Dislokasi Osteo

22
Dislokasi Regio Humeri Dextra Risma Lestari Siregar 102012426 A9 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Latar Belakang Masalah Skenario Problem Based Learning (PBL) yang akan di bahas dalam makalah ini adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun mengeluh nyeri pada bahu kanannya sejak 6 jam yang lalu setelah terjatuh saat bermain bola dengan posisi bertumpu pada bahu kanannya. Pada pemeriksaan fisik, tampak penonjolan tulang disertai edema pada bagian anterior sendi bahu, lengan atas terletak dalam posisi adduksi dan endorotasi, pergerakan sendi bahu sangat terbatas, nyeri tekan (+). Makalah PBL blok 14 ini akan membahas secara mendetail kasus ini sehingga diharapkan menambah pengetahuan penulis tentang topic musculoskeletal yang menjadi topik perkuliahan di blok 14 ini. Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas tentang pemeriksaan anamesis, fisik, penunjang, 1

Transcript of Dislokasi Osteo

Page 1: Dislokasi Osteo

Dislokasi Regio Humeri Dextra

Risma Lestari Siregar

102012426

A9

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Skenario Problem Based Learning (PBL) yang akan di bahas dalam makalah ini

adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun mengeluh nyeri pada bahu kanannya sejak 6 jam

yang lalu setelah terjatuh saat bermain bola dengan posisi bertumpu pada bahu kanannya.

Pada pemeriksaan fisik, tampak penonjolan tulang disertai edema pada bagian anterior

sendi bahu, lengan atas terletak dalam posisi adduksi dan endorotasi, pergerakan sendi

bahu sangat terbatas, nyeri tekan (+). Makalah PBL blok 14 ini akan membahas secara

mendetail kasus ini sehingga diharapkan menambah pengetahuan penulis tentang topic

musculoskeletal yang menjadi topik perkuliahan di blok 14 ini. Oleh sebab itu, makalah ini

akan membahas tentang pemeriksaan anamesis, fisik, penunjang, working diagnosis (WD),

penatalaksanaan, etiologi, patofisiologi, epidemiologi, gejala klinis, komplikasi, prognosis,

faktor resiko dan pencegahannya.

Rumusan Masalah

Dari skenario yang didapat, rumusan masalahnya adalah laki-laki 20 tahun

mengeluh nyeri pada bahu kanan sejak 6 jam lalu setelah terjatuh, tampak penonjolan

tulang disertai edema pada bagian anterior sendi bahu.

1

Page 2: Dislokasi Osteo

Mind Mapping

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah dari ini adalah sebagai berikut :

Mengerti bagaimana menyelesaikan masalah yang terdapat pada kasus

Mengerti bagaimana melakukan anamnesa yang baik

Mampu menjelaskan tindakan apa saja yang harus dilakukan ketika pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penujang

Mengetahui working diagnosis dari kasus dalam skenario

Mengetahui etiologi, patofisiologi, epidemiologi, gejala klinis, komplikasi, prognosis,

faktor resiko dan pencegahan dari kasus dalam skenario

Hipotesis

Hipotesis dari kasus ini adalah laki-laki 20 tahun mengeluh nyeri pada bahu kanan

sejak 6 jam lalu setelah terjatuh, tampak penonjolan tulang disertai edema pada bagian

anterior sendi bahu, karena dislokasi regio humeri dextra.

2

laki-laki 20 tahun mengeluh nyeri pada bahu kanan sejak 6

jam lalu setelah terjatuh

Patofisiologi

Manifestasi Klinis

Penatalaksanaan

-Medikamentosa

-Non medikamentosa

Anamnesis

Pemeriksaan

Fisik :

Status

Penunjang :

-radiografi

Diagnosis

WD : Dislokasi Regio Humeri

Dextra

EtiologiEpidemiologi

PencegahanKomplikasi

Prognosis

Page 3: Dislokasi Osteo

Pembahasan

Anamnesis

Didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau

keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat

pelayanan kesehatan. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-

anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan

pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.1

Identitas penderita

Nama, alamat, umur, pekerjaan dan usia. Penyakit muskuloskeletal dapat menyerang

semua umur dan jenis kelamin, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada

kelompok umur dan jenis kelamin tertentu. Misalnya Osteoartritis lebih sering

ditemukan pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Sebaliknya SLE

lebih sering ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia

lainnya.1

Keluhan Utama

Pasien dengan gangguan muskuloskeletal biasanya datang dengan keluhan nyeri

sendi. Penting untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan

nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang

setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis.

Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur

dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah

melakukan aktivitas. Pada artritis reumatoid nyeri yang paling berat biasanya pada

pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari.

Sedangkan, pada osteoartritis nyeri paling berat pada malam hari dan pada artritis

gout nyeri yang terjadi biasanya berupa serangan yang hebat pada waktu bangunn

pagi hari, sedangkan pada malam hari sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa.1

Riwayat Penyakit Sekarang

Lokasi: bagian tubuh mana yang memberikan keluhan lokasi harus spesifik

Contoh : Nyeri perut kanan bawah “ Apakah menjalar atau tidak? Kemana?”

Kualitas: Seperti apa keluhannya?

3

Page 4: Dislokasi Osteo

Contoh : Kepala pusing nyut-nyut, berputar-putar, terasa kencang, seperti ditusuk

Keparahan: Seberapa berat keluhan dirasakan pasien, seberapa jauh mengganggu

aktifitas Keluhan berupa nyeri dinilai secara subyektif dengan VAS (Visual Analog

Scale) 1 – 10 yang bertujuan untuk memberi gambaran tingkat nyeri, mengetahui

perkembangan sakit/ nyeri dan membantu dalam menentukan jenis obat.

Waktu: Onset (sejak kapan keluhannya dirasakan), Durasi (berapa lama keluhannya

dirasakan) dan Frekuensi (berapa kali, berapa sering).

Situasi dan kondisi saat terjadi (faktor pencetus): Mencakup faktor lingkungan,

aktifitas personal, riwayat alergi, riwayat minum obat

Faktor yang memperingan atau memperberat: Riwayat pengobatan

Contoh : Pusing, bertambah ringan jika tiduran,bertambah berat jika menonton TV,

berkurang setelah minum obat “warung”.

Manifestasi gejala lain yang terkait: Gejala-gejala lain yang menyertai keluhan

utama

Contoh: Diare, gejala lainnya : mual, muntah, mules, lemas

Riwayat Penyakit Dahulu: bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan

adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya

sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita

penyakit berat dan mengalami operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan,

lama perawatan, apakah sembuh sempurna atau tidak.1

Riwayat Penyakit Keluarga: penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,

familial atau infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan

riwayat kehamilan dan kelahiran.1

Riwayat Personal Sosial

Dewasa (Pendidikan, Situasi pekerjaan/rumah/keluarga/perkawinan, kebiasaan,

lifestyle)

Anak (Riw. Kehamilan, ibu, perinatal, nutrisi, imunisasi).

Anamnesis kasus

Identitas – laki-laki berusia 20 tahun

Keluhan utama nyeri pada bahu bawah setelah jatuh dengan posisi menumpu pada

bahu kanannya, dan bentuk lengan atas kanan tampak tidak penonjolan tulang

4

Page 5: Dislokasi Osteo

disertai edema pada bagian anterior sendi bahu, lengan atas teletak pada posisi

adduksi dan endorotasi.

Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik, lihatlah pasien dan cari adanya deformitas yang terlihat

jelas dan postur abnormal dari tubuh pasien langsung. Cari pengecilan otot yang terlihat

jelas: apakah massa otot tampak normal? Lihat bahu, pantat, tangan, dan otot disekitar

cedera dan lainnya.2

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua:

1. Pemeriksaan Umum (Status Generalisata)3

Kita harus menganalisis tentang : keadaan umum (KU) pada pasien yaitu baik atau

buruk. Yang dicatat adalah tanda – tanda vital pasien, yaitu :

Kesadaran penderita ketika datang ke klinik, compos mentis (normal) atau delirium

(kebingungan) atau soporus (tidak sadar) atau coma.

Melihat ada kesakitan

Memeriksa tanda-tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi

pernafasan dan suhu tubuh pasien.

Pemeriksaan dimulai dari kepala, leher, dada (thorax), perut (abdomen ; hati, lien),

kelenjar getah bening serta kelamin. Berlanjut ke ekstremitas atas dan bawah serta

punggung (tulang belakang).3

2. Pemeriksaan Setempat (Status Lokalis)

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal (atas) serta bagian distal dari anggota

tubuh terutama mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan orthopedi /

musculoskeletal yang penting adalah (appley) :

Look (Inspeksi)

Feel (Palpasi)

Move ( pergerakan, terutama mengenai lingkup gerak)

5

Page 6: Dislokasi Osteo

Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat

kesimpulan kelainan, apakah suatu pembengkakan atau atrofi, serta melihat adanya selisih

panjang (discrepancy).

Pemeriksaan lokal (dimulai dari sisi yang sehat) terdiri dari :

1. Inspeksi (LOOK)

a. Kulit : parut luka (scar), perubahan warna dan lipatan kulit abnormal

b. Bentuk : bengkak, wasting, benjolan, bentuk tulang bengkok

c. Posisi : berbagai kelainan sendi dan lesi saraf mengakibatkan deformitas. Yang

khas. Ingat ekstremitas memiliki 3 dimensi, sehingga carilah deformitas dalam 3

bidang

2. Palpasi (FEEL)

a. Kulit : hangat / dingin, lembab / kering, sensoris normal / abnormal

b. Jaringan lunak : benjolan, pulsasi

c. Tulang dan sendi : bentuk luar, penebalan sinovial, cairan sendi

d. Nyeri tekan : selalu penting dan sering kali diagnostik bila terlokalisir

3. Gerak (MOVE)

a. Aktif : minta pasien untuk menggerakkan sendi dan periksa kekuatannya

b. Pasif : catat lingkup gerak sendi pada setiap bidang gerak fisiologis

c. Abnormal : stabilitas gerak sendi

Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri,

terdapat penonjolan tulang, disertai edema pada bagian anterior sendi bahu, kemudian

lengan atas tampak terletak adduksi dan endorotasi, nyeri tekan, dan adanya gangguan

gerak sendi bahu. Dari hasil pemeriksaan fisik tersebut, bisa dinyatakan bahwa kasus

dalam skenario termasuk ke dalam dislokasi posterior bahu. Ada tanda khas dari dislokasi

sendi bahu posterior ini yaitu nyeri, benjolan dibagian belakang sendi saat pemeriksaan

radiologis. Dan juga terlihat light bulb karena rotasi internal (endorotasi) pada humerus.4

6

Page 7: Dislokasi Osteo

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi3,4

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu

anteroposterior (AP) dan lateral yang bertujuan untuk memastikan adanya dislokasi dan

radiografi harus dilakukan untuk menyingkirkan fraktrur jika mekanismenya mengarah

kesana.

1. Foto Polos

Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior (AP) dan lateral. Pada

sudut anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi rotasi interna dan eksterna.

Pada rotasi interna dapat dilihat lesi Hill-Sachs pada caput humurus posterolateral.

Pada sudut lateral dapat dilihat sublukasasi glenohumeral maupun dislokasi, dapat

juga untuk melihat bila mana terdapat fraktur.5

Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput humerus berada di bagian depan ataupun

medial dari glenoid. Pada dislokasi posterior terdapat gambaran berupa light bulb

(lampu pijar) yang diakibatkan rotasi interna dari humerus. 6

2. CT-scan arthrografi dulunya biasanya digunakan untuk mengevaluasi pasien

dengan instabilitas glenohumeral dan dislokasi atau dengan riwayat instabilitas

sebelumnya. Akan tetapi, sekarang ini CT-scan hanya digunakan apabila terdapat

kontraindikasi pemeriksaan dengan MRI atau jika dicurigai terdapat abnormalitas

glenoid

3. MRI dan Magnetic Resonance Arthrografi lebih sensitive dibandingkan metode

lainnya untuk keadaan patologi pada ligamen, kartilago, cidera bisep, ataupun

abnormalitas kapsul. MR atrografi lebih sensitif dibandingkan MRI, dan hal ini

merupakan pemeriksaan pilihan pada dislokasi sendi bahu, khususnya untuk kasus

instabilitas yang berulang dan lebih bagus untuk mendiagnosis lesi patologis untuk

hal-hal tersebut.

7

Page 8: Dislokasi Osteo

Working diagnosis

Dislokasi Regio Humeri Dextra

Defenisi Dislokasi Bahu2

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh

komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi), atau suatu keadaan

dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis.

Secara kasar adalah tulang terlepas dari persendian.2 Dislokasi yang sering terjadi pada

olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari

tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah

sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.

Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Anatomi fungsional sendi bahu1,2,5,8

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang

terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal,

sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan

melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan

ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada

bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh

tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper

arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi

sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.

Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat

luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa

glenoidalis dangkal (Sidharta, 1984).6 Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri

yang bulat dan cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah pir.

Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh

adanya labrum glenoidale (Snell, 1997). Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas

glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis,

8

Page 9: Dislokasi Osteo

sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga

memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.8 Proteksi terhadap sendi

tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen.

Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara

pada cavitas glenoidalisnya.

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain ligamen

glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral dan ligamen

coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum

anatomicum humeri (Snell, 1997).

Ligament yang memperkuat antara lain:

1) Ligamentum coraco humerale, yang membentang dari procesus coracoideus

sampai tuberculum humeri.

2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus

sampai acromion.

3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke

collum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:

a) ligament glenohumerale superior, yang melewati articulatio sebelah

cranial

b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah

ventral.

c) Ligamentum glenohumeralis inferios, yang melewati articulation sebelah

inferios.

Etiologi6,7

Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat

berolahraga ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian

berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan

otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa

glenoidale

Dislokasi disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga

9

Page 10: Dislokasi Osteo

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta

olahraga yang beresiko jatuh misalnya terperosok akibat bermain ski, senam, volley.

Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan

dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga.

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi

3. Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

4. Patologis

Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital

penghubung tulang.

Patofisiologi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital

yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas

sendi.3 Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari

patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3

hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma

jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas

sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari

dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.2

Klasifikasi Dislokasi

Dislokasi anterior sendi bahu

Dislokasi posterior sendi bahu

Dislokasi inferior atau luksasi erekta

Dislokasi disertai fraktur

Dislokasi Sendi Bahu Anterior

Merupakan jenis dislokasi yang paling sering terjadi pada sendi mayor. Biasanya

terjadi karena rotasi eksternal secara paksa dan ekstensi dari bahu. Kaput humerus

10

Page 11: Dislokasi Osteo

kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan robekan pada kartilago glenoid

labrum dan kapsul dari batas anterior kavum glenoid. Lebih jarang dislokasi ini juga dapat

terjadi pada pasien yang terjatuh dengan bertumpu pada tangan dan sendi bahu dalam

posisi ekstensi. Pada dislokasi ini, kaput humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke

glenoid, tepat di bawah prosesus korakoid.5

Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior glenoid.

Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus

keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan inferior. selain itu mungkin ada

indentasi pada bagian posterolateral kaput humeru (lesi Hill-Sachs) yaitu fraktur kompresi

akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid amterior setiap kali mengalami dislokasi.6

Dislokasi Sendi Bahu Posterior

Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma berkekuatan besar

dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan dengan posisi adduksi dan

rotasi internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsi atau terkena aliran listrik), atau

intoksikasi alkohol. Dislokasi mungkin disertai dengan fraktur proksimal humerus, kapsul

posterior terlepas dari tulang atau teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior

dari kaput humerus.6

Ketika sendi bahu yang sebelumnya mengalami dislokasi posterior, mengalami

dislokasi ulang karena cedera lain, dislokasi kedua dan selanjutnya disebut dislokasi

rekuren. Pada kasus dimana pasien dapat mendislokasikan dan meresuksi sendi bahu

sesuai keinginan disebut dislokasi habitual. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan

kongenital generalisata pada ligament.5

Gambaran klinik

Dislokasi sendi bahu anterior

Pasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga mengeluhkan

seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat menggerakkan tangannya.

Pasien kemudian menggunakan tangan yang lain untuk membantu menyanggahnya. Pada

kejadian akut yang pertama kali pasien dapat menjelaskan dengan baik mekanisme trauma;

adanya ruda paksa pada bahu dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi. Pada

11

Page 12: Dislokasi Osteo

pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat benjolan

pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi-eksorotasi, tepi bahu tampak menyudut,

nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada dislokasi sendi

bahu anterior ini yaitu sumbu humeru yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu

berubah karena daerah dibawah akromion kosong pada palpasi.6

Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya

dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan tidak mampu menggerakkan

lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat

menyentuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu

terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi

badan penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat

scapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada

scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakkan bahunya, maka pada kasus ini

kaput humerus yang tergeser dapat diraba di bawah prosesus korakoideus. Fungsi nervus

sirkumflex harus diperiksa karena rentan mengalami cedera pada kasus ini.4,5

Dislokasi Sendi Bahu Posterior

Kasus ini jarang terjadi dan sering terabaikan karena pasien terlihat seperti

melindungi ekstrimitasnya.. Biasanya dari anamese didapati riwayat trauma yang hebat

pada bahu, riwayat terkena aliran listrik, atau intoksikasi alkohol. Dari pemeriksaan fisik

terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi interna. Pergerakan rotasi eksternal

mengalami tahanan. Pada pasien yang kurus kaput humerus dapat teraba pada bagian

posterior.3

Komplikasi4

Komplikasi Dislokasi sendi bahu anterior :

Kerusakan saraf. Saraf aksilaris paling sering mengalami cedera, pasien tidak dapat

mengkontraksikan otot deltoid dan sedikit kehilangan rasa pada otot. Ketidakmampuan

abduksi harus dibedakan dari robekan rotator cuff.4

Kerusakan pembuluh darah. Arteri aksilaris dapat mengalami kerusakan, khususnya

pada orang tua dengan pembuluh darah yang rapuh. Ini bisa terjadi saat cedera ataupun

12

Page 13: Dislokasi Osteo

saat melakukan reduksi. Tungkai harus selalu diperiksa ada tidaknya tanda-tanda

iskemia sebelum dan sesudah reduksi.

Komplikasi Dislokasi Sendi Bahu Posterior

Dislokasi tak tereduksi. Minimal setengah dari pasien dengan dislokasi posterior tidak

tereduksi ketika pertama kali. Berminggu-minggu sampai berbulan-bulan berlalu

sebelum diagnosis ditegakkan dan lebih dari dua pertiga dislokasi posterior tidak

dikenali awalnya.

Dislokasi rekuren atau subluksasio

Penatalaksaan

Penatalaksaan Dislokasi Sendi Bahu Anterior

Beraneka ragam metode reduksi dilakukan pada pasien dengan dislokasi sendi

bahu. Untuk pasien yang pernah mengalami dislokasi sebelumnya, traksi sederhana pada

lengan biasanya berhasil dengan baik. Biasanya penggunaan sedasi atau anestesi general

diperlukan.9

Dengan metode Stimson, pasien ditelungkupkan dan lengan yang sakit tergantung

disebelah tempat tidur. Setelah 15 hingga 20 menit bahunya akan tereduksi.

Dengan metode Hipocrates, penderita dibaringkan dilantai, anggota gerak ditarik ke

atas dan kaput hemerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.

Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan pemeriksa berada

disamping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90 dan dilakukan traksi sesuai

garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke arah lateral dan lengan diadduksi dan

sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi

ke medial sehingga tangan jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang direkomendasikan

karena dapat mengakibatkan cidera pada nervus, pembuluh darah dan pada tulang.

Reduksi tanpa pembiusan umum dilakukan dengan teknik menggantung lengan.

Penderita diberikan pethidin atau diazepam agar tercapai relaksasi yang maksimum,

kemudian penderita tidur tengkurap dan membiarkan lengan tergantung dipinggir tempat

13

Page 14: Dislokasi Osteo

tidur. Setelah beberapa waktu dapat terjadi reduksi secara spontan.

Penanganan Setelah Reposisi

Lengan diistirahatkan dengan mitella selama 3 minggu pada penderita yang

usianya dibawah 3 tahun (yang lebih sering terjadi rekurensi) dan hanya 1 minggu pada

usia lebih 30 tahun (lebih sering terjadi kekakuan). Kemudian dimulai pergerakan ringan

namun kombinasi abduksi dan rotasi lateral sebaiknya dihindari selama 3 minggu. Selama

periode ini, siku dan jari mulai digerakkan setiap hari.8

Penatalaksaan Dislokasi Sendi bahu posterior

Dilakukan reduksi dengan menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi

eksterna, serta dilakukan imobilisasi selama 3-6 minggu.9

Prognosis

Pemantauan yang baik adalah dasar untuk mencegah terjadinya dislokasi berulang

dan untuk kesembuhan jaringan yang rusak.Bahkan dengan perawatan yang terbaik pun

dislokasi dapat berulang. Sekitar 90% dari orang-orang yang pernah mengalami dislokasi

bahu pada usia lebih muda dari 20 tahun biasanya akan mengalami dislokasi kedua.

Setelah usia 40 tahun, sebanyak 14% orang dapat mengalami dilokasi kedua. Jika dislokasi

terjadi kedua kalinya pada bahu yang sama, terutama jika disebabkan oleh trauma yang

lebih ringan, maka pasien harus dievaluasi mengenai kemungkinan terjadinya kerusakan

ligamen pada bahunya. Jika terdapat kerusakan, maka pasien munkin perlu untuk

menjalani operasi untuk mencegah terjadinya dislokasi berulang.

Kesimpulan

Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu kelainan dalam bidang bedah ortopaedi

yang sering ditemukan di masyarakat. Penyebabnya ialah trauma. Pemahaman yang cermat

mengenai anatomi sendi bahu sangat penting bagi kita sebagai kunci kerberhasilan dalam

mereduksi kembali dislokasi yang terjadi. Pemeriksaan radiologis dapat membantu

menentukan tipe dislokasi dan adanya tidaknya fraktur yang menyertai. Berbagai teknik dapat

dilakukan untuk mereduksi kembali dislokasi yang terjadi, dengan atau tanpa pembiusan.

14

Page 15: Dislokasi Osteo

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 27, 2445-46, 2705,

2. Gleadle J. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga.

2007.h.40-1.

3. Rasjad, C. 2007. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone.

Hal. 406-408.

4. Solomon, L., et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. 739-744.

5. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta:

EGC.2002.h.396-8; 403-4; 417-26..

6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta:

EGC.2007.h.1065-9.

7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

2011.h.811-9.

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:

EGC.2005.h.1279-82

9. Jong WD, Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.2005.h.860

15