INOVASI Dalam Jurnal Internasional Dan Penerapan CTL

download INOVASI Dalam Jurnal Internasional Dan Penerapan CTL

of 20

Transcript of INOVASI Dalam Jurnal Internasional Dan Penerapan CTL

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangAbad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Perubahan yang sangat cepat dan dramatis pada abad ini menuntut siswa dan generasi penerus Indonesia untuk dapat dengan cepat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi yang diimbangi dengan pemahaman sains yang baik meningkatkan berbagai penemuan yang akhirnya memberikan pengaruh pada perkembangan iptek selanjutnya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik tambang, hewani maupun nabati. Kekayaan itu dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia jika generasi penerusnya memiliki kemampuan sais dan teknologi pemanfaatan dan pengelolaan yang baik, salah satunya melalui pendidikan sains.Pendidikan merupakan investasi suatu bangsa sehingga penyelenggaraannya harus berkualitas, sebab melalui pendidikan yang berkualitas akan dihasilkan siswa yang unggul, kompetitif dan profesional. Pendidikan berkualitas hanya akan terwujud jika didukung oleh pembelajaran yang berkualitas. Ditjen Dikti (2008) menyatakan bahwa pembelajaran berkualitas diartikan sebagai pembelajaran yang secara sinergis mampu menghasilkan proses, hasil, dan dampak belajar yang optimal yang memungkinkan terwujudnya better student learning capacity. Hal ini relevan dengan pernyataan Uno (2010), yang menyatakan bahwa situasi pembelajaran yang kondusif sangat mendukung terjadinya interaksi dalam pembelajaran, sehingga menghasilkan luaran yang baik pula. Sementara menurut Widoyoko (2008) kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh 5 aspek meliputi: performance guru, fasilitas pembelajaran, iklim kelas, sikap dan motivasi belajar siswa. Pendidikan sains yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan (Rustaman, 2011). IPA (biologi) menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Menurut Carin & Evans (dalam Suciati, 2010), pembelajaran sains sedikitnya meliputi empat hal, yaitu produk (content), proses, sikap, dan teknologi. IPA sebagai konten berupa produk mengandung arti bahwa di dalam IPA terdapat fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang sudah diterima kebenarannya. IPA sebagai proses atau metode berarti bahwa IPA merupakan suatu proses atau metode untuk mendapatkan pengetahuan. IPA sebagai sikap berarti bahwa IPA dapat berkembang karena adanya sikap tekun, teliti, terbuka, dan jujur. IPA sebagai teknologi mengandung pengertian bahwa IPA terkait dengan peningkatan kualitas kehidupan.Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL).

Komisi tentang Pendidikan Abad 21 (Commission of Education For the "21" Century), merekomendasikan empat strategi dalam mensukseskan pendidikan: pertama, learning to learn, yaitu memuat kemampuan menggali informasi yang ada di sekitarnya dari ledakan informasi itu sendiri; kedua, learning to be, yaitu pelajar diharapkan mampu untuk mengenali dirinya sendiri, serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya; ketiga, learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang berkaitan dengan sains dan keempat, learning to live together, yaitu memuat kehidupan dalam masyarakat yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lain, sehingga mampu bersaing secara sehat dan bekerja sama serta mampu untuk menghargai orang lain (Trianto, 2010).Berdasarkan beberapa permasalahan diatas maka sangat penting bagi guru untuk memahami karakteristik dan implementasi Contextual Teaching and Learning dalam mata pelajaran sains, khususnya biologi. Dengan demikian, sangat diharapkan pembelajaran biologi di kelas dilaksanakan secara kontekstual sehingga memberikan pengalaman belajar yang mendalam bagi peserta dan menciptakan generasi penerus yang memiliki mampu mengikuti perkembangan zaman yang akhirnya memberikan kontribusi bagi perkembangan negara Indonesia.B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)2. Apa latar belakang Filosofis Contextual Teaching and Learning (CTL)3. Apa latar belakang Psikologis Contextual Teaching and Learning(CTL)4. Apa saja komponen Contextual Teaching and Learning(CTL)

5. Apa tujuan pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

6. Apa saja teori-Teori belajar Contextual Teaching and Learning (CTL)

7. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

8. Bagaimana penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

9. Apa saja faktor-faktor yang mempengarui keberhasilan Contextual Teaching and Learning (CTL)

C. Tujuan Penulisan1. Memahami pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

2. Memahami latar belakang Filosofis Contextual Teaching and Learning (CTL)3. Memahami latar belakang Psikologis Contextual Teaching and Learning(CTL)4. Memahami saja komponen Contextual Teaching and Learning(CTL)

5. Memahami tujuan pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

6. Memahami saja teori-Teori belajar Contextual Teaching and Learning (CTL)

7. Memahami kelebihan dan kekurangan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

8. Memahami penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

9. Memahami faktor-faktor yang mempengarui keberhasilan Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Contextual Teaching and Learning

Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti hubungan, konteks, suasana, atau keadaan. Dengan demikian contextual diartikan yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Elaine B. Jhonson (Rusman,2011) mengatakan pembelajaran CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Secara umum Kontekstual adalah adanya keterkaitan terhadap setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain memang karena materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi factual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya. Nurhadi (Rusman,2011) mengatakan CTL konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antar materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.Howey R, Keneth (Rusman,2011) pembelajaran CTL yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulative atau pun nyata. Pembelajaran CTL didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (Rusman,2011) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Pengajaran CTL sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.

Pembelajaran CTL berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:CTLKonvensional

Pemilihan informasi kebutuhan individu siswa.Pemilihan informasi ditentukan oleh guru.

Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin).Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.

Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswaMemberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan.

Menerapkan penilaian autentik melalui melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah.Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulang

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata. Pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) adalah pembelajaran yang menggunakan bermacam-macam masalah kontekstual sebagai titik awal, sedemikian hingga peserta didik belajar dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memecahkan masalah, baik masalah nyata maupun masalah simulasi, baik masalah yang berkaitan dengan pelajaran lain di sekolah, situasi sekolah, maupun masalah di luar sekolah, termasuk masalah-masalah di tempat kerja yang relevan (Suryanto, 2002). Senada dengan pendapat ini, Depdiknas (2002) menyatakan bahwa pembelajaran kontektual adalah konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.Pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks yang lain. Lee (1999) dalam (Depdiknas, 2002) mendefinisikan transfer sebagai kemampuan untuk berpikir dan berargumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan pengetahuan awal. Transfer dapat berkonotasi positif jika belajar dapat ditingkatkan melalui penggunaan pengetahuan awal, dan berkonotasi negatif jika pengetahuan awal secara nyata mengganggu proses belajar.

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistomologi Giambatista Vico (Wina Sanjaya,2007). Vico mengungkapkan Tuhan adalah pencipta dalam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya. Mengetahui, menurut Vico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya seseorang mengetahui manakala menjelaskan unsure-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, (Wina Sanjaya,2007) pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan memengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses mengkostruksi pengetahuan melalui pengalaman.B. Latar Belakang Filosofis Contextual Teaching and Learning (CTL)CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistomologi Giambatista Vico (Wina Sanjaya, 2007). Vico mengungkapkan Tuhan adalah pencipta dalam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya. Mengetahui, menurut Vico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya seseorang mengetahui manakala menjelaskan unsure-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, (Wina Sanjaya, 2007) pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan memengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses mengkostruksi pengetahuan melalui pengalaman.C. Latar Belakang Psikologis Contextual Teaching and Learning(CTL)Pembelajaran melalui Kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus anda pahami tentang belajar dalam konteks Kontekstual.

1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksikan pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.

2. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.

3. Belajar adalah proses pemecahan masalah.

4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks.

5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.D. Komponen Contextual Teaching and Learning(CTL)Pendekatan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) memiliki 7 asas. Asas tersebut biasa disebut dengan 7 komponen Tujuh komponen dalam pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) :1. KonstruktivismeLandasan berfokus kontruktivisme mengemukakan bahwa mendorong siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan imformasi dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus belajar memecahkan masalah, mengamati dan dapat menemukan ide-ide mereka sendiri dalam pandangan kontruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dari beberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Dari penjabaran diatas maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses kontruktisi bukan menerima pengetahuan.

2. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis contekstual teaching and learning. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil proses menemukan sendiri. Adapun langkah-langkah kegiatan inkuiri sebagai berikut :a. Merumuskan masalahb. Mengamati atau melakukan observasi

c. Mengumpulkan data

d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan

e. Membuat kesimpulanDari keterangan diatas siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis sebagai dasar pembentukan kreativitas.

3. Bertanya (Questioning)

Bertanya dipandang sebagian kegiatan guru untuk mendorong, membimbing untuk menemukan materi yang dipelajarinya melalui kegiatan dalam melakukan pembelajaran yang berbasis inkuiri yaitu mengali informasi mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengharapkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

4. Masyarakat Belajar ( Learning Community )Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dari orang lain.

5. Pemodelan ( Modelling )Pemodelan yaitu pembelajaran pengetahuan terdapat dalam pembelajaran siswa

6. Refleksi ( Reflection )Refleksi yaitu proses pembelajaran yang telah berakhir, guru memberikan kesempatan siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari.

7. Penilaian Nyata ( Autentic Assessment )Penilaian yang autentik dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian autentik adalah berbagai macam strategi penilaian yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang sesungguhnya hal-hal yang bias digunakan sebagai dasar menilai adalah penilaian proyek atau kegiatan dan laporan, PR ,kuis, karya siswa,presentasi,demonstrasi, jurnal hasil tes tertulis, karya tulis . ketujuh komponen dapat terwujud jika ada kerja sama yang baik antara guru dan siswa.E. Tujuan Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Tujuan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut :

1. Pengajaran autentik Pengajaran autentik adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam konteks bermakna strategi ini menyatukan keterangan berfikir dan pemecahan yang merupakan keyerangan penting dalam tatanan kehidupan nyata

2. Pembelajaran berbasis inquiri

Pembelajaran berbasis inquiri adalah merupakan pembelajaran yang berpola pada metode Matematika dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif pembelajaran

3. Pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah adalah merupakan suatu kegiatan yang mengunakan masalah dunia nyata sebagi kontes bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan keterangan dalam pemecahan masalah.

4. Pembelajaran kooperatif adalah merupakan strategi belajar dimana siswa belajar kelompok kecil saling membantu untuk memahami suatu materi pelajaran memeriksa dan memperbaiki jawaban teman dalam kelompok.F. Teori-Teori Belajar Contextual Teaching and Learning (CTL)Beberapa teori belajar yang melandasi pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk dapat ditetapkan. Adapun teori-teori tersebut adalah:1. Teori belajar Jerome Bruner

Teori belajar ini dikenal dengan teori belajar penemuan. Belajar penemuan merupakan usaha sadar untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertai sehingga mendapatkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Belajar penemuan memiliki keterangan diantaranya pengetahuan lebih mudah menerapkan ketika ia berhadapan dengan situasi yang baru meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas namun belajar penemuan yang memiliki kekurangan diantara kekurangan tersebut adalah waktu yang digunakan relative lama dibandingkan dengan belajar hafalan.Bruner mengunakan model yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut yang direkam dalam pikirannya dengan caranya sendiri pada model bermain kontruktif. Bruner membagi proses belajar tahapan, yaitu a) tahap kegiatan (enactive) yaitu siswa belajar melalui benda nyata atau mengalami langsung peristiwa disekitarnya, b) tahap gambar bayangan (iconic) yaitu siswa tidak bisa mengubah, menandai dan menyimpan benda nyata atau peristiwa dalam bentuk bayangan mental dibenaknya, c) tahap simbolik (syimbolic) yaitu siswa sudah dapat menyatakan bayangan mentalnya dalam bentuk simbol dan bahasa.2. Teori belajar social

Adalah merupakan perluasan dari teori perilaku tradisional (behavioristik) teori ini merupakan prinsip pembelajaran perilaku dan penekanannya pada proses mental internal, teori belajar social dikembangkan oleh Albert Bandura menuru Bandura seperti yang dikutip oleh (Kardi,1997:15) bahwa teori pemodelan tingkah laku merupakan proses tiga (3) tahab yang meliputi perhatian, retensi, dan produksi dengan kata lain. Hal tersebut tergantung pada perhatian pengamatan terhadap tingkah laku tertentu. Kemudian membentuk persepsinya didalam jangka panjang dan pada akhir muncullah ingin menghasilkan tingkah laku tersebut. Implikasi dalam CTL adalah siswa akan mengamati sendiri masalah-masalah yang hendak dipecahkan sehingga terbentuk persepsi jangka panjang dalam pemecahan masalah tersebut.

3. Teori MotivasiTeori motivasi ini merupakan salah satu unsur yang penting dalam kegiatan mengajar . belajar menurut Slavene seperti yang dikutip Nur (1998:2) bahwa motivasi suatu proses internal yang dapat mengaktifkan, membimbing dan memperhatikan prilaku dalam waktu tertentu dalam bahasa sederhana, motivasi dapat diartikan sebagai apa yang membuat anda berbuat, membuat anda tetap berbuat dan menentukan kearah masalah anda perbuat. Motivasi dapat mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas untuk mencapai tujuan dilihat dari alas an timbulnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua (2) macam :a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam seseorang. Kegiatan dimulai dilaksanakan karena adanya dorongan berlangsung dikaitkan dengan kegiatan misalnya siswa mengerjakan tugas-tugas sains karena memang ia berniat untuk mendalami sains.

b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena adanya stimulus dari luar kegiatan dimulai dan dilaksanakan karena adanya dorongan tidak langsung yang berhubungan dan kegiatan tersebut misalnya siswa mengerjakan soal sains untuk mendapat nilai yang baik. Sains yang dapat mendorong siswa untuk melaksanakan aktivitasaktivitas yang di maksud disini membaca mengerjakan soal bertanya keteman, bertanya keguru dan mendemonstrasikan ide-idenya.4. Teori belajar Piaget dan VygostyMenurut Piaget dan Vygosty bahwa perubahan kognitif langsung terjadi jika konsepsi-konsepsi yang dipahamkan sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidak seimbangan dalam upaya memahami informasi informasi baru. Piaget dan Vygosty yang menekankan adanya hakikat social dari belajar dan keduanya menyarankan untuk mengunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda untuk menyiapkan perubahan konseptual. Ada empat (4) bentuk pengetahuan pada seserorang yaitu pembelajaran social zona pembelajaran terdapat penanganan kognitif dan scaffolding.G. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL)

1. Kelebihan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) :

a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran Kontekstual menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.c. Siswa terlibat aktif dalam memecahkan dan memiliki keterangan berfikir yang lebih tinggi karena siswa dilatih untuk mengunakan berfikir memecahkan suatu masalah dalam mengunakan data memahami masalah untuk memecahkan suatu hasil

d. Pengetahuan tetang materi pembelajaran tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran CTL akan lebih bermakna

e. Siswa dapat merasakan dengan masalah yang konteks bagi siswa hal ini dapat mengakibatkan motivasi kesukaran siswa terhadap belajar matematika semakin tinggi

f. Siswa menjadi mandiri

2. Kekurangan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan amat banyak karena siswa ditentukan menemukan sendiri suatu konsis sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator, hal ini dapat berakibat pada tahap awal materi kadang-kadang tidak tuntas.b. Tidak semua komponen pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dapat diterapkan pada seluruh materi pelajaran tetap hanya dapat diterapkan pada materi pembelajaran yang mengandung prasyarat yang dapat diterapkan contextual teaching and learning(CTL)c. Sulit untuk menambah paradigma guru : guru sebagai pengajar keguru sebagai fasilitator dan mitra siswa dalam belajar, dalam suatu pembelajaran tentu ada kelemahan-kelemahannya agar suatu pembelajaran dapat berjalan dengan baik maka tugas kita sebaga guru adalah meminimalkan kelemahan-kelemahan tersebut dengan bekerja keras.d. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.e. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ideide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategistrategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.Menurut PLPG kuota 2008 manfaat pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) antara lain :

1. Bagi anak didika. Mengaitkan mata pelajaran dengan pekerjaan atau kehidupan

b. Mengaitkan kandungan mata pelajaran dengan pengalaman seharihari

c. Memindahkan kemahiran

d. Memberi kesan dan mendapatkan bukti

e. Menguasai permasalahan abstrak melalui pengalaman kongkrit

f. Belajar secara bersama

2. Bagi pendidika. Menjadikan pengajaran sebagai salah satu pengalaman yang bermakna

b. Mengaitkan prinsip prinsip mata pelajaran dengan dunia pekerjaan

c. Menjadikan Penghubung antara pihak akademik kan vokasionalH. Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)Menurut Priyono sebuah kelas dikatakan mengunakan pendekatan contextual teaching and learning(CTL) jika menerapkan tujuh (7) konponen tersebut dalam pembelajarannya untuk melaksanakan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja bidang studi apa saja dan kelas yangbagaimanapun keadaanya. Penerapan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dalam kelas secara garis besar langkah-langkahnya :

a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara beerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan bertanya.

b. Pengetahuan kegiatan inquiri untuk semua topic

c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok)

e. Menghadirkan model sebagai contoh tingkah laku atau cara mengunakan alat, menemukan konsep atau menyelesaikan konsep

f. Melakukan refleksi diakhir pertemuan

g. Melakukan penelitian autentik dan berbagai cara.Sedangkan menurut Elaine Bjohnson mengarah pada delapan (8) komponen pada pembelajaran CTL, yakni:

a. Membuat keterkaitan yang bermakna

b. Melakukan kerja yang bermakna

c. Belajar mengatur diriya sendiri

d. Kolaboratif

e. Berfikir kritis dan kreatif

f. Pembimbing perorangang. Mengapai standar yang tinggih. h. Menggunakan assessment outentik

Dengan demikian dalam pembejaran kontekstual semua komponen tidak harus dilaksanakan tetapi pada penelitian ini meliputi menerapkan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dan mengunakan model kooperatif. Langkah-langkah pembelajaran contextual teaching and learning(CTL)adalah:a. Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa.b. Menyajikan informasi masalah tersebut dan mendiskusikannya dengan temannya. Pada langkah ini komponen contextual teaching and learning(CTL) yang muncul adalah menemukan masalah dan bertanya.c. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar. Setelah siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan, siswa diminta menyelesaikan masalah komponen contextual teaching and learning(CTL) yang dilakukan adalah kontruktivisme masyarakat belajar inquiri dan menemukan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan

d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

e. Evaluasi adalah penilaian outentik (saat ini siswa menampilkan hasil karyanya dan langkah-langkah hasil pengerjaanya didepan guru dan teman-temannya setelah didiskusikan secara bersama-sama dengan bimbingan guru,siswa, menyimpulkan apa yang telah dipelajari dari masalah yang diangkat.f. Refleksi diakhir pembelajaran siswa diminta memberi komentar tentang pembelajaran yang dilakukan.I. Faktor-Faktor yang Mempengarui Keberhasilan Contextual Teaching and Learning (CTL)Menurut The Northwesh Regional Education Laboratory USA mengidentifikasikan terdapat 6 hal yang dapat mempengarui keberhasilan pelaksanaan contextual teaching and learning(CTL) antara lain :

1. Pembelajaran bermakna : pemahaman relevan dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam mempelajarai isi materi pelajaran.

2. Penerapan pengetahuan : kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajarai dan terapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang

3. Berpikir tingkat tinggi : siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kritis dan berpikir kreatif dalam mengumpulkan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan masalah.

4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar isi : pembelajaran harus dikaitkan dengan standar local, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi serta dunia kerja.5. Respon terhadap budaya : guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan dalam kebiasaan siswa, teman pendidik dan masyarakat tempat pendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan mempengarui terhadap cara mengajar guru. Empat hal ini perlu diperhatikan dalam pembelaran kontekstual yaitu kelas, individu siswa, kelompok siswa baik tim atau keseluruan, tatanan sekolah dan besarnya tatanan komunikasi kelas.

6. Penilaian autentik : penggunaan berbagai strategi penilaian (missalnya proyek/tugas terstruktur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik daftar cek, pedoman observasi dan sebagainya) akan merefleksikan hasil sesungguhnya.DAFTAR PUSTAKAJohnsonn, Elene, B.2006. Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Mizan Learning CentreSanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Beroriontasi Standar Proses. Jakarta: Kencana.Muchin, M., Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: Ra Sail.Pitajeng. 2009. Pembelajaran Matematika yang menyenangkan. Departemen Pendidikan Nasional: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Mukhusiyah. Penerapan Pendekatan Pembelajaran (CTL). Surabaya: Pasca Unesa.Suedjadi, R. 2009. Kiat Pendidikan. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

David, Reynalds & Danier, Magic. 2008. EfectiveTeaching. Yogyakarta: Pustaka belajar