 7.Bundaran 8.Rambu rambu 9. Jembatan penyebrang 10. Halte 11. Simpang bersinyal dan tidak bersinyal 12. Parkir kendaraan B. Bagian yang berguna untuk drainase jalan 1.Saluran samping 2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas 3. Kemiringan melintanbg bahu 4. Kemiringan lereng C. Bagian pelengkap jalan 1. Kereb 1

Transcript of Jalan RAYA

Page 1: Jalan RAYA

A. Bagian yang lagsung berguna untuk lalau lintas dan fasilitas

pendukung jalan.

1. Jalur lalu lintas

2. Lajur lalu lintas

3. Bahu jalan

4. Trotoar

5. Median jalan

6. Marka jalan

7. Bundaran

8. Rambu rambu

9. Jembatan penyebrang

10.Halte

11.Simpang bersinyal dan tidak bersinyal

12.Parkir kendaraan

B. Bagian yang berguna untuk drainase jalan

1.Saluran samping

2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas

3. Kemiringan melintanbg bahu

4. Kemiringan lereng

C. Bagian pelengkap jalan

1. Kereb

2. Penampang tepi

D. Bagian konstruksi jalan

1. Lapisan perkerasan jalan

1

Page 2: Jalan RAYA

2. Lapisan pondasi atas

3. Lapisan pondasi bawah

4. Lapisan tanah dasar

E. Daerah manfaat jalan (damaja)

F. Daerah milik jalan (damija)

G. Daerah pengawasan jalan (dawasja)

2.1 JALUR LALU LINTAS

Jalur lalu lintas (traveled way = carriage way) adalah keseluruhan bagian

perkerasan jalan yang diperuntukan untuk lalau lintas kendaraan. Jalur lalu

lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu

bagian dari jalur lalau lintas yang khusus diperuntukan untuk dilewati oleh

satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Jadi

jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada umumnya disebut

sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal terdiri dari

1 lajur lalau lintas.

Lebar lajur lalu lintas

Lebar lajur lalau lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar

melintang jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya

dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan karena:

2

Page 3: Jalan RAYA

a. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin dapat diikuti oleh

lintasan kendaraan dengan tepat’

b. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan

maksimun. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi

membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.

c. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu

lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya

samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal

ditikungan,dan gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.

Lebar kendaraan penumpang pada umumnya bervariasi antara 1,5 m –

1,75m.Bina Marga mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil

penumpang adalah 1,7 m,dan 2,50 m untuk kendaraan rencana truck/bis/

semi trailer .Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah

dengan ruang bebas antara kendaraan yang besarnya sangaat ditentukan oleh

keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang dipergunakan

untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi, membutuhkan ruang bebas untuk

menyiap dan bergerak yang lebih besar dibandingkan dengan jalanuntuk

kecepatan rendah.

Pada jalan local (kecepatan rendah)nlebar jalan minimum 5,50 m(2 x 2,75)

cukup memadai untuk jalan 2 lajur dengan 2 arah. Dengan pertimbangan

biaya yang tersedia , lebar 5 m pun masih diperkenankan. Jalan arteri yang

direncanakan untuk kecepatan tinggi , mempunyai lebar lajur lalu lintas

lebih besar dari 3,25 m, sebaiknya 3,5 m.

Jumlah lajur lalu lintas

3

Page 4: Jalan RAYA

Banyaknya lajur yang dibutuhkan sangat tergantung dari volume lalu lintas

yang akan memekai jalan tersebut dan tingkat pelayanan jalan yang

diharapkan.

Kemiringan melintang jalur lalu lintas dijalan lurus diperuntukan terutama

untuk kebutuhan drainase jalan. Air yang jatuh diatas pemukaan jalan

supaya cepat dialirkan ke saluran-saluran pembuangan. Kemiringan

melintang bervariasi antara 2% - 4 % untuk jenis lapisan permukaan dengan

mempergunakan bahan pengikat seperti aspal atau semen. Semakin kedap

lapisan tersebut, semakin kecil kemiringan melintang yang dapat

dipergunakan.

Sedangkan untuk jalan dengan lapisan permukaan belum mempergunakan

bahan pengikat seperti jalan berkerikikl, kemiringan melintang dibuat

sebesar 5 %.

Kemiringan melintang jalur lalu lintas ditikukngan dibuat untuk kebutuhan

keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja, disamping kebutuhan akan

drainase. Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pad ditikungan.

2.2 BAHU JALAN

Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas

yang berfunsi sebagai:

1. ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau

yang sekedar berhenti karena mengemudi ingin berorientasi mengenai

jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.

2. ruangan untuk menghindarkan diri dari saat-saat darurat, sehingga

dapat mencegah terjadinya kecelakaan.

4

Page 5: Jalan RAYA

3. memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat

meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.

4. ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau

pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat,dan

penimbunan bahan matrial)

5. memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah

samping.

6. ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli,ambulans, yang

sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.

Jenis bahu

Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :

1. Bahu yang tidak diperkeras, yaitu yang hanya dibuat dari matrial

perkerasan jalan tanpa bahan pengikat,biasanya digunakan matrial

agregat bercampur sedikit lempung,dipergunakan untuk daaerah-

daerah yang tidak begitu penting,dimana kendaraan yang berhenti dan

mempergunakan bahu atidak begitu banyak jumlahnya.

2. Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan

mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap

air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras, bahu ini

dipergunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti

dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti disepanjang

tol,disepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan tikungan –

tikungan yang tajam.

Dilihat dari letaknya bahu terhadap arah arus lalu lintas, maka bahu jalan

dapt dibedakan atas:

5

Page 6: Jalan RAYA

1. Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outershoulder), adalah bahu yang

terletak ditepi sebelah kiri jalur lalu lintas.

2. Bahu kanan/bahu dalam (right/inner shoulder), adalah bahu yang

terletak ditepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.

Lebar bahu jalan

Besar lebar bahu jalan sanagt dipengaruhi oleh:

1.fungsi jalan

Jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan jalan local.Dengan demikian jalan arteri

membutuhkan kebeasan samping, keamanan,dan kenyamanan yang

lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih lebar dari jalan local.

2.Volume lalu lintas

Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu nyang lebih

lebar dibandingkan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah.

3.Keghiatan disekitar kegiatan jalan

Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan

lebar bahu jalan yang lebih lebar daripada jaln yang melintasi daerah

rural, karenaa bahu jalan tersebut akan dipergunakan pula sebagai

tempat parker dan pejalan kaki.

4.Ada atau tidaknya trotoar

5.Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan

biaya untuk konstruksi.

6

Page 7: Jalan RAYA

Lebar bahu jalan dengan demikian dapat bervariasi anatara 0,5-2,5m.

Lereng melintang bahu jalan

Berfungsi atau tidaknya lereng melintang perkerasan jalan untuk

menglirkan air hujan yang jatuh di atasnya sangat ditentukan oleh

kemiringan melintang bagian samping jalur perkerasan itu sendiri,yaitu

kemiringan melintang bahu jalan.kemiringan bahu jalan yang tidak baik

ditambah pula dengan bahu dari jenis tidak diperkeras akan

menyebabkan air hujan akan merembes masuk kelapisan perkerasan

jalan.Hal ini dapat mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan

perkerasan, lepasnya ikatan antara agregat dan aspal yang akhirnya

dapat memperpendek umur pelayanan jalan.

Guna keperluan tersebut, haruslah dibuat kemiringan melintang

bahu jalan yan sebesar-besarnya tetapi masih aman dan nyaman bagi

pengemudi kendaraan. Kemiringan melintang bahu lebih besar dari

kemiringan melintang jalur perkerasan jalan. Kemiringan melintang

bahu dapat bervaariasi sampai dengan 6%, tergantung dari jenis

permukaan bahu, intensitas hujan, dan kemungkinan penggunaan bahu

jalan.

Pada tikungan yang tajam,kemiringan melintang jalur perkerasan

juga ditentukan dari kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat gaya

sentrifugal yang bekerja. Besar dan kemiringan melintang bahu

haarus juga disesuaikan demi keamanan pemakai jalan dan fungsi

drainase itu sendiri.Perubahan kelandaian antara kemiringan melintang

perkerasan jalan dan bahu (roll over) maksimum 8%.

TROTOAR (Jalur Pejalan Kaki / Side Walk)

7

Page 8: Jalan RAYA

Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas

yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian).Untuk

keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dai jalur

lalu lintas oleh struktur fisisk berupa Kereb.

Perlu atau tidaknya trotoar disediakan sangat tergantung dari volume

pedestrian dan volume lalu lintas pemakai jalan tersebut.

Lebar trotoar

Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh volume pejalan kaki

yang diinginkan, dan fungsi jalan. Untuk itu lebar 1,5 – 3,0 m

merupakan nilai yang umum digunakan.

MEDIAN

Pada arus lalu lintas yang tinggi seringkali dibutuhkan median guna

memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah.Jadi median adalah

jalur yang terletak ditengah jalan untuk membagi jalan dalam masinh –

masing arah.

Secara garis besar median berfungsi sebagai:

1. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi

masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.

2. Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi / mengurangi

kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan

arah.

3. Menambah rasa kelegahan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap

pengemudi.

4. mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus

lalu-lintas.

8

Page 9: Jalan RAYA

Untuk memenuhi keperluan-kperluan tersebut diatas, maka median

serta batas-batasnya harus nyata oleh setiap mata pengemudi baik

pada siang hari maupun pada malam hari serta segala cuaca dan

keadaan.Lebar median berfariasi antara 1,0-12 meter.

Median dengan lebar sampai 5 meter sebaiknya ditinggikan dengan

kereb atau dilengkapi dengan pembatas agar tidak dilanggar

kendaraan. Semakin lebar median semakin baik bagi lalu lintas tetapi

semakin mahal biaya yang dibutuhkan.Jadi biaya yang tersedia dan

fungsi jalan sangat menentukan lebar yang dipergunakan.

Jalur tepian median

Disamping median terdapat apa yang dinamakan jalur tepian median,

yaitu jalur yang terletak berdampingan dengan median (pada ketinggian

yang sama dengan perkerasan). Jalur tepian median ini berfungsi untuk

mengamankan kebebasan samping dari arua lalu lintas.

Lebar jalur tepian median dapat bervariasi antara 0.25 – 0,75 meter

dan dibatasi dengan marka berupa garis putih menerus.

2.5. Saluran Samping

Saluran samping terutama berguna untuk :

Mengalirkan air dari permukaan jalan ataupun dari bagian luar jalan

9

Page 10: Jalan RAYA

Menjaga supaya konstruksi jalan selalu bearda dalam keadaan kering

tidak terendam air

Umumnya bentuk saluran samping trapesium, atau empat persegi

panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana daerah pembebasan jalan sudah

sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat persegi panjang

dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar. Sedangkan di

daerah pendalaman dimana pembebasan jalan bukan menjadi masalah,

saluran samping umumnya dibuat berbentuk trapesium. Dinding saluran

dapat dengan mempergunakan pasangan batu kali, atau tanah asli. Lebar

dasar saluran disesuaikan dengan besarnya debit yang diperkirakan akan

mengalir pada saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.

Landai dasar saluran biasanya dibuatkan mengikuti kelandaian dari

jalan. Tetapi pada kelandaian jalan yang cukup besar, dan saluran hanya

terbuat dari tanah asli, kelandaian dasar saluran tidak lagi mengikuti

kelandaian jalan. Hal ini untuk mencegah pengkikisan oleh aliran air.

Kelandaian dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar saluran. Jika

terjadi perbedaan yang cukup besar antara kelandaian dasar saluran dan

kelandaian jalan, maka perlu dibuatkan terasering.

Talud untuk saluran samping yang berbentuk trapesium dan tidak

diperkeras adalah 2H:1V, atau sesuai dengan kemiringan yang memberikan

10

Page 11: Jalan RAYA

kestabilan lereng yang aman. Untuk saluran samping yang mempergunakan

pasangan batu, talud dapat dibuat 1.1.

2.6. Talud/Kemiringan Lereng

Talud jalan umumnya di buat 2H:1V, tetapi untuk tanah-tanah yang

mudah longsor talud jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya landai yang

aman, yang diperoleh dari perhitungan kestabilan lereng. Berdasarkan

keadaan tanah pada lokasi jalan tersebut, mungkin saja dibuat bronjong,

tembok penahan tanah, lereng bertingkat (bern) ataupun hanya ditutupi

rumput saja.

2.7. Kereb

Yang dimaksud dengan kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi

perkerasan atau bahu jalan, yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-

keperluan drainase, mencegah ketegasan tepi perkerasan.

Pada umumnya kereb digunakan pada jalan-jalan di daerah perkotaan,

sedangkan untuk jalan-jalan antar kota kereb hanya dipergunakan jika jalan

11

Page 12: Jalan RAYA

tersebut direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau apabila

melintasi perkampungan.

Berdasarkan fungsi dari kereb, maka kereb dapat dibedakan atas :

Kereb peninggi (mountable curb), adalah kereb yang direncanakan agar

dapat didaki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir

jalan/jalur lalu lintas. Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka

kereb harus mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baika.

Tingginya berkisar antara 10 – 15 cm.

Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk

menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas,

terutama di median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman.

Tingginya berkisar antara 25-30 cm.

Kereb berparit (gutter curb), adalah kereb yang direncanakan untuk

membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada

jalan yang memerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan

lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan

diletakkan pada tepi dalam.

Tingginya berkisar antara 10-20 cm

12

Page 13: Jalan RAYA

Kereb penghalang berparit (barrier gutter curb), adalah kereb

penghalang yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase

perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara 20 – 30 cm.

2.8. Pengaman Tepi

Pengaman tepia bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan

jalan. Jika terjadi kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan

jalan. Umumnya dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang,

pada tanah timbunan dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan

dengan tinggi timbunan lebih besar dari 2,5 meter, dan jalan-jalan dengan

kecepatan tinggi.

Jenis pengaman tepi

Pengaman tepi dapat dibedakan atas :

Pengaman tepi dari besi yang digalvanised (guard rail)

Pagar pengaman dari besi dipergunakan jika bertujuan untuk melawan

tumbukan (impact) dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke

arah dalam sehingga kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang

makin kecil sepanjang pagar pengaman. Dengan adanya pagar pengaman

13

Page 14: Jalan RAYA

diharapkan kendaraan tidak dengan tiba-tiba berhenti atau berguling ke

luar badan jalan.

Pengaman tepi dari beton (parapet)

Pengaman tepi dari beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan

dengan kecepatan rencana 80 – 100 km/jam/.

Pengaman tepi dari tanah timbunan

Dianjurkan digunakan untuk kecepatan rencana ≤ 80 km/jam.

Pengaman tepi dari batu kali

Tipe ini dikaitkan terutama untuk keindahan (estetika) dan pada jalan

dengan kecepatan rencana < 60 km/jam

Pengaman tepi dari balok kayu

Tipe ini dipergunakan untuk kecepatan rencana < 40 kam / jam dan

pada

daerah parkir.

2.9 DAERAH MANFAAT JALAN (DAMAJA)

Daerah manfaat jalan meliputi badan jalan ,saluran tepi jalan, dan

ambang pengamannya, badan jalan meliputi jalur lalu lintas,dengan

atau tanpa jalur pemisah dn bahu jalan,

14

Page 15: Jalan RAYA

2.10 DAERAH MILIK JALAN (DAMIJA)

Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh

lebardan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan dengan hak

tertentu. Biasanya pada jarak tiap 1 km dipasang patok DMJ berwarna

kuning. Sejalur tanah tertentu diluar daerah manfaat Jalan tetapi di

dalam Daerah Milik Jalan dimaksudkan untukmemenuhi persyaratan

keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan

pelebaran Daerah manfaat jalan di kemudian hari.

2.11DAERAH PENGAWASAN JALAN (DAWASJA)

Daearah Pengawasan jalan adalah sejalur tanah tertentu yang terletak di luar

Milik Jalan ,yang penggunaanya diawasi oleh Pembina jalan,dengan maksud

agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konsentrasi bangunan

jalan,dalam hal tidak cukup luasnya Daerah Milik Jalan.

BAB III

PARAMETER PERENCANAAN JALAN

Dalam perencanaan geometric jalan terdapat beberapa perencanaan yang

akan dibicarakaan dalm bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan

rencana, volume dan kapasitas jalan , dan tingkat pelayanan

jalan .Parameter-parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan dan

keamanan yang dihasilkann oleh suatu bentuk kapasitas jalan.

3.1 KENDARAAN RENCANA

Dilihat dari bentuk ,ukuran ,dan daya dari kendaraan –kendaraan yang

mempergunakan jalan, kendaraan –kendaraan tersebut dapat dikelompokan

menjadi beberapa kelompok.umumnya dapat dikelompokan menjadi

15

Page 16: Jalan RAYA

kelompok mobil pernumpang bus/truk, semi trailer, trailer.Untuk

perencanaan,setiap kelompok diwakili oleh satu ukuran standar ,dan disebut

sebagai kendaraan rencana.Ukuran kendaraan rencana untuk masing-masing

kelompok adalah ukuran terbesar yang mewkili kelompoknya.Untuk menilai

setiap kendaraan kedalam satuan mobil penumpang (smp), bagi jalan-jalan

didaerah datardigunakan koefisien berikut ini:

a. Sepeda motor : 0,5

b. Mobil penumpang : 1,0

c. Truk ringan / mikro bus <5 ton : 2,0

d. Truk sedang >5 ton : 2,5

e. Bus : 3,0

f. truk berat >10 ton : 3,0

Didaerah perbukitan dan pegunungan , koefisien untuk kendaraan bermotor

diatas dapat dinaikkan , sedang untuk kendaraan tak beermotor tak perlu

dihitung.

Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari

kelompoknya ,dipergunakan untuk merencanakan bagian-bagian dari jalan ,

ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang

dibutuhkan , Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan

tikungan dan lebar median dimana mobil diperkenenkan untuk memutar (U-

turn) . Daya kendaraan akan mempengaruhi tingkat kelandaian yang

dipilih ,dan tinggi tempat duduk pengemudi akan memepengaruhi jarak

pandangan pengemudi, kendaraan rencana mana yang akan dipilih sebagain

dasar perencanaan geometric jalan ditentukan oleh fungsi jalan dan jenis

kendaraan dominant yang memakai jalan tersebut. Pertimbangan biaya tentu

juga ikut menetukan kendaraan rencana yang dipilih sebagai kriteria

perencanaan.

16

Page 17: Jalan RAYA

Ukuran kendaraan rencana

Jenis

Kendaraan

Panjang

Total

Lebar

Total

Tinggi Depan

Tergantung

Jarak

Gandar

Belakang

Tergantung

Radius

Putar

Min

Kendaraan

penumpang 4,7 1,7 2,5 0,8 2,7 1,2 6

Truk/ Bus

Tanpa

gandengan

12,0 2,5 4,5 1,5 6,5 4,0

Kombinasi 16,5 2,5 4,0 1,3

4,0

(depan)

9,0

(belakang)

2,2 12

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga

3.2 KECEPATAN

Kecepatan adalah besaran yang menunjukan jarak yang ditempuh kendaraan

dibagi waktu tempuh .Biasanya dinyatakan dalam km/jam. Kecepatan ini

menggambarkan nilai gerak dari kendaraan . Perencanaan jalan yang baik

tentu saja haruslah berdasarkan kecepatan yang dipilih dari keyakinan bahwa

kecepatan tersebut sesuai dengan kondisi dan fungsi jalan yang diharapkan.

Kecepatan rencana

Kecepatan rencana adalah dipilih untuk keperluan perencanaan setiap bagian

jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan ,jarak pandang dan lain-

lain .Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi menerus

17

Page 18: Jalan RAYA

dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu

sepenuhnya tergantung dari bentuk jalan.

Hampir semua rencana bagian jalan dipengaruhi oleh kecepatan

rencana,baik secara langsung sepeti tikungan horizontal ,kemiringan

melintang ditikungan ,jarak pandangan maupun seacara tak langsung seperti

lebar jalur,lebar bahu, kebeasan melintang dll.Oleh karena itu pemilihan

kecepatan rencana sangat mempengaruhi keadaan seluruh bagian –bagian

jalan dan biaya untuk pelaksanaan jalan tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana adalah:

Keadaan terrain, Apakah datar, berbukit atau gunung

Untuk menghemat biaya tentu saja perencanaan jalan sepantasnya

disesuaikan dengan keadaan medan.Sebaliknya fungsi jalan seringkali

menuntut peencanaan jalan tidak sesuai dengan kondisi medan dan

sekitarnya. Hal ini enyebabkan tingginya volume pekerjaan tanah.

Keseimbangan antara fungsi jalan dan keadaan medan akan menentukan

biaya pembangunan jalan tersebut.

Medan dikatakan datar jika kecepatan kendaraan truk sama atau mendekati

kecepatan mobil penumpang.

Medan dikatakan daerah perbukitan jika kecepatan kendaraan truk

berkurang sampai dibawah keacepatan mobil penumpang,tetapi belum

merangkak.

Medan dikatakan pegunungan jika kecepatan kendaraan truk berkurang

banyak sehingga truk tersebut merangkak meelewati jalan tersebut dengan

frekuensi yang sering.

18

Page 19: Jalan RAYA

Medan datar, perbukitan dan pegunungan dapat pula dibedakan dari data

besarnya kemiringan melintang rata-rata dari potongan melintang tegak

lurus sumbu jalan.

Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota dari

Bipran, Bina Marga (Rancangan Akhir) memberikan ketentuan sebagai

berikut :

Jenis Medan Kemiringan melintang rata-rata

19

Page 20: Jalan RAYA

Datar

Perbukitan

Pergunungan

0 – 9,9 %

10 – 24,9 %

> 25,5%

Dari klasifikasi medan seperti di atas, mudah di mengerti jika kecepatan

rencana daerah datar lebih besar dari daerah perbukitan dan kecepatan

didaerah perbukitan lebih besar dari daerah pegunungan.

Sifat dan tingkat penggunan daerah. Kecepatan rencana yang diambil

akan lebih besar untuk jalan luar kota dari pada di daerah kota. Jalan raya

dengan volume tinggi dapat direncanakan dengan kecepatan tinggi,

karena penghematan biaya operasi kendaraan dan biaya operasi lainnya

dapat mengimbangi tambahan biaya akibat diperlukannya tambahan

biaya untuk pembebasan tanah dan konstruksi. Tetapi sebaliknya jalan

raya dengan volume lalu lintas rendah tidak dapat direncanakan dengan

kecepatan rendah, karena pengemudi memilih kecepatan bukan

berdasarkan batasan fisik. Kecepatan rencana 80 km/jam dilihat dari sifat

kendaraan pemakai jalan, dan kondisi jalan, merupakan kecepatan

rencana tertinggi untuk jalan tanpa pengawasan jalan masuk. Sedangkan

kecepatan rencana 20 km/jam merupakan kecepatan terendah yang masih

20

Page 21: Jalan RAYA

mungkin untuk dipergunakan. Untuk jalan tol, yaitu jalan dengan

pengawasan penuh, kecepatan rencana yang dipilih dapat 80-100 km/jam.

Perubahan kecepatan rencana yang dipilih di sepanjang jalan tidak boleh

terlalu besar dan tidak dalam jarak yang terlalu pendek. Perbedaan

sebesar 10 km/jam dapat dipertimbangkan karena akan menghasilkan

beda rencana geometrik yang cukup berarti.

VOLUME LALU LINTAS

Sebagai pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan “Volume”

Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan melintasi satu titik

pengamatan dalam satuan waktu (hari,jam,menit)

Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang

lebih lebar,sehingga tercipta kenyamanan dan keamanan. Sebaliknya

jalan yang terlalu lebar untuk volume lalu lintas rendah cenderung

membahayakan, karena pengemudi cenderung mengemudikan

kendaraannya pada kecepatan yang lebih tinggi sedangkan kondisi jalan

belum tentu memungkinkan. Dan disamping itu mengakibatkan

peningkatan biaya pembangunan jalan yang jelas tidak pada tempatnya.

Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan

penentuan jumlah dan lebar lajuar adalah :

21

Page 22: Jalan RAYA

1. Lalu lintas Harian Rata – Rata

2. Volume Jam Perencanaan

3. Kapasitas

Lalu lintas harian rata – rata

Lalu lintas harian rata –rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu

hari. Dari cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis Lalu lintas

Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dan Lalu lintas Harian Rata-rata

(LHR).

LHRT adalah jumlah llalu lintas kendarann rata-rata yang melewati satu

jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun

penuh.

LHRT= Jumlah lalu lintas dalam 1 tahun 365

LHRT dinyatakan dalam SMP/hari/2 arah,atau kendaraan /hari/2 arah

umtuk 2 jalur 2 arah, SMP/hari/1 arah atau kendaraan/hari/1 arah untuk

jalan berlajur banyak dengan median.

Lalu lintas harian rata-rata (LHR)

Untuk dapat menghitung LHRT haruslah tersedia data jumlah kendaraan

yang terus menerus selama 1 tahun penuh. Mengingat akan biaya yang

diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian nyang dicapai serta

22

Page 23: Jalan RAYA

tahk semua tempat di Indonesia mempunyai data volume lalu lintas

selama 1 tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat pula dipergunakan

satuan “Lalu lintas Harian Rata-rata “ (LHR)

LHR adalah hasil bagi jumlah kendaran yang diperoleh

LHR = jumlah lalu lintas selama pengamatan Lamanya Pengamatan

Data LHR ini cukup teliti jika:

1. Pengamatan dilakukan pada interval interval waktu yang cukup

menggambarkan flukyuasi arus lalu lintas selama 1 tahun

2. Hasil LHR yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari perhitungan

LHR beberapa kali.

LHR atau LHRT untuk perencanaan jalan baru diperoleh dari analisa dat

yang diperoleh dari survey asal dan tujuan serta vilume lalu lintas

disekitar jalan tersebut.

Volume jam perencanaan (VJP)

LHR dan LHRT adalah volume lalu lintas dalam satu hari,merupakan

volume harian ,sehingga nilai LHR dan LHRT itu tak dapat memberikan

gambaran perubahan – perubahan yang terjadi pada berbagai jam dalam

hari ,yang nilainya dapat bervariasi antara 0-100 % LHR.Oleh karena itsu

tak dapat langsung dipergunakan dalm perencanaan geometric.

Arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam berikutnya dalam satu

hari ,maka sangat cocoklah jika volume lalu lintas dalam 1 jam

dipergunakan untuk perencanaan dinamakan “Volume Jam Perencanaan

(VJP)”

Vo;ume 1 jam yang dapat dipergunakan sebagai VJP haruslah

sedemikian rupa sehingga:

23

Page 24: Jalan RAYA

1. Vulume tersebut tidak boleh terlalu sering terdapat pada distribusi

arus lalul lintas setiap jam untuk periode satu tahun.

2. Apabila terdapat volume arus lalu lintas per jam yang melebihi jam

perencanaan, maka kelebihan tersebut tidak boleh mempunyai nilai

yang terlalu besar.

3. Volume tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang sangat besar,

sehingga akan mengakibatkan jalan akan menjadi lenggang dan

biayanya pun mahal.

TINGKAT PELAYANAN JALAN

Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan

baik walaupun VJP/LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh

karena tingkat kenyaman dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan

rencana belum ditentukan . Lebar lajur yang dibutuhkan akan lebih lebar

jika pelayanan dari jalan yang diharapkan lebih tinggi.Kebebasan

bergerak yang dirasakan oleh pengemudi akan lebih baik pada jalan –

jalan dengan kebebasan samping yang memadai, tetapi hal tersebut tentu

saja menutut daerah manfaat jalan yang lebih lebar pula.

Lebar suatu keadaan volume lalu lintas yang rendah ,pengemudi akan

merasa lebih nyaman mengendarai kendaraan dibandingkan jika dia

berada pada daerah tersebut dengan volume lalu lintas yang lebih besar.

kenyamanan akan berkurang sebanding dengan bertambahnya volume

lalu lintas .dengan perkataan lain rasa nyaman dan volume arus lalu lintas

tersebut berbanding terbalik. Tetapi kenyamanan dari kondisi arus lalu

lintas yang ada tak cukup hanya digambarkan dengan volume lalu lintas

tanpa disertai data kapasitas jalan ,dan kecepatan pada jalan tersebut.

24

Page 25: Jalan RAYA

Sebagai contoh I, jalan dengan kapasitas jalan 2000 kendaraan / jam

mempunyai volume 1000 kendaraan /jam .Pengemudi akan mearasakn

lebih nyaman mengendarai kendaraan pada jalan pertama dibandingkan

dengan jalan kedua .Atau, tingkat pelayanan jalan pertama lebih baik dari

jalan kedua.

Jika V/C jalan I = 1000/2000 = 0,5

V/C jalan II = 1000/1500 = 0,67

V/C jalan I < V/C j alan II

Berarti tingkat pelayanan jalan I lebih baik dari jalan II.

Highway Capasity Manual membagi tingkat kenyamanan/pelayanan

jalan atas 6 keadaan sbb:

1. Tingkat pelayanan A dengan ciri-ciri:

-Arus lalu luintas bebas tanpa hambatan

-Volume dan kepadatan lalu lintas rendah

-kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi

2. Tingkat pelayanan B

-Arus lalu lontas stabil

-Kecepatan mulai dipengaruhi oleah keadaan lalu lintas, tatapi tetap dapat

dipilih sesuai kehendak pengemudi

3.Tingkat pelayanan C

-Arus lalu lintas masih stabil

-Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh

beasarnya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi

memilih kecepatan yang diinginkannya.

25

Page 26: Jalan RAYA

4.Tingkat pelayanan D,

-Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil

-Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan

perjalanan.

5. pelayanan E,

-Arus lalu lintas sudah tidak stabil

-Volume kirs-kira sama dengan kapasitas

-Sering terjadi kemacetan

6.Tingkat pelayanan F,

-Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah

-Sering kali terjadii kemacetan

- lalu lintas rendah.

Batasan –batasan nilai dari setiap tingkat pelayanan jalan dipengaruhi

oleh fungsi jalan dan dimana jalan tersebut berada . Jalan Tol yang

berada diluar kota tentu saja dikehendaki dapat melayani kendaraan

dengan keacepatan tinggi dan memberikan ruang bebas bergerak

selama umur rencana jalan terswbut.Jalan kolrktor sekunder yang

berada di dalam kota dapat saja direncanakan untuk tingkat pelayanan E

pada akhir umur rencana dan dengan kecepatan yang lebih rendah

daripada jalan antar kota.

JARAK PANDANGAN

Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan untuk dapat melihat

dengan jelas dan menyadari situasinya pada saat mengemudi, sangat

26

Page 27: Jalan RAYA

tergantung pada jarak yang dapat dilihat dari tempat

kedudukannya.Panajang jalan didepan kendaraan yang masih dapat

dilhat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi,disebut

Jarak pandangan.

Jarak padangan berguna untuk :

1. Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan

kendaraan dan manusia akibat adanya benda yamg berukuran yang

sangat besar ,kendaraan yang sedang berhenti ,pejalan kakai,atau

hewan-hewan pada lajur jalannya .

2. Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang

bergerak dengan kecepatan lebih rendah denagn mempergunakan lajur

sebelahnya.

3. Menambah efisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat

dicapai maksimal.

4. Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menempatkan

rambu rambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan

Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan dapat dibedakan atas:

1. Jarak pandangan henti : jarak pandangan yang dibutuhkan untuk

menghentikan kendaraannya.

2. Jarak pandangan menyiap : jarak pandangan yang dibutuhkan untuk

dapat menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan

menggunakan lajur untuk arah yanh berlawanan.

27

Page 28: Jalan RAYA

JARAK PANDANGAN HENTI

Jarak pandangan henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk

dapat menghentikan kendaraannya, Guna memberikan keamanan pada

pengemudi kendaraan , maka pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi

paling sedikit jarak pandangan sepanjang jarak pandangan henti

meinimum.

Jarak pandangan henti minimum adalah jarak pengemudi untuk

menhentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan

pada lajur jalannya .Rintangan itu dilihata dari tempat duduk pengemudi

dan setelah menyadari adanya rintangan ,pengemudi mengambil

keputusan untuk berhenti.

Jarak pandangan henti minimum merupakan jarak yang ditempuh

pengemudi selama menyadari adanya rintangan sampai menginjak rem,

ditambah jarak untuk mengerem.Waktu yang dibutuhkan untuk

pengemudi dari saat dia menyadari adanya rintanagan dampai dia

mengambil keputusan disebut waktu PIEV. Jadi waktu PIEV adalah

waktu yang dibutuhakan untuk proses deteksi. Pengenalan dan

pengambilan keputusan. Besarnya waktu ini dipengaruhi oleh kondisi

jalan, mental pengemudi,kebiasaan, keadaan cuaca,penerangan,dan

kondisi fisik pengemudi, Untuk perencanaan AASHTO 1990 mengambil

wktu PIEV sebesar 1,5 detik.

Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka

pengemudi membutuhkan waktu sampai dai menginjak pedal rem.Rata

rata pengemudi membutuhkan waktu 0,5 sampai 1 detik. Sehingga total

waktu yang dibutuhkan daria saat dia melihat rintangan sampai

menginjak pedal rem,disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik.

28

Page 29: Jalan RAYA

Jarak yang ditempuh selama waktu tersebut adalah d1

d1= kecepatan x waktu

d1 = V x t

Jika

d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak rem

V = kecepatan km/jam

t = waktu reaksi = 2,5 detik

maka :

d1=0,278 V.t

Jarak mengerem (d2) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari

menginjak rem sampai kendaraan itu berhenti .Jarak pengereman ini

dipengaruhi oleh faktor ban, sistem pengereman itu sendiri, kondisi muka

perkerasan jalan.

Pada sistem pengereman kendaraan ,terdapat beberapa keadaan yaitu

menurunnya turunnya roda dan gesekan antara ban dengan permukaan

jalan akibat terkuncinya roda . Untuk perencanaan hanya diperhitungkan

akibat adanya gesekan antara ban muka jalan.

G.fm.d2 =

D2 =

Jika

fm = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah

memanjang jalan

d2 = jarak mengerem (m)

V = kecepayan kendaraan , km/jam

g = 9,81 m/dt2

G = berat kendaraan, ton

29

Page 30: Jalan RAYA

Maka:

Jarak mengerem d2 = V2 254 fm

Rumus umum dari jarak pandangan henti minimum adalah:

d = 0,278 V.t + V2 254 fm

JARAK PANDANGAN MENYIAP untuk jalan 2 lajur 2 arah

Pada umumnya untuk jalan 2 lajur 2 arah kendaraan dengan kecepatan

tinggi sering mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih

rendah sehingga pengemudi tetap dapat mempertahankan kecepatan

sesuai dengan yang diinginkannya. Gerakan menyiap dilakukan dengan

mengambil lajur jalan yang diperuntukan untuk kendaraan dari arah yang

berlawanan .jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat

melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat melihat kendaraan

dari arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandangan menyiap.

Jarak pandangan menyiap standar dihitung berdasarkan atas panjang

jalan yang diperlukan untuk dapat melakukan gerakan menyiap suatu

kenaraan dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil.

Apabila dalam suatu kesempatan dapat menyiap dua kendaraan sekaligus

,tidaklah merupakan dasar dari peencanaan suatu jarak pandangan

menyiap total.

Jarak menyiap pandangan menyiap standar pada jalan dua lajur 2 arah

dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas

Yaitu:

1. Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai kecepatan yang tetap.

30

Page 31: Jalan RAYA

2. Sebelum melakukan gerakan menyiap, kendaraan harus mengurangi

kecepatannya dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan

kecepatan yang sama.

3. Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka

pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah

gerakan menyiap dapat diteruskan atau tidak.

4. Kecepatan kendaraan yang menyiap perbedaan sekitar 15 km/jam

dengan kecepatan kendaraan yang disiap pada waktu melakukan

gerakan menyiap.

5. Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada lajur

jalannya, maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang

bergerak dari arah yang berlawanan.

6. kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan mempunyai

kecepatan yang sama dengan kendaraan yang menyiap.

Gbr. Proses gerakan menyiap pada jalan 2 lajur 2 arah

TAHAP PERTAMA

d1 1/3 d2

31

Page 32: Jalan RAYA

TAHAP KEDUA

d1 1/3d2 2/3d2 d3 d4

d2

d

d = d1 + d2 + d3 + d4dimana:

d1 = 0,278 t1 ( V – m + )

Keterangan :

d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang

hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak

membelok ke lajur kanan.

d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada

pada lajur sebelah kanan.

d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kenaraan yang menyiap

dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan

menyiap dilakukan.

32

Page 33: Jalan RAYA

d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah

selama 22/3 dari waktu yang diperlukan oleah kendaraan yang

menyiap berada pada lajut sebelah kanan atau sama dengan 2/3 x

d2.

t1 = waktu reaksi,yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat

ditentukan dengan korelasi t1 = 2,12 + 0,026 V

m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang

disiap =15 km/jam.

V = kecepatan rata rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan

dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana km/jam.

a = Percepatan rata rata yang besarnya tergantung dari kecepatan

rarta rata kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan

gambar mempergunakan korelasi a = 2,052 + 0,0036 V

d2 = 0,278 V.t2

t2 = Waktu yang ditempuh selama kendaraan yang menyiap berada

pada lajut kanan yang dapat ditentukan dengan mempergunakan

korelasi t2 = 6,56 + 0,048 V

d3 = diambil 30 -100 meter

d1 = 2/3 d2.

Bila terbatasi dengan biaya bisa menggunakan d min sbb:

d min = 2/3 d2 + d3 + d4

Tabel Jarak Pandangan

Kecepatan

Rencana

(km/jam)

Jarak

Pandangan

Kecepatan

kendaraan

Kecepatan

Kendaraan

Standar

Jarak

Jarak

Pandangan

33

Page 34: Jalan RAYA

Henti (m) Disiap

(Km/jam)

Menyiap

(Km/jam)

Pandangan

Menyiap(m)

menyiap

Minimum(m)

30 30 32 48 150 100

40 40 42 58 200 150

50 55 55 71 250 200

60 75 66 82 350 250

80 110 76 92 550 350

100 160 87 104 670 400

Pandangan pada malam hari

Pada malam hari kendaraan menggunakan lampu,sehingga untuk

pandangan menyiap lebih aman karena terkena sorotan lampu dari arah

yang berlawanan.

LENGKUNG VERTIKAL

LENGKUNG VERTIKAL

34

Page 35: Jalan RAYA

; S < Lv

; S > Lv

h1 = tinggi mata pengemudi

h2 = tinggi halangan

* CEMBUNG

Ev =

Y =

S = Jarak pandangan

Untuk jarak pandangan henti :

h1 = 1,25 m

h2 = 0,10 m

Untuk jarak pandangan menyiap :

h1 = 1,25 m

h2 = 1,25 m

Syarat vertikal cembung :

1. Syarat keamanan ; berdasarkan :

35

Page 36: Jalan RAYA

a. Jarak pandangan henti (S < L atau S > L)

pakai grafik III halaman 20 PPGJR.

b. Jarak pandangan menyiap

pakai grafik IV halaman 21 PPGJR

2. Keluwesan bentuk : Lv = 0,6 v (m)

dimana v = kecep . rencana (km/jam)

3. Syarat drainage : Lv = 40 A

Paling ideal diambil Lv yang terpanjang

CEKUNG

S < Lv =

S > Lv = 2 S -

Syarat vertikal cekung :

1. Syarat keamanan Grafik V Halaman 22 PPGJR

2. Syarat kenyamanan :

36

Page 37: Jalan RAYA

Lv =

a = percepatan sentripetal

a < 0,3 m/det2

(umumnya diambil a = 0,1 m/det).

3. Syarat keluwesan bentuk :

Lv = 0,6 V V = kecepatan rencana (km/jam)

4. Syarat drainage :

LV = 40 A A = perbedaan aljabar dari landai (%)

Paling ideal ambil Lv yang terpanjang.

LENGKUNG VERTIKAL CEKUNG PADA LINTASAN DI BAWAH :

LENGKUNG HORIZONTAL

UNTUK MENCARI/MEMBUAT TIKUNGAN (Turning Roadway) disebut

HORISONTAL ALINEMENT

37

Page 38: Jalan RAYA

1. Simple curve

2. Spiral curve

a. Spiral – curve (circle) – spiral

b. Spiral – spiral

a) Simple Curve (Circle)

RUMUS :

T = R tan

E = T tan

L = R = 0.174533 R Δ

x L

38

Page 39: Jalan RAYA

S = L -

X = S cos δ

Y = S sin δ =

Δ = diketahui = didapat/diukur dari gambar

R = diketahui = ditentukan sendiri jari-jari

JARI JARI TIKUNGAN

Rmin = V^2 227(e max –f)

Dimana:

R min = jari-jari tikungan minimum (m)

V = Kecepatan rencana (km/jam)

e max = Superelavasi maksimum (%)

f = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24

Tabel jari-jari Minimum

V (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

R min (m) 600 370 210 110 80 50 30 15

Pada umumnya simple curve (circle) ini dipakai apabila kecil (Δ = 0o – 4

o dengan R = 1200 m. Hal ini dilaksanakan supaya belokan tikungan

39

Page 40: Jalan RAYA

tidak memerlukan super elevasi (kemiringan jalan normal pada tikungan

tersebut).

Hal ini perlu supaya keselamatan dan kenikmatan pemakai jalan terjamin

apabila dalam kecepatan yang tinggi, karena pada umumnya hal ini pada

daerah dataran.

Hal khusus terpaksa dipakai didaerah pegunungan (bukti-bukti), dimana

R yang kecil dipakai/tersedia.

Spiral Curve

1) Spiral – curve (circle) – spiral

40

Page 41: Jalan RAYA

RUMUS :

Δ = diketahui p,k dapat di

R = diketahui lihat pada ta

Ls = diketahui bel Barnet

Ts = (R + p) tan + k

Es = - R

Lc =

Lt = 2 Ls + Lc

2) Spiral – spiral

Δ = diketahui : Θ = ½ Δ

R = diketahui

Ls = x R

2 π

Ts = (R + p) tan + k

Es =

Lt = 2 Ls Lc = 0

41

Page 42: Jalan RAYA

Catatan :

Pada spiral curve kita mendapatkan tikungan peralihan (transition spirals) ini

penting bagi keselamatan dan kenikmatan pemakai jalan. Sebelum kita

memasuki tikungan ada ruangan / jarak untuk masa peralihan dari kecepatan

tinggi kecepatan yang ditentukan oleh keadaan melewati tikungan tersebut,

atau dari jalan lurus ke tikungan jadi kita tidak langsung dari jalan lurus

langsung ketikungan secara mendadak.

Tetapi pada spiral-spiral, dimana Lc O atau S.C. = C.S. adalah merupakan

tikungan yang kurang baik, sebab tidak ada jarak yang tertentu dalam masa

tikungan yang sama miringnya.

TRANSITION SPIRAL

Beberapa Istilahnya :

42

Page 43: Jalan RAYA

T.S. = Titik perubahan dari jalan yang lurus ke lengkung peralihan

(spiral curve)

S.C. = Titik perubahan dari jalan lengkung peralihan (spiral)

kelingkaran (simple curve)

S.T. = Titik percobaan dari spiral curve ke jalan yang lurus.

Rc = Jari-jari lengkung lingkaran (simple curve)

Es = Jarak P.I. ke lengkung lingkaran (External distance)

Ls = Panjang lengkung peralihan dari TS ke S.C. dan C.S. ke S.T.

I = Jarak lurus dari T.S. ke sesuatu titik P dalam spiral

Θs = Sudut antara garis singgung dititik S.C. dan garis singgung di

titik T.S.

Θ = Sudut antara garis singgung dititik sembarang P, dalam spiral dan

garis singgung dititik T.S.

Φ = Sudut antara garis lurus dari T.S. ke sesuatu titik P dalam spiral

dengan garis singgung dititik T.S.

K = Perbandingan dari perubahan derajat dari Spiral – K =

Δ = Total sudut tikungan

Δc = Sudut tikungan untuk bagian Simple Curve saja.

Xs, Ys = Koordinat dari titik S.C. dengan menganggap garis singgung di

T.S. sebagai SG X dan garis tegak lurus sebagai SG : Y.

43

Page 44: Jalan RAYA

X, Y = Koordinat dari sesuatu titik di spiral curve

SUPERELEVATION

I. KIRI NAIK II. KANAN NAIK (kebalikan

Dari kalau kiri naik)

1. Pave slope = 2%

Shoulder kiri dan kanan = 6 %

2. Pav. Slope 2% hasilnya (-) arah keluar

Shoulder kiri = pav. Slope – 7%

44

Page 45: Jalan RAYA

3. Pav. Slope 6% hasilnya (+) arah kedalam

Shoulder kiri = pav. Slope – 7%

Shoulder kanan = pav. Slope

Catatan : Superelevation normal

Pavement = - 2%

Shoulder = - 6%

Superelevasi maksimum 10 %

Pelebaran jalan ini mengikuti perubahan dari Superelevati (kemiringan)

jalan, apabila di titik superelevati max, maka pada titik tersebut pelebaran

(widening) max.

PELEBARAN TIKUNGAN

RUMUS :

B = n (b’ + c) + (n – 1) Td + Z

B = Total wide of pavement on curve (meter)

45

Page 46: Jalan RAYA

Jumlah lebar perkerasan pada tikungan (dalam meter)

n = Total traffic lane

Jumlah jalur lalu lintas

c = Side deliverance space (meter) – 0.80 meter

b’ = Wide of truck course on curve (meter)

Lebar lintasan kendaraan truk pada tikungan.

Td = Sectional width due to front over hang (meter)

Lebar melintang akibat tonjokan depan

Z = Additional width due to differences driving (meter)

Lebar tambahan akibat kelainan dalam pengemudi.

Z =

Di bawah ini dapat dilihat bagaimana mencari kemiringan dan pelebaran

dalam peralihan (Transition of Superelevation and Widening).

2.3. KONSEP PERANCANGAN PERKERASAN JALAN

Konsep perancangan jalan secara garis besar dapat dibedakan dalam

dua kelompok yaitu: perancangan jalan baru dan peningkatan jalan lama.

46

Page 47: Jalan RAYA

2.3.1. PERANCANGAN JALAN BARU

Sasaran dari perancangan jalan baru dapat berupa:

a. Pembukaan lahan potensial.

b. Pengembangan wilayah.

c. Pembukaan jaringan transportasi darat baru.

d. Pengembangan tata ruang.

e. Membuka daerah yang terisolir

Pada dasarnya dalam perancangan jalan baru, umumnya yang

diutamakan adalah keseimbangan tata ruang wilayah yang sudah ada.

Konsistensi pengembangan tidak merubah peruntukan lahan yang sudah ada.

Malahan dengan penempatan lokasi jalan yang sesuai diusahakan membantu

perbaikan peruntukan lahan yang sudah ada.

Kriteria perancangan jalan dan perkerasan harus mengikuti pola yang

ada dan pola-pola yang akan dikembangkan. Prediksi lalu lintas dan prediksi

perkembangan pola transportasi harus diarahkan pada system yang akan

dibangun.

2.3.2. PENINGKATAN JALAN LAMA

Sasaran dari perancangan peningkatan jalan lama dapat berupa:

47

Page 48: Jalan RAYA

a. Struktur perkerasan jalan lama sudah melampaui masa pelayannya (umur

rencana), yang emmerlukan rekonstruksi baru.

b. Struktur perkerasan jalan lama sudah melampaui masa pelayanannya

(umur rencana), namun masih berada dalam kondisi yang hanya

memerlukan rehabilitas dibeberapa tempat saja.

c. Jalan lama dengan perubahan karakteristik lalu-lintas sehingga struktur

yang ada tidak mampu memikul beban lalu-lintas.

d. Terjadinya pada struktur perkerasan akibat kondisi alam, bencana alam,

atau penyebab lainnya.

e. Kapasitas jalan sudah tidak dapat menampung arus lalu-lintas.

Kriteria perancangan dan parameternya akan berbeda sesuai dengan

sasaran dan kondisi yang ada. Umumnya menggunakan data dasar yang

semula, dengan beberapa modifikasi bagian-bagian yang sudah tidak

memenuhi syarat.

Termasuk pada kategori ini adalah perancangan bagi jalan-jalan untuk

program peningkatan jalan, pemeliharaan jalan, rehabilitas jalan,

rekonstruksi jalan dan pelapisan ulang jalan.

2.4. KRITERIA PERANCANGAN PERKERASAN JALAN

Dalam perancangan perkerasan, dengan menggunakan metode

manapun, selalu ada 3 (tiga) parameter desain, yaitu:

48

Page 49: Jalan RAYA

1. Pembebanan lalu lintas.

2.Umur rencana.

Umur rencana ditetapkan sesuai dengan program penanganan jalan

yang direncanakan, misalnya:

Pembangunan Jalan Baru, untuk masa layan 20 tahun.

Peningkatan Jalan, untuk masa layan 10 tahun dan

Pemeliharaan Jalan, untuk jangka 5 tahun.

3.Standard an kelas jalan

Klansifikasi Jalan menurut Kelas Jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1a

(untuk jalan antar kota) dan Tabel 2.1b. (untuk jalan perkotaan) dan Tabel

2.1.c. (untuk jalan Kabupaten).

2.5. PARAMETER PERANCANGAN PERKERASAN JALAN

1. Klasifikai kendaraan

Pengelompokkan kendaraan untuk keperluan desain struktur perkerasan

jalan, dibagi atas:

Tabel 2.1a. Kualifikasi Kelas Jalan Antar Kota

(Sumber:TPGJAK-No.038/T/BM/1997)

FUNGSI KELAS MUATAN SUMBU

TERBERAT

49

Page 50: Jalan RAYA

(MST – ton)

Arteri I

II

IIIA

> 10

10

8

Kolektor IIIA

IIIB

8

Lokal IIIC 8

Tabel 2.1.b. Klasifikasi Jalan PerkotaanJalan Tipe I (Penganturan Jalan Masuk : Penuh)

FUNGSI KELAS

PRIMER: * Arteri

* Kolektor

I

II

SEKUNDER : * Arteri II

Jalan Tipe II (Penganturan Jalan Masuk : Sebagian atau tanpa pengaturan)

FUNGSI KELAS MUATAN SUMBU

TERBERAT

(MST – ton)

PRIMER: * Arteri

* Kolektor

-

> 10.000

< 10.000

I

I

II

PRIMER: * Arteri

* Kolektor

* Jalan

Lokal

> 20.000

< 20.000

> 6.000

I

II

II

50

Page 51: Jalan RAYA

< 6.000

> 500

< 500

III

III

IV

Sumber : Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan - 1988

Tabel 2.1.c. Klasifikasi Jalan Kabupaten(Sumber : Petunjuk Perencanaan Teknis Jalan Kabupaten – 1992 Dirjen Bina Marga)

FUNGSI VOLUME LALU

LINTAS (Dalam SMP)

KELAS KECEPATAN( km/jam)MEDAN

D B G

SEKUDER :

*Jalan Lokal

> 500201 – 50050 – 200

< 50

III AIII B1

IIIB2

IIIC

50404030

40303030

30303020

i. Kendaraan roda tiga (bemo, helicak, dll).

ii. Sedan, Minibus, Jeep, dll.

iii. Kendaraan angkutan penumpang kecil (oplet, dll)

iv. Bus mikro.

v. Bus.

vi. Kendaraan angkutan barang kecil (pick-up, dll)

vii. Truk mikro (2 as, 4 roda)

viii. Truk besar (2 as, 6 roda. Mobil tangki, dll)

ix. Truk 3 – as

x. Truk 4 – as

51

Page 52: Jalan RAYA

xi. Truk gandengan 4 as atau lebih)

xii. Sepeda Motor)

xiii. Kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, pedati, gerobak, dll)

Kelompok kendaraan yang umum dipakai untuk perancangan perkerasan

jalan adalah sebagaimana yang tampak pada Gbr.2.7.

2. PENAMPANG JALAN

Potongan melintang Jalan terdiri dari:

a. Bagian Jalan yang merupakan daerah penguasaan jalan terdiri dari:

i.DAMAJA, daerah manfaat jalan, dibatasi oleh:

* Lebar antara batas ambang pengaman jalan dikedua sisi jalan.

- Tinggi 5,00 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan.

- Kedalaman ruang bebas 1,5 meter dibawah muka jalan.

ii. DAMIJA, daerah milik jalan, dibatasi oleh:

* Lebar yang sama dengan DAMAJA ditambah dengan ambang

pengaman jalan, dengan tinggi 5,0 meter dan kedalaman 1,5 m.

iii. DAWASJA, daerah pengawasan jalan, daerah ruang sepanjang

jalan, diluar DAMAJA, dibatasi oleh:

- tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan, sebagai berikut:

1. Jalan Arteri minimum 20,000 meter.

52

Page 53: Jalan RAYA

2. Jalan Kolektor minimum 15, 00 meter.

3. Jalan Lokal minimum 10,00 meter.

- Didaerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas.

Ketentuan mengenai Bagian Jalan, DAMAJA, DAMIJA, DAWASJA, dan

peruntukan penempatan utilitas dan fasilitas yang dibolehkan, diatur pada

Peraturan Pemerintah RI no. 26/1985 pasal 21, sebagaimana ditujukan pada

Gambar 3.3.

b. Elemen jalan:

- Jalur lalu lintas

- Median dan jalur tepian (kalau ada)

- Bahu Jalan.

- Jalur perjalan kaki (trotoar)

- Jalur hijau

- Ambang pembatas (frontage road)

- Jalur parker

- Batas luar Jalan (outer separation).

- Selokan dan lereng

i. Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas

kendaraan (carrage way, traffic lane), secara fisik berupa perkearsan

jalan.

53

Page 54: Jalan RAYA

Batas jalur lalulintas dapat berupa:

- Median,

- Pulau jalan (island)

- Bahu,

- Separator, atau trotoar.

ii. Jalur lalulintas dapat terdiri atas beberapa lajur.

iii. Jalur lalulintas dapat terdiri dari:

a. 1 jalur : 2 lajur – 2 arah (2/2 TB)

b. 1 jalur : 2 lajur – 1 arah (2/1 TB)

c. 2 jalur : 4 lajur – 2 arah (4/2 B)

d. 2 jalur : n lajur – 2 arah (n/2 B)

Dimana: n = jumlah lajur

TB = tidak terbagi

B = terbagi

iv. Median, bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur

lalulintas yang berlawanan arah, berfungsi untuk:

- Memisahkan dua aliran lalulintas yang berlawanan arah,

- Ruang lapak tunggu penyeberang jalan.

- Penempatan fasilitas jalan,

- Tempat prasarana kerja sementara,

54

Page 55: Jalan RAYA

- Penghijauan,

- Tempat berhenti darurat (jika cukup luas),

- Cadangan berhenti darurat (jika cukup luas),

- Cadangan lajur (untuk pengembangan jumlah lajur)

- Perlindungann terhadap silau lampu kendaraan berlawanan.

Jalan dua arah dengan empat lajur atau lebih perlu dilengkapi median,

dibedakan menjadi:

- Median yang direndahkan : jalur tepian dan bangunan.

- Pemisah jalur yang direndahkan. Lebar minimum median yang

direndahkan 7,00 m.

- Median yang ditinggikan. Lebar minimum median yang ditinggikan

2,00 m.

- Lebar minimum median dan jalur tepian (marginal strip), dapat dilihat

pada Tabel 2.2.

Pada Gbr.2.8 dapat tipikal penampang jalan perkotaan (urban) dengan

beberapa elemen jalan.

Tabel 2.2. Lebar Median

Klasifikasi Jalan Lebar Min.

Median (m)

Laber jalur

tepian

Arteri Primer (Full Access Control)Kolektor Primer / Arteri Sekunder(Partai atau Non Access Control)

2,50

2,00

0,75

0,50

55

Page 56: Jalan RAYA

Arteri Primer / kolektor primer / arteri sekunder (partai atau non-access control) Kolektor Primer / Arteri Sekunder / KolektorSekunder (Partai atau Non-assess control)Kolektor Sekunder / Lokal Sekunder(Partai atau Non-assess control)

2,00

2,00

1,50

0,50

0,25

0,25

Sumber: Standar Perecanaan Geometrik Jalan Perkotaan

3. RUANG BEBAS KENDARAAN

Didalam ruang bebas kendaraan tidak diperkenankan adanya

bangunan, fasilitas utilitas, pohon dan benda-benda yang tidak bergerak.

Penempatan utilitas didaerah penguasaan jalan ditetapkan berdasarkan

PP.No.26/1985

3.1. KELOMPOK STRUKTUR JALAN LENTUR

Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis terdiri dari

elemen perkerasan: lapisan pondasi bawah (sub base coure) – lapisan

pondasi atas (base coure) – lapisan permukaan (surface course) yang

dihampar pada tanag dasar (sub grade), jelasnya lihat Gbr 3.1.

Masing-masing elemen lapisan diatas termasuk tanah dasar secara

bersama-sama memikul beban lalu – lintas. Tebal struktur perkerasan dibuat

56

Page 57: Jalan RAYA

sedemikian rupa sampai batas kemampuan tanah dasar memikul beban lalu –

lintas, atau dapat dikatakan tebal struktur perkerasan sangat tergantung pada

kondisi atau daya dukung dasar.

3.1.1. ELEMEN TANAH DASAR (SUB GRADE)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung

dari sifat-sifat dan daya dukung tanag dasar.

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanent) dari macam tanah tertentu

akibat beban.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan

kadar air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti

pada daerah dengan macam tanag yang sangat berbeda sifat dan

kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas

dari macam tanah tertentu.

57

Page 58: Jalan RAYA

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak

dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar

pendukung badan jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan beberapa

sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan, seperti:

- Daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup.

- Komposisi dan gradasi butiran tanah.

- Sifat kembang susut (swelling) tanah.

- Kemudahan untuk dipadatkan.

- Kemudahan meluluskan air (drainase)

- Plastisitas dari tanag.

- Sifat ekspansive tanah dan lain-lain.

Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui

penyelidikan tanah menjadi penting karena tanah dasar akan sangat

menentukan tebal lapis perkerasan diatasnya, sifat fisik perkerasan

dikemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi permukaan dan

lain sebagainya.

Para perancang dan pelaksaan harus menganti betul bagaimana sifat

dan karakteristik tanah dari bahan material tanah dasar. Disiplin ilmu

58

Page 59: Jalan RAYA

mekanika tanah dan geoteknik sangat membantu untuk mengantisipasi

perilaku dari tanah dasar, sebelum benar-benar dipilih sebagai subgrade

(pertimbangan perancangan) dan sebelum dilaksanakan pengerjaannya

sebagai struktur perkerasan yang paling bawah (pertimbangan pelaksanaan).

Beberapa pedoman praktis dalam rancangan tanah dasar dapat dilihat

pada lampiran A-1 yang merupakan sifat spesifik tanah untuk klasifikasi dari

Cassagrade, yang sekaligus menunjukkan rating sebagai tanah dasar,

sedangkan pada lampiran A-2 merupakan petunjuk dari Highway Research

Board USA untuk mendapatkan rating tanah dasar berdasarkan system

klasifikasi ‘Group Index’. (GI) atau kadangkala disebut system Unified

Classification.

3.1.2. ELEMEN LAPIS PONDASI BAWAH (SUB-BASE COURE)

Lapis pondasi bawah (subbase) adalah suatu lapisan perkerasan jalan

yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi “atas” (base), yang

berfungsi sebagai bagian perkerasan yang meneruskan beban diatasnya, dan

selanjutnya menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.

Lapis pondasi bawah dibuat diatas tanah dasar yang berfungsi

diantaranya sebagai:

59

Page 60: Jalan RAYA

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung

dan menyebarkan beban roda.

b. Menjaga efisiensi penggunaan material yang relative murah

agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya

(penghematan biaya konstruksi).

c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan

lancer.

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar

terhadap roda-roda alat-alat berat atau karena kondisi lapangan yang

memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

Bermacam-macam material setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang

relative lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi

bawah.

Ada berbagai jenis lapis pondasi bawah yang sering dilaksanakan

yaitu:

a. Pondasi bawah yang menggunakan batu pecah, dengan balas pasir.

b. Pondasi bawah yang menggunakan sirtu yang mengandung sedikit

tanah.

c. Pondasi bawah yang menggunakan tanah pasir.

60

Page 61: Jalan RAYA

d. Pondasi bawah yang menggunakan aggregate.

e. Pondasi bawah yang menggunakan material ATSB (Asphalt Treated

Sub-Base) atau disebut Leston Bawah (Lapis Aspal Beton Pondasi

Bawah).

f. Pondasi bawah menggunakan stabilitas tanah.

3.1.3. ELEMEN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COURSE)

Lapis pondasi atas (LPA) adalah suatu lapisan perkerasan jalan yang

terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi “bawah” (subbase), yang

berfungsi sebagai bagian perkerasan yang mendukung lapis permukaan dan

beban-beban roda yang bekerja diatasnya dan menyebarkan tegangan yang

terjadi ke lapis pondasi bawah, kemudian ke lapis tanah dasar.

Lapis pondasi atas dibuat diatas lapis pondasi bawah yang berfungsi

diantaranya:

a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

c. Meneruskan limpahan gaya lalu lintas ke lapis pondasi bawah.

Bahan-bahan untuk pondasi atas, umumnya harus cukup kuat dan

awet sehingga dapat menahan beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan

untuk digunakan sebagai lapis pondasi atas, hendaknya dilakukan

61

Page 62: Jalan RAYA

penyeledikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan

persyaratan teknik yang ada.

Bermacam-macam bahan aqlam/bahan setempat (CBR > 50%, PI <

4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain : batu

pecah, kerikil pecah, dan / atau stabilitas tanah dengan semen atau kapur.

Secara umum dapat berupa:

a. Pondasi atas yang menggunakan material pondasi Telford.

b. Pondasi atas yang menggunakan material aggregate.

c. Pondasi atas yang menggunakan material ATB (Asphalt Treated

Base) atau disebut Laston (Lapis Aspal Beton) Atas.

d. Pondasi atas menggunakan stabilisasi material.

a. Pondasi atas yang menggunakan material pondasi Telford.

* BAHAN :

- Batu yang digunakan dapat terdiri dari batu kali atau batu gunung, yang

disusun beraturan secara vertical.

- Disela-sela batu diisi dengan batu pengunci, dengan maksud agar

susunan batu terkunci dengan cukup kuat dan kokoh.

- Selanjutnya dihampir pasir kasar dan dipadatkan.

b. Pondasi atas yang menggunakan material aggregatat.

62

Page 63: Jalan RAYA

* BAHAN:

- Material agregat yang digunakan, untuk pondasi atas adalah dari batu

pecah yang bergradasi tertentu. Batu pecah tersebut berasal dari proses

di crusbing plat, melalui tahapan pemecahan, penyaringan, pemisahan

dan pencampuran, sehingga menghasilkan suatu bahan yang sesuai

dengan persyaratan-persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan.

- Klasifikasi Agregat kelas A, biasa dipakai untuk Lapis Pondasi Atas

(lihat Tabel 3.2. dan Tabel 3.3).

c. Pondasi atas yang menggunakan Asphalt Treated Base = Laston (Lapis

Aspal Beton) Pondasi Atas.

* BAHAN

i. Agregat

a. Agregat yang digunakan berupa sirtu hasil pecah mesin (crushed gravel)

atau batu pecah (crushed stone), yang bersih dari lempung, bahan organic

dan bahan-bahan lainnya yang tidak dikehendaki, serta memenuhi

persyaratan berikut:

63

Page 64: Jalan RAYA

Tabel 3.7. Persyaratan Gradasi Agregat ATB

UKURAN SARINGAN % BERAT

LOLOS SARINGAN(mm)

25,0

19,0

13,0

9,5

4,75

2,36

0,6

0,15

0,075

100

95-100

66-100

52-78

47-57

42-56

13-54

4-31

3-8

- Kehilangan berat akibat abrasi mesin Los Angeles pada 500 putaran :

40%

- Kelekatan agregat terhadap aspal 95%.

- Indeks kepipihan maksimum 25%.

- Perespan agregat terhadap air maksimum 3%

- Gumpalan lempung dalam agregat maksimum 25%

- Berat jenis semu (apparent) agregat minimum 2,5

- Minimum agregat kasar yang tertahan saringan no.4, harus

mempunyai satu bidang pecah.

64

Page 65: Jalan RAYA

b. Pasir harus non-plastis, bersih dari bahan-bahan lempung, organic dan

bahan-bahan lainnua yang tidak dikehendaki, serta mempunyai sand

equivalent minimum 50%. (AASHTO T-176).

ii. Bahan Pengikat

a. Aspal keras yang digunakan adalah dari jenis Pen.60/70 atau

Pen.80/100 yang memenuhi persyaratan.

b. Aspal cair yang digunakan untuk lapis resap pengikat (primecoat)

terdiri dari jenis MC-30, MC-70, MC-250, aspal emulasi dari jenis

CMS atau MS atau MS yang memenuhi persyaratan.

c. Aspal cair yang digunakan untuk lapisan pengikat (tackoat), adalah

dari jenis RC-70, RC-250, aspal emulai jenis CRS, atau RS yang

memenuhi syarat.

d. Pondasi atas yang menggunakan material stabilisasi

(lihat Stabilisasi Pondasi Bawah diatas)

*BAHAN :

- Bahan peng-stabilisasi digunakan semen atau kapur (lihat Tabel 3.5.

dan Tabel 3.6).

- Jenis CB1 dan CB2 adalah untuk lapis pondasi atas (lihat Tabel 3.4)

65

Page 66: Jalan RAYA

3.1.4. ELEMEN LAPIS PERMUKAAN (SURFACE COURSE)

Fungsi lapis permukaan antara lain:

a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari

kerusakan akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan untuk lapis pemukaan umumnya adalah campuran bahan

agregat dan aspal, dengan persayatan bahan yang memenuhi standar.

Penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan pengikat agregat dan agar

lapisan dapat bersifat kadap air; disamping itu bahan aspal sendiri

memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya

dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan

kegunaan, umur rencana, serta pertahanan konstruksi, agar dicapai manfaat

yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

Bahan yang umum digunakan untuk Lapis Permukaan adalah:

-Asphaltic Concrete=AC(LASTON)= Lapis Aspal Beton).

-Hot Rolled Asphalt (HRA) dalam hal ini HRS (Hot Rolled) Sheet)=

LATASTON (Lapis Tipis Aspal Beton)

-LASBUTAG (Lapis Aspal Buton Aggregat Campuran dingin).

66

Page 67: Jalan RAYA

-LATASBUM (Lapis Tipis Aspal Buton Murni)

-LATASIR (Lapis Tipis Aspal Pasir)

-BURAS (Laburan Aspal)

-BURDA (Laburan Aspal Dua Lapis) dan BURTU (Labur Aspal Satu

Lapis)

-SMA (Split Mastic Asphalt).

-BMA (Butonized Mastic Asphalt), dll.

-

PROSEDUR PERENCANAAN

1. ANALISA LALU LINTAS

i. Prosentase Kendaraan pada Jalur Rencana:

- Tetapkan lebar lajur lalu lintas berdasarkan Tabel 5.3. Standar

Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan 1992 atau Tabel II.8

Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (lihat Buku 1).

- Jumlah lajur, sesuaikan dengan batas marka; bilamana tidak ada batas

lajur yang jelas, tetapkan sesuai dengan Tabel 4.1 berikut ini.

67

Page 68: Jalan RAYA

Tabel 4.1. Penetapan Jumlah Jalur

LEBAR PERKERASAN (L) JUMLAH JALUR (n)

L ≤ 5,50 m

5,50 m ≤ L < 8,25 m

8,25 m ≤ L < 11,25 m

11,25 m ≤ L < 15,00 m

15,00 m ≤ L < 18,75 m

18,75 m ≤ L < 22,00 m

1 jalur

2 jalur

3 jalur

4 jalur

5 jalur

6 jalur

ii. Hitung koefisien distribusi kendaraan (C

iii. Tabel 4.2. Koefisen Distribusi Kendaraan Dalam Jalur (C)

JUMLAH

JALUR

KENDARAAN RINGAN

*)

KENDARAAN BERAT

*)

1 ARAH 2 ARAH 1 ARAH 2 ARAH

1 jalur

2 jalur

3 jalur

4 jalur

5 jalur

6 jalur

1,00

0,60

0,40

1,00

0,50

0,40

0,30

0,25

0,20

1,00

0,70

0,50

1,00

0,50

0,475

0,45

0,425

0,40

68

Page 69: Jalan RAYA

*) berat total < 5 ton : mobil penumpang, pickup, mobil hantaran

**) berat total ≥ 5 ton : bus, truck, traktor, semitrailer, trailer.

iv. Hitung LHR pada tahun awal rencana (LHR0), untuk masing-

masing jenis kendaraan yang ada.

LHR0 = (1 + i)n . Ntipe…………………………………………………

(4.11)

Dimana i = faktor pertumbuhan kendaraan, selama pelaksanaan.

n = jumlah tahun, sejak data pengukuran diambil, sampai

dengan awal umur rencana.

N = masing-masing tipe kendaraan

iv. Hitung LHR pada tahun akhir rencana (LHR), untuk setiap jenis

kendaraan

LHRt = (1 + i)UR . LHR0…………………………………………………

(4.12)

Dimana : UR = umur rencana.

i = faktor pertumbuhan kendaraan, selama umur rencana.

v. Hitung Angka Ekivalen (AE)

69

Page 70: Jalan RAYA

Tabel 4.3. Angka Ekivalen (AE)

BEBAN SATU

SUMBU

ANGKA EKIVALEN (AE)

BEBAN SATU

SUMBU

ANGKA EKIVALEN (AE)`

kg Sumbu Ganda

Sumbu Ganda

kg Sumbu Tunggal

Sumbu Ganda

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

8160

9000

10.000

11.000

12.000

13.000

14.000

15.000

16.000

0,0002

0,0036

0,0183

0,0577

0,1410

0,2923

0,5415

0,9238

1,0000

1,4798

2,2555

3,3022

4,6770

6,4419

8,6647

11,4184

14,7815

-

0,0003

0,0016

0,0050

0,0121

0,0251

0,04466

0,0794

0,0860

0,1273

0,1940

0,2840

0,4022

0,5540

0,7452

0,9820

1,2712

17.000

18.000

19.000

20.000

21.000

22.000

23.000

24.000

25.000

18,8380

23,6771

29,3937

36,0877

43.8648

52,8360

63,1176

74,8315

88,1048

1,6201

2,0362

2,5279

3,1035

3,7724

4,5439

5,4281

6,4355

7,5770

70

Page 71: Jalan RAYA

vi. Hitung Lintas Ekivalen Pertama :

LEP = ∑ LHR0 x C x EA………………………………………………..

(4.13)

vii. Hitung Lintas Ekivalen Akhir :

LEA = ∑ LHR0 x C x EA………………………………………………..

(4.13)

viii. Hitung Lintas Ekivalen Tengah :

LET = 0,5 (LEP + LEA) ………………………………………………..

(4.15)

ix. Hitung Faktor Penyesuaian (FP)

FP = UR / 10………………………………………………………………

(4.16)

x. Hitung Lintas Ekivalen Rencana :

LER = FP x LET…………………………………………………………

(4.17)

71

Page 72: Jalan RAYA

2. PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN

i. Hitung Daya Dukung Tanah (DDT).

Gunakan Nomogram (CBR-DDT) – Lihat Lampiran B-1.

ii. Dari data jenis bahan lapis permukaan dan roughness (kalau

tersedia) tetapkan indeks IP0 dari Tabel 4.4a.

iii. Dengan merencanakan bagaimana kondisi permukaan jalan, pada

akhir umur rencana tetapkan IPt (Tabel 4.4b).

iv. Selanjutnya dari pemilihan yang dilakukan pada ii dan iii, diatas,

pilih nomogram mana yang sesuai (lihat Lampiran B-2 s/d B-10), untuk

dipakai mencari ITP.

v. Dari pasangan harga DDT dan LER tarik garis lurus sesuai arah

petunjuk inset pada Nomogram. Garis ini akan memotong suatu angka

pada garis vertikal ITP.

vi. Dari pasangan ITP dan FR (Lampiran B-2 s/d B-10) lakukan hal

yang sama, sehingga memotong garis vertical ITP. Angka yang didapat

adalah nilai ITP yang dicari.

vii. Selanjutnya gunakan rumus ITP =a1.D1 + a2.D2

+a3.D3………………(4.18) untuk mencari tebal perkerasan, dengan

menyesuaikan data jenis bahan untuk mendapatkan masing-masing

72

Page 73: Jalan RAYA

koefisien relative (Tabel 4.7) dan untuk mencari tebal LPB dalam

alternative jalan baru, atau kombinasi tebal minimal LPA dan LPB untuk

mencari tebal overlay dari lapis permukaan.

Tabel 4.4a. Indeks Permukaan pada awal UR (IP0)

JENIS LAPIS PERKERASAN

IP0 ROUGHNESS*)-MM/KM

LASTON

LASBUTAG

HRA

BURDA

BURTU

LAPEN

LATASBUM

BURAS

LATASIR

Jalan Tanah

Jalan Kerikil

≥ 4

3,9 – 3,5

3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

3,4 – 3,0

2,9 – 2,5

2,9 – 2,5

2,9 – 2,5

2,9 – 2,5

≤ 2,4

≤ 2,4

≤ 1000

1000

≤ 2000

2000

≤ 2000

2000

≤ 3000

3000

73

Page 74: Jalan RAYA

*) Roughness diukur dengan alat ouhnessmeter NAASRA

74

Page 75: Jalan RAYA

Tabel 4.4b. Indeks Permukaan Akhir (IPT)

LER (SS/hari)

KLASSIFIKASI JALANLOKASL KOLEKTOR ARTERI TOL

< 10

10 – 100

100 – 1000

> 1000

1,0 – 1,5

1,5

1,5 – 2,0

-

1,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

2,5

-

-

-

2,5

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton sumbu tunggal

CATATAN : Para proyek jalan darurat atau jalan murah maka IP dapat diambil

1,0

Tabel 4.5 Faktor Regional

KELANDAIAN I

(< 6%)

KELANDAIAN II

(6%-10%)

KELANDAIAN I

(> 10%)% Kendaraan

Berat

% Kendaraan

Berat

% Kendaraan

Berat

≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%

Iklim I

< 900mm/th

0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5

Iklim I

< 900mm/th

1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5

CATATAN: Pada bagian jalan persiapan, 3 pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m), FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa FR ditambah dengan 1,0

Tabel 4.62. Batas Minimum Tebal Lapis Permukaan

75

Page 76: Jalan RAYA

ITP TEBALMINIMU

M(cm)

BAHAN

< 3,003,00-6,706,71-7,497,50-9,99

>=10,00

55

7,57,510

LAPIS PELINDUNG, BURAS/BURTU/BURDALAPEN/MACADAM,HRA,LASBUTAG,LASTONLAPEN/MACADAM,HRA,LASBUTAG,LASTONLASBUTAG, LASTONLASTON

Tabel 4.6b. Batas Minimum Tebal Lapisan Pondasi

ITP TEBALMINIMUM

(cm)

BAHAN

< 3,003,00-7,497,50-9,99

10,00-12,24

≥12,25

1520 *)

10201520

25

BATU PECAH, STAB.SEMEN,STAB.KAPURBATU PECAH, STAB.SEMEN, STAB.KAPURLASTON ATASBATU PECAH, STAB.SEMEN,STAB.KAPUR,MACAMLASTON ATASBATU PECAH, STAB.SEMEN, STAB, KAPUR, MACADAM, LAPEN, LASTON ATAS.BATU PECAH, STAB.SEMEN, STAB.KAPUR, MACADAM, LAPEN, LASTON ATAS.

* UNTUK LAPIS PONDASI BAWAH :

Untuk setiap nilai IPT, bila digunakan lapis pondasi bawah, tebal

minimum adalah 10 cm.

Tabel 4.7 Koefisien Kekuatan Relatif

76

Page 77: Jalan RAYA

KOEFISIEN KEKUATAN

RELATIF

KEKUATAN BAHAN JENIS BAHAN

a1 a2 a3 MS(kg)

Kt

(kg/cm2)CBR(%)

0,400,350,320,300,350,310,280,260,300,260,250,20

0,280,260,240,230,190,150,130,150,130,140,120,140,130,12

0,130,120,110,10

744590454340744590454340340340

590454340

22182218

10060100806070503020

LASTON

ASBUTONHRAMACADAMLAPEN (MEKANIS)LAPEN (MANUAL)

LASTONATAS

LAPEN (MEKANIS)LAPEN (MANUAL)STABILITAS SEMEN

STABILITASKAPURMACADAM BASAHMACADAM KERINGBATU PECAH KLS.ABATU PECAH KLS.BBATU PECAH KLS.CSIRTU KLS.AKLS.BKLS.CTANAH/LEMPUNG KEPASIRAN

Catatan: Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7. Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.

77

Page 78: Jalan RAYA

Prosedur diatas dilaksanakan untuk perancangan perkerasan jalan

baru, atau relokasi, untuk perancangan pelapisan ulang dan pelaksanaan

bertahap dilakukan sebagai berikut:

Pelapisan Ulang :

Nilai ITP sisa struktur perkerasan lama, adalah :

ITPsisa = ∑ (a1.Di. NK) ………………………..(4.19)

Dimana :

Ai, Di seperti diatas

NK = nilai kondisi sisa lapisan (Tabel 4.8).

Tebal lapis permukaan untuk pelapisan ulang (overlay) didapat

dari :

ITPperlu – ITPsisa

∆ D = …………………………(4.20) a1Dimana :

∆ D = tebal lapis permukaan ulang

a1 = koeofisien kekuatan relative lapis permukaan (bahan lapis

permukaan, harus sama dengan bahan struktur lama).

Konstruksi Bertahap :

Pada akhir tahap pertama, struktur perkerasan dianggap masih

mempunyai nilai sisa 40%. Dengan kondisi seperti ini ITPtahap pertama dihitung

berdasarkan beban lalu lintas LER = 1,67 LER1.

78

Page 79: Jalan RAYA

x.LER1 = LER1 + 40%.x.LER1 x = 1,67

Konstruksi tahap pertama, tanpa penambahan konstruksi tahap

kedua, akan mampu melayani 60% dari total masa layan.

y.LER2 = LER1 + LER2 = 60%.y.LER2 + LER2 y = 2,50

ITP tahap pertama ditambah tahap kedua : ITP1+2 diperoleh dari nomogram

dengan menggunakan LER = 2,5 LER2.

Nilai ITP tahap kedua adalah : ITP2 = ITP1+2 – ITP1.

Tabel 4.8. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan

GAMBARAN KONDISI PERKERASAN NILAI KONDISI (%)

1.LAPIS PERMUKAAN

-Umumnya tidak terjasi crack, hanya sedikit

deformasi pada lajur roda.

-Terlihat crack halus, sedikit deformasi pada

lajur roda, namun masih ettap stabil.

-Crack sedang, beberapa deformasi pada

lajur roda, pada dasarnya masih

menunjukkan kesetabilan.

-Crack banyak, demikian juga deformasi,

pada lajur roda.

2.LAPIS PONDASI ATAS

a).Pondasi aspal beton atau penetrasi

macadam.

-Umumnya tidak terjadi crack.

90 – 100

70 – 90

50 – 70

30 – 50

90 – 100

70 – 90

70 – 90

79

Page 80: Jalan RAYA

-Terlihat crack halus, namun masih tetap

stabil.

-Crack sedang, pada dasarnya masih

menunjuk-kan kestabilan.

-Crack banyak, menunjukkan genjala

ketidak-setabilan.

b).Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.

-Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10.

c).Pondasi Macadam atau batu pecah.

-Plastisitas Indeks (PI) ≤ 6.

3.LAPIS PONDASI BAWAH

-Plastisitas Indeks (PI) ≤ 6.

-Plastisitas Indeks (PI) ≤ 6.

50 – 70

30 – 50

70 – 100

80 – 100

90 – 100

70 – 90

80

Page 81: Jalan RAYA

81

Page 82: Jalan RAYA

82

Page 83: Jalan RAYA

83

Page 84: Jalan RAYA

84

Page 85: Jalan RAYA

85