IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama •...

29
107 IV RENCANA IMPLEMENTASI 4.1. Rencana Implementasi Dari hasil analisis yang dilakukan di Bab 3, penulis mencoba menyusun rencana implementasi. Rencana implementasi tersebut mencakup penerapan CPFR pada Chevron Indonesia Company. Langkah penerapan terdiri dari lima langkah, yaitu: 1. Evaluasi kondisi saat ini 2. Tentukan ruang lingkup dan sasaran 3. Persiapan untuk kolaborasi 4. Pelaksanaan 5. Evaluasi hasil dan menentukan langkah berikutnya Untuk penjabaran lebih lanjut mengenai rencana implentasi CPFR tersebut dapat melihat Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1. Road Map penerapan CPFR Urutan Aktivitas Keterangan Penilaian keberhasilan Memberikan penjelasan tentang keuntungan CPFR (meningkatkan akurasi forecast, penurunan jumlah inventory Mempelajari sistem yang sudah ada Harapan perusahaan terhadap penerapan CPFR Pengaruhnya terhadap organisasi Ruang lingkup CPFR Langkah 1 Evaluasi kondisi saat ini Apakah pemasok dapat dipercaya Apakah pemasok memiliki komitmen dan sumber daya untuk menerapkan CPFR Apakah pemasok memiliki pengalaman sebelumnya dengan CPFR Semua aspek diidentifikasi dengan jelas sehingga nantinya terlihat keuntungan yang didapat dari CPFR Pemasok lebih fleksibel dalam menentukan dimana nantinya CPFR dilakukan Langkah 2 Tentukan ruang lingkup dan sasaran Komitmen dari pemasok Menentukan tugas dan tanggung jawab dari masing masing pihak Pemilihan barang stok yang akan di Semua pihak yang terlibat mengerti tugas dan tanggung jawab dalam penerapan CPFR simulasikan CPFR Penentuan lokasi kegiatan (gudang dan pertemuan) Membuat metrik KPI Jenis barang dan lokasi untuk kolaborasi telah ditentukan dan pelaksana kegiatan telah mengetahuinya Metrik target untuk tingkat akurasi forcast,

Transcript of IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama •...

Page 1: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

107

IV RENCANA IMPLEMENTASI

4.1. Rencana Implementasi

Dari hasil analisis yang dilakukan di Bab 3, penulis mencoba menyusun rencana

implementasi. Rencana implementasi tersebut mencakup penerapan CPFR pada

Chevron Indonesia Company. Langkah penerapan terdiri dari lima langkah, yaitu:

1. Evaluasi kondisi saat ini

2. Tentukan ruang lingkup dan sasaran

3. Persiapan untuk kolaborasi

4. Pelaksanaan

5. Evaluasi hasil dan menentukan langkah berikutnya

Untuk penjabaran lebih lanjut mengenai rencana implentasi CPFR tersebut dapat

melihat Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Road Map penerapan CPFR

Urutan Aktivitas Keterangan Penilaian keberhasilan

• Memberikan penjelasan tentang keuntungan CPFR (meningkatkan akurasi forecast, penurunan jumlah inventory

• Mempelajari sistem yang sudah ada • Harapan perusahaan terhadap penerapan

CPFR • Pengaruhnya terhadap organisasi • Ruang lingkup CPFR

Langkah 1

Evaluasi kondisi saat

ini

• Apakah pemasok dapat dipercaya • Apakah pemasok memiliki komitmen dan

sumber daya untuk menerapkan CPFR • Apakah pemasok memiliki pengalaman

sebelumnya dengan CPFR

• Semua aspek diidentifikasi dengan jelas sehingga nantinya terlihat keuntungan yang didapat dari CPFR

• Pemasok lebih fleksibel dalam menentukan dimana nantinya CPFR dilakukan

Langkah 2

Tentukan ruang

lingkup dan sasaran

• Komitmen dari pemasok • Menentukan tugas dan tanggung jawab dari

masing masing pihak • Pemilihan barang stok yang akan di

Semua pihak yang terlibat mengerti tugas dan tanggung jawab dalam penerapan CPFR

simulasikan CPFR • Penentuan lokasi kegiatan (gudang dan

pertemuan) • Membuat metrik KPI

• Jenis barang dan lokasi untuk kolaborasi telah ditentukan dan pelaksana kegiatan telah mengetahuinya

• Metrik target untuk tingkat akurasi forcast,

Page 2: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

108

Tabel 4.1. Roadmap penerapan CPFR (lanjutan) Urutan Aktivitas Keterangan Penilaian keberhasilan

• pengurangan jumlah inventory dan stock out telah dibuat

• Kejelasan sumber data untuk Forecast

• Pemberian training CPFR dan penjadualan pertemuan pihak yang terkait

Langkah 3

Persiapan untuk

kolaborasi

• User, Inventory Control, Buyer dan pemasok sudah mendapatkan training

• Jumlah kebutuhan awal dan besarnya order telah serta lokasi pengiriman telah disetujui bersama

Langkah 4

Pelaksanaan • Kolaborasi Forecast • Kolaborasi dalam penggunaan teknologi • Koloborasi dalam review meeting

• Partisipasi semua pihak selama 4 kuartal (satu tahun)

• Semua masalah dan masukkan selama pertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama

• Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT )

• Hasil dari review

meeting di laksanakan (review forecast)

• Managemen CICO meriview hasil yang dicapai dalam penerapan CPFR

Langkah 5

Evaluasi hasil dan

menentukan langkah

berikutnya

• Evaluasi KPI metrik • Evaluasi bisnis proses dalam hal forecasting • Evaluasi teknologi yang dipakai (JDE dan

ARIBA) • Penentuan langkah berikutnya, tetap

melaksanakan CPFR atau tidak

• Semua pihak yang terlibat menghadiri review meeting

• Manajemen IBU menyetujui langkah berikutnya yang dilakukan.

• Hasil dari semua kegiatan CPFR dibuat reportnya dan disosialisasikan ke semua pihak.

• Senior manajer memberikan rekomendasi untuk langkah berikutnya.

Page 3: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

109

Dari hasil analisis solusi pada bab tiga, maka penulis mencoba menyusun rencana

implementasi dengan mengkaji kesiapan CICO dan pemasok untuk beralih dari

kondisi yang ada saat ini ke kondisi sesuai dengan solusi. Penulis mencoba mengkaji

kesiapan dari masing-masing pihak, dalam hal ini user, Procurement dan pemasok

untuk menerapkan solusi.

Tabel 4.2. Keadaan User, Procurement dan pemasok

User Procurement Pemasok

Sumber Daya ManusiaMasih perlu pengkajian ulang, terutama untuk

pemasok lokal.

Infrastruktur ITMasih perlu pengkajian

mengenai tingkat keamanan jaringan

Sistem yang dipakai saat ini

Tahap awal pengenalan sistem JDE dan ARIBA

Forecasting

Masih perlu pengkajian berkaitan dengan

kemampuan forecasting

Memerlukan jadual pertemuan yang tepat karena kesibukan di

lapangan

Siap untuk melakukan kolaborasi

Masih perlu pengkajian berkaitan dengan kemampuan SDM

Networking

Meningkatkan informasi mengenai barang-barang yang dipakai (baik informasi manual dari perusahaan-perusahaan

atau pemasok) sehingga memiliki alternatif-alternatif

barang

Peningkatan hubungan dengan pemasok nasional

dan internasional, serta pihak manufaktur untuk

mendapatkan harga yang lebih baik dan kinerja yang

terjamin

Pemasok rata-rata pemain lama yang

memiliki jaringan luas dan ada juga agen

tunggal

Kesiapan Gudang -

Perlu pengkajian dalam hal kapasitas gudang. Tetapi

secara umum siap menerapkan sistem baru

Masih perlu pengkajian ulang.

Dalam tahap pemantapan sistem baru, karena baru mengimplementasikan JDE dan ARIBA

Perlu adanya pengenalan metode forecasting dan bagaimana membuat forecasting

Koordinasi

Mekanisme koordinasi yang belum berjalan efektif. Information sharing belum maksimal

Aspek Keadaan/ Kesiapan

SDM dengan rata-rata lulusan S1, masih muda, maka CICO siap menerapkan CPFR. Tetapi mungkin untuk pihak

procurement masih perlu penjelasan pembagian tugas dan wewenang.

Infrastruktur IT yang mendukung CPRF yaitu akses internet tanpa batas dengan kecepatan tinggi dengan jaringan yang

aman

Dari tabel di atas, aspek yang harus ditingkatkan oleh User dan procurement adalah

forecasting, koordinasi dan kinerja, networking.

Page 4: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

110

Untuk menerapkan langkah-langkah kolaborasi CPFR di atas, penulis

memperkirakan kebutuhan waktu sekitar 3 sampai 4 tahun untuk dapat berjalan

dengan lancar. Diagram waktu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1 Waktu pelaksanaan kolaborasi

Pada tahap awal persiapan, diperlukan waktu dua tahun untuk CICO dan Pemasok

untuk melakukan langkah pertama, kedua dan ketiga. Beberapa hal yang perlu

dipersiapkan antara lain bentuk kerja sama, mempersiapkan infrastruktur dan sistem

IT, kebijakan pendukung dan sumber daya manusia (Langkah 1,2,3).

Kemudian tahap kedua adalah langkah keempat, yaitu penerapan tahan awal dari

CPFR. Pada tahap ini, CPFR mulai dilaksanakan. Semua pihak bekerja dan

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan CPFR. Penerapan tahap awal

membutuhkan waktu lebih kurang satu tahun.

Tahap akhir adalah langkah kelima, yaitu koreksi dan pemantapan. Pada tahap ini,

apabila ada permasalahan dalam tahap awal penerapan akan dibahas disini. Semua

persoalan akan dicari jalan keluarnya. Apabila semua persoalan dapat diatasi, maka

proses pemantapan pelaksanaan CPFR dilaksanakan.

Langkah 1,2,3 Persiapan SDM, Infrastruktur IT dan Sistem IT,serta kebijakan pendukung (CICO dan Pemasok)

Langkah 4 Penerapan tahan awal

CPFR

Langkah 5 Koreksi dan pemantapan

CPFR

1 2 3 4Tahun

Kegiatan

Page 5: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

111

Tabel 4.3. Langkah Penerapan

No Masalah Solusi Langkah Penerapan a. Pembuatan SOP 1. Tentukan tujuan atau alasan dalam

membuat forecast

2. Kumpulkan dan analisis data masa lalu

3. Tentukan Forecast model yang cocok 4. Evaluasi faktor internal 5. Evaluasi faktor eksternal

b. Training 1.) Memberikan training forecasting ke inventory control, User, dan pemasok serta pihak-pihak yang berkepentingan

2.) Evaluasi periodik untuk kegiatan forecasting yang dilakukan oleh Inventory control

c. Pemanfaatan Teknologi

1.) Menambahkan sistem forecasting kedalam sistem yang telah ada. Sistem dapat berupa excel yang membantu inventory control untuk menentukan nilai ROP,ROQ dan SS

2.) Sosialisasi sistem forecasting ke User, Inventory Control, Procurement, pemasok sehingga semua pihak dapat menggunakan, memonitor dan membantu jalannya forecasting

d. Mekanisme koordinasi

1.) Pembuatan form baru yang lebih rinci untuk usage plan. Form baru tersebut lebih terperinci dalam hal waktu penggunaan dan jumlah penggunaan.

2.) Mengadakan review meeting secara teratur per kuartal antara inventory control dengan user

3.) Review meeting dapat dilakukan di lapangan untuk menghemat waktu user dan mendapatkan informasi yang lebih akurat

1

Tingkat akurasi Foecasting

a. Melakukan seleksi pemasok

Kriteria yang harus dipenuhi oleh pemasok

a. Kemampuan untuk berbagi informasi

b. Kontrak yang fleksible c. Keinginan untuk berbagi informasi

2

Koordinasi d. Kesiapan untuk melakukan

kerjasama untuk CPFR

b. Pembuatan kontrak Menggunakan mekanisme kontrak yang baru, dimana mengatur:

• Pembelian minimum • Kolaborasi Estimasi nilai kontrak

antara user, inventory control dan pemasok

• Mekanisme penyesuaian harga

Page 6: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

112

Tabel 4.3. Langkah Penerapan (lanjutan)

No Masalah Solusi Langkah Penerapan c. Order management a.) Melengkapi informasi barang di

katalog sehingga mempercepat proses pengorderan barang

b.) Standarisasi pengkodean barang yang dapat diterima semua sistem

c.) Pemberian akses ke katalog bagi pemasok untuk pengecekan kode dan informasi barang

d.) Pemberian akses ke inventory bagi pemasok untuk melihat kondisi stok di gudang

d. Bekerjasama dalam perencanaan kerja

a.) Membuat rencana kerja antara inventory control dengan pemasok untuk proses pengisian ulang stok

b.) Membuat Key Performance Indicator (KPI) antara pemasok dengan procurement berupa Service Level (SL)

c.) Secara berkelanjutan berkerjasama antara user, inventory control dan pemasok untuk mengurangi lead time, jumlah inventory, dan meningkatkan kualitas pelayanan

e. Pengembangan kerjasama

a.) Peningkatan kepercayaan CICO terhadap pemasok dengan cara bertemu muka, mengunjungi pemasok, mengaudit kinerja pemasok.

b.) Memberikan rasa aman kepada pemasok dengan cara pembayaran tepat waktu,

2

Koordinasi

c.) Membicarakan semua persoalan yang berkaitan dengan supply chain secara terbuka dan adil

4.2. Kebutuhan Sumber Daya

Sumber daya yang perlu dipersiapkan dalam penerapan CPFR adalah

1. Sumber daya manusia.

Sumber daya manusia disini meliputi pegawai untuk User, Inventory Control,

dan Procurement. Untuk jumlah pegawai, penulis melihat tidak perlu

penambahan pegawai baru. Dengan jumlah pegawai yang ada, penulis

mengusulkan adanya pembagian kerja yang lebih jelas. Sabagian tugas

Inventory Control akan dibantu oleh pemasok dalam hal forecast dan

replenishment (lihat Tabel 4.3).

Page 7: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

113

2. Infrastruktur Information Technology (IT).

Untuk infrastruktur IT, CICO telah memiliki pondasi yang kuat.

Permasalahannya ada pada pemasok. Kesiapan pemasok dalam hal

infrastruktur perlu dipersiapkan lebih matang.

3. Sistem IT

Untuk pelaksanaan CPFR, penulis menilai bahwa sistem JDE dan ARIBA

bisa dipakai dalam penerapan CPFR di internal CICO. Sedangkan untuk

pemasok, perlu adanya sistem yang dapat berhubungan dengan sistem JDE

dan ARIBA sehingga pertukaran informasi dapat dilakukan.

4. Kebijakan dan Peraturan

Kebijakan dan peraturan mengenai inventory management perlu di review

kembali. Terutama menyangkut masalah hubungan dengan pemasok. Karena

pada sistem CPFR, pemasok akan terlibat lebih banyak dalam hal

perencanaan, forecast, dan replenishment.

5. Keuangan

Untuk masalaha keuangan, pada tahap awal lebih kepada pemberian training

ke pihak terkait. Selain itu, dari sisi pemasok persiapan infrastruktur dan

sistem IT juga memerlukan dana yang tidak sedikit. Pada tahap awal,

kebutuhan dana mungkin belum begitu besar. Tetapi pada saat proses

perubahan sistem, biasanya kebutuhan dana yang tidak terduga dapat terjadi.

Semua pihak harus bisa meminimalisasi kebutuhan yang tidak terduga

dengan cara perencanaan yang matang.

Page 8: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

114

Tabel 4.4. Kebutuhan sumber daya No Aspek Rencana implementasi Kebutuhan sumber daya

1 Persiapan • Pemisahan order/procurement proses untuk kebutuhan rutin dan kebutuhan untuk proyek.

• Kebutuhan rutin harus di cover dengan Blanked Order Contract.

• Adanya komitment dari manajemen IBU untuk melakukan CPFR

• Training untuk Inventory Control, User dan pemasok

• Keterlibatan pemasok ditingkatkan untuk mewujudkan komitmen pemasok dalam mendukung visi dan misi CICO.

• Penjelasan ke semua pihak mengenai tanggung jawab dalam melaksanakan CPFR

• Human resource dari CICO (user, inventory control, procurement) dan pemasok.

• Infrastruktur IT dan sistem IT

2. Penerapan tahan awal CPFR

• Forecasting melibatkan semua pihak seperti user, inventory control, procurement dan pemasok

• Proses pemilihan pemasok berdasarkan kinerja yang terbaik

• Human resource dari CICO (user, inventory control, procurement) dan pemasok.

• Infrastruktur IT dan sistem IT

3. Koreksi dan pemantapan CPFR

• Koreksi dari semua kegiatan CPFR • Pemecahan setiap permasalahan

yang dihadapi selama

• Human resource dari CICO (user, inventory control, procurement) dan pemasok.

• Infrastruktur IT dan sistem IT

Untuk kesuksesan CPFR ini diterapkan di CICO dan pemasoknya, maka diperlukan

kerja sama semua pihak. Kedisiplinan dalam melakukan tanggung jawab, seperti

review meeting, kepercayaan terhadap rekan kerja, komitmen yang kuat, dan usaha

untuk perbaikan terus-menerus harus terus dilakukan oleh semua pihak.

4.3. Manajemen Risiko

Dari penjelasan solusi bisnis dan rencana implementasi, penulis mencoba melakukan

analisis manajemen risiko terhadap solusi yang diambil. Untuk sasaran dan risiko

yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Page 9: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

115

Tabel 4.5. Tabel Sasaran dan Risiko

No Sasaran Risiko 1 Keuangan o Kurangnya dana untuk pelaksanaan Program

CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.

o Tidak tersedianya dana untuk pelaksanaan program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.

2 Information Technology o Adanya kerusakan dalam hal infrastruktur IT 3 Supply o Ketidaksiapan pemasok untuk memenuhi

permintaan/order. 4 SDM o Koordinasi karyawan dalam inventory

management tidak berjalan lancar o Motivasi karyawan turun

5 External Environment o Regulasi yang tidak memihak o Kondisi politik dan sosial yang tidak stabil

Penetapan Level Risiko 4 Tingkat

Risiko EkstrimE

Risiko TinggiT

Risiko ModeratM

Risiko RendahR

Level Risiko = diukur dari kemungkinan dan akibat Gambar 4.2. Level Risiko 4 Tingkat

Kriteria Kuantitatif dan Kualitatif dari Akibat

Tabel 4.6. Kriteria Kuantitatif dan Kualitatif dari akibat Rating Akibat Kualitatif (% deviasi atas target) Kualitatif 1. Tidak Berat s.d 5% CPFR masih bisa dilakukan 2. Agak Berat > 5% s.d 10% Information sharing masih

belum berjalan dengan baik 3. Berat > 10% s.d 15% Kualitas pelayanan menurun 4. Sangat Berat > 15% s.d 20% Penerapan CPFR terhambat 5. Malapetaka > 20% Kegiatan operasional

Perusahaan terhenti

Page 10: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

116

Kriteria Kuantitatif Kemungkinan

Tabel 4.7. Kriteria Kuantitatif kemungkinan

Rating kemungkinan I Sangat besar > 80% II Besar > 60% s.d 80% III Sedang > 40% s.d 60% IV Kecil > 20% s.d 40% V Sangat Kecil s.d 20%

Kriteria Kualitatif Kemungkinan

Tabel 4.8. Kriteria Kualitatif kemungkinan Rating Kemungkinan

I Sangat Besar Dipastikan sangat mungkin terjadi

II Besar Kemungkinan besar dapat terjadi

III Sedang Sama kemungkinannya antara terjadi atau tidak terjadi

IV Kecil Kemungkinan kecil dapat terjadi

V Sangat kecil Dipastikan sangat tidak mungkin terjadi

Matriks Analisis Risiko untuk Menentukan Level Risiko

Tabel 4.9. Matriks Analisis Risiko dan Level Risiko Rating Akibat Rating Kemungkinan

Tidak berat

1

Agak Berat

2

Berat

3

Sangat Berat

4

Malapetaka

5

I. Sangat Besar T T E E E

II. Besar M T T E E

III. Sedang R M T E E

IV. Kecil R R M T E

V. Sangat Kecil R R M T T

Penggabungan dari hasil Risk Assessment dan Matriks Probabilitas – Dampak akan

menghasilkan tingkatan atau level dari risiko yang masing-masing risiko tersebut

akan diberikan penanganan yang berbeda sesuai tingkatan dan prioritasnya.

Page 11: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

117

Tabel 4.10. Tabel Risiko dan Prioritas Risiko No

Peristiwa Akibat Kemungkinan

Faktor positif yang

ada

Rating Akibat

Rating Kemungkinan

Level Risiko

Prioritas

1 Kurangnya dana untuk pelaksanaan Program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.

Program berjalan tidak lancar

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Pinjaman 4 III E 2

2 Tidak tersedianya dana untuk pelaksanaan program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.

Program terhenti

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Pinjaman 4 III E 4

3 Adanya kerusakan dalam hal infrastruktur IT

Penurunan Kualitas Pelayanan

Kemungkinan kecil dapat terjadi

Asuransi 3 IV M 2

4 Ketidaksiapan pemasok untuk memenuhi permintaan/order

Penurunan Kualitas Pelayanan

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Alternatif pemasok dan barang

4 II E 2

5 Koordinasi karyawan dalam inventory management tidak berjalan lancar

Penurunan Kualitas Pelayanan

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Pelatihan dan kebijakan

3 III T 1

6 Motivasi karyawan turun

Penurunan Kualitas Pelayanan

Kemungkinan kecil dapat terjadi

Kebijakan reward dan punishment

2 V R 3

7 Regulasi yang tidak memihak

Tidak kompetitif

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Mulai tercipta iklim usaha yang baik

3 IV M 4

8 Kondisi politik dan sosial yang tidak stabil

Program berjalan tidak lancar

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Kondisi saat ini yang stabil

3 III T 4

Penanganan dari masing-masing risiko tergantung dari jenis risikonya sendiri yang

bisa dikelompokkan menjadi berikut:

1. Risiko yang bisa dihindari

2. Risiko yang bisa dikurangi kemungkinannya

3. Risiko yang bisa dikurangi akibatnya

4. Risiko yang bisa dipindahkan

Page 12: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

118

Tabel 4.11. Opsi keputusan dan Penanganan Risiko Risiko No

Peristiwa Akibat Kemungkinan Opsi yang

dipilih Penanganan

1 Kurangnya dana untuk pelaksanaan Program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.

Program berjalan tidak lancar

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Dihindari Negosiasi dengan

manajemen

2 Tidak tersedianya dana untuk pelaksanaan program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.

Program terhenti Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Dihindari Negosiasi dengan

manajemen

3 Adanya kerusakan dalam hal infrastruktur IT

Penurunan Kualitas Pelayanan

Kemungkinan kecil dapat terjadi

Dikurangi akibat

Asuransi

4 Ketidaksiapan pemasok untuk memenuhi permintaan/order

Penurunan Kualitas Pelayanan

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Dihindari Penyeleksian pemasok yang lebih ketat dan

menjalin kerjasama yang

lebih baik 5 Koordinasi karyawan

dalam inventory management tidak berjalan lancar

Penurunan Kualitas Pelayanan

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Dihindari Pendekatan persuasif,

pelatihan dan kebijakan

6 Motivasi karyawan turun

Penurunan Kualitas Pelayanan

Kemungkinan kecil dapat terjadi

Dikurangi akibatnya

Menciptakan lingkungan

kerja yang baik

7 Regulasi yang tidak memihak

Tidak kompetitif

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Dikurangi akibatnya

Hubungan yang baik dengan

pemerintah dan pembuat regulasi

8 Kondisi politik dan sosial yang tidak stabil

Program berjalan tidak lancar

Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi

Dikurangi akibatnya

Penyusunan langkah-langkah antisipasi terkait

kondisi sosial dan politik

4.4. Usulan untuk riset berikutnya

Pada proyek akhir ini, penulis melihat masih banyak objek permasalahan dalam

inventory management yang bisa diangkat untuk dijadikan usulan riset selanjutnya.

Objek permasalahan tersebut di antaranya:

a. Benefit Cost analysis untuk CPFR dan VMI.

Pada proyek akhir ini penulis tidak mengkaji berapa dana yang dibutuhkan

untuk penerapan CPFR atau VMI. Riset selanjutnya dapat lebih fokus pada

kajian Benefit Cost analysis untuk penerapan CPFR dan VMI. Biaya terjadi

Page 13: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

119

pada awal persiapan (seperti pemberian training, persiapan sistem IT dan

infrastrukturnya dan lain-lain), pada tahap implementasi (yaitu biaya Change

management) dan juga pada tahap akhir pemantapan dan koreksi sistem. Dari

benefit cost analysis ini CICO akan dapat membandingkan biaya antara

sistem yang dijalankan sekarang dengan biaya penerapan sistem baru (CPFR

atau VMI). Informasi perbandingan biaya ini menjadi dasar keputusan bagi

CICO untuk memilih mekanisme koordinasi mana yang dapat diterapkan.

b. Kajian mengenai kesiapan infrastruktur Information Technology (IT) dan

transpotasi dalam penerapan CPFR dan VMI.

Untuk menerapkan CPFR dan VMI diperlukan dukungan dari pihak-pihak

terkait, diantaranya adalah infrastruktur IT dan transportasi. Infrastruktur IT

akan menjadi back bone dalam CPFR dan VMI. Apabila infrastruktur IT

tidak kuat, maka akan menggangu kelancaran dari pelaksanaan CPFR dan

VMI. Infrastruktur disini bagi dari pihak CICO maupun dari pihak pemasok.

Selain itu juga masalah trasnportasi pengiriman barang dari pemasok ke

warehouse CICO. Keterbatasan transportasi di lingkungan CICO harus dikaji

lebih lanjut karena apabila CPFR dan VMI dilaksanakan, maka transportasi

harus siap setiap saat untuk mengirim barang ke warehouse. Pemilihan alat

transportasi yang tepat membuat pelaksanaan CPFR dan VMI lebih maksimal.

c. Kajian mengenai penerapan CPFR dan VMI untuk jenis barang stok yang

tidak kritikal item dan barang non stok.

Pada proyek akhir ini, penulis hanya membahas mengenai penerapan CPFR

dan VMI untuk barang-barang stok yang kritikal. Riset selanjutnya bisa

melihat kemungkinan penerapan CPFR dan VMI untuk barang stok yang non

kritikal dan barang non stok. Apabila CPFR dan VMI bisa diterapkan pada

kedua jenis barang tersebut, maka CICO akan mendapat lebih banyak

keuntungan terutama dari penurunan biaya procurement dan jumlah inventory.

d. Rasionalisasi Inventory.

Dari pengamatan proyek akhir ini penulis melihat adanya penumpukan

barang di gudang untuk barang-barang yang tidak lagi dipakai oleh CICO.

Riset selanjutnya dalam membahas mengenai langkah apa yang dapat

Page 14: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

120

dilakukan oleh CICO untuk rasionalisasi inventory yang menumpuk tersebut.

Apakah mekanime penghapusan/write-off hanya satu-satunya cara untuk

mengurangi inventory yang berlebih tersebut atau ada cara lain.

e. Periodic review

Penulis juga melihat adanya potensi untuk melakukan Periodic review untuk

baran-barang stok. Tetapi perlu pengkajian lebih lanjut mengenai lamanya

periode review, jenis barang yang bisa diterapkan, perjanjian atau kerjasama

dengan pemasok, kesiapan pihak warehouse dalam hal mengupdate

informasi level inventory serta kesiapan pemasok untuk mengirim barang

dengan jumlah yang tidak sama (sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai

level maksimum dari inventory).

Akhir kata, penulis berharap apa yang dibahas pada proyek akhir ini dapat menjadi

masukkan bagi Chevron Indonesia Company (CICO) untuk mengatasi permasalahan

yang ada di Inventory Management. Hubungan bisnis yang baik dan akan bertahan

lama apabila dilandasi dengan saling percaya, komitmen yang kuat dari masing-

masing pihak, dan usaha untuk mendukung kesuksesan kerjasama tersebut.

Page 15: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

121

DAFTAR PUSTAKA

• Arshinder, Arun, Kanda & S.G. Deshmukh, 2006, ”A Coordination-Based

Perspective on The Procurement Process in The Supply Chain”, International

Journal Value Chain Management, Vol.1, No.2. pp.117-138.

• BPMIGAS 2004, Peraturan 007/PTK/VI/2004 Tentang Pengelolaan Rantai

Suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama, Dikutip 1 Februari, 2007 dari

http://www.bpmigas.com/SOP-007-PTK-VI-2004.asp

• Chopra, Sunil & Meindl, Peter, 2005, Supply Chain Management, Second

Edition, Parson Prentice Hall.

• Simchi-Levi, David, Kaminsky, Philip & Simchi-levi, Edith, 2003, Designing

& Managing The Supply Chain, Second Edition, McGraw Hill.

• Chevron, Dec 2006, Business Process Procedure (BPP) for Procurement

IndoAsia.

• Unocal Indonesia Oil & Gas, 2005, Inventory Control Procedure.

• Chevron Fact Sheet, 2007, Dikutip 30 Maret, 2007 dari

Http://www.chevron.com/operations/docs/indonesia.pdf

• Henry, C.Co, CPFR Guideline, Dikutip 27 April, 2007 dari

Http://www.cpfr.org/Guidelines.html

Page 16: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

125

1. Koordinasi dalam Supply Chain Koordinasi dapat didefinisikan yaitu mengatur ketergantungan atau kegiatan dalam

bekerja sama. Definisi tersebut tidak unik untuk definisi dalam Supply Chain, tetapi

pandangan yang berbeda tentang hal tersebut di utarakan oleh beberapa penulis,

seperti pada Tabel 1

Penekanan lebih kepada bagaimana mencapai koordinasi di Supply Chain dari pada

mendefinisikannya di dalam konteks Supply Chain. Definisi yang bisa diterima

adalah koordinasi antara anggota Supply Chain dapat dicapai ketika mereka

bekerjasama untuk mengoptimalisasi dan mengontrol kinerja bersama di dalam

pembuatan, distribusi, dan mendukung untuk produk akhir. Ada dua parameter yang

dibutuhkan untuk koordinasi ini adalah kolaborasi dan pembagian informasi dengan

dukungan dari teknologi informasi. Dua parameter ini berada pada bidang yang

berbeda, dimana kolaborasi (menggabungkan beberapa rencana dari kegiatan

promosi dan bekerjasama dalam menyamakan perkiraan untuk menentukan proses

produksi dan penggantian) adalah lebih kepada proses interaksi / sosial dan

pembagian informasi adalah proses teknologi.

Tabel 1. Definisi Koordinasi Perspektif Penulis (Tahun) Definisi Keterangan

Goal Sharing NSF-IRIS (1989) Usaha dari semua pihak dalam menentukan

tujuan bersama Koordinasi

Logistic

Alliance Bowersox (1990)

Kerjasama di bidang logistic, dimana

memberikan kesempatan untuk meningkatkan

customer service dan pada saat yang sama

juga menurunkan biaya distribusi dan

operasional.

Koordinasi di

operasional

logistik

Dependency Malone and

Crowston (1994) Mengatur keterkaitan / kerjasama antara pihak Teori koordinasi

Sharing

resources and

rewards

Narus and

Anderson (1996)

Kerjasama antar perusahaan yang saling

berhubungan untuk berbagi sumber daya dan

kemampuan untuk memenuhi permintaan

yang tidak biasanya dari konsumen

Kooridinasi

dengan

kerjasama

Page 17: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

126

Tabel 1. Definisi Koordinasi (lanjutan)

Sharing data

and behavior

aspect

Ramdas and

Spekman (2000)

Kemampuan pemasok untuk berkerjasama

dengan kantor pusat dari organisasi dan

keinginannya untuk berbagi data terkait dengan

cost structure dan penjadwalan logistic. Ini

berhubungan dengan integritas dari pemasok

kepercayaan, keinginan untuk membantu dalam

mengurangi biaya, dan sejalan dengan

manajemen pusat serta mendukung customer

service. It manifests itself in attitude that relate

Koordinasi

dengan

kolaburasi dan

pembagian

informasi

Joint decision-

making

Larsen et al.

(2003)

Ada dua atau lebih pihak dalam Supply chain

bergabung dalam perencanaan kegiatan promosi

dan bekerja dengan dasar forecast yang sama,

dimana kegiatan produksi dan penggantian

barang berpedoman kepadanya.

Koordinasi

dengan

kolaborasi

(Sumber: Arshinder dan Deshmukh, 2006, p.121)

Mekanisme koordinasi adalah cara atau proses yang dirancang untuk melakukan

koordinasi Ada beberapa mekanisme koordinasi yang digunakan dalam organisasi,

yaitu

Tabel 2. Mekanisme koordinasi Nomor Mekanisme koordinasi Definisi

CM1 Mutual adjustment Koordinasi dengan proses sederhana dari informal komunikasi

CM2

Direct supervision Koordinasi dengan memiliki satu orang yang mengeluarkan order

atau instruksi kepada beberapa orang lainnya yang bekerja di

bawahnya

CM3 Standardisation of plan Koordinasi melalui jadwal yang ada dimana kegiatan organisasi

itu dilakukan

CM4 Standardisation of work

processes

Koordinasi dengan menspesifikasikan proses kerja dari orang-

orang yang melakukan tugas yang saling berkaitan

CM5 Standardisation of output Koordinasi dengan hasil kerja yang spesifik

CM6 Standardisation of skill

and knowledge

Koordinasi kerja dengan jenis pelatihan yang telah didapat oleh

pekerja

CM7

Standardisation of norms Koordinasi dengan mengontrol norma dari kegiatan, biasanya

untuk semua organisasi, dimana pekerjaan setiap orang bertolak

pada satu keyakinan

(Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p.121)

Page 18: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

127

Berbagai macam konsep dan model analisis telah dikemukakan berkenaan dengan

koordinasi dari Supply Chain. Model konseptual seperti kolaborasi dari perencanaan,

peramalan dan isi ulang (Collaborative Planning Forecasting and Replenishment /

CPFR), Supply Chain Operations Reference (SCOR), dan Multiagent-based system

telah mendiskusikan kompleksitas dari supply chain dengan diikuti oleh

mengintegrasikan supply chain tersebut.

Ada beberapa isu dan mekanisme dari koordinasi yang berhubungan dengan

beberapa model analitis. Model-model ini membatasi untuk pemecahan masalah

koordinasi hanya pada satu aspek dari supply chain dan dibahas terpisah. Koordinasi

dapat dicapai dengan adanya kontrak yang meningkatkan profit dari supply chain dan

membagi resiko kepada rekanan dari supply chain. Koordinasi dengan kontrak dapat

dilakukan dengan pengusulan kontrak buy-back, kontrak bagi hasil, fleksibilitas dari

jumlah, dan kontrak jangka panjang. Koordinasi yang didapat dari kontrak akan

memberikan insentif kepada semua anggota dari supply chain dan meningkatkan

service level.

Kinerja dari supply chain dapat ditingkatkan ketika pihak-pihak yang terkait dapat

berbagi informasi yang berhubungan dengan permintaan, pesanan, inventory dan

POS data di antara mereka. Informasi permintaan yang tepat atau komitmen yang

kuat dari konsumen dapat membantu mengurangi biaya inventory dengan adanya

penawaran harga diskon dan informasi ini dapat berpengaruh pada lead time dan

inventory.

Dengan perkembangan teknologi informasi, seperti internet, EDI (Electronic Data

Interchange, ERP (Enterprise Resource Planning) dan e-business dapat membantu

perusahaan untuk berbagi produk, informasi dan keuangan, serta memanfaatkan

metode kolaborasi untuk mengoptimalisasikan supply chain operation. Dengan

teknologi ini maka kita bisa menangkap data dari penjualan (POS / Point of Sales)

dan menyediakan data yang real-time untuk semua pihak yang terkait dalam supply

chain. Dengan cara tersebut, maka pihak inventory dapat menggunakan informasi

aktual dari permintaan konsumen dalam melakukan prediksi ke depan dari pada data

pemesanan yang bervariasi dari pihak bawah.

Page 19: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

128

2. Kolaborasi di supply chain

Kolaborasi dalam management supply chain lebih kepada pertukaran informasi

antara pemasok dan pembeli serta termasuk taktikal pengambilan keputusan bersama

dalam hal kolaborasi perencanaan, perkiraan akan datang, distribusi dan design

produk. Kolaborasi dalam managemen supply chain di desain untuk mendukung

pertukaran informasi dan kolaborasi dalam perencanaan akan dapat mengurangi

informasi yang tidak sesuai dalam supply chain, dimana dapat menyebabkan

bullwhip effect serta kelebihan dari inventory.

Walaupun demikian dalam sebuah literatur disebutkan bahwa koordinasi

dapat meningkatkan kinerja supply chain, dan juga, tidak selalu menguntungkan

untuk mengkoordinasikan semua pihak yang terkait dalam supply chain. Biaya yang

tinggi pada mengabungkan sistem informasi organisasi dan pembagian informasi

dalam kondisi operasional organisasi yang berbeda dapat memberatkan beberapa

pihak dalam supply chain. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyelidiki kondisi

yang bagaimana kolaborasi dari supply chain dapat menguntungkan, sehingga tidak

menimbulkan biaya yang tinggi dalam supply chain dan juga menghindari adanya

informasi yang tidak tepat.

3. Procurement atau model manajemen Supply

Proses Procurement sudah lama di anggap sebagai kelemahan fungsi dari organisasi.

Ini di dukung dengan fakta bahwa 60% dari cost of good sold di peruntukkan untuk

proses Procurement (Sumber: Arshender, Arunkanda dan S.G. Deshkumkh, 2006, p

123), jadi ini merupakan potensial yang besar dalam hal pengurangan biaya. Jika

diatur dengan benar, maka proses ini akan membuat organisasi menjadi sukses.

a. Electronic Data Interchange (EDI)

Merupakan awal dari teknologi yang memulai pergerakan untuk menghubungkan

perusahaan. Defininya adalah spesifikasi khusus untuk pertukaran dokumen standar

bisnis seperti order pembelian, invoices dan tagihan melalui jaringan komputer. EDI

diterjemahkan menjadi hubungan langsung dari komputer ke komputer untuk

Page 20: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

129

mentransfer informasi (dapat melalui pihak ketiga) antar organisasi yang berbeda.

Keuntungan dari EDI adalah dapat mengurangi

• Error pada saat mengirim data

• Kegiatan administrasi

• Investasi di inventory

• EDI juga dapat meningkatkan fleksibilitas dalam merespon perubahan

yang cepat dari permintaan konsumen

b. Efficient Consumer Response (ECR)

ECR merupakan inisiatif untuk mengurangi perubahan dan ketidakpastian. Ide dari

ECR adalah penambahan dalam reenginering dalam proses manajemen order. Ini

juga termasuk pembagian data penjualan di antara pihak terkait dalam supply chain,

mempermudah dalam hal pergantian kembali, dalam perencanaan, perkenalan

produk, dan promosi melalui media teknologi serta proses bisnis.

Continuous Replenishment Process (CRP)

Data transaksi pembelian diteruskan dengan komputer ke pemasok sehingga

memperbolehkan mereka untuk melakukan penggantian dan melakukan just in time.

In CRP, penggantian produk bedasarkan data aktual dan perkiraan dari permintaan.

Dalam CRP, proses dimulai dengan menerima laporan keadaan stok harian melalui

repot EDI. Data ini dianalisis, evaluasi, diisi dan di proses untuk ramalan dan

proposal order. Tujuan dari sistem adalah mengurangi biaya dan memungkinkan

efisiensi dalam sistem respon terhadap konsumen dan menambah nilai ke konsumen.

c. Vendor-Managed Inventory (VMI)

Strategi supply chain ini dimana pemasok diberi tanggungjawab untuk mengatur

inventory dari perusahaan. Pemasok memiliki akses ke inventory pabrik dan

bertanggung jawab untuk mengeluarkan order permintaan. Pemasok mendapatkan

data elektronik (melalui internet atau EDI) yang menginformasikan seberapa banyak

inventory dari pabrik dan rate dari produksi. Keuntungan dari VMI adalah:

• Meningkatkan kemampuan suplai dari pabrik

Page 21: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

130

• Keterbukaan dalam inventory pabrik mempermudah dalam melakukan

peramalan

• Mengurangi biaya order

• Mengurangi biaya perencanaan dan order

• Secara keseluruhan dapat meningkatkan service level dengan memiliki

produk yang tepat pada waktu yang tepat pula.

d. Collaborative Planning, Forecasting and Replenishment (CPFR)

CPFR adalah model proses bisnis yang digunakan oleh mitra dari supply chain untuk

mengkoordinasikan rencana dalam hal mengurangi variasi antara suplai dan

permintaan. CPFR merupakan model bisnis dimana perusahaan dapat

mengoptimalkan kegiatan supply chain nya, seperti VMI, dengan memanfaatkan

internet dan EDI untuk mengurangi inventory dan biaya serta meningkatkan

pelayanan ke konsumen.

Tabel 3. Jenis koordinasi Koordinasi Performance

Measurement EDI ECR CRP VMI CPRF

Response time Lebih cepat Lebih cepat

Inventory Berkurang Berkurang Berkurang Berkurang

Cost Berkurang Berkurang

Flexibility Bertambah

Bullwhip effect Berkurang Berkurang Berkurang Berkurang

Order fulfillment rate Lebih baik Terbaik Terbaik

(Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p.130)

Dari beberapa alternatif di atas, maka penulis memutuskan untuk memilih

menerapkan Collaboration Planning Forecasting and Replenishment (CFPR) untuk

membantu Chevron Indonesia Company (CICO) dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi saat ini.

Salah satu model koordinasi adalah C Procurement model. C Procurement model

dapat dilihat pada gambar 3.2. Penjelasan dari C Procurement model adalah sebagai

berikut

Page 22: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

131

a. Pemilihan dan pengembangan pemasok

Pemilihan pemasok merupakan salah satu kunci keberhasilan dari inventory

management. Pemasok dengan kinerja yang baik dalam hal kualitas barang

yang sesuai permintaan, pengiriman tepat waktu, contract person yang jelas,

customer service yang siap membantu, kemampuan dan keinginan untuk

berbagi informasi, kontrak yang fleksibel serta kesiapan dalam bekerja sama

untuk membuat keputusan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi.

Karena kesiapan pemasok juga menentukan keberhasilan dalam penerapan

CPFR nantinya. Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka CPFR tidak

bisa berjalan dengan lancar.

b. Kontrak

Dengan adanya kontrak yang lebih baik, dimana menguntungkan bagi kedua

belah pihak, maka pelaksanaan CPFR dapat berjalan dengan baik. Dengan

adanya penerapan target-target bersama, seperti penurunan jumlah inventory,

maka kegiatan inventory control pun dapat dilakukan dengan lebih efektif

dan efisien. Terlebih lagi dengan adanya reward/penghargaan apabila target

tersebut tercapai. Selain itu, dengan adanya kontrak yang pasti dan mengikat,

maka pemasok pun dapat mempersiapkan diri untuk memenuhi kontrak

tersebut. Pemasok juga dapat melakukan koordinasi baik secara horizontal,

yaitu antar pemasok, dan secara vertikal, yaitu dengan manufaktur, sehingga

menjamin adanya ketersediaan barang.

c. Manjemen order

Dengan adanya internet dan sistem IT yang canggih, seperti ARIBA dan JDE

yang dimiliki CICO, maka manajemen order dapat dilakukan dengan waktu

lebih singkat dan juga penghematan biaya operasi. Selain itu juga, dengan

adanya sistem IT tersebut, maka tingkat kesalahan dapat diminimalisasi.

Koordinasi yang dilakukan user, baik secara horizontal dengan sesama user

maupun secara vertical dengan atasan, dapat berjalan lebih baik karena semua

pihak dapat mengakses sistem dan dapat memberikan masukkan/usul dan

perbaikan apabila ada kesalahan.

d. Bergabung dalam rencana kerja

Kegiatan sehari-hari dapat dikoordinasikan dengan kolaborasi dengan semua

pihak dalam supply chain dengan cara berbagi informasi. Salah satu

Page 23: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

132

kolaborasi yang dilakukan antara user, inventory control, procurement dan

pemasok adalah dalam bentuk CFPR. Semakin banyak pihak yang terlibat

dalam pembuatan forecast semakin banyak pula informasi yang didapat

berkaitan dengan estimasi kebutuhan. Forecast menjadi pedoman bagi

kegiatan-kegiatan lain, seperti kegiatan perawatan mesin, perbaikan fasilitas,

kegiatan projek dan lain-lain. Inventory dapat di rencananakan lebih efisien

dengan bantuan forecast. Adanya satu keputusan bersama dalam hal

pengisian ulang akan membuat lead time menjadi lebih pendek serta biaya

dapat dikurangi.

e. Pengembangan hubungan

Salah satu dampak dari kolaborasi dan pembagain informasi adalah

terjalinnya satu hubungan yang baik dengan semua pihak. Parameter utama

dari itu semua adalah kerjasama, komitmen, keinginan berkoordinasi,

pandangan yang sama dalam mencapai tujuan, kepercayaan dan tingkah laku.

Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai kemauan untuk menerima resiko

dari kegiatan dan percaya terhadap rekan kerja. Kepercayaan ini timbul

karena kredibiltas dari rekan kerja itu sendiri. Kredibilitas itu ditunjang oleh

kejujuran, kebajikan, keinginan membantu, rasa tanggung jawab, dan

kemampuan berkompetisi.

Page 24: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

133

Supplier Management

Supply Contracts

Order Management

Joint Operation Planning

Relationship Development

Coordination capability

Supplier selection

Willingness to coordinate

Type of contract

Contracts Information Sharing

Coordination Enablers

Horizontal Coordination With other supplier

Joint Decision-making

Information System

Profit achieved

Parameters mentioned in

contract

Traditional parameters

Parameter related to

coordination Mode of communication

Collaborative Forecasting

Collaborative replenishment

Point of sales

information

Sharing forecasted data and demand

Coordination enablers

Information sharing regarding inventory, capacity, production schedule, advance demand information

and design collaboration (3PL)

Trust

Commitment

Cooperation

Type of information

system

Information about of orders

Compatible information system to achieve vertical and

horizontal coordination

Sharing risks and rewards

Supplier Development

Design Collaboration

Providing assistance in improving the

supply performance

Coordination Procurement

Diagram

Gambar 1. C Procurement Model

(Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p. 134 )

4. Forecast

Di zaman yang penuh kompetisi dan berorientasi pada service sekarang ini, salah

satu kunci sukses yang utama adalah dapat menyediakan barang atau service

secepatnya dibandingkan dengan kompetitor.

Page 25: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

134

Jika kita ingin menyediakan barang sesuai dengan waktu yang diinginkan konsumen

maka kita juga harus memiliki prediksi mengenai kebutuhan akan barang tersebut

sehingga total lead time dapat dikurangi.

Prediksi atau proses forecasting merupakan dasar bagi stabilitas bisnis. Hal tersebut

menjadi blueprint dimana semua kegiatan mengacu kepadanya. Demand

Forecasting tidak bisa berdasarkan data penggunaan masa lalu saja. Karena data

penggunaan masa lalu tidak menampilkan adanya back order, dimana permintaan

konsumen tidak dapat terpenuhi.

Di dalam menyusun Forecast, sangatlah penting jika semua pihak yang terkait

mengetahui tujuan dari forecast tersebut. Dengan begitu maka operating level dan

inventory dapat lebih optimal dalam prakteknya. Forecast tidak dibuat untuk

kepentingan politik atau membuat orang lain merasa nyaman. Forecast dibuat untuk

karena adanya kebutuhan untuk memprediksi sedekat mungkin dengan apa yang

akan terjadi kemudian hari. Dengan seperti itu maka keputusan manajemen dapat

tercipta.

Karakteristik dari Forecast adalah

1. Forecast selalu salah, dimana di dalamnya ada expected value dari forecast

dan juga pengukuran tingkat kesalahan dari forecast. Tingkat kesalahan dari

Forecast (ketidakpastian permintaan) harus menjadi salah satu dasar dalam

penentuan keputusan. Estimasi dari ketidakpastian permintaan terkadang

tidak dimasukkan dalam perhitungan forecast, dimana pada akhirnya

menghasilkan estimasi yang berbeda-beda pada setiap bagian dari supply

chain dan itu bukan merupakan kolaboratif forecast.

2. Forecast jangka panjang kurang akurat dibandingkan forecast jangka pendek.

Forecast jangka panjang memiliki Standar deviasi dari kesalahan yang lebih

besar dibandingkan jangka pendek.

3. Aggregate Forecast biasanya lebih akurat dibandingkan disaggregate

forecast dimana aggregate forecast memiliki standar deviasi yang relative

lebih kecil. Semakin tinggi tingkatan aggregation, semakin akurat forecast

nya.

Page 26: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

135

4. Secara umum, semakin panjang rantai dari supply chain sebuah perusahaan

(semakin jauh dari konsumen) semakin besar distorsi dari informasi yang

didapat. Sebagai contoh adalah bullwhip effect dimana variasi dari order akan

semakin bervariasi ketika order semakin jauh dari konsumen akhir.

Akibatnya, semakin panjang rantai dari supply chain sebuah perusahaan,

semakin tinggi tingkat kesalahan dari forecast. Koraborasi dari forecasting

berdasarkan penjualan ke konsumen akhir dapat membantu supply chain dari

perusahaan untuk mengurangi tingkat kesalahan forecast.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan forecast dari permintaan adalah

• Data permintaan sebelumnya

• Lead time dari produk

• Rencana kerja

• Keadaan ekonomi

Metode forecasting dapat dikelompok menjadi empat jenis, yaitu

1. Kualitatif

Metode kualitatif forecasting sangat subjektif dan didasari oleh penilaian

manusia. Metode ini sangat tepat ketika data masa lalu yang tersedia sangat

sedikit atau adanya informasi bahwa ada hal yang kritial dalam forecasting.

2. Time series

Metode ini menggunakan data masa lalu untuk membuat forecast. Ini semua

berdasarkan asumsi bahwa data permintaan masa lalu merupakan indikator

yang baik untuk demand akan datang. Metode ini tepat ketika suatu pola

permintaan tidak berbeda jauh dari tahun ketahun. Metode ini merupakan

metode yang paling sederhana untuk diimplementasikan dan dapat menjadi

dasar dalam memulai perhitungan forecast.

3. Kausal

Metode kausal forecasting mengasumsikan forecast dari permintaan

berhubugan erat dengan beberapa faktor di lingkungannya. Metode ini

mencari korelasi antara pemintaan dan faktor dari kondisi lingkungan dan

mengestimasikan faktor-faktor lingkungan tersebut ke dalam forecast dari

permintaan akan datang.

Page 27: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

136

4. Simulasi

Metode ini menggambarkan pilihan dari konsumen yang dapat meningkatkan

permintaan dikemudian hari. Dengan metode ini dapat mengkombinasikan

metode time series dengan kausal.

Penyebab kesalahan dalam Forecast

1. Usaha dari satu orang saja

Proses Forecasting dilakukan berdasarkan pengumpulan data dari banyak

sumber. Karena semakin banyak pihak yang terlibat dan berkomitmen maka

semakin baik pula proses forecasting nya.

2. Target / harapan yang tidak realistik

Terkadang pihak manajemen memberikan target / harapan yang tidak realistik

dalam proses forecasting. Satu hal yang perlu diingat adalah Forecast tidak

akan pernah benar. Variasi dari forecast selalu terjadi. Satu hal yang penting

adalah selalu mencoba meningkatkan tingkat akurasi dari forecast.

3. Adanya perkiraan kedua.

Sering terjadi Forecast yang telah di ada kemudian disesuaikan kembali oleh

pihak ketiga yang kemudian mengeluarkan forecast baru. Akibatnya ada dua

forecast yang dapat membingungkan bagi pihak lain forecast mana yang

harus dipakai sebagai dasar.

4. Konflik dari objektif.

Forecast mencoba memprediksi sedekat mungkin dengan kenyataan yang

akan terjadi kemudian hari, bukan untuk membuat sebahagian orang merasa

nyaman karenanya.

Page 28: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

139

PERJANJIAN HARGA (PRICE AGREEMENT)

A. TUJUAN

Tujuan pengadaan dengan Perjanjian Harga (Price Agreement) adalah untuk memudahkan dan mempercepat pengadaan barang dan jasa tertentu dengan cara mengadakan perjanjian harga untuk suatu jangka waktu tertentu dengan 1 (satu) Penyediaan Barang/Jasa.

B. DEFINISI Perjanjian Harga (Price Agreement) adalah perjanjian dengan 1 (satu) penyedia barang/jasa yang bertindak sebagai Agen Tunggal, yang dibuat berdasarkan harga satuan (unit price) barang/jasa yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk 1 (satu) kelompok barang/jasa yang bersifat spesifik, untuk suatu jangka waktu tertentu.

C. PERSYARATAN Perjanjian Harga (Price Agreement) dapat dilakukan bila memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: 1. Tersedianya Agen Tunggal yang dibuktikan dengan perjanjian keagenan

atau surat penunjukan dari pabrikan atau pihak yang diberi kewenangan oleh pabrikan dan sesuai ketentuan yang berlaku;

2. Barang/jasa bersifat spesifik; 3. Tersedianya daftar harga barang (Price list) yang dikeluarkan oleh

prinsipal yaitu pabrikan atau pihak yang diberi kewenangan oleh pabrikan.

D. TATA CARA

1. Kontraktor KKS menetapkan jenis barang/jasa yang akan diadakan dengan cara Perjanjian Harga (Price Agreement).

2. Penawaran a. dalam hal pengadaan barang Panitia/Pejabat Pengadaan mengundang

Agen Tunggal untuk mengajukan penawaran harga yang dilampiri dengan daftar harga (price list) yang dikeluarakan oleh prinsipal. Panitia/Pejabat Pengadaaan melakukan evaluasi kewajaran harga penawaran antara lain dengan melakukan perhitungan normalisasi dengan basis daftar harga dari principal.

b. Dalam hal pengadaan jasa, Panitai/Pejabat Pengadaan mengundang Penyedia Jasa Spesifik untuk mengajukan daftar harga jasa. Panitia/Pejabat Pengadaan melakukan evaluasi atas kewajaran harga yang ditawarkan antara lain dengan cara membandingkan dengan harga jasa sejenis di dalam maupun luar negeri.

3.Dilakukan negosiasi atas penawaran yang diajukan

E. PEMBUATAN PERJANJIAN 1. Harga satuan yang berlaku untuk perjanjian adalah harga berdasarkan

harga penawaran akhir dari Penyedia Barang/Jasa. 2. Harga satuan yang diperjanjikan berlaku selama masa perjanjian yang

ditetapkan sebelumnya. Apabila ada perubahan harga barang dari prinsipal dapat dilakukan penyesuaian atas harga yang diperjanjikan.

Page 29: IV RENCANA IMPLEMENTASI - · PDF filepertemuan/kolaborasi dicatat dan di review bersama • Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT ) • Hasil dari review meeting

140

3. Minimum order tidak ditetapkan dalam Perjanjian Harga (Price Agreement).

4. Di dalam perjanjian dicantumkan ketentuan tentang sanksi dan terminasi dini.

F. PELAKSANAAN KONTRAK

1. Permintaan untuk memasok barang atau melaksanakan pekerjaan jasa dilakukan dengan menerbitkan Surat Pemesanan (SP)/Purchase Order (PO) atau Service Order (SO).

2. Apabila Penyedia Barang/Jasa bersangkutan tidak mampu menyediakan barang atau melaksanakan pekerjaan maka kepada Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku

3. Apabila Penyedia Barang/Jasa gagal memnuhi kewajiban atas PO/SO secara berkesinambungan, dikatergorikan sebagai kelompok merah dan perjanjian dapat diakhiri lebih awal.