Dislokasi Osteo
-
Upload
dhanis-sartika -
Category
Documents
-
view
74 -
download
9
Transcript of Dislokasi Osteo
Dislokasi Regio Humeri Dextra
Risma Lestari Siregar
102012426
A9
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Skenario Problem Based Learning (PBL) yang akan di bahas dalam makalah ini
adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun mengeluh nyeri pada bahu kanannya sejak 6 jam
yang lalu setelah terjatuh saat bermain bola dengan posisi bertumpu pada bahu kanannya.
Pada pemeriksaan fisik, tampak penonjolan tulang disertai edema pada bagian anterior
sendi bahu, lengan atas terletak dalam posisi adduksi dan endorotasi, pergerakan sendi
bahu sangat terbatas, nyeri tekan (+). Makalah PBL blok 14 ini akan membahas secara
mendetail kasus ini sehingga diharapkan menambah pengetahuan penulis tentang topic
musculoskeletal yang menjadi topik perkuliahan di blok 14 ini. Oleh sebab itu, makalah ini
akan membahas tentang pemeriksaan anamesis, fisik, penunjang, working diagnosis (WD),
penatalaksanaan, etiologi, patofisiologi, epidemiologi, gejala klinis, komplikasi, prognosis,
faktor resiko dan pencegahannya.
Rumusan Masalah
Dari skenario yang didapat, rumusan masalahnya adalah laki-laki 20 tahun
mengeluh nyeri pada bahu kanan sejak 6 jam lalu setelah terjatuh, tampak penonjolan
tulang disertai edema pada bagian anterior sendi bahu.
1
Mind Mapping
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah dari ini adalah sebagai berikut :
Mengerti bagaimana menyelesaikan masalah yang terdapat pada kasus
Mengerti bagaimana melakukan anamnesa yang baik
Mampu menjelaskan tindakan apa saja yang harus dilakukan ketika pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penujang
Mengetahui working diagnosis dari kasus dalam skenario
Mengetahui etiologi, patofisiologi, epidemiologi, gejala klinis, komplikasi, prognosis,
faktor resiko dan pencegahan dari kasus dalam skenario
Hipotesis
Hipotesis dari kasus ini adalah laki-laki 20 tahun mengeluh nyeri pada bahu kanan
sejak 6 jam lalu setelah terjatuh, tampak penonjolan tulang disertai edema pada bagian
anterior sendi bahu, karena dislokasi regio humeri dextra.
2
laki-laki 20 tahun mengeluh nyeri pada bahu kanan sejak 6
jam lalu setelah terjatuh
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan
-Medikamentosa
-Non medikamentosa
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik :
Status
Penunjang :
-radiografi
Diagnosis
WD : Dislokasi Regio Humeri
Dextra
EtiologiEpidemiologi
PencegahanKomplikasi
Prognosis
Pembahasan
Anamnesis
Didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau
keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat
pelayanan kesehatan. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.1
Identitas penderita
Nama, alamat, umur, pekerjaan dan usia. Penyakit muskuloskeletal dapat menyerang
semua umur dan jenis kelamin, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada
kelompok umur dan jenis kelamin tertentu. Misalnya Osteoartritis lebih sering
ditemukan pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Sebaliknya SLE
lebih sering ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia
lainnya.1
Keluhan Utama
Pasien dengan gangguan muskuloskeletal biasanya datang dengan keluhan nyeri
sendi. Penting untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan
nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang
setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis.
Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur
dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah
melakukan aktivitas. Pada artritis reumatoid nyeri yang paling berat biasanya pada
pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari.
Sedangkan, pada osteoartritis nyeri paling berat pada malam hari dan pada artritis
gout nyeri yang terjadi biasanya berupa serangan yang hebat pada waktu bangunn
pagi hari, sedangkan pada malam hari sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa.1
Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi: bagian tubuh mana yang memberikan keluhan lokasi harus spesifik
Contoh : Nyeri perut kanan bawah “ Apakah menjalar atau tidak? Kemana?”
Kualitas: Seperti apa keluhannya?
3
Contoh : Kepala pusing nyut-nyut, berputar-putar, terasa kencang, seperti ditusuk
Keparahan: Seberapa berat keluhan dirasakan pasien, seberapa jauh mengganggu
aktifitas Keluhan berupa nyeri dinilai secara subyektif dengan VAS (Visual Analog
Scale) 1 – 10 yang bertujuan untuk memberi gambaran tingkat nyeri, mengetahui
perkembangan sakit/ nyeri dan membantu dalam menentukan jenis obat.
Waktu: Onset (sejak kapan keluhannya dirasakan), Durasi (berapa lama keluhannya
dirasakan) dan Frekuensi (berapa kali, berapa sering).
Situasi dan kondisi saat terjadi (faktor pencetus): Mencakup faktor lingkungan,
aktifitas personal, riwayat alergi, riwayat minum obat
Faktor yang memperingan atau memperberat: Riwayat pengobatan
Contoh : Pusing, bertambah ringan jika tiduran,bertambah berat jika menonton TV,
berkurang setelah minum obat “warung”.
Manifestasi gejala lain yang terkait: Gejala-gejala lain yang menyertai keluhan
utama
Contoh: Diare, gejala lainnya : mual, muntah, mules, lemas
Riwayat Penyakit Dahulu: bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya
sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita
penyakit berat dan mengalami operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan,
lama perawatan, apakah sembuh sempurna atau tidak.1
Riwayat Penyakit Keluarga: penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
familial atau infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan
riwayat kehamilan dan kelahiran.1
Riwayat Personal Sosial
Dewasa (Pendidikan, Situasi pekerjaan/rumah/keluarga/perkawinan, kebiasaan,
lifestyle)
Anak (Riw. Kehamilan, ibu, perinatal, nutrisi, imunisasi).
Anamnesis kasus
Identitas – laki-laki berusia 20 tahun
Keluhan utama nyeri pada bahu bawah setelah jatuh dengan posisi menumpu pada
bahu kanannya, dan bentuk lengan atas kanan tampak tidak penonjolan tulang
4
disertai edema pada bagian anterior sendi bahu, lengan atas teletak pada posisi
adduksi dan endorotasi.
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik, lihatlah pasien dan cari adanya deformitas yang terlihat
jelas dan postur abnormal dari tubuh pasien langsung. Cari pengecilan otot yang terlihat
jelas: apakah massa otot tampak normal? Lihat bahu, pantat, tangan, dan otot disekitar
cedera dan lainnya.2
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua:
1. Pemeriksaan Umum (Status Generalisata)3
Kita harus menganalisis tentang : keadaan umum (KU) pada pasien yaitu baik atau
buruk. Yang dicatat adalah tanda – tanda vital pasien, yaitu :
Kesadaran penderita ketika datang ke klinik, compos mentis (normal) atau delirium
(kebingungan) atau soporus (tidak sadar) atau coma.
Melihat ada kesakitan
Memeriksa tanda-tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi
pernafasan dan suhu tubuh pasien.
Pemeriksaan dimulai dari kepala, leher, dada (thorax), perut (abdomen ; hati, lien),
kelenjar getah bening serta kelamin. Berlanjut ke ekstremitas atas dan bawah serta
punggung (tulang belakang).3
2. Pemeriksaan Setempat (Status Lokalis)
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal (atas) serta bagian distal dari anggota
tubuh terutama mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan orthopedi /
musculoskeletal yang penting adalah (appley) :
Look (Inspeksi)
Feel (Palpasi)
Move ( pergerakan, terutama mengenai lingkup gerak)
5
Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat
kesimpulan kelainan, apakah suatu pembengkakan atau atrofi, serta melihat adanya selisih
panjang (discrepancy).
Pemeriksaan lokal (dimulai dari sisi yang sehat) terdiri dari :
1. Inspeksi (LOOK)
a. Kulit : parut luka (scar), perubahan warna dan lipatan kulit abnormal
b. Bentuk : bengkak, wasting, benjolan, bentuk tulang bengkok
c. Posisi : berbagai kelainan sendi dan lesi saraf mengakibatkan deformitas. Yang
khas. Ingat ekstremitas memiliki 3 dimensi, sehingga carilah deformitas dalam 3
bidang
2. Palpasi (FEEL)
a. Kulit : hangat / dingin, lembab / kering, sensoris normal / abnormal
b. Jaringan lunak : benjolan, pulsasi
c. Tulang dan sendi : bentuk luar, penebalan sinovial, cairan sendi
d. Nyeri tekan : selalu penting dan sering kali diagnostik bila terlokalisir
3. Gerak (MOVE)
a. Aktif : minta pasien untuk menggerakkan sendi dan periksa kekuatannya
b. Pasif : catat lingkup gerak sendi pada setiap bidang gerak fisiologis
c. Abnormal : stabilitas gerak sendi
Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri,
terdapat penonjolan tulang, disertai edema pada bagian anterior sendi bahu, kemudian
lengan atas tampak terletak adduksi dan endorotasi, nyeri tekan, dan adanya gangguan
gerak sendi bahu. Dari hasil pemeriksaan fisik tersebut, bisa dinyatakan bahwa kasus
dalam skenario termasuk ke dalam dislokasi posterior bahu. Ada tanda khas dari dislokasi
sendi bahu posterior ini yaitu nyeri, benjolan dibagian belakang sendi saat pemeriksaan
radiologis. Dan juga terlihat light bulb karena rotasi internal (endorotasi) pada humerus.4
6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi3,4
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu
anteroposterior (AP) dan lateral yang bertujuan untuk memastikan adanya dislokasi dan
radiografi harus dilakukan untuk menyingkirkan fraktrur jika mekanismenya mengarah
kesana.
1. Foto Polos
Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior (AP) dan lateral. Pada
sudut anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi rotasi interna dan eksterna.
Pada rotasi interna dapat dilihat lesi Hill-Sachs pada caput humurus posterolateral.
Pada sudut lateral dapat dilihat sublukasasi glenohumeral maupun dislokasi, dapat
juga untuk melihat bila mana terdapat fraktur.5
Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput humerus berada di bagian depan ataupun
medial dari glenoid. Pada dislokasi posterior terdapat gambaran berupa light bulb
(lampu pijar) yang diakibatkan rotasi interna dari humerus. 6
2. CT-scan arthrografi dulunya biasanya digunakan untuk mengevaluasi pasien
dengan instabilitas glenohumeral dan dislokasi atau dengan riwayat instabilitas
sebelumnya. Akan tetapi, sekarang ini CT-scan hanya digunakan apabila terdapat
kontraindikasi pemeriksaan dengan MRI atau jika dicurigai terdapat abnormalitas
glenoid
3. MRI dan Magnetic Resonance Arthrografi lebih sensitive dibandingkan metode
lainnya untuk keadaan patologi pada ligamen, kartilago, cidera bisep, ataupun
abnormalitas kapsul. MR atrografi lebih sensitif dibandingkan MRI, dan hal ini
merupakan pemeriksaan pilihan pada dislokasi sendi bahu, khususnya untuk kasus
instabilitas yang berulang dan lebih bagus untuk mendiagnosis lesi patologis untuk
hal-hal tersebut.
7
Working diagnosis
Dislokasi Regio Humeri Dextra
Defenisi Dislokasi Bahu2
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi), atau suatu keadaan
dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis.
Secara kasar adalah tulang terlepas dari persendian.2 Dislokasi yang sering terjadi pada
olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari
tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah
sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Anatomi fungsional sendi bahu1,2,5,8
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang
terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal,
sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan
melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan
ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada
bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh
tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper
arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi
sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.
Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat
luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa
glenoidalis dangkal (Sidharta, 1984).6 Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri
yang bulat dan cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah pir.
Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh
adanya labrum glenoidale (Snell, 1997). Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas
glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis,
8
sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga
memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.8 Proteksi terhadap sendi
tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen.
Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara
pada cavitas glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain ligamen
glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral dan ligamen
coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum
anatomicum humeri (Snell, 1997).
Ligament yang memperkuat antara lain:
1) Ligamentum coraco humerale, yang membentang dari procesus coracoideus
sampai tuberculum humeri.
2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus
sampai acromion.
3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke
collum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:
a) ligament glenohumerale superior, yang melewati articulatio sebelah
cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah
ventral.
c) Ligamentum glenohumeralis inferios, yang melewati articulation sebelah
inferios.
Etiologi6,7
Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat
berolahraga ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian
berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan
otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa
glenoidale
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
9
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olahraga yang beresiko jatuh misalnya terperosok akibat bermain ski, senam, volley.
Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan
dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga.
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang.
Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi.3 Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3
hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma
jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas
sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari
dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.2
Klasifikasi Dislokasi
Dislokasi anterior sendi bahu
Dislokasi posterior sendi bahu
Dislokasi inferior atau luksasi erekta
Dislokasi disertai fraktur
Dislokasi Sendi Bahu Anterior
Merupakan jenis dislokasi yang paling sering terjadi pada sendi mayor. Biasanya
terjadi karena rotasi eksternal secara paksa dan ekstensi dari bahu. Kaput humerus
10
kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan robekan pada kartilago glenoid
labrum dan kapsul dari batas anterior kavum glenoid. Lebih jarang dislokasi ini juga dapat
terjadi pada pasien yang terjatuh dengan bertumpu pada tangan dan sendi bahu dalam
posisi ekstensi. Pada dislokasi ini, kaput humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke
glenoid, tepat di bawah prosesus korakoid.5
Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior glenoid.
Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus
keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan inferior. selain itu mungkin ada
indentasi pada bagian posterolateral kaput humeru (lesi Hill-Sachs) yaitu fraktur kompresi
akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid amterior setiap kali mengalami dislokasi.6
Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma berkekuatan besar
dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan dengan posisi adduksi dan
rotasi internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsi atau terkena aliran listrik), atau
intoksikasi alkohol. Dislokasi mungkin disertai dengan fraktur proksimal humerus, kapsul
posterior terlepas dari tulang atau teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior
dari kaput humerus.6
Ketika sendi bahu yang sebelumnya mengalami dislokasi posterior, mengalami
dislokasi ulang karena cedera lain, dislokasi kedua dan selanjutnya disebut dislokasi
rekuren. Pada kasus dimana pasien dapat mendislokasikan dan meresuksi sendi bahu
sesuai keinginan disebut dislokasi habitual. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan
kongenital generalisata pada ligament.5
Gambaran klinik
Dislokasi sendi bahu anterior
Pasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga mengeluhkan
seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat menggerakkan tangannya.
Pasien kemudian menggunakan tangan yang lain untuk membantu menyanggahnya. Pada
kejadian akut yang pertama kali pasien dapat menjelaskan dengan baik mekanisme trauma;
adanya ruda paksa pada bahu dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi. Pada
11
pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat benjolan
pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi-eksorotasi, tepi bahu tampak menyudut,
nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada dislokasi sendi
bahu anterior ini yaitu sumbu humeru yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu
berubah karena daerah dibawah akromion kosong pada palpasi.6
Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya
dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan tidak mampu menggerakkan
lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat
menyentuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu
terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi
badan penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat
scapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada
scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakkan bahunya, maka pada kasus ini
kaput humerus yang tergeser dapat diraba di bawah prosesus korakoideus. Fungsi nervus
sirkumflex harus diperiksa karena rentan mengalami cedera pada kasus ini.4,5
Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Kasus ini jarang terjadi dan sering terabaikan karena pasien terlihat seperti
melindungi ekstrimitasnya.. Biasanya dari anamese didapati riwayat trauma yang hebat
pada bahu, riwayat terkena aliran listrik, atau intoksikasi alkohol. Dari pemeriksaan fisik
terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi interna. Pergerakan rotasi eksternal
mengalami tahanan. Pada pasien yang kurus kaput humerus dapat teraba pada bagian
posterior.3
Komplikasi4
Komplikasi Dislokasi sendi bahu anterior :
Kerusakan saraf. Saraf aksilaris paling sering mengalami cedera, pasien tidak dapat
mengkontraksikan otot deltoid dan sedikit kehilangan rasa pada otot. Ketidakmampuan
abduksi harus dibedakan dari robekan rotator cuff.4
Kerusakan pembuluh darah. Arteri aksilaris dapat mengalami kerusakan, khususnya
pada orang tua dengan pembuluh darah yang rapuh. Ini bisa terjadi saat cedera ataupun
12
saat melakukan reduksi. Tungkai harus selalu diperiksa ada tidaknya tanda-tanda
iskemia sebelum dan sesudah reduksi.
Komplikasi Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Dislokasi tak tereduksi. Minimal setengah dari pasien dengan dislokasi posterior tidak
tereduksi ketika pertama kali. Berminggu-minggu sampai berbulan-bulan berlalu
sebelum diagnosis ditegakkan dan lebih dari dua pertiga dislokasi posterior tidak
dikenali awalnya.
Dislokasi rekuren atau subluksasio
Penatalaksaan
Penatalaksaan Dislokasi Sendi Bahu Anterior
Beraneka ragam metode reduksi dilakukan pada pasien dengan dislokasi sendi
bahu. Untuk pasien yang pernah mengalami dislokasi sebelumnya, traksi sederhana pada
lengan biasanya berhasil dengan baik. Biasanya penggunaan sedasi atau anestesi general
diperlukan.9
Dengan metode Stimson, pasien ditelungkupkan dan lengan yang sakit tergantung
disebelah tempat tidur. Setelah 15 hingga 20 menit bahunya akan tereduksi.
Dengan metode Hipocrates, penderita dibaringkan dilantai, anggota gerak ditarik ke
atas dan kaput hemerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.
Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan pemeriksa berada
disamping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90 dan dilakukan traksi sesuai
garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke arah lateral dan lengan diadduksi dan
sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi
ke medial sehingga tangan jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang direkomendasikan
karena dapat mengakibatkan cidera pada nervus, pembuluh darah dan pada tulang.
Reduksi tanpa pembiusan umum dilakukan dengan teknik menggantung lengan.
Penderita diberikan pethidin atau diazepam agar tercapai relaksasi yang maksimum,
kemudian penderita tidur tengkurap dan membiarkan lengan tergantung dipinggir tempat
13
tidur. Setelah beberapa waktu dapat terjadi reduksi secara spontan.
Penanganan Setelah Reposisi
Lengan diistirahatkan dengan mitella selama 3 minggu pada penderita yang
usianya dibawah 3 tahun (yang lebih sering terjadi rekurensi) dan hanya 1 minggu pada
usia lebih 30 tahun (lebih sering terjadi kekakuan). Kemudian dimulai pergerakan ringan
namun kombinasi abduksi dan rotasi lateral sebaiknya dihindari selama 3 minggu. Selama
periode ini, siku dan jari mulai digerakkan setiap hari.8
Penatalaksaan Dislokasi Sendi bahu posterior
Dilakukan reduksi dengan menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi
eksterna, serta dilakukan imobilisasi selama 3-6 minggu.9
Prognosis
Pemantauan yang baik adalah dasar untuk mencegah terjadinya dislokasi berulang
dan untuk kesembuhan jaringan yang rusak.Bahkan dengan perawatan yang terbaik pun
dislokasi dapat berulang. Sekitar 90% dari orang-orang yang pernah mengalami dislokasi
bahu pada usia lebih muda dari 20 tahun biasanya akan mengalami dislokasi kedua.
Setelah usia 40 tahun, sebanyak 14% orang dapat mengalami dilokasi kedua. Jika dislokasi
terjadi kedua kalinya pada bahu yang sama, terutama jika disebabkan oleh trauma yang
lebih ringan, maka pasien harus dievaluasi mengenai kemungkinan terjadinya kerusakan
ligamen pada bahunya. Jika terdapat kerusakan, maka pasien munkin perlu untuk
menjalani operasi untuk mencegah terjadinya dislokasi berulang.
Kesimpulan
Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu kelainan dalam bidang bedah ortopaedi
yang sering ditemukan di masyarakat. Penyebabnya ialah trauma. Pemahaman yang cermat
mengenai anatomi sendi bahu sangat penting bagi kita sebagai kunci kerberhasilan dalam
mereduksi kembali dislokasi yang terjadi. Pemeriksaan radiologis dapat membantu
menentukan tipe dislokasi dan adanya tidaknya fraktur yang menyertai. Berbagai teknik dapat
dilakukan untuk mereduksi kembali dislokasi yang terjadi, dengan atau tanpa pembiusan.
14
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 27, 2445-46, 2705,
2. Gleadle J. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga.
2007.h.40-1.
3. Rasjad, C. 2007. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone.
Hal. 406-408.
4. Solomon, L., et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. 739-744.
5. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta:
EGC.2002.h.396-8; 403-4; 417-26..
6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta:
EGC.2007.h.1065-9.
7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
2011.h.811-9.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.2005.h.1279-82
9. Jong WD, Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.2005.h.860
15