Isi
-
Upload
dennis-ismail-monoarfa -
Category
Documents
-
view
135 -
download
5
Transcript of Isi
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebelum datangnya bangsa penjajah, memiliki sebuah peraturan
yang tertuang dalam hukum adat. Hukum adat tersebut berupa hukum tidak tertulis.
Namun setelah datangnya bangsa Belanda dan Jepang, terdapat beberapa perubahan
terhadap hukum adat yang berlaku pada masyarakat sebelumnya. Diantaranya seperti
perubahan terhadap politik hukum adat. Sehingga perhatian hukum adat bermanifestasi
kedalam antara lain lahirnya suatu ilmu hukum adat dan pelaksanaan suatu politik hukum
adat.
Karya politik tersebut berupa perundang-undangan mengenai hukum adat. Dan
kemudian sejarah politik hukum adat dapat terbagi atas periode sebelum kemerdekaan
dan sesudah kemerdekaan. Oleh karena itu, penulis akan membahas mengenai
“PERKEMBANGAN SEJARAH POLITIK HUKUM ADAT SEBELUM DAN
SESUDAH KEMERDEKAAN”.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menarik suatu permasalahan, yaitu:
1. Bagaimanakah perkembangan sejarah politik hukum adat sebelum dan
sesudah kemerdekaan?
c. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan yaitu:
1. Untuk mengetahui sejauh mana proses pembentukkan sejarah politik
hukum adat sebelum dan sesudah kemerdekaan.
d. Manfaat Penulisan
1. Agar dapat bermanfaat terhadap pengembangan materi hukum adat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Sejarah Politik Hukum Adat Sebelum Kemerdekaan
Masa Kompeni (V.O.C. 1596 – 1808)
Pada masa ini VOC dapat dikatakan bermuka dua, yaitu Pengusaha, khususnya
pedagang dan Badan Pemerintah dengan hak mengatur susunan rumah tangga beserta
pengurusnya sendiri, sifat pertama itulah yang terutama menentukan sikap VOC terhadap
hukum adat. Di pusat pemerintahan dinyatakan berlaku satu stelsel hukum untuk semua
orang dari golongan bangsa manapun, yaitu hukum Belanda. Baik hukum tatanegara,
hukum privat maupun hukum pidana. Diluar wilayah itu adat pribumi tidak diindakan
sama sekali.
Keadaan tersebut menggambarkan prinsip yang hendak dipertahankan oleh VOC
yaitu di wilayah yang dikuasai VOC harus berlaku hukum VOC, baik bagi orang VOC
sendiri maupun orang Indonesia dan orang Asia lainnya yang berada di wilayah yang
bersangkutan.
Masa Pemerintahan Daendels (1808 – 1811)
Pada masa Daendels, VOC dibubarkan dan kemudian dibentuk Dewan Asia yang
memiliki tugas sebagai berikut:
1. politik pemerintahan akan dilakuka terlepas dari perhitungan komersil
2. akan diadakan perubahan-perubahan utnuk memperbaiki nasib tanah jajahan
beserta penduduknya.
Kemudian Dasar peradilan bagi orang Indonesia ditentukan dalam Pasal 86 dari Charter
(peraturan pemerintah) untuk harta kekayaan di Asia yang disahkan oleh Pemerintah
Republik (Belanda) pada 27 September 1804. yang menyebutkan bahwa pemberlakuan
hukum adat kepada orang Bumi Putera dan menghindari tindakan-tindakan yang
sewenang-wenang
Masa Pemerintahan Raffles (1811 – 1816)
Raffles termasuk salah seorang perintis penemuan huku adat, bersama-sama dengan
Marsden dan Crawfurd. Sejak menjadi petugas Kompeni Hindia Timur Inggris di Pulau
Pinang. Pada Masa Raffles terbentuk sebuah Agen Politik yang bertugas mengumpulkan
2
informasi yang berguna mengenai watak penduduk, sumber kemakmuran dan kadar
pengaruh kekuasaan Belanda dan membentangkan jarring-jaring intrigue/helat dan
mendesas-desuskan isu yang menimbulkan keonaran di seluruh Nusantara.
Yang terpenting dalam pemerintahan Raffles ialah usulnya mengenai yaitu:
1. agar pemerintah Inggris menempuh politik lunak, murah hati dan menciptakan
suasana damai dengan anak negeri, agar mereka tertambat hatinya kepada
pemerintah Inggris
2. Supaya pengaruh Inggris ditingkatkan di kepulauan ini, sehingga kedudukannya
makin kuat, juga kalau jajahan Belanda ini harus dikembalikan sesudah
perdamaian Eropa tercapai.
Masa 1816 – 1848
Pada pertengahan tahun 1816, terjadi peralihan kekuasaan atas Indonesia dari
pemerintah Inggris kepada pemerintah Belanda (Komisaris-Jendaral). Dalam masa ini
diberlakukannya peraturan yang unfikasinya berkriterium hukum Belanda dan juga
peraturan Provinsional atau Sementara. Lebih singkatnya, permberlakuan hukum adat,
jadi kemungkinan orang Eropa juga dapat diterapkan. Namun bukan berarti hukum adat
dapat dikatakan sederajat dengan hukum barat, sebab kesadaran dan penghargaan
tersebut sukar dibayangkan dalam alam pikiran Komisaris-Jendral.
Masa 1848 – 1928
Pada masa ini disebut juga sebagai tahun bersejarah karena penguasa Hindia Belanda
mulai menyadari bahwa asas unifikasi hukum telah mulai nampak dalam sejarah politik
hukum Belanda dengan mengedepankan huku adat.
Dengan merencanakan peraturan perundang-undangan diantaranya:
1. Ketentuan Umum tentang perundang-undangan bagi Hindia Belanda
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk Hindia Belanda
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang untuk Hindia Belanda
4. Peraturan tentang Organisasi Pengadilan dan Kebijaksanaan Kehakiman di Hindia
Belanda
Namun tahun 1927 Belanda mengubah haluannya, dengan menolak konsepsi
unifikasi hukum dan menyangsikan apakah sudah saatnya untuk menuangkan materi
huku perdata bagi rakyat Indonesia dalam bentuk perundang-undangan. Sehingga
3
Pemerintah Hindia Belanda membuat suatu kodifikasi huku bagi orang Indonesia asli
yang sedapatnya didasarkan pada asas-asas hukum Eropa. Akan tetapi bila hukum adat
tersebut belum dapat ditinggalkan atau diganti dengan huku lain, maka hukum adat tetap
akan dipertahankan. Hal ini dilakukan oleh Van Vollenhoven di Nederland dan Ter Haar
di Indonesia, yang hendak melindungi dan memperkembangkan hukum adat.
Masa 1928 – 1945
Dalam karangannya “Setengah Jalan Politik Huku Adat Baru”, Ter Haar
menggambarkan hasil perundang-undangan di lapangan hukum adat sebagai berikut:
1. Peradilan Adat diperintah langsung dengan Ordonansi (S. 1932 – 80) dan
pelaksanaannya dibuat oleh Residen setempat
2. Peradilan Swapraja diberi beberapa aturan dasar Zelfbestuursregelen 1938 (S.
1938 – 529)
3. Hakim Desa diberi pengakuan undang-undang (S. 1935 – 102) Pasal 3a kedalam
R.O.
b. Sejarah Politik Hukum Adat Sesudah Kemerdekaan
Masa 1945 sampai Sekarang
1. Konsepsi Soepomo (1947 – 1952)
Soepomo menganjurkan suatu herorientasi dalam politik hukum kejurusan sebaliknya
daripada herorientasi tahun 1927. Kemudian Ia agak berubah pendapatnya. Unifikasi
tidak begitu diutamakan. Pasal 25/2 UDS belum mengijinkan adanya unifikasi.
Untuk sementara waktu perbedaan dalam kebutuhan sosial dan hukum harus
diperhatikan. Kebutuhan sosial itu meliputi juga hal-hal yang berhubungan dengan
hukum harta kekayaan orang Indonesia asli. Unifikasi baru dapat diadakan bila sudah
ada persamaan keadaan dan kebutuhan.
2. Konsepsi Hazairin (1950)
Hazairin menegaskan pentingnya hukum Eropa dalam proses modernisasi masyarakat
dalam segala segi. Hukum Eropa yang berlaku di Negara Indonesia harus dipandang
sebagai huku nasional.
4
Proses asimilasi kea rah kebudayaan dan teknik Barat tidak dapat dihindarkan lagi.
Namun diberikan peranan lebih besar kepada hukum adat. Serta Hukum Eropa dan
Hukum adat akan dipertautkan.
Dalam kurun waktu 1945 – 1950, tata susunan Hukum Nasional seperti yang tersurat
dan tersirat dalam UUD 1945 berserta pembukaan dan penjelasannya itu tidak banyak
memperoleh tanggapan dari kalangan ilmu hukum. Di dalam revolusi fisik hal itu kiranya
dapat dipahami. Suatu hal yang patut diperhatikan ialah bahwa di masa perjuangan fisik,
lembaga dan asas hukum Hukum Adat banyak dimanfaatkan untuk mengamankan
aktivitas perjuangan, baik dalam perjuangan kemerdekaan maupun dalam bidang
ketatanegaraan dan pemerintahan.
5
BAB III
PENUTUP
a. Simpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa proses
pembentukkan sejarah politik hukum adat dapat dilihat dari beberapa periode yang
diantaranya :
1. Periode Sebelum Kemerdekaan, yaitu :
a. Masa Kompeni (VOC 1596 – 1808)
b. Masa Pemerintahan Daendels (1808 – 1811)
c. Masa Pemerintahan Raffles ( 1811 – 1816)
d. Masa 1816 - 1848
e. Masa 1848 – 1928
f. Masa 1928 - 1945
2. Periode Sesudah Kemerdekaan (1945 – sekarang)
b. Saran
Bertolak dari kesimpulan yang penulis kemukakan, maka penulis memberi saran
sebagai berikut :
1. Dalam perkembangannya sejarah politik hukum adat di Indonesia masih
didominasi adanya hukum dari pemerintah penjajah. Oleh karenanya hendaknya
pemerintah Indonesia membuatkan suatu hukum asli bangsa Indonesia dengan
merunut kepada norma-norma yang ada pada masyarakat Indonesia yaitu dengan
melihat hukum adat di daerahnya masing-masing
2. Namun apabila hal tersebut agaknya sulit diwujudkan, dapat diberikan alternatif
yaitu jika ada sengketa mengenai masyarakat adapt maka pemerintah selain
memberlakukan hukum positif yang ada juga sebaiknya merunut dari hukum adat
yang bersangkutan.
6