Isi Referat Osteo

28
BAB I PENDAHULUAN Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011). Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen (Robbins, 2007) Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut (Randall, 2011). Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula (Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian 1

description

bedah

Transcript of Isi Referat Osteo

BAB I

PENDAHULUAN

 

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan

struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011).

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh

bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik

adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli,

Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus

influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen (Robbins,

2007)

Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah

atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung

pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga

kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut (Randall, 2011).

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan

pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan

(4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia,

radius, humerus, ulna, dan fibula (Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1

kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1

kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah

sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000

penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas

osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis

berat yang mendasari. (Randall, 2011)

 

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

1. Definisi

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada

tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik

(Randall, 2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis

adalah radang tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun

berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap

terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum,

korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. (Dorland, 2002).

2. Gejala

Osteomielitis hematogeneus biasanya memiliki progresivitas gejala yang

lambat.osteomielitis langsung (direct osteomyelitis) umumnya lebih

terlokalisasi dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum dari

osteomielitis meliputi :

a. Osteomielitis hematogenus tulang panjang

Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi

Kelelahan

Rasa tidak nyaman

Irritabilitas

Keterbatasan gerak (pseudoparalisis anggota badan pada neonates)

Edema lokal, eritema dan nyeri.

b. Osteomielitis hematogenus vertebral

Onset cepat

Adanya riwayat episode bakterimia akut

Diduga berhubungan dengan insufisiensi pembuluh darah

disampingnya

Edema lokal, eritema dan nyeri

2

Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.

c. Osteomielitis kronik

Ulkus yang tidak sembuh

Drainase saluran sinus

Kelelahan kronik

Rasa tidak nyaman

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Demam (terdapat pada 50% dari neonates)

Edema

Teraba hangat

Fluktuasi Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan

dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat

pseudoparalisis anggota badan pada neonatus).

Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.

Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau

jika terjadi infeksi kronis) (Randall, 2011).

3. Etiologi

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering

disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri.

Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus

(89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada

periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok

B streptokokus seringkali bersifat patogen (Robbins 2007).

Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:

a. Osteomielitis hematogenus akut

3

i. Bayi baru lahir (kurang dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan

kelompok Streptococcus α dan β.

ii. Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus α dan

β, Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.

iii.    Remaja (usia 4 tahunsampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok

Streptococcus α, H influenzae, dan Enterobacter

iv.    Dewasa: S. aureusdan kadang-kadang Enterobacter dan Streptoco

ccus.

b. Osteomielitis langsung

S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies pseudomonas.

Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies

pseudomonas.

Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella. (Randall, 2011)

4. Patogenesis

Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan

percobaan; pada studi ini  ditemukan bahwa tulang yang normal sangat

tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan

oleh inokulum, trauma, atau adanya benda  asing. (Daniel, 1997).

Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara

dibawah ini :

Melalui aliran darah.

Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi

saluran kemih  dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah

di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang

lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang

panjang pada lengan dan kaki.

4

Dari infeksi di dekatnya.

Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika

luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.

Kontaminasi langsung

Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung

tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi

kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk

mengganti sendi atau memperbaiki fraktur.  (anonym, 2011).

Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada

tulang dengan mengekspresikan reseptor  (adhesins) untuk

komponen tulang matriks (fibronektin,

laminin,kolagen, dan sialoglycoprotein tulang);Ekspresi kolagen-binding  a

dhesin memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. 

Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan

dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan

dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan  (Daniel, 1997).

S. Aureus   yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan

hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara

intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di

mana mereka  muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat 

menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika mikroorganisme

melekat pada tulang pertama kali, mereka  akan mengekspresikan fenotip

yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin

dapat menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek.

(Daniel, 1997).

Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang

baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL

11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel

tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan

tulang pada  remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih

belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang

5

mengandung mikroorganisme  dan, dalam proses pembentukan

radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim

proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen

bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor

yang memodulasi tulang (bone modulating factors)         (Daniel,1997).

Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang

merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap  patah

tulang, menurunkan jumlah  dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk

menghasilkan infeksi(Daniel,1997).

Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan

intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang

pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut

sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis

pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis

akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis

adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak

adanya osteosit yang hidup (Daniel, 1997).

5. Insiden

a. Morbiditas

Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi

neonates adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian

pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi

osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien

dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus

per 100.000 penduduk (Randall, 2011).

Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal

ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi

kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas

yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan

osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis

atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan

osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena

6

dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya

penyebarluasan infeksi. (Randall, 2011).

Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai

dengan StaphylococcusAureus yang resiten terhadap methacilin yang

didapat dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant

Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya

diakui. (Randall, 2011).

b. Mortalitas

Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis  atau

keberadaan kondisi medis berat yang mendasari (Randall, 2011).

 c. Ras

Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan

ras(Randall, 2011).

d. Jenis kelamin

Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa

kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada

orang dewasa (Randall, 2011).

e. Usia

Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal.

Osteomielitis akut hematogenous  merupakan suatu penyakit primer pada

anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis  berdekatan lebih sering

terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada

anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun

(Randall, 2011).

6. Klasifikasi

Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan

ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari

7

timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut

diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut

umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada

dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah

pemasangan prosthesa dan sebagainya (David,1987).

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan.

Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan

klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya

nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus

involukrum (David,1987).

Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang

mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan

kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa

penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu

dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan

adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya

seperti ulkus diabetikum. (Randall, 2011)

Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis

yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan

status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks

superfisial, stadium 3 – medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium

4 – medular dan kortikal difus. (Randall,2011)

A.     Osteomielitis hematogenik akut.

Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya

terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai

osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh

secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi,

atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer,

infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan

yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen

ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang mengalami infeksi

berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi.

(Adam,2004)

8

Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang

panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi

akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi

aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut

mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis

akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke

sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke

arah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat terjadi abses

yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian

tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut

sebagai sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara

perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk

mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini

disebut involukrum. (Hidiyaningsih, 2012).

Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering

adalah di daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus,

radius, ulna dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran

infeksi diperkirakan karena : 1) daerah metafisis merupakan daerah

pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi; 2)

dan metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran

infeksi secara hematogen juga meningkat; 3) pembuluh darah di

metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran darah di daerah ini

melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi.

(Sjamsuhidajat, 2004).

Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut.

Nyeri biasanya terlokalisasi  meskipun bisa juga menjalar ke bagian

tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita

mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi

akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari

menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering

adalah kuman gram positif yaitu Staphylococcus aureus. .

(Sjamsuhidajat, 2004).

Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri

lokal hebat yang terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan

9

dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang

disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala sistemik

berupa seperti demam, malaise, cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus

menghebat dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi

yang keluar dari tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan

selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan. Oleh karenanya,

setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai

osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. (Hidiyaningsih, 2012)).

Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan

predominasi sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C

(CRP). Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan untuk

memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di

metafisis. Kelainan tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak

2-3 minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang diikuti

dengan gambaran radiolusen ini baru akan tampak setelah tulang

kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup efektif dalam mendeteksi

osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang tiga

fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada

osteomielitis akut, skintigrafi tulang khusus juga dapat dibuat dengan

menggunakan leukosit yang di beri label galium dan indium.

(Sjamsuhidajat, 2004).

Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi

osteomielitis kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas

berdosis tinggi selama 4-6 minggu. Selain obat-obatan simtomatik

untuk nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan memperhatikan

kelurusan tungkai yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi

guna mengurangi nyeri, mencegah kontraktur, serta penyebaran

kuman lebih lanjut. Bila setelah terapi intensif 24 jam tidak ada

perbaikan, dilakukan pengeboran tulang yang sakit di beberapa tempat

untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang keluar dapat

dikultur untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat. (Sjamsuhidajat,

2004).

Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan

selulitis biasa. Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik

10

sudah diberikan sehingga gejala osteomielitis akut memudar.

Gambaran rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di daerah

metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal.  Gambaran

rongent dan klinis yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor

Ewing, dan osteosarkoma. Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu

berupa abses, atritis septik, hingga sepsis, sedangkan komplikasi

lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur sendi, dan gangguan

pertumbuhan tulang. (Sjamsuhidajat, 2004)

B.     Osteomielitis Subakut.

Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik.

Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi

rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki

gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut

dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya

osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka

ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila

osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan

sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau Ewing’s

Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)

Brodie Abses.

Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832,

merupakan bentuk lokal osteomielitis subakut, dan sering

disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar

40%) pada dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien

laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi

sistemik pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya

terlokalisasi di metaphysis dari tibia atau tulang paha, dan

dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya

sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari

11

lesi ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke

lempeng epifisis namun jarang terlokalisir.(Adam, 2004)

C.     Osteomielitis Kronik.

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan

subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara

hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis

seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang

digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif

atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang

mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat

melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan

implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah

infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak

kunjung sembuh, adanya drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue.

Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri lokal yang hilang

timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka

pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent

memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru.

(Hidiyaningsih, 2012)

Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan

jaringan nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien

juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur. Involukrum

belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah hancur

menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi

oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement

serta sekuesterektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat.

(Hidiyaningsih, 2012)

D.  Chronic Recuiment Multifocal Osteomielitis.

Pada dasarnya hal ini sudah menjadi pembahasan umum bahwa orang

yang sudah terkena penyakit osteomielitis akan sulit untuk sembuh.

Walaupun sudah diberikan antibiotik yang bagus. Hal ini dikaitkan

dari pathogenesis osteomielitis itu sendiri. Kuman yang masuk ke

dalam tubuh melalui hematogen menyebabkan suatu kondisi untuk

12

mempredisposisikan bakteri bermigras melalui celah endotel dan

melekat pada matriks tulang. Selain itu rendahnya tekanan oksigen

pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel

darah putih. Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya

thrombosis pembuluh darah local yang pada akhirnya menciptakan

suatu area nekrosis avaskular yang kemudian akan menjadi abses.

Pada awalnya terjadi inflamasi kecil di daerah metafisi tulang panjang.

Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan

menyebabkan peningkatan intraoseus yang menghalangi aliran darah

lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami nekrosis

dan iskemi. Sehingga akan terbentuknya sekuster. Sekuester yang

berada di lingkungan yang avaskular dan nekrotik akan menjadi

tempat yang menguntungkan untuk berkembangbiak bakteri. Dimana

tempat avaskular tersebut tidak mampu dijangkau oleh antibiotik  dan

sel-sel fagositik. Setelah fase akut terlewati, tidak menutup

kemungkinan untuk muncul sequelae infeksi di tulang dari

sequestrumnya yang belum tuntas.Karena orang yang terkena penyakit

osteomielitis biasanya pada orang-orang yang memiliki

immunokompremise. (Song, 2001).

7. Pemeriksaan penunjang (Randall, 2011):

Studi laboratorium

Penelitian berikut diindikasikan pada pasien dengan osteomielitis:

1. Pemeriksaan darah lengkap:

Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya

pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah

leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya

tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna

daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya

13

peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya

meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik.

CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan

osteomielitis  kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.

2. Kultur :

Kultur dari luka superficial  atau saluran sinus sering tidak

berkorelasi dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan

memiliki penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada

sekitar 50% pasien dengan osteomielitis hematogen.

Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi

kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi

organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil

diagnostik sekitar 77% pada semua studi.

Studi pencitraan

1. Radiografi

Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh

adanya edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi.

Perubahan tulang tidak terlihat untuk 14-21 hari dan pada

awalnya bermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti oleh

lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90% pasien

menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus

tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.

2. MRI

MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.

Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan

radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan

dianggap sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar

14

antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning

memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.

3. Radionuklida scanning tulang

Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah

putih menjadi pertimbangan pada pasien yang tidak

mampu melakukan pencitraan MRI. Sebuah fase tiga scan

tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang

dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara

dramatis menurun dalam pengaturan operasi sebelumnya atau

trauma tulang. Dalam keadaan khusus, informasi tambahan dapat

diperoleh dari pemindaian lebih lanjut

dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan / atau indium 111.

4. CT scan

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan,

dan kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk

penggunaan rutin untuk mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering

menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak tersedia.

5. Ultrasonografi

Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada

anak dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan

perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan

termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan

dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk

petunjuk ultrasound aspirasi.  Tidak memungkinkan untuk evaluasi

korteks tulang.

8. Diagnosis banding pada osteomielitis

15

Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan

tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian,

seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan

yang lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama

seperti pada histiocytosis sel Langerhans  atau sarkoma Ewing.  Perbedaan

pada setiap masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis,

jaringan lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel

langerhan histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan

jaringan lunak atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan

lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan

peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6

bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan

histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari (Adam, 2004).

9. Terapi

 Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan

pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan.

Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka

antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika

biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi

intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah  baring,

keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila

demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis

biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak

ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah (Skinner,2003)

Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan

osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu

untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan

CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang

direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana

secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut

yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau

kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan

respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat

16

setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik

berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda

untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian,

pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat

dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien

anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup

untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)

Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk

darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur

dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam.

Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-

nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh

keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada

keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65

mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan

kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan

penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara

berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit

seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat

menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan

sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang

menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.

(Hidiyaningsih, 2012).

Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:

Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat

Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik

dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam

setelah inflamasi)

Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi

perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara

lambat sesuai dengan waktu paruhnya.

Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai

efikasi terapi antibiotika.

17

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang

yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik

diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin

fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik,

antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan

sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah

dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan

tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang

dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan

mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada

beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya

tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut

telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan

diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah

tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang

dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. (Hidiyaningsih, 2012)

 Indikasi dilakukannya pembedahan ialah  :

1.      Adanaya sequester.

2.      Adanya abses.

3.      Rasa sakit yang hebat.

4.     Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma

Epidermoid).

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau

dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan

grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk

mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan

salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan

pemberian irigasi ini (Canale, 2007)

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk

merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi

dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot

18

diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).

Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan

darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi

infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk

menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang,

kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna

atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat

yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum

telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan (Canale,

2007)

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih,

2012):

1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme

penyebabnya

2. Dosis yang tidak adekuat

3. Lama pemberian tidak cukup

4. Timbulnya resistensi

5. Kesalahan hasil biakan

6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk

7. Kesalahan diagnostik

8. Pada pasien yang imunokempremaise

10. Komplikasi

Komplikasi dari osteomielitis antara lain (Anonim, 2012) :

1. Kematian tulang (osteonekrosis)

Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang,

menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,

kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran

infeksi.

2. Arthritis septic

19

Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam

sendi di dekatnya.

3. Gangguan pertumbuhan

Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada

daerah yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang

panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada

tulang yang terinfeksi.

4. Kanker kulit

Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang

menyebabkan keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi

terkeba karsinoma sel skuamosa.

Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga dapat

menimbulkan komplikasi berikut ini (Hidiyaningsih, 2012) :

1. Abses tulang

2. Bakteremia

3. Fraktur

4. Selulitis

20

BAB III

KESIMPULAN

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan

struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik.

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh

bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik

adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli,

Pseudomonas, dan Klebsiella. Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan

perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya.

Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera

yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka

tersebut.

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan

pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan

(4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia,

radius, humerus, ulna, dan fibula. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang.

Tingkat mortalitas ost

eomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis

berat yang mendasari.

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,

pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang.

 

21