ISI MAKALAH.doc

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman ilmu hukum pun mengalami perkembangan salah satunya berkaitan dengan hukum khusus yang membahas masalah tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia dalam bidang ilmu kedokteran forensik dan medikolegal (Mun’im, 2009). Hal tersebut terkait dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang tidak dapat disepelekan bahkan sering kali merenggut nyawa seseorang, seperti kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, dan lain sebagainya dimana hal tersebut perlu ditindak lanjuti untuk mengusut alur dari kejadian demi kepentingan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwajib. Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya) (Purwadianto 2000). Ilmu kedokteran Forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang menerapkan ilmu kedokteran klinis sebagai upaya 1

Transcript of ISI MAKALAH.doc

Page 1: ISI MAKALAH.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman ilmu hukum pun mengalami perkembangan salah

satunya berkaitan dengan hukum khusus yang membahas masalah tubuh, kesehatan, dan

nyawa manusia dalam bidang ilmu kedokteran forensik dan medikolegal (Mun’im,

2009). Hal tersebut terkait dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang tidak

dapat disepelekan bahkan sering kali merenggut nyawa seseorang, seperti kecelakaan,

pembunuhan, bunuh diri, dan lain sebagainya dimana hal tersebut perlu ditindak lanjuti

untuk mengusut alur dari kejadian demi kepentingan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak

berwajib.

Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai

ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah

sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun

disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi

sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan

yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap

bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya) (Purwadianto 2000).

Ilmu kedokteran Forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang menerapkan

ilmu kedokteran klinis sebagai upaya penegakan hukum dan keadilan (Budiyanto, 1999).

Seiring perkembangan waktu, telah terjadi banyak kemajuan dalam ilmu kedokteran

Forensik dan ilmu kedokteran Forensik berkembang menjadi ilmu yang mencakup

berbagai aspek ilmu pengetahuan dan dalam ilmu kedokteran Forensik identifikasi

merupakan hal yang penting (Amir, 2008).

1

Page 2: ISI MAKALAH.doc

Peningkatan kasus kriminal semakin meningkat dengan motif dan modus yang

beragam, hal ini menyebabkan semakin pentingnya ilmu kedokteran Forensik. Autopsi

atau pemeriksaan post mortem, berfungsi sebagai prosedur medik untuk menentukan

penyebab, lama kematian, atau mengevaluasi proses penyakit, dan trauma yang terjadi

terhadap korban (Amir,2008).

Berdasarkan pasal 179 KUH Pidana (Moeljatno, 1996), setiap orang yang dimintai

pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman (forensik) atau dokter, berkewajiban

memberikan keterangan ahli demi keadilan. Demikian juga pasal 53 ayat (2) Undang-

undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan ditegaskan bahwa tenaga kesehatan dapat

dilibatkan dalam upaya pembuktian dengan melakukan tindakan medis tertentu, baik

dalam perkara pidana maupun perkara lainnya melalui permintaan tertulis oleh pejabat

yang berwenang yang menangani kasus tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kedokteran gigi forensik berperan dalam kasus hukum di Indonesia.

1.3 Tujuan

2

Page 3: ISI MAKALAH.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Forensik

2.1.1 Pengertian Forensik

Forensik (berasal dari bahasa Yunani ’Forensis’ yang berarti debat atau

perdebatan) adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu

proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu (sains). Forensik

biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana (tindak melawan hukum). Dalam

buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai

penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan

penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan,

observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian)

barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut (mun’im 2009).

Menurut Djohansyah Lukman bahwa ilmu kedokteran gigi forensik adalah

terapan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi yang berkaitan erat dalam

penyidikan demi terapan hukum dan proses peradilan (Lukman, 2010).

2.1.2 Fungsi Forensik

Fungsi utama dari Ilmu Kedokteran Forensik adalah untuk membantu

proses penegakan hukum dan keadilan, khususnya didalam perkara pidana yang

menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. ( Olluwasuwa, 2009)

2.1.3 Obyek Pemeriksaan Kedokteran Gigi Forensik

Obyek pemeriksaan dalam penyidikan secara garis besar :

a. Korban Hidup

b. Korban mati/ mayat

3

Page 4: ISI MAKALAH.doc

c. Sebagai pelaku

d. Benda-benda mati yang terdapat disekitar TKP (Tempat Kejadian Perkara):

1. Bekas pola gigitan pada tubuh mayat

2. Air liur disekitar bekas pola gigitan

3. Bercak-bercak darah korban

4. Bercak-bercak darah pelaku.

e. Benda-benda fisik yang dianggap sebagai barang bukti :

1. Gigi palsu lepasan sebagian (partial denture)

2. Gigi palsu utuh (full denture)

3. Mahkotan dan jembatan ( crownand bridge)

4. Gigi-geligi yang lepas dari rahang korban

5. Patahan gigi-geligi dari korban

6. Kemungkinan terdapat patahan rahang yang lepas dari korban baik rahang

atas atau rahang bawah.

f. Semua jaringan rongga mulut (pipi bagian dalam, bibir yang lepas yang

terdapat di TKP) (Lukman, 2006)

2.1.4 Metode Forensik

Identifikasi forensik pada dasarnya terdiri dari 2 utama :

a. Identifikasi Komparatif

Identifikasi komparatif yaitu apabila tersedia data post-mortem

(pemeriksaan jenazah) dan ante-mortem (data sebelum meninggal, mengenai

ciri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat, bekas luka/operasi,

dll), dalam suatu komunitas yang terbatas.

b. Identifikasi Rekonstruktif

Identifikasi rekonstruktif yaitu apabila tidak tersedia data ante-mortem

dan dalam komunitas yang tidak terbatas (Idries, 2009).

4

Page 5: ISI MAKALAH.doc

2.1.5 Dasar Hukum Forensik

Pasal 133 KUHAP menyebutkan:

a. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban

baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang

merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan

ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

(Dahlan,2009).

b. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk

pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat

(Dahlan,2009).

2.2 Autopsi

2.2.1 Pengertian

Autopsi atau pemeriksaan post mortem, berfungsi sebagai prosedur medik

untuk menentukan penyebab, lama kematian, atau mengevaluasi proses penyakit,

dan trauma yang terjadi terhadap korban (Amir,2008).

Autopsi dapat dilakukan dengan dua cara, autopsi luar dan autopsi dalam.

Dalam autopsi, korban ditemukan dalam berbagai keadaan, potongan tubuh,

kerangka, jenazah yang membusuk, atau yang baru meninggal. Penyebab

kematiannya pun bisa beragam, akibat perbuatan kriminal, bunuh diri, dan

bencana alam (Amir,2008).

2.2.2 Alat-Alat Autopsi

Untuk autopsi tidak diperlukan alat khusus dan mahal, cukup :

a. Timbangan besar untuk menimbang mayat

b. Timbangan kecil untuk menimbang organ

c. Pisau : dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.

d. Gunting : berujubg runcing dan tajam.

5

Page 6: ISI MAKALAH.doc

e. Piset : anatomis dan bedah

f. Gergaji : gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel

g. Forseps atau cunam untuk melepaskan dura meter

h. Gelas takar 1 liter

i. Pahat

j. Palu

k. Meteran

l. Jarum dan benang

m. Sarung tangan

n. Baskom dan ember

o. Air yang mengalir (Hamdani, 1992).

2.2.3 Yang Berhak Melakukan Autopsi

Yang berhak melakukan otopsi adalah:

1. Bila ada luka maka diperiksa oleh dokter spesialis bedah

2. Kejahatan keasusilaan maka diperiksa oleh dokter obsgyn

3. Keracunan maka diperiksa oleh dokter internis

4. Kekerasan pada mata maka diperiksa oleh dokter spesialis mata

2.2.4 Tujuan Pemeriksaan Autopsi Forensik

Tujuan pemeriksaan autopsi forensik adalah untuk :

a. Membantu penentuan identitas mayat

b. Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian

c. Mengumpulkan dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas

benda penyebab dan pelaku kejahatan

6

Page 7: ISI MAKALAH.doc

d. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk

visum et repertum (Mansjoer, 2000).

e. Sedangkan korban mati diperiksa oleh dokter forensik (Standish, 1997)

2.3 Visum et Repertum

2.3.1 Pengertian

Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat

dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan

dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang

bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang

diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik

untuk kepentingan peradilan. (Amir, 2008)

2.3.2 Jenis - Jenis Visum et Repertum

Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari (Idries, 2009)

a. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak

tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami

luka - luka ringan.

b. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung

korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter

membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik

dapat melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul kemudian.

c. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan

dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat

visum sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu

visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.

7

Page 8: ISI MAKALAH.doc

Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat

a. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa

pemeriksaan dalam atau otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.

b. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP

pasal 134 ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan

pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib

memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Ayat 2

Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan

dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan

pembedahan tersebut. Ayat 3 Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada

tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu diberitahu tidak

ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana

dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

2.3.3 Yang Berhak Meminta Visum et Repertum

Yang berhak meminta visum et repertum adalah :

a. Penyidik

b. Hakim pidana

c. Hakim perdata

d. Hakim agama

Yang berhak membuat visum et repertum (KUHAP Pasal 133 ayat 1)

a. Ahli kedokteran kehakiman

b. Dokter atau ahli lainnya

8

Page 9: ISI MAKALAH.doc

2.3.4 Prosedur Permintaan Visum et Repertum Hidup

a. Permintaan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan / telepon /

via pos.

b. Korban adalah BB, maka permintaan VetR harus diserahkan sendiri

oleh polisi bersama-sama korban/tersangka.

c. Tidak dibenarkan permintaan VetR tentang sesuatu peristiwa yang

telah lampau, mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri

No.Ins/E/20/IX/75).

Prosedur Permintaan Visum et Repertum Mati (Mayat)

a. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak dibenarkan melalui

telepon, lisan atau pos.

b. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi ke Bgn Ilmu Kedokteran

Forensik.

c. Mayat harus diikatkan label yang memuat Identitas mayat ( KUHAP

pasal 133 ayat 3).

2.3.5 Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum

Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu

perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum

menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di

dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti

barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter

mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian

kesimpulan. ( Afif, 2010).

9

Page 10: ISI MAKALAH.doc

2.3.6 Manfaat Visum Et Repertum

Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu

perkara pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan

kasus kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas.

(Soeparmono, 2002). Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak

tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli

dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn

yang meringankan atau menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli. (Soeparmono,

2002).

2.3.7 Dasar Hukum Visum et Repertum

Dalam KUHP pasal 186 dan 187

a. Pasal 186 : Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di

sidang pengadilan

b. Pasal 187 (c) : Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang

diminta secara resmi daripadanya.

10

Page 11: ISI MAKALAH.doc

BAB III

CONCEPTUAL MAPPING

3.1 Concept Mapping

11

Tindak Pidana

Dilaporkan Ke Polisi Ditemukan Oleh Polisi

Penyelidikan

Penyidik

Surat Permintaan VeR / Surat Keterangan Dokter

Dr Forensik Drg/Drg Forensik

Visum et Repertum Catatan Pemeriksaan Odontologi

Bukti Hukum

Pengadilan

Page 12: ISI MAKALAH.doc

3.2 Hipotesa

12

Page 13: ISI MAKALAH.doc

BAB IV

PEMBAHASAN

Dengan kemajuan jaman yang diimbangi kemajuan teknologi yang selama ini begitu

memberikan dampak positif bagi kemajuan indonesia ternyata juga memiliki dampak negatif

dalam bidang kejahatan yang mengakibatkan kematian pada korban. Akibat dari kemajuan

teknologi ini timbul pula berbagai macam kejahatan yang bervariasi dan kulitasnya pun

semakin meningkat, bukan hanya kualitas kejahatan yang semakin meningkat tapi

kuantitasnya pun juga semakin meningkat, akibat dari kejahatan yang memiliki kualitas

tinggi tersebut tim penyidik pun memiliki beberapa hambatan dalam menyelesaikan kasus

yang ada dikarenakan banyak kejadian yang membuat korbannya kehilangan latar

belakangnya. Karena variasi kejahatan yang semakin meningkat ini akhirnya memaksa

petugas yang berwenang untuk melakukan penyidikan yang berkualitas pula seperti halnya

contoh kejahatan pembunuhan dan pembuangan jejaknya maka memaksa pihak berwenang

untuk melakukan penyidikan yang tidak biasa lagi misalnya dengan cara melakukan

penyidikan forensik. Penyidikan forensik ini berguna untuk mengetahui asal usul korban.

Dalam perkembangannya Ilmu kedokteran forensik sangat berperan dalam

pengusutan suatu kasus kematian. Dalam forensik terdapat beberapa usaha yang dapat

dilakukan untuk mengusut alur suatu kasus dari segi medis yaitu rekam medis, pemeriksaan

barang bukti dan autopsi forensik. (Djohansyah, 2006)

Dalam pemeriksaan barang bukti dokter dibutuhkan agar lebih mudah menemukan

identitas dan penyebab kematian seperti memeriksa bercak darah yang mengering dibaju

korban atau mengambil benda korban yang masih ada bercak darah atau sperma. Autopsi

forensik dilakukan pembedahan pada tubuh mayat dengan tujuan mengetahui ciri dan

karakteristik mayat terlebih pada mayat yang sudah tidak dapat dikenali.

13

Page 14: ISI MAKALAH.doc

Sedangkan fungsi dari rekam medis itu sendiri adalah memberikan informasi secara

tertulis dan sistematis riwayat kesehatan si mayat saat hidup untuk dicocokkan dengan hasil

autopsi forensik. Apabila barang bukti, autopsi forensik dan rekam medis telah dilaksanakan,

akan di dapat data-data yang di dalamnya berisi banyak informasi baik dari aksi (autopsi),

dan administrasi(rekam medis) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi mayat. (Abdul

dan Legowo. 2008).

Setelah mendapatkan data-data rekam medik, dokkter dibantu oleh dokter gigi

membuat Visum et Repertum. Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat

dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap

seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa

temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan. Kemudian

hasil dari VeR dibawa ke pengadilan untuk dilakukan proses hukum (Amir, 2003).

Yang paling berhubungan dengan hukum yaitu tanggung jawabnya dokter gigi

terhadap hukum. Dalam hal hukum dokter gigi berperan sebagai saksi ahli dalam

persidangan. Dalam persidangan ini dokter gigi diharapkan dapat menjelaskan secara ilmiah

hasil yang didapat dalam melakukan penyidikannya karena kesaksian dokter gigi disini akan

dijadikan sebagai barang bukti untuk menyelesaikan kasus yang sedang diselidiki tersebut.

Setelah semua tanggung jawab dokter gigi dijalankan maka dokter gigi telah selesai dalam

peranyya dalam melakukkan penyidikan forensik selanjutnya hanya tugas tim penyidik atau

pihak berwajib untuk memutuskan siapa yang bersalah dalam kasus tersebut (Abdul dan

Legowo. 2008).

14

Page 15: ISI MAKALAH.doc

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Untuk melakukan identifikasi pada suatu kasus tindakan forensik, peran dari dokter

gigi sangat diperlukan untuk mengungkap identitas dari korban yang identitasnya belum

diketahui. Selain itu dokter gigi berhak memberikan identitas rekam medis kepada pihak

pengadilan sesuai kode etik kedokteran untuk membantu proses penyidikan pihak

kepolisian.

5.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis menyarankan kepada pihak penyidik dari

kepolisian dapat bekerjasama dengan tim forensik untuk memperjelas identitas suatu

korban yang belum dikenal. Khususnya untuk mahasiswa fakultas kedokteran gigi

diharapkan menambahkan wawasan tentang peran dokter gigi dalam hal forensik,

sehingga kelak bila sudah profesi dapat diterapkan untuk membantu pihak penyidik

dalam mengungkap masalah forensik.

15

Page 16: ISI MAKALAH.doc

DAFTAR PUSTAKA

Amir. 2008. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Pustaka Dwipura: Jakarta.

Djohansyah, Lukman. 2006. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik. Jakarta : CV Agung Seto.

Idries, Abdul M. 2009. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta Barat : Binarupa

Aksara.

Mun’in, Abdul dan Legowo. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses

Penyidikan. CV Sagung Seto:Jakarta.

Purwandianto, A. 2000, Pemanfaatan Laboratorium Forensik Untuk Kepentingan Non-

Litigasi, dalam Tim IBA Kriminalistik, Laporan Kegiatan Buku II, Proyek

Pengembangan Kewirahusaan Melalui Itegratif Bahan Ajar Kriminalistik, Lembaga

Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Standish SM, Stimson PG. The scope of Forensic Dentistry. The Dental Clinics of North

Amerika 1997.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 133 ayat 3

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 187 butir c.

16