Isi

42
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi mata yang sering mengenai masyarakat salah satunya adalah konjungtivitis. Pada dasarnya konjungtvitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius seperti gangguan penglihatan maupun kebutaan apabila tidak ditangani secara adekuat. Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran 1

description

bmbjgjg nnn nn

Transcript of Isi

Page 1: Isi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi mata yang sering mengenai masyarakat salah satunya adalah

konjungtivitis. Pada dasarnya konjungtvitis adalah penyakit ringan, namun pada

beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius seperti gangguan

penglihatan maupun kebutaan apabila tidak ditangani secara adekuat.

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada

konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi

bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.

Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan

menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.

Beberapa jenis konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa.

Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada

konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru

lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep

antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa

menyebabkan konjungtivitis gonokokal.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,

mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis

bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata

dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga

mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan

terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga

berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah

konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak.

Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata

berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus

biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen

agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi

1

Page 2: Isi

dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata

(Ilyas, 2003 dan American Academy of Opthalmology, 2005).

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati

konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi

di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan

kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata

antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan

juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata

dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata.

Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan

paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti

menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi

untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata (Ilyas, 2003).

Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Jika tidak diobati bisa

terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Konjungtivitis

dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan (Effendi,

2008). Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa

kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya

berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis (Ilyas, 2003).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi konjungtivitis?

2. Bagaimana etiologi konjungtivitis?

3. Bagaimana patogenesis konjungtivitis?

4. Bagaimana diagnosis konjungtivitis?

5. Bagaimana penatalaksanaan konjungtivitis?

1.1 Tujuan

1. Mengetahui definisi konjungtivitis

2. Mengetahui etiologi konjungtivitis

3. Mengetahui patogenesis konjungtivitis

4. Mengetahui diagnosis konjungtivitis

2

Page 3: Isi

5. Mengetahui penatalaksanaan konjungtivitis

1.2 Manfaat

1. Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya

2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata

3

Page 4: Isi

BAB 2

STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : Sdr. W

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 17 tahun

Alamat : Pagak

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pelajar

Status : Belum menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Periksa : 8 April 2013

Anamnesis

1. Keluhan Utama : Kedua mata merah

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata merah sejak ± 1 minggu

yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan mata terasa mengganjal,

kotoran sedikit dan banyak keluar air. Jika bangun pagi mata terasa lengket.

Pasien tidak mengeluh panas dan gatal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

5. Riwayat Pengobatan : Pernah berobat ke Puskesmas dan diberi obat

tetes

6. Riwayat Kebiasaan : Sering mengucek mata menggunakan tangan

Status Generalis

Kesadaran : Compos mentis (GCS 456)

Vital sign : Tidak dilakukan

1. Tensi : mmHg

2. Nadi : x/menit

4

Page 5: Isi

3. RR : x/menit

4. Suhu : oC

Status Oftalmologis

OD OS5/5 AV tanpa koreksi 5/5

N/palpasi TIO N/palpasiOrthoporia Kedudukan Orthoporia

Pergerakan

Hiperemi (-), edema (-), spasme (-), sikatriks (-)

Palpebra sup./inf. Hiperemi (-), edema (-), spasme (-), sikatriks (-)

Hiperemi (+), folikel-folikel dikonjungtiva tarsal inferior (-), injeksi konjungtiva (+),

CI (-), PCI (-), jaringan fibrovaskular (-)

Konjungtiva (pars tarsalis, pars

bulbi, forniks)

Hiperemi (+), folikel-folikel dikonjungtiva tarsal inferior (-), injeksi konjungtiva (+),

CI (-), PCI (-), jaringan fibrovaskular (-)

Jernih, edema (-), infiltrat (-), arkus senilis (-)

Kornea Jernih, edema (-), infiltrat (-), arkus senilis (-)

Dalam COA DalamNormal Iris Normal

Sentral, round, reflek cahaya (+), Æ 3 mm

Pupil Sentral, round, reflek cahaya (+), Æ 3 mm

Jernih Lensa Jernih

Diagnosis

Working diagnosis : ODS konjungtivitis virus

Differential diagnosis : ODS konjungtivitis bakteri

ODS konjungtivitis alergi

Penatalaksanaan

Planning diagnosis :

1. Slit lamp

2. Pemeriksaan sediaan (sekret) langsung

Planning therapy :

1. Tobroson 6x1 tetes/hari ODS

5

Page 6: Isi

2. Cefresh 6x1 tetes/hari ODS

KIE :

1. Istirahat cukup

2. Tidak menggosok mata

3. Obat harus digunakan secara teratur

4. Mencuci tangan setelah memegang mata yang sakit

Prognosis

ad vitam : dubia ad bonam

ad functionam : dubia ad bonam

ad sanactionam : dubia ad bonam

6

Page 7: Isi

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva

melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo

palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi

konjuntiva fornics yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi

bola mata hingga tepi kornea. Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :

1. Konjungtiva palpebra (menutupi permukaan posterior dari palpebra)

2. Konjungtiva forniks (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)

3. Konjungtiva bulbi (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian

posterior palpebra dan bola mata)

Gambar 3.1 Bagian Konjungtiva

Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva

fornics dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Konjungtiva forniks

merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan

jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak di sudut nasal, di

canthus internus ada lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju

benjolan menyerupai epidermoid yang disebut caruncula. Histologis lapisan

7

Page 8: Isi

konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial mengandung sel

goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, didekat limbus dan epitel ini

mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas

lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang

mengandung jaringan ikat. Bagian yang padat adalah tarsus dan ditempat lain

jaringan longgar.

Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus)

yang menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva

adalah a. siliaris anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat

banyak pembuluh limfe. Inervasi syaraf di palpebra oleh percabangan n.

oftalmikus cabang N. V (Ilyas, 2003).

Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix

atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada

bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak.

Air mata yang mengalir ke bawah menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal

menuju punctum lakrimalis sehingga konjuntiva dan kornea selalu basah (Ilyas,

2003).

Gambar 3.2 Bola Mata

Kedudukan konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau

benda lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu

keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease.

Selain air mata, alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi

epitel dan gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada

kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat

tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata.

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang

keduanya beranastomosis yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan 8

Page 9: Isi

mengikuti m. rectus menembus sklera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam

mata dan cabang-cabang yang mengelilingi kornea. Konjungtiva menerima

persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir sebagai ujung-

ujung yang lepas terutama di bagian palpebra (Ilyas, 2003).

3.2 Histologi Konjungtiva

Epitel konjungtiva terdiri atas 2-5 lapis sel-sel epitel toraks berlapis, superficial

dan basal. Epitel konjungtiva di dekat limbus, yang melapisi karunkula dan di

dekat sambungan mukokutan di pinggir kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel

gepeng berlapis. Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet yang bulat

dan lonjong dan mengeluarkan secret mukus. Mukus ini meminggirkan inti sel-sel

goblet dan memungkinkan tersebarnya pada lapisan air mata prekornea. Sel-sel

epitel basal menangkap zat warna lebih dalam daripada sel-sel superficial dan di

dekat limbus berisi pigmen (Vaughan, 1994). Stroma konjungtiva terdiri atas

lapisan adenoid (superficial) dan fibrosa (dalam). Lapisan adenoid terdiri atas

jaringan limfoid. Lapisan fibrosa tersusun atas jaringan ikat yang melekat

lempeng tarsus secara heksagonal. Lapisan fibrosa tersusun longgar mengelilingi

bola mata (Kannelpolulus, 2000).

Kelenjar lakrimal aksesori (krause dan wolfring) yang susunannya maupun

fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terdapat di dalam stroma. Sebagian besar

kelenjar krause berada di forniks superior dan sebagian kecil di forniks inferior.

Kelenjar wolfring terletak di pinggir atas tarsus superior (Vaughan, 1994).

Pembuluh-pembuluh darah konjungtiva terdiri atas arteri siliar anterior dan

arteri palpebra. Saraf berjalan dari cabang oftalmik saraf cranial kelima. Hanya

terdapat sedikit serabut rasa sakit. Konjungtiva kaya akan getah bening

(Radjamin, 1984).

3.3 Definisi Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir

yang menutupi belakang kelopak dan bola mata (Ilias, 2009) atau lapisan luar

mata dan lapisan dalam kelopak mata.

9

Page 10: Isi

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada

konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi

bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.

Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan

menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis

Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan

pengobatan (Effendi, 2008).

Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis

pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari

ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan

tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya

eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis

gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan

seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata).

Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48

jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa

terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi

konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang

mengandung antibiotik (Medicastore, 2009).

3.4 Etiologi Konjungtivitis

Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat

disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamidia, alergi tolsik,

dan molluscum contagiosum (Ilias, 2009).

Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:

1. Infeksi olah virus atau bakteri

2. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

3. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las

listrik atau sinar matahari

3.5 Klasifikasi Konjungtivitis

1. Berdasarkan waktu:

10

Page 11: Isi

Akut

kronis

2. Berdasarkan penyebabnya (Schwab dan Dawson, 2000):

Konjungtivitis akut bacterial

Konjungtivitis blenore

Konjungtivitis gonore

Konjungtivitis difteri

Konjungtivitis folikuler

Konjungtivitis angular

Konjungtivitis mukokataral

Blefarokonjungivitis

Konjungtivitis akut viral

Keratokonjungtivitis epidemika

Demam faringokonjungtiva

Keratokonjungtivitis herpetik

Keratokonjungtivitis New Castle

Konjungtivitis hemoragik akut

Konjungtivitis akut jamur

Konjungtivitis akut alergik

Konjungtivitis vernal

Konjungtivitis flikten

Bakteri patogen yang paling umum pada conjungtivitis infeksi meliputi

Pneumococcus, Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis, dan Haemophilus

influenzae. Sedangkan yang jarang adalah Neisseria gonorrhoeae menyebabkan

konjungtivitis hiperakut purulenta, organismenya ditularkan dari genitalia ke

tangan lalu ke mata. Chlamydia adalah penyebab tersering dari konjungtivitis

persisten (Soewono, dkk., 1994).

Konjungtivitis viral dapat disebabkan oleh adenovirus, herpes simplex,

Epstein-Barr, varicella zoster, molluscum contagiosum, coxsackie, dan

enterovirus. Adenoviral konjungtivitis biasanya menyebabkan epidemik

keratokonjungtivitis, follikular konjungtivitis, dan nonspesifik konjungtivitis

(Soewono, dkk., 1994). Virus picorna, atau enterovirus 70 menyebabkan

11

Page 12: Isi

konjungtivitis hemoragik epidemik akut.1 Konjungtivitis viral sangat menular dan

menyebar melalui kontak langsung dengan orang atau permukaan yang

terkontaminasi oleh sekret (Soewono, dkk., 1994).

Iritasi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur

yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Terutama terjadi pada orang yang

keadaan umumnya buruk, yang sedang memakai steroid atau obat anti kanker.

Jamur yang dapat memberikan infeksi adalah candida albicans, yang dapat

memberikan pseudomembran pada konjungtiva, Actinomyces sering

menimbulkan kanakulitis (Schwab dan Dawson, 2000).

Konjungtivitis alergi merupakan konjungtivitis noninfeksi, dapat berupa reaksi

cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak

seperti pada rekasi terhadap obat, bakteri dan toksik. Umumnya disebabkan oleh

bahan kimia dan mudah diobati dengan antihistamin atau bahan vasokonstriktor.

Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti konjungtivitis

flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri,

konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Stevens Johnson,

pemfigoid okuli, dan sindrom Sjogren (Schwab dan Dawson, 2000).

Konjungtivitis flikten mempunyai 2 bentuk yaitu tipe bulbar dan limbal, yang

terjadi akibat realsi hipersensitifitas tipe IV, berupa alergi terhadap

tuberkuloprotein, staphylococ, ascariasis, dan lain-lain. Biasanya kelainan ini

terdapat pada anak-anak dan orang dewasa muda (Schwab dan Dawson, 2000).

Gambar 3.3 Jenis Konjungtivitis. (a,b) Konjungtivitis bakteri, (c) Konjungtivitis viral

12a b

a b

c

Page 13: Isi

Gambar 3.4 Jenis Konjungtivitis. (a,b) Konjungtivitis alergi, (c,d) Konjungtivitis jamur

3.6 Patofisiologi Konjungtivitis

Konjungtiva mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan

substansia propria yang tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga memiliki

kelenjar lakrimal aksesori dan sel goblet (Soewono, dkk., 1994).

Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.

Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi,

menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari

peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator

lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin,

tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi

nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler,

vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva (Soewono, dkk., 1994).

Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan

kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang

berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa

konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari

peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau

putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan

berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang

berdilatasi dan tinggi permeabilitas (Soewono, dkk., 1994).

Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi

konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi.

13

dc

Page 14: Isi

Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan

lisozyme) yang merangsang lakrimasi.

Akibat lokasinya, konjungtiva terpapar banyak mikroorganisme dan faktor

lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan

mata dari subtansi luar; pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi

infeksi, mucus menangkap debris, dan kerja memompa dari palpebra secara tetap

mengahanyutkan air mata ke duktus air mata; air mata mengandung substansi

antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA).

Cedera pada epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema

epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula

terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis lmfoid

stroma (pembentukan folikel). Sel-seel radang, termasuk neutrofil, eusinofil,

basofil, limfosit dan sel plasma, dansering menunjukkan sifat agen perusak. Sel-

sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-

sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk

eksudat konjungtiva yang menyebabkan “perlengketan” tepian palpebra,

(terutama di pagi hari).

Sel-sel radang tampak dalam eksudat atau dalam kerokan yang diambil dengan

spatula platina steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianastesi. Materi itu

dipulas dengan pulasan Gram (untuk menetapkan organism bakteri) dan dengan

pulasan Giemsa (untuk menetapkan jenis dan morfologi sel). Banyak leukosit

polimorfonuklear adalah ciri khas untuk konjungtivitis karena virus. Jika ada

pseudomembran atau membran sejati (missal: keratokonjungtivitis epidemika atau

konjungtivitis virus herpes simpleks), neutrofil akan paling banyak karena

nekrosis yang ada. Pada konnjungtivitis klamidia, neutrofil dan lomfosit terdapat

dalam jumlah yang sama (Ilyas, 2009).

3.7 Penegakan Diagnosis Konjungtivitis

3.7.1 Gejala dan Tanda Konjungtivitis

Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores

atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda

asing dan tergores atau terbakar sering berhubungan dengan edema dan

14

Page 15: Isi

hipertrofi papiler yang biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Sakit pada

iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea (Wijana, 1983).

Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi,

pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel

(hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran,

granuloma, dan adenopati pre-aurikuler (Wijana, 1983).

Hiperemia adalah tanda paling mencolok pada konjungtivitis akut.

Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus

disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Warna

merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri dan keputihan mirip susu

mengesankan konjungtivitis alergika (Wijana, 1983).

Berair mata (epiphora) sering mencolok, diakibatkan oleh adanya sensasi

benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata yang abnormal

mengesankan keratokonjungtivitis sicca (Wijana, 1983).

Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-

lapis dan amorf pada konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut

seperti pada konjungtivitis alergika, yang biasanya menyebabkan tahi mata

dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur pagi hari, dan jika

eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia (Wijana,

1983).

Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke

muskulus muller (M. Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada

konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan keratokonjungtivitis epidemika

(Wijana, 1983).

Hipertrofi papila adalah reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi

karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh

serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk substansi

papila (selain unsur sel dan eksudat) sampai di membran basal epitel,

pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila mirip jeruji payung. Eksudat

radang mengumpul di antara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-

tonjolan konjungtiva. Pada penyakit yang mengalami nekrosis (misal:

15

Page 16: Isi

trachoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan

ikat (Wijana, 1983).

Bila papilanya kecil, konjungtiva umumnya tampak licin mirip beludru.

Konjungtiva papiler merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia

(misal: konjungtiva tarsal merah mirip beludru adalah khas untuk trachoma

akut). Infiltrasi nyata ke konjungtiva menghasilkan papilla besar dengan

atap rata, poligonal, dan berwarna merah-keputihan. Pada tarsus superior

papila seperti ini mengesankan keratokonjungtivitis vernal dan

konjungtivitis papiler besar dengan sensitivitas lensa kontak; pada tarsus

inferior, mengesankan keratokonjungtivitis atopik. Papila besar dapat pula

timbul di limbus, terutama di daerah yang biasanya terpapar saat mata

dibuka (antara pukul 2 dan 4 dan antara pukul 8 dan 10). Di sini papila

tampak berupa tonjolan-tonjolan gelatinosa yang dapat meluas sampai ke

kornea. Papila limbus khas untuk keratokonjungtivitis vernal tetapi jarang

pada keratokonjungtivitis atopi (Wijana, 1983).

Kemosis dari konjungtiva sangat memberi kesan konjungtivitis alergik

akut tapi dapat juga timbul pada konjungtivitis gonococcal atau

meningococcal akut dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Kemosis

dari konjungtiva bulbar terlihat pada pasien dengan trichinosis. Kadang-

kadang, kemosis dapat muncul sebelum infiltrat seluler atau eksudasi terlihat

(Wijana, 1983).

Folikel terlihat pada kebanyakan kasus konjungtivitis virus. Pada semua

kasus konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi pada neonatus,

pada beberapa kasus konjungtivitis parasitik, dan pada beberapa kasus

konjungtivitis toksik yang disebabkan obat-obatan topikal seperti

idoxuridine, dipivefrin, dan miotic. Foikel pada forniks inferior dan pada

batas tarsus mempunyai nilai diagnostik yang rendah, tapi saat terletak pada

tarsus (terutama tarsus atas), konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik

(yang menyertai obat-obatan topikal) harus dicurigai (Wijana, 1983).

Folikel terdiri dari hiperplasia limfoid fokal berada dalam lapisan limfoid

konjungtiva dan biasanya mengandung sentrum germinativum. Secara

klinis, folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, putih atau abu-abu

16

Page 17: Isi

avaskuler. Dengan pemeriksaan slitlamp, pembuluh darah kecil dapat

terlihat timbul dari batas folikel dan mengelilingi folikel (Wijana, 1983).

Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda

derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan

epitel. Bila diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membran adalah pengentalan

yang meliputi seluruh epitel dan jika diangkat akan meninggalkan

permukaan yang kasar dan berdarah. Pseudomembran atau membran dapat

menyertai keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis herpes simplex

virus primer, konjungtivitis streptokokal, difteri, cicatrical pemphigoid, dan

eritema multiforme mayor. Juga mungkin timbul sebagai akibat buruk luka

bakar kimiawi, khususnya basa (Wijana, 1983).

Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan yang paling sering

adalah chalazia. Penyebab endogen lain termasuk sarcoid, sifilis, cat-scratch

disease, dan, yang jarang koksidiomikosis. Parinaud’s oculoglandular

syndrome meliputi granuloma konjungtival dan nodus limfe periaurikuler

yang menonjol, dan kelompok penyakit ini memerlukan pemeriksaan biopsi

untuk menegakkan diagnosa (Wijana, 1983).

Limfadenopati periaurikuler adalah tanda penting dari konjungtivitis.

Nodus periaurikuler yang terlihat mencolok tampak pada Parinaud’s

oculoglandular syndrome dan, yang jarang, pada epidemic

keratoconjunctivitis. Nodus periaurikuler yang besar maupun kecil, kadang

sedikit nyeri tekan, muncul pada konjungtivitis herpes simplex primer,

keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi, dan trachoma. Nodus

periaurikuler yang kecil dan tidak nyeri tekan muncul pada demam

faringokonjungtival dan konjungtivitis hemoragik akut. Kadang-kadang

limfadenopati periaurikuler dapat terlihat pada anak dengan infeksi kelenjar

meibomian (Wijana, 1983).

Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus,

pemeriksaan eksternal dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal

harus mencakup elemen (Vaughan, 1992) berikut ini :

a. Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler

b. Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea

17

Page 18: Isi

c. Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna,

malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan

d. Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis,

perubahan sikatrikal, simblepharon, massa, sekret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati

terhadap (Vaughan, 1992) :

a. Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul

atau vesikel, sisa kulit berwarna darah, keratinisasi

b. Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan

kutu

c. Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret

d. Konjungtiva tarsal dan forniks

Adanya papila, folikel dan ukurannya

Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan

simblepharon

Membran dan psudomembran

Ulserasi

Perdarahan

Benda asing

Massa

Kelemahan palpebra

e. Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan,

papila, ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi

f. Kornea

Defek epitelial

Keratopati punctata dan keratitis dendritik

Filamen

Ulserasi

Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten

Vaskularisasi

Keratik presipitat

g. Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi

18

Page 19: Isi

h. Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

3.7.2 Pemeriksaan Penunjang Konjungtivitis

Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa

dan pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes

diagnostik membantu (Vaughan, 1992).

1. Kultur

Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai

merupakan konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat

membantu untuk konjungtivitis purulen berat atau berulang pada semua

grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap

pengobatan.

2. Kultur virus

Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes

imunodiagnostik yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan

antigen sudah tersedia untuk konjungtivitis adenovirus. Tes ini

mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai

94%. Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak

diakui untuk spesimen dari okuler. PCR dapat digunakan untuk

mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan beragam tergantung dari

kebijakan laboratorium.

3. Tes diagnostik klamidial

Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus

dapat dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang

berdasarkan imunologikal telah tersedia, meliputi tes antibodi

imunofloresens langsung dan enzyme-linked imunosorbent assay. Tes

ini telah secara luas digantikan oleh PCR untuk spesimen genital, dan,

karena itu, ketersediaannya untuk spesimen konjungtival lebih terbatas.

Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler beragam. Meskipun

spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang memuaskan,

penggunaannya belum diperjelas oleh FDA.

4. Smear atau sitologi

19

Page 20: Isi

Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa)

direkomendasikan pada kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada

neonatus, konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada kasus dicurigai

konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.

5. Biopsi

Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang

tidak berespon pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin

mengandung keganasan, biopsi langsung dapat menyelamatkan

penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes

diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan

diagnosis dari penyakit seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom.

Biopsi dari konjungtiva bulbar harus dilakukan dan sampel harus

diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan dengan limbus dari

mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada kasus

dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan

diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi preoperatif dengan

ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan

spesimen yang tepat.

6. Tes darah

Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak

mengetahui menderita penyakit tiroid.

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan

riwayat pasien. Paparan bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat

mengindikasikan konjungtivitis toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai

luka percikan bahan kimia, pH okuler harus dites dan irigasi mata terus

dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis juga dapat disebabkan

penggunaan lensa kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata

(Soewono, dkk., 1994).

3.8 Diagnosa Banding Konjungtivitis

Tabel 3.1 Diagnosa Banding Konjungtivitis (Ilyas, 2009).

Tanda Konjungtivitis Iritis Keratitis

Tajam penglihatan Normal Turun nyata Turun nyata

Silau Tidak ada Nyata Nyata20

Page 21: Isi

Sakit Pedes, rasa kelilipan Sakit SakitMata merah Injeksi konjungtival Injeksi siliar Injeksi siliar

SekretSerous, mukos,

purulenTidak ada Tidak ada

Lengket kelopak Terutama pagi hari Tidak ada Tidak adaPupil Normal Mengecil Mengecil

TensiNormal, tidak

terkena

Biasanya normal atau rendah (pegal)

normal

Tabel 3.2 Diagnosa Banding Tipe Konjungtivitis yang Lazim (Ilyas, 2009).

Klinik&sitologi Viral Bakteri KlamidiaAtopik (alergi)

Gatal Minim Minim Minim HebatHiperemia Umum Umum Umum UmumAir mata Profuse Sedang Sedang SedangEksudasi Minim Menguncur Menguncur Minim

Adenopati preurikular

Lazim JarangLazim hanya konjungtivitis

inklusiTidak ada

Pewarnaan kerokan dan eksudat

MonositBakteri,

PMNPMN, Plasma sel Eosinofil

Sakit tenggorokan Kadang Kadang Tidak pernah Tak pernah

3.9 Penatalaksanaan Konjungtivitis

3.9.1 Non Farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari

bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang

lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok

mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan

setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,

handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang

sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna

mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen

mikrobiologinya. Untuk menghilangkan sekeret dapat dibilas dengan garam

fisiologis.

3.9.2 Farmakologi

21

Page 22: Isi

1. Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan

mikrobiologik dengan antibiotik tunggal seperti

a. Kloramfenikol

b. Gentamisin

c. Tobramisin

d. Eritromisin

e. Sulfa

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3-5 hari maka

pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.

Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan

langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk mengetahui

penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan.

Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka

diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau

salep mata 4-5 x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum

tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh

dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi,

kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi duktus

nasolakrimal.

2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus

Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik

diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua

minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid

topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus

Herpes simpleks telah dieliminasi.

Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan adenovirus dan dapat

sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa

kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan

antibodi untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal.

Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400

mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila

22

Page 23: Isi

terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena

dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik

untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep

tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan

cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat

antivirus, dan ditutup selama 24 jam (Soewono, dkk., 1994).

3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi

Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan

seperti ringan sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan

menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai sedang biasanya

mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva

papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih

berat mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel

limbal, dan perisai (steril) ulkus kornea (Soewono, dkk., 1994).

a. Alergi ringan

Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata

merah yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan

suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres dingin. Air mata

artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator

peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.

b. Alergi sedang

Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan

mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap

antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan

antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan (Wijana,

1983).

Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang

paling sering dipakai termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide.

Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat yang meredakan

rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;

tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer.

Antihistamin oral, yang mempunyai masa kerja lebih lama, dapat

23

Page 24: Isi

digunakan bersama, atau lebih baik dari, antihistamin topikal.

Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal

antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek

terhadap injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound

injeksi dan inflamasi konjungtiva. Topikal NSAID juga digunakan

pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek anti-

peradangan (Soewono, dkk., 1994).

c. Alergi berat

Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun

dan dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit

sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi

yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan

spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit

alergi yang resisten, dimana memerlukan tambahan terapi dengan

kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama dengan

antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal

NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi

yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka

panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat,

infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan

katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti loteprednol

mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin

topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat

dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat

terutama sekali berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi

berat atau konjungtivitis vernal (Schwab dan Dawson, 2000).

3.10 Komplikasi Konjungtivitis

Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan

kerusakan pada mata atau gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi.

Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya :

1. Glaukoma

2. Katarak

24

Page 25: Isi

3. Ablasi retina

4. Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari

blefaritis seperti ekstropin, trikiasis

5. Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea

6. Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah

bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang

dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta

7. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat

mengganggu penglihatan

3.11 Prognosa Konjungtivitis

Mata dapat terkena berbagai kondisi. Beberapa diantaranya bersifat primer,

sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain.

Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah, bila terdeteksi awal dan dapat

dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.

Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika

bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan

kerusakan pada mata atau gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti

glaukoma, katarak maupun ablasi retina.

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa ODS

konjungtivitis virus dan penatalaksanaannya adalah dengan pemberian antibiotiik

topikal.

25

Page 26: Isi

Konjungtivitis yang lebih sering dikenal sebagai mata merah (pink eye) adalah

istilah yang diberikan untuk segala bentuk peradangan pada konjungtiva.

Konjungtivitis yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada

konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan

permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai

dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya

menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan

sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan1.

4.2 Saran

Pemberian KIE kepada masyarakat mengenai konjungtivitis dan

penanganannya perlu dilakukan untuk menghindarkan terjadinya penularan

terhadap pasien atau keluarga pasien yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. 2005. External Disease and Cornea.

Section 11. San Fransisco: MD Association.

2. Ilyas DSM, Sidarta. 1998. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta.

26

Page 27: Isi

3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. 2003. Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta. Hal

2, 134

4. Ilyas, Sidharta. 2009. Konjungtivitis. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai

penerbit FKUI. Jakarta.

5. Kannelpoulus, A.J. 2000. Differential Diagnosis in Bacterial Conjungtivitis.

Available at: www.brilliantvision.com.

6. Koswandi, A., Robby N.L. Mata. Dalam Histologi. Jilid 4. Fakultas

Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

7. Radjamin, R.K.T., dkk. 1984. Konjungtivitis. Dalam Ilmu Penyakit Mata.

Airlangga University Press. Surabaya.

8. Schwab, I.R., Dawson, C.R. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum.

Edisi 14. Widya Medika. Jakarta. Hal: 99-101, 115-116.

9. Soewono, W., Budiono, S., Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam:

Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. RSUD Dokter

Soetomo. Surabaya. Hal: 92-94.

10. Vaughan, D., Asbury, T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Widya

Medika. Yogyakarta. Hal: 81-82.

11. Vaughan, Daniel G. 1994. Konjungtiva. Dalam Oftamologi Umum. Jilid I.

Edisi XI. Widya Medika. Jakarta.

12. Wijana, Nana. 1983. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Hal: 43-44.

27